Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga


Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan
dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Telinga dibagi atas telinga
luar,telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J,
2011).
2.1.1 Anatomi telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2 ½-3 cm (Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J, 2011).
2.1.2. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari :
• Membran timpani.
• Kavum timpani.
• Prosesus mastoideus.
• Tuba Eustachius.
2.1.2.1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1
mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi
miring yang arahnya dari belakang lu ar kemuka dalam dan membuat sudut 45 o
dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani merupakan kerucut, dimana
bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini
dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( cone of ligt)
(Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina proparia) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum (Paparella MM, Adams GL, Levine
SC.,1997)
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka
dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan
yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang) (Paparella MM,
Adams GL, Levine SC.,1997)
2.1.2.2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian
atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posteri or
(Berman S,2006).
Atap kavum timpani.
Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial
dan lobus temporalis dari otak. B agian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang
temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama (Berman
S,2006).
Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari
bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum
timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis (Berman S,2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam (Berman S,2006).
2.1.2.3. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah
ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada
daerah ini (Miura MS,2005).
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), di mana tidak ditemui sel-
sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel -sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang lu as, dimana sel-sel
disini besar (Loy AHC, Tan AL, Lu PKS,2002).
2.1.2.4. Tuba Eustachius
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian) (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak kokhlea disebut helikrotema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli (Soetirto I,Hendarmin H,Bashiruddin J ,2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2. Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
kokhlea. Getaran tersebut menggetarkan mem bran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada
skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulka n gerak relative antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel -sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. K eadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai korteks pendengaran
(area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto I,Hendarmin H,Bashiruddin J ,2011).

2.3. Definisi Otitis media supuratif kronik


Otitis media supuratif kronik adalah s uatu radang kronis telinga t engah
dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga
(otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).

2.4. Etiologi OMSK


OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eu stachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell -mediated (seperti infeksi HIV ) dapat manifest
sebagai sekresi telinga kronis (Djaafar ZA,2001;Helmi,2001).
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi (Djaafar ZA,2001;Helmi,2001).

2.5. Epidemiologi OMSK


OMSK ini prevalensinya tinggi pada beberapa negara dan yang paling
sering adalah negara-negara yang dalam keadaan sosio -ekonomi rendah. Faktor
epidemiologi yang paling banyak diperbincangkan adalah bahwa otitis media
akut dapat berujung pada otitis media kronis (Ya tes, 2008).

2.6. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
2.6.1. Tipe Benigna (Tipe tubotimpanal = tipe jinak )
Tipe ini ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba E ustachius, infeksi saluran nafas
atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas
dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous.
Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasi a goblet sel, metaplasia dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. (Nursiah,
2003).
Secara klinis penyakit penyakit OMSK tipe benigna terbagi atas :
• OMSK aktif
OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara a ktif.
• OMSK tenang
Keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering (Soetirto I,Hendarmin
H,Bashiruddin J,2011).

2.6.2. Tipe Maligna (Tipe atikoantral = tipe ganas )


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu mas sa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotik (Djaafar,
Helmi, & Restuti, 2007).
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
 Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero -inferior, postero-
inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.
 Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan
adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar
digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggi r postero-
superior berhubungan dengan kolesteatom.
 Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary
acquired cholesteatoma (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).
Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatom yang terbentuk tanpa
didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses
invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada
telinga tengah karena adanya g angguan tuba (teori invaginasi) .Secondary acquired
cholesteatoma terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi
akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa
kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metapl asi)
(Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD, 2007).

2.7. Gejala Klinis


1. Telinga Berair (Otorea)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
Pada OMSK tipe benigna, cairan yang keluar mukopus ya ng tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang
timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai ada nya sekret telinga.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Su atu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberculosis
(Helmi,2001).
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpa ni
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat ( Couzos S,
Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M,2003).
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat terjadi karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat
hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis (Djafaar ZA,2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum (Berman S,2006).

2.8. Penatalaksanaan (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007)


Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang -
ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :
a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga
tengah berhubungan dengan dunia luar
b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus
paranasal
c. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid
d. Gizi dan higien yang kurang

Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan


medikamentosa. Bila sekret keluar terus mene rus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H 2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotik dari golongan
ampisilin, atau, eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil
tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin dapat diberikan amoxisilin asam klavulanat ( Djaafar
ZA, Helmi, Restuti RD, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan , maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran tympani yang perforasi, dan mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat ( Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD, 2007).
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
infeksi yang berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoid ektomi dan
tonsilektomi (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD, 2007).
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.
Jadi, bila terdapat OMSK tip e bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. Jenis pembedahan pada
OMSK antara lain : mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal,
mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti, dan
pendekatan ganda timpanoplasti (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai