Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah swt, karena berkat rahmat dan inayah-Nya sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas gawat darurat dengan materi “Trauma Muskuloskeletal”.
Shawalat serta salam selalu kami panjatkan kepada nabi akhirul zaman Muhammad saw.
Yang mana berkat perjuangan beliaulah kita dapat merasakan indahnya dinul islam.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang karena kami memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
1.1.Konsep Medis 4
A. Definisi 4
B. Etiologi 6
C. Manifestasi klinis 7
D. Patofisiologi 8
E. Pemeriksaan penunjang 9
F. Penalatksanaan 10
1.2.Konsep Keperawatan 13
A. Pengkajian 13
B. Diagnosa 13
C. Intervensi 15
BAB III PENUTUP 19
A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera pada
tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan
kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Seorang
perawat dituntut untuk mengetahui bagaimana perawatan klien dengan trauma
muskuluskoletal yang mungkin dijumpai di jalanan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Pengangan untuk klien dengan trauma muskuloskeletal
memerlukan peralatan serta ketrampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan
oleh perawat. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan difungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disanggahnya.

B. Tujuan
· Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang trauma
muskuloskeletal
· Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang asuhan keperawatan
trauma muskuloskeletal
· Sebagai bahan referensi bagi mahasiwa
BAB II
PEMBAHASAN

1.1.KONSEP MEDIS
A. Definisi
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara fisiologis,
sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan posisi. Otot
terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot polos. (Joyce M Black,
2014). Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera
pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan
kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan
tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu :
· Tulang panjang
Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di ekstermitas atas
dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, metatarsal, metakarpal dan
falangs merupakan tulang panjang.
· Tulang pendek
Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta berbentuk kubus.
· Tulang pipih
Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle dimana tulang
ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan permukaan yang luas untuk
melekatnya otot.
· Tulang iregular
Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga, tulang wajah
dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam struktur dan komposisi. (Joyce
M Black, 2014)
Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari trauma.
Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain, sprain, dislokasi dan
amputasi
1. Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak disekitarnya juga akan terganggu. (Joyce M Black, 2014)
· Fraktur terbuka
Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Fraktur terbuka adalah
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri
· Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang. Jadi
pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi cedera. (Brunner, 2001)
2. Strain
Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon. Strain adalah
tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau stres yang
berlebihan. (Brunner, 2001)
3. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan mengepit atau
memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih menmungkinkan
mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Sprain
merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari jaringan ikat yang
menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya. (Joyce M Black, 2014)

B. Etiologi
Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas, olahraga, jatuh
dan kecelakaan industri.
1. Fraktur
Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada suatu tulang,
saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu
ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)
· Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna.
· Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dimana pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
2. Strain
Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung misalnya (jatuh
dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari posisinya kemudian
meregang. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak langsung.
(Joyce M Black, 2014)

C. Manifestasi klinis
1. Fraktur
· Deformitas
Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur.
Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek karena kuatnya
tarikan otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black, 2014)
· Nyeri
Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi. (Brunner, 2001)
· Pembengkakkan atau edema
Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi cairan
serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan sekitar.
· Hematom atau memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
· Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)
2. Strain
· Nyeri
· Kelemahan otot
· Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau komplet
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya fungsi otot. (Joyce M
Black, 2014)
3. Sprain
· Adanya robekan pada ligamen
· Nyeri
· Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)

D. Patofisiologi
1. Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur, jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja dan
bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat
pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang akan
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak
atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi
diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar
lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan leukosit. (Joyce M
Black, 2014)

2. Strain
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak langsung,
cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan,
otot yang belum siap terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha) dan otot
guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar
dan membengkak.

3. Sprain
Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang disebut
sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami robek dan kemudian
akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah
pecah dan akan menyebabkan hemotama serta nyeri.

E. Pemeriksaan Penunjang,
· X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur
· Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
· Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler pada
perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
· Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal
· Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah
atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)

F. Penatalaksanaan
1. Fraktur
a. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal mempertahankan dan
mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah,
nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk
penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda Nurarif,
2015).
Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :
· Bidai
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau fiksasi tulang
yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk mencegah pergerakan tulang yang patah.
Syarat pemasangan bidai dimana dapat mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang
didekat tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak boleh terlalu kencang atau ketat,
karena akan merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly Hutabarat, 2016)
· Gips
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips memiliki sifat menyerap air
dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras.
b. Reduksi
Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah reduksi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi. Reduksi
merupakan manipulasi tulang untuk mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang
dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua fraktur harus
direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas dua bagian, yaitu :
· Reduksi tertutup
Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Reduksi tertutup harus segera dilakukan setelah cedera untuk menimilkan efek
deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001)
· Reduksi terbuka
Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur disejajarkan.
Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan fiksasi internal untuk fraktur femur
dan sendi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang. (Brunner, 2001)

c. Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera, sementara
kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi dapat digunakan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. (Brunner, 2001)k
2. Strain
· Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48 jam pertama
· Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada hubungan tendon-
tulang
· Pemasangan balut tekan
· Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus diminimalkan.
(Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
· Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan
· Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan
· Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48 jam
pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan vasokontriksi akan mengurangi
perdarahan dan edema (Jangan berlebihan nanti akan mengakibatkan kerusakan kulit).
(Brunner, 2001)
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
DENGAN FRAKTUR

1.2.Konsep Keperawatan
A. Pengakjian
Ø Anamnesa
· Keluhan nyeri
· Riwayat trauma adequat
· Adanya fungsio laesa atau fungsi jaringan terganggu
Ø Pemeriksaan fisik
Insepksi
· Edema
· Hematoma
· Deformitas
Palpasi
· Nyeri tekan
· Kripitasi
B. Diagnosa
1. Nyeri akut
Ø Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulang.
Ø Penyebab
Agen pencedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Ø Gejala dan tanda mayor
· Tampak meringis
· Bersikap protektif
· Gelisah
· Frekuensi nadi menigkat. (PPNI, 2016)
2. Gangguan mobilitas fisik
Ø Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri
Ø Penyebab
· Kerusakan integritas struktur tulang
· Penurunan kekuatan otot
· Gangguan muskuloskeletal
· Nyeri
Ø Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
Objektif : kekakuan otot menurun dan rentang gerak
Ø Gejala dan tanda minor
Subjektif :
· Nyeri saat bergerak
· Enggan melakukan pergerakan
· Merasa cemas saat bergerak
Objektif :
· Sendi kaku
· Gerakan tidak terkoordinasi dan gerakan terbatas. (PPNI, 2016)
3. Kerusakan integritas kulit
Ø Definisi : Kerusakan pada epidermis atau dermis
Ø Batas karakteristik
· Benda asing yang menusuk permukaan kulit
· Kerusakan integritas kulit
Ø Faktor yang berhubungan
Eksternal : faktor mekanik mis. daya gesek, tekanan dan imobilitas fisik
Internal : Tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan fraktur terbuka. (T Heather
Herderman, 2015)

C. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Ø Tujuan : pain level, pain control and comfort level
Ø Kriteria hasil :
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri dan mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Ø Intervensi
Pain management
· Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas
· Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
· Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
· Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
· Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
· Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
· Kurangi faktor presipitasi nyeri
· Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan
interpersonal)
· Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
· Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi
· Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
· Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri
· Tingkatkan istirahat
· Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
· Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesik manajemen
· Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
· Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
· Cek riwayat alergi
· Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
· Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
· Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
· Pilih rute secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur
· Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
· Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
· Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. (Amin Huda Nurarif, 2015)

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, penurunan


kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri
Ø Tujuan : Joint movement (active), mobility level, self care (Adls)
Ø Kriteria hasil :
· Klien meningkatkan dalam aktivitas fisik
· Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
· Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
· Memperagakan penggunaan alat
Ø Intervensi :
· Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasie saat
latihan
· Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
· Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
· Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik ambulasi
· Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
· latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Adls secara mandiri sesuai kemampuan
· Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan pasien
· Berikan alat bantu jika klien memerlukan
· Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.
(Amin Huda Nurarif, 2015)

3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan
fraktur terbuka
Ø Tujuan : Tissue integrity (skin and mucous), membranes and hemodyalis akses
Ø Kriteria hasil :
· Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi dan pigmentasi) tidak ada luka atau lesi pada kulit dan perfusi jaringan baik
· Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera berulang
· Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan
alami
Ø Intervensi :
Pressure management
· Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
· Hindari kerutan pada tempat tidur
· Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
· Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
· Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
· Monitor status nutrisi pasien
· Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care
· Membersihkan, memantau dan menigkatkan proses penyembuhan pada kulit luka
yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples
· Monitor proses kesembuhan area insisi
· Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
· Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril dan
gunakan preparat antiseptic sesuai program
· Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai program.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera di tangani karena jika tidak ditangani
secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah. Imobilisasi, reduksi dan
traksi untuk fraktur merupakan penatalaksanaan untuk pasien fraktur. Imobilisasi dini
harus dilakukan untuk mencegah deformitas dan sebagai penyangga tulang yang patah.
Ketika dicurigai adanya fraktur cervical, maka pasang neck collar untuk membatasi
gerakkan leher sehingga tidak memperburuk keadaan leher. Jika fraktur terbuka, luka
ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi bakteri.

B. Saran
Ø Untuk mahasiswa, agar melakukan tindakan sesuai dengan proseur dan

mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan tindakan agar tidak terjadi

kesalahan yang fatal

Ø Untuk dosen, agar lebih memperhatikan mahasiswa dan mampu memberi pemahaman

yang lebih jelas kepada mahasiswa tentang materi prasat yang dibawakan.

Ø Untuk tenaga kesehatan (perawat), ketika memberikan pelayanan kesehatan pada

pasien selalu mengutamakan keamanan penolong kemudian aman yang ditolong dengan

selalu menggunakan APD.


DAFTAR PUSTAKA

Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC
Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining The
Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah

Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media Edukasi

Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.
Jogjakarta; Medication Jogja
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai