Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata geologi berasal dari bahasa Yunani, geo berarti bumi dan logos berarti

ilmu. Jadi geologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi, komposisinya,

struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya. Jadi pada saat

mempelajari geologi, konsep penting yang harus diingat adalah “Present is the key to

the past” dimana kita akan banyak mempelajari tentang masa lalu seperti proses

terbentuknya sebuah patahan melalui data-data yang ada di masa kini.

Ilmu geologi secara tradisional terbagi menjadi dua bagian, yaitu geologi fisik

dan geologi sejarah. Namun, kita hanya akan membahas mengenai Geologi Fisik yang

menjadi salah satu mata kuliah di program studi Teknik Pertambangan. Geologi Fisik

atau Physical Geology merupakan ilmu geologi yang mempelajari tentang material-

material penyusun bumi seperti susunan dan komposisi dari bahan-bahan yang

membentuk bumi, selaput udara yang mengitari bumi, khususnya bagian yang melekat

dan berinteraksi dengan bumi, kemudian selaput air atau hidrosfir, serta proses-proses

yang bekerja di atas permukaan bumi seperti pelapukan, pengikisan, pemindahan dan

pengendapan. yang Dipicu oleh energi Matahari dan tarikan gaya berat bumi.

Kabupaten Barru memiliki kondisi geografis yang cukup strategis untuk

pengembangan berbagai potensi yang dimiliki baik dalam sektor ekonomi atau sosial

budaya. Kabupaten barru memiliki sifat geologi yaitu seri endapan gunung api yang

meliputi 32.411 Ha (27.59% dari total wilayah kabupaten), dengan berbagai jenis

1
batuan penyusunnya. Litologi penyusun geologi Kabupaten Barru dapat dibagi menjadi

11 kelompok (1) kompleks ophioloit Barru (2) batuan malihan (3) kompleks Melange

(4) formasi Belangbaru (5) Formasi Mallawa (6) Formasi Tonasa (7) formasi Camba (8)

anggota batuan gunung api camba (9) anggota batu gamping formasi Camba (10)

batu gamping formasi Walanae dan (11) endapan alluvium. Pada umumnya kondisi

topografi Kabupaten Barru berupa dataran tinggi dan perbukitan pada ketinggian 100-

500 m dari permukaan laut (mdpl).Wilayah tersebut berada di sepanjang Timur

Kabupaten, sedangkan bagian barat, topografis wilayah dengan ketinggian 0-20 m dpl

berhadapan dengan selat Makassar.

Mata kuliah geologi fisik adalah salah satu mata kuliah yang tidak bisa lepas

dari praktik lapangan. Seperti yang diketahui bahwa praktik tanpa teori adalah buta

sedangkan teori tanpa praktik adalah lumpuh. Banyak sekali material-material

penyusun bumi yang berada di daerah Barru siap untuk diteliti. Berdasarkan uraian di

atas maka ditetapkan fieldtrip geologi fisik akan dilaksanakan di Kampus Lapangan

Universitas Hasanuddin yang terletak di Desa Anabanua, Kelurahan Daccipong,

Kecamatan Barru, Kabupaten Barru.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud praktikan mengikuti kegiatan field trip kali ini adalah untuk melulusi

mata kuliah geologi fisik dengan jumlah sks sebanyak tiga.

Tujuan dari diadakannya field trip geologi fisik ini adalah:

a. Mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui berbagai jenis batuan yang

terdapat di daerah penilitian.

b. Mahasiswa dapat mengetahui cara menggunakan alat-alat geologi seperti

kompas geologi dan palu geologi serta dapat mengetahui cara mengukur

strike dan Dip dari sebuah singkapan batuan.

2
1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada pendeskripsian berbagai jenis batuan penyusun

kerak bumi, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Selain itu

praktikan mengukur strike dan dip dari sebuah singkapan batuan dan mengamati

struktur geologi yang berada di daerah Barru, contohnya rekahan.

1.4 Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah

Kegiatan Field Trip atau praktik lapangan mata kuliah geologi fisik

dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 5 dan 6 Desember 2015. Field trip

diadakan di Desa Anabanua, Kelurahan Daccipong, Kecamatan Barru, Kabupaten

Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Kami menggunakan 3 unit bus untuk mahasiswa dan

mobil untuk dosen pembimbing. Kami berangkat dari Kampus Teknik Unhas Gowa

pada pukul 09.00 WITA dan tiba di Kampus Lapangan Unhas Barru sekitar pukul 15.20

WITA.

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Genesa Batuan

Genesa adalah istilah digunakan dalam ilmu geomorfologi yang berarti

pembentukan batuan/mineral. Para Ahli mengelompokkannya menjadi tiga kelompok

besar, yaitu (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, dan (3) batuan malihan atau

metamorfis. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli Geologi terhadap

batuan, menyimpulkan bahwa antara ketiga kelompok tersebut terdapat hubungan

yang erat satu dengan lainnya, dan batuan beku dianggap sebagai “nenek moyang”

dari batuan lainnya. Dari sejarah pembentukan Bumi, diperoleh gambaran bahwa pada

awalnya seluruh bagian luar dari Bumi ini terdiri dari batuan beku. Dengan perjalanan

waktu serta perubahan keadaan, maka terjadilah perubahan-perubahan yang disertai

dengan pembentukan kelompok-kelompok batuan yang lainnya. Proses perubahan dari

satu kelompok batuan ke kelompok lainnya, merupakan suatu siklus yang dinamakan

“daur batuan”. Konsep daur batuan ini merupakan landasan utama dari Geologi Fisik

yang diutarakan oleh James Hutton. Dalam daur tersebut, batuan beku terbentuk

sebagai akibat dari pendinginan dan pembekuan magma. Pendinginan magma yang

berupa lelehan silikat, akan diikuti oleh proses penghabluran yang dapat berlangsung

di bawah atau di atas permukaan Bumi melalui erupsi gunung berapi. Kelompok

batuan beku tersebut, apabila kemudian tersingkap di permukaan, maka ia akan

bersentuhan dengan atmosfir dan hidrosfir, yang menyebabkan berlangsungnya proses

pelapukan.

4
Gambar 2.1 Rock Cycle atau siklus batuan

Melalui proses ini batuan akan mengalami penghancuran. Selanjutnya, batuan

yang telah dihancurkan ini akan berpindah dari tempatnya berkumpul oleh gaya berat,

air yang mengalir d iatas dan di bawah permukaan, angin yang bertiup, gelombang di

pantai dan gletser di pegunungan-pegunungan yang tinggi. Media pengangkut tersebut

juga dikenal sebagai alat pengikis, yang dalam bekerjanya berupaya untuk meratakan

permukaan Bumi. Bahan-bahan yang diangkutnya baik itu berupa fragmen-fragmen

atau bahan yang larut, kemudian akan diendapkan di tempat-tempat tertentu sebagai

sedimen. Proses berikutnya adalah terjadinya ubahan dari sedimen yang bersifat lepas,

menjadi batuan yang keras, melalui pembebanan dan perekatan oleh senyawa mineral

dalam larutan, dan kemudian disebut batuan sedimen.

