Anda di halaman 1dari 55

ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN,

KETERSEDIAAN ZAT GIZI, SERTA DAYA TERIMA


MENU DI TAMAN KANAK-KANAK

VIETA ANNISA NURHIDAYATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem


Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya Terima Menu di
Taman Kanak-kanak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Vieta Annisa Nurhidayati


NIM I14110084
ABSTRAK

VIETA ANNISA NURHIDAYATI. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan,


Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya Terima Menu di Taman Kanak-kanak.
Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan TIURMA SINAGA.

Tujuan penelitian adalah menganalisis sistem penyelenggaraan makanan,


ketersediaan zat gizi, dan daya terima menu di TK. Penelitian menggunakan desain
cross sectional study dengan 80 sampel yang dibagi dalam kelompok dengan
penyelenggaraan makanan dan tanpa penyelenggaraan makanan. Sistem
penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif. Daya terima diukur
menggunakan skala Comstock, tingkat kesukaan menggunakan skala wajah.
Ketersediaan makanan diukur dengan menimbang satu porsi makanan yang siap
disajikan lalu dihitung kandungan gizinya. Data konsumsi sampel dikumpulkan
dengan metode food recall. Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status
gizi, dan lama mengikuti katering terhadap daya terima menu (p>0.1). Tidak ada
hubungan antara daya terima menu terhadap kecukupan energi dan zat gizi (p>0.1).
Tidak ada perbedaan pada tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, dan vitamin C pada kedua kelompok (p>0.1), tetapi terdapat perbedaan
pada tingkat kecukupan zat besi pada kedua kelompok (p<0.1).

Kata kunci: anak TK, daya terima, ketersediaan zat gizi, pelayanan makanan,
tingkat kecukupan zat gizi

ABSTRACT

VIETA ANNISA NURHIDAYATI. Analysis of Food Service System, Nutrients


Availability, and Menu Acceptability in Kindergarten. Supervised by DRAJAT
MARTIANTO and TIURMA SINAGA.

The purpose of this study was to analyze the implementation of food service
system, nutrients availability, and menu acceptability in kindergarten. The study
was conducted by using cross sectional study with 80 samples kindergarten students
that were divided into sample with food service and without food service. Food
service system were analyzed descriptively. Menu acceptability was measured
using Comstock’s scale, and the preference level was measured using facial hedonic
scale. Food availability was measured by weighing the portions of food and the
nutrients content of the food was calculated. Food consumption data were collected
by food recall. There is no significant correlation between age, sex, nutritional
status, as well as catering duration with menu acceptability (p> 0.1). There is no
significant correlation between menu acceptability with energy and nutrients
adequacy (p> 0.1). There are no significant differences in energy, protein, fat,
carbohydrates, calcium, and vitamin C adequacy level in both groups of samples
(p> 0.1), but there are significant difference in iron adequacy level in both groups
of samples (p < 0.1).

Keywords: kindergarten children, menu acceptability, nutrients availability, food


service system, nutrients adequacy level
iii

ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN,


KETERSEDIAAN ZAT GIZI, SERTA DAYA TERIMA
MENU DI TAMAN KANAK KANAK

VIETA ANNISA NURHIDAYATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iv
vi
vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2015 ini berjudul
Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanaan, Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya
Terima Menu di Taman Kanak-kanak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Rimbawan selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat dan dosen
pembimbing penulis saat internship atas motivasi dan inspirasinya.
2. Dr Ir Drajat Martianto, M Si dan Dr Tiurma Sinaga, MFSA selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, koreksi, dan masukan
untuk perbaikan karya ilmiah ini.
3. Ibu Reisi Nurdiani, SP, M Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji
sidang atas koreksi dan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.
4. Keluarga tercinta, Mama Yeti, Papa Bambang, Teh Viena, Teh Viera dan
seluruh keluarga besar atas motivasi, kasih sayang, dan semangatnya.
5. Sahabat-sahabat terdekat, Buruys, Geng KUA, Keluarga HIMAGIZI, ILMAGI,
IKAMASI, dan Mineral Gizi Masyarakat 48 atas motivasi, semangat, dan
bantuannya.
6. Kepala TK Daruttaqwa, Kepala TK Negeri Pembina, dan Pengelola Katering
TK Daruttaqwa atas izin, dukungan, dan bantuannya selama penelitian.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan maupun kekhilafan yang
penulis lakukan dalam karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Vieta Annisa Nurhidayati


viii
ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 6
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6
Jumlah dan Cara Penarikan Sampel 6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 8
Definisi Operasional 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Karakteristik Sekolah 10
Karakteristik Sampel 12
Karakteristik Keluarga 14
Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan 17
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 32
Hubungan Karakteristik Sampel terhadap Daya Terima Makanan 37
Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan 37
SIMPULAN DAN SARAN 38
Simpulan 38
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 39
RIWAYAT HIDUP 43
x

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 7


2 Sebaran siswa di TK Daruttaqwa 11
3 Sebaran siswa di TK Negeri Pembina Lembursitu 11
4 Karakteristik sampel penelitian 12
5 Sebaran sampel SPM berdasarkan lama mengikuti katering 14
6 Karakteristik keluarga sampel 14
7 Persyaratan teknis katering golongan A1 di TK Daruttaqwa 17
8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa 18
9 Pembagian kerja katering TK Daruttaqwa 19
10 Jumlah produksi harian katering 19
11 Inventaris alat katering TK Daruttaqwa 20
12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa 22
13 Siklus menu makan siang TK Daruttaqwa 23
14 Karakteristik pembelian bahan pangan 24
15 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang TK 28
16 Perbandingan ketersediaan zat gizi dengan standar kandungan gizi 29
17 Daya terima menu 31
18 Tingkat kesukaan menu 32
19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah 33
20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur 35

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 5


2 Area penyimpanan bahan kering katering TK Daruttaqwa 25
3 Area pengolahan makanan katering TK Darrutaqwa 26
4 Proses pemorsian katering TK Daruttaqwa 26
5 Lunchbox yang siap didistribusikan 27
6 Penyajian menu katering kepada anak 27
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak-anak pada usia sekolah melewati seperempat waktu hariannya di


sekolah yang juga melewati waktu makan siang. Waktu-waktu istirahat sekolah
biasanya digunakan untuk mengonsumsi makanan dalam rangka memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi mereka. Konsumsi di sekolah tersebut berasal dari
bekal dari rumah maupun jajanan di sekitar sekolah (Winarno dalam Aprillia 2011).
Rahmi dan Muis (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi
jajanan di sekolah memberikan kontribusi terhadap asupan energi sebesar 22.9%
dan protein 15.9%. Kontribusi makanan di sekolah yang cukup besar terhadap
pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari menjadi potensi untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi anak dan membentuk pola makan yang sesuai dengan
pedoman gizi seimbang.
Upaya untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak yang baik melalui
konsumsi di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui
penyelenggaraan makanan di sekolah. Penyelenggaraan makanan di sekolah
biasanya menyediakan sarapan, makan siang, atau selingan yang diberikan pada
hari sekolah. Perbedaan pada cara pemberian ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,
kondisi kesehatan, serta keadaan pangan di daerah penyelenggara. Penyelenggaraan
makanan di sekolah ini pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan siswa
di sekolah, meningkatkan status gizi, dan meningkatkan kemampuan belajar siswa
(Ishida 2015).
Penyelenggaraan makanan di sekolah selain dapat memenuhi kebutuhan gizi
anak juga dapat menjadi pendidikan gizi bagi anak. Pendidikan gizi di sekolah
dilakukan melalui pemberian pengetahuan serta praktik secara langsung.
Penyelenggaraan makanan sebagai praktik pendidikan gizi dapat dijadikan media
untuk anak dalam menerima, menyukai, dan memilih makanan yang baik dalam
jumlah yang tepat. Acara makan di sekolah ini dapat membina kebiasaan tentang
pola makan dan waktu makan yang baik untuk anak (Santoso dan Ranti 2004).
Hasil penelitian Jomaa et al. (2011) menunjukkan bahwa asupan energi dan
zat gizi mikro serta angka kehadiran pada siswa penerima penyelenggaraan
makanan di sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak menerima.
Penyelenggaraan makanan dalam jangka panjang di Jepang juga menunjukkan
adanya peningkatan rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa serta membantu
dalam pembentukkan pola makan yang sehat (Ishida 2015). Sinaga et al. (2012)
pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan pada siswa
SD memberikan pengaruh nyata pada peningkatan asupan energi dan zat gizi siswa.
Penyelenggaraan makanan di sekolah pada berbagai penelitian tersebut terbukti
telah memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa, tetapi berbagai
penelitian menunjukkan adanya kekurangan dari menu yang diberikan oleh
penyelenggaraan makanan di sekolah.
Penelitian Kwon et al. (2010), menunjukkan bahwa bantuan makan oleh
Pemerintah Korea Selatan untuk anak-anak usia sekolah dari golongan menengah
ke bawah tidak memenuhi kebutuhan gizi mereka. Clark dan Fox (2009) dalam
2

penelitiannya yang dilakukan di sekolah publik di Amerika Serikat menunjukkan


adanya kelebihan ketersediaan natrium dalam menu penyelenggaraan makanan di
sekolah. Menu tersebut telah memenuhi kebutuhan energi dari siswa di sekolah,
tetapi 80% dari total energi berasal dari lemak jenuh. Kondisi tersebut diperparah
dengan rendahnya kandungan serat dalam diet. Ketidaksesuaian antara tujuan dari
penyelenggaraan makanan di sekolah dan keadaan menu yang ada ini dapat
mengurangi manfaat dari penyelenggaraan makanan di sekolah atau bahkan
menimbulkan masalah baru.
Pemerintah Indonesia melakukan program makanan tambahan untuk anak
sekolah (PMT-AS) berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1997 dengan target
utama adalah siswa SD/MI. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keadaan
gizi dan minat belajar siswa, mendukung program diversifikasi pangan, serta
menanamkan kebiasaan makan yang baik pada siswa (Inpres 1997). Intervensi
PMT-AS yang dilakukan oleh Kustiyah (2005) kepada siswa SD menunjukkan
bahwa pemberian PMT-AS dapat meningkatkan kadar glukosa darah siswa secara
nyata dan meningkatkan daya ingat siswa. Cakupan dari program PMT-AS ini
kemudian diperluas lagi dengan penambahan target anak TK/RA pada tahun 2011.
Program ini dilaksanakan di 27 kabupaten dalam 27 provinsi yang meliputi 1.4 juta
siswa SD/MI serta TK/RA (ACDP Kemdikbud 2013).
Pelaksanaan PMT-AS di TK juga mulai diikuti dengan munculnya program
makan siang untuk anak di TK. Sebanyak 15% dari 61 TK yang berada di Kota
Sukabumi mulai menyediakan penyelenggaraan makan siang untuk siswanya. Dua
di antaranya menyelenggarakan makan siang dengan menu lengkap setiap harinya.
Santoso dan Ranti (2004) menyebutkan bahwa fungsi dari pelaksanaan makan siang
di TK diantaranya adalah menambah konsumsi zat gizi anak, mendidik sopan
santun dalam makan bersama, memupuk kebersamaan, melatih anak maka berbagai
jenis makanan yang bergizi, melatih anak makan sendiri, serta melatih anak
menggunakan peralatan makan dengan benar. Pencapaian dari fungsi-fungsi
tersebut tidak terlepas dari penyelenggaraan makanan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta penerapan menu yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sistem
penyelenggaraan makanan, ketersediaan zat gizi, serta daya terima menu di taman
kanak-kanak di Kota Sukabumi.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini


diantaranya adalah:
1. Bagaimanakah sistem penyelenggaraan makanan di TK?
2. Berapakah jumlah ketersediaan energi dan zat gizi dalam menu
penyelenggaraan makanan di TK?
3. Seberapa besar pemenuhan kecukupan energi dan zat gizi dari
ketersediaan menu penyelenggaraan makanan di TK?
4. Bagaimana daya terima anak terhadap makanan yang disajikan dalam
menu penyelenggaraan makanan di TK?
5. Adakah perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi antara anak
yang mengikuti penyelenggaraan makanan dengan anak yang tidak
mengikuti penyelenggaraan makanan di TK?
3

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem


penyelenggaraan makanan, ketersediaan zat gizi, serta daya terima menu di TK.
Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya adalah:
1. Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan di TK
2. Menghitung ketersediaan energi dan zat gizi pada menu penyelenggaraan
makanan di TK
3. Menganalisis daya terima anak terhadap menu penyelenggaraan
makanan yang disajikan di TK
4. Menghitung pemenuhan kecukupan energi dan zat gizi dari ketersediaan
menu penyelenggaraan makanan TK
5. Menganalisis perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi konsumsi
pangan sehari antara anak yang mengikuti penyelenggaraan makanan
dengan anak yang tidak mengikuti penyelenggaraan makanan di TK

Hipotesis Penelitian

Hipotesis awal dari penelitian ini adalah tingkat kecukupan energi dan zat gizi
anak yang mengikuti penyelenggaraan makanan di sekolah lebih baik dibandingkan
anak yang tidak mengikuti penyelenggaraan makanan di sekolah.

