Kata kunci: anak TK, daya terima, ketersediaan zat gizi, pelayanan makanan,
tingkat kecukupan zat gizi
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the implementation of food service
system, nutrients availability, and menu acceptability in kindergarten. The study
was conducted by using cross sectional study with 80 samples kindergarten students
that were divided into sample with food service and without food service. Food
service system were analyzed descriptively. Menu acceptability was measured
using Comstock’s scale, and the preference level was measured using facial hedonic
scale. Food availability was measured by weighing the portions of food and the
nutrients content of the food was calculated. Food consumption data were collected
by food recall. There is no significant correlation between age, sex, nutritional
status, as well as catering duration with menu acceptability (p> 0.1). There is no
significant correlation between menu acceptability with energy and nutrients
adequacy (p> 0.1). There are no significant differences in energy, protein, fat,
carbohydrates, calcium, and vitamin C adequacy level in both groups of samples
(p> 0.1), but there are significant difference in iron adequacy level in both groups
of samples (p < 0.1).
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2015 ini berjudul
Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanaan, Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya
Terima Menu di Taman Kanak-kanak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Rimbawan selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat dan dosen
pembimbing penulis saat internship atas motivasi dan inspirasinya.
2. Dr Ir Drajat Martianto, M Si dan Dr Tiurma Sinaga, MFSA selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, koreksi, dan masukan
untuk perbaikan karya ilmiah ini.
3. Ibu Reisi Nurdiani, SP, M Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji
sidang atas koreksi dan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.
4. Keluarga tercinta, Mama Yeti, Papa Bambang, Teh Viena, Teh Viera dan
seluruh keluarga besar atas motivasi, kasih sayang, dan semangatnya.
5. Sahabat-sahabat terdekat, Buruys, Geng KUA, Keluarga HIMAGIZI, ILMAGI,
IKAMASI, dan Mineral Gizi Masyarakat 48 atas motivasi, semangat, dan
bantuannya.
6. Kepala TK Daruttaqwa, Kepala TK Negeri Pembina, dan Pengelola Katering
TK Daruttaqwa atas izin, dukungan, dan bantuannya selama penelitian.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan maupun kekhilafan yang
penulis lakukan dalam karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 6
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6
Jumlah dan Cara Penarikan Sampel 6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 8
Definisi Operasional 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Karakteristik Sekolah 10
Karakteristik Sampel 12
Karakteristik Keluarga 14
Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan 17
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 32
Hubungan Karakteristik Sampel terhadap Daya Terima Makanan 37
Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan 37
SIMPULAN DAN SARAN 38
Simpulan 38
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 39
RIWAYAT HIDUP 43
x
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Hipotesis awal dari penelitian ini adalah tingkat kecukupan energi dan zat gizi
anak yang mengikuti penyelenggaraan makanan di sekolah lebih baik dibandingkan
anak yang tidak mengikuti penyelenggaraan makanan di sekolah.
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Proses:
Anak dengan Anak tanpa
- Perencanaan
penyelenggaraan penyelenggaraan makanan
menu
makanan (Sampel SPM) (Sampel Tanpa SPM)
- Pembelian bahan
pangan
Feedback
- Penerimaan bahan
pangan Konsumsi anak Konsumsi anak Konsumsi anak
- Penyimpanan di TK di luar TK di luar TK
bahan pangan
- Pengolahan bahan
pangan
- Penyajian
Output:
- Makanan
Tingkat kecukupan zat gizi anak
- Ketersediaan zat
gizi
- Daya terima
- Tingkat kesukaan
METODE
Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional
study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk
menggambarkan karakteristik dari sampel. Penelitian ini dilakukan di TK
Daruttaqwa, Kota Sukabumi untuk TK dengan penyelenggaraan makanan dan TK
Negeri Pembina Lembursitu, Kota Sukabumi untuk TK tanpa penyelenggaraan
makanan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive. Pertimbangan pemilihan
tempat berdasarkan perbedaan dalam segi penyelenggaraan makanan, tetapi
karakteristik lainnya sama. Karakteristik tersebut yaitu memiliki akreditasi A
(sangat baik) dan berada di lokasi strategis. Penelitian dilakukan pada bulan Januari
2015 sampai dengan April 2015.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi: 1) sistem penyelenggaraan makanan sekolah; 2) karakteristik
7
sampel (nama, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi keluarga); 3) karakteristik fisik
sampel (berat badan dan tinggi badan); 4) ketersediaan makanan yang disajikan
oleh sekolah; 5) daya terima sampel terhadap menu yang disajikan; 6) konsumsi
sampel terhadap makanan yang disajikan sekolah; 7) konsumsi sampel di luar
sekolah; 8) total konsumsi sampel satu hari; 9) tingkat kecukupan gizi sampel.
Sistem penyelenggaraan makanan sekolah diketahui dengan menggunakan
wawancara dan observasi langsung. Karakteristik sampel didapatkan melalui
pengisian kuesioner yang diberikan kepada orang tua. Karakteristik fisik yang
mencakup berat badan dan tinggi badan diukur secara langsung. Data berat badan
diperoleh dengan penimbangan langsung menggunakan timbangan injak dengan
ketelitian 0.1 kg, data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung di lokasi
menggunakan stature meter dengan ketelitian 0.1 cm.
