Anda di halaman 1dari 21

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU DI

SINGAPURA

MAKALAH

Dosen pengampu : Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M.Kep.

oleh :
Kelompok 3 / C-16

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERWATAN
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember Telp./Fax (0331) 323450
2019
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU DI
SINGAPURA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat
Dosen pengampu : Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M.Kep.
oleh :
Kelompok 3 / C-16
Shinta Dewi Purnamasari 162310101130
Qoriq Dwi Vega 162310101158
Emilia Fitri Wulandari 162310101178
Sofyan Nurdiansyah 162310101191
Moh. Afif Jakaria Iksafani 162310101197
Yurin Ainur Azifa 162310101220
Dita Ras Pambela Putri 162310101233
Ramayana Lestari Dewi 162310101255

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERWATAN
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember Telp./Fax (0331) 323450
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah
berkontribusi baik materi, buah pemikiran, maupun tenaga.

Harapan kami semoga makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan,


pengalaman, serta inspirasi baru bagi pembaca, Untuk waktu mendatang dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, masih banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah.

Jember, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1 Konsep EMS........................................................................................................ 3
2.2 SOP ...................................................................................................................... 3
2.3 Komponen Personil ........................................................................................... 10
BAB 3. ANALISA SITUASI .................................................................................... 14
3.1 Kelebihan dan Kekurangan di Singapura dalam Penanganan ........................... 14
3.2 Penanganan yang Dapat di Adopsi dari Singapura ke Indonesia ...................... 14
BAB 4. PENUTUP..................................................................................................... 16
4.1 Simpulan ............................................................................................................ 16
4.2 Saran .................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

iii
1

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Singapura berada pada koordinat geografi 1018’ LU 103051’ BT. Negara ini
dipisahkan oleh selat Johor dengan Malaysia pada sisi utara dan selat, sedangkan di
selatan berbatasan dengan Kepulauan Riau, Indonesia. Singapura memiliki 63 pulau.
Sebagai negara kepulauan, Singapura juga memiliki beberapa pulau kecil, seperti
Pulau Tekong, Pulau Ubin dan Sentosa. Titik tertinggi di Singapura berada di Bukit
Timah dengan ketinggian 166 mdpl. Semenjak Singapura mereklamasi tanah pada
awal tahun 1960, luas wilayah Singapura bertambah 581.5 kilometer persegi pada
tahun 1960 dan 699.3 kilometer persegi hingga sekarang. Berdasarkan kalkulasi, luas
wilayah Singapura masih akan bertambah 100 kilometer persegi lagi hingga tahun
2030. Beberapa pulau pulau kecil di Jurong telah di reklamasi dan dihubungkan
untuk menjadi pulau baru yang lebih besar.

Pada awalnya, sekitar tahun 1960 hingga 1976 SINGAPORE General


Hospital mengelola layanan ambulans yang menyediakan bantuan darurat pertama
dengan perawat, petugas, dan sopir yang di khususkan dalam kondisi atau keadaan
gawat darurat. Mereka menghadapi lebih dari 10.000 panggilan setiap tahun dengan
waktu respons rata-rata 25 menit. Kemudian, The SINGAPORE Fire Brigade
mengoperasikan layanan kedua untuk korban kebakaran dan kecelakaan. Hal ini di
integrasikan ke dalam satu layanan pada tahun 1977 yang disebut Emergency
Ambulance Service (EAS) dibawah The SINGAPORE Fire Brigade. SINGAPORE
Fire Service akhirnya bergabung dengan SINGAPORE Civil Defense Force (SCDF)
bersama dengan EAS pada tahun 1989 hingga saat ini.

