Anda di halaman 1dari 16

https://kumparan.

com/@kumparanbola/perjalanan-panjang-indra-sjafri-dari-tukang-pos-
kini-jadi-ceo
14 Februari 2018 5:01 WIB
Perjalanan Panjang Indra Sjafri: Dari Tukang Pos Kini Jadi CEO

Seorang pedagang bernama Anwar Ongga berserta istri, Sjamsinur, akan selalu
mengingat 2 Februari 1963 sebagai hari yang besar. Ya, saat itu, anak pertama
mereka yang diberi nama Indra Syafri Anwar--yang belakangan diubah menjadi Indra
Sjafri--lahir di Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Indra kecil memiliki kegemaran yang unik saat itu yakni mengantarkan makanan kepada
tetangga dan ikut kegiatan kerja bakti di lingkungan tempat tinggalnya. Dua hal
sederhana yang selalu menghadirkan kebahagiaan. Selain itu, dari dua kegiatan itu,
Indra pun belajar banyak hal tentang gotong royong, musyawarah dan kebersamaan
untuk berbagi.

Namun, selain dua kegiatan tersebut, Indra sangat senang bermain sepak bola. Untuk
menuntaskan hasratnya itu, Indra bersama teman sebayanya memilih tanah kosong untuk
menggelar pertandingan. Wajar saja, lapangan sepak bola beralas rumput tak ada di
tempat Indra tinggal. Dan, dari atas tanah kosong itu, Indra mulai memupuk rasa
cintanya kepada sepak bola.

Memasuki Sekolah Menengah Pertama, Indra terus mengasah skill olah bola. Keinginan
yang disertai kerja keras itu akhirnya berbuah manis ketika Indra duduk dibangku
Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemampuan Indra menggiring si kulit bundar diketahui
PSP Padang. Oleh karenanya, Indra bergabung dengan PSP Padang Junior dan mulai
menemukan hal baru dalam sepak bola.

Usai menamatkan pendidikan di SMA, Indra melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi.


Dengan status barunya itu, Indra tetap merupakan penggawa PSP Padang Junior. Di
saat keputusan Indra untuk menekuni dua status yang berbeda, mahasiswa dan pemain
PSP Padang Junior, ia juga mendapat tawaran untuk mengikuti seleksi masuk PT Pos
Indonesia.

Tepatnya pada 1985, Indra beserta 14 temannya di PSP Padang Junior mengikuti
seleksi itu. Dari 15 orang yang mengikuti seleksi hanya Indra dan Idris --rekan
setim di PSP Padang-- yang diterima kerja di PT Pos. Karena keberhasilan tersebut,
Indra harus menuntaskan tiga tugas besar sekaligus, sebagai pesepakbola, karyawan
dan mahasiswa.

Kerja kerasnya pun berbuah manis. Delapan tahun berselang, pada 1993, Indra naik
jabatan menjadi Kepala Kantor Cabang Bandara Padang. Di tahun yang sama, Indra
menikah dengan Temi Indrayani. Sejak itu, karier Indra di dunia sepak bola tak lagi
berpendar.

Puluhan tahun berselang, pada medio 2007, Indra yang tertarik dengan dunia
kepelatihan, memutuskan untuk kembali berkarier di kancah sepak bola. Pada tahun
yang sama, Indra ditunjuk menjadi instruktur pelatih di lingkaran Persatuan
Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Hanya butuh dua tahun baginya untuk terus
mengasah kemampuannya dalam hal mencari bakat pemain muda.

Pada 2009, Indra pun ditunjuk menjadi pencari bakat PSSI. Lagi-lagi, Indra hanya
membutuhkan waktu dua tahun untuk melangkah ke jenjang karier selanjutnya. Pada
2011, Indra didapuk menjadi pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-16. Tetapi,
di tahun pertamanya melatih, Indra dibekap kegagalan.

Saat itu, Timnas U-16 gagal melaju ke putaran final Piala Asia 2012 usai dikalahkan
Australia dengan skor telak 2-5 di laga terakhir babak kualifikasi grup G yang
dihelat di Stadion Rajamangala, Thailand. Kegagalan inilah yang kemudian memantik
Indra untuk mulai melakukan pencarian pemain bertalenta ke daerah-daerah. Selain
itu, tak adanya kompetisi berjenjang seakan memaksa Indra untuk melakukan blusukan.

Memang, rencana Indra ini sempat diremehkan beberapa pihak. Tetapi, setahun
kemudian, Indra berhasil mengantarkan Timnas U-17 dan U-19 menjuarai Hong Kong
Football Association (HKFA) International Youth Invitational Tournament. Karena
keberhasilan itu, tangan dingin Indra mulai diakui. Dan pada 2013, Indra memulai
perjalanan baru sebagai pelatih Timnas U-19.

Berbekal keyakinan bahwa kekuatan sepak bola Indonesia tak terpusat di kota-kota
besar saja dan fasilitas yang ada di daerah-daerah lebih bersahabat bagi pemain
muda untuk mengembangkan bakat, Indra bersama 13 staff-nya mulai mencari pemain ke
pelosok dengan memasang standar Asia dan Dunia.

Setelah mengantongi 68 pemain untuk mengikuti pelatnas, Indra di hadapkan pada


masalah besar. Badan Tim Nasional PSSI membatalkan pelatnas yang sudah
direncanakan. Alhasil, Indra kembali berburu pemain muda yang dapat memenuhi
ekspektasinya. Mulai dari memantau pemain yang mengikuti kompetisi HKFA Intertional
Youth Football Invitation Tournament hingga memilih pemain SAD (Sociedad Anonima
Deportiva).

Usai melakukan pencarian yang panjang dan melelahkan. Akhirnya terbentuk komposisi
pemain Timnas U-19 yang kemudian berhasil mempersembahkan trofi Piala AFF U-19
untuk pertama kalinya dan gelar pertama sejak 22 tahun silam. Sejak itu, nama Indra
akrab di telinga pecinta sepak bola Tanah Air.

Keberhasilan Indra tak berhenti sampai situ. Timnas U-19 yang diarsitekinya
berhasil lolos ke putaran final Piala Asia 2014 di Myanmar. Asa untuk berlaga di
Piala Dunia U-20 di New Zealand 2015 terus berpendar.

Sayang, di saat harapan yang begitu tinggi disematkan kepada Indra dan anak
asuhnya, Evan Dimas dan kolega gagal menembus empat besar di babak Piala Asia.
Langkah Indra sebagai pelatih Timnas U-19 pun terhenti.

Capaian yang apik bersama Timnas U-19 menjadi modal bagi Indra untuk mencari
pelabuhan baru. Saat itu, Bali United kepincut untuk menggunakan jasanya. Namun,
bersama 'Serdadu Tridatu' Indra tak dapat berbicara banyak, khususnya pada musim
2016.