Ketersediaan makanan yang disediakan di sekolah dilihat melalui
penimbangan satu porsi makanan yang disajikan dengan timbangan digital
berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g. Daya terima sampel terhadap menu yang
disajikan diketahui dari habis atau tidaknya konsumsi siswa terhadap makanan
sekolah. Konsumsi sampel terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah dilihat
dari sisa makanan sampel menggunakan formulir daya terima dan tingkat kesukaan.
Total konsumsi sampel dalam satu hari dilakukan melalui metode food recall
selama dua hari yaitu hari sekolah dan hari libur. Tingkat kecukupan zat gizi sampel
dihitung dengan cara membandingkan total konsumsi sehari sampel dengan angka
kecukupan gizinya.
Data sekunder meliputi lokasi sekolah, karakteristik sekolah, jumlah siswa
dan jam belajar, serta sarana dan prasana yang dimiliki oleh sekolah. Data sekunder
diperoleh berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah dan bagian tata usaha.
Definisi Operasional
Sampel adalah siswa TK yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah
ditentukan.
Sampel SPM adalah siswa TK yang mengikuti program makan siang yang
diadakan oleh sekolah.
Sampel tanpa SPM adalah siswa TK yang tidak mengikuti program makan siang
yang diadakan oleh sekolah dan membawa bekal sendiri.
10
Karakteristik Sekolah
TK Daruttaqwa
TK Daruttaqwa merupakan bagian dari Daruttaqwa Foundation, sebuah
PAUD terpadu yang membawahi pendidikan anak usia pra-sekolah secara formal
maupun non-formal. Pendidikan anak usia pra-sekolah yang bersifat formal adalah
taman kanak-kanak (TK), sedangkan pendidikan anak usia pra-sekolah yang
bersifat non-formal adalah kelompok bermain (kober) dan tempat penitipan anak
(TPA). Jumlah keseluruhan siswa pada tahun ajaran 2014/2015 adalah sebanyak
120 anak. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 15 orang, sedangkan jumlah tenaga
kependidikan sebanyak 3 orang.
Kegiatan belajar anak di TK Daruttaqwa diselenggarakan pada hari Senin
hingga Jumat mulai pukul 08.00 - 12.30 WIB. Kegiatan belajar pada hari Jumat
hanya berlangsung setengah hari hingga pukul 10.30 WIB. Anak yang mengikuti
kegiatan full-day course melakukan kegiatan belajar setiap harinya berlangsung
hingga pukul 16.00 WIB. Jumlah kelas di TK Daruttaqwa sendiri adalah 5 kelas,
terdiri dari dua kelas A dan tiga kelas B. Tabel 2 menunjukkan sebaran siswa
menurut kelas di TK Daruttaqwa.
11
dalam komplek Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi dan berjarak 5
km dari pusat pemerintahan Kota Sukabumi. Pendidikan terkait gizi untuk anak-
anak di TK Negeri Pembina Lembursitu diberikan bersama dengan pendidikan
kesehatan lain dalam program pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS).
Materi-materi yang disampaikan dalam PKHS diantaranya adalah makanan bergizi,
jajanan sehat, serta PHBS. PKHS dilaksanakan secara bergiliran setiap harinya
dalam seminggu, sehingga setiap kelas mendapat materi PKHS satu minggu sekali
oleh guru penanggung jawab UKS.
TK Negeri Pembina Lembursitu menerapkan program makan siang bersama
dengan menu yang dibawa dari rumah. Daftar menu satu minggu dari sekolah terdiri
dari sumber karbohidrat beserta susu atau minuman lainnya. Setiap bulan juga
diadakan makan siang bersama di sekolah yang diselenggarakan oleh orang tua
siswa dengan menu makan siang lengkap. Pengadaan program makan siang
bersama harian serta bulanan ini bertujuan untuk membiasakan anak makan dengan
mandiri dan dihabiskan. Program makan siang bulanan juga dilakukan dengan
tujuan untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru kepada anak. Program
makan siang bersama yang dilakukan ini tidak sesuai dengan harapan. Orang tua
siswa sering membawakan bekal yang tidak sesuai dengan menu yang ditetapkan,
sehingga manfaat dari program belum tercapai dengan baik. TK Negeri Pembina
Lembursitu juga perlu menambah variasi daftar menu yang ditetapkan karena pola
menu harian yang ditetapkan belum beragam.
Karakteristik Sampel
Status Gizi
Status gizi sampel ditentukan berdasarkan indeks masa tubuh menurut umur
(IMT/U) yang mengacu pada Kepmenkes RI nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang standar antropometri penilaian status gizi anak. Status gizi sampel
ditentukan berdasarkan z-skor yang dikategorikan ke dalam lima kategori yaitu
sangat kurus (z skor < -3SD), kurus (-3SD < z-skor < -2SD), normal (-2SD < z-skor
< 1SD), gemuk (1SD < z-skor < 2SD), serta obesitas (z-skor > 2SD). Tabel 4
menunjukkan bahwa sebagian besar sampel memiliki status gizi normal yaitu
sebanyak 83.7% pada kelompok sampel SPM serta sebanyak 81.1% pada kelompok
sampel tanpa SPM. Tidak ada sampel yang memiliki status gizi sangat kurus.