SINGAPORE Civil Defense Force (SCDF) adalah badan utama yang


bertanggung jawab atas bencana di Singapura. SCDF, sebuah organisasi
independen yang dipimpin oleh Komisi yang dibawahi langsung Departemen
2

Dalam Negeri, antara lain pemadam kebakaran, manajemen darurat, dan fungsi
pertahanan negara. Peran utamanya adalah menyediakan pertolongan pada
kebakaran, menyelamatkan jiwa, serta layanan ambulans darurat selain
merumuskan, menerapkan, dan menegakkan peraturan tentang menyelamatkan diri
dari api dan hal-hal yang berkaitan dengan pertahanan diri. Saat ini, SCDF
menyiapkan program kesiapsiagaan darurat dan aktivitas manajemen bencana yang
diatur oleh tiga undang-undang utama: Civil Defense Act 1986, Fire Safety Act
1993, dan Civil Defense Shelter Act 1997.

Kasus seperti henti jantung, stroke, gagal penfasan akut, dan truma lainnya
disebut sebagai the first hour quintet yang diakui sebgai kondisi yag mendorong
permintaan dan penggunanaan emergency medical service. Sebuah penelitian
terhadap 462 pasien yang dirawat di SINGAPORE General Hospital untuk infark
miokard elevasi ST (STEMI) menunjukkan bahwa penggunaan sistem EMS
memperpendek door-to-balloon yaitu waktu dari 102 menit hingga 86 menit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah mengenai


“Bagaimana tata cara atau alur tentang emergency medical service di Singapura
dalam membantu korban/pasien gawat darurat?”.

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana regulasi
pemerintah Singapura dalam penanganan Gawat Darurat, dan mengetahui apa saja
aspek yang dapat diterapkan di Indonesia kedepannya.

1.4 Manfaat
Manfaat makalah ini dapat digunakan untuk meninjau bagaimana regulasi
penanganan Gawat Darurat di tatanan negara lain dan diharapkan memberi inovasi
dalam hal pengembangan regulasi nasional.
3

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Konsep EMS


Layanan medis darurat (EMS) disediakan oleh Angkatan Pertahanan Sipil
Singapura (SCDF). Perawatan darurat pra rumah sakit di Singapura ditandai dengan
survei direktur layanan medis darurat (EMS) pada 2013 membandingkan struktur,
ruang lingkup layanan, dan karakteristik pengiriman di antara tujuh orang negara
Asia. SCDF mengoperasikan 46 armada ambulans dan 15 “paramedis respon cepat”
(FRP) dengan sepeda motor, bersama dengan 41 pengendara motor respon pertama
dari sistem berbasis api diaktifkan oleh sistem pengiriman 9-9-5 yang terpusat dan
memanfaatkan pengiriman yang dibantu protokol komputer (Sistem Perangkat Lunak
Tritech, San Diego, CA, AMERIKA SERIKAT). Dispatcher atau yang membawa
kendaraan sebagian besar adalah petugas pemadam kebakaran, tetapi juga termasuk
paramedis dan perawat yang dikirim. Mereka mampu memberikan instruksi sebelum
kedatangan untuk resusitasi kardiopulmoner (CPR), penggunaan otomatis external
defibrillator (AED), choking atau napas buatan, kontrol prndarahan, dll. Pengiriman
juga memiliki sistem penentuan lokasi kendaraan satelit otomatis global dan lalu
lintas jalan.

2.2 SOP (Prosedur Pemberitahuan Darurat untuk berbagai skenario darurat)


Macam-macam kejadian darurat:
1. Api :
1.1 Orang pertama yang menemukan api akan:
1.1.1 mengaktifkan titik panggilan alarm kebakaran terdekat
1.1.2 mengkonfirmasi lokasi dengan Gatehouse dengan memanggil nomor 123
1.1.3 berupaya memadamkan api jika situasi memungkinkan
1.2 Indikasi akan ditampilkan di panel alarm kebakaran Gatehouse di mana alarm
diaktifkan.
4

1.3 Suatu sinyal akan secara otomatis ditransmisikan melalui sambungan langsung
keagensi pemantau alarm dan SCDF.
1.4 Security Gurard akan mengumumkan lokasi darurat dan ERT akan segera
melanjutkan ke tempat darurat. SIC akan mengkonfirmasi sifat darurat dan
menginstruksikan petugas keamanan untuk memverifikasi dengan agen
pemantauan alarm.