Berlaga di Indonesia Soccer Championship (ISC), Indra hanya mampu membawa 'Serdadu
Tridatu' finis diperingkat ke-12 dengan catatan 10 kemenangan, 10 imbang dan 14
kali kalah. Tapi, Bali United kepalang memercayai Indra sebagai nahkoda dan
mendapat kontrak hingga 2020.

Ketika sedang mempersiapkan tim menatap musim anyar, Liga 1 2017, Ketua Umum PSSI,
Edy Rahmayadi, meminta agar Indra kembali menjadi juru taktik Timnas U-19. Untuk
itu, Indra memutuskan blusukan untuk mencari skuat. Namun, metode yang digunakan
berbeda dengan 2013. Waktu yang lebih singkat disinyalir menjadi penyebabnya.

Pencarian Indra diawali dengan menyeleksi pemain di empat kota besar: Pekanbaru,
Jakarta, Surbaya, dan Makassar. Pemain yang diseleksi Indra lebih dulu dijaring
oleh Asosiasi Provinsi se-Indonesia. Indra hanya sesekali saja melakukan blusukan
ke beberapa daerah.

Pencarian Indra kali ini berjalan sebanyak enam tahap. Pada tahap terakhir, Indra
menyeleksi pemain Indonesia yang berkarier di luar negeri. Kendati waktu pencarian
lebih sedikit, Indra lagi-lagi menemukan pemain muda berbakat macam Egy Maulana
Vikri, M. Rafly dan M. Lutfhi.
Egy dan kolega diharapkan dapat mengukir prestasi dengan menjuarai Piala AFF U-19
di Myanmar. Harapan itu sempat memuncak manakala Timnas U-19 berhasil menunjukan
kualitasnya dengan mengoleksi 9 poin, 19 gol, dan hanya 5 kali kebobolan di fase
grup. Torehan ini lebih baik dari Timnas U-19 yang dikomandoi Evan Dimas beberapa
waktu silam.

Kendati demikian, seketika harapan itu runtuh akibat menelan kekalahan dari
Thailand di babak semifinal melalu adu tendangan penalti. Kekalahan membuat beban
Indra semakin berat ketika melakoni Pra-Piala Asia U-18 2018 yang berlangsung di
Paju, Korea Selatan.

Indonesia sejatinya tak perlu ikut serta dalam ajang tersebut menyusul kepastian
sebagai tuan rumah. Akan tetapi, Indra tetap ingin mengikuti ajang itu sebagai
bagian dari persiapan timnya.

Di dua laga awal, skuat asuhan Indra sukses mengemas poin sempurna dan 10 gol. Saat
mempermak Brunei Darussalam dan Timor Leste masing-masing dengan skor 5-0. Namun,
di dua laga sisa, Timnas U-19 menelan pil pahit usai ditaklukan Korea Selatan 0-4
dan Malaysia 1-4. Akibat dua kekalahan ini, Selasa (21/11), Indra benar-benar harus
mundur dari jabatannya.

Sudah dua kali Indra dipecat oleh PSSI. Tetapi, tak ada kata menyerah dalam
kamusnya. Kehilangan posisi sebagai pelatih skuat 'Garuda Nusantara' jutsru semakin
membuat sayap Indra mengepak lebih lebar.

Dalam dua bulan belakangan ini, Indra terlihat kerap menghabiskan waktu bersama
Ustaz Yusuf Mansur. Keakraban mereka terlihat dari berbagai postingan di akun media
sosial Indra.

Semakin hari, hubungan Indra dengan Yusuf Mansur semakin membuat banyak pihak
penasaran. Rumor pun berseliweran yang mengaitkan keduanya dengan Persika Karawang.

Namun, kabar itu mentah dengan sendirinya sampai akhirnya Indra dan Yusuf Mansur
mendeklarasikan 'Persikota Reborn'. Ya, Indra dan Yusuf telah resmi mengakuisisi
klub Liga 3 Persikota Tangerang.

Tak hanya itu, Indra dan Yusuf Mansur pun berkolaborasi mendirikan sebuah holding
company yang akan memayungi berbagai unit usaha yang bergerak di bidang sepak bola.
Pada Kamis (14/2), keduanya akan melakukan peresmian induk perusahaannya tersebut.

Berbekal pengalaman dan perjalanan panjang yang telah dilalui, Indra didapuk
sebagai CEO, sementara Yusuf Mansur bertindak sebagai Komisaris Utama.

Ya, itulah Indra Sjafri. Jika ada ungkapan, kerja keras tak akan pernah
mengkhianati hasil, maka itu tepat untuk menggambarkan perjalanan karier Indra
selama ini. Selamat, coach.
--------------------

https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/11/131107_tokoh_indra_sjafri
Kisah sukses Indra Sjafri dan timnas U-19
7 November 2013

Pelatih timnas U-19 Indra Sjafri mengungkap rahasia di balik kesuksesannya membawa
anak asuhnya menjuarai Piala AFF 2013 dan lolos ke putaran final Piala Asia 2014 U-
19 di Myanmar.

Sosoknya semula relatif tidak banyak dikenal. Dia juga jarang disebut jika
dibanding para legenda sepak bola Indonesia.
Namun demikian, setelah tim nasional Indonesia U-19 meraih juara Piala AFF 2013 dan
lolos ke putaran final Piala Asia U-19, namanya langsung melejit.

Masyarakat lantas menyanjungnya setinggi langit. Para pencinta sepak bola kemudian
seperti menemukan pahlawan baru di tengah keterpurukan sepak bola Indonesia.

Maklum saja, ini adalah prestasi tertinggi sepak bola Indonesia setidaknya dalam 22
tahun terakhir di tingkat Asia Tenggara dan Asia.

Sosok penting di balik prestasi yang membanggakan itu adalah Indra Sjafri.

Pria kelahiran Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Sumatera Barat pada 2 Februari 1963,
adalah pelatih tim Garuda Muda alias timnas U-19.

Apa rahasia utama di balik keberhasilan itu?

"Mental yang paling cepat menggerakkan kita," kata Indra Sjafri, dengan nada tegas,
dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Senin 28
Oktober 2013 lalu, di sebuah hotel di Jakarta.

Kepada anak asuhnya, Indra selalu menanamkan nilai-nilai bahwa Indonesia adalah
negara besar.

“Dengan membayangkan bahwa kita negara besar yang penduduknya sekian puluh juta,
itu saja sudah cukup,” tandasnya, menyebut salah-satu cara membangun percaya diri
para pemainnya.

Selama ini, menurut Indra, ada mental kurang percaya diri yang menghinggapi timnas
Indonesia.

“Cuma karena di pikiran kita sudah dibangun mental yang selalu di posisikan sebagai
orang yang ada di bawah, ya kita akan kalah terus, siapapun lawan kita,” ungkapnya.

Mental seperti itu yang dia rombak habis-habisan.

“Kita tidak mau lagi bicara: mudah-mudahan kita bisa mengalahkan Jepang. Tidak itu
lagi bahasanya! Kita sudah harus memposisikan kita sejajar dengan mereka. Bahkan
kita lebih dari mereka!” tandasnya.
‘Raksasa Asia’

Usai menundukkan tim kuat Korea Selatan (3-2) di laga terakhir penyisihan Grup G
Piala Asia U-19, Indra Sjafri dengan agak emosional menyatakan bahwa "timnas
Indonesia saat ini layak disebut sebagai raksasa Asia."
Image caption Indra Sjafri ketika menandatangi perpanjangan kontrak sebagai pelatih
timnas U-19.

Hal itu dia sampaikan usai laga yang mengantar anak asuhnya lolos ke putaran final
Piala Asia U-19 di Myanmar 2014.

“Itu saya tidak asal ngomong,” kata Indra saat saya tanyakan apa yang membuatnya
melontarkan kalimat tersebut.

Menurutnya, semua itu didasarkan data statistik yang menunjukkan bahwa anak asuhnya
“lebih baik dari negara-negara lain”.

“Kemampuan passing (umpan-umpan) kita, itu sudah setara dengan tim-tim elit di
Eropa,” ungkapnya.
Image caption Ketika timnas U-19 menekuk Korsel 3-2 di kualifikasi Piala Asia U-19.
Apalagi, tambahnya, para pemainnya telah melalui proses panjang yaitu tujuh kali
laga di Piala AFF serta tiga kali pertandingan pada babak kualifikasi AFC.

“Ini yang membuat saya yakin,” tegas mantan pemain klub PSP Padang (1986-1991).

Apabila nantinya anak asuhnya mampu lolos sampai semi final Piala Asia U-19 2014
hingga berhak tampil di Piala Dunia 2015 di Selandia Baru, dia yakin Evan Dimas dan
kawan-kawan akan menjadi tim terkuat di Asia.

“Kalau proses ini bisa dilalui, saya yakin di usia 21 tahun ke atas, mereka bakal
menjadi tim yang terkuat di Asia. Saya yakin itu,” kata ayah dua anak ini.
Sepak bola modern

Mantan pemain sayap ini juga menyatakan bahwa perencanaan yang matang merupakan
rahasia lain di balik kemenangan anak-anak asuhnya.

"Tim ini tidak ujuk-ujuk bisa juara. Sudah disiapkan waktu agak panjang," kata
Indra.

Dia kemudian memberikan salah-satu contoh perencanaan, yaitu ketika harus


menyeleksi dan memilih materi pemain timnas U-19.

"Kita harus memilih pemain terbaik di Indonesia. Makanya, saat memilih pemain yang
merupakan hasil blusukan, kita tetapkan standar," ungkapnya.

Menurutnya, standar yang dia terapkan merupakan standar Asia atau dunia.

"Kalau mau bicara piala dunia atau Asia, standarnya harus standar Asia atau dunia.
Tidak mungkin di bawah itu," akunya.

Dia menekankan, untuk menentukan sebuah standar, maka harus ada parameter.

Di sinilah, akunya, dia dibantu tim ahli dengan berbagai spesialisasi. "Saya tidak
kerja sendiri, kita punya 13 orang staf untuk memilih pemain terbaik. Dan pemain
terbaik itu cerminan yang tampil di Piala Asia dan AFC."

Intinya, Indra Sjafri menerapkan sepak bola modern sejak dia dipercaya menjadi
pelatih timnas U-16 (2011) dan U-19 (2013) lalu.

“Saya sampaikan kita tidak bisa lagi mengelola sepak bola dengan cara-cara yang
tradisional,” ungkapnya.

Di sinilah, dia melibatkan sport science untuk “mengambil berbagai keputusan


taktikal, keputusan program yang akan kita buat, yang harus dari informasi dan
data”.

Indra kemudian mencontohkan persiapan timnya menjelang lawan Korsel. Saat itu
timnya mengumpulkan data terkait calon lawannya itu -- termasuk rekaman video
latihan mereka.

Setelah mendiskusikan kelebihan dan kelemahan masing-masing, Indra dan timnya


kemudian merumuskan “apa yang harus dilakukan saat di lapangan.”

“Jadi, saya berharap, tim-tim lain harus mempergunakan hal ini dan tidak bisa lagi
kita menetapkan tactical by feeling atau by visual dengan melihat dengan kasat
mata,” katanya lebih lanjut.
Mengapa blusukan

Tentang aktivitas blusukan mencari pemain berbakat dengan mendatangi berbagai


wilayah terpencil di Indonesia, Indra mengaku itu dilakukannya karena tidak ada
kompetisi tingkat usia muda.

"Blusukan itu akibat tidak adanya sistem yang bagus, tidak adanya kompetisi yang
berjenjang,” ungkapnya, berterus-terang.

“Ini ‘kan yang belum berjalan. Saya tidak mungkin menunggu. Kalau menunggu kapan
kita bekerja," katanya lagi, seraya tertawa tipis.
Image caption Indra Sjafri mencari pemain berbakat sampai ke Aceh dan menemukan
sosok Sandi Gunawan.

Upaya mencari pemain berbakat itu dilakukan Indra setelah gagal membawa timnas U-16
lolos dari kualifikasi Piala AFC di Bangkok, 2011 lalu.

Menurutnya, saat itu dia sudah disodori sekitar 50 orang pemain, yang disebutnya
sebagian besar mungkin dari wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Image caption Indra Sjafri bersama para pemain muda dari Bengkulu yang akan
diseleksi.

“Nah ini ‘kan bukan mencerminkan kekuatan Indonesia yang sebenarnya,” katanya.

Ketika melontarkan rencananya untuk mencari pemain berbakat di daerah, sebagian


orang meremehkannya, dengan mengatakan bahwa di daerah sulit mencari pemain
berbakat.

“Ini yang keliru. Lebih banyak orang berlatih di kampung-kampung dari pada di kota,
karena fasilitas masih banyak. Lapangan-lapangan terbuka masih banyak. Di kota
kapan orang bisa bermain sepakbola? Itu dasarnya,” papar Indra.

Adakah pengalaman yang mengharukan ketika Anda melakukan blusukan? Tanya BBC.

Ini yang keliru. Lebih banyak orang berlatih di kampung-kampung dari pada di
kota, karena fasilitas masih banyak...

Saat melakukan pemantauan di daerah-daerah, Indra bertemu beberapa pemain yang


mengaku “senang luar biasa.“

Pasalnya, kebanyakan anak-anak itu tidak pernah ikut seleksi atau kompetisi,
katanya.

”Jadi mulai lahir dan terus bermain bola ya di kampung itu terus,” ungkapnya, agak
getir.

Walaupun demikian, Indra mengaku tidak selalu menemukan pemain berbakat di setiap
daerah yang dikunjunginya.

“Ada yang tidak ada sama-sekali,” katanya setengah tergelak. “Tapi setidaknya
mereka ‘kan sudah diberi kesempatan.“

Sepak bola ala Indonesia

“Saya selalu menyederhanakan sepakbola,” kata pengagum timnas Brasil di Piala Dunia
1982 ini, saat saya menanyakan apa filosofinya dalam bersepakbola.
Image caption Gaya permainan timnas U-19 dianggap mirip tim Barcelona.

