9617 - Modul 1 Nyeri Perut Akut
9617 - Modul 1 Nyeri Perut Akut
9617 - Modul 1 Nyeri Perut Akut
BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI
“SKENARIO 1”
Dosen Pembimbing :
dr. Dahlia M.Kes
dr. Sri julyani,M.Kes,Sp.PK
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.
Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama
kepada:
1. dr. Dahlia M,Kes selaku tutor pertama
2. dr. Sri julyani,M.Kes,Sp.PK selaku tutor kedua
3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.
Kelompok 1
➢ SKENARIO 1
➢ KATA SULIT
➢ KATA KUNCI
- Demam ada
➢ PERTANYAAN PENTING
1. Definisi Nyeri
1) Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang menetap setelah cedera
jaringan telah sembuh dan ditandai dengan penurunan ambang batas
sensorik dan nosiseptif (alodinia dan hiperalgesia). Cedera saraf
perifer akibat trauma, pembedahan, atau penyakit (contohnya
diabetes) sering kali menimbulkan komplikasi berupa nyeri
neuropatik. Pasien kanker memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
menderita nyeri neuropatik yang disebabkan oleh radioterapi atau
berbagai macam agen kemoterapi. Meskipun nyeri akut dan inflamasi
biasanya dianggap sebagai suatu mekanisme adaptif dari sistem nyeri
untuk memberikan peringatan dan perlindungan, nyeri neuropatik
sebenarnya mencerminkan fungsi maladaptif (patofisiologis) dari
sistem nyeri yang telah rusak. Pada kebanyakan pasien, nyeri
neuropatik akan menetap sepanjang hidupnya dan akan memberikan
dampak negatif pada kualitas hidup dari segi fisik, emosional, dan
juga sosial. Saat ini, keefektifan terapi nyeri neuropatik masih bersifat
terbatas, dimana hanya sebagai terapi simtomatik untuk nyeri
neuropatik. Opioid, gabapentin, amitriptilin, dan preparat kanabis
telah dicoba dan keefektifan terapi ini terbukti masih tebatas. Proses
patofisiologis dari nyeri neuropatik memiliki ciri khas berupa respon
neuroinflamasi yang muncul setelah terjadinya aktivasi dari sistem
kekebalan tubuh nonspesifik (innate immune system). Toll-like
receptor 2 dan 4 (TLR2 dan TLR4) yang ditemukan pada mikroglia
tampaknya memicu aktivasi glial, yang memulai jalur proinflamasi
dan transduksi sinyal yang akhirnya memicu produksi dari sitokin
proinflamasi. Alodinia yang sudah terjadi dapat dikembalikan dengan
antagonis reseptor TLR4 yang diberikan secara intratekal, yang
mencegah aktivasi dari faktor transkripsi NF-ĸB (nuclear factor
kappalight-chain-enhancer of activated B cells) dan mencegah
overproduksi TNF-α (tumor necrosis factor-alpha) di dalam medula
spinalis setelah terjadinya cedera saraf skiatik. Central cannabinoid
receptor 2 (CB2) tampaknya memiliki peran protektif dan
administrasi agonis reseptor CB2 dapat menumpilkan respon
neuroinflamasi dan dengan ini dapat mencegah terjadinya neuropati
perifer dengan menghalangi jalur-jalur sinyal tertentu.
Gambaran patologis umum dari kerusakan saraf meliputi
terjadinya mielinisasi/demielinisasi segmental yang abnormal serta
aksonopati, dimulai dari terjadinya deficit transpor metabolik dan
aksoplasmik hingga terjadinya transeksi akson yang nyata (aksotomi).
Setelah cedera saraf terjadi, stump proksimal dari akson akan menutup
dan membentuk suatu pembengkakan terminal atau "end bulb", dan
sejumlah prosesus halus (tunas seperti "kecambah") akan mulai
tumbuh dari end bulb dalam kurun waktu 1 atau 2 hari. Tunas yang
mulai tumbuh ini biasanya memanjang didalam tabung endoneurial
mereka dan akan mengembalikan sensasi normal pada target perifer
yang sesuai. Namun, saat pertumbuhan akson terhambat, seperti yang
terjadi pada amputasi anggota gerak tubuh/ekstremitas, end bulb
beserta tunasnya akan membentuk suatu massa kusut di ujung saraf,
yang disebut dengan suatu neuroma ujung saraf (nerve-end neuroma).