2. Tumpahan Bahan Kimia


2.1 Orang pertama yang menemukan keadaan darurat harus:
2.1.1 mencoba menemukan sumber tumpahan dan mengandung tumpahan tanpa
mengambil risiko yang tidak semestinya.
2.1.2 mengkonfirmasi lokasi dengan Satpam dengan menghubungi Ext 123.
2.2 Petugas Keamanan akan menghubungi SIC untuk melanjutkan ke tempat kejadian
tumpahan.
2.3 SIC harus menentukan tingkat keparahan tumpahan dan menginstruksikan
petugas keamanan untuk mengambil satu atau lebih tindakan berikut:
2.3.1 mengumumkan melalui sistem PA untuk memanggil ERT
2.3.2 memberitahukan Departemen Pengendalian Pencemaran NEA
2.3.3 memberitahukan SCDF

3. Darurat Medis
3.1 Orang pertama yang menemukan keadaan darurat harus:
3.1.1 menerapkan pertolongan pertama jika dia terlatih.
3.1.2 hubungi Satpam di Ext 123 untuk menginformasikan sifat kondisi medis
dan lokasi darurat
3.2 Saat menerima panggilan, Petugas Keamanan harus segera hubungi SIC.
3.3 SIC dan tim tanggapan pertama akan melanjutkan ke tempat kejadian. Dia harus
menginstruksikan Penjaga Keamanan atau personil tim pendukung untuk ambil
satu atau lebih tindakan berikut:
5

3.3.1 mengumumkan melalui sistem PA untuk memanggil bantuan pertama


3.3.2 memanggil ambulans dengan menelepon:
(i) Untuk kasus non-darurat, ambulans pribadi di nomer telfon. 1777.
(ii) Untuk kasus darurat, ambulans SCDF di no telp. 995
3.3.3 Jika diperlukan, SIC harus menginstruksikan seorang karyawan untuk
menggunakan mobil pribadinya untuk mengirimkan korban ke salah satu
pusat medis di bawah ini:
Rumah Sakit Alamat No. Telfon
Rumah sakit ABC Jl. Senyum indah 085000111222
Rumah sakit DEF Jl. Terus bersamanya 085111222333

4. Pelindung Penggunaan Bahan Kimia


4.1 Pada menerima panggilan pada rilis bahan kimia, Petugas Keamanan akan
mengkonfirmasi lokasi yang tepat dengan informan.
4.2 Petugas Keamanan harus menghubungi SIC melalui walkie-talkie untuk
memobilisasi anggota ERT dari area yang terdekat dengan lokasi insiden melalui
sistem paging: "Anggota CERT dari ABC Plant, lanjutkan ke (lokasi) segera"
4.3 SIC akan menilai situasi dan menyatakan Level Peringatan yang sesuai.
4.4 SIC akan menginstruksikan anggota ERT untuk mengenakan pakaian pelindung
penuh dan set SCBA jika perlu.
4.5 SIC akan menginstruksikan anggota ERT untuk melakukan tes gas yang
diperlukan di lokasi yang sesuai.
4.6 SIC harus mengarahkan upaya untuk mengisolasi sumber pelepasan dan
mengandung tumpahan dengan penyerap jika perlu.
4.7 Untuk pelepasan dari kapal tanker, SIC harus menginstruksikan pengemudi kapal
tanker untuk mematikan mesin dan mengungsi.
4.8 SIC dapat memberikan instruksi untuk mengeluarkan wadah kimia lainnya / drum
/ tas jauh dari tempat kejadian jika perlu.
6