Manfaat Penelitian

Salah satu tujuan penyelenggaraan makanan di sekolah adalah untuk


memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak yang sebagian besar waktunya
dihabiskan di sekolah. Penyelenggaraan makanan di sekolah yang baik selain dapat
memenuhi kebutuhan anak, juga dapat membentuk pola makan yang baik dan
teratur. Sistem penyelenggaraan makanan di sekolah haruslah diperhatikan dengan
baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Manfaat yang didapatkan dari
penelitian ini diantaranya adalah:
1. Mengungkapkan apakah pelaksanaan penyelenggaraan makanan di TK
sudah sesuai atau belum
2. Memberikan evaluasi terhadap sistem penyelenggaraan makanan di TK
3. Mengungkapkan apakah menu yang disajikan di TK sudah memiliki
ketersediaan zat gizi yang baik, disukai, dan dapat diterima oleh anak
4

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri


dari tiga subsistem yaitu input, proses, dan output. Input dari penyelenggaraan
makanan diantaranya adalah sumber daya manusia, bahan, biaya, metode, dan
peralatan. Proses terdiri atas tahapan yang dimulai dari perencanaan menu hingga
penyajian. Output dari penyelenggaraan makanan adalah makanan, ketersediaan zat
gizi, serta daya terima makanan. Penyelenggaraan makanan di sekolah
dilaksanakan pada makan siang sehingga ketersediaan zat gizi yang ada dalam
menu makanan di sekolah sekurang-kurangnya sepertiga dari total kebutuhan zat
gizi anak. Sisa dari kebutuhan lainnya berasal dari makanan yang disediakan di
rumah atau makanan jajanan.
Daya terima menu makan siang anak di sekolah akan mempengaruhi
konsumsi makan anak yang pada akhirnya akan memberi kontribusi terhadap
pemenuhan kebutuhan zat gizi anak. Tingkat kecukupan zat gizi anak dihitung
berdasarkan perbandingan antara total konsumsi anak dengan angka kecukupan gizi
anak. Tingkat kecukupan gizi anak juga akan dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan
menu yang disajikan. Ketersediaan dari menu juga dibandingkan dengan angka
kecukupan gizi untuk menilai apakah menu sudah memenuhi sepertiga kebutuhan
anak.
Belum semua TK melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk anak-
anak. Ada TK yang secara khusus menyediakan fasilitas penyelenggaraan
makanan dan ada TK yang belum menyediakan fasilitas penyelenggaraan makanan.
Penelitian ini melakukan perbandingan pada tingkat kecukupan energi dan zat gizi
pada kedua kelompok sampel untuk mengetahui perbedaan antara anak yang
menerima penyelenggaraan makanan dan anak yang tidak menerima
penyelenggaraan makanan.
5

Input: Karakteristik Sampel:


- SDM - Umur
- Bahan - Jenis kelamin
- Biaya - Status gizi
- Metode - Lama mengikuti katering
- Peralatan - Sosial ekonomi keluarga

Proses:
Anak dengan Anak tanpa
- Perencanaan
penyelenggaraan penyelenggaraan makanan
menu
makanan (Sampel SPM) (Sampel Tanpa SPM)
- Pembelian bahan
pangan
Feedback

- Penerimaan bahan
pangan Konsumsi anak Konsumsi anak Konsumsi anak
- Penyimpanan di TK di luar TK di luar TK
bahan pangan
- Pengolahan bahan
pangan
- Penyajian

Output:
- Makanan
Tingkat kecukupan zat gizi anak
- Ketersediaan zat
gizi
- Daya terima
- Tingkat kesukaan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian


6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional
study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk
menggambarkan karakteristik dari sampel. Penelitian ini dilakukan di TK
Daruttaqwa, Kota Sukabumi untuk TK dengan penyelenggaraan makanan dan TK
Negeri Pembina Lembursitu, Kota Sukabumi untuk TK tanpa penyelenggaraan
makanan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive. Pertimbangan pemilihan
tempat berdasarkan perbedaan dalam segi penyelenggaraan makanan, tetapi
karakteristik lainnya sama. Karakteristik tersebut yaitu memiliki akreditasi A
(sangat baik) dan berada di lokasi strategis. Penelitian dilakukan pada bulan Januari
2015 sampai dengan April 2015.

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang bersekolah di TK


Daruttaqwa dan TK Negeri Pembina Lembursitu. Pengambilan sampel dilakukan
secara purposive sampling, dengan sampel penelitian adalah anak TK kelas B.
Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu anak dengan penyelenggaraan makanan
untuk TK Daruttaqwa dan anak tanpa penyelenggaraan makanan untuk TK Negeri
Pembina Lembursitu. Kriteria inklusi dalam pengambilan sampel antara lain: 1)
sampel merupakan anak TK Daruttaqwa atau TK Negeri Pembina Lembursitu kelas
B dengan usia 6-7 tahun; 2) sampel tidak sedang sakit; 3) sampel mampu mengikuti
penelitian secara lengkap dari awal hingga akhir. Pengambilan jumlah sampel
didasarkan pada perhitungan Slovin sebagai berikut.
- Sampel dengan penyelenggaraan makanan (TK Daruttaqwa)
𝑁 63
𝑛= = = 38.65
1 + 𝑁(𝑑) 2 1 + 63 (0,1)2
- Sampel tanpa penyelenggaraan makanan (TK Negeri Pembina Lembursitu)
𝑁 52
𝑛= = = 34.21
1 + 𝑁(𝑑) 2 1 + 52 (0,1)2
Dimana: n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)
Hasil perhitungan sampel untuk kedua kelompok menunjukkan bahwa
jumlah minimal sampel untuk kelompok anak dengan penyelenggaraan makanan
adalah 39 orang, sedangkan jumlah minimal sampel untuk kelompok anak tanpa
penyelenggaraan makanan adalah 35 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi: 1) sistem penyelenggaraan makanan sekolah; 2) karakteristik
7

sampel (nama, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi keluarga); 3) karakteristik fisik
sampel (berat badan dan tinggi badan); 4) ketersediaan makanan yang disajikan
oleh sekolah; 5) daya terima sampel terhadap menu yang disajikan; 6) konsumsi
sampel terhadap makanan yang disajikan sekolah; 7) konsumsi sampel di luar
sekolah; 8) total konsumsi sampel satu hari; 9) tingkat kecukupan gizi sampel.
Sistem penyelenggaraan makanan sekolah diketahui dengan menggunakan
wawancara dan observasi langsung. Karakteristik sampel didapatkan melalui
pengisian kuesioner yang diberikan kepada orang tua. Karakteristik fisik yang
mencakup berat badan dan tinggi badan diukur secara langsung. Data berat badan
diperoleh dengan penimbangan langsung menggunakan timbangan injak dengan
ketelitian 0.1 kg, data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung di lokasi
menggunakan stature meter dengan ketelitian 0.1 cm.
Ketersediaan makanan yang disediakan di sekolah dilihat melalui
penimbangan satu porsi makanan yang disajikan dengan timbangan digital
berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g. Daya terima sampel terhadap menu yang
disajikan diketahui dari habis atau tidaknya konsumsi siswa terhadap makanan
sekolah. Konsumsi sampel terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah dilihat
dari sisa makanan sampel menggunakan formulir daya terima dan tingkat kesukaan.
Total konsumsi sampel dalam satu hari dilakukan melalui metode food recall
selama dua hari yaitu hari sekolah dan hari libur. Tingkat kecukupan zat gizi sampel
dihitung dengan cara membandingkan total konsumsi sehari sampel dengan angka
kecukupan gizinya.
Data sekunder meliputi lokasi sekolah, karakteristik sekolah, jumlah siswa
dan jam belajar, serta sarana dan prasana yang dimiliki oleh sekolah. Data sekunder
diperoleh berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah dan bagian tata usaha.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data


Variabel Jenis data Cara pengumpulan data
Karakteristik sampel - Nama Pengisian kuesioner oleh
- Umur orang tua sampel dan data
- Jenis kelamin sekunder yang didapatkan
- Status gizi dari sekolah
- Sosial ekonomi keluarga
- Lama mengikuti katering
Karakteristik fisik sampel - Berat Badan Penimbangan
- Tinggi Badan menggunakan timbangan
injak dengan ketelitian 0.1
kg. Pengukuran tinggi
badan menggunakan
stature meter dengan
ketelitian 0.1 cm.
Input penyelenggaraan - Sumber daya manusia Wawancara dan
makanan - Bahan pengamatan langsung
- Biaya
- Metode
- Peralatan
8

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)


Variabel Jenis data Cara pengumpulan data
Proses penyelenggaraan - Perencanaan menu Wawancara dan
makanan - Pembelian bahan pangan pengamatan langsung
- Penerimaan bahan
pangan
- Penyimpanan bahan
pangan
- Pengolahan bahan pangan
- Penyajian makanan
Output penyelenggaraan - Makanan Penimbangan satu porsi
makanan - Ketersediaan energi dan makanan, penimbangan
zat gizi sisa makanan, form daya
- Daya terima terima dan tingkat
- Tingkat kesukaan kesukaan
Ketersediaan makanan - Menu makanan Penimbangan satu porsi
- Bahan/komposisi makanan yang akan
makanan disajikan (sebelum
- Berat makanan dikonsumsi) dengan
timbangan digital dan juga
melalui wawancara dengan
tenaga pengolah makanan.
Daya terima menu - Sisa makanan Form daya terima dan
makanan tingkat kesukaan

Konsumsi sampel di - Jumlah makanan yang Penghitungan kandungan


sekolah dikonsumsi di sekolah energi dan zat gizi menu
- Kandungan energi dan yang dikonsumsi di
zat gizi dari menu di sekolah
sekolah
Konsumsi sampel di luar - Jumlah makanan yang Pengisian food recall
sekolah dikonsumsi di luar melalui metode wawancara
sekolah
- Kandungan energi dan
zat gizi dari makanan di
luar sekolah
Tingkat kecukupan gizi - AKE dan AKG anak Penghitungan total
sampel - TKE dan TKG anak konsumsi sehari anak
dibandingkan dengan
angka kecukupan
Karakteristik sekolah - Lokasi sekolah Wawancara dengan kepala
- Karakteristik sekolah sekolah dan bagian tata
- Jumlah siswa usaha
- Jam belajar

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian pertama-tama diperiksa


terlebih dahulu kelengkapannya sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data
dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengeditan, pengkodean, pengentrian,
9

pengecekan ulang, dan analisis. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel


2012 dan dianalisis lebih lanjut menggunakan SPSS 16.0 for Windows.
Sistem penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif. Data
karakteristik sampel terdiri atas nama, jenis kelamin, status gizi, sosial ekonomi
keluarga dianalisis menggunakan tabulasi. Data jumlah makanan yang disediakan
dan dikonsumsi dari sekolah serta dari luar sekolah dikonversikan ke dalam bentuk
energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, dan vitamin C dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya
sehari. Jika makanan yang dikonsumsi berupa makanan kemasan, kandungan gizi
dilihat berdasarkan nutrition fact dari label makanan tersebut
Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang
disediakan oleh sekolah dihitung dengan cara membandingkan ketersediaan energi
dan zat gizi makanan yang disediakan dengan kebutuhan gizi sampel. Kebutuhan
gizi sampel didasarkan pada angka kecukupan energi dan zat gizi untuk Bangsa
Indonesia tahun 2014 menurut kelompok umur.
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan
total konsumsi energi dan zat gizi dalam sehari dengan angka kecukupan zat gizi
yang dianjurkan menurut umur. Tingkat kecukupan zat gizi makro diperoleh
dengan menggunakan cut-off point Depkes (1996) yang dibedakan menjadi defisit
tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-
89%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%). Tingkat kecukupan zat gizi
mikro diperoleh dengan menggunakan cut-off point Gibson (2005) yang dibedakan
menjadi kurang (<77) dan cukup (≥77). Analisis data yang digunakan adalah
deskriptif dan inferensia yang terdiri dari:
1. Deskriptif (Persentase dan rata-rata)
a. data karakteristik sampel,
b. karakteristik sosial ekonomi,
c. daya terima dan konsumsi makanan sampel,
d. tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel,
2. Inferensia:
a. Uji korelasi Spearman dan Chi-Square digunakan untuk mengetahui
hubungan antara:
- karakteristik sampel terhadap daya terima makanan di sekolah
- tingkat kesukaan terhadap daya terima makanan di sekolah
- daya terima terhadap tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel
b. Uji beda Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan antara:
- karakteristik sampel dan keluarga sampel SPM dengan sampel tanpa SPM
- tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel SPM dengan sampel tanpa
SPM.

Definisi Operasional

Sampel adalah siswa TK yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah
ditentukan.
Sampel SPM adalah siswa TK yang mengikuti program makan siang yang
diadakan oleh sekolah.
Sampel tanpa SPM adalah siswa TK yang tidak mengikuti program makan siang
yang diadakan oleh sekolah dan membawa bekal sendiri.
10

Sistem penyelenggaraan makanan adalah serangkaian subsistem meliputi input,


proses, dan output yang saling berkaitan dalam penyelenggaraan makanan bagi
siswa di TK Daruttaqwa.
Katering adalah suatu organisasi terpilih yang melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan makanan untuk siswa di TK Daruttaqwa.
Menu adalah daftar makanan yang disediakan oleh katering yang terdiri dari makan
siang dan selingan.
Ketersediaan energi dan zat gizi adalah jumlah energi dan zat gizi dari makanan
yang disediakan di sekolah per porsi makanan per siswa.
Daya terima makanan adalah penerimaan (habis atau tidaknya konsumsi) siswa
terhadap makanan yang disajikan di sekolah menggunakan skala Comstock.
Tingkat kesukaan makanan adalah preferensi siswa terhadap makanan yang
disajikan oleh sekolah menggunakan skala wajah.
Konsumsi anak di TK adalah kandungan energi dan zat gizi makanan yang
dikonsumsi oleh siswa berdasarkan ketersediaan makanan di sekolah dan daya
terima siswa terhadap makanan tersebut.
Konsumsi anak di luar TK adalah kandungan energi dan zat gizi makanan yang
dikonsumsi oleh siswa di luar makanan yang disediakan di sekolah.
Total konsumsi anak adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh siswa baik di
TK maupun di luar TK selama sehari.
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah kategori pemenuhan kecukupan
energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan persentase total
konsumsi terhadap kecukupan zat gizi siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sekolah

TK Daruttaqwa
TK Daruttaqwa merupakan bagian dari Daruttaqwa Foundation, sebuah
PAUD terpadu yang membawahi pendidikan anak usia pra-sekolah secara formal
maupun non-formal. Pendidikan anak usia pra-sekolah yang bersifat formal adalah
taman kanak-kanak (TK), sedangkan pendidikan anak usia pra-sekolah yang
bersifat non-formal adalah kelompok bermain (kober) dan tempat penitipan anak
(TPA). Jumlah keseluruhan siswa pada tahun ajaran 2014/2015 adalah sebanyak
120 anak. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 15 orang, sedangkan jumlah tenaga
kependidikan sebanyak 3 orang.
Kegiatan belajar anak di TK Daruttaqwa diselenggarakan pada hari Senin
hingga Jumat mulai pukul 08.00 - 12.30 WIB. Kegiatan belajar pada hari Jumat
hanya berlangsung setengah hari hingga pukul 10.30 WIB. Anak yang mengikuti
kegiatan full-day course melakukan kegiatan belajar setiap harinya berlangsung
hingga pukul 16.00 WIB. Jumlah kelas di TK Daruttaqwa sendiri adalah 5 kelas,
terdiri dari dua kelas A dan tiga kelas B. Tabel 2 menunjukkan sebaran siswa
menurut kelas di TK Daruttaqwa.
11

Tabel 2 Sebaran siswa di TK Daruttaqwa


Kelas Jumlah Siswa
A1 28
A2 28
B1 25
B2 20
B3 19
Total 120

Lokasi TK Daruttaqwa terletak di Jalan R.E. Martadinata nomor 49 Toserba


Selamat lantai 3, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Lokasi tersebut merupakan
lokasi yang strategis karena berada di lintasan jalan kota dan hanya berjarak 2 km
dari pusat pemerintahan Kota Sukabumi.
Pendidikan terkait gizi yang diberikan kepada anak-anak di TK Daruttaqwa
diwujudkan dalam pendidikan lingkungan hidup, yang didalamnya berisi
pengenalan tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS), makanan bergizi, dan lain-
lain oleh guru wali kelas. Pemberian makanan tambahan atau PMT diadakan setiap
bulan dan diselenggarakan oleh orang tua siswa. Menu yang disajikan biasanya
menu seperti bubur sumsum, bubur kacang hijau, atau jagung susu keju. Salah satu
fasilitas yang disediakan oleh TK Daruttaqwa adalah fasilitas katering untuk makan
siang siswa. Pengelolaan katering dilakukan secara terpisah dari sekolah dan
diselenggarakan oleh katering terpilih. Pengadaan makan siang di sekolah ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak selama di sekolah, membiasakan
anak untuk makan secara mandiri dan tertib, dan membiasakan anak untuk makan
sayur. Katering yang disediakan bersifat sukarela sehingga orang tua dapat memilih
apakah anaknya mengikuti katering sekolah, atau membawa bekal dari rumah.
Pendaftaran untuk katering sendiri dilakukan secara mingguan kepada koordinator
katering. Katering ini juga diperuntukkan untuk guru dan tenaga kependidikan.