Biasanya, ektopik firing yang dihasilkan oleh end bulb dan tunasnya
di dalam neuroma, dan oleh badan sel pada DRG, secara signifikan
berkontribusi terhadap hipersensitivitas nosiseptif dan
mekanosensitifitas ektopik yang timbul setelah terjadinya cedera
saraf.
2) Nyeri Viseral
Walaupun nyeri somatik dapat dengan mudah dilokalisir dan
ditandai oleh sensasi yang jelas, namun nyeri viseral bersifat difus dan
sulit dilokalisir, biasanya mengacu pada area-area somatic
(contohnya, otot dan kulit), dan biasanya diasosiasikan dengan reaksi
emosional dan otonom yang lebih kuat. Nyeri visceral sering
dihasilkan oleh stimuli yang berbeda dari stimuli untuk aktivasi
nociceptors somatik. Karakteristik ini mungkin disebabkan oleh
adanya inervasi saraf ganda dan struktur yang unik dari ujung reseptif
viseral.
Di antara semua jaringan di dalam tubuh, visera bersifat unik
karena masing-masing organ menerima persarafan dari dua jenis
kelompok saraf, yaitu nervus vagal dan nervus spinalis atau pelvic
nerve dan nervus spinalis, dan inervasi aferen viseral juga lebih jarang
dibandingkan dengan inervasi somatik. Serabut aferen viseral di
medula spinalis memiliki badan sel yang terletak di dorsal root
ganglia (DRG) dan berakhir di dalam kornu dorsalis spinalis.
Terminasi sentral dari aferen viseral di nervus spinalis terjadi pada
lamina I, II, V, dan X dan penyampaian informasi sensorik viseral
adalah melalui traktus spinotalamikus yang kontralateral atau
kolumna dorsalis yang ipsilateral ke area otak di supraspinal. Neuron-
neuron spinalis ini juga menerima input konvergen dari struktur
viseral dan struktur somatik lainnya, sehingga memberikan dasar
struktural untuk referred pain; sebagai contoh, nyeri pada rahang kiri
dan lengan kiri yang menyertai iskemia miokard biasanya dimediasi
oleh konvergensi dari area sensori viseral dan juga somatik. Struktur
saraf lainnya yang menyampaikan informasi nyeri dari organ-organ di
rongga toraks dan abdomen adalah nervus vagus, yang memiliki
badan sel di ganglion nodusum dan terminal sentral didalam nukleus
traktus solitarius. Inervasi aferen vagus memainkan peran penting
dalam munculnya reaksi otonom dan emosional yang menonjol pada
penyakit-penyakit visceral yang diasosiasikan dengan rasa nyeri
(Gambar 6-7). Mayoritas serabut aferen viseral adalah berupa serabut
Aδ yang bermielin tipis atau serabut C yang tidak termielinisasi
dengan ujung-ujung saraf bebas yang tidak terselubung
(unencapsulated), dan sejumlah kecil serabut Aβ yang diasosiasikan
dengan badan Pacini di mesenterium. Mechanosensitive endings
dengan diferensiasi terbaik terdapat pada intraganglionic laminar
endings (IGLEs) dan susunan intramuskular yang terkait dengan
serat-serat aferen vagal yang menginervasi gaster. Sebagian besar
neuron sensori visceral ini mengandung substansia P dan/atau CGRP,
dan mereka juga mengekspresikan reseptor faktor pertumbuhan saraf
yaitu TrkA. Biomarker-biomarker tesebut akan meningkat secara
signifikan dan nociceptor juga akan tesensitisasi saat peradangan
viseral terjadi. Tidak seperti stimuli noksius yang menginduksi nyeri
somatik, banyak juga stimuli yang merusak (seperti pemotongan,
pembakaran, penjepitan) tidak akan menimbulkan rasa sakit saat
dilakukan pada struktur viseral. Aktivasi nociceptor visceral
umumnya disebabkan oleh iskemia, peregangan ligamen, spasme otot.
polos, atau distensi dari struktur-struktur berongga seperti kantong
empedu, duktus biliaris komunis, atau ureter. Rangsangan-rangsangan
tersebut terjadi akibat proses patologis viseral, dan rasa nyeri yang
ditimbulkan dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk bertahan hidup
dengan dilakukannya imobilitas.
3.
3) Nyeri Somatik
mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit,
jaringan subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan
peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi
peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar pada
dinding parietal, yang menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan
oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding parietal menyerupai kulit
dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi
pada peritoneum parietal sandgatlah nyeri, dimana insisi pada
peritoneum Universitas Sumatera Utara viseralis tidak nyeri sama
sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya
terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak Munculnya jalur nyeri
viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari nyeri dari viseral
pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh,
rangsang nyeri berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat –
serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke rantai simpatis lalu ke spinal
cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus dan
nyeri menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan,
rangsangan nyeri berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi
apendiks menyentuh dinding abdomen, rangsangan ini melewati
nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri
menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang
teriritasi di kuadran kanan bawah.
