Anda di halaman 1dari 4

1.

– Sebagai pengawet yang dengan mudah mencegah pertumbuhan dan aktivitas mikroba
perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan.
– Menjadikan pangan lebih baik dan menarik dan rasanya menjadi lebih enak.
– Menjadikan warna dan aroma yang lebih menarik yang menimbulkan selerasa makan.
– Menghemat biaya produksi.

2. – Penambahan BTP tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.


– BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan
sebagai bahan baku pangan.
– BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke
dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan dll yang dapat mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara
langsung atau tidak langsung.
– BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

3. Jenis atau penggolongan BTP Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah pewarna


(caramel, beta-karoten, klorofil, kurkumin), pemanis buatan (sakarin, aspartam), pengawet
(natrium benzoat, asam propionat), antioksidan (BHA, BHT, tokoferol), antikempal
(aluminium silikat, kalsium silikat), penyedap rasa aroma dan penguat rasa (vetsin, MSG,
asam glutamate), pengatur keasaman (asam laktat, asam sitrat, natrium bikarbonat),
pengemulsi (lesitin, gliserin), pengental, pengeras (kalsium sulfat, kalsium klorida),
sekuestran (asam fosfat, EDTA).

4. – Pengawet alami (gula), apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam
konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada
menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan berkurang.
– Pengawet buatan (natrium benzoat), dengan memberikan suasana asam pada bahan pangan
sehingga dapat menahan bakteri dan jamur dalam kondisi yang asam.

5. BTP yang dilarang digunakan dalam makanan sesuai dengan Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 adalah:
– Asam Salisilt (antiseptik)
– Boraks (antiseptik dan pembunuh kuman)
– Asam Borat (bahan pembersih, pengawet kayu)
– Formalin (desinfektan, antiseptic, penghilang bau)
– Nitrofurazon (merupakan anti mikroba)

6. – Gelatin, penggunaan gelatin dalam pembuatan permen jelly dapat menghambat kristalisasi
gula, mengubah cairan menjadi padatan yang elastik, memperbaiki bentuk dan tekstur
permen jelly yang dihasilkan.
– Asam sitrat, berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula. Selain
itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert
selama penyimpanan serta penjernih gel yang dihasilkan.

7. Kalium/natrium nitrit dan kalium/natrium nitrat (nitrit dan nitrat dalam bentuk garamnya)
telah digunakan dalam daging olahan (curing) selama berabad-abad di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Curing adalah suatu proses pengolahan yang dapat menghambat
pertumbuhan organisme melalui penggunaan garam nitrit dan nitrat dan juga berfungsi untuk
mempertahankan warna daging. Tujuan pengguanaan nitrit dalam pengolahan daging ialah
menghambat pertumbuhan bakteri klostridium botulinum, memperthankan warna merah
daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pembentuk cita rasa

8. – Humektan adalah zat yang digunakan untuk menjaga kelembaban produk dan berpengaruh
pada pengawetan makanan dengan cara menarik uap air ke dalam atau ke permukaan
organisme. Humektan yang digunakan dalam pangan adalah madu dan sirup glukosa.
– Anti kempal senyawa anhidrat yang dapat mengikat air tanpa menjadi basah dan biasanya
ditambahkan ke dalam bahan pangan yang bersifat bubuk untuk mencegah terjadinya
penggumpalan. Anti kempal yang digunakan dalam pangan adalah kalium fosfat, natrium
ferosianida, dll.
– Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam dan biasanya digunakan untuk
produk kepiting kalengan, lemak dan minyak makan, jamur, dan udang beku untuk
mencegah terjadinya oksidasi yang menimbulkan perubahan warna dan aroma. Sekuestran
yang digunakan dalam pangan adalah asam fosfat, EDTA, dan natrium pirofosfat.

9. Antioksidan merupakan molekul yang mampu memperlambat atau mencegah proses


oksidasi molekul lain yang dapat menghasilkan radikal bebas, sehingga memicu reaksi
berantai yang dapat merusak sel. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan
tersebut dapat di hambat.

10. – Pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis dalam
makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Contoh pemanis buatan adalah sakarin, siklamat,
aspartam, dulsim, sorbitol.
– Pewarna merupakan bahan tambahan pangan pangan yang berfungsi untuk memberi warna
pada bahan pangan. Beberapa pewarna alami yang di izikan Permenkes RI No
772/Menkes/RI/Per/IX/88 diantaranya adalah karamel, beta-karoten, dan kurkumin.
– Pengembang merupakan zat yang digunakan dalam adonan atau adonan encer yang
melembutkan dan menggembangkan adonan dengan mencampurkan udara ke adonan.
Contoh pengembang adalah ragi, bir, kefir, dan clostridium perfringens.

11. – Pengemulsi (emulsifier) adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak dalam air
dan sebaliknya. Contoh emulsifier adalah lesitin, gliserin, gom arab.
– Emulsifier berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan antara minyak dan air dan
memperbaiki tekstur pangan utamanya lemak.
– Daya kerja emulsifier yaitu menurunkan tegangan permukaan bagian lipofilik (non-polar)
dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada struktur kimianya sehingga menjadi lebih stabil dan
menyatu.

12. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 033


TAHUN 2012 TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN
– Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak
memenuhi persyaratan kesehatan.
– Bahwa pengaturan tentang bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 sudah tidak
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan.
– Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
– Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
– Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

13. – Kontaminasi karena bahan kimia sering terjadi karena kelalaian atau kecelakaan, seperti
meletakkan pestisida dengan bahan makanan, kelalaian dalam pencucian sayuran atau buah-
buahan sehingga sayur atau buah-buahan tersebut masih mengandung sisa pestisida.
– Zat aditif bahan makanan biasanya digunakan secara sengaja, zat tambahan tadi dapat
menyebabkan makanan lebih sedap, tampak lebih menarik, bau dan rasa lebih sedap, dan
makanan lebih tahan lama (awet), tetapi karena makanan tersebut dapat berbahaya bagi
manusia maka disebut zat pencemar.
– Keracunan makanan bisa terjadi akibat racun secara alamiah terdapat dalam makanan itu
sendiri, keracunan seperti itu terjadi karena kelalaian atau ketidaktahuan masyarakat yang
mengkonsumsinya, misalnya keracunan singkong karena adanya asam sianida (HCN).

14. – Cemaran pada daging, susu dan telur biasanya lebih mudah tercemar oleh mikroba.
Beberapa mikroba patogen yang biasa mencemari daging adalah Escherichia Coli,
Salmonella sp, dan Staphylococcus sp. Kontaminasi mikroba pada daging sapi dapat berasal
dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis, begitu juga sumber air dan
lingkungan tempat diolahnya daging tersebut sebelum sampai kepada konsumen.
– Cemaran pada buah dan sayur biasanya lebih mudah tercemar secara kimia yaitu dengan
adanya pembarian pestisida saat di kebun dan pencucian buah dan sayur yang tidak bersih.

Anda mungkin juga menyukai