TK Negeri Pembina Lembursitu


TK Negeri Pembina Lembursitu merupakan salah satu TK negeri yang berada
di Kota Sukabumi. TK Negeri Pembina Lembursitu terdiri dari satu kelas kelompok
bermain (kober) serta empat kelas TK yang terbagi menjadi dua kelas A dan dua
kelas B. Jumlah keseluruhan siswa pada tahun ajaran 2014/2015 adalah sebanyak
92 orang. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 8 orang dengan jumlah tenaga
kependidikan sebanyak 3 orang. Kegiatan belajar mengajar anak di TK Negeri
Pembina Lembursitu diselenggarakan pada hari Senin hingga Sabtu mulai pukul
07.00 – 11.00 WIB. Tabel 3 menunjukkan sebaran siswa menurut kelas di TK
Negeri Pembina Lembursitu.

Tabel 3 Sebaran siswa di TK Negeri Pembina Lembursitu


Kelas Jumlah Siswa
A1 23
A2 17
B1 26
B2 26
Total 92
Lokasi TK Negeri Pembina Lembursitu terletak di Jalan Pelabuhan II KM.5
Cipanengah, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Lokasi tersebut berada di
12

dalam komplek Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi dan berjarak 5
km dari pusat pemerintahan Kota Sukabumi. Pendidikan terkait gizi untuk anak-
anak di TK Negeri Pembina Lembursitu diberikan bersama dengan pendidikan
kesehatan lain dalam program pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS).
Materi-materi yang disampaikan dalam PKHS diantaranya adalah makanan bergizi,
jajanan sehat, serta PHBS. PKHS dilaksanakan secara bergiliran setiap harinya
dalam seminggu, sehingga setiap kelas mendapat materi PKHS satu minggu sekali
oleh guru penanggung jawab UKS.
TK Negeri Pembina Lembursitu menerapkan program makan siang bersama
dengan menu yang dibawa dari rumah. Daftar menu satu minggu dari sekolah terdiri
dari sumber karbohidrat beserta susu atau minuman lainnya. Setiap bulan juga
diadakan makan siang bersama di sekolah yang diselenggarakan oleh orang tua
siswa dengan menu makan siang lengkap. Pengadaan program makan siang
bersama harian serta bulanan ini bertujuan untuk membiasakan anak makan dengan
mandiri dan dihabiskan. Program makan siang bulanan juga dilakukan dengan
tujuan untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru kepada anak. Program
makan siang bersama yang dilakukan ini tidak sesuai dengan harapan. Orang tua
siswa sering membawakan bekal yang tidak sesuai dengan menu yang ditetapkan,
sehingga manfaat dari program belum tercapai dengan baik. TK Negeri Pembina
Lembursitu juga perlu menambah variasi daftar menu yang ditetapkan karena pola
menu harian yang ditetapkan belum beragam.

Karakteristik Sampel

Tabel 4 Karakteristik sampel penelitian


Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Karakteristik Sampel Jumlah %
n % n %
Usia
6 tahun 41 95.3 35 94.6 76 95
7 tahun 2 4.7 2 5.4 4 5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.878
Jenis Kelamin
Perempuan 22 51.2 18 48.6 40 50
Laki-laki 21 48.8 19 51.4 40 50
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.824
Status Gizi
Kurus 2 4.7 3 8.1 5 6.2
Normal 36 83.7 30 81.1 66 82.5
Gemuk 3 7.0 3 8.1 6 7.5
Obesitas 2 4.7 1 2.7 3 3.8
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.641
13

Usia dan Jenis Kelamin


Sampel dalam penelitian diinklusikan ke dalam kelompok anak TK B dengan
rentang usia 6 – 7 tahun. Anak dengan usia 4-6 tahun termasuk ke dalam kelompok
anak usia pra-sekolah, sedangkan anak dengan usia 7-9 tahun termasuk ke dalam
kelompok anak usia sekolah (Soetardjo 2011). Perbedaan antara pengelompokkan
anak berdasarkan usia ini disebabkan oleh karakteristik kelompok anak TK B yang
akan melanjutkan pendidikan ke tingkat sekolah dasar dalam beberapa bulan
berikutnya. Rentang usia sampel berkisar antara 6 hingga 7 tahun. Tabel 4
menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian berusia 6 tahun sebanyak
95.3% pada kelompok sampel SPM dan sebanyak 94.6% pada kelompok sampel
tanpa SPM. Kelompok sampel SPM memiliki lebih banyak sampel berjenis kelamin
perempuan yaitu 51.2%, sedangkan kelompok sampel tanpa SPM memiliki lebih
banyak sampel berjenis kelamin laki-laki yaitu 51.4%. Usia dan jenis kelamin
kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM tidak memiliki
perbedaan nyata (p > 0.1).

Status Gizi
Status gizi sampel ditentukan berdasarkan indeks masa tubuh menurut umur
(IMT/U) yang mengacu pada Kepmenkes RI nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang standar antropometri penilaian status gizi anak. Status gizi sampel
ditentukan berdasarkan z-skor yang dikategorikan ke dalam lima kategori yaitu
sangat kurus (z skor < -3SD), kurus (-3SD < z-skor < -2SD), normal (-2SD < z-skor
< 1SD), gemuk (1SD < z-skor < 2SD), serta obesitas (z-skor > 2SD). Tabel 4
menunjukkan bahwa sebagian besar sampel memiliki status gizi normal yaitu
sebanyak 83.7% pada kelompok sampel SPM serta sebanyak 81.1% pada kelompok
sampel tanpa SPM. Tidak ada sampel yang memiliki status gizi sangat kurus.
Kelompok sampel SPM memiliki sampel dengan status gizi obesitas lebih banyak
dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM yaitu sebanyak 4.7%. Kelompok
sampel tanpa SPM memiliki sampel dengan status gizi kurus yang lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok sampel SPM yaitu sebanyak 8.1%. Status gizi
antara kelompok sampel SPM dan kelompok sampel tanpa SPM tidak memiliki
perbedaan nyata (p > 0.1). Masalah kegemukan masih terlihat cukup tinggi yaitu
sebesar 11.3%. Prevalensi tersebut masih di bawah prevalensi kegemukan nasional
yaitu 18.8% dan di bawah prevalensi kegemukan Jawa Barat yang memiliki
prevalensi kegemukan dua tingkat di bawah nasional berdasarkan Riskesdas tahun
2013.

Lama Mengikuti Katering


Lama mengikuti katering menunjukkan seberapa lama penerapan pola makan
dengan katering diikuti oleh anak. Sampel SPM sebanyak 43 orang mengikuti
katering sekolah dengan sistem pendaftaran bulanan. Kelompok sampel SPM
sebanyak 43 orang dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan lama
mengikuti katering yaitu ≤ 6 bulan, 6-12 bulan, dan > 12 bulan. Tabel 5
menunjukkan sebaran sampel berdasarkan lama mengikuti katering.
14

Tabel 5 Sebaran sampel SPM berdasarkan lama mengikuti katering


Sampel SPM
Lama Mengikuti Katering
n %
≤ 6 bulan 7 16.3
6 - 12 bulan 15 34.9
> 12 bulan 21 48.8
Total 43 100

Sebaran sampel berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar


sampel SPM telah mengikuti katering selama > 12 bulan sebanyak 48.8%. Sampel
yang telah mengikuti katering selama ≤ 6 bulan adalah sebanyak 7 orang 16.3%.

Karakteristik Keluarga

Tabel 6 Karakteristik keluarga sampel


Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Karakteristik Keluarga Jumlah %
n % n %
Besar Keluarga
Kecil (≤ 4 orang) 26 60.5 23 62.2 49 61.2
Sedang - Besar (> 4 orang) 17 39.5 14 37.8 31 38.8
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.877
Usia Ayah
Dewasa Muda (20-30 tahun) 4 9.3 4 10.8 8 10
Dewasa Madya (31-50 tahun) 36 83.7 31 83.8 67 83.8
Dewasa Lanjut ( > 50 tahun) 3 7.0 2 5.4 5 6.2
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.877
Usia Ibu
Dewasa Muda (20-30 tahun) 7 16.3 13 35.1 20 25
Dewasa Madya (31-50 tahun) 36 83.7 24 64.9 60 75
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.023
Pendidikan Ayah
Lulus SMP 0 0 4 10.8 4 5
Lulus SMA 14 32.6 15 40.5 29 36.2
Lulus PT 29 67.4 18 48.6 47 58.8
Total 43 100 37 100 80 100
P = 0.048
Pendidikan Ibu
Lulus SMP 0 0 6 16.2 6 7.5
Lulus SMA 12 27.9 22 59.5 34 42.5
Lulus PT 31 72.1 9 24.3 40 50
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.000
15

Tabel 6 Karakteristik keluarga sampel (lanjutan)


Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Karakteristik Keluarga Jumlah %
n % n %
Pekerjaan Ayah
PNS 11 25.6 6 16.2 17 21.2
TNI/Polri 5 11.6 2 5.4 7 8.8
Pegawai Swasta 12 27.9 11 29.7 23 28.8
Wirausaha 13 30.3 14 37.8 27 33.8
Buruh dan Jasa 0 0.0 1 2.7 1 1.2
Lainnya 2 4.7 3 8.1 5 6.2
Total 43 100 37 100 80 100
Pekerjaan Ibu
PNS 12 27.9 3 8.1 15 18.8
TNI/Polri 1 2.3 0 0.0 1 1.2
Pegawai Swasta 4 9.3 4 10.8 8 10
Wirausaha 9 20.9 5 13.5 14 17.5
Buruh dan Jasa 1 2.3 0 0.0 1 1.2
Tidak Bekerja 13 30.2 24 64.9 37 46.3
Lainnya 3 7.0 1 2.7 4 5
Total 43 100 37 100 80 100
Penghasilan Keluarga
1-3 juta/bulan 6 14.0 16 43.2 22 27.5
3-5 juta/bulan 15 34.9 13 35.1 28 35
5-8 juta/bulan 7 16.3 5 13.5 12 15
> 8 juta/bulan 15 34.9 3 8.1 18 22.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.001

Besar Keluarga
Besar keluarga dikategorikan menjadi kedua kelompok yaitu keluarga kecil
(≤ 4 orang) dan keluarga sedang-besar (> 4 orang). Tabel 6 menunjukkan sebagian
besar sampel dari kedua kelompok memiliki besar keluarga kecil yaitu sebanyak
60.5% pada kelompok sampel SPM dan sebanyak 62.2% pada kelompok sampel
tanpa SPM. Besar keluarga akan mempengaruhi distribusi pangan yang dikonsumsi
setiap anggota keluarga. Anak yang berasal dari keluarga kecil cenderung memiliki
rata-rata asupan energi dan protein sesuai dengan nilai yang dianjurkan (Latief et
al. 2000). Besar keluarga kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel non
SPM tidak memiliki perbedaan nyata (p > 0.1).

Usia Orang Tua


Usia orang tua dikategorikan ke dalam kelompok usia dewasa muda (20-30
tahun), dewasa madya (31-50 tahun), dan dewasa lanjut (> 50 tahun). Tabel 6
menunjukkan bahwa sebagian besar sampel (83.8%) pada kedua kelompok
memiliki usia ayah yang tergolong ke dalam dewasa madya. Kelompok sampel
SPM memiliki jumlah sampel dengan usia ayah dewasa madya sebanyak 83.7%,
sedangkan kelompok sampel tanpa SPM memiliki jumlah sampel dengan usia ayah
16

dewasa madya sebanyak 83.8%. Sebagian besar sampel (75%) juga memiliki ibu
dengan kelompok usia dewasa madya. Kelompok sampel SPM dengan usia ibu
dewasa madya adalah sebanyak 83.7%, sedangkan kelompok sampel tanpa SPM
dengan usia ibu dewasa madya adalah sebanyak 64.9%. Usia ayah kelompok
sampel SPM dengan kelompok sampel non SPM tidak memiliki perbedaan nyata
(p > 0.1). Usia ibu kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM
memiliki perbedaan nyata (p < 0.1), kelompok sampel SPM memiliki usia ibu yang
lebih tinggi dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.