CRPS tipe I:
CRPS tipe II :
(a) tipe II adalah sindrom yang muncul setelah tejadinya cedera
saraf; terjadi nyeri spontan atau alodinia/hiperalgesia dan
tidak hanya terbatas pada area saraf yang cedera saja;
(b) ditemukannya edema atau bekas edema, abnormalitas pada
aliran darah kulit, atau aktivitas sudomotor yang abnormal
di area nyeri sejak terjadinya peristiwa penyebab nyeri; dan
(c) diagnosis ini dieksklusi apabila kondisi/penyebab dari rasa
nyeri dan disfungsi jaringan telah ditemukan.
Mekanisme yang mendasari patogenesis CRPS masih belum
jelas, walaupun sudah diakui bahwa CRPS adalah penyakit neurologis
yang melibatkan sistem otonom, sensorik, dan motoric serta area
kortikal yang terlibat dalam pemrosesan informasi kognitif dan
afektif, dan komponen inflamasi nampaknya berperan penting dalam
fase akut penyakit ini. Regimen pengobatan yang efektif untuk CRPS
sampai saat ini masih sangat sedikit.
II. Mual-Muntah
Referensi : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI.
Jakarta : 20
Thieara Ramadanika UNAIR.ac.id Definisi Mual dan Muntah
A. APPENDISITIS
Anamnesis
Anamnesis dalam apendisitis akut dapat dibagi dalam beberapa
kategori utama: usia, jenis kelamin, nyeri abdomen, dan gejala sistemik.
1. Usia dan Jenis Kelamin
Yang sangat tua dan sangat muda, masing-masing
menampilkan sekitar 10 persen penyajian pasien nyeri abdomen
akut. Tetapi pasien di atas usia 65 tahun mempunyai dua kali insiden
penyakit bedah (30 persen) sebagai sebab nyeri abdomennya
dibandingkan pasien di bawah usia 65 tahun. Pada usia dewasa,
wanita lebih mungkin tampil dengan nyeri abdomen dibanding pria,
tetapi pada pria yang menampilkan gejala ini mempunyai insidens
penyakit bedah yang lebih tinggi. Sistem genitourinarius lazim
menyebabkan nyeri abdomen pada wanita meliputi penyakit
peradangan pelvis, infeksi tractus urinarius, dismenore dan
kehamilan ektopik.
2. Nyeri
Nyeri tanda abdomen akuta. Ini bisa ditandai oleh cara
mulainya, sifat, faktor pencetus atau lokalisasinya. Ada tiga jenis
mulainya nyeri abdomen: eksplosif, cepat dan bertahap. Pasien yang
mendadak dicekam nyeri eksplosif menderita sekali, lebih mungkin
menderita pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritonealis
bebas atau menderita ‘vascular accident’ berkelanjutan. Kolik
berasal dari ginjal dan saluran empedu bisa dimulai mendadak,
tetapi jarang menyebabkan nyeri begitu parah, sehingga pasien tak
berdaya. Pasien dengan nyeri yang cepat dimulai, yang cepat
memburuk mungkin menderita pankreatitis akuta, trombosis
mesenterica atau strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang
dimulai beratahap mungkin menderita peradangan peritoneum,
seperti yang terlihat dalam apendisitis atau divertikulitis. Keparahan
nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau seperti
kolik. Nyeri menyiksa tak berespon terhadap narkotika
menggambarkan suatu lesi vaskular akuta seperti ruptura aneurisma
abdominalis atau infark usus. Pasien infark usus khas menderita
nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium. Nyeri
yang parah tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis
akibat vikus yang pecah atau pankreatitis akut. Nyeri tumpul, samar-
samar yang sukar dilokalisasi menggambarkan suatu proses
peradangan dan lazim presentasi awal apendisitis. Nyeri kolik yang
ditandai sebagai kram dan dorongan (rush) menggam barkan
gastroenteritis. Nyeri akibat obstruksi usus halus mekanik juga
bersifat kolik, tetapi mempunyai pola berirama dengan interval
bebas nyeri bergantian dengan kolik parah. Dorongan peristaltik
menyertai gastronteritis tidak perlu terkoordinasi dengan nyeri
kolik.
Pemeriksaan Fisik
4. Gejala lain adalah badan lemas dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindari pergerakan di sekitar perut yang terasa
nyeri.