“Kalau mau memenangkan pertandingan,“ ungkapnya,“ mau tidak mau kita harus
menguasai bola.”

Ucapannya ini mengingatkan pada gaya permainan klub Barcelona dan Timnas Spanyol
saat ini yang memang dikenal dengan penguasaan bola yang sangat ekstrim.

Namun Indra Sjafri tidak mau disebut jika anak asuhannya mengadopsi gara permainan
tiki taka dua tim tersebut.

"Saya tidak mau (gaya permainan timnas U-19) dinamakan tiki taka, saya bilang pe-
pe-pa, pendek-pendek-panjang," katanya dengan nada serius.

Hal ini dia tekankan berulang-ulang, karena Indra ingin Indonesia memiliki jati
diri sendiri.

“Indonesia harus punya pakaian sendiri. Cara bermain sendiri, filosofi bermain
sendiri. Gaya permainan sendiri,” katanya dengan nada tegas.

Menurutnya, timnas Indonesia tidak bisa meniru “cara bermain orang luar“ yang
dianggapnya sebagai kekeliruan.

Dia kemudian mengibaratkan sikap meniru gaya permainan itu dengan memaksa
memaksakan baju orang lain untuk diri sendiri.
Image caption Indra Sjafri (berdiri, nomor tiga dari kiri) saat memperkuat klub PSP
Padang (1986-1991).

“Pasti nggak pernah cocok,“ katanya.

Dari gambaran seperti itulah, Indra mengaku saat ini “berusaha membikin pakaian
yang paling pas. “

Saat melawan timnas Korsel, Indra mengaku mempraktekan apa yang disebutnya sebagai
gaya permainan ala Indonesia.
'Main di langit pun tak masalah...'

Seandainya Anda bisa mengulang waktu, apa yang ingin Anda lakukan?

Kalau di karir, saya ingin lebih komplit, mungkin jadi pemain timnas yang bisa
memperkuat negara. Yang untuk kehidupan pribadi, coba kalau saya berprestasi dari
dulu, bagaimana berbahagianya orang tua saya.

Setelah kini Anda berhasil, apakah Anda 'berubah'?

Saya tetap seperti dulu. Tetapi ada hal-hal yang pengaruhnya kurang bagus, orang
terlalu berharap cukup tinggi. Dan ini, kalau saya tidak bisa menenejnya, bisa-bisa
akan berakibat menjadi tekanan. Tetapi saya nikmati dulu, saya berusaha untuk menej
itu, makanya saya putuskan cepat kita (timnas U-19) untuk berkumpul.

Mengapa mengambil lisensi pelatih muda?

Tentu orang punya filosofi sendiri-sendiri, punya visi sendiri-sendiri. Sebenarnya


kalau saya ingin cepat terkenal waktu itu, saya sudah ditawarkan untuk melatih tim
senior, tapi untuk saya, kita ini jauh lebih bermanfaat di mana. Saya melihat,
sepakbola Indonesia perlu sentuhan dari mulai usia muda.

Ketika anda aktif sebagai pemain sepak bola, apakah anda sudah memikirkan bakal
menjadi pelatih timnas?

Pesimis saya dulu. Tidak mungkin, karena saya (saat itu) pernah merasa mampu untuk
menjadi pemain timnas, tetapi tidak pernah ada pemantauan bakat. Apalagi dulu
kompetisinya tidak kayak sekarang... Ditambah lagi cara pemilihan pemainnya, sudah
menjadi rahasia umum, kalau yang dekat dengan pelatihnya, dia yang terpilih. Tapi
ya itu tadi ini kan juga menyangkut jalan Tuhan ya. Saya mungkin sudah diatur Tuhan
untuk membantu timnas usia 19 tahun.

Target lolos Piala Dunia 2015 di Selandia Baru?

Ya, dan itu sudah saya siapkan dari 2011.

Momen Piala Asia dan Piala Dunia tentu medan yang lebih sulit ya, karena kita
bermain tandang?

Nanti ada uji coba ke luar negeri, yang tidak ada penontonnya. Tetapi pemain-pemain
ini punya mental bagus. Kita sudah coba bermain di Iran. Sama saja. Kita sudah
pernah bermain di Hongkong dan kita juara dua kali. Jadi kalau kita punya karakter,
punya mental yang bagus, mau main di langit pun, tidak ada masalah buat kita.

“Kita akan mempertahankan itu,“ katanya seraya menambahkan, dia merencanakan


menuliskan gaya permainan itu dalam bentuk buku.

Dia juga berharap ada seminar atau simposium yang melibatkan pakar sepak bola dan
kalangan perguruan tinggi untuk mendiskusikan "seperti apa persisnya filosofi
permainan sepak bola Indonesia."

Memilih pola 4-3-3

Masih membicarakan gaya permainan sepak bola ala Indonesia, Indra Sjafri kemudian
menjelaskan alasan kenapa dia memilih pola 4-3-3 di timnas U-19.

Menurutnya, ini tidak terlepas dari hasil perjalanannya ke berbagai wilayah pelosok
Indonesia.

“Saya tahu persis apa yang dilakukan sepak bola-sepak bola di daerah,” ungkap
Indra, mulai menjelaskan.

“Di daerah itu,” lanjutnya, masih dengan mimik serius, “kalau tidak ada kiri luar
dan kanan luar, orang nggak jadi main bola. Selalu dia 4-3-3!”

“Nah berarti ‘kan sumber pemain 4-3-3 itu banyak. Kenapa kita latah merubah menjadi
4-2-2 dan lain-lain?”

Alasan lainnya, lanjutnya, dalam pola 4-3-3, jarak antar pemain relatif dekat.

“Jarak antar pemain tidak lebih dari 25 meter. Sangat dekat,” urainya.

Alasan terakhir adalah faktor sejarah, yaitu dari dulu, tim Indonesia relatif
sukses dengan pola 4-3-3.

“Jadi, kenapa lari dari kenyataan? Kenapa hanya ingin mengikuti model orang yang
tidak cocok untuk kita, kita paksakan?” katanya dengan nada tanya.
Mengapa sujud syukur?

Selama laga Piala AFF U-19 dan kualifikasi Piala Asia U-19, para pemain U-19 yang
mencetak gol hampir selalu merayakannya dengan “sujud syukur”.

Apakah Anda melakukan pendekatan religius dengan para pemain? Tanya saya.

“Saya nggak habis pikir, hal yang paling sederhana dan wajar (seperti sujud
syukur), sekarang menjadi istimewa. Karena, orang sudah melupakan hal-hal yang
begitu,” katanya.

Menurut Indra Sjafri, apa yang dilakukan anak asuhnya itu hal yang wajar dan
sederhana.

“Daripada dia buka-buka baju, dan melihat-lihatkan (bagian tubuhnya), lebih bagus
sujud syukur,” katanya lagi.