Tingkat Pendidikan Orang Tua


Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pengasuhan anak
termasuk pengasuhan gizi anak. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
meningkatkan daya terima terhadap informasi gizi untuk diimplementasikan dalam
perilaku, gaya hidup, serta pola asuh (Amelia 2001). Pendidikan ayah pada
kelompok sampel SPM berkisar antara lulus SMA dan lulus perguruan tinggi,
dengan persentase terbesar pada tingkat pendidikan lulus perguruan tinggi dengan
persentase 67.4%. Kelompok sampel tanpa SPM pendidikan ayah berkisar antara
lulus SMP hingga lulus perguruan tinggi dengan persentase terbesar pada tingkat
pendidikan lulus perguruan tinggi sebesar 48.6%. Pendidikan ibu pada kelompok
sampel SPM berkisar antara lulus SMA dan lulus perguruan tinggi, dengan
persentase terbesar pada tingkat pendidikan lulus perguruan tinggi dengan
persentase 72.1%. Kelompok sampel tanpa SPM pendidikan ibu berkisar antara
lulus SMP hingga lulus perguruan tinggi dengan persentase terbesar pada tingkat
pendidikan lulus SMA sebesar 59.5%. Tingkat pendidikan ayah (p < 0.1) serta
tingkat pendidikan ibu (p < 0.1) pada kedua sampel penelitian memiliki perbedaan
nyata. Tingkat pendidikan ayah dan ibu kelompok sampel SPM nyata lebih tinggi
dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.

Pekerjaan Orang Tua


Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelas sosial dan
penghasilan seseorang (Notoatmodjo 2007). Pekerjaan orang tua, akan
mempengaruhi penghasilan keluarga dan daya beli keluarga terhadap makanan.
Tabel 6 menunjukkan sebagian besar sampel SPM memiliki ayah dengan jenis
pekerjaan wirausaha yaitu sebanyak 30.3%, sedangkan sebagian besar sampel tanpa
SPM memiliki ayah dengan jenis pekerjaan wirausaha yaitu sebanyak 37.8%.
Sebagian besar sampel SPM memiliki ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga
yaitu sebanyak 30.2%. Kelompok sampel tanpa SPM juga memiliki sebagian besar
ibu tidak bekerja atau ibu rumah tangga sebanyak 64.9%. Kelompok sampel SPM
memiliki ibu yang bekerja lebih banyak dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.
Hal tersebut dapat mempengaruhi penghasilan keluarga sampel.

Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga mempengaruhi daya beli keluarga terhadap pangan.
Penghasilan keluarga sampel diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok.
Sebagian besar sampel SPM memiliki penghasilan keluarga yang berkisar antara 3-
5 juta/bulan serta > 8 juta/bulan dengan jumlah masing-masing 34.9%. Kelompok
sampel tanpa SPM sebagian besar memiliki penghasilan keluarga 1-3 juta/bulan
dengan jumlah 43.2%. Perbedaan yang cukup besar antara tingkat penghasilan
17

keluarga sampel SPM dengan sampel tanpa SPM dapat dipengaruhi oleh banyaknya
ibu yang memiliki pekerjaan pada sampel SPM dibandingkan dengan sampel tanpa
SPM. Penghasilan keluarga kedua kelompok sampel memiliki perbedaan nyata (p
< 0.1). Kelompok sampel SPM memiliki penghasilan keluarga yang nyata lebih
tinggi dibanding kelompok sampel tanpa SPM.

Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan

Katering yang ditunjuk sebagai penyelenggara makan siang untuk anak di TK


Daruttaqwa adalah katering golongan A1 yang dikelola oleh keluarga di dapur
rumah tangga. Jarak antara lokasi katering dan lokasi TK sendiri hanya berjarak
500 m. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh setiap katering golongan A1
berdasarkan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 yang telah dipenuhi
oleh katering TK Daruttaqwa ditunjukkan oleh Tabel 7.

Tabel 7 Persyaratan teknis katering golongan A1 di TK Daruttaqwa


Persyaratan Teknis Kondisi di Katering
- Ruang pengolahan makanan tidak - Ruang pengolahan makanan tidak
dipakai sebagai ruang tidur dipakai sebagai ruang tidur
- Apabila bangunan tidak mempunyai - Terdapat ventilasi buatan di sekitar
ventilasi alam yang cukup, harus dapur tempat pengolahan
menyediakan ventilasi buatan untuk
sirkulasi udara
- Pembuangan udara kotor atau asap - Udara kotor dan asap tidak menimbulkan
tidak menimbulkan gangguan terhadap gangguan terhadap lingkungan
lingkungan
- Tersedia tempat cuci tangan dan tempat - Tempat cuci tangan dan cuci peralatan
cuci peralatan yang terpisah dengan memiliki permukaan halus dan mudah
permukaan halus dan mudah dibersihkan namun belum dipisahkan
dibersihkan
- Terdapat tempat penyimpanan bahan - Terdapat satu buah lemari es untuk
pangan dan makanan jadi yang cepat penyimpanan bahan pangan dan
membusuk minimal 1 buah lemari es makanan jadi
Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011
Secara keseluruhan, Katering TK Daruttaqwa telah memenuhi persyaratan
teknis katering golongan A1, tetapi terdapat persyaratan yang belum sesuai yaitu
tempat cuci tangan terpisah dengan tempat cuci peralatan. Katering TK Daruttaqwa
sebenarnya telah memiliki tempat cuci peralatan yang terpisah, tetapi tenaga
pengolah terkadang mencuci perlatan memasak di tempat cuci tangan dengan
alasan kepraktisan.
18

Subsistem Input
Tabel 8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa
Komponen Standar Kondisi di Katering
- Tenaga kerja harus memiliki - Tenaga kerja belum memiliki
sertifikasi khusus higiene sertifikasi khusus higene dan
sanitasi makanan, berbadan sanitasi
sehat, tidak mengidap - Tenaga kerja menggunakan
penyakit menular. alat pelindung seperti
- Tenaga kerja menggunakan celemek saat pengolahan,
Sumber daya
alat pelindung untuk serta alat bantu sendok dan
manusia
menghindari kontak langsung garpu untuk menghindari
dengan makanan kontak langsung dengan
- Produktivitas kerja tenaga makanan
pengolah makanan sekolah - Produktivitas kerja tenaga
13-15 porsi/jam. pengolah makanan 15
porsi/jam
- Peralatan terbuat dari bahan - Peralatan terbuat dari bahan
tara pangan tara pangan
- Lapisan permukaan peralatan - Lapisan permukaan peralatan
tidak larut dalam suasana tidak larut dalam makanan
asam, basa atau garam dalam - Talenan masih terbuat dari
makanan bahan kayu
- Talenan terbuat dari bahan - Perlengkapan pengolahan
Peralatan selain kayu, dan tidak bersih, kuat, dan berfungsi
melepas bahan beracun dengan baik
- Perlengkapan pengolahan
harus bersih, kuat, dan
berfungsi dengan baik, tidak
menjadi sumber pencemaran,
serta tidak menjadi sumber
bencana
- Bahan hewani, buah, sayur - Bahan-bahan yang
harus dalam keadaan baik, digunakan sudah baik dan
segar, tidak rusak. sesuai dengan ketentuan.
- Jenis tepung dan biji-bijian
- Pengolahan makanan tidak
harus dalam keadaan baik,
menggunakan bahan
tidak berubah warna, tidak
tambahan pangan
bernoda, atau berjamur.
Bahan
- Bahan tambahan pangan
harus memenuhi persyaratan
- Makanan kemasan harus
memiliki label, terdaftar,
kemasan tidak rusak, belum
kadaluwarsa, kemasan 1x
pakai
- Penetapan harga dilakukan - Metode penetapan harga
dengan metode fixed budget fixed budget
Biaya - Terdapat pembukuan untuk - Tidak terdapat pembukuan
biaya yang dikeluarkan atau untuk anggaran masuk dan
masuk ke dalam katering keluar pada katering
19

Tabel 8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa (lanjutan)


Komponen Standar Kondisi di Katering
Karakteristik metode produksi - Tempat pengolahan berbeda
konvensional: dengan tempat penyajian
- Pengolahan di tempat - Bahan yang digunakan dibeli
penyajian dalam bentuk mentah dan
- Bahan yang digunakan dibeli dalam jumlah kecil
dalam bentuk mentah, - Makanan segera disajikan
sebagian siap olah setelah diolah
Metode - Pembelian barang dalam - Peralatan digunakan untuk
jumlah kecil persiapan, pengolahan,
- Makanan diolah untuk segera hingga penyajian
disajikan - Tenaga kerja tidak terlatih
- Perlu peralatan persiapan,
pengolahan, penyajian.
- Tenaga kerja bisa terlatih
maupun tidak terlatih
Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, Palacio dan Theis (2009), Gregoire dan
Spears (2007)

Sumber Daya Manusia. Katering TK Daruttaqwa terdiri 4 orang tenaga


kerja yang dikepalai langsung oleh pemilik katering. Belum ada pembagian kerja
yang jelas maupun spesifik untuk setiap tenaga kerja. Semua karyawan terlibat pada
proses persiapan hingga distribusi. Waktu kerja yang berlaku di katering sendiri
tidak terjadwal dengan pasti, umumnya proses persiapan dan pengolahan
berlangsung mulai pukul 05.00 – 15.00 WIB setiap hari dari Senin hingga Kamis.
Pembagian kerja di katering TK Daruttaqwa ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pembagian kerja katering TK Daruttaqwa


Alokasi Kerja Jumlah Tenaga Kerja
Pengelola dan Pembelian 1
Pengolahan 1
Persiapan dan Pemorsian 2
Total 4

Tabel 10 menunjukkan jumlah produksi harian dari katering untuk


Daruttaqwa Foundation secara keseluruhan. Kualitas SDM dapat diukur melalui
produktivitas kerja yang merupakan rasio dari output terhadap input. Gregoire dan
Spears (2007) menyatakan bahwa cara yang biasa digunakan dalam mengukur
produktivitas SDM dalam penyelenggaraan makanan adalah produksi makanan per
jam serta menit produksi per makanan.

Tabel 10 Jumlah produksi harian katering


Konsumen Jumlah Porsi
TK 90
Kelompok bermain 30
Guru dan tenaga kependidikan 30
Total 150

150 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 15 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖


𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 = =
10 𝑗𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑚
20

Sneed dan Kreese dalam Gregoire dan Spears (2007) menyatakan bahwa level
produktivitas untuk tenaga kerja pelayanan makanan sekolah adalah 13-15
porsi/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja katering TK
Daruttaqwa sudah sangat baik, walaupun tenaga kerja di katering belum memiliki
latar belakang pendidikan formal maupun informal terkait penyelenggaraan
makanan maupun manajemen. Pengetahuan terkait higiene dan sanitasi makanan
tenaga kerja masih sangat kurang, sehingga perlu adanya pelatihan bagi tenaga
kerja katering terutama dalam bidang higiene dan sanitasi.

Peralatan. Peralatan merupakan faktor penentu efisiensi kerja dalam


penyelenggaraan makanan (Palacio dan Theis 2009). Nurdiani (2011) menyatakan
bahwa umumnya peralatan katering terbagi menjadi ke dalam tiga kelompok yaitu
alat-alat penyimpanan, alat-alat pengolahan, serta alat-alat penyajian. Kelengkapan
alat di TK Daruttaqwa belum didokumentasikan dengan baik. Perawatan alat
dilakukan seminggu sekali, dan perawatan pada alat yang rusak dilakukan secara
kondisional. Tabel 11 menunjukkan daftar peralatan yang dimiliki katering TK
Daruttaqwa.

Tabel 11 Inventaris alat katering TK Daruttaqwa


Alat Penyimpanan Alat Persiapan dan Alat Penyajian
Pengolahan
Lemari pendingin (chiller Pisau, talenan, baskom, Tempat nasi, lunch box,
dan freezer), lemari bahan cobek, nampan, blender, sendok, garpu, piring,
kering, rak piring dan alat, saringan, parutan, wajan, mangkuk
kontainer plastik panci, teflon, presto,
pengukus, rice cooker,
sodet, centong, cetakan,
kompor

Peralatan yang tersedia di dapur katering dinilai sudah cukup dari segi
kualitas maupun kuantitas, tetapi penataan letak peralatan kotor dan bersih masih
bercampur sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. Penyortiran
antara peralatan yang sering digunakan dan tidak digunakan perlu dilakukan, karena
ruang gerak tenaga pengolah di dapur terbatasi oleh banyaknya peralatan yang
berada di dapur, meskipun beberapa peralatan tidak digunakan dengan sering.
Peralatan yang belum memenuhi standar adalah talenan yang berbahan dasar kayu
dan memungkinkan terjadinya cemaran terhadap bahan pangan.

Bahan. Kualitas makanan yang disajikan kepada anak sangat dipengaruhi


oleh kualitas bahan pangan yang digunakan. Katering TK Daruttaqwa sendiri tidak
memiliki spesifikasi khusus dalam pembelian bahan pangan, tetapi bahan pangan
yang digunakan sudah sesuai dengan standar bahan pangan yang digunakan dalam
katering berdasarkan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Katering
TK Daruttaqwa tidak menggunakan bahan tambahan pangan dalam pengolahannya
karena target konsumen adalah anak-anak.
Pemesanan dan pembelian bahan pangan dilakukan setiap hari kepada
langganan yang berada di pasar tradisional atau pemasok untuk bahan tertentu.
Apabila barang yang dipesan di langganan tidak sesuai kualitasnya, maka bahan
pangan yang dipesan di langganan dapat ditukar atau dibatalkan. Katering
21

kemudian akan mencari bahan yang sama dengan kualitas yang diinginkan di pasar
tradisional yang berjarak 500 m dari katering. Air yang digunakan dalam pencucian
peralatan adalah air sumur, sedangkan air yang digunakan dalam pengolahan bahan
pangan adalah air siap minum. Bahan bakar yang digunakan selama pengolahan
bahan pangan adalah gas.

Biaya. Menu yang ditawarkan oleh katering TK Daruttaqwa memiliki harga


Rp 8000,-/hari. Penetapan harga tersebut dilakukan oleh dewan guru dan komite
sekolah. Penetapan harga sendiri dilakukan berdasarkan hasil diskusi yang
dilakukan setiap awal semester. Pengelola katering kemudian akan menyesuaikan
komposisi menu dengan biaya yang tersedia. Kebijakan harga ini termasuk ke
dalam metode fixed budget yaitu biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan
makanan ditetapkan sebelumnya. Metode ini umum digunakan pada
penyelenggaraan makanan institusi dimana pembiayaannya terbatas dengan
pendapatan rendah (Palacio dan Theis 2009).
Hasil perhitungan terhadap biaya bahan pangan menunjukkan bahwa rata-rata
biaya yang dikeluarkan untuk bahan pangan adalah Rp 3279,-/menu/hari atau
sebesar 41% dari harga per menu. Food Service Director (2014) dalam artikelnya
menyatakan bahwa rata-rata pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan makanan
sekolah mengalokasikan 46% untuk biaya makanan, 45% untuk biaya tenaga kerja,
dan 9% untuk biaya peralatan. Apabila dibandingkan dengan persentase tersebut,
maka katering TK Daruttaqwa masih dapat meningkatkan alokasi pembelian untuk
biaya bahan pangan yang dapat meningkatkan porsi menu serta ketersediaan energi
dan zat gizi dari menu.
Katering TK Daruttaqwa belum memiliki anggaran belanja yang terencana.
Katering juga belum memiliki pembukuan untuk setiap anggaran masuk dan keluar
dari usaha katering yang dijalani. Pengelola katering tidak mengetahui budget
maupun omzet bulanan dari katering sekolah. Biaya makan katering anak
dikumpulkan setiap minggunya kepada Wali Kelas yang kemudian dikumpulkan
kepada Guru Penanggung Jawab Katering. Biaya makan katering anak secara
keseluruhan lalu diberikan kepada pengelola katering oleh Guru Penanggung Jawab
katering di awal minggu.

Metode. Metode yang digunakan oleh katering TK Daruttaqwa adalah


metode konvensional. Metode penyelenggaraan makanan yang umum dilakukan
untuk sekolah adalah metode konvensional serta metode produksi terpusat (Lee et
al. 2002). Metode konvensional adalah metode penyelenggaraan makanan yang
pengolahan bahan pangannya dilakukan di tempat yang sama dengan tempat
penyajian makanan sehingga makanan dapat langsung disajikan segera setelah
diolah (Palacio dan Theis 2009). Katering TK Daruttaqwa melakukan proses
persiapan hingga pengolahan bahan pangan di dapur rumah tangga milik pengelola,
sehingga meskipun menggunakan metode konvensional dapur pengolahan bahan
pangan berada di tempat yang berbeda dengan tempat penyajian makanan.
Makanan yang didistribusikan ke tempat penyajian yaitu TK Daruttaqwa
menggunakan sepeda motor dengan waktu tempuh ± 10 menit.
22

Subsistem Proses
Tabel 12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa
Proses Standar Kondisi di Katering
Perencanaan Menu disusun memperhatikan: - Menu dibuat bersama
menu - pemesanan dari konsumen antara pihak sekolah
- ketersediaan bahan, jenis, dan dan pihak katering
jumlahnya memperhatikan hal-
- keragaman variasi setiap menu hal tersebut
- proses dan lama waktu
pengolahan
- keahlian dalam mengolah
makanan
Pembelian Karakteristik open-market buying: - Harga pembelian bahan
bahan pangan - Penentuan harga berdasarkan pangan fluktuatif
basis harian, mingguan, bulanan tergantung kondisi
- Pembelian dilakukan setelah ada pasar
kesepakatan kualitas, kuantitas, - Pembelian dilakukan
harga pengantaran barang serta setelah proses tawar
servis lain. menawar
- Pembelian dilakukan via telfon, - Pembelian dilakukan
faksimile, komputer, atau secara langsung atau
langsung tatap muka
Penerimaan dan - Tempat penyimpanan terhindar - Tempat penyimpanan
penyimpanan dari kemungkinan kontaminasi masih terbuka dan
bahan pangan - Tempat penyimpanan sesuai rentan kontaminasi
dengan jenis bahan - Penyimpanan bahan
- Penyimpanan bahan makanan kering dan basah masih
sesuai suhu penyimpanan bercampur
- Jarak bahan makanan dengan - Telur disimpan dalam
lantai 15 cm, dinding 5 cm, suhu ruang untuk
langit-langit 60 cm penyimpanan 3-5 hari
- Beberapa bahan pangan
disimpan di lantai atau
menempel di dinding
- Tempat pengolahan
- Tempat pengolahan bahan
sudah memenuhi syarat
pangan memenuhi syarat teknis
teknis
higiene dan sanitasi
- Sortir bahan dilakukan
- Melakukan sortir bahan pangan
sehari sebelum
untuk menjaga mutu dan
pengolahan
keawetan
- Belum ada prioritas
- Suhu pengolahan minimal 900C
pengolahan makanan
Pengolahan - Peracikan bahan, persiapan
- Suhu pengolahan sesuai
Bahan Pangan bumbu, persiapan pengolahan,
- Tenaga pengolah
dan prioritas pengolahan
makanan terkadang
dilakukan sesuai tahapan
tidak memperhatikan
- Memperlakukan makanan sesuai
prinsip higiene dan
prinsip higiene sanitasi makanan
sanitasi
- Menempatkan makanan dalam
- Makanan yang siap
wadah tertutup dan menghindari
diporsikan disimpan
tumpang tindih
dalam keadaan terbuka
23

Tabel 12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa (lanjutan)


Proses Standar Kondisi di Katering
- Distribusi menggunakan - Distribusi menggunakan
kendaraan yang higienis sepeda motor
- Setiap jenis makanan - Makanan disajikan dalam
mempunyai wadah masing- satu lunchbox bersekat
masing untuk tiap jenis makanan
Distribusi dan
- Wadah harus utuh, kuat, dan - Beberapa lunchbox sudah
penyajian
tidak berkarat tidak utuh
- Distribusi memperhatikan - Suhu makanan tidak
suhu makanan terjaga selama distribusi
- Makanan yang disajikan - Makanan disajikan dalam
dalam bentuk edible portion bentuk edible portion
Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, Palacio dan Theis (2009)

Perencanaan Menu. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan


menyusun variasi makanan untuk penyelenggaraan makanan yang di dalamnya
termasuk proses pengembangan, implementasi, dan evaluasi (Palacio dan Theis
2009). Proses perencanaan menu di katering TK Daruttaqwa melibatkan pengelola
katering, dewan guru, serta orang tua siswa. Perencanaan menu yang dilakukan
sudah mempertimbangkan karakteristik konsumen yang dilayani dari segi kualitas
dan kuantitas, jumlah biaya yang tersedia, keterbatasan fasilitas serta sumber daya
manusia, tetapi ketersediaan zat gizi pada makanan belum dihitung berdasarkan
kebutuhan gizi konsumen. Siklus menu yang diterapkan adalah siklus menu 8 hari
yang digunakan untuk dua minggu penyelenggaraan. Pola menu yang diberikan
setiap harinya adalah nasi, sayur, lauk hewani atau lauk nabati, serta dessert.
Katering belum memiliki resep standar untuk setiap menu, sehingga
memungkinkan terjadinya perbedaan cita rasa setiap kali penyajian.

Tabel 13 Siklus menu makan siang TK Daruttaqwa


Siklus Menu Berat (g)
Nasi 73
Telur dadar 50
Hari Ke-1 85
Bening bayam
Yoghurt 50
Nasi 83
Rolade 30
Hari Ke-2
Zupa Soup 60
Pisang susu 40
Nasi 65
Semur ayam 25
Hari Ke-3
Tahu goreng 36
Pisang 70
Nasi 70
Sup Baso 83
Hari Ke-4
Jamur Krispy 40
Jeruk 50
24

Tabel 13 Siklus menu makan siang TK Daruttaqwa (lanjutan)


Siklus Menu Berat (g)
Nasi 90
Cumi tepung 20
Hari Ke-5
Tumis Buncis Wortel 58
Yoghurt 50
Nasi 83
Perkedel Kentang 20
Hari Ke-6
Sup Makaroni 35
Agar-agar 40
Nasi 70
Abon 10
Hari Ke-7
Sayur lodeh 40
Pisang 70
Nasi 80
Nugget ayam 35
Hari Ke-8
Bening Katuk 45
Semangka 50

Pembelian Bahan Pangan. Metode pembelian bahan pangan yang


diterapkan di katering TK Daruttaqwa adalah metode open-market buying yaitu
pembelian bahan makanan dilakukan berdasarkan basis harian berdasarkan harga
yang berlaku pada saat itu. Pembelian bahan pangan dilakukan oleh pengelola
katering setiap sore sehari sebelum penyelenggaraan makanan. Tahapan yang
dilakukan oleh pengelola katering dalam pembelian bahan pangan adalah 1) melihat
daftar menu yang akan disajikan keesokan harinya; 2) menentukkan bahan pangan
yang akan digunakan keesokan harinya; 3) menentukkan jumlah bahan pangan
yang akan dibeli; 4) melakukan pembelanjaan ke pasar tradisional dan pemasok.
Pembelanjaan yang dilakukan di pasar tradisional sebelumnya dipesan
terlebih dahulu kepada pedagang yang terpilih. Apabila pada saat pengambilan
bahan pangan kualitas barang sesuai dengan harapan maka pembelian dilanjutkan.
Apabila bahan pangan yang dipesan di rekanan tidak sesuai, maka pengelola
katering akan membatalkan pesanan dan melakukan pembelian bahan pangan pada
tempat lain yang kualitasnya sesuai. Tabel 14 menunjukkan karakteristik pembelian
bahan pangan sesuai dengan jenisnya.
Tabel 14 Karakteristik pembelian bahan pangan
Jenis Bahan Frekuensi Tempat pembelian Jumlah
Beras 3x/minggu Pasar tradisional 25 kg
Telur 1x/minggu Pasar tradisional 8 kg
Sayur Setiap hari Pasar tradisional ± 8 kg
Buah 1x/minggu Pasar tradisional ± 8 kg
Lauk hewani Setiap hari Pasar tradisional 5-8 kg
Lauk nabati Setiap hari Pemasok 160 potong
Susu 2x/minggu Pemasok 5 liter
Bahan kering 1x/2 minggu Pasar tradisional Kondisional
25

Pembelian bahan makanan yang akan diproduksi pada umumnya telah


sesuai dengan prinsip pemilihan makanan yang ditetapkan pada Permenkes RI No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 untuk bahan makanan mentah atau makanan olahan.

Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Pangan. Bahan pangan yang telah


dibeli kemudian diterima di dapur pengolahan. Pengecekkan bahan pangan
dilakukan oleh tenaga pengolah makanan untuk diperiksa kualitas dan kuantitasnya.
Apabila ada bahan pangan yang tidak sesuai kualitas dan kuantitasnya, maka
pengolah makanan akan menyiasati hal tersebut dengan mengganti variasi menu.
Penyimpanan bahan pangan belum dibedakan secara spesifik antara bahan
kering dan bahan basah. Hal tersebut dikarenakan persiapan bahan pangan biasanya
dimulai pada malam hari, sehingga setelah penerimaan bahan pangan langsung
dilanjutkan kepada proses persiapan bahan pangan. Waktu simpan rata-rata untuk
bahan basah adalah 1 hingga 2 hari, sedangkan waktu simpan rata-rata untuk bahan
kering adalah dua minggu. Bahan kering biasanya diletakkan pada suhu ruang
dalam suatu wadah terbuka, sedangkan bahan basah diletakkan di dalam chiller atau
freezer. Penyimpanan telur berada di suhu ruang, beberapa jenis sayuran juga
disimpan dalam suhu ruang. Penyimpanan tersebut belum sesuai dengan Permenkes
RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 yang menyatakan bahwa penyimpanan telur
untuk waktu simpan < 3 hari adalah pada suhu 50 – 70C dan penyimpanan sayur
pada suhu 100C. Penyimpanan beberapa bahan pangan masih menempel pada
dinding dan lantai, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi terhadap bahan
pangan masih sangat tinggi.

Gambar 2 Area penyimpanan bahan kering katering TK Daruttaqwa

Pengolahan Bahan Pangan. Proses pengolahan makanan di katering TK


Daruttaqwa setiap harinya dimulai pukul 05.00 dan selesai hingga pukul 10.00.
Proses pengolahan yang dilakukan pertama kali adalah persiapan bahan pangan.
Tidak semua persiapan bahan pangan dilakukan mulai dari pagi hari, beberapa
bahan pangan yang membutuhkan waktu persiapan cukup lama mulai diolah pada
malam hari dan dilanjutkan kembali keesokan paginya. Contoh pengolahan menu
yang dimulai pada malam hari adalah menu rolade dan nugget ayam. Adonan dari
menu dipersiapkan terlebih dahulu pada malam hari dan disimpan pada lemari es
dengan suhu <100C. Adonan yang disimpan ini kemudian dilanjutkan
pengolahannya pada pagi hari untuk dibentuk dan digoreng. Proses penyimpanan
bahan pangan yang cukup lama ini menjadi salah satu titik kritis dalam pengolahan
makanan. Apabila proses tersebut tidak dilakukan sesuai dengan prinsip
pengolahan makanan yang baik, maka dapat menimbulkan bahaya keamanan
pangan.
26

Gambar 3 Area pengolahan makanan katering TK Daruttaqwa


Proses pengolahan makanan dilakukan oleh satu orang juru masak dan dua
orang asisten juru masak. Proses pengolahan untuk semua menu biasanya selesai
hingga pukul 10.30 untuk kemudian dilakukan pemorsian. Pemorsian makanan
dilakukan oleh asisten juru masak langsung ke dalam lunchbox yang akan disajikan
kepada anak. Proses pemorsian tidak menggunakan standar yang pasti.

Gambar 4 Proses pemorsian katering TK Daruttaqwa


Proses pengolahan yang dilakukan di katering TK Daruttaqwa belum
memenuhi prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB) berdasarkan
Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 yaitu belum adanya prioritas
dalam pengolahan bahan pangan. Pengolahan terhadap menu berkuah seringkali
dilakukan terlebih dulu dibandingkan dengan makanan, sedangkan pemorsian
untuk menu berkuah dilakukan terakhir. Waktu penyimpanan yang cukup panjang
dari menu selesai diolah hingga pemorsian dan penyajian itu memungkinkan
terjadinya penurunan kualitas menu. Kondisi tersebut juga tidak disertai dengan
adanya proses untuk mempertahankan suhu makanan, sehingga dapat menimbulkan
bahaya keamanan pangan. Peralatan dan fasilitas yang digunakan juga masih
banyak yang belum memenuhi prinsip CPMB seperti talenan yang digunakan masih
terbuat dari bahan kayu dan wadah yang digunakan setelah makanan jadi tidak
memiliki tutup. Hal tersebut terjadi karena dapur yang digunakan masih tercampur
dengan dapur rumah tangga, sehingga peralatan yang digunakan serta pengolahan
bahan pangan dilakukan secara bersamaan dengan untuk konsumsi rumah tangga.

Distribusi dan Penyajian. Peralatan makan yang digunakan untuk


penyajian makanan adalah lunchbox dan sendok plastik. Setelah pemorsian selesai,
makanan yang sudah dimasukkan ke dalam lunchbox disusun ke dalam suatu
keranjang besar sesuai dengan jumlah anak dalam satu kelas. Keranjang-keranjang
besar tersebut kemudian disusun di sepeda motor dan didistribusikan ke lokasi TK.
Makanan diantar setiap harinya pukul 10.00 untuk playgroup dan pukul 11.00 untuk
27

TK. Jarak antara katering dengan TK Daruttaqwa adalah sekitar 500 m dengan
waktu tempuh menggunakan sepeda motor selama 10 menit.

Gambar 5 Lunchbox yang siap didistribusi


Selama proses distribusi tidak ada upaya untuk menjaga suhu makanan tetap
hangat, sehingga sering kali makanan yang disajikan kepada anak sudah dingin
karena ada jeda yang cukup lama dari makanan selesai diolah, diporsikan, dan
didistribusikan. Menu yang berkuah penyajiannya disatukan dengan menu tidak
berkuah pada lunchbox dengan hanya dibatasi oleh sekat sehingga seringkali kuah
dari menu tercampur ke menu lain pada proses distribusi. Makanan yang disajikan
dalam kondisi dingin seperti yoghurt dan pudding juga pendistribusiannya
dicampur dengan makanan yang bersuhu hangat. Beberapa lunchbox yang
digunakan untuk penyajian juga sudah tidak dapat ditutup dengan rapat sehingga
perlu diikat kembali dengan karet.

Gambar 6 Penyajian menu katering kepada anak


Pelaksanaan makan siang dilaksanakan di setiap kelas. Anak akan dibagi
menjadi dua kelompok makan siang yang terbagi ke dalam dua meja. Satu meja
berisi 10 – 12 anak dan didampingi oleh satu wali kelas. Seluruh peralatan makan
akan diambil kembali oleh pengelola katering pada pukul 13.00 untuk dibersihkan
dan dicuci.

Higiene dan Sanitasi. Permasalahan utama yang ditemukan dalam


pelaksanaan katering TK Daruttaqwa adalah higiene dan sanitasi. Ketidaksesuaian
ditemukan dalam berbagai proses penyelenggaraan makanan terkait higiene dan
sanitasi. Masalah tersebut utamanya terjadi karena penggunaan dapur produksi
bersamaan dengan dapur rumah tangga serta tenaga pengolah yang juga belum
mendapatkan pelatihan mengenai higiene dan sanitasi. Park et al. (2003)
menyatakan bahwa hal yang paling penting dilakukan untuk menangani masalah
higiene dan sanitasi pada fasilitas penyelenggaraan makanan yang serupa dengan
28

dapur rumah tangga adalah dengan melakukan manajemen sanitasi yang baik serta
renovasi pada fasilitas penyelenggaraan makanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Oh (2005) tentang persepsi orang tua
terhadap pelayanan makan siang di sekolah menunjukkan bahwa orang tua
menganggap bahwa sanitasi dalam memasak dan aspek gizi adalah hal yang
menjadi inti utama dalam pelaksanaan makan siang di sekolah. Orang tua juga
menganggap bahwa masalah sanitasi menjadi kekurangan utama yang sering
ditemukan dalam pelaksanaan makan siang anak di TK. Ariestawati (2006) dalam
penelitiannya juga menemukan hanya 16.7% TK yang memenuhi persyaratan
higiene dan sanitasi fasilitas sementara 83.3% lainnya belum memenuhi
persyaratan higiene dan sanitasi yang baik.

Subsistem Output
Ketersediaan Zat Gizi. Ketersediaan zat gizi dari menu makan siang yang
diberikan kepada anak dihitung berdasarkan penilaian terhadap kandungan energi
dan zat gizi dari berbagai pangan komponen menu. Penilaian terhadap ketersediaan
zat gizi dilakukan selama 8 hari sesuai dengan siklus menu yang ditawarkan oleh
katering. Hasil perhitungan terhadap ketersediaan energi dan zat gizi setiap menu
tersebut menunjukkan belum adanya keseragaman kandungan gizi dari setiap menu
makan siang. Tabel 15 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi pada setiap
siklus menu yang diberikan kepada anak.

Tabel 15 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang TK


Energi Protein Lemak Karbohidrat Ca Fe Vit. C
Siklus
(kkal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg)
Hari Ke-1 345 11.3 13.4 43.5 176.6 3.2 9.4
Hari Ke-2 405 9.3 14.2 59.9 32.8 1.6 2.0
Hari Ke-3 330 9.6 13.1 45.0 57.0 1.1 2.1
Hari Ke-4 280 5.5 7.5 48.5 60.4 2.1 37.7
Hari Ke-5 315 7.3 10.2 47.6 97.7 2.2 6.6
Hari Ke-6 352 6.0 7.9 62.6 15.4 0.8 3.2
Hari Ke-7 255 4.2 3.4 53.3 26.9 1.1 12.5
Hari Ke-8 365 10.0 13.4 50.4 49.7 1.9 16.2
Rata-rata
± SD 331±48 7.9±2.5 10.4±3.8 51.4±6.9 64.6±51.8 1.8±0.8 11.2±11.9
min-max 255-405 4.2-11.3 3.4-14.2 43.5-62.6 15.4-176.6 0.8-3.2 2.0-37.7

Ketersediaan energi tertinggi siklus menu Hari Ke-2, menu yang diberikan
berisi rolade dan zupa soup yang diolah dengan susu murni sehingga kandungan
energinya lebih tinggi dibandingkan menu lainnya. Ketersediaan energi terendah
adalah siklus menu Hari Ke-7, menu yang diberikan adalah abon dan sayur lodeh.
Ketersediaan protein tertinggi adalah pada hari Hari Ke-1, kandungan protein dari
menu didapatkan dari telur dadar dan yoghurt. Ketersediaan protein terendah adalah
menu Hari Ke-7 dengan kandungan protein dari menu sebagian berasal dari abon.
Ketersediaan lemak tertinggi berasal dari siklus menu Hari Ke-2 yang
menggunakan bahan-bahan sumber lemak seperti ayam, sosis, dan minyak dari
rolade. Ketersediaan lemak terendah juga didapatkan pada siklus menu Hari Ke-7
dengan menu yang memberikan kandungan lemak adalah abon. Kandungan
29

karbohidrat tertinggi adalah pada siklus menu Hari Ke-2 dengan menu sup
makaroni dan perkedel kentang yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi.
Kandungan karbohidrat terendah adalah siklus menu Hari Ke-1 dengan kandungan
karbohidrat sebagian besar berasal dari nasi dan bening bayam.
Ketersediaan kalsium tertinggi berasal dari siklus menu Hari Ke-1 yang
menggunakan bahan-bahan sumber kalsium seperti bayam, telur, dan susu murni.
Ketersediaan kalsium terendah berada pada siklus menu Hari Ke-6 dengan menu
sup makaroni, perkedel kentang, serta agar-agar. Ketersediaan zat besi tertinggi
berasal pada siklus menu Hari Ke-1, bahan makanan yang menyumbang kandungan
zat besi adalah telur. Menu dengan ketersediaan zat besi terendah adalah siklus
menu Hari Ke-6 yang lebih banyak menggunakan pangan sumber karbohidrat.
Ketersediaan vitamin C tertinggi didapatkan pada siklus menu Hari Ke-4 yang
memberikan jeruk sebagai dessert, sedangkan siklus menu dengan ketersediaan
vitamin C terendah adalah siklus menu Hari Ke-2 dengan menu yang
menyumbangkan vitamin C adalah pisang susu.
Sinaga (2007) menyatakan bahwa ketersediaan makan siang yang diberikan
di sekolah setidaknya harus memenuhi 1/3 kebutuhan gizi anak dalam sehari.
Pemerintah Jepang dalam Tanaka dan Miyoshi (2012) menetapkan secara langsung
jumlah kandungan energi dan zat gizi yang harus disajikan setiap kali makan siang
berdasarkan kelompok umur anak. Sampel SPM memiliki rata-rata kebutuhan
energi 1587 kkal, protein 34.9 g, lemak 61.5 g, karbohidrat 218.3 g, kalsium 100
mg, zat besi 9 mg, serta vitamin C 45 mg. Hasil perbandingan antara rata-rata
ketersediaan energi dan zat gizi yang disediakan dengan standar ditunjukkan pada
Tabel 16.

Tabel 16 Perbandingan ketersediaan zat gizi dengan standar kandungan gizi


Standar Standar kandungan
Rata-rata Rata-rata
kandungan energi energi dan zat gizi
Zat Gizi ketersediaan kebutuhan
dan zat gizi (Tanaka dan
menu anak
(Sinaga 2007) Miyoshi 2012)
Energi (kkal) 331 1587 476 560
Protein (g) 7.9 34.9 10.5 16
Lemak (g) 10.4 61.5 18.5 16
Karbohidrat (g) 51.4 218.3 65.5 -
Kalsium (mg) 64.6 100.0 30 300
Zat besi (mg) 1.8 9.0 2.7 3
Vitamin C (mg) 11.2 45.0 13.5 20

Hasil perbandingan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata


ketersediaan energi dan zat gizi yang diberikan dalam satu porsi makan siang TK
Daruttaqwa belum memenuhi standar ketersediaan gizi untuk makan siang di
sekolah berdasarkan standar ketersediaan dari Sinaga (2007) maupun Tanaka dan
Miyoshi (2012). Zat gizi yang sudah cukup memenuhi ketersediaan adalah kalsium
(64.6%) dengan seringnya pemberian yoghurt dan sayuran hijau dalam menu.
Ketersediaan kalsium tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan
Pemerintah Jepang sebesar 300 mg. Standar kandungan kalsium dari Pemerintah
Jepang ini mengambil nilai sepertiga dari recommended dietary allowance (RDA)
yang ditambahkan kembali menjadi 50% dari RDA kalsium untuk masyarakat
30

Jepang yaitu sebesar 600 mg (Ishida 2015). Ketersediaan lemak dan protein dari
menu masih sangat kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh tidak selalu diberikannya
protein hewani dalam menu setiap siklus dan porsi untuk protein hewani masih
sedikit. Rata-rata porsi nasi yang diberikan dalam satu kali makan siang adalah 80
gram, yaitu hanya 20% dari anjuran porsi nasi untuk anak usia 6 tahun dari
Kemenkes (2014b).
Ketersediaan menu makan siang belum mencukupi karena perencanaan
menu dan porsi tidak dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi anak.
Hal tersebut juga mempengaruhi adanya variasi yang besar antara ketersediaan
energi dan zat gizi pada masing-masing siklus. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak dari pemberian makan siang adalah
dengan menetapkan komposisi bahan makanan serta pola makan dalam setiap menu
(Ishida 2015). Komposisi menu yang diberikan untuk anak sebaiknya disesuaikan
dengan pedoman gizi seimbang dan porsinya disesuaikan dengan anjuran porsi
makanan untuk anak usia 5-6 tahun berdasarkan Kemenkes yang telah disesuaikan
angka kecukupan energi dan zat gizi yang harus dipenuhi (2014b). Lee et al. (2006)
menemukan hanya 7% katering untuk anak yang mempekerjakan ahli gizi,
sementara sebagian besar lainnya melakukan perencanaan kegizian pada tenaga
non-profesional. Lee et al. (2006) juga menyarankan bahwa pelaksanaan
administrasi katering dilakukan oleh ahli gizi, sehingga pelaksanaan makan siang
di sekolah dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan utama dalam pelaksanaan makan siang di sekolah adalah untuk
meningkatkan kesehatan anak serta membentuk pola makan yang sehat (Woo 2015).
Pelaksanaan makan siang di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak terbukti
telah memiliki manfaat bagi pola makan anak. Spence et al. (2013) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa makan siang di sekolah memiliki banyak
keuntungan gizi dibandingkan bekal dari rumah, serta berpotensi mengurangi
kejadian obesitas pada anak. Evans et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa intervensi makan siang di sekolah dapat meningkatkan asupan buah dan
sayur pada anak-anak. Pemanfaatan pangan lokal dalam komposisi menu juga dapat
dilakukan untuk memperkenalkan anak kepada berbagai macam jenis pangan lokal.

Daya Terima. Penilaian daya terima dilakukan dengan mengukur sisa


makanan di piring yang tidak dimakan oleh anak dengan skala Comstock.
Pengelompokkan sisa makanan dibagi ke dalam 6 kategori yaitu tidak dimakan,
hanya dicicipi, dimakan ¼ bagian, dimakan ½ bagian, dimakan ¾ bagian, serta
dihabiskan. Penilaian daya terima dilakukan untuk seluruh menu dalam satu siklus
kecuali nasi dan dessert. Hasil persentase daya terima setiap menu dari 43 sampel
kelompok SPM ditunjukkan pada Tabel 17.
31

Tabel 17 Daya terima menu


Dimakan Dimakan Dimakan
Tidak Hanya
1/4 1/2 3/4 Dihabiskan Jumlah
Menu dimakan dicicipi
bagian bagian bagian (%) (%)
(%) (%)
(%) (%) (%)
Bening Bayam 7.0 9.3 0.0 16.3 11.6 55.8 100
Zupa Soup 16.3 16.3 9.3 14.0 16.3 27.9 100
Semur Ayam 27.9 2.3 2.3 14.0 11.6 41.9 100
Sup Baso 4.7 9.3 7.0 18.6 39.5 20.9 100
Tumis Buncis
4.7 7.0 14.0 27.9 18.6 27.9 100
Wortel
Sup Makaroni 2.3 2.3 4.7 23.3 9.3 58.1 100
Sayur Lodeh 23.3 9.3 9.3 16.3 9.3 32.6 100
Bening Katuk 16.3 4.7 2.3 4.7 2.3 69.8 100
Telur Dadar 4.7 4.7 4.7 7.0 9.3 69.8 100
Rolade Ayam 16.3 4.7 0.0 7.0 7.0 65.1 100
Tahu Goreng 20.9 2.3 0.0 11.6 4.7 60.5 100
Jamur Crispy 0.0 4.7 2.3 9.3 30.2 53.5 100
Cumi Tepung 2.3 2.3 2.3 4.7 14.0 74.4 100
Perkedel
9.3 0.0 0.0 4.7 2.3 83.7 100
Kentang
Abon 11.6 0.0 0.0 2.3 2.3 83.7 100
Nugget Ayam 2.3 0.0 0.0 0.0 0.0 97.7 100

Menu dengan daya terima dihabiskan semua dengan persentase tertinggi


adalah nugget ayam (97.7%), abon (83.7%), serta perkedel kentang (83.7%). Menu
dengan daya terima dihabiskan semua dengan persentase terendah adalah sup baso
(20.9%), zupa soup (27.9%), serta tumis buncis wortel (27.9%). Meskipun sup baso,
zupa soup, serta tumis buncis wortel adalah menu yang paling banyak tidak
dihabiskan, menu yang tidak dimakan sama sekali dengan persentase tertinggi
adalah semur ayam (27.9%), sayur lodeh (23.3%), serta tahu goreng (20.9%).

Tingkat Kesukaan. Penilaian preferensi anak diukur menggunakan uji


hedonik yang dinilai dari berbagai tingkatan mulai dari sangat suka, suka, biasa,
tidak suka, sampai sangat tidak suka. Tingkatan preferensi tersebut dinilai
menggunakan skala hedonik wajah. Penilaian dilakukan dengan cara menilai
ekspresi wajah anak pada saat mengonsumsi setiap menu berdasarkan skala wajah.
Satu penilai melakukan penilaian pada satu meja yang diisi oleh 10-12 anak.
Kelemahan dari penilaian ini adalah tidak dilakukan secara individu sehingga
kemungkinan terjadinya bias masih tinggi. Kesukaan anak terhadap menu
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor intrinsik yang berasal dari
penampilan makanan; faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, situasi, promosi,
musim, dan suhu lingkungan; faktor biologi, fisiologi, dan psikologi; faktor
personal; pengaruh dari orang lain; faktor sosial ekonomi; serta faktor agama dan
budaya (Sinaga 2012). Hasil penilaian preferensi 43 sampel SPM terhadap menu
ditunjukkan pada Tabel 18.
32

Tabel 18 Tingkat kesukaan menu


Sangat Suka Biasa Tidak Sangat Tidak Jumlah
Menu
Suka (%) (%) (%) Suka (%) Suka (%) (%)
Bening Bayam 11.6 46.5 39.5 2.3 0.0 100
Zupa Soup 14.0 39.5 25.6 14.0 7.0 100
Semur Ayam 11.6 51.2 14.0 16.3 7.0 100
Sup Baso 4.7 37.2 44.2 14.0 0.0 100
Tumis Buncis
11.6 51.2 25.6 11.6 0.0 100
Wortel
Sup Makaroni 20.9 55.8 18.6 4.7 0.0 100
Sayur Lodeh 9.3 23.3 37.2 18.6 11.6 100
Bening Katuk 16.3 53.5 7.0 16.3 7.0 100
Telur Dadar 14.0 51.2 30.2 2.3 2.3 100
Rolade Ayam 23.3 51.2 11.6 7.0 7.0 100
Tahu Goreng 7.0 55.8 11.6 16.3 9.3 100
Jamur Crispy 11.6 60.5 23.3 4.7 0.0 100
Cumi Tepung 46.5 41.9 7.0 4.7 0.0 100
Perkedel Kentang 25.6 60.5 7.0 7.0 0.0 100
Abon 30.2 46.5 16.3 4.7 2.3 100
Nugget Ayam 27.9 67.4 2.3 2.3 0.0 100

Menu dengan tingkat sangat suka dengan persentase tertinggi adalah cumi
tepung (46.5%), abon (30.2%), serta nugget ayam (27.9%). Hal ini mendukung
hasil persentase daya terima, yaitu menu yang paling banyak dihabiskan adalah
abon serta nugget ayam. Menu dengan tingkat sangat tidak suka yang paling tinggi
adalah sayur lodeh (11.6%) serta tahu goreng (9.3%). Menu sayur lodeh dan tahu
goreng juga memiliki persentase daya terima tidak dimakan yang tinggi. Sayur
lodeh tidak disukai karena rasanya yang tidak familiar untuk anak-anak, sedangkan
tahu goreng tidak disukai karena bentuknya yang tidak menarik dan porsinya yang
terlalu besar. Bening katuk, semur ayam, rolade ayam, serta zupa soup juga
memiliki persentase sangat tidak suka yang cukup tinggi yaitu masing-masing 7%.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
daya terima dan tingkat kesukaan dari seluruh menu (p = 0.001, r = 0.486). Hal ini
menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kesukaan anak terhadap menu, maka
daya terimanya akan semakin besar.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Penilaian terhadap tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel dilakukan
baik pada hari sekolah maupun hari libur. Uji statistika Mann-Whitney dilakukan
untuk mengetahui adakah perbedaan nyata pada tingkat kecukupan energi dan zat
gizi antara sampel SPM dan sampel tanpa SPM. Tingkat kecukupan energi dan zat
gizi sampel pada hari sekolah ditunjukkan pada Tabel 19.
33

Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
n % n %
Energi
Defisit tingkat berat 13 30.2 7 18.9 20 25
Defisit tingkat sedang 5 11.6 2 5.4 7 8.7
Defisit tingkat ringan 5 11.6 5 13.5 10 12.5
Normal 19 44.2 17 45.9 36 45
Kelebihan 1 2.3 6 16.2 7 8.8
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.359
Protein
Defisit tingkat berat 4 9.3 24 64.9 28 35
Defisit tingkat sedang 8 18.6 3 8.1 11 13.8
Defisit tingkat ringan 5 11.6 4 10.8 9 11.2
Normal 11 25.6 5 13.5 16 20
Kelebihan 15 34.9 1 2.7 16 20
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.330
Lemak
Defisit tingkat berat 25 58.1 10 27.0 35 43.8
Defisit tingkat sedang 5 11.6 4 10.8 9 11.2
Defisit tingkat ringan 4 9.3 5 13.5 9 11.2
Normal 7 16.3 16 43.2 23 28.8
Kelebihan 2 4.7 2 5.4 4 5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.540
Karbohidrat
Defisit tingkat berat 12 27.9 1 2.7 13 16.2
Defisit tingkat sedang 4 9.3 36 97.3 40 50
Defisit tingkat ringan 6 14.0 0 0 6 7.5
Normal 19 44.2 0 0 19 23.8
Kelebihan 2 4.7 0 0 2 2.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.971
Kalsium
Kurang 0 0 18 48.6 18 22.5
Cukup 43 100 19 51.4 62 77.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.281
34

Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah (lanjutan)
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
n % n %
Zat Besi
Kurang 13 30.2 18 48.6 31 38.8
Cukup 30 69.8 19 51.4 49 61.2
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.094
Vitamin C
Kurang 31 72.1 30 81.1 61 76.2
Cukup 12 27.9 7 18.9 19 23.8
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.349

Tingkat kecukupan energi kelompok SPM dan tanpa SPM sebagian besar
termasuk ke dalam kategori normal yaitu 44.2% dan 45.9% secara berturut-turut.
Sampel SPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein kelebihan (34.9%)
dan normal (25.6%), tetapi sebagian besar sampel tanpa SPM memiliki tingkat
kecukupan protein defisit tingkat berat (64.9%). Tingkat kecukupan lemak sampel
SPM sebagian besar pada kategori defisit tingkat berat (58.1%), sedangkan sampel
tanpa SPM sebagian besar pada kategori normal (43.2%). Sampel SPM sebagian
besar memiliki tingkat kecukupan karbohidrat normal (44.2%), sedangkan sampel
tanpa SPM sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat sedang (97.3%).
Tingkat kecukupan kalsium pada kelompok sampel SPM seluruhnya termasuk pada
kategori cukup (100%), sebagian besar sampel tanpa SPM termasuk ke dalam
kategori cukup (51.4%). Tingkat kecukupan zat besi pada kedua kelompok sampel
termasuk ke dalam kategori cukup yaitu 69.8% untuk sampel SPM serta 51.4%
untuk sampel tanpa SPM. Tingkat kecukupan vitamin C kedua kelompok sampel
sebaliknya termasuk ke dalam kategori kurang yaitu 72.1% untuk sampel SPM serta
81.1% pada sampel tanpa SPM. Sebesar 30.2% sampel SPM masih memiliki
tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Hal tersebut dipengaruhi oleh pola
konsumsi kelompok sampel SPM yang jarang mengonsumsi selingan atau jajanan
selain makanan pokok. Kelompok sampel tanpa SPM meskipun sebagian besar
telah memiliki tingkat kecukupan energi kategori normal, tetapi asupan energi
sebagian besar berasal dari konsumsi lemak dari selingan dan jajanan. Kelompok
sampel tanpa SPM juga sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein,
karbohidrat, dan zat gizi mikro yang kurang dibandingkan dengan sampel SPM.
Perbandingan terhadap kedua sampel penelitian menunjukkan bahwa
kelompok sampel SPM cenderung memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi
yang lebih baik dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM pada hari sekolah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa makan siang sekolah membantu meningkatkan
konsumsi energi dan zat gizi sampel. Santoso dan Ranti (2004) menyatakan bahwa
penyelenggaraan makanan di sekolah seringkali membuat anak yang sulit makan
lebih mudah menerima makanan karena suasana lingkungan sekolah dan adanya
teman saat mengonsumsi makanan. Rakhmawati (2009) dalam penelitiannya juga
menunjukkan kontribusi makanan di sekolah pada kelompok dengan
penyelenggaraan makanan lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa
35

penyelenggaraan makanan. Kontribusi tersebut juga berdampak pada tingkat


kecukupan energi dan zat gizi yang lebih tinggi pada kelompok dengan
penyelenggaraan makanan. Perbandingan antara tingkat kecukupan energi dan zat
gizi sampel menunjukkan bahwa kelompok SPM cenderung memiliki tingkat
kecukupan yang lebih baik, tetapi hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, serta vitamin C antara kedua kelompok (p > 0.1). Tingkat
kecukupan zat besi antara kedua kelompok sampel pada hari sekolah memiliki
perbedaan nyata (p < 0.1).

Tabel 20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
N % n %
Energi
Defisit tingkat berat 13 30.2 7 18.9 20 25
Defisit tingkat sedang 12 27.9 5 13.5 17 21.2
Defisit tingkat ringan 7 16.3 8 21.6 15 18.8
Normal 7 16.3 9 24.3 16 20
Kelebihan 4 9.3 8 21.6 12 15
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.897
Protein
Defisit tingkat berat 5 11.6 26 70.3 31 38.8
Defisit tingkat sedang 5 11.6 2 5.4 7 8.7
Defisit tingkat ringan 2 4.7 6 16.2 8 10
Normal 21 48.8 3 8.1 24 30
Kelebihan 10 23.3 0 0 10 12.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.144
Lemak
Defisit tingkat berat 25 58.1 12 32.4 37 46.2
Defisit tingkat sedang 5 11.6 5 13.5 10 12.5
Defisit tingkat ringan 4 9.3 7 18.9 11 13.8
Normal 6 14.0 13 35.1 19 23.8
Kelebihan 3 7.0 0 0 3 3.7
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.206
Karbohidrat
Defisit tingkat berat 16 37.2 3 8.1 19 23.8
Defisit tingkat sedang 4 9.3 34 91.9 38 47.5
Defisit tingkat ringan 10 23.3 0 0 10 12.5
Normal 10 23.3 0 0 10 12.5
Kelebihan 3 7.0 0 0 3 3.7
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.837
36

Tabel 20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur (lanjutan)
Sampel SPM Sampel Tanpa SPM
Tingkat Kecukupan Jumlah %
n % n %
Kalsium
Kurang 2 4.7 24 64.9 26 32.5
Cukup 41 95.3 13 35.1 54 67.5
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.527
Zat Besi
Kurang 16 37.2 24 64.9 40 50
Cukup 27 62.8 13 35.1 40 50
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.014
Vitamin C
Kurang 33 76.7 31 83.8 64 80
Cukup 10 23.3 6 16.2 16 20
Total 43 100 37 100 80 100
p = 0.435

Tingkat kecukupan energi sampel SPM sebagian besar termasuk ke dalam


kategori defisit tingkat berat (30.2%), tetapi sampel tanpa SPM sebagian besar
termasuk ke dalam kategori normal (24.3%). Sampel SPM sebagian besar memiliki
tingkat kecukupan protein normal (48.8%), tetapi sebagian besar sampel tanpa SPM
memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat (70.3%). Tingkat
kecukupan lemak sampel SPM sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat
berat (58.1%), sedangkan sampel tanpa SPM sebagian besar berada pada kategori
normal (35.1%). Sampel SPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan
karbohidrat defisit tingkat berat (37.2%), sedangkan sampel tanpa SPM sebagian
besar berada pada kategori defisit tingkat sedang (91.9%). Tingkat kecukupan
kalsium pada kelompok sampel SPM sebagian besar termasuk pada kategori cukup
(95.3%), sedangkan sebagian besar sampel tanpa SPM termasuk ke dalam kategori
kurang (64.9%). Tingkat kecukupan zat besi pada kelompok sampel SPM sebagian
besar termasuk ke dalam kategori cukup (62.8%), sedangkan sampel tanpa SPM
sebagian besar termasuk ke dalam kategori kurang (64.9%). Tingkat kecukupan
vitamin C kedua kelompok sampel termasuk ke dalam kategori kurang yaitu 76.7%
untuk sampel SPM serta 83.8% pada sampel tanpa SPM.
Perbandingan tingkat kecukupan energi dan zat gizi hari libur tidak begitu
terlihat pada kedua kelompok sampel. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, serta vitamin C antara kedua kelompok sampel pada hari libur (p > 0.1),
tetapi tingkat kecukupan zat besi antara kedua kelompok sampel memiliki
perbedaan nyata (p < 0.1). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi kelompok sampel
SPM mengalami penurunan bila dibandingkan dengan hari sekolah. Hal tersebut
dipengaruhi oleh berkurangnya asupan yang berasal dari makan siang yang
disediakan sekolah, serta pola makan kelompok sampel SPM yang jarang
mengonsumsi selingan atau jajanan. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel
37

dari kedua kelompok masih banyak yang termasuk ke dalam kategori defisit dan
kurang. Santoso dan Ranti (2004) menyatakan bahwa kondisi gizi yang sering
terjadi pada anak adalah kekurangan konsumsi energi, protein, vitamin A, yodium,
dan zat besi. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan anggapan orang tua
yang merugikan penyajian makanan untuk anak. Kondisi tersebut diantaranya
adalah penyajian makanan masih perlu diadaptasi karena anak masih dalam proses
transisi dari makanan bayi ke makanan dewasa serta pengurusan anak tidak begitu
diperhatikan lagi dan biasanya diserahkan kepada orang lain termasuk pengurusan
makanan. Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan tidak terpenuhinya kebutuhan
energi dan zat gizi anak dari konsumsi selama di rumah.
Hasil uji menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi yang memiliki
perbedaan nyata pada kedua kelompok sampel penelitian hanya zat besi. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Rakhmawati (2009), yang menunjukkan adanya
perbedaan nyata antara tingkat kecukupan energi, vitamin C, dan kalsium pada
kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM pada siswa sekolah
dasar. Perbedaan nyata pada tingkat kecukupan zat besi terjadi karena kelompok
SPM cenderung mengonsumsi sumber zat besi lebih baik dibandingkan kelompok
tanpa SPM seperti daging, susu, bayam, serta katuk. Kedua kelompok sampel
sebagian besar memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang pada hari
sekolah maupun hari libur. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya konsumsi buah
dan sayur pada anak usia sekolah (Mohammad dan Madanijah 2015). Kondisi
tersebut dapat diperbaiki dengan pemberian buah sebagai dessert pada menu makan
siang pada kelompok SPM. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan pendidikan terkait jenis dan manfaat buah dan sayur kepada anak-anak
pada kegiatan belajar mengajar.