4.9 Untuk area Solvent Recovery, SIC akan menginstruksikan Engineer Proses di
Ruang Kontrol untuk melakukan tindakan berikut:
a. hentikan semua pompa dengan mengaktifkan sakelar darurat
b. hentikan pasokan pakan dan uap ke kolom destilasi dan tahan tingkat
c. hentikan pemuatan / pembongkaran tanker
d. hentikan semua kontraktor yang bekerja di Solvent Recovery
e. membantu menahan tumpahan
4.10 Untuk tumpahan bahan kimia yang mudah terbakar, tutup dengan busa
4.11. Mencoba untuk memulihkan dan mentransfer ke dalam wadah yang sesuai.
Bahan kimia yang tumpah dapat dipulihkan dengan memompa ke drum atau
tangki penyimpanan kosong menggunakan pompa udara.
4.12 SIC akan mengawasi operasi pemulihan dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Jangan mengambil risiko yang tidak semestinya
b. Kenakan pakaian pelindung yang cocok (Baju kimia, sarung tangan, sepatu
bot, SCBA)
4.13 Netralkan bahan kimia jika perlu dan cuci area dengan banyak air dan salurkan
semua air limbah ke tangki penampungan untuk pengolahan selanjutnya di
Pabrik Efluen jika memungkinkan. Jika tidak, drum bahan kimia untuk
pembuangan selanjutnya.
4.14 Jika jumlah tumpahan besar atau bahan kimia telah mengancam untuk memasuki
sistem drainase publik, segera memerintahkan Gatehouse untuk memberi tahu
SCDF dan Departemen Pengendalian Pencemaran NEA.
4.15 Jika tumpahannya serius dan tidak dapat dikendalikan, evakuasi dari tempat
kejadian dan menunggu bantuan.
Tabel Peralatan Terkontaminasi
Number Alat-alat Jumlah Fungsi Tempat
7

5. Pemantauan Prosedur Penggunaan Bahan Bahaya


5.1 Anggota CERT harus menggunakan instrumen portabel yang sesuai yang
diarahkan oleh SIC untuk memantau tingkat bahan kimia yang relevan dan terus
memperbarui SIC.
5.2 SCBA harus dikenakan untuk masuk ke area-area di mana levelnya telah
melampaui PEL (Permission Exposure Limit) atau diperintahkan oleh SIC.
5.3 SIC akan memerintahkan evakuasi jika tingkat telah melampaui PEL (Jangka
Pendek).
5.4 Anggota CERT harus memantau arah angin dengan mengamati kaus kaki angin
yang dipasang di bagian atas Instalasi untuk menentukan arah penyebaran uap.
5.5 CERT harus memantau keberadaan pelarut yang mudah terbakar di lokasi yang
ditunjuk di mana monitor tetap telah dipasang. Dia harus memberi tahu SIC jika
alarm telah dimatikan.
Number Alat-alat Jumlah Fungsi Tempat

6. Prosedur Penyelamatan dan Pemadaman Kebakaran


6.1 Ketika alarm kebakaran berbunyi, Petugas Keamanan mengumumkan lokasi
kebakaran yang ditunjukkan pada panel kontrol alarm di Gatehouse.
6.2 SIC menilai dan mendeklarasikan tingkat alCERT yang sesuai.
6.3 Supervisor Pergeseran Bantuan menugaskan Area Perakitan CERT (CERT AA)
tergantung pada lokasi kebakaran.
6.4 Anggota CCERT lainnya berkumpul di CERT AA dan bersiap untuk menerima
instruksi lebih lanjut untuk memerangi kebakaran atau menyelamatkan korban.
6.5 Aktivasi fasilitas pemadam kebakaran tertentu telah dialokasikan sebelumnya ke
Teknisi Shift.
8