Daripada dia buka-buka baju, dan melihat-lihatkan (bagian tubuhnya), lebih


bagus sujud syukur.
Indra Sjafri

Dia juga menekankan bahwa aksi seperti itu merupakan kesepakatan bersama antara
pelatih dan pemain, dan bukan atas instruksinya.

“Ndak ada pemaksaan, pencitraan, tidak ada itu,” tandas Indra.

Demikian pula praktek cium tangan anak asuhnya terhadap dirinya, yang menurutnya,
tidak perlu dimasalahkan.

“Sekarang malah jadi polemik: di Indonesia nggak ada budaya cium tangan. Mau ada
atau nggak ada budaya cium tangan, tapi kalau cium tangan para pemain kepada saya,
membuat kami lebih makin erat, saya akan langgar itu, mau ada budaya (cium tangan)
atau nggak,” katanya, tegas.
Tolak bintang iklan

Keberhasilan timnas U-19 meraih prestasi, belakangan membuat para pemainnya


kebanjiran tawaran iklan dengan nilai kontrak yang menggiurkan.
Image caption Indra Sjafri bersama legenda Ronny Pattinasarani, saat mengikuti
kursus kepelatihan.

Beberapa pemain inti, utamanya yang bermain cemerlang, juga mulai diiming-imingi
tawaran kontrak oleh beberapa klub sepak bola profesional Indonesia.

Sebagai pelatih, Indra Sjafri langsung menyatakan penolakannya terhadap tawaran


iklan dan kontrak klub-klub tersebut.
Image caption Indra Sjafri bersama istri dan dua anaknya (2005).

“Kami anggap tawaran itu mengurangi kefokusan kami dalam menghadapi Piala Dunia
2015,” tegasnya.

Saat ini menurutnya para pemainnya tidak membutuhkan apa-apa, selain “membutuhkan
konsentrasi dan support (dukungan) agar tim ini lolos ke piala dunia.”

Dia juga mengingatkan bahwa dia dan semua pemain terikat komitmen awal, yaitu
mengangkat harkat bangsa dan keluarga.

Indra khawatir para pemain terganggu fokusnya jika saat ini disibukkan tawaran
kontrak baru dari klub.

“Kalau sudah dikontrak, secara hukum dia kuat. Dan klub banyak juga yang konyol.
Negaranya minta (untuk memperkuat timnas), dia bilang nggak bisa. ‘Kan cara
berpikir kita nggak sama… Nah ini salah-satu penyebab kenapa kita nggak memberikan
(pemainnya) ke klub (pada saat ini),” jelas Indra Sjafri.

Biodata singkat Indra Sjafri

Nama lengkap: Indra Sjafri


Tanggal lahir: 2 Februari 1963
Tempat lahir: Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Pesisir selatan, Sumatera Barat.
Jabatan: Pelatih timnas Indonesia U-19.
Karier pemain:
PSP Padang (1986-1991)
Karier kepelatihan:
Pelatih Indonesia U-16 (2011-2013)
Pelatih Indonesia U-19 (mulai 2013)

'Bermain bola di sawah'

Bagaimana Anda mengenal sepak bola?

Saat SD mulai bermain di tengah sawah. Sehabis panen padi, kita datarkan tanahnya
dan kita main di situ atau main di kebun-kebun orang. Pokoknya tiap hari main bola.
Tamat SMP, saya pindah ke kota Padang. Itu baru latihan sepakbola teratur, karena
saya masuk klub Makudum, milik sebuah hotel, sebelum masuk PSP Padang yunior. Di
PSP senior, saya ikuti antar kompetisi antar perserikatan kurang lebih 4 atau 6
tahun.

Anda dulu di posisi apa?

Posisi saya dulu kanan luar.

Siapa idola pemain sepak bola Anda saat itu?

Oh, banyak pemain hebat saat itu. Ada Junaedi Abdillah, Ronny Patty, Andi Lala.

Siapa pemain luar negeri yang Anda idolakan?

Di jaman itu, Socrates dan tim Brasil di Piala Dunia 1982.

Sejauhmana gaya permainan tim Brasil 1982 mewarnai anda saat membesarkan timnas U-
19?

Saya begini saja, segala sesuatunya kalau dinikmati, enak dilihat. Contoh lihat
Brasil, dia kalau bermain bola dinikmati oleh pemainnya. Dia kuasai bola. Ya, dia
sederhanakan sepakbola, sebenarnya. Itu mengilhami saya. Dan saya juga ingin pemain
saya seperti itu.

Bagaimana Anda membagi waktu dengan keluarga, di tengah totalitas Anda di dunia
sepakbola?

Ini namanya pengorbanan ya. Pasti kalau kita ingin berbuat sesuatu. Tetapi
Alhamdulillah, komunikasi tidak seperti dulu lagi. Kita berkomunikasi seperti
halnya bertemu. Dan Alhamdulillah, sejak saya lakoni sebagai pelatih timnas sejak
2011, lancar saja. Keluarga dan anak mendukung saya.

Ada anak anda yang mengikuti langkah Anda?

Ada satu, yaitu Andaru. Dia juga bermain sepakbola, tetapi tidak fokus. Dia masih
kuliah sekarang.

Seandainya Anda bisa mengulang waktu, apa yang ingin Anda lakukan?

Kalau di karir, saya ingin lebih komplit, mungkin jadi pemain timnas yang bisa
memperkuat negara. Yang untuk kehidupan pribadi, coba kalau saya berprestasi dari
dulu, bagaimana berbahagianya orang tua saya.

Setelah kini Anda berhasil, apakah Anda 'berubah'?

Saya tetap seperti dulu. Tetapi ada hal-hal yang pengaruhnya kurang bagus, orang
terlalu berharap cukup tinggi. Dan ini, kalau saya tidak bisa menenejnya, bisa-bisa
akan berakibat menjadi tekanan. Tetapi saya nikmati dulu, saya berusaha untuk menej
itu, makanya saya putuskan cepat kita (timnas U-19) untuk berkumpul.

Mengapa mengambil lisensi pelatih muda?

Tentu orang punya filosofi sendiri-sendiri, punya visi sendiri-sendiri. Sebenarnya


kalau saya ingin cepat terkenal waktu itu, saya sudah ditawarkan untuk melatih tim
senior, tapi untuk saya, kita ini jauh lebih bermanfaat di mana. Saya melihat,
sepakbola Indonesia perlu sentuhan dari mulai usia muda.

Ketika anda aktif sebagai pemain sepak bola, apakah anda sudah memikirkan bakal
menjadi pelatih timnas?

Pesimis saya dulu. Tidak mungkin, karena saya (saat itu) pernah merasa mampu untuk
menjadi pemain timnas, tetapi tidak pernah ada pemantauan bakat. Apalagi dulu
kompetisinya tidak kayak sekarang... Ditambah lagi cara pemilihan pemainnya, sudah
menjadi rahasia umum, kalau yang dekat dengan pelatihnya, dia yang terpilih. Tapi
ya itu tadi ini kan juga menyangkut jalan Tuhan ya. Saya mungkin sudah diatur Tuhan
untuk membantu timnas usia 19 tahun.