Hubungan Karakteristik Sampel terhadap Daya Terima Makanan

Daya terima menu yang dianalisis dalam uji hubungan adalah daya terima
keseluruhan menu menggunakan nilai rata-rata daya terima setiap sampel. Hasil
analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa status gizi, usia, serta lama
mengikuti katering tidak memiliki hubungan yang nyata (p > 0.1) dengan daya
terima makanan. Hasil uji korelasi Chi-square antara jenis kelamin dengan daya
terima juga tidak memiliki hubungan yang nyata (p > 0.1). Hasil analisis ini sesuai
dengan hasil penelitian Paramita (2011) yaitu karakteristik sampel yaitu jenis
kelamin dan status gizi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan daya terima
makanan di sekolah.

Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata
antara daya terima menu di sekolah dengan tingkat kecukupan sampel SPM (p >
0.1). Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang
yang belum memenuhi standar kecukupan makan siang di sekolah sebesar 30% dari
kebutuhan harian. Porsi menu yang disajikan oleh katering TK Daruttaqwa masih
belum sesuai dengan anjuran porsi makanan untuk anak usia 4-6 tahun oleh
Kemenkes (2014). Nursafitri (2013) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa
perencanaan menu yang dilakukan di katering sekolah belum memperhitungkan
38

kecukupan energi dan zat gizi siswa. Ishida (2015) menyatakan bahwa pengaruh
dari makan siang di sekolah terhadap asupan harian tidak begitu besar karena hanya
dilakukan pada satu kali waktu makan di hari sekolah. Santoso dan Ranti (2004)
juga menyatakan bahwa penyelenggaraan makanan di sekolah tidak dilakukan
setiap hari sehingga konsumsi anak selain di sekolah sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan kemampuan ibu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Penyelenggaraan makanan di TK Daruttaqwa dilakukan oleh katering terpilih


yang dikelola oleh rumah tangga dengan tenaga kerja empat orang. Harga per
menu yang disajikan adalah Rp 8000,-. Katering menggunakan metode
konvensional. Peralatan masak yang digunakan merupakan peralatan rumah
tangga. Bahan yang digunakan sudah sesuai standar Permenkes. Jarak antara
katering dengan TK adalah 500 m dengan waktu tempuh 10 menit. Kelemahan
utama yang ditemukan pada katering TK Daruttaqwa adalah praktik
pengolahan makanan serta higiene dan sanitasi yang belum sesuai dengan
Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Perencanaan menu juga
belum mempertimbangkan kebutuhan gizi anak.
2. Ketersediaan energi dan zat gizi menu yang diberikan memiliki rata-rata
kandungan energi 331 kkal, protein 7.9 g, lemak 10.4, karbohidrat 51.4 g,
kalsium 64.6 mg, zat besi 1.8 mg, serta vitamin C 11.2 mg. Rata-rata
ketersediaan energi dan zat gizi menu yang disediakan belum memenuhi
standar yang ditetapkan, hanya ketersediaan kalsium sebesar 64.6% yang dapat
memenuhi standar pemenuhan kecukupan zat gizi anak.
3. Standar kandungan energi dan zat gizi yang pada menu masih banyak yang
belum terpenuhi disebabkan karena perencanaan menu belum
memperhitungkan kebutuhan gizi anak serta tidak adanya standar porsi untuk
setiap menu yang disajikan.
4. Daya terima anak terhadap menu secara keseluruhan sudah baik. Menu yang
disajikan juga beragam dan disukai oleh anak. Tidak adanya standar resep
menyebabkan adanya perbedaan cita rasa dalam penyajian menu yang sama
pada siklus berbeda. Daya terima memiliki hubungan nyata dengan tingkat
kesukaan (p < 0.1), tetapi tidak memiliki hubungan nyata dengan karakteristik
sampel (p > 0.1). Daya terima juga tidak memiliki hubungan nyata (p > 0.1)
terhadap tingkat kecukupan gizi sampel SPM.
5. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, serta vitamin
C kelompok sampel SPM dengan sampel tanpa SPM tidak berbeda nyata, baik
hari sekolah maupun hari libur (p > 0.1). Tingkat kecukupan zat besi antara
kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM baik hari sekolah
maupun hari libur memiliki perbedaan nyata (p < 0.1). Keragaan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi menunjukkan bahwa kelompok sampel SPM
39

cenderung memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang lebih baik
dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM pada hari sekolah.

Saran

1. Tenaga pengolah di katering sebaiknya diberikan pelatihan terkait higiene dan


sanitasi serta cara pengolahan makanan yang baik.
2. Perlu dilakukan pengelolaan penggunaan dapur untuk katering dan untuk
rumah tangga karena dapur produksi bercampur dengan dapur rumah tangga.
3. Perencanaan menu yang dilakukan di katering TK Daruttaqwa seharusnya
melibatkan ahli gizi sebagai konsultan, sehingga ketersediaan energi dan zat
gizi yang diberikan dalam setiap menu sesuai dengan standar pemenuhan dari
makan siang.
4. Penggunaan protein hewani dan sayur-sayuran harus lebih beragam untuk
memperkaya variasi menu. Penggunaan buah-buahan sebagai dessert juga
seharusnya dilakukan setiap hari.
5. Perlu adanya suatu sistem evaluasi dari TK terhadap pengelolaan katering
secara berkala agar kualitas makan siang anak tetap terjaga.
6. Diperlukan penelitian lanjutan tentang perbedaan konsumsi sampel SPM dan
sampel tanpa SPM secara kualitatif dan pengaruhnya terhadap status gizi atau
indikator kesehatan lainnya.
7. Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan untuk mengetahui sikap orang tua
terhadap penyelenggaraan makan siang untuk anak di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

[ACDP Kemdikbud] Educational Sector Analytical and Capacity Development


Partnership Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Evaluasi
Program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS).
Jakarta (ID): ACDP Kemdikbud.
Amelia E. 2001. Pengetahuan Gizi dan Persepsi Ibu Rumah Tangga Kader dan
Bukan Kader tentang Kurang Energi Protein Balita serta Partisipasi
Penanggulangannya [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga, IPB.
Aprillia BA. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan
pada Anak Sekolah Dasar. Artikel Penelitian. Semarang (ID): Program
Studi Ilmu Gizi, Undip.
Ariestawati DW. 2006. Aspek Manajemen dan Gizi Makanan yang Disediakan
Taman Kanak-kanak di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB.
[BPPK Kemenkes RI] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta
(ID): Kemenkes RI.
40

Clark MA, Fox MK. 2009. Nutritional quality of the diets of US public school
children and the role of the school meal program. J Am Diet Assoc.
Feb;109(2 Suppl):S44-56.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi
Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI.
Evans CEL, Christian MS, Cleghorn CL, Greenwood DC, Cade JE. 2012.
Systematic Review and meta-analysis of school-based interventions to
improve daily fruit and vegetable intake in children aged 5 to 12 y. Am J
Clin Nutr 96:889-901.
Food Service Director. 2014. Food, labor budgets up-for most.
http://www.foodservicedirector.com/research/big-picture/articles/food-
labor-budgets-most. [Diakses 2015 Agustus 07]
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition. New York
(US): Oxford University Press Inc.
Gregoire M, Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and
System Approach 6th Ed. New Jersey (US): Columbus, Ohio, Pearson,
Prentice Hall.
[Inpres] Instruksi Presiden. 1997. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah.
Ishida H. 2015. Role of School Meal Service in Nutrition. J Nutr Sci Vitaminol,
61.S20-S22.
Jomaa LH, McDonnel E, Probart C. 2011. School feeding program in developing
countries: impacts on children’s health and educational outcomes. Nutr Rev.
Feb;69(2):83-98.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene
Sanitasi Jasaboga. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014a. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan RI. 2014b. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta
(ID): Kemenkes RI.
Kustiyah L. 2005. Kajian pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap
peningkatan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar
[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, IPB.
Kwon SY, Lee KW, Yoon JH. 2010. Diet of children under the government-funded
meal support program in Korea. Nutr Res Pract 4(6):515-521.
41

Latief D, Atmarita, Minarto, Basuni A, Tilden R. 2000. Konsumsi Pangan Tingkat


Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 29 Feb – 2 Mar 2000.
Lee MS, Lee JY, Yoon SH. 2006. Assessment of Foodservice Management
Performance at Child Care Centers. Korean J Community Nutrition.
11(2):229-239.
Lee Y, Oh YJ. 2005. Parents Perception and Attitudes to the School Meal Service
Program in Kindergarten. Korean J Community Nutrition. 10(2):141-150.
Lee YE, Yang IS, Cha JA, Chae IS, Kang HS. 2002. School Food Service in Korea:
Investigation of the Operation and Management Systems. Korean J
Community Nutrition. 7(3):361-372.
Mohammad A, Madanijah S. 2015. Konsumsi Buah dan Sayur Anak Usia Sekolah
Dasar di Bogor. J Gizi Pangan, 10(1):70-76.
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Nurdiani R. 2011. Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu
Bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor [tesis]. Bogor (ID): Departemen Gizi
Masyarakat, IPB.
Nursafitri R. 2013. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan
Energi dan Zat Gizi serta Daya Terima Menu Asrama Sekolah Smart
Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Gizi Masyarakat, IPB.
Palacio JP, Theis M. 2009. Introduction to Foodservice 11th Ed. New Jersey (US):
Columbus, Ohio, Pearson, Prentice Hall.
Paramita NB. 2011. Analisis Tingkat Ketersediaan dan Daya Terima Makanan di
Sekolah terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada Siswa-siswi SD
Marsudirini, Parung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi
Masyarakat, IPB.
Park YJ, Kwak TK, Kang YJ, Chung HK. 2003. Assessment of the Child Care
Centers, Food Service Facility, and Development of the Kitchen Facility
Model based on the General Sanitation Standards and Guidelines. J Korean
Diet Assoc. Aug;9(3)219-232.
Rahmi AA, Muis SF. 2005. Kontribusi makanan jajanan terhadap tingkat
kecukupan energi dan protein serta status gizi anak Sekolah Dasar Siliwangi
Semarang. Media Medika Muda 1:55-59.
Rakhmawati L. 2009. Kontribusi Makanan di Sekolah dan Tingkat Kecukupan
Energi dan Zat Gizi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, IPB.
Santoso S, Ranti AL. 2004. Kesehatan & Gizi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Sinaga T. 2007. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi
untuk Anak Sekolah. Jakarta (ID): Yayasan Gizi Kuliner.
42

Sinaga T. 2012. Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah


Dasar Bagi Siswa Keluarga Miskin [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana, IPB.
Sinaga T, Kusharto CM, Setiawan B, Sulaeman A. 2012. Dampak Menu Sepinggan
terhadap Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Lain pada
Siswa SD. J Gizi Pangan, 7(1):27-34.
Soetardjo S, Almatsier S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan.
Almatsier, editor. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Spence S, Delve J, Stamp E, Matthews JNS, White M, Adamson AJ. 2013. The
impact of food and nutrient-based standards on primary school chidren’s
lunch and total dietary intake: A natural experimental evaluation of
government policy in England. Plos one 8(10):1-8.
Tanaka N, Miyoshi M. 2012. School lunch program for health promotion among
children in Japan. Asia Pac J Clin Nutr 21(1):155-158.
Woo TJ. 2015. The School Meal System and School-Based Nutrition Education in
Korea. J Nutr Sci Vitaminol, 61.S23-24.
43

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 12 Oktober 1994 dari ayah


Bambang Rusbandi dan ibu Yeti Nurhayati (almh), merupakan putri ketiga dari tiga
bersaudari. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dan
diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada
tahun yang sama melalui jalur SNMPTN ujian tulis.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
sebagai Staf Biro Kesekretariatan BEM TPB IPB Kabinet Madani tahun 2011/2012,
Sekretaris Divisi Keprofesian HIMAGIZI 2012/2013, Sekretaris Umum IKAMASI
2012/2013, Staf Departemen Pendidikan dan Profesi ILMAGI 2013/2014, Ketua
Divisi Keprofesian HIMAGIZI 2013/2014, Anggota Dewan Pertimbangan Agung
ILMAGI 2014/2015, serta beberapa kepanitiaan lain seperti Nutrition Fair 2014 dan
International Symposium on Food and Nutrition 2015. Penulis juga menjadi asisten
praktikum Manajemen Jasa Makanan dan Gizi pada tahun ajaran 2014/2015 dan
asisten praktikum Ekonomi Pangan dan Gizi pada tahun ajaran 2014/2015.
Penulis berkesempatan mengikuti kegiatan Korean Language and Culture
Program di Jeju National University, Korea Selatan, selama dua minggu pada bulan
Agustus 2013. Kuliah Kerja Profesi dilaksanakan penulis pada bulan Juli-Agustus
2014 di Desa Koleang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pada bulan Oktober
hingga November 2015 penulis mengikuti internship bidang Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan dan internship bidang Dietetik di Rumah Sakit Pantai
Indah Kapuk, Jakarta. Penulis merupakan salah satu peserta mentorship program
Youth Connection-South Korea dari Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia
Klaster Mahasiswa (MITI KM) pada tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai