Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS
Di Ruang 26i RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :
Ni Putu Devi Indriyani
P17211186022

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


Pada Tn. A dengan Sepsis

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah


Di ruang 26i RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Ni Putu Devi Indriyani
P17211186022

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

(Ni Putu Devi Indriyani)


NIM. P17211186022

Preseptor Akademik Preseptor Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS

A. Definisi
Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai
dengan sejumlah gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis
atau lekopenia, takhikardia dan tidakipnea.
Terdapat beberapa istilah yang erat kaitannya dengan infeksi serta
sepsis, Inflamasi adalah respons lokal yang dipicu oleh jejas atau kerusakan
jaringan, bertujuan untuk menghancurkan, melarutkan bahan penyebab, jejas
atau pun jaringan yang mengalami jejas, yang ditandai dengan gejala klasik
dolor, color, rubor, tumor dan functio laesa. Infeksi adalah ditemukannya
organisme pada ternpat yang normal steril, yang biasanya disertai dengan
respons inflamasi tubuh. Bakteremia adalah ditemukan bakteri di dalam
darah, dibuktikan dengan biakan, dapat bersifat transien. Septisemia
(Septicemia) adalah bakteremia disertai dengan gejala klinis yang bermakna.
Sepsis adalah infeksi disertai dengan respons sistemik; respons
sistemik tersebut ditandai dengan 2 atau lebih tanda: temperatur > 38° atau
kurang dari 36 °C; denyut jantung > 90/menit; respirasi > 20 /menit atau
PaCO2 < 32 mmHg (< 4.3 kPa), sel darah putih > 12.000/mm 3, < 4.000/mm3;
atau > 10% bentuk immature/band.
Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respons
sistemik yang menyebabkan gangguan organ berupa: insufisiensi respirasi,
disfungsi renal, asidosis atau gejala mental. Septic shock adalah sepsis
syndrome disertai dengan hipotensi dan adanya gangguan perfusi. Refractory
septic shock adalah syok septik yang berlangsung lebih dari satu jam tanpa
respons terhadap intervensi cairan atau obat farmakologis.
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) merupakan istilah
baru yang banyak dipakai; SIRS adalah manifestasi klinis inflamasi sistemik
yang dapat merupakan respons terhadap infeksi (fokal/sistemik), atau
noninfeksi (misalnyalukabakar, pankreatitis). Dikatakan sepsis bila SIRS
tersebut disebabkan oleh infeksi; fokal maupun sistemik.

B. Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari
hasil kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis.
Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi
sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada
pasien yang kultur darahnya negatif, penyebab infeksi tersebut biasanya
diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan mikroskopis
(Munford, 2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan
sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling
umum dari sepsis (Shapiro, 2010)
Tabel 1. Penyebab Umum Sepsis pada Orang Sehat
Sumber lokasi Mikroorganisme
Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif
bentuk cocci lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif
bentuk batang lainnya
Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia
Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram
negative bentuk batang lainnya,
Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob
Sumber: Moss et.al,2012

Tabel 2. Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat


Masalah klinis Mikroorganisme
Pemasanagan kateter Escherichia coli, Klebsiella spp., Proteus spp.,
Serratia spp., Pseudomonas spp.
Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis,
Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Candida
albicans
Setelah operasi: Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung lokasinya)
Wound infection Tergantung lokasi anatominya
Deep infection
Luka bakar
Pasien immunocompromised Luka bakar
Pasien immunocompromised
Sumber: Moss et.al,2012
Pada Negara berkembang, E. coli, Klebsiella sp. dan S. aureus
merupakan patogen penyebab sepsis neonatorum awitan dini tersering,
dimana S. aureus, Streptococcus pneumonia dan Streptococcus pyogenes
menjadi patogen penyebab sepsis neonatorum awitan lambat tersering (Khan,
2012).

C. Faktor Resiko
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000 : 509) manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

1. Umum: panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum,


letargi, sklerema.
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatogemali
3. Saluran napas: apnu, dispnu, takipnu,retraksi, napas cuping hidung,
merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskular: pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit
lembab, hipotensi, takikardia, bradikardia
5. System saraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol, high pitched cry
6. Hematology: ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan

Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut


yang tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan
takipnea menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan
output urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya
(Hinds et.al,2012).

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik,
trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin
parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin
split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan
morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan
leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle
cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda
kurang baik yang menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan
serebrospinal dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal
meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum
terjadi suatu respons inflamasi.

