Oleh:
Riki Indra Kusuma
160121150001
Pembimbing:
Prof. DR. Harmas Yazid Yusuf, drg., Sp.BM.(K)
PENDAHULUAN
Pada mekanisme sel tumbuh dan berdiferensiasi, ada unsur genetik yang
diaktifkan (switched on) dan yang lain di-inaktifkan (switched off). Gen-gen inilah
yang termasuk sistem regulasi atau dikenal sebagai “mesin siklus sel” yang
merupakan sistem utama bagi berlangsungnya faal sel-sel normal. Dalam
perkembangannya sel berdiferensiasi dan membentuk berbagai jenis jaringan
dengan fungsi yang berbeda-beda. Walaupun demikian setiap sel memiliki
informasi genetik yang sama yang disandi dalam DNA-nya. Dalam keadaan
normal pertumbuhan sel diatur secara ketat oleh sistem regulasi tersebut untuk
memenuhi kebutuhan organisme. Sebaliknya sel-sel kanker tumbuh autonom
tidak terkendali, kemudian menginvasi jaringan organ di sekitarnya yang
berakibat fungsi organ bersangkutan terganggu. Transformasi sel normal menjadi
sel kanker terjadi sebagai akibat terganggunya sistem regulasi di atas yang
berakibat sel-sel kanker mampu membelah diri menjadi lebih banyak. Unsur
penting dalam gangguan sistem regulasi pertumbuhan sel adalah onkogen. Konsep
onkogen pertama kali dikemukakan setelah ditemukannya unsur-unsur genetik
virus (khususnya retrovirus) yang bertanggung jawab atas kemampuan virus
bersangkutan untuk mentransformasi sel. Kelainan yang timbul dalam
pertumbuhan sel kanker adalah kelainan yang diturunkan pada tingkat seluler
yang berarti kelainan sel induk akan diwariskan kepada sel-sel turunannya secara
genetik.2
Dewasa ini pengetahuan tentang mekanisme molekuler karsinogenesis
telah menjadi jauh lebih dari sekedar percobaan biologi. Penanda molekuler
sekarang tersedia untuk meningkatkan diagnosis kanker dan klasifikasi. Pada
tingkat terapi, identifikasi jalur penyimpangan molekuler pada sel kanker
memberikan dasar untuk terapi target molekuler. Oleh karena itu, penting bagi
klinisi yang merawat pasien kanker untuk memahami dasar molekul dan selular
neoplasia.1
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar sel normal yang terdapat dalam tubuh sudah mengalami
diferensiasi yang berarti sel-sel tersebut telah mengalami berbagai perubahan
demikian rupa sehingga menunjukkan morfologi dan fungsi spesifik. Selama
proses diferensiasi, sel normal umumnya tidak memiliki kemampuan untuk
berproliferasi, tetapi di lain pihak banyak sel-sel jaringan tubuh mengalami proses
renewal untuk mengganti sel-sel yang hilang karena rusak atau menua, dengan
sel-sel prekursor baru (stem-cells), yang kemudian diikuti oleh proliferasi selsel
keturunannya. Diduga bahwa sebagian besar sel kanker berasal dari sel-sel
progenitor ini. Kehilangan kemampuan berdiferensiasi menyebabkan maturation
arrest yang berakhir dengan peningkatan proliferasi sel dan perkembangan tumor
(gambar 2).2
Pertumbuhan sel normal diatur oleh protein terlarut yang disebut faktor
pertumbuhan atau sitokin. Salah satu jenis protein yang diketahui bersifat sebagai
faktor pertumbuhan adalah hormon yang juga merupakan molekul penerus sinyal.
Hormon disimpan dalam kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam sirkulasi
apabila diperlukan. Stimulasi berlebihan oleh faktor pertumbuhan saja pada
umumnya hanya menyebabkan hiperplasia dan bukan transformasi ganas. Untuk
menjadi ganas diperlukan kelainan intrinsik lain misalnya inaktivasi tumor
suppressor genes.