Target lolos Piala Dunia 2015 di Selandia Baru?

Ya, dan itu sudah saya siapkan dari 2011.

Momen Piala Asia dan Piala Dunia tentu medan yang lebih sulit ya, karena kita
bermain tandang?

Nanti ada uji coba ke luar negeri, yang tidak ada penontonnya. Tetapi pemain-pemain
ini punya mental bagus. Kita sudah coba bermain di Iran. Sama saja. Kita sudah
pernah bermain di Hongkong dan kita juara dua kali. Jadi kalau kita punya karakter,
punya mental yang bagus, mau main di langit pun, tidak ada masalah buat kita.

------------

https://www.bola.net/profile/indra_sjafri/index.html
INDRASJAFRI

Pelatih kelahiran Pebruari 1963 ini mulai dikenal ketika dirinya dipercaya untuk
menangani Timnas Indonesia U-16 yang akan tampil di babak penyisihan Piala Asia
U16, di Thailand. Sayangnya pelatih yang akrab disapa Indra ini gagal membawa tim
asuhannya ke tangga juara.

Di tahun 2012 Indra Sjafri mempersembahkan gelar juara di turnamen Hong Kong
International Youth Football yang berlangsung dari 27-29 Januari 2012 bersama
Timnas U-17. Sementara di tahun 2013, Indra kembali membawa Indonesia juara di
ajang Piala AFF U-19. Pelatih berdarah Minang ini mampu membawa Evan Dimas dan
kawan-kawan juara setelah mengalahkan Vietnam 7-6 melalui adu penalti, setelah
dalam 120 menit bermain imbang 0-0 di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Minggu
(22/9).

Mulai tahun 1997 sampai dengan 2010, Indra sjafri memfokuskan dirinya untuk menjadi
pelatih yang lebih profesional. Pada 1997, Indra dapat lisensi C AFC, kemudian naik
bertahap ke level B pada 1998 dan A pada 1999. Pada 2010, Indra mengikuti kursus
penyegaran pelatih dalam program FIFA Futuro. Di tahun yang sama pula, Indra
mengambil lisensi A AFC Instruktur Akar Rumput FIFA.

Indra sangat peduli pada pembinaan pemain usia muda karena dia menganggap tidak
adanya prestasi di timnas adalah dampak dari kurangnya pembinaan di usia dini.
Sejak tahun 2011 sedikitnya sebanyak 43 daerah sudah dikunjungi oleh Indra Sjafri
untuk mendapatkan bibit – bibit terbaik sepakbola. Hasil kinerja Indra itu
membuahkan hasil. Contohnya adalah kapten timnas U-19 saat ini, Evan Dimas. Dia
yang gagal lolos seleksi timnas SAD yang dikirim ke Uruguay malah menjadi bagian
penting tim asuhannya itu.

Keberhasilan indra Sjafri mengantarkan Timnas Indonesia U-19 menjuarai piala AFF U-
19 membuat pengurus PSSI memberi kepercayaan kepadanya untuk melatih tim yang sama
ke kualifikasi Piala AFC U-19 yang akan berlangsung bulan Oktober 2013. Hasilnya
dalam kualifikasi itu, Indonesia finis dengan menempati posisi teratas grup G
mengungguli macan Asia, Korea Selatan, Filipina dan Laos.

Oleh: A. Fiekri Isfandiari

-------------
https://www.viva.co.id/siapa/read/398-indra-sjafri
Indra Sjafri

Kecewa pada sistem rekrutmen pemain bola, Indra Sjafri memutuskan untuk menjadi
pelatih profesional dan mencari bakat-bakat muda di pelosok tanah air Indonesia.

Nama Indra Sjafri mulai dikenal banyak orang saat melatih Timnas Indonesia U-19
yang mendapat julukan Garuda Jaya, saat berhasil menjadi juara Turnamen Kejuaraan
Remaja U-19 AFF 2013. Indonesia menjadi juara setelah berhasil mengalahkan Vietnam
lewat babak adu penalti.

Sebelum menjadi pelatih, pria kelahiran Painan, Sumatera Barat, 2 Februari 1963 ini
merupakan seorang pemain sepakbola yang bermain untuk PSP Padang pada tahun 1980-
an. Setelah pensiun sebagai pemain, Indra pernah menangani PSP Padang sebagai
pelatih yang juga bekerja di kantor pos.

Namun, untuk fokus menjadi pelatih profesional ia rela berhenti sebagai Kepala
Kantor Pos di sebuah kota di Sumatera Barat. Keputusannya menjadi pelatih bukan
tanpa alasan.

Indra mengalami kekecewaan sendiri saat dirinya mengikuti seleksi Tim Pra PON
Sumatera Barat pada tahun 1985. Banyak talenta muda yang luput dari pantaun para
pelatih. Sejak itu, Indra bertekad jika jadi pelatih, ia harus bisa memantau dan
menemukan bibit-bibit yang berkualitas di pelosok-pelosok tanah air.

Untuk menjadi pelatih profesional, Indra banyak mengikuti kursus kepalatihan. Pada
tahun 1997, ia dapat licensi C AFC, kemudian naik ke level B pada tahun 1998 dan
level A pada 1999.

Pada 2007, Indra menjadi instruktur dan pemandu bakat PSSI. Setelah itu, ia pun
diangkat menjadi pelatih Timnas junior tahun 2011. Hasilnya memuaskan. Timnas muda
berhasil menjuarai The HKFA (Hongkong Football Association) International Youth
Invitational Tournament U-17 dan The HKFA U-19.

Pola pembinaan Indra kembali membuahkan hasil. Pada tahun 2013, menjadi tahun yang
membanggakan bagi dirinya dan masyarakat Indonesia. Indra berhasil membawa Timnas
Indonesia U-19 menjuarai Turnamen Kejuaraan Remaja U-19 AFF 2013, saat itu
Indonesia mengalahkan Vietnam melalui babak adu penalti dengan skor 7-6 yang
sebelumnya bermain imbang 0-0.

Ini adalah gelar juara pertama Indonesia sejak 22 tahun terakhir yang selama ini
Indonesia tidak pernah meraih satupun gelar di level Asia Tenggara baik junior
maupun senior. Nama Indra pun makin dikenal masyarakat bola Indonesia.
Namanya makin tersohor saat Timnas berhasil mengalahkan Timnnas Korea. Di
pertandingan terakhir Grup G Pra Piala Asia U-19, pada 13 Oktober 2013, Evan Dimas
dkk mengandaskan juara 12 kali Piala Asia U-19, Korea Selatan, dengan skor 3-2.

Namun, perjalan karier kepelatihannya di Timnas tak bertahan lama setelah Timnas U-
19 gagal masuk Piala Asia dan Piala Dunia U-20. Pada 2014, pengurus PSSI
memberhentikannya sebagai pelatih.

Indra tak butuh lama menganggur sebagai pelatih. Ia ditunjuk oleh manajemen Bali
United untuk menukangi klub asal Pulau Dewata, sebelumnya bernama Pusam FC dengan
pelatih Nilmaizar. Indra berhasil membawa Bali United menjadi salah satu tim yang
disegani di kompetisi Indonesia.

Baru dua tahun di Bali United, Indra harus rela melepasnya. PSSI kembali meminta
Indra untuk menangani Timnas U-19 per 2016. Indra pun menjawabnya dengan mencari
dan membina talenta-talenta muda Indonesia untuk tampil di pentas dunia. (AA/DN)

KELUARGA
Istri : Temi Indrayani
Anak : Aryandra Andaru
Diandra Aryandari

KARIER
Karyawan PT Pos Indonesia
Pemain PSP Padang (1986 - 1991)

Pelatih
PSP Padang
Instruktur pelatih PSSI, 2007
Indonesia U-16 2011
Indonesia U-19 2013-2014
Bali United 2014 - 2016
Indonesia U-19 2016 - Sekarang

-------------
https://bola.kompas.com/read/2018/04/25/21472098/alasan-pssi-tunjuk-indra-sjafri-
kembali-tangani-timnas-u-19-indonesia
Alasan PSSI Tunjuk Indra Sjafri Kembali Tangani Timnas U-19 Indonesia
Hanief Syafi Al Umam
Kompas.com - 25/04/2018, 21:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, mengungkapkan alasan Indra
Sjafri kembali ditunjuk menjadi pelatih Timnas U-19 Indonesia.

Terpilihnya Indra Sjafri tak lepas dari catatan konsep PSSI terkait pengembangan
timnas U-16 dan U-23 Indonesia. Sebab, konsep permainan harus selaras dengan ide
Luis Milla selaku pelatih timnas U-23 Indonesia.

Kata Joko, Indra Sjafri merupakan pilihan yang tepat karena sempat selaras dengan
Luis Milla.

Dipilihnya Indra Sjafri juga karena pertimbangan waktu adaptasi Egy Maulana Vikri
dkk.

(Baca Juga: BREAKING NEWS - Indra Sjafri Kembali Ditunjuk sebagai Pelatih Timnas U-
19 Indonesia)

"Indra Sjafri menjadi pilihan yang tepat karena pertimbangan adaptasi pemain,
sedangkan kalau pelatih lain pasti harus berinteraksi lagi," kata Joko, Rabu
(25/4/2018).

Dalam waktu dekat, Indra Sjafri akan kembali memimpin sesi latihan timnas U-19
Indonesia. Rencananya sesi latihan itu digelar pada 20 Mei 2018.

Indra Sjafri sebelumnya sempat menukangi timnas U-19 Indonesia musim 2017. Namun,
mantan pelatih Bali United didepak PSSI karena dinilai gagal mengarsiteki skuad
Garuda Nusantara pada ajang Piala AFF U-18.

Akhirnya PSSI mengumumkan Bima Sakti sebagai pengganti Indra Sjafri di timnas U-19
Indonesia. Sayang, debut Bima Sakti gagal mempersembahkan kemenangan selepas timnas
U-19 Indonesia kalah 1-4 dari timnas U-19 Jepang beberapa waktu lalu.

PSSI mengumumkan untuk melepas Bima Sakti dan memintanya fokus sebagai asisten
pelatih timnas U-23 Indonesia bersama Luis Milla pada Asian Games 2018.

Kegagalan Bima Sakti langsung membuat masyarakat Indonesia meminta PSSI kembali
mendatangkan Indra Sjafri menjadi pelatih timnas U-19 Indonesia.

"Sejak dari awal, Exco PSSI sudah memutuskan untuk menunjuk Indra Sjafri sebagai
pelatih timnas U-19 Indonesia," kata Joko.

"Untuk memilih Indra Sjafri itu juga kami melakukan berbagai macam diskusi, salah
satunya dengan tim performa, yakni Danurwindo."

"Dalam beberapa hari, kami sudah komunikasi intens dengan Indra Sjafri dan dia siap
untuk kembali menangani tim Merah Putih," kata Joko. (Mochamad Hary Prasetya)

----------
https://sp.beritasatu.com/home/indra-sjafri-berawal-ide-berakhir-juara/42533
Wawancara SP

Indra Sjafri, Berawal Ide, Berakhir Juara


Jumat, 27 September 2013 | 10:47

Keberhasilan Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-19 meraih trofi juara Piala AFF
2013 mencuatkan harapan baru bagi sepakbola nasional. Setelah dirundung konflik
kepengurusan selama hampir dua tahun, gelar juara yang diberikan Garuda Jaya
seakan menjadi penghapus dahaga bagi pecinta si kulit bundar di Tanah Air.

Kesuksesan yang diraih Ilham Udin Armayin dan kawan-kawan tentu tidak diraih dengan
sekejap, melainkan dibentuk melalui proses yang panjang. Nama Indra Sjafri pun
langsung mencuat ke permukaan menyusul keberhasilan tersebut. Sosok coach Indra,
begitu Indra Sjafri biasa disapa, memang sangat sentral. Kesabarannya dalam mencari
bakat-bakat pemain sampai ke pelosok daerah patut diacungi jempol.

Kini, setelah mematahkan sejarah 22 tahun tanpa gelar, Indra dan anak-anak asuhnya
berubah menjadi idola baru masyarakat. Namun, Indra selalu mengingatkan kepada para
pemainnya untuk tetap rendah hati. Ia juga tidak setuju jika pengawas Timnas U-19
terjun ke panggung showbiz. Apa alasannya? Lalu, bagaimana kelanjutan tim ini
setelah Piala AFF dan kualifikasi Piala AFC bulan depan? Dan, hal apa saja yang
masih perlu ditingkatkan mengingat masih ada tantangan berat di depan?

Wartawan SP Haikal Pasya memiliki kesempatan untuk berbincang dengan Indra Sjafri
ketika ia berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya.

Bisa Anda ceritakan bagaimana proses pembentukan tim ini sampai berhasil menjadi
juara Piala AFF U-19?
Tim ini bermula dari tahun 2011. Ketika itu saya ditugasi untuk menangani di
kualifikasi Piala AFC U-16 di Bangkok pada September, tapi persiapannya hanya
sebulan dan kita gagal di ajang itu. Lalu, saya belajar dan evaluasi dari kegagalan
itu. Dari situ, kita dapat data ternyata pemain-pemainnya hanya berasal dari
Jakarta dan sekitarnya. Kalau begini sampai kapanpun tidak akan bisa. Saya lalu
punya ide bagaimana kalau cari pemain. Masa dari 250 juta penduduk Indonesia tidak
bisa cari pemain? Masalahnya bukan pada jumlah, tapi ini sudah dicari atau belum.
Dan, kesimpulan saya adalah belum dicari. Maka saya cari dari Aceh sampai Papua.
Dari situ, kami dapat 126 pemain, lalu diciutkan menjadi 96 pemain dan akhirnya
dapat 35 pemain. Hasilnya pun signifikan. Ketika kita turun dengan Timnas U-17 di
HKFA Hong Kong 2012, kita berhasil juara. Setahun berikutnya, kita turun lagi di
turnamen sama dengan Timnas U-18 dan juara lagi. Ini kan pertanda selama ini
scouting-nya yang salah.