Indikator Laboratorium Penderita Sepsis


Pemeriksaan Temuan Uraian
Laboratorium
Hitung leukosit Leukositosis atau Endotoxemia
leukopenia menyebabkan leukopenia
Hitung trombosit Trombositosis atau Peningkatan jumlahnya
trombositopenia diawal menunjukkan
respon fase akut;
penurunan jumlah
trombosit menunjukkan
DIC
Kaskade koagulasi Defisiensi protein C; Abnormalitas dapat
defisiensi antitrombin; diamati sebelum
peningkatan D-dimer; kegagalan organ dan tanpa
pemanjangan PT dan PTT pendarahan
Kreatinin Peningkatan kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat>4mmol/L(36mg Hipoksia jaringan
/dl)
Enzim hati Peningkatan alkaline Gagal hepatoselular akut
phosphatase, AST, ALT, disebabkan hipoperfusi
bilirubin
Serum fosfat Hipofosfatemia Berhubungan dengan level
cytokin proinflammatory
C-reaktif protein (CRP) Meningkat Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat Membedakan SIRS
dengan atau tanpa infeksi
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan
dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan
sumber infeksi primer (Opal, 2012).

G. Penatalaksanaan
Berikut adalah tata cara pengelolaan pasien secara terstruktur menurut
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock 2012 :

1. Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed
therapy)
Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman
oksigen jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar
laktat arteri. Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan
hidup dibandingkan dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan
darah yang standar. Tujuan fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi
sebagai berikut:
a. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg
b. Tekanan arterial rata-rata (MAP) ≥65mmHg
c. Saturasi oksigen vena sentral (SavO2) ≥70%
d. Urine output ≥0,5ml/kg/jam (menggunakan transfusi, agen
inotropik, dan oksigen tambahan dengan atau tanpa ventilasi
mekanik)
Gambar 1. Algoritma early goal directed therapy
Sumber : Rivers 2001

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
lSupport (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut (gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization


Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi
dan keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi.
manajemen Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume
secara agresif, baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan
koloid. Jangan mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver
kompensasi
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan
menggunakan ventilasi mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi
endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk
menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi
mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental,
kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen
tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot pernafasan,bronkokonstriksi dan
asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.
Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation
patologis dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan
awal adalah upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan
mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan
resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis
Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat
Ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke
interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous .
Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena
hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati parah.
• Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur
sejauh mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya.
Pemilihan antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari
organisme yang terlibat.
• Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C
Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap
mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis
pasien diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan
mengurangi kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan
protein endogen yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat
trombosis dan inflamasi.
Step F = Find and control the source of infection
Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten:
Anda harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan
pekerjaan detektif yang lebih luas .
Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari
penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang
biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-
luas mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini
95 % dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan dikendalikan.
Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi
- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan
restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus
membutuhkan oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh.
Keberadaan lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi
bakteri
(1). Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi
perlindungan telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti
dobutamine, dengan makan Immunonutrition
(2) strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan
menggabungkan glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan
ribonucleotides dan zat makan konvensional. Ada beberapa bukti bahwa
formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of
organ failure.
- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -
menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran
tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk
membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan
darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status
volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH,
defisit dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua
perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus
bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.
• Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications
Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien,
kontrol gula darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.
Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif memiliki kondisi yang
rentan terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk
melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan
trombosis vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain itu, penggunaan
endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme untuk menginfeksi
paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids dapat
menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang
diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan
central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga
perlu dikaji betul manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.
 Step J = Justify your therapeutic plan
- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah
dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah
stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa
kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat
memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus
dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk
melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik
harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis,
Anda harus mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum
teridentifikasi

Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are


there secondary sources of infection/inflammation.
- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai
sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang
harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda
infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi
baru cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak
boleh dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak
lambung.
Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood
sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in
renal failure
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan
dialisa bila ditemukan adanya gagal ginjal akut
Sepsis adalah penyakit multisistem dipengaruhi oleh respon
neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus
bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan hidup.

Gambar 2. Stepwise approach to sepsis and septic shock


H. Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi
yang mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi
akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru.
Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas,
mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan
hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/
ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang
berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas
paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang
pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin
memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu
diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami
komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada
sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
3. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung
molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis
memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu
sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada
pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang
paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati
bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
4. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik
yang tidak stabil dalam waktu yang lama.
5. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal
ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia,
dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat
atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi
penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan.
6. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis.
a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh
infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau
ARDS pada keadaan urosepsis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Keadaan Umum
1) Pasien biasanya dengan penurunan kesadaran
2) Buruknya kontrol suhu : hypothermi, hyperthermi
b. Sistem sirkulasi
Pucat, cyanosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung
abnormal (bradikardi, takikardi, aritmia).

c. Sistem pernapasan
Pernapasan irreguler, apneu/tachipneu, retraksi.
d. Sistem syaraf
1) Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,
pusing, pingsan.
2) Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.
3) Gerakan bola mata tidak normal
4) Tonus otot menigkat/berkurang.
e. Sistem Saluran cerna
Anoreksia, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.

f. Sistem Hemopoeitik
Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis.
2) SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.
3) Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan
fungsi ginjal.
4) Glukosa serum : Hiperglikemia.
5) GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis).
b. Hyperthermi
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
d. Penurunan perfusi jaringan kardiopulmonal
e. Resiko tinggi defisit volume cairan.
f. Nyeri akut
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)
NOC :

1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
NIC :

 Pertahankan teknik aseptif


 Batasi pengunjung bila perlu
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan teknik isolasi
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
b. Hyperthermi
NOC: Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama………..pasien


menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:

 Suhu 36 – 37C
 Nadi dan RR dalam rentang normal
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa
nyaman
NIC :
 Monitor suhu sesering mungkin
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik:
 Kelola Antibiotik
 Selimuti pasien
 Berikan cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam . pasien akan
:
Ø TTV dalam rentang normal
Ø Menunjukkan jalan napas yang paten
Ø Mendemostrasikan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dypsneu.
NIC:
Airway Managemen :
Ø Buka jalan nafas
Ø Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
( fowler/semifowler)
Ø Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan
Ø Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Ø Monitor respirasi dan status O2, Monitor TTV.
d. Penurunan perfusi jaringan kardiopulmonal
NOC :

 Cardiac pump Effectiveness


 Circulation status
 Tissue Prefusion : cardiac, periferal
 Vital Sign Status
Setelah dilakukan asuhan keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil:

 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan


 CVP dalam batas normal
 Nadi perifer kuat dan simetris
 Tidak ada oedem perifer dan asites
 Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
 Bunyi jantung abnormal tidak ada
 Nyeri dada tidak ada
 Kelelahan yang ekstrim tidak ada
 Tidak ada ortostatikhipertensi
NIC :
 Monitor nyeri dada (durasi, intensitas dan faktor-faktor presipitasi)
 Observasi perubahan ECG
 Auskultasi suara jantung dan paru
 Monitor irama dan jumlah denyut jantung
 Monitor angka PT, PTT dan AT
 Monitor elektrolit (potassium dan magnesium)
 Monitor status cairan
 Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
 Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
 Instruksikan pada pasien untuk tidak mengejan selama BAB
 Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol dan lemak
 Kelola pemberian obat-obat: analgesik, anti koagulan, nitrogliserin,
vasodilator dan diuretik.
 Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol stimulasi lingkungan)
e. Resiko tinggi defisit volume cairan.
NOC:

 Fluid balance
 Hydration
 Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan
teratasi dengan kriteria hasil:

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ


urine normal,
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
 Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
 Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
 pH urin dalam batas normal
 Intake oral dan intravena adekuat
NIC :
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total protein )
 Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
 Kolaborasi pemberian cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan oral
 Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
 Pasang kateter jika perlu
 Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
f. Nyeri akut
NOC :

 Pain Level,
 Pain control,
 Comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan Pasien dapat mengontrol nyeri,
dengan kriteria hasil:

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
 Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC :

 Nutritional Status : food and Fluid Intake


 Nutritional Status : nutrient Intake
 Weight control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi lebih
teratasi dengan kriteria hasil:
 Mengerti factor yang meningkatkan berat badan
 Mengidentfifikasi tingkah laku dibawah kontrol klien
 Memodifikasi diet dalam waktu yang lama untuk mengontrol
berat badan
 Penurunan berat badan 1-2 pounds/mgg
 Menggunakan energy untuk aktivitas sehari hari

NIC :
Weight Management
 Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan,
latihan, peningkatan BB dan penurunan BB
 Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat
mempengaruhi BB
 Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan faktor
herediter yang dapat mempengaruhi BB
 Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan
BB berlebih dan penurunan BB
 Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
 Perkirakan BB badan ideal pasien
Nutrition Management
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
 Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Weight reduction Assistance
 Fasilitasi keinginan pasien untuk menurunkan BB
 Perkirakan bersama pasien mengenai penurunan BB
 Tentukan tujuan penurunan BB
 Beri pujian/reward saat pasien berhasil mencapai tujuan
 Ajarkan pemilihan makanan
DAFTAR PUSTAKA

C Chen, K., and Pohan, H.T., 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256
Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby,
st Louis.

Dasenbrook, E., and Merlo, C., 2008. Critical Care. In: Le, T., Hong, P.C., and
Baudendistel, T.E., ed. First Aid for The Internal Medicine Boards. 2nd ed.
USA: Mc Graw Hill, 157-159.

LaRosa, S.P., 2010. Sepsis. In: Gordon, S., ed. Current Clinical Medicine. 2nd ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier, 720-725.

Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.

Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St


Louis.

Moss, P.J., Langmead, L., Preston, S.L., Hinds, C.J., Watson, D., Pearse, R.M.,
2012. Kumar and Clark’s Clinical Medicine. 8th ed. Spanyol: Saunders
Elsevier.

Munford, R.S., 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Fauci et al., ed.
Harrison,s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill,
1695-1702.

Opal, S.M., 2012. Septicemia. In: Ferri et al., ed. Ferri’s Clinical Advisor 2012: 5
Books in 1. Philadelphia: Elsevier Mosby, 924-925.

Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu


penyakit dalam, PDSPDI. Jakarta.

Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx
et al., ed. Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice.
7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 1869-1879.

hen, K., and Pohan, H.T., 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256 Emergency
Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.

Anda mungkin juga menyukai