Kelompok sampel SPM memiliki sampel dengan status gizi obesitas lebih banyak
dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM yaitu sebanyak 4.7%. Kelompok
sampel tanpa SPM memiliki sampel dengan status gizi kurus yang lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok sampel SPM yaitu sebanyak 8.1%. Status gizi
antara kelompok sampel SPM dan kelompok sampel tanpa SPM tidak memiliki
perbedaan nyata (p > 0.1). Masalah kegemukan masih terlihat cukup tinggi yaitu
sebesar 11.3%. Prevalensi tersebut masih di bawah prevalensi kegemukan nasional
yaitu 18.8% dan di bawah prevalensi kegemukan Jawa Barat yang memiliki
prevalensi kegemukan dua tingkat di bawah nasional berdasarkan Riskesdas tahun
2013.
Karakteristik Keluarga
Besar Keluarga
Besar keluarga dikategorikan menjadi kedua kelompok yaitu keluarga kecil
(≤ 4 orang) dan keluarga sedang-besar (> 4 orang). Tabel 6 menunjukkan sebagian
besar sampel dari kedua kelompok memiliki besar keluarga kecil yaitu sebanyak
60.5% pada kelompok sampel SPM dan sebanyak 62.2% pada kelompok sampel
tanpa SPM. Besar keluarga akan mempengaruhi distribusi pangan yang dikonsumsi
setiap anggota keluarga. Anak yang berasal dari keluarga kecil cenderung memiliki
rata-rata asupan energi dan protein sesuai dengan nilai yang dianjurkan (Latief et
al. 2000). Besar keluarga kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel non
SPM tidak memiliki perbedaan nyata (p > 0.1).
dewasa madya sebanyak 83.8%. Sebagian besar sampel (75%) juga memiliki ibu
dengan kelompok usia dewasa madya. Kelompok sampel SPM dengan usia ibu
dewasa madya adalah sebanyak 83.7%, sedangkan kelompok sampel tanpa SPM
dengan usia ibu dewasa madya adalah sebanyak 64.9%. Usia ayah kelompok
sampel SPM dengan kelompok sampel non SPM tidak memiliki perbedaan nyata
(p > 0.1). Usia ibu kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM
memiliki perbedaan nyata (p < 0.1), kelompok sampel SPM memiliki usia ibu yang
lebih tinggi dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.
Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga mempengaruhi daya beli keluarga terhadap pangan.
Penghasilan keluarga sampel diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok.
Sebagian besar sampel SPM memiliki penghasilan keluarga yang berkisar antara 3-
5 juta/bulan serta > 8 juta/bulan dengan jumlah masing-masing 34.9%. Kelompok
sampel tanpa SPM sebagian besar memiliki penghasilan keluarga 1-3 juta/bulan
dengan jumlah 43.2%. Perbedaan yang cukup besar antara tingkat penghasilan
17
keluarga sampel SPM dengan sampel tanpa SPM dapat dipengaruhi oleh banyaknya
ibu yang memiliki pekerjaan pada sampel SPM dibandingkan dengan sampel tanpa
SPM. Penghasilan keluarga kedua kelompok sampel memiliki perbedaan nyata (p
< 0.1). Kelompok sampel SPM memiliki penghasilan keluarga yang nyata lebih
tinggi dibanding kelompok sampel tanpa SPM.
Subsistem Input
Tabel 8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa
Komponen Standar Kondisi di Katering
- Tenaga kerja harus memiliki - Tenaga kerja belum memiliki
sertifikasi khusus higiene sertifikasi khusus higene dan
sanitasi makanan, berbadan sanitasi
sehat, tidak mengidap - Tenaga kerja menggunakan
penyakit menular. alat pelindung seperti
- Tenaga kerja menggunakan celemek saat pengolahan,
Sumber daya
alat pelindung untuk serta alat bantu sendok dan
manusia
menghindari kontak langsung garpu untuk menghindari
dengan makanan kontak langsung dengan
- Produktivitas kerja tenaga makanan
pengolah makanan sekolah - Produktivitas kerja tenaga
13-15 porsi/jam. pengolah makanan 15
porsi/jam
- Peralatan terbuat dari bahan - Peralatan terbuat dari bahan
tara pangan tara pangan
- Lapisan permukaan peralatan - Lapisan permukaan peralatan
tidak larut dalam suasana tidak larut dalam makanan
asam, basa atau garam dalam - Talenan masih terbuat dari
makanan bahan kayu
- Talenan terbuat dari bahan - Perlengkapan pengolahan
Peralatan selain kayu, dan tidak bersih, kuat, dan berfungsi
melepas bahan beracun dengan baik
- Perlengkapan pengolahan
harus bersih, kuat, dan
berfungsi dengan baik, tidak
menjadi sumber pencemaran,
serta tidak menjadi sumber
bencana
- Bahan hewani, buah, sayur - Bahan-bahan yang
harus dalam keadaan baik, digunakan sudah baik dan
segar, tidak rusak. sesuai dengan ketentuan.
- Jenis tepung dan biji-bijian
- Pengolahan makanan tidak
harus dalam keadaan baik,
menggunakan bahan
tidak berubah warna, tidak
tambahan pangan
bernoda, atau berjamur.
Bahan
- Bahan tambahan pangan
harus memenuhi persyaratan
- Makanan kemasan harus
memiliki label, terdaftar,
kemasan tidak rusak, belum
kadaluwarsa, kemasan 1x
pakai
- Penetapan harga dilakukan - Metode penetapan harga
dengan metode fixed budget fixed budget
Biaya - Terdapat pembukuan untuk - Tidak terdapat pembukuan
biaya yang dikeluarkan atau untuk anggaran masuk dan
masuk ke dalam katering keluar pada katering
19
Sneed dan Kreese dalam Gregoire dan Spears (2007) menyatakan bahwa level
produktivitas untuk tenaga kerja pelayanan makanan sekolah adalah 13-15
porsi/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja katering TK
Daruttaqwa sudah sangat baik, walaupun tenaga kerja di katering belum memiliki
latar belakang pendidikan formal maupun informal terkait penyelenggaraan
makanan maupun manajemen. Pengetahuan terkait higiene dan sanitasi makanan
tenaga kerja masih sangat kurang, sehingga perlu adanya pelatihan bagi tenaga
kerja katering terutama dalam bidang higiene dan sanitasi.
Peralatan yang tersedia di dapur katering dinilai sudah cukup dari segi
kualitas maupun kuantitas, tetapi penataan letak peralatan kotor dan bersih masih
bercampur sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. Penyortiran
antara peralatan yang sering digunakan dan tidak digunakan perlu dilakukan, karena
ruang gerak tenaga pengolah di dapur terbatasi oleh banyaknya peralatan yang
berada di dapur, meskipun beberapa peralatan tidak digunakan dengan sering.
Peralatan yang belum memenuhi standar adalah talenan yang berbahan dasar kayu
dan memungkinkan terjadinya cemaran terhadap bahan pangan.
kemudian akan mencari bahan yang sama dengan kualitas yang diinginkan di pasar
tradisional yang berjarak 500 m dari katering. Air yang digunakan dalam pencucian
peralatan adalah air sumur, sedangkan air yang digunakan dalam pengolahan bahan
pangan adalah air siap minum. Bahan bakar yang digunakan selama pengolahan
bahan pangan adalah gas.
Subsistem Proses
Tabel 12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa
Proses Standar Kondisi di Katering
Perencanaan Menu disusun memperhatikan: - Menu dibuat bersama
menu - pemesanan dari konsumen antara pihak sekolah
- ketersediaan bahan, jenis, dan dan pihak katering
jumlahnya memperhatikan hal-
- keragaman variasi setiap menu hal tersebut
- proses dan lama waktu
pengolahan
- keahlian dalam mengolah
makanan
Pembelian Karakteristik open-market buying: - Harga pembelian bahan
bahan pangan - Penentuan harga berdasarkan pangan fluktuatif
basis harian, mingguan, bulanan tergantung kondisi
- Pembelian dilakukan setelah ada pasar
kesepakatan kualitas, kuantitas, - Pembelian dilakukan
harga pengantaran barang serta setelah proses tawar
servis lain. menawar
- Pembelian dilakukan via telfon, - Pembelian dilakukan
faksimile, komputer, atau secara langsung atau
langsung tatap muka
Penerimaan dan - Tempat penyimpanan terhindar - Tempat penyimpanan
penyimpanan dari kemungkinan kontaminasi masih terbuka dan
bahan pangan - Tempat penyimpanan sesuai rentan kontaminasi
dengan jenis bahan - Penyimpanan bahan
- Penyimpanan bahan makanan kering dan basah masih
sesuai suhu penyimpanan bercampur
- Jarak bahan makanan dengan - Telur disimpan dalam
lantai 15 cm, dinding 5 cm, suhu ruang untuk
langit-langit 60 cm penyimpanan 3-5 hari
- Beberapa bahan pangan
disimpan di lantai atau
menempel di dinding
- Tempat pengolahan
- Tempat pengolahan bahan
sudah memenuhi syarat
pangan memenuhi syarat teknis
teknis
higiene dan sanitasi
- Sortir bahan dilakukan
- Melakukan sortir bahan pangan
sehari sebelum
untuk menjaga mutu dan
pengolahan
keawetan
- Belum ada prioritas
- Suhu pengolahan minimal 900C
pengolahan makanan
Pengolahan - Peracikan bahan, persiapan
- Suhu pengolahan sesuai
Bahan Pangan bumbu, persiapan pengolahan,
- Tenaga pengolah
dan prioritas pengolahan
makanan terkadang
dilakukan sesuai tahapan
tidak memperhatikan
- Memperlakukan makanan sesuai
prinsip higiene dan
prinsip higiene sanitasi makanan
sanitasi
- Menempatkan makanan dalam
- Makanan yang siap
wadah tertutup dan menghindari
diporsikan disimpan
tumpang tindih
dalam keadaan terbuka
23
TK. Jarak antara katering dengan TK Daruttaqwa adalah sekitar 500 m dengan
waktu tempuh menggunakan sepeda motor selama 10 menit.
dapur rumah tangga adalah dengan melakukan manajemen sanitasi yang baik serta
renovasi pada fasilitas penyelenggaraan makanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Oh (2005) tentang persepsi orang tua
terhadap pelayanan makan siang di sekolah menunjukkan bahwa orang tua
menganggap bahwa sanitasi dalam memasak dan aspek gizi adalah hal yang
menjadi inti utama dalam pelaksanaan makan siang di sekolah. Orang tua juga
menganggap bahwa masalah sanitasi menjadi kekurangan utama yang sering
ditemukan dalam pelaksanaan makan siang anak di TK. Ariestawati (2006) dalam
penelitiannya juga menemukan hanya 16.7% TK yang memenuhi persyaratan
higiene dan sanitasi fasilitas sementara 83.3% lainnya belum memenuhi
persyaratan higiene dan sanitasi yang baik.
Subsistem Output
Ketersediaan Zat Gizi. Ketersediaan zat gizi dari menu makan siang yang
diberikan kepada anak dihitung berdasarkan penilaian terhadap kandungan energi
dan zat gizi dari berbagai pangan komponen menu. Penilaian terhadap ketersediaan
zat gizi dilakukan selama 8 hari sesuai dengan siklus menu yang ditawarkan oleh
katering. Hasil perhitungan terhadap ketersediaan energi dan zat gizi setiap menu
tersebut menunjukkan belum adanya keseragaman kandungan gizi dari setiap menu
makan siang. Tabel 15 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi pada setiap
siklus menu yang diberikan kepada anak.
Ketersediaan energi tertinggi siklus menu Hari Ke-2, menu yang diberikan
berisi rolade dan zupa soup yang diolah dengan susu murni sehingga kandungan
energinya lebih tinggi dibandingkan menu lainnya. Ketersediaan energi terendah
adalah siklus menu Hari Ke-7, menu yang diberikan adalah abon dan sayur lodeh.
Ketersediaan protein tertinggi adalah pada hari Hari Ke-1, kandungan protein dari
menu didapatkan dari telur dadar dan yoghurt. Ketersediaan protein terendah adalah
menu Hari Ke-7 dengan kandungan protein dari menu sebagian berasal dari abon.
Ketersediaan lemak tertinggi berasal dari siklus menu Hari Ke-2 yang
menggunakan bahan-bahan sumber lemak seperti ayam, sosis, dan minyak dari
rolade. Ketersediaan lemak terendah juga didapatkan pada siklus menu Hari Ke-7
dengan menu yang memberikan kandungan lemak adalah abon. Kandungan
29
karbohidrat tertinggi adalah pada siklus menu Hari Ke-2 dengan menu sup
makaroni dan perkedel kentang yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi.
Kandungan karbohidrat terendah adalah siklus menu Hari Ke-1 dengan kandungan
karbohidrat sebagian besar berasal dari nasi dan bening bayam.
Ketersediaan kalsium tertinggi berasal dari siklus menu Hari Ke-1 yang
menggunakan bahan-bahan sumber kalsium seperti bayam, telur, dan susu murni.
Ketersediaan kalsium terendah berada pada siklus menu Hari Ke-6 dengan menu
sup makaroni, perkedel kentang, serta agar-agar. Ketersediaan zat besi tertinggi
berasal pada siklus menu Hari Ke-1, bahan makanan yang menyumbang kandungan
zat besi adalah telur. Menu dengan ketersediaan zat besi terendah adalah siklus
menu Hari Ke-6 yang lebih banyak menggunakan pangan sumber karbohidrat.
Ketersediaan vitamin C tertinggi didapatkan pada siklus menu Hari Ke-4 yang
memberikan jeruk sebagai dessert, sedangkan siklus menu dengan ketersediaan
vitamin C terendah adalah siklus menu Hari Ke-2 dengan menu yang
menyumbangkan vitamin C adalah pisang susu.
Sinaga (2007) menyatakan bahwa ketersediaan makan siang yang diberikan
di sekolah setidaknya harus memenuhi 1/3 kebutuhan gizi anak dalam sehari.
Pemerintah Jepang dalam Tanaka dan Miyoshi (2012) menetapkan secara langsung
jumlah kandungan energi dan zat gizi yang harus disajikan setiap kali makan siang
berdasarkan kelompok umur anak. Sampel SPM memiliki rata-rata kebutuhan
energi 1587 kkal, protein 34.9 g, lemak 61.5 g, karbohidrat 218.3 g, kalsium 100
mg, zat besi 9 mg, serta vitamin C 45 mg. Hasil perbandingan antara rata-rata
ketersediaan energi dan zat gizi yang disediakan dengan standar ditunjukkan pada
Tabel 16.
Jepang yaitu sebesar 600 mg (Ishida 2015). Ketersediaan lemak dan protein dari
menu masih sangat kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh tidak selalu diberikannya
protein hewani dalam menu setiap siklus dan porsi untuk protein hewani masih
sedikit. Rata-rata porsi nasi yang diberikan dalam satu kali makan siang adalah 80
gram, yaitu hanya 20% dari anjuran porsi nasi untuk anak usia 6 tahun dari
Kemenkes (2014b).
Ketersediaan menu makan siang belum mencukupi karena perencanaan
menu dan porsi tidak dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi anak.
Hal tersebut juga mempengaruhi adanya variasi yang besar antara ketersediaan
energi dan zat gizi pada masing-masing siklus. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak dari pemberian makan siang adalah
dengan menetapkan komposisi bahan makanan serta pola makan dalam setiap menu
(Ishida 2015). Komposisi menu yang diberikan untuk anak sebaiknya disesuaikan
dengan pedoman gizi seimbang dan porsinya disesuaikan dengan anjuran porsi
makanan untuk anak usia 5-6 tahun berdasarkan Kemenkes yang telah disesuaikan
angka kecukupan energi dan zat gizi yang harus dipenuhi (2014b). Lee et al. (2006)
menemukan hanya 7% katering untuk anak yang mempekerjakan ahli gizi,
sementara sebagian besar lainnya melakukan perencanaan kegizian pada tenaga
non-profesional. Lee et al. (2006) juga menyarankan bahwa pelaksanaan
administrasi katering dilakukan oleh ahli gizi, sehingga pelaksanaan makan siang
di sekolah dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan utama dalam pelaksanaan makan siang di sekolah adalah untuk
meningkatkan kesehatan anak serta membentuk pola makan yang sehat (Woo 2015).
Pelaksanaan makan siang di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak terbukti
telah memiliki manfaat bagi pola makan anak. Spence et al. (2013) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa makan siang di sekolah memiliki banyak
keuntungan gizi dibandingkan bekal dari rumah, serta berpotensi mengurangi
kejadian obesitas pada anak. Evans et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa intervensi makan siang di sekolah dapat meningkatkan asupan buah dan
sayur pada anak-anak. Pemanfaatan pangan lokal dalam komposisi menu juga dapat
dilakukan untuk memperkenalkan anak kepada berbagai macam jenis pangan lokal.
Menu dengan tingkat sangat suka dengan persentase tertinggi adalah cumi
tepung (46.5%), abon (30.2%), serta nugget ayam (27.9%). Hal ini mendukung
hasil persentase daya terima, yaitu menu yang paling banyak dihabiskan adalah
abon serta nugget ayam. Menu dengan tingkat sangat tidak suka yang paling tinggi
adalah sayur lodeh (11.6%) serta tahu goreng (9.3%). Menu sayur lodeh dan tahu
goreng juga memiliki persentase daya terima tidak dimakan yang tinggi. Sayur
lodeh tidak disukai karena rasanya yang tidak familiar untuk anak-anak, sedangkan
tahu goreng tidak disukai karena bentuknya yang tidak menarik dan porsinya yang
terlalu besar. Bening katuk, semur ayam, rolade ayam, serta zupa soup juga
memiliki persentase sangat tidak suka yang cukup tinggi yaitu masing-masing 7%.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
daya terima dan tingkat kesukaan dari seluruh menu (p = 0.001, r = 0.486). Hal ini
menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kesukaan anak terhadap menu, maka
daya terimanya akan semakin besar.
Penilaian terhadap tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel dilakukan
baik pada hari sekolah maupun hari libur. Uji statistika Mann-Whitney dilakukan
untuk mengetahui adakah perbedaan nyata pada tingkat kecukupan energi dan zat
gizi antara sampel SPM dan sampel tanpa SPM. Tingkat kecukupan energi dan zat
gizi sampel pada hari sekolah ditunjukkan pada Tabel 19.
33
Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
n % n %
Energi
Defisit tingkat berat 13 30.2 7 18.9 20 25
Defisit tingkat sedang 5 11.6 2 5.4 7 8.7
Defisit tingkat ringan 5 11.6 5 13.5 10 12.5
Normal 19 44.2 17 45.9 36 45
Kelebihan 1 2.3 6 16.2 7 8.8
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.359
Protein
Defisit tingkat berat 4 9.3 24 64.9 28 35
Defisit tingkat sedang 8 18.6 3 8.1 11 13.8
Defisit tingkat ringan 5 11.6 4 10.8 9 11.2
Normal 11 25.6 5 13.5 16 20
Kelebihan 15 34.9 1 2.7 16 20
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.330
Lemak
Defisit tingkat berat 25 58.1 10 27.0 35 43.8
Defisit tingkat sedang 5 11.6 4 10.8 9 11.2
Defisit tingkat ringan 4 9.3 5 13.5 9 11.2
Normal 7 16.3 16 43.2 23 28.8
Kelebihan 2 4.7 2 5.4 4 5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.540
Karbohidrat
Defisit tingkat berat 12 27.9 1 2.7 13 16.2
Defisit tingkat sedang 4 9.3 36 97.3 40 50
Defisit tingkat ringan 6 14.0 0 0 6 7.5
Normal 19 44.2 0 0 19 23.8
Kelebihan 2 4.7 0 0 2 2.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.971
Kalsium
Kurang 0 0 18 48.6 18 22.5
Cukup 43 100 19 51.4 62 77.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.281
34
Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah (lanjutan)
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
n % n %
Zat Besi
Kurang 13 30.2 18 48.6 31 38.8
Cukup 30 69.8 19 51.4 49 61.2
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.094
Vitamin C
Kurang 31 72.1 30 81.1 61 76.2
Cukup 12 27.9 7 18.9 19 23.8
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.349
Tingkat kecukupan energi kelompok SPM dan tanpa SPM sebagian besar
termasuk ke dalam kategori normal yaitu 44.2% dan 45.9% secara berturut-turut.
Sampel SPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein kelebihan (34.9%)
dan normal (25.6%), tetapi sebagian besar sampel tanpa SPM memiliki tingkat
kecukupan protein defisit tingkat berat (64.9%). Tingkat kecukupan lemak sampel
SPM sebagian besar pada kategori defisit tingkat berat (58.1%), sedangkan sampel
tanpa SPM sebagian besar pada kategori normal (43.2%). Sampel SPM sebagian
besar memiliki tingkat kecukupan karbohidrat normal (44.2%), sedangkan sampel
tanpa SPM sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat sedang (97.3%).
Tingkat kecukupan kalsium pada kelompok sampel SPM seluruhnya termasuk pada
kategori cukup (100%), sebagian besar sampel tanpa SPM termasuk ke dalam
kategori cukup (51.4%). Tingkat kecukupan zat besi pada kedua kelompok sampel
termasuk ke dalam kategori cukup yaitu 69.8% untuk sampel SPM serta 51.4%
untuk sampel tanpa SPM. Tingkat kecukupan vitamin C kedua kelompok sampel
sebaliknya termasuk ke dalam kategori kurang yaitu 72.1% untuk sampel SPM serta
81.1% pada sampel tanpa SPM. Sebesar 30.2% sampel SPM masih memiliki
tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Hal tersebut dipengaruhi oleh pola
konsumsi kelompok sampel SPM yang jarang mengonsumsi selingan atau jajanan
selain makanan pokok. Kelompok sampel tanpa SPM meskipun sebagian besar
telah memiliki tingkat kecukupan energi kategori normal, tetapi asupan energi
sebagian besar berasal dari konsumsi lemak dari selingan dan jajanan. Kelompok
sampel tanpa SPM juga sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein,
karbohidrat, dan zat gizi mikro yang kurang dibandingkan dengan sampel SPM.
Perbandingan terhadap kedua sampel penelitian menunjukkan bahwa
kelompok sampel SPM cenderung memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi
yang lebih baik dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM pada hari sekolah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa makan siang sekolah membantu meningkatkan
konsumsi energi dan zat gizi sampel. Santoso dan Ranti (2004) menyatakan bahwa
penyelenggaraan makanan di sekolah seringkali membuat anak yang sulit makan
lebih mudah menerima makanan karena suasana lingkungan sekolah dan adanya
teman saat mengonsumsi makanan. Rakhmawati (2009) dalam penelitiannya juga
menunjukkan kontribusi makanan di sekolah pada kelompok dengan
penyelenggaraan makanan lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa
35
Tabel 20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
N % n %
Energi
Defisit tingkat berat 13 30.2 7 18.9 20 25
Defisit tingkat sedang 12 27.9 5 13.5 17 21.2
Defisit tingkat ringan 7 16.3 8 21.6 15 18.8
Normal 7 16.3 9 24.3 16 20
Kelebihan 4 9.3 8 21.6 12 15
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.897
Protein
Defisit tingkat berat 5 11.6 26 70.3 31 38.8
Defisit tingkat sedang 5 11.6 2 5.4 7 8.7
Defisit tingkat ringan 2 4.7 6 16.2 8 10
Normal 21 48.8 3 8.1 24 30
Kelebihan 10 23.3 0 0 10 12.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.144
Lemak
Defisit tingkat berat 25 58.1 12 32.4 37 46.2
Defisit tingkat sedang 5 11.6 5 13.5 10 12.5
Defisit tingkat ringan 4 9.3 7 18.9 11 13.8
Normal 6 14.0 13 35.1 19 23.8
Kelebihan 3 7.0 0 0 3 3.7
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.206
Karbohidrat
Defisit tingkat berat 16 37.2 3 8.1 19 23.8
Defisit tingkat sedang 4 9.3 34 91.9 38 47.5
Defisit tingkat ringan 10 23.3 0 0 10 12.5
Normal 10 23.3 0 0 10 12.5
Kelebihan 3 7.0 0 0 3 3.7
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.837
36
Tabel 20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur (lanjutan)
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
n % n %
Kalsium
Kurang 2 4.7 24 64.9 26 32.5
Cukup 41 95.3 13 35.1 54 67.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.527
Zat Besi
Kurang 16 37.2 24 64.9 40 50
Cukup 27 62.8 13 35.1 40 50
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.014
Vitamin C
Kurang 33 76.7 31 83.8 64 80
Cukup 10 23.3 6 16.2 16 20
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.435
dari kedua kelompok masih banyak yang termasuk ke dalam kategori defisit dan
kurang. Santoso dan Ranti (2004) menyatakan bahwa kondisi gizi yang sering
terjadi pada anak adalah kekurangan konsumsi energi, protein, vitamin A, yodium,
dan zat besi. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan anggapan orang tua
yang merugikan penyajian makanan untuk anak. Kondisi tersebut diantaranya
adalah penyajian makanan masih perlu diadaptasi karena anak masih dalam proses
transisi dari makanan bayi ke makanan dewasa serta pengurusan anak tidak begitu
diperhatikan lagi dan biasanya diserahkan kepada orang lain termasuk pengurusan
makanan. Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan tidak terpenuhinya kebutuhan
energi dan zat gizi anak dari konsumsi selama di rumah.
Hasil uji menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi yang memiliki
perbedaan nyata pada kedua kelompok sampel penelitian hanya zat besi. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Rakhmawati (2009), yang menunjukkan adanya
perbedaan nyata antara tingkat kecukupan energi, vitamin C, dan kalsium pada
kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM pada siswa sekolah
dasar. Perbedaan nyata pada tingkat kecukupan zat besi terjadi karena kelompok
SPM cenderung mengonsumsi sumber zat besi lebih baik dibandingkan kelompok
tanpa SPM seperti daging, susu, bayam, serta katuk. Kedua kelompok sampel
sebagian besar memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang pada hari
sekolah maupun hari libur. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya konsumsi buah
dan sayur pada anak usia sekolah (Mohammad dan Madanijah 2015). Kondisi
tersebut dapat diperbaiki dengan pemberian buah sebagai dessert pada menu makan
siang pada kelompok SPM. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan pendidikan terkait jenis dan manfaat buah dan sayur kepada anak-anak
pada kegiatan belajar mengajar.
Daya terima menu yang dianalisis dalam uji hubungan adalah daya terima
keseluruhan menu menggunakan nilai rata-rata daya terima setiap sampel. Hasil
analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa status gizi, usia, serta lama
mengikuti katering tidak memiliki hubungan yang nyata (p > 0.1) dengan daya
terima makanan. Hasil uji korelasi Chi-square antara jenis kelamin dengan daya
terima juga tidak memiliki hubungan yang nyata (p > 0.1). Hasil analisis ini sesuai
dengan hasil penelitian Paramita (2011) yaitu karakteristik sampel yaitu jenis
kelamin dan status gizi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan daya terima
makanan di sekolah.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata
antara daya terima menu di sekolah dengan tingkat kecukupan sampel SPM (p >
0.1). Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang
yang belum memenuhi standar kecukupan makan siang di sekolah sebesar 30% dari
kebutuhan harian. Porsi menu yang disajikan oleh katering TK Daruttaqwa masih
belum sesuai dengan anjuran porsi makanan untuk anak usia 4-6 tahun oleh
Kemenkes (2014). Nursafitri (2013) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa
perencanaan menu yang dilakukan di katering sekolah belum memperhitungkan
38
kecukupan energi dan zat gizi siswa. Ishida (2015) menyatakan bahwa pengaruh
dari makan siang di sekolah terhadap asupan harian tidak begitu besar karena hanya
dilakukan pada satu kali waktu makan di hari sekolah. Santoso dan Ranti (2004)
juga menyatakan bahwa penyelenggaraan makanan di sekolah tidak dilakukan
setiap hari sehingga konsumsi anak selain di sekolah sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan kemampuan ibu.
Simpulan
cenderung memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang lebih baik
dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM pada hari sekolah.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Clark MA, Fox MK. 2009. Nutritional quality of the diets of US public school
children and the role of the school meal program. J Am Diet Assoc.
Feb;109(2 Suppl):S44-56.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi
Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI.
Evans CEL, Christian MS, Cleghorn CL, Greenwood DC, Cade JE. 2012.
Systematic Review and meta-analysis of school-based interventions to
improve daily fruit and vegetable intake in children aged 5 to 12 y. Am J
Clin Nutr 96:889-901.
Food Service Director. 2014. Food, labor budgets up-for most.
http://www.foodservicedirector.com/research/big-picture/articles/food-
labor-budgets-most. [Diakses 2015 Agustus 07]
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition. New York
(US): Oxford University Press Inc.
Gregoire M, Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and
System Approach 6th Ed. New Jersey (US): Columbus, Ohio, Pearson,
Prentice Hall.
[Inpres] Instruksi Presiden. 1997. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah.
Ishida H. 2015. Role of School Meal Service in Nutrition. J Nutr Sci Vitaminol,
61.S20-S22.
Jomaa LH, McDonnel E, Probart C. 2011. School feeding program in developing
countries: impacts on children’s health and educational outcomes. Nutr Rev.
Feb;69(2):83-98.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene
Sanitasi Jasaboga. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014a. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan RI. 2014b. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta
(ID): Kemenkes RI.
Kustiyah L. 2005. Kajian pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap
peningkatan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar
[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, IPB.
Kwon SY, Lee KW, Yoon JH. 2010. Diet of children under the government-funded
meal support program in Korea. Nutr Res Pract 4(6):515-521.
41
RIWAYAT HIDUP