Timnas U-19 terlihat kompak dan padu. Sebenarnya bagaimana pendekatan yang Anda
lakukan kepada pemain?
Tentunya melalui sentuhan hati. Kami juga selalu memberikan aturan main kepada
mereka, sehingga tidak ada pelanggaran yang dilakukan, seperti protes wasit. Mereka
juga sangat menghargai lawan. Ada pemain lawan jatuh dan ditolong. Itu menjadi
pembelajaran. Bagaimana cara menghargai orang. Hal-hal sekecil itu yang kami
tanamkan. Kami tidak mau pemain hanya bisa tendang bola tapi mereka harus
profesional.

Banyak yang memuji ketahanan fisik pemain Anda. Apakah ada metode tertentu?
Sama saja dengan metode pelatih lain. Tapi mulai dari scouting kan sudah ditetapkan
standar fisik. Kita sadar agak lemah di skill dan banyak pelatih termasuk saya yang
belum paham taktik. Nah, hal itu bisa ditingkatkan pada fisik dan mental. Saya
punya standar VO2max harus diatas 55. Kita menang adu penalti melawan Vietnam
karena fisik kita lebih bugar sehingga mental, cara berpikir, dan mengambil
keputusan lebih bagus. Jika melihat dari pertandingan Piala AFF, skema main tim
Anda sangat berbeda. Apakah ada adopsi dari filosofi “tika-taka”? Saya punya
prinsip main, jangan cepat kehilangan bola. Dan jangan main bola-bola jauh. Benar
saya terinspirasi dengan “tiki-taka”, tapi saya menamakan cara bermain kita
sendiri. Bukan “tiki-taka” atau yang lainnya.

Bagaimana kelanjutan tim ini dan Anda sendiri setelah Piala AFF?
Kalau kita lolos dari babak kualifikasi Piala AFC, tentu ada kelanjutannya. Dan
kalau tidak lolos tim ini dipersiapkan untuk SEA Games 2017, tapi saya belum tahu
detailnya. Apakah saya atau siapa yang melatih karena itu masih wacana. Karena kan
harus ada SK (Surat Keputusan) nya. Sementara SK saya selesai hanya sampai Piala
AFF. Namun, dari PSSI sudah menyatakan tim ini berlanjut dan tinggal menunggu
legalitas.

Setelah turnamen, apakah para pemain akan dipulangkan ke klub masing-masing atau
masih tergabung dalam satu tim? Kalau untuk tim usia muda, saya cenderung untuk
tetap bersama. Tapi itu yang belum diputuskan. Kalau mereka bermain di klub dan
hanya menjadi pemain cadangan juga akan percuma. Saya akan bicarakan masalah ini
dengan BTN (Badan Tim Nasional). Saya juga ingin membuat program untuk mematangkan
tim. Yang pasti harus dilakukan adalah membawa tim ini bertanding di tingkat yang
tinggi karena pengalaman itu didapat dari uji coba bukan turnamen. Kalau dilihat
dari Piala AFF kemarin, kita dapat uji coba justru di turnamen. Makanya saya selalu
ganti komposisi pemain karena belum dapat yang benar-benar pas. Setelah menjadi
juara, banyak tawaran kepada pemain untuk menjadi bintang iklan.

Bagaimana Anda menyikapinya?


Saya pikir anak-anak ini masih harus dibina karena usia mereka masih muda. Saya
juga menolak ketika ada tawaran untuk main iklan. Kalau kita coba bandingkan dengan
pesepakbola luar negeri tentu akan sangat jauh berbeda kondisinya. David Beckham
misalnya. Dia tidak akan memiliki masalah karena sudah profesional. Diatur oleh
manajemen yang bagus sehingga latihan dengan aktivitas diluar tidak berbenturan.
Bahkan di Eropa tidak ada TC (Training Center) menginap di hotel. Mereka menginap
di rumah sendiri-sendiri dan pandai atur diri sendiri karena sudah profesional.

Apa lagi hal yang perlu ditingkatkan setelah menjadi juara?


Pengalaman bertanding. Jadi, belajar yang paling baik itu kan ujian. Jangan teori
terus tidak ada ujian, dan dari ujian itu kita akan evaluasi. Kemarin dari tujuh
kali bertanding sudah ada evaluasi. Tim ini juga jangan dianggap tim yang super.
Kalau ada pemain yang lebih baik saya ingin mencari pemain baru, terutama di posisi
belakang.

Menurut Anda, apa tantangan terberat ke depan?


Tantangannya adalah membentuk mental dan karakter pemain. Kalau mereka tidak punya
target yang tinggi, akan susah berkembang. Mereka sudah puas dengan juara AFF dan
tidak mau berusaha lagi. Padahal, saya mau pemain tidak pernah puas sehingga akan
terus mencari prestasi lebih tinggi lagi. Saya juga ingatkan kepada pemain untuk
tidak sombong dan selalu berpijak di bumi. Jangan terlena dengan tawaran iklan dan
lain-lain, karena saya pilih pemain bukan karena opini.

Kalau untuk target masuk Piala Dunia apakah masih terlalu tinggi?
Kalau melihat dari hasil uji coba, kita pernah main melawan UEA dan Arab Saudi dan
berakhir 0-0. Kita akan bisa lihat, kalau tim ini bisa lolos dari babak kualifikasi
Piala AFC, kesempatan untuk menatap Piala Dunia sudah 50:50. Saya dengar Jepang dan
Korea melihat kita main di AFF kemarin, mereka sudah panas dingin. Karena mereka
lihat perkembangan tim ini sangat signifikan.

Biodata:
Nama: Indra Sjafri
Tempat/tanggal lahir: Batang Kapas, 2 Februari 1963
Serifikat kepelatihan: "A" Licence AFC, FIFA "Futuro"

Karier Kepelatihan:
1990 : PSP Yunior, Pelatih Kepala
1991 – 1993 : PSP Senior, Asisten Pelatih
1994 – 1997 : Machudum. FC, Pelatih Kepala
1998 – 2000 : PSP Senior, Asisten Pelatih
2001 – 2002 : PSP Senior, Pelatih Kepala
2002 – sekarang : Padang Football Academy ( Owner )
2007 – 2009 : Bengkalis.FC, Direktur Teknik
2009 – sekarang : Instruktur Pelatih PSSI
2011 – sekarang : Pelatih Kepala Timnas Indonesia U-17&U-19

Prestasi sebagai pelatih:


2012 - Juara I Timnas U-17 di HKFA CUP 2013 - Juara I Timnas U-17 di HKFA CUP 2013
- Juara I Timnas U-19 di AFF CUP

Anda mungkin juga menyukai