Apabila terhadap batuan sedimen ini terjadi peningkatan tekanan dan suhu

sebagai akibat dari penimbunan atau terlibat dalam proses pembentukan pegunungan,

maka batuan sedimen tersebut akan mengalami perubahan untuk menyesuaikan

5
dengan keadaan lingkungan yang baru, dan terbentuk batuan malihan atau batuan

metamorfis. Apabila batuan metamorfis ini masih mengalami peningkatan tekanan dan

suhu, maka ia akan kembali leleh dan berubah menjadi magma. Panah-panah dalam

gambar, menunjukan bahwa jalannya siklus dapat terganggu dengan adanya jalan-

jalan pintas yang dapat ditempuh, seperti dari batuan beku menjadi batuan

metamorfis, atau batuan metamorfis menjadi sedimen tanpa melalui pembentukan

magma dan batuan beku. Batuan sedimen dilain pihak dapat kembali menjadi sedimen

akibat tersingkap ke permukaan dan mengalami proses pelapukan.

2.1.1 Batuan Beku

Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin

dan mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi baik di bawah permukaan sebagai

batuan instrusif maupun di atas permukaan bumi sebagai ekstrutif. Batuan beku dalam

bahasa latin dinamakan igneus (dibaca ignis) yang artinya api. Berdasarkan teksturnya

batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik. Batuan

beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relatif lebih lambat

sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Contoh batuan beku plutonik ini

seperti gabro, diorite, dan granit (yang sering dijadikan hiasan rumah). Sedangkan

batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat

(misalnya akibat letusan gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih kecil.

Contohnya adalah basalt, andesit (yang sering dijadikan pondasi rumah), dan dacite.

Batuan beku insteusif atau instrusi atau plutonik adalah batuan beku yang

telah menjadi kristal dari sebuah magma yang meleleh di bawah permukaan Bumi.

Magma yang membeku di bawah tanah sebelum mereka mencapai permukaan bumi

disebut dengan nama pluton. Nama Pluto diambil dari nama Dewa Romawi dunia

bawah tanah. Batuan dari jenis ini juga disebut sebagai batuan beku plutonik atau

6
batuan beku intrusif. Sedangkan batuan belu ekstrusif adalah batuan beku yang terjadi

karena keluarnya magma ke permukaan bumi dan menjadi lava atau meledak secara

dahsyat di atmosfer dan jatuh kembali ke bumi sebagai batuan.

2.1.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil

perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun

organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian

mengalami pembatuan.

Sedimen berdasarkan proses terjadinya:

1. Sedimen klastik yaitu diangkut dari tempat asal kemudian diendapkan tanpa

harus mengalami proses kimiawi. contohnya : batu breksi (kerikil dengan

sudut tajam), konglomerat (kerikil dengan sudut tumpul), pasir.

2. Sedimen kimiawi, endapan hasil pelarutan kimiawi. misal : gips, batu garam.

3. Sedimen organik, Dipengaruhi unsur organik. sebagai contoh batu bara dan

batu gamping.

Sedimen berdasarkan tenaga pengangkutnya:

1. Sedimen aquatis, diendapkan oleh air. contoh batu pasir dan lumpur

2. Sedimen aeolis, sedimen yang diendapkan oleh angin. tanah los dan pasir

3. Sedimen glasial, terbentuk karena tenaga gletser. misal morena, tanah lim.

4. Sedimen marine, terbentuk oleh air laut. misal delta.

Sedimen berdasarkan tempat diendapkannya

1. Sedimen teretis, berada di darat. misal tanah loss, batu tuff, breksi.

2. Sedimen fluvial, berada di dasar sungai. contoh pasir

3. Sedimen marine, didasar laut. misal batu karang, batu garam.

4. Sedimen palludal atau limnis, berada dirawa atau danau. contoh gambut

7
5. Sedimen glasial, contoh batu morena yang terjadi daerah es.

6. Sedimen marginal, berada di pantai.

2.1.3 Batuan Metamorf

Batuan metamorf atau yang disebut juga dengan nama batuan malihan

adalah sekelompok batuan yang merupakan hasil dari ubahan atau transformasi dari

suatu tipe batuan yang sudah ada sebelumnya (protolith) oleh suatu proses yang

dinamakan metamorfosis atau perubahan bentuk. Batu gneis, batu sabak, batu

marmer dan batu skist merupakan beberapa contoh dari batuan metamorf.

Batuan metamorf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Batuan Metamorf Kontak adalah Batuan yang mengalami metamorfose

sebagai akibat dari adanya suhu yang sangat tinggi (sebagai akibat dari

aktivitas magma). Contohnya batu kapur (gamping) menjadi marmer.

2. Batuan Metamorf Dinamo adalah Batuan yang mengalami metamorfose

sebagai akibat dari adanya tekanan yang tinggi (berasal dari tenaga endogen)

dalam waktu yang lama. Contohnya batu lumpur (mud stone) menjadi batu

tulis (slate).

3. Batuan Metamorf Kontak Pneumatolistis, adalah Batuan yang mengalami

metamorfose sebagai akibat dari adanya pengaruh gas-gas yang ada pada

magma. Contohnya kuarsa dengan gas fluorium berubah menjadi topas.

Batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh

proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan

batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas

atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses

isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang

8
mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui

fase cair.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan

temperatur, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas. Perubahan temperatur

dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya pemanasan

akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil

juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu

massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada

umumnya pada suhu 1500 C + 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral

Mg – carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane.

Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah

berkisar 6500 C – 11000 C, tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey,

1994).

Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi

dasarnya. Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan

permukaan yang besarnya beberapa bar saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi

pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar.

Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir

batuan, mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang

banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik.

Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat

membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis.

2.2 Geologi Regional

9
Geologi regional merupakan ilmu yang mempelajari tentang distribusi

sekelompok batuan (formasi) baik jenis, strukturnya (stratigrafi) maupun urutan

pembentukannya (litologi) yang membentuk suatu pola dalam luasan area tertentu.

Geologi regional untuk wilayah Kabupaten Barru terbagi menjadi tiga bagian, yaitu

Geomorfologi Regional, Stratigrafi Regional dan Struktur Geologi Regional.

2.2.1 Geomorfologi Regional

Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan padan

umumnya terdapat didaerah bagian timur,wilayah bagian barat merupakan pedataran

yang relative sempit dan dibatasi oleh selat makasar.Daerah ini menyempit ke Utara

dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit, kemudian di sebelah

selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh berbagai macam batuan namun

yang dominan adalah Batugamping.

Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan

bumi baik secara fisik secara fisik maupun kimia (Thornbury, 1954) penyebab dari

proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :

1. Tenaga Eksogen

Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angina,suhu,dan air.Dengan adanya

tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi,pelapukan,dan

degradasi.

2. Tenaga Endogen

Tenaga ini cenderung untuk membangun,dapat berupa gempa,gaya-gaya

pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga endogen maka

dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi.

Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut diatas maka terbentuknya bentang

10
alam dengan kenampakan yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan

tenaga yang mempengaruhi pembentukannya.

Kenampakan bentang alam di daerah Barru umumnya merupakan daerah

perbukitan dan pegunungan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan

sebagian lagi nampak membulat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh karakteristik

masing-masing batuannya. Pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang

telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakan bentang alam seperti yang

nampak sekarang ini.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka pengelompokan satuan morfologi di

daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya

serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak

sekarang pembagian satuan morfologi adalah sebagai berikut:

1. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua

Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua mempunyai sudut

kemiringan lereng antara 5-20 %.Satuan morfologi ini umumnya membentuk

jalur gawir sesar turun,menempati daerah-daerah bagian utara daerah

penelitian yang memanjang dari dusun Galungsalawe,Bale,Ampela,dan

Buludua dibagian timur.

Permukaan gawir sesar ini menghadap ke Selatan dimana permukaan

gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut yang ditandai dengan

adanya gerakan tanah berupa landslide di Aledjang yang akibatnya material-

material hasil erosi tersebut diendapkan pada dasar tebing.Kenampakan

morfologi akibat pengaruh sesar dapat pula terlihat pada kenempakan

permukaan gawir yang memotong perlapisan batuan dilereng selatan B.

Laposso. Kenampakan lainnya berupa tebing yang terjal dengan dasar-dasar

11
lembah yang sempit dan landai dapat dijumpai dibeberapa tempat

disepanjang jalur morfologi gawir sesar ini.

Sungai yang mengalir pada daerah satuan morfologi ini adalah sungai watu

dengan beberapa anak sungai yang mengalir dari arah timur ke barat dengan

tipe genetic sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi

ini adalah Breksi, Batugamping, dan Napal.

Proses erosi yang bekerja pada daerah ini relative besar karena sifat

batuannya yang kurang resisten dan adanya aktivitas penduduk setempat

yang mengadakan pengolahan lahan untuk diguinakan sebagai daerah

permukiman,perkebunan,dan persawahan yang mempercepat terjadinya

erosi.

2. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula - B.Pitu

Penamaan satuan morfologi ini didasarkan pada proses geomorfologi serta

bentuk morfologi dan keadaan fisik batuan sebagai hasil dari aktivitas

denudasi yang terjadi dan dominant terdapat pada daerah tersebut. Aktivitas

denudasi berupa proses pelapukan, erosi, dan longsoran merupakan kegiatan

yang dapat merombak dan membentuk permukaan bumi. Satuan morfologi

pegunungan denudasi B.Musula - B.Pitu menyabar dibagian timur laut

B.Laposso (931 m). Penyebaran satuan morfologi ini meliputi beberapa daerah

pegunungan yang memenjang dari arah barat ke timur yaitu B.Matjekke (431

m), B.dua (938 m) danm B.Musula (819 m). B.Matonrong (903 m). B.Pitu

(342 m), dan Kalukku (407 m) dengan sudut kemiringan antara 10-70 %.

Terdapat bebrapa perbukitan disekitar B.Pitu, B.Masula, dan B.Matonrong

dengan arah penyebaran pegunungan bukit yang memanjang dari barat laut

tenggara.

Aktivitas denudasi Dipegunungan seperti B.dua memperlihatkan danya sisa-

12
sisa erosi dan pelapukan yang mengikis senagian pegunungan tersebut. Pada

beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk

akibat adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana keadaan soil pada

bagian puncak bukit sangat tipis namun pada bagian lembah yang mempunyai

soil yang tebal.Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adlah

S.Birunga dengan beberapa anak sungainya yang mempunyai pola aliran

dentritik dengan tipe genetik sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun

satuan morfologi pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi

vulkanik kecuali pada daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya

terdiri dari dari batuan beku andesit dan diorite yang merupakan satuan

intrusi bentuk sill.Satuan morfologi ini sebagian digunakan oleh penduduk

setempat sebagai daerah permukiman dan persawahan.

3. Satuan Morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua

Penamaan satuan morfologi ini didasarkan atas struktur geologi yang lebih

dominan terdapat pada daerah tersebut dan memberikan pengaruh terhadap

pembentukan bentang alamnya.

A. Pola Aliran Sungai

Sungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak didaerah

barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran tang tidak teratur

sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi batugamping.Sungai

urunga dengan beberapa anak sungainya terdapat disebelah selatan dengan aliran

tegak lurus dengan sungai utama. Sungai umpung yang mengalir dari arah barat ke

timur dan Sungai Ule’ mengalir dari arah utara ke selatan.Sungai tersebut mengalir

pada satuan breksi vulkanik batugamping dan serpih. Berdasarkan pada kenampakan

dan data-data yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran

sungainya adalah aliran rectangular dan dentritik.

13
B. Tipe Genetik Sungai

Sungai-sungai yang mengalir didaerah Barru pada umumnya menunjukkan

aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan batuan,sehingga dengan

demikian dapat digolongkan sebagai sungai dengan tipe aliran Obsekuen.

C. Kuantitas air sungai

Sungai-sungai yang terdapat di Barru termasuk jenis sungai periodic dimana

kuantitas airnya besar,pada musim hujan tetapi pada musim kemarau airnya kecil atau

kering.

F. Stadia Daerah

Daerah Barru umumnya memperlihatkan kenampakan bentang akam berupa

perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah tampak meruncing dan setempat-

setempat terjadi penggundulan pada bukit-bukit.Bentuk lembah umumnya masih

sempit dengan lereng terjal yang diakibatkan oleh proses erosi lebih lanjut.

Sebagian sungai nampak menempati dasar lembah dan relative lurus dengan aliran

yang tidak begitu deras,disamping itu pula dataran pedaratan belum begitu meluas.

Berdasarkan pada kenampakan dari ciri-ciri bentang alam seperti yang telah

disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa stadia daerah termasuk dalam stadia

muda manjelang Dewasa.

2.2.2 Statigrafi Geologi Regional

Daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis

bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah mengalami gangguan struktur

sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak

14
beraturan.Sebagian batuannya telah mengalami pelapukan dan peremukan hingga

nampak kurang segar terutama pada napal.

Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarakan atas cirri-ciri fisik

dilpangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan tektonik antar batuan dapat

dikorelasikan secara vertical maupun lateral dan dapat Dipetakan dalam skala 1 :

25.000.Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan

dalam 5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang muda sampai yang ke tertua

yaitu sebagai berikut :

1. Satuan batuan beku intrusi

2. Satuan breksi

3. Satuan napal

4. Satuan breksi batugamping tonasa

5. Satuan batupasir mallawa

6. Satuan serpih balangbaru

Pembahasan lebih lanjut dari setiap satuan batuan dari yang tertua ke yang

termuda sebagai berikut :

A. Satuan serpih balangbaru

Penyebaran batuan ini tidak terlalau meluas yang menempati bagian sungai

umpung dengan arah umum perlapisan baratdaya-timur laut. Ciri litologi berwarna

segar ungu dan jika lapuk berwarna abu-abu dengan tekstur klastik halus berukuran

lempung, dan ketebalan perlapisan berukuran antara 1-10 cm. Ukuran butir lempung

dan struktur berlapis.

Lingkungan pengendapannya dari satuan serpih ini didasarkan ciri-ciri litologi

dimana dijmpai perlapisan tipis dengan ukuran butir lempung yang menunjukkan

lingkungan pengendapan tenang atau laut dalam. Penentuan umur serpih Diperkirakan

15
berumur kapur termasuk dalam formasi Balangbaru.Hubungan stratigrafi dengan

litologi diatasnya adalah tidak selaras.

B. Satuan batupasir Mallawa

Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas dominasi dan pelemparan batuan

penyusunnya serta cirri-ciri litologi.Penyebaran satuan batupasir ini meliputi bagian

barat daerah Barru dengan arah umum perapisan berarah Utara-Selatan. Kenampakan

satuan batuan ini menunjukkan adanya kesan perlapisan, dalam keadaan segar

berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar, mengandung mineral kuarsa. Dalam

satuan ini terdapat angota-anggota berupa batupasir, konglomerat, batulanau,

batulempung dan napal.Dengan sisipan batubar berupa lensa.

Umur satuan batuan ini Diperkirakan antar Paleosen sampai Eosen Bawah,

hubungan stratigrafi dengan satuan batuan dibawahnya adaklah tidak selarasa dengan

satuan batuan diatasnya.

C. Satuan breksi batugamping

Penamaan satuan batuan ini didasarakan pada dominasi dan pelemparan batuan

penyusunnya.Ciri litologi kompak dan keras serta bersifat karbonatan. Batruan ini

terdiri atas fragmen berupa sekis,glaukonit,kuarsit, batugamping dan fosil serta matriks

berupa lempung. Berdasarkan hal tersebut diatas makasatuan batuan ini dinamakan

satuan breksi batugamping.

Penyebaran satuan ini meliputi sebelah barat alut dan sebagaian didaerah

Buludua, yang pada umumnya menempati daerah satuan morfologi perbukitana gawir

sesar Aleojang Buludua denga nsudut kemiringan lereng antara 10-20 %.Arah umum

perlapisan batau relatif berarah baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan 25-37o

dan ketebalan relative satuan breksi batu gaming adalah 264 meter.

Kenampakan satuan breksi batugamping menunjukkan adanya kesan perlapisan umum

16
namun adapula yang terdapat dalam bentuk bongkahan. Tebal lapisan antara 16-60

cm. berwarna putikh kekuning-kuningan dalam keadaan segar dan lapuk berwarna

abu-abu kehitaman. Klastik kasar dengan sortasi jelek dan mengandung fosil,mineral

glukonit,muskovit,dan sekis.

Fosil yang dijumpai berupa foraminifera besar yaitu Nummulites gizehensis

TAMARCK dan Discocyline indopacticia GALLOWAY. Berdasarkan cirri-ciri litologi

dimana ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang berbeda, disusun oleh mineral

mineral berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan kehadiran mineral glaukonit.

Penetuan umur dari satuan ini dari satuan ini didasarkan atas kandungan fosil yang

dijumpai antar Eosen Awal sampai Eosen Tengah.Hubungan stratigrafi antar satuan

breksi batugamping dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan menjemari denga

nsatuan Batunapal yang tidak selaras dengan breksi vulkaik yang berasda

diatasnya.Satuan batuan ini termasuk dalam formasi tonasa.

D. Satuan Napal

Penyebaran satuan ini meliputi daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele dan

sebagian terdapat di daerah timur laut.Sebagian dar isatuan batuan ini menempati

daerah satuan morfologi perbukitan sesar,gawir aledjang buludua dan sebagian lagi

terdapat pada daerah yang daerahnya relative datar arah umum perlapisan batuan

beraraha baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan antara 23-840Kenampakan

satuan napal menujukkan adanya perlapisan dengan ketebalan anatar 25-50 cm.

dalam keadaan segar, batuan ini berwarna putih keabuan dan lapuk berwarna kuning

keabuan, tekstur klastik.

Dari hasil analisa secara mikro paleontologi dijumpai fosil foraminifera plantonik

yaitu Globigerina boweci HOLL dan Glubegeris indeks FINLAY sedang fosil foraminifera

bentonik yaitu Textularia agglutinans D` ORBTONY. Berdasarkan kandungan fosi lini

17
ditentukan lingkungan pengendapanya yaitu pada inner neritic - middle neritik denga n

kedalaman 0-100m, atau lingkungan laut dangkal (TIPSWORD & SITTZER 1975).Umur

satuan ini yaitu Eosen Tengah bagian bawah (POSTUMA 1970) yang ditentukan dari

kandungan fosilnya. Hubungan stratigrafi antara satuan ini dengan batuan yang ada

disekitarnya yaitu batuan breksi batugamping menjemari dan dengan satuan breksi

vulkanik yang berada diatatasnya adalah tidak selaras. Satuan ini termasuk dalam

formasi Tonasa.

E. Satuan Breksi Vulkanik

Satuan breksi vulkanik penyebaranya meliputi beberapa pegunungan yaitu B.

laposso, B. masula, B. matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti

menrong,parjiro adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di daerah

aliran sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan morfologi

pegununga ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan umumnya barat

laut timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 – 25 %.Kenampakan dari

satuan brekasi vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan denag nkletebalan lapisan

antara 35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik berupa batuan beku yaitu Basalt,

andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica denga nsortasi buruk. Ukuran fragmen

yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut tanggung.

Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil mikro dan makro sehingga satuan ini

disebandingkan dengan batuan vulkanik camba yang barumur Miosen Tengah sampai

Miosen Akhir.Hubungan stratigrafi dengan batuan yang ada di atasnya maupun yang

ada diaatasnya adalah tidak selaras.

F. Satuan batuan beku intrusi

18
Satuan in terdiri dar idua anggota yaitu batuan diorite dan batuan andesit.Batuan

beku diorite penyebarannya meliputi daerah B. Matjekke dan sebagian kecil terdapat

disebelah selatan barat laut. Batuan ini menempati daerah satuan morfologi

pegunungan denudasi B.masula, B.pitu, dalam keadaa segar batua ini berwarna abu-

abu dengan struktur kompak,tekstur faneritik dan bentuk kristal subhedral-anhedral

ukuran mineral 1-2,3mm.Penentuan umur batua ndiorit disebandingkan dengan hasil

peneliti terdahulu (RA SUKAMTO 1982) yaitu berumur Miosen. Kenampakan batuan ini

dalam keadaan segara menampakkan warna abu-abu kehitaman, struktur

vasikuler,tekstur afanitik, komposisi mineral plagioklas,hornblend. Umur batuan beku

andesit ini adalah Miosen berdasarkan hasil radiometri K/Ar terhadap mineral

Hornblende.

2.2.3 Strukutur Geologi Regional

Struktur geologi di daerah penelitian terdiri atas :

1. Struktur lipatan

Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan

sediment,batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan

suatu bentuk yang bergelombang (MARI AND P. BTLLINGS 1979).

Struktur lipatan yang berkembang di daerah Barru adalah Struktur sinklin

waruwue, sebagian besar terletak dibagian memanjang dari arah baratlaut

ke tenggara dengansumbu lip;atana sekitar 10 km dan mempunyai benatu

kyan relative melengkung dan merupakan suat usinklin asimetris. Satuan

batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu breksi vulkanik yang

Diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal dan satuan breksi

batugamping. Umur dari batuantersebut adalah Eosen Awal – Miosen Akhir

19
ingga Diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk setelah

Miosen Akhir.

2. Struktur Sesar

Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami

pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang

berhadapan dan arahnya sejajar dengan bidang patahan (Sukendar Asikin,

1979). Struktur sesar yang dijumpai pada daerah Barru bagiantimur antar

lain: Sesar normal Bale, Sesar geser Aledjang, dan Sesar Geser Buludua

20
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Palu Geologi

Palu Geologi digunakan untuk mengambil sampel batuan. Palu batuan beku

berbentuk runcing Dipakai untuk memecah batuan keras seperti pada batuan beku dan

metamorf, sedangkan untuk yang bentuknya berujung datar umumnya digunakan

untuk batuan yang berlapis seperti batuan sedimen dan mengambil fosil.

Gambar 3.1 Palu Geologi

2. Kompas Geologi

Kompas Geologi digunakan untuk mengukur kedudukan struktur geologi,

menunjukkan posisi geografi yang benar, mengukur kemiringan suatu bidang atau

lereng, dan mengukur jurus suatu objek.

21
Gambar 3.2 Kompas Geologi

3. Rol Meter (50 m)

Rol meter digunakan dalam kegiatan lapangan field trip ini untuk mengukur jarak

lintasan dalam suatu daerahatau tempat ataupun mengukur ketebalan lapisan, lebar

singkpan, panjang singkapan dan tinggi suatu singakpan batuan.

Gambar 3.3 Rol meter (50 m)

4. Kamera Digital

Kamera digital berfungsi untuk mengambil gambar/foto pada kegiatan field trip.

22
Gambar 3.4 Foto Digital

5. Lup

Lup digunakan untuk mengamati suatu mineral atau fosil kecil (mengamati

batuan) dan perbesaran lup yang digunakan adalah sepuluh.

Gambar 3.5 Lup

6. Papan Scanner

Papan Scanner digunakan sebagai alas ketika menulis. Selain itu, juga sebagai

alat bantu ketika mengukur strike dan Dip batuan.

23
Gambar 3.6 Papan Scanner

7. Sepatu

Sepatu berfungsi untuk melindungi kaki dari lapangan yang ekstrim yang dapat

membuat kaki terluka.

Gambar 3.7 Sepatu

8. Tas Carrier

Tas carrier berfungi untuk menyimpan barang-barang yang akan digunakan

dilapangan dan untuk menyimpan sampel batuan dari setiap setiap singkapan.

24
Gambar 3.8 Tas Carrier

9. Topi Rimba

Topi Rimba berfungsi untuk melindungi wajah dan kepala dari sinar matahari.

Gambar 3.9 Topi Rimba

10. Celana dan Baju Parasut

Celana dan Baju Parasut berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk

mengurangi berat beban pada tubuh dan melindungi tubuh dari hujan.

25
Gambar 3.10 Celana dan Baju Parasut

11. Jas Hujan

Jas Hujan berfungsi untuk melindungi diri dari hujan dan basahnya peralatan

Field Trip

Gambar 3.11. Jas Hujan

12. Buku Lapangan

Buku lapangan berfungsi untuk menulis hal-hal yang penting dilapangan seperti

hasil pengukuran, sketsa, deskripsi, dan lain-lain.

26
Gambar 3.12 Buku Lapangan

3.1.2 Bahan

1. Kertas HVS A4

Kertas HVS berfungsi untuk digunakan menulis deskripsi data batuan.

Gambar 3.13 Kertas HVS A4

2. Pulpen

Pulpen berfungsi untuk mencatat data yang diteliti setiap stasiun.

Gambar 3.14 Pulpen

27
3. Pensil

Pensil berfungsi untuk menggambar data singkapan setiap batuan.

Gambar 3.15. Pensil

4. Spidol Permanen

Spidol permanen berfungsi untuk menandai kantong sampel dan sebagai

pembanding.

Gambar 3.16. Spidol Permanen

5. Larutan HCl

Larutan HCL berfungsi untuk menguji batuan apakah mengandung senyawa

karbonat.

28
Gambar 3.17. Larutan HCl

6. Kantong Sampel

Kantong sampel berfungsi sebagai wadah penyimpan sampel batuan yang diteliti.

Gambar 3.18 Kamtong Sampel

7. Steples

Steples berfungi sebagai penyatu kertas-kertas menjadi satu.

Gambar 3.19 Steples

29
3.2 Metode Pengambilan Data

3.2.1 Pengambilan Gambar dan Sketsa

Sesaat setelah sampai di sebuah stasiun atau singkapan batuan, hal yang

pertama dilakukan adalah mengambil sketsa dan gambar singkapan tersebut. Adapun

arah pengambilan sketsanya harus Diperhatikan dan dicatat dengan seksama untuk

memberikan gambaran jelas posisi singkapan pada saat itu.

Arah pengambilan sketsa diambil menggunakan kompas dengan membidik

singkapan hingga titik pusat pembidik tepat di titik pusat alat pembidik. Kemudian

catat sudut yang ditunjukkan kemudian sketsa objek yang ada pada alat pembidik.

Setelah sketsa rampung, dilakukan pengambilan gambar dengan menggunakan

kamera digital dengan arah dan sudut yang sama dengan arah sketsa.

3.2.2 Pengukuran Strike dan Dip

Strike adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan

bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Sedangkan Dip adalah derajat yang dibentuk

antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike.

Strike/Dip diukur pada jenis batuan sedimen yang berlapis atau kekar yang terdapat

pada batuan beku serta pada batuan metamorf.

A. Mengukur Strike

Dengan menggunakan sisi E (east) badan/tubuh geserlah hinnga gelembung

uadara yang ada dalam bull’s eye level masuk kedalam lingkaran. Biarkan hingga

30
jarum menjadi stabil kemudian amati sudut yang ditunjuk arah utara tulislah sesuai

dengan N_0E. Cara mengukur Strike:

1. Carilah bidang batuan yang akan diukur strikenya tempelkan sisi E(east)

badan komaps ke bidang batuan dengan lengan kompas searah dengan strike.

2. Geserlah sampai gelembung udara pada buul’s eye level tetap ditengah.

3. Bacalah derajat yang ditunjukkan oleh jarum utara yaitu jarum yang

menunjuk keutara ketika menghadap utara.

B. Mengukur Dip

Dengan menempelkan sisi w(west) badan/tubuh kompas geser hingga

gelembung udara terletak diantara garis dalam klinometer level ditengah-tengahnya,

kemudian baca sudut dalam klinometer scale. Cara mengukur Dip:

1. Menempelkan sisi W(west) badan kompas ke bidang batuan dengan lengan

tegak lurus strike.

2. Pada bagian belakang kompas terdapat ruas kecil untuk memutar level

tabung/klinometer level. Kemudian putarlah level tabung sampai gelembung

tepat di tengah.

3. Kemudian bacalah derajat yang ditunjukkan derajat klinometer derajat Dip

900

3.2.3 Pengambilan dan Deskripsi Sampel

Pengambilan sampel berupa batuan dilakukan menggunakan palu geologi

dengan mengetuk bidang patahan perlapisan. Kemudian sampel dimasukka ke dalam

31
kantong sampel yang telah ditandai dengan nomor stasiun, no urut sampel, NIM dan

waktu pengambilan sampel.

3.3 Metode Deskripsi Batuan

3.3.1 Batuan Beku

1. Morfologi ` : Berupa kondisi bentang alam yang terdapat disekitar singkapan

2. Tata Guna Lahan``: Fungsi lahan

3. Warna : Warna dari batuan beku. Terdiri dari warna segar dan lapuk

4. Tekstur

Terdiri dari kristanilitas, granularitas dan fabric. Kristalinitas terbagi atas 3 yakni

holokristalin, ketika seluruh batuan tersusun dari Kristal, hipokristalin atau hipohialin

ketika sebagian batu tersusun dari Kristal atau gelas, dan holohialin ketika seluruh batu

tersusun dari gelas.

Granularitas terbagi atas 3 yaitu faneritik, yakni mineralnya dapat diamati secara

makroskopik dan berbutir kasar, porfiritik, yakni memperlihatkan adanya butir Kristal

yang tidak seragam, dan afaniti, yakni mineralnya tidak dapat diamati secara

makroskopik dan berbutir halus.

Fabrik terbagi menjadi dua bagian, yakni bentuk dan relasi. Bentuk fabric

terbagi lagi menjadi 3, yakni euhedral atau Kristal sempurna, subhedral atau sebagian

Kristal tidak sempurna, dan anhedral atau seluruh Kristal tidak sempurna. Sedangkan

relasi terbagi atas dua, yakni equigranular, ketika butir penyusun batuan mempunya

ukuran yang relative seragam dan inequigranular, ketika butir penyusun batuan

berbeda-beda ukurannya.

32
5. Struktur

Struktur batuan beku terbagi menjadi empat, yaitu masif (kompak), vesikuler

(berongga), berlapis dan struktur aliran. Masif ketika mineral-mineral penyusunnya

kompak, vesikuler ketika permukaan batuan memiliki lubang-lubang, berlapis akibat

pemilahankrital yang berbeda pada saat pembekuan, dan struktur aliran dimana Kristal

berbentuk prismatic panjang.

6. Komposisi Mineral : Mineral fenokris, massa dasar dan alterasi.

7. Mineralisasi : Perubahan mineral yang terjadi akibat intrusi.

8. Nama Batuan : Nama batuan beku yang dideskripsi

3.3.2 Batuan Sedimen

1. Warna : Warna dari batuan sedimen. Terdiri dari warna segar dan lapuk

2. Tekstur : Hubungan antara butir dan mineral

3. Struktur : Struktur yang terbentuk pada saat sedimentasi

4. Komposisi kimia : Senyawa kimia penyusun batuan

5. Komponen

Terdiri atas fragmen (butir terbesar), Matrik (massa dasar), dan semen atau

bahan yang mengikat butiran. Fragmen dapat berupa batuan, mineral, atau fosil.

Matrik sendiri terletak di antara fragmen dan semen dapat berupa karbonat, silikat

atau oksida besi.

33
6. Sortasi : Tingkat keseragaman besar butir, dapat baik, sedang atau

buruk

7. Kemas : Sifat hubungan antar butir di dalam masa dasar atau

semennya. Kemas terbuka ketika butiran tidak saling

bersentuhan, dan kemas tertutup untuk

8. Nama Batuan : Nama batuan sedimen

3.3.3 Batuan Metamorf

1. Warna : Warna dari batuan metamorf. Terdiri dari warna segar dan

lapuk

2. Tekstur : Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk Kristal

3. Struktur : Hubungan tekstur yang memperlihatkan orientasi kesejajaran

4. Nama batuan : Nama batuan metamorf

34
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Stasiun 1

Stasiun 1 merupakan lahan pertambangan Quarry. Stasiun ini terletak pada

Kelurahan Bottolai Kabupaten Barru. Di sekeliling stasiun ditumbuhi berbagai macam

vegetasi. Perjalanan yang di tempuh yaitu keberangkatan dari kampus Teknik

Universitas Hasanuddin gowa ke stasiun 1 menggunakan bis dengan jarak ± 120 Km

dengan waktu keberangkatan pukul 8.30-13.20 WITA. Berikut adalah gambar

singkapan batuan yang ada di stasiun 1

Gambar 4.1 Singkapan Batuan yang terdapat di stasiun 1(N 128º E)

Gambar di atas menunjukkan singkapan batuan beku yaitu batuan beku

ultrabasa atau utramafik dengan tekstur kristalinilisasinya Hipo Kristalin dan

granularitasnya porifiritik. Pada stasiun ini ditemukan nama batuan Peridotit dengan

35
komposisi mineralnya Olivin dan Piroksin, singkapan batuan memiliki strike N 145º E

dan Dip sebesar 50º dengan tinggi singkapan 120cm.

4.2 Stasiun 2

Stasiun 2 masih terletak di kelurahan Bottolai merupakan lahan yang digunakan

sebagai pertambangan tipe Quarry dan dataran dengan vegetasi disekeliling yang

kurang baik. Stasiun 2 ditempuh dari stasiun 1 dengan menggunakan bus selama 15

menit dengan jarak ± 1 km. Di bawah ini adalah gambar singkapan batuan yang

terdapat di stasiun 2.

Gambar 4.2 Gambar singkapan batuan yang ada di stasiun 2 (N 135º

E)

Pada stasiun 2, terdapat singkapan dengan 2 buah jenis batuan yang berbeda,

yakni batuan felsic dan batuan ultra basa. Batuan felsik mengintrusi batuan ultra basa

yang ada di atasnya, sehingga kemungkinan terjadi perombakan mineral. Dari

36
pernyataan ini pula dapat diketahui bahwa umur batuan ultra basa lebih tua dibanding

batuan felsik.

Setelah dideskripsi, batuan felsik merupkan batu dasit dan batuan ultra basa

merupakan batuan metamorf atau spesifiknya serpentinit. Pada singkapan batuan ultra

basa memiliki strike N 93º E dan Dip sebesar 61º, dan pada singakapan batuan felsic

(Dasit) memiliki strike N 182º dan Dip sebesar 68º, dengan panjang singkapan 62 cm.

4.3 Stasiun 3

Pada stasiun 3 merupakan sebuah sungai yang dinamai sungai Ule’ atau yang

dalam bahasa Indonesia memiliki arti ular karena pola alirannya menyerupai ular.

Disekitar sungai banyak ditumbuhi vegetasi yang baik dan digunakan sebagai sumber

air oleh warga sekitar. Stasiun ini dicapai dari kampus lapangan dengan berjalan kaki

selama kurang lebih 30 menit. Adapun foto stasiun yang diambil dari arah N134o E

sebagai berikut:

Gambar 4.3 Singkapan batuan yang terdapat di stasiun 3

Jenis batuan pada stasiun ini adalah batuan beku intermedit. Setelah

dideskripsi, nama batuan diketahui adalah batu diorite. Stasiun ini juga kaya akan

kekar-kekar yang terdapat pada singkapan, salah satunya merupakan jenis kekar

37
tensional (Tensional Joint) yang ditandai dengan arah kekar-kekar dominan yang

sejajar. Pada kekar juga memiliki urat (Vein) yang telah diisi dengan kuarsa. Adapun

kekar memilki arah persebaran N129oE/31o dengan panjang sekitar 70 cm.

4.4 Stasiun 4

Pada pukul 08.20 WITA kami tiba di stasiun 4 yang memiliki jarak ± 0,5 Km dari

stasiun 3. Pada stasiun 4 terdapat singkapan yang berlokasi di desa Watu yang terletak

di pinggir jalan dan bersampingan dengan aliran sungai Ule’. Di bawah ini adalah

gambar singkapan yang terdapat di stasiun 4

Gambar 4.4 Singkapan Batuan yang terdapat pada stasiun 4 ( N 120º E )

Ada 2 jenis batuan berbeda yang terdapat di stasiun ini seperti yang ditunjukkan

pada gambar, di mana batuan di atas adalah batuan beku (Basalt) yang memiliki

tekstur kristanilisasi Holohyalin dengan granularitasnya Afanitik dan dibawahnya adalah

jenis batuan sedimen yang telah mengalami telah termetamorfosa (marmer).

Singkapan batuan tersebut memiliki banyak kekar/joint dengan Strike N 350º E dan

Dip 15º.

38
4.5 Stasiun 5

Stasiun 5 merupakan terusan dari sungai Ule’ dan merupakan Celebes Canyon

yang menjadi tujuan wisata air. Stasiun 5 ditempuh dengan berjalan kaki selama 50

menit dari pukul 09.00 WITA-09.50 WITA. Pada stasiun ini terdapat singkapan batuan

beku seperti gambar di bawah ini

Gambar 4.5 Singkapan batuan yang terdapat pada stasiun 5 ( N 110º E)

Singkapan yang terdapat pada gambar di atas merupakan singkapan batuan

beku yaitu Diorit dengan tesktur kristanilisasinya Hipo kristalin dan granularitasnya

Faneral Porfiritik yang mempunyai banyak kekar khususnya kekar genur yang memiliki

Strike N 79º E dan Dip sebesar 13º, Strike N 71º E dan Dip sebesar 88º, Strike N 153º

E dan Dip sebesar 80º, Strike N 22º E dan Dip sebesar 88º, Strike N 299º E dan Dip

sebesar 82º, Strike N 41º E dan Dip sebesar 64º, Strike N 186º dan Dip 85º.

4.5 Stasiun 6

39
Stasiun 6 merukan terusan dari Sungai Ule’ terdapat singkapan batuan sedimen

yaitu batugamping berfosil dan batugamping. Stasiun 6 ditempuh dengan berjalan kaki

sejauh ± 1 km dari stasiun 5 selama 40 menit (09.55-10.35 WITA).

Gambar 4.6 Singkapan batuan yang terdapat pada stasiun 6 ( N 109º E)

Singkapan batuan yang pada gambar di atas yaitu singkapan batuan sedimen

yang batu gamping yang berlapis. Pada stasiun ini, terdapat singkapan batuan

sedimen, tepatnya batu gamping. Namun batuan gamping yang terdapat pada

singkapan ada yang sudah diisi fosil yang ditandai dengan adanya bercak-bercak hitam

yang ada pada permukaan singkapan bagian atas. Adapun arah persebaran dari

singkapan yaitu Strike N 350º E dan Dip sebesar 38º.

4.7 Stasiun 7

Stasiun 7 terletak di Desa Padang Lampe’ dengan kondisi vegetasi sekeliling

yang buruk yang diakibatkan banyaknya kandungan besi pada batuan. Stasiun ini

ditempuh dari stasiun 6 dengan berjalan kaki sejauh ± 4 km dengan kondisi

cuaca yang hujan dengan waktu tempuh dari pukul 10.15-11.50 WITA. Berikut

foto singkapan di stasiun 7

40
Gambar 4.7 Singkapan batuan yang terdapat pada stasiun 7 ( N 153º E)

Pada gambar di atas terdapat singkapan batuan sedimen yaitu batupasir yang

berlapis sebanyak 4 lapis dengan lapisan ukuran butir yang berbeda. Lapisan pertama

memiliki tesktur Non-klastik , struktur Graded Bedding (perlapisan bersusun) dan

komposisi kimia CaCo3 dengan nama batuan Batugamping Klastik. lapisan kedua

memiliki tekstur Epklastik, dan Struktur Mesoskopis dengan komposisi kimia SiO2

dengan nama batuan batugamping kuarsa. Lapisan ketiga memiliki tekstur Klastik dan

struktur Graded Bedding (perlapisan bersusun) dengan komposisi kimia CaCo3 dengan

nama batuan batugamping kuarsa. Lapisan terakhir tekstur Klastik dan struktur Graded

Bedding (perlapisan bersusun) dengan komposisi kimia CaCo3 dengan nama batuan

batugamping pasir. Adapun arah persebaran dari singkapan yaitu Strike N 354º E dan

Dip sebesar 11º.

4.8 Stasiun 8

Stasiun 8 yang berlokasi di dataran tinggi yang ada di padang lampe merupakan

bekas tambang batu bara dengan vegetasi di sekeliling yang kurang baik. Stasiun ini

ditempuh dengan berjalan mendaki sekitar 450 m dengan estimasi waktu tempuh

41
sekitar 90 menit. Berikut di bawah ini adalah gambar singkapan batuan sedimen di

stasiun 8.

Gambar 4.8 Singkapan batuan yang terdapat pada stasiun 8 (N 59º E)

Singkapan batuan yang terdapat pada gambar di atas adalah singkapan batuan

sedimen yaitu singkapan batubara yang terbentuk dari hasil pengendapan di daerah

rawa. Dengan tekstur Amorf , struktur Fosiliferous dan komposisi kimia Monomineralic

Carbon dengan nama batuan batubara. Singkapan batubara di stasiun ini memiliki

Strike ke dalam N 321º E dan Dip kebawah Sebesar 65º dengan ukuran ketebalan 63

cm.

4.9 Stasiun 9

Pada stasiun 9 terletak di dalam daerah desa Tokkene dengan cuaca mendung

dan digunakan sebagai jalan bagi warga sekitar. Perjalanan dari stasiun 8 ke stasiun 9

ditempuh dengan berjalan kaki selama ± 2 km dari pukul 13.10-14.25 WITA. Di bawah

ini adalah gambar singkapan batuan sedimen yang terdapat di stasiun 9

42
Gambar 4.9 Singkapan Batuan yang terdapat pada stasiun 9 ( N 70º E)

Singkapan batuan sedimen yang terdapat pada gambar di atas merupakan

singkapan batuan dari batu serpih yang merupakan gabungan dari batu lanu dan batu

lempung memiliki tekstur klastik dan Struktur berlapis dengan komposisi kimia Bijih

besi, kalsedon dan klorit. Strike N 180º E dan Dip sebesar 62º dengan arah

pengambilan gambar N 70º E.

4.10 Stasiun 10

Stasiun 10 ditempuh dari stasiun 9 dengan menggunakan bus selama ± 5 menit

kemudiaan berjalan dengan kaki ± 7 km waktu tempuh dari pukul 14.36-15.22 WITA.

Stasiun 10 berlokasi di sungai Lagolla. Di stasiun 10 terdapat singkapan batuan

metamorf seperti gambar di bawah ini dengan arah pengambilan gambar ( N 61º E )

43
Gambar 4.10 Singkapan batuan yang terdapat pada stasiun 10

Singkapan batuan yang terdapat pada gambar di atas merupakan singkapan

batuan metamorf yang bernama batu Gneiss. Gneiss merupakan jenis batuan

metamorf yang terbentuk pada saat batuan sedimen dan batuan beku yang terpendam

pada tempat dan temperatur yang tinggi. Gneiss memiliki tekstur Foliasi dan struktur

Masif. Singkapan batuan ini memiliki Strike N 273º E dan Dip sebesar 70º.

44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari kegiatan Field Trip yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Lokasi penelitian memiliki jenis-jenis batuan yang lengkap, yaitu:

a. Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari proses

pendinginan magma gunung berapi yang mengeras dengan atau tanpa

proses kritalisasi yang berada bawah permukaan bumi yang disebut

sebagai batuan instrusif ataupun di atas permukaan bumi disebut

sebagai batuan ekstrutif.

b. Batuan sedimen terbentuk melalui proses sedimentasi (pengendapan)

dengan media air, angin, dan es/salju. Untuk menghasilkan batuan

sedimen, akan melibatkan serangkaian proses yaitu: pelapukan batuan,

erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Ukuran dan bentuk butiran

batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh jarak angkut dan lintasan yang

dilaluinya. Materi batuan sedimen merupakan hasil pelapukan dari

batuan lain yaitu batuan beku dan batuan metamorf.

c. Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang

telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan

komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase

padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan

kondisi kimia di kerak bumi.

45
2. Cara mengukur Strike dan Dip adalah sebagai berikut

a. Mengukur Strike

i. Carilah bidang batuan yang akan diukur strikenya tempelkan sisi

E (east) badan komaps ke bidang batuan dengan lengan kompas

searah dengan strike.

ii. Geser sampai gelembung udara pada bull’s eye level tetap

ditengah.

iii. Bacalah derajat yang ditunjukkan oleh jarum utara yaitu jarum

yang menunjuk ke utara ketika menghadap utara.

b. Mengukur Dip

i. Menempelkan sisi W (west) badan kompas ke bidang batuan

dengan lengan tegak lurus strike.

ii. Pada bagian belakang kompas terdapat ruas kecil untuk

memutar level tabung/klinometer level. Kemudian putarlah level

tabung sampai gelembung udara tepat berada ditengah.

iii. Kemudian bacalah derajat yang ditunjukkan derajat klinometer

derajat dip 900

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Kegiatan

1. Timing diadakannya kegiatan seperti ini di masa depan lebih diperbaiki agar tidak

mengganggu final.

2. Kegiatan diadakan lebih lama lagi, agar lebih efektif dan bermanfaat.

46
3. Jika memang memungkinkan menggunakan alat yang lebih sederhana, maka

lebih baik itu saja yang digunakan seperti pada penggunaan carrier dan tas day

pack.

5.2.1 Saran untuk Asisten

1. Kordinasi antara asisten lebih diperbaiki lagi.

2. Jangan terlalu cepat saat memberikan penjelasan.

47

Anda mungkin juga menyukai