Perkembangan dan pertumbuhan sel normal membutuhkan koordinasi
intraseluler maupun interaksi antar sel yang terkendali dalam organisme
bersangkutan. Proliferasi sel normal berlangsung melalui suatu siklus sel yang
terdiri atas 4 fase yang ditentukan oleh waktu sintesis DNA, yaitu fase G1, fase S,
fase G2 dan fase M (gambar 3). Berbeda dengan bakteria yang mensintesis DNA
secara terus menerus selama siklus pembelahan sel, sel-sel mamalia mengalami
siklus sel yang lebih kompleks. Setelah mitosis, sel memasuki fase G1, yaitu fase
di mana sel sangat aktif tetapi tidak mensintesis DNA. Pada fase ini kandungan
DNA sel adalah 2N (diploid), Siklus sel kemudian berlanjut ke fase S di mana
terjadi sintesis DNA dan kandungan DNA berubah menjadi 4N. Fase selanjutnya
adalah fase G2 sebelum memasuki fase M di mana sel membelah diri menjadi 2
sel diploid. Waktu yang diperlukan untuk satu siklus bergantung pada jenis sel,
dan perbedaan waktu itu terutama terjadi di fase G1, di mana bila diperlukan
siklus sel berhenti pada fase ini (G1 arrest) atau pada interphase G1/S.
Salah satu sifat lain dari sel ganas adalah memiliki kemampaun untuk
menembus jaringan sekitarnya dan menyebar melalui pembuluh darah atau
pembuluh getah bening ke tempat jauh (metastasis). Penyebaran sel-sel kanker
memerlukan perubahan genetik yang memungkinkan sel-sel tersebut mampu
bermigrasi dari organ asalnya ke organ yang letaknya berjauhan. Tetapi migrasi
sel kanker saja tidak cukup untuk tumbuhnya metastasis di lokasi baru. Untuk ini
diperlukan ketersediaan nutrisi yang cukup yang diperoleh melalui vaskularisasi
(angiogenesis).2
REGULATOR PERTUMBUHAN
Seperti telah disebut di atas, sel secara terus menerus dihadapkan pada
pengambilan keputusan untuk membelah, diferensiasi atau menjalani proses
apoptosis. Ketiganya memberi dampak pada jumlah sel sehingga jalur di mana
proses pembelahan, diferensiasi dan apoptosis berlangsung merupakan sasaran
aktivitas onkogen dan tumor suppressor genes. Golongan gen lain yang juga
merupakan sasaran aktivitas onkogenik adalah gen-gen yang berfungsi dalam
perbaikan DNA.
Onkogen
Sebagian dari proses proliferasi dan diferensiasi sel normal diatur oleh
faktor-faktor ekstraseluler, termasuk di antaranya berbagai jenis faktor
pertumbuhan (GF) berbentuk polipeptida yang menginduksi proliferasi sel-sel
sasaran yang tepat. Platelet derived growth factor (PDGF) adalah faktor
pertumbuhan utama bagi fibroblast. PDGF yang aktif terdiri atas 2 jenis peptida
dengan 40% susunan amino identik; masing-masing dengan rantai alfa dan rantai
beta. Gen yang menyandi kedua jenis peptida terletak pada kromosom yang
berbeda. Molekul PDGF yang aktif merupakan suatu dimer yang dihubungkan
satu dengan lain melalui ikatan di-sulfida; dimer ini dapat terdiri atas rantai alfa
dan beta (heterodimer). Beberapa penelitian membuktikan bahwa hanya sel yang
responsif terhadap PDGF-â dan sekaligus mengekspressikan reseptor PDGF pada
permukaannya mudah mengalami transformasi. Golongan GF lain adalah
fibroblast growth factor (FGF) yang terdiri atas acidic FGF (FGF1), basic FGF
(FGF2), produk int2 (FGF3), produk hst (FGF4) dan FGF5. Ke dalam golongan
ini juga termasuk FGF6 dan keratinocyte growth factor (KGF) yang merupakan
mitogen bagi sel-sel epitel. Epidermal growth factor (EGF) merangsang
proliferasi dari berbagai jenis sel. Faktor pertumbuhan lain yang mirip EGF juga
telah diketahui, di antaranya transforming growth factor-alfa (TGF-α), dan
amphiregulin. Kelompok GF ini adalah salah satu contoh GF yang menancap pada
membran sel. TGF-α dan EGF memiliki kemampuan untuk men-transformasikan
sel, dan ekspresi berlebihan dari GF ini dapat menyebabkan pertumbuhan tumor.
Proliferasi dan diferensiasi sel hemopoetik juga dikendalikan oleh serangkaian
polipeptida yang menimbulkan dampak spesifik pada jenis sel yang berbeda.
Empat di antara berbagai jenis GF hemopoetik itu dikenal sebagai onkogen, yaitu
IL2 (T cell growth factor), IL3 (multipotential colony stimulating factor), GM-
CSF dan CSF-1. CSF1 juga dikenal sebagai macrophage colony stimulating
factor (M-CSF) disintesis oleh monosit teraktivasi dan makrofag maupun
fibroblast. 3
Sebagai contoh gen c-myc dapat diaktivasi apabila terjadi reduplikasi DNA
secara abnormal atau amplifikasi, atau apabila terjadi translokasi c-myc ke lokasi
di kromosom lain berdekatan dengan gen yang memiliki kemampuan
meningkatkan fungsi, misalnya translokasi c-myc dari kromosom 8 ke kromosom
14 dekat lokasi gen Ig. Peningkatan aktivitas c-myc juga dapat terjadi akibat
penyisipan DNA virus, atau akibat transduksi retrovirus. Penyisipan dan
transduksi menyebabkan perubahan fungsi proto-onkogen yang letaknya
berdekatan sehingga menjadi onkogenik.
Dalam melakukan fusi tidak selalu kedua bagian gen hibrid itu
memberikan kontribusi pada aktivitas biokimiawi protein hibrid, salah satu bagian
mungkin saja merupakan bagian yang pasif, misalnya hanya mengganggu fungsi
atau menggantikan domain yang fungsional. Translokasi tidak selalu
menghasilkan fusion gene, tetapi mengakibatkan ekspresi gen bersangkutan
meningkat karena diaktivasi oleh proto-onkogen yang berdekatan dan fungsinya
meningkatkan ekspresi gen. Contoh yang baik adalah translokasi gen c-myc dari
kromosom 8 ke kromosom 14 pada limfoma Burkitt (Gambar 5), atau translokasi
gen bcl2 dari kromosom 18 ke kromosom 14 dekat lokasi gen IgH pada limfoma
folikuler.6,8
Banyak tumor pada manusia mengandung gen ras yang mengalami point
mutation yang mengubah satu residu asam amino, biasanya pada residu 12, 13
atau 61. Point mutation ini telah terbukti bertanggung jawab atas terjadinya
transformasi dengan kemampuan lebih dari 100 kali lipat. Aktivasi gen ras akibat
mutasi ini sering dijumpai pada kanker. Proto-onkogen ret merupakan contoh lain
tentang bagaimana point mutations dapat mengaktifkan onkogen. Ret menyandi
reseptor permukaan yang memiliki domain intrasitoplasmik dan domain
ekstraseluler. Domain intrasitoplasmik reseptor ini merupakan protein kinase yang
dapat diaktifkan dengan pengikatan domain ekstrasel oleh ligand-nya. Mutasi gen
ret mengakibatkan domain ekstrasel hilang dan domain intrasel berada dalam
keadaan aktif terus menerus; di samping itu domain ini kehilangan spesifisitas
kinase, sehingga dapat dianggap sebagai salah satu contoh perubahan kualitatif
6
gen akibat mutasi. Mutasi ret dikaitkan dengan tumor endokrin herediter
(Gambar 6).
Gen p53.
Gen p53 adalah gen regulator yang banyak ditemukan di sel manusia.
Apabila diaktifkan, gen ini menyebabkan pembentukan suatu faktor transkripsi
yang melekat ke DNA sel dan bekerja seperti tombol untuk mencetuskan
transkripsi (replikasi) DNA.
Walaupun mekanisme kerja p53 belum diketahui pasti, ada indikasi bahwa
p53 bekerja untuk menghambat pertumbuhan sel. Ada beberapa hipotesis
mengenai mekanisme kerja p53, yaitu:
1. p53 mengenali dan kemudian mengikatkan diri pada suatu “specific sequence”
pada DNA yang diduga merupakan bagian tertentu yang berfungsi sebagai
regulator.
Gen p53 menyandi protein dengan nama sama (p53) yang berfungsi
sebagai aktivator transkripsi, yaitu menginduksi transkripsi gen yang menyandi
protein 21kd atau p21 yang berinteraksi dan menghambat berbagai kompleks
cyclin-Cdk. Di antara kompleks yang dihambat adalah kompleks yang
mengandung Cdk2 dan Cdk4, yaitu kompleks kinase yang bertanggung jawab atas
fosforilasi dan inaktivasi Rb. Dengan demikian, paling tidak salah satu
mekanisme kerja p53 dalam menghentikan siklus sel pada G1 adalah dengan
mempertahankan Rb dalam bentuk/konfigurasi “underphosphorylated”. Bila oleh
salah satu hal terjadi kerusakan DNA, ekspresi p53 dalam sel meningkat yang
menyebabkan peningkatan transkripsi p21 serta hambatan pada kompleks cyclin-
Cdk. Telah terungkap juga bahwa p53 menghambat ekspresi atau fungsi gen c-
myc dan ras. Karena checkpoints dimana p53 bekerja adalah pada fase G1 dan
G2/M, hal itu menyebabkan pertumbuhan sel terhenti pada fase G1 untuk
memberi kesempatan pada DNA repair genes untuk memperbaiki DNA sebelum
siklus berlanjut ke fase S untuk sintesis DNA, atau pada fase G2/M sebelum
terjadi mitosis. Dengan demikian dapat dihindarkan terbentuknya sel yang
mengandung DNA yang rusak, karena itu p53 disebut sebagai regulator negatif
pertumbuhan dan pembelahan sel. p53 juga membantu dalam proses induksi
transkripsi GADD45 (Growth Arrest and DNA Damage), suatu protein yang
terlibat dalam perbaikan DNA. GADD45 membantu menghentikan fase G1
dengan mekanisme yang belum diketahui. Sel yang mengalami defek p53 tidak
mampu menghentikan fase G1 maupun G2/M. Akibatnya adalah tidak ada
kesempatan bagi DNA repair genes untuk memperbaiki DNA, sehingga DNA
yang rusak diwariskan pada sel-sel turunannya. Hal ini menyebabkan
ketidakstabilan genetik dan peningkatan mutagenesis, misalnya peningkatan
mutation rate, amplifikasi onkogen, defek kromosom dan lain-lain sehingga
kemungkinan transformasi ganas menjadi lebih besar. Di samping memberikan
respons terhadap kerusakan DNA, p53 sendiri mempunyai peran aktif dan mampu
mendeteksi kerusakan DNA dan mampu menginduksi DNA repair (Gambar
8).7,10
Apoptosis
Seperti telah disebut di atas salah satu proses yang memberi dampak pada
jumlah sel dalam jaringan termasuk jaringan tumor adalah apoptosis. Apoptosis
adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses penting dalam pengaturan
homeostasis normal. Proses ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel
jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan
dengan demikian memelihara agar fungsi jaringan normal. Deregulasi apoptosis
mengakibatkan keadaan patologis, termasuk proliferasi sel secara tidak terkontrol
seperti dijumpai pada kanker. Ada berbagai bukti yang menyatakan control
apoptosis dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, di
antaranya gen p53, Rb, Myc, E1A dan keluarga Bcl2. Gangguan regulasi
proliferasi sel baik akibat aktivitas onkogen dominan maupun inaktivasi tumor
suppressor genes ada hubungannya dengan kontrol apoptosis.
Sasaran utama lesi genetik oleh karsinogen adalah DNA, dan apabila yang
terkena lesi adalah gen yang mengatur siklus dan pertumbuhan sel akan terjadi
disfungsi gen-gen bersangkutan dengan akibat transformasi. Salah satu jenis gen
yang sering mengalami lesi / mutasi adalah gen supresor tumor p53. Seperti telah
diketahui, p53 menghasilkan produk yang berfungsi sebagai aktivator transkripsi
yang berperan pada pengaturan siklus sel pada checkpoint tertentu, khususnya fase
G1 dan G2M. Sebagian besar mutasi gen p53 terletak antara codon 120 dan 290
pada exon 5-9. Bagian ini disebut “hot-spot” mutasi p53. Dalam perannya sebagai
aktivator transkripsi, protein p53 akan mengikat DNA secara spesifik sesuai
sekuennya (sequence specific). Mutasi pada p53 menyebabkan sifat sequence
specific ini hilang, sehingga p53 tidak berfungsi. Apapun penyebabnya, sudah
diterima secara luas bahwa perkembangan kanker secara umum terjadi melalui
beberapa tahap (multistep), yaitu inisiasi, promosi dan progresi. Walaupun ada
beberapa modifikasi sesuai dengan jenis karsinogen, di tingkat molekuler efek
biokimia dari berbagai jenis karsinogen adalah sama, yaitu pada umumnya
menyebabkan perubahan proto-onkogen menjadi onkogen melalui aktivasi
onkogen (activating mutation) atau inaktivasi gen supresor (inactivating
mutation). 2
Dari gambar 14 dapat dilihat bahwa lesi DNA oleh radiasi dapat menghasilkan
berbagai akibat biologis, tergantung pada densitas radiasi (linear energy transfer,
LET), dosis radiasi, interaksi radiasi dengan molekul sasaran, sensitifitas sel atau
jaringan yang terkena radiasi dan lain-lain. Lesi DNA dapat merangsang gen p53
untuk mentranskripsi p21 yang merupakan inhibitor cdk dan menyebabkan siklus
sel berhenti pada fase G1 (G1 arrest). Hal ini dimaksudkan untuk memberi
kesempatan kepada gen DNA repair memperbaiki DNA yang rusak. Kerusakan
DNA juga dapat mengakibatkan kematian sel terprogram (apoptosis) atau
menyebabkan instabilitas genetik dan menginduksi mutasi onkogenik yang lain.
Di samping itu radiasi juga dapat merusak DNA sel-sel sistem imun sehingga
berakibat imunitas menurun. 2
KESIMPULAN
3. Cornain S. Perangai Biologik Sel Kanker. Dalam: Course and Workshop The
5th Basic Science in Oncology; 29 - 31 Juli 2002; Jakarta, FKUI; 2002.
p.1-16
4. Kastan, M.B. Molecular Biology of Cancer: The Cell Cycle. In De Vita Jr.
Principles and Practice of Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott
Raven Pub; 1997
5. Watson, D.J., Baker, T.A., Bell, S.P. Molecular Biology of the Gene. Benjamin
Cummings. United States of America; 2004.
6. Smets LA. Molecular Basis of Childhood Cancer. In: Voute PA, Kalifa C,
Barrett A, editors. Cancer in Children Clinical Management. 4thed. Great
Britain: Oxford University Press; 1998. p.31- 42.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Basic Pathology. 6thed. Philadelphia: WB.
Sounders Co.; 1997. p.146-54
10. Daly JM, Bertagnolli M, DeCosse JJ, Morton DL. Oncology. In: Schwartz SI,
et al. Principles of Surgery. Volume 1 7thed. New York: McGraw Hill;
1999. p.307-28
11. Knowles M.A., 2005. Oncogenes and Tumor Suppressor Gene. In : Knowles
M.A., Selby P.J., Introduction to The Cellular and Molecular Biology of
Cancer. Oxford University Press.; 117 – 150
12. Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Internapublishing.