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan radiologi:
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
1. ANAMNESA
➢ Identitas mencakup :
- Nama
- Umur
- Pekerjaan
- Agama
- Alamat
- Perubahan pola kebiasaan buang air besar baik berupa diare atau
konstipasi.
- Adanya darah dalam feses, bisa berwarna merah segar atau hitam.
- Muntah
2. PEMERIKSAAN
a. fisik
b. Penunjang
L
aboratorium
P
enunjang:
Radiologi
Kolonoskopi
C. Kehamilan ektopik
Anamnesis
Nyeri perut
Amenorea
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum:
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
- Hemogram
5. Diagnosis banding :
APPENDISITIS
Definisi
Epidemiologi
Patofisiologi
Gambaran klinis
Pemeriksaan penunjang
Epidemiologi
Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa kanker
Colon pada tahun 1992 dan 57.000 orang meninggal karena kanker ini
pada tahun yang sama (ACS 1993). Sebagian besar klien pada
kanker Colon mempunyai frekuensi yang sama antara laki-
laki dan perempuan. Kanker pada colon kanan biasanya terjadi pada
wanita dan Ca pada rektum biasanya terjadi pada laki-laki. Insidennya
meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia
lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat
keluarga yang mengalami kanker kolon.
Penyebab
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui,
tetapi faktor resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat
atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga, riwayat
penyakit usus inflamasi kronis, dan diet tinggi lemak, protein, dan
daging rendah serat. Kelebihan lemak diyakini mengubah flora
bakteri dan menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen.
Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (mun
cul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat
menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain (paling sering
di hati). carsinoma colon sebagian besar mengasilkan
adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi samp
ai gejala muncul secara perlahan dan tampak membahayakan. Penya
kit ini menyebar dalam beberapa metode. Tumor mungkin menyebar
dalam tempat tertentu pada lapisan dalam diperut,
mencapaaiserosa dan mesenterikfat.Kemudian tumor mulai melekat
pada organ yang ada disekitarnya, kemudian meluas kedalam lumen
pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem
sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama
melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa, setelah sel
tumor masuk pada system sirkulasi, biasanya sel
bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh
kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain
termasuk :
- Kelenjar Adrenalin
- Ginjal
- Kulit
- Tulang
- Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui
limpa dan sistem sirkulasi, tumor colon juga dapat meyebar pada
bagian peritonial sebelum pembedahan tumor dilakukan. penyebaran
terjadi kerika tumor dihilangkan dari sel kanker dari tumor pecah
menuju ke rongga peritonial.
Penatalaksanaan
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV.
Dan NGT. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi
komponen darah dapat diberikan.
1. Penatalaksanaan non bedah
Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien
untuk menentukan rencana pengobatan yang baik dengan
mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit dan kualitas.
a. Terapi radiasi
Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien y
ang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidah
dilaksanankan secara rutin. Radiasi dapat digunakan post
operatif sampai bataspenyebaran metastase. Sebagai ukuran
nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan, obstruksi
usus besar atau metastase ke paru dalam perkembangan
penyakit Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode pra,
intra dan post operatif untuk memperkecil tumor, mencapai
hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi
resiko kekambuhan.
b. Kemoterapi
Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca
kolorektalkecuali batas tumor pada anal kanal. Bagaimanapun
fluorouracil (5FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah
direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus
pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan.
Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan digunakan
unutuk mengontro gejala-
gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase.Kemot
erapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang
digunakan pada klien dengan metastasis liver.
2. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan dpat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang
terbatas di satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Laparo
skop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di
colon. Reseksi kolon dengan atau tanpa kolostomi dan reseksi
perineal abdomen adalah prosedur umum pembedahan
terhadap Ca kolorektal.
Referensi : Alteri, R. et al. (2011). Colorectal Cancer Facts & Figure 2011-
2013. Atlanta: American Cancer Society.
KEHAMILAN EKTOPIK
Definisi
Etiologi
Manifestasi klinis
c. Nyeri perut bagian bawah pada ruptur tuba nyeri terjadi tiba-tiba
dan hebat, menyebabkan penderita pingsan sampai shock. Pada
abortus tuba nyeri mula-mula pada satu sisi, menjalar ke tempat
lain. Bila darah sampai diafragma bisa menyebabkan nyeri bahu
dan bila terjadi hematokel retrouterina terdapat nyeri defekasi
i. Nadi cepat
Pemeriksaan Penunjang
2. Ultrasonografi
Penatalaksanaan