6.6 Jika api berada pada Solvent Recovery, CERT akan menggunakan alat pemadam
api yang terletak di Ruang Instalasi Pengolahan Limbah.
6.7 Jika kebakaran terjadi di Gedung Kantin, CERT akan menggunakan alat
pemadam kebakaran yang terletak di belakang Area Penyimpanan LPG di tempat
parkir tertutup, Gedung Administrasi.
6.8 Perangkat Breathing Apparatus (BA) harus digunakan untuk segala upaya
memasuki lokasi untuk operasi darurat atau menyelamatkan korban.
Penyelamatan harus dilakukan berpasangan dan set BA harus digunakan hanya
sekali.
6.9 Satu anggota CERT akan ditugaskan sebagai Perekam untuk mencatat jumlah
karyawan yang memasuki lokasi / bangunan darurat.
6.10 Teknisi Satu Pergeseran dari Solvent Recovery akan membuka gerbang masuk
Utara dan Selatan ke Solvent Recovery jika ada keadaan darurat di area tersebut.
6.11. Tugas CERT lainnya termasuk memobilisasi tender busa, silinder SCBA dan
usungan ambulans sesuai kebutuhan.
6.12 Semua korban harus dikirim ke Pos P3K di Gedung Administrasi sesegera
mungkin, menggunakan tandu, jika perlu.
6.13 Pada saat kedatangan SCDF, SIC akan menyerahkan kepada Petugas Jaga dan
memberi tahu dia tentang tindakan yang dilakukan.
6.14 SIC akan memberikan bantuan kepada SCDF sebagaimana diperlukan sampai
keadaan darurat selesai.
Tabel Peralatan Penyelamatan dan Pemadaman Kebakaran
Number Alat-alat Jumlah Fungsi Tempat
9

7. Prosedur Pemulihan
7.1 Bersihkan Rilis Kimia
7.1.1 SIC harus menilai kerusakan daerah yang terkena dampak (dalam hal
estimasi kerugian peralatan, mesin, personel, cedera dan kerugian material,
dll). Ia harus memprioritaskan daftar pekerjaan perbaikan / rekonstruksi
yang diperlukan, penugasan CERT dan perkiraan jadwal penyelesaian.
7.1.2 Setelah diberitahukan, CERT akan memobilisasi troli kontrol tumpahan
bahan kimia yang terletak di toko kit kontrol Tumpahan ke lokasi kejadian.
7.1.3 SIC harus menilai situasi dan menentukan tingkat APD dan tindakan
darurat.
7.1.4 Setelah mengenakan APD yang sesuai seperti APD yang direkomendasikan
seperti yang direkomendasikan oleh MSDS, CERT harus berupaya
mengisolasi sumber tumpahan dan mencegah bahan kimia cair mengalir
keluar dari lokasi. Ini dapat dilakukan dengan mengaktifkan katup penstock
(jika belum diaktifkan secara otomatis) atau dengan menjatuhkan kantong
pasir ke saluran pembuangan yang terkena dampak di depan tumpahan.
Tumpahan pada permukaan bisa diatasi kaus kaki adsorben atau debu
gergaji.
7.1.5 Untuk tumpahan kecil, ERT harus berusaha membersihkan dan
menetralkan tumpahan seperti yang direkomendasikan oleh masing-masing
MSDS pada metode dekontaminasi yang tepat untuk setiap bahan kimia.
7.1.6 Untuk tumpahan sedang hingga besar, SIC harus memberi tahu Insinyur
atau Manajer Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan untuk
menghubungi salah satu kontraktor pembuangan limbah untuk
mendapatkan bantuan.
7.1.7 Drum yang mengandung limbah yang terkontaminasi harus diberi label
dengan jelas dan diolah dengan benar melalui Solvent Recovery atau
pembuangan limbah berlisensi.
10

7.1.8 SIC harus menginformasikan memastikan dukungan medis yang tepat


diberikan kepada personel yang terluka, memberi tahu saudara terdekat,
mendapatkan prognosis dan perkiraan biaya medis. Dia juga harus
memenuhi persyaratan pelaporan MOM, NEA atau MOH sebagaimana
diperlukan.
7.1.9 SIC harus memberi tahu SCDF, MOM dan NEA dan melakukan
penyelidikan bersama atas kecelakaan tersebut. SIC harus menyiapkan dan
menyerahkan laporan yang diperlukan.

2.3 KOMPONEN PERSONIL (PERSONNEL COMPONENT OF EMERGENCY


COMMUNICATION HANDLING AND TRANSPORTATION IN SINGAPURA)
a. Komunikasi
Komunikasi komponen vital dari sistem EMS yang diperlukan untuk
mengontrol medis secara langsung. Untuk meningkatkan pengumpulan data dan
komunikasi, Kementerian Kesehatan, Dewan Komputer Nasional, SCDF dan
Singapura General Rumah Sakit bekerja sama untuk mengembangkan sistem
teknologi informasi nirkabel untuk melengkapi tautan suara yang ada antara kru
ambulans dan ED. Hasilnya adalah Rumah Sakit dan Emergency Ambulance Link
(HEAL), yang telah diujicobakan pada tiga ambulans sejak Oktober 1998. HEAL,
aplikasi client-server yang ramah pengguna, menggunakan fitur seperti layar sentuh
dan "Teks kalengan" untuk memfasilitasi paramedi entri data. (Lateef dkk., 2019)
Komputer seluler di ambulan secara otomatis menangkap tanda-tanda vital
pasien dan penelusuran EKG dan teruskan ini untuk menerima ED melalui jaringan
komunikasi nirkabel. Informasi ini, bersama dengan informasi manajemen biodata,
klinis dan pasien, membuat yang lebih lengkap catatan pra-rumah sakit elektronik.
Tujuan utama HEAL adalah untuk menyampaikan informasi medis ke rumah sakit
(untuk memfasilitasi persiapan), untuk memberikan paramedis cara yang lebih cepat,
lebih sederhana berkomunikasi dengan dokter ED untuk manajemen pasien online,
11

dan untuk meningkatkan dokumentasi. Ini akan meningkatkan kontrol kualitas dan
meningkatkan perawatan pasien.
Saat ini, HEAL memiliki empat modul fungsional.
1) Modul Rincian Pasien Lanjutan menangkap data demografis, tanda-tanda vital,
grafik dan informasi medis lainnya, dan sampaikan kepada menerima ED.
2) Modul dan Modul Manajemen Kejadian Ambulans catatan diterima dari
ambulans.
3) Modul Permintaan dan Otorisasi Obat membantu paramedis dapatkan
persetujuan dokter untuk memberikan obat tertentu.
4) Modul Komunikasi Teks memfasilitasi pertukaran pesan antara ambulans kru
dan perawat staf UGD atau dokter.
Fase percontohan HEAL telah menunjukkan efektivitas teknis (sistem
ketersediaan, volume dan ketepatan waktu transmisi data), efektivitas operasional
(waktu terbatas yang dihabiskan oleh paramedis dalam entri data dan dalam ED), dan
efektivitas klinis (lebih cepat inisiasi protokol perawatan pra-rumah sakit dan
penurunan menunggu ED waktu untuk kasus prioritas). Disempurnakan Sistem
HEAL sekarang siap untuk implementasi nasional. Sistem yang disempurnakan akan
menggabungkan fitur-fitur seperti: komputer tingkat atas menangkap data klinis di
tempat, pengambilan data voiceresponse, otomatis audit medis untuk setiap operasi
ambulan, dan interfacing HEAL dengan ED sistem rekam medis elektronik.

b. Penanganan

Sistem PACS berasal dari Singapura PACS terdiri dari 4 skala prioritas. (Fu dkk.,
2014)

1) PAC 1 merupakan kategori pasien – pasien yang sedang mengalami kolaps


kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan pada
12

kategori ini tidak boleh delay. Contoh PAC 1 antara lain major trauma, STEMI,
cardiac arrest, dan lain – lain.
2) PAC 2 merupakan kategori pasien – pasien sakit berat, tidur di brankar/bed, dan
distress berat tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal.
Pasien ini mendapat prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena
cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. Contoh PAC 2 antara lain
stroke, close fracture tulang panjang, asthma attack, dan lain – lain.
3) PAC 3 merupakan kategori pasien – pasien sakit akut, moderate, mampu
berjalan, dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara effective di IGD
biasanya cukup menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien.
Contoh PAC 3 antara lain vulnus, demam, cedera ringan – sedang, dan lain –
lain.
4) PAC 4 merupakan kategori pasien – pasien non emergency. Pasien ini dapat
dirawat di poli. Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak
menderita penyakit yang beresiko mengancam jiwa. Contoh PAC 4 antara lain
acne, dyslipidemia, dan lain – lain.

c. Transportasi
Layanan ambulans dikelola oleh orang-orang dan didanai publik. Ambulans
SCDF memiliki 3 kru: pemimpin kru, yang secara lokal disebut "paramedis" (setara
dengan teknisi medis darurat Amerika Utara (EMT) -intermediate dalam lingkup
praktik), asisten ambulans / EMT (setara dengan EMT Amerika Utara- dasar), dan
pengemudi (penumpang pertama, sekarang sedang ditingkatkan ke tingkat EMT-
dasar Amerika Utara). Selain itu, SCDF menggunakan FRP berbasis sepeda motor,
yang dilatih ke tingkat yang sama dengan paramedis ambulans. Kami juga baru-baru
ini menambahkan "pemadam kebakaran" responden pertama, yang merupakan
pemadam kebakaran berbasis-sepeda motor-EMT (dasar). Siklus sepeda motor
dikirim untuk trauma besar, termasuk tabrakan kendaraan bermotor dengan hasil lalu
lintas yang terkoneksi, serangan jantung, dan kedaruratan medis yang mungkin dapat
13

menyebabkan serangan jantung (tidak sadar, kesulitan bernapas). Paramedis adalah


vokasi yang berbeda, dan tidak dilatih silang sebagai petugas pemadam kebakaran.
Namun, secara operasional mereka berada di bawah komando dan kontrol dinas
pemadam kebakaran. Beberapa petugas pemadam kebakaran kini dilatih secara lintas
sebagai EMT dasar. Perawatan ambulans didorong oleh protokol, berdasarkan kontrol
medis tidak langsung. Namun, kru ambulans dapat menghubungi dokter di rumah
sakit untuk meminta nasihat atau meminta perawatan di rumah sakit.
14

BAB 3. ANALISA SITUASI

3.1 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DI SINGAPURA DALAM


PENANGANAN
3.2 PENANGANAN YANG DAPAT DI ADOPSI DARI SINGAPURA KE
INDONESIA
Sistem PACS berasal dari Singapura dan diadopsi oleh rumah sakit yang
bekerja sama atau berafiliasi dengan SINGAPORE General Hospital. (Hadi, 2014).
Indonesia termasuk dalam nagara yang bekerja sama dengan rumah sakit di
Singapura. Rumah sakit di Singapura termasuk rumah sakit rujukan Internasional.
Penanganan kegawat daruratan yang dapat dierapkan oleh Indonesia dari
Singapura yaitu :

1) Pertolongan yang harus ditangani dengan cepat. Kategori pasien – pasien yang
sedang mengalami kolaps kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam
nyawa. Seperti major trauma, Serangan Janjung , henti jantung, dan lain – lain.
2) Pasien ini mendapat prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena
cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan Kategori pasien – pasien sakit
berat, tidur di brankar/bed, dan distress berat tetapi keadaan hemodinamik stabil
pada pemeriksaan awal. Seperti stroke, close fracture tulang panjang, asthma
attack, dan lain – lain.
3) Pertolongan secara effective di IGD biasanya cukup menghilangkan atau
memperbaiki keluhan penyakit pasien. Kategori pasien – pasien sakit
akut, moderate, mampu berjalan, dan tidak beresiko kolaps.. Seperti vulnus,
demam, cedera ringan – sedang, dan lain – lain.
4) Kategori pasien – pasien non emergency. Pasien ini dapat dirawat di poli. Pasien
tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita penyakit yang
beresiko mengancam jiwa. Seperti acne, dyslipidemia, dan lain – lain.
15

Worthing Physiology Score System (WPSS) Worthing Physiological Scoring


System (WPSS) adalah suatu sistem skoring prognostik sederhana yang
mengindentifikasi penanda fisiologis pada tahap awal untuk melakukan tindakan
secepatnya, yang dituangkan dalam bentuk intervention-calling score. Skor tersebut
didapatkan dari pengukuran tanda vital yang mencakup tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, temperatur, saturasi oksigen, dan tingkat kesadaran berdasar
AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive) (Duckitt, et al., 2007).
Intervention-calling score WPSS mempunyai keterbatasan pada pasien trauma
oleh karena pada pasien trauma walaupun mengalami kondisi yang berat yang
berkaitan dengan traumanya namun dalam keadaan akut seringkali masih memiliki
cadangan fisiologis yang masih baik.The Worthing Physiological Scoring
System(WPSS) melakukan penilaian tanda vital dengan sederhana dalam identifikasi
pasien, serta memberikan kategori triage yang obyektif. Selain itu WPSS dapat
diterapkan di Indonesia dengan keuntungan, yaitu:
1) Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.
2) Mengubah parameter klinis yang terukur kedalam suatu nilai skor.
3) Peralatan (tensimeter, termometer, dan pulse oxymetri) yang dibutuhkan
minimal, tidak menyakiti, serta mudah digunakan.
4) Penilaian yang dilakukan akan seragam antar staf.
16

BAB 4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Sistem penanggulangan keadaan Gawat Darurat di Singapura memiliki system
yang cukup baik, beberapa pihak yang terintegrasi mampu menjalankan perannya
masing-masing juga dibekali keterampilan lintas bidang seperti petugas pemadam
kebakaran yang bisa melakukan resusitasi jantung paru dengan baik. Alur penerimaan
informasi dimulai dari sinyal yang diberikan oleh lokasi adanya korban melalui
telefon yang terpusat, kemudian tim yang paling dekat dengan lokasi yang akan
segera terjun, kendaraan yang digunakan pun bervariasi, mulai dari sepeda motor,
mobil pemadam kebakaran, dan ambulans dengan peralatan yang lengkap. System
komando juga jelas, yaitu pada 1 leader yang nantinya juga akan melaporkan keadaan
pada instansi kesehatan terkait tempat rujukan.

4.2 Saran
System penanggulangan keadaan yang Gawat Darurat seperti yang sudah
diterapkan di Singapura dengan system informasi terpusat, hendaknya juga dapat
diaplikasikan di Indonesia, setidaknya pada tinggat Provinsi atau Kabupaten agar
masyarakat yang menolong ttidak kesulitan akses telefon. Terintegrasinya petugas
yang lintar bidang juga akan meningktkan kualitas pelayanan dan akan menunytaskan
tidak hanya 1 permasalan, selain korban manusia juga keadaan lingkungan dan
hokum bisa seketika diselesaikan.
17

DAFTAR PUSTAKA

Fu, A., W. Ho, T. H. Wong, Y. Y. Ng, dan P. P. Pek. 2014. Prehospital trauma care in
SINGAPORE. (November 2015)

Lateef, F., M. B. Bs, A. Frcs, E. Edin, V. Anantharaman, M. B. Bs, dan F. Edin.


2019. I nternational em • mu internationale emergency medical services in
SINGAPORE. 2(4):272–275.

Yng, N. 2014. Optimal Use Of Emergency Services. 40(1): 8-13

Anda mungkin juga menyukai