Anda di halaman 1dari 6

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data

dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

A. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan

1. Wajib Pajak (WP) Badan;

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak
Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar
delapan ratus juta rupiah).

B. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran
brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah),
dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto,
dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari
tahun pajak yang bersangkutan;

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

E.Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan

Tujuannya adalah untuk mempermudah:

1. Pengisian SPT;

2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;


3. Penghitungan PPN dan PPnBM;

4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan
usaha/pekerjaan bebas.

PENGHASILAN NETTO

Penghasilan Kotor (BRUTO) adalah jenis penghasilan yang dikenakan pemotongan pajak sebagaimana
diatur sesuai PPh pasal 21 dan PPh pasal 26, dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Penghasilan Rutin (Berkala), yaitu penghasilan yang diterima pegawai secara teratur setiap bulan
berupa : gaji, tunjangan-tunjangan, lembur, uang makan, uang transpor dan sejenisnya

2. Penghasilan Tidak Rutin (Tahunan), yaitu penghasilan yang diterima pegawai dalam waktu tidak tentu
dan umunya sekali atau lebih dalam setahun, berupa : tunjangan hari raya (THR), bonus, tantiem, insentif
tahunan dan sejenisnya

3. Penerimaan Natura, yaitu jenis penghasilan lain yang diterima pegawai dalam bentuk fisik
benda/barang, berupa : pemberian sembako, bantuan lauk-pauk, nutrisi tambahan, fasilitas catering dan
sejenisnya. Dalam penghitungan pajak penghasilan, penerimaan natura harus di konversikan dalam
satuan nilai/harga tertentu

4. Premi Asuransi, yaitu premi asuransi atas nama pegawai yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada
instansi terikait, berupa : premi Jamsostek, premi AKDHK, premi asuransi kesehatan dan sejenisnya

Pengurangan Penghasilan Kotor (PPK) adalah komponen yang dapat diperhitungkan sebagai unsur
pengurangan Penghasilan Kotor (BRUTO) yang diterima pegawai, yaitu :

1. Biaya Jabatan, adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Tarif biaya
jabatan sebesar 5% dari jumlah Penghasilan Kotor (BRUTO) dan jumlah maksimum diperkenakan sebesar
Rp.1.296.000 setahun

2. Iuran Hari Tua, adalah iuran yang menjadi tanggungan pegawai yang dibayarkan kepada instansi
terkait sehubungan kepeserta pegawai dalam program hari tua, berupa : iuran JHT Jamsostek, iuran
program pensiun dan sejenisnya

Penghasilan Bersih (NETO) adalah jumlah Penghasilan Kotor (BRUTO) dikurangi jumlah Pengurangan
Penghasilan Kotor (PPK)
contoh perhitungan penghasilan netto

Perhitungan Penghasilan Neto Menggunakan Norma

Perhitungan penghasilan neto dengan menggunakan norma sebenarnya salah satu strategi
pemerintah untuk memudahkan masyarakat untuk menghitung pajak. Kemudahan dalam menghitung
pajak akan meningkatkan minat masyarakat masyarakat. Namun, itu semua bergantung pada masing-
masing persepsi masyarakat sendiri. Kita tidak membahas itu kali ini, kita akan membahas bagaimana
cara menghitung pajak dengan menggunakan norma.

Wajib pajak yang dapat menggunakan norma dalam menghitung penghasilan neto adalah wajib pajak
orang pribadi. Karena pada dasarnya, perhitungan norma digunakan untuk wajib pajak yang tidak
menggunakan pembukuan. Pembukuan adalah bentuk akuntansi lengkap dari dokumen, otorisasi hingga
pembuatan laporan keuangan. Seperti yang kita ketahui, perekonomian Indonesia di dominasi oleh
sektor riil yaitu usaha kecil menengah. Hal ini yang mengakibatkan minimnya pembukuan untuk usaha
kecil menengah tersebut. Usaha-usaha tersebut tidak dapat menyediakan laporan laba rugi sesuai
dengan akuntansi. Sedangkan pajak sendiri di dasarkan pada laba usaha tersebut yang akan menjadi
penghasilan neto sebelum dikurangi penghasilan tidak kena pajak. Ingat perhitungan pajak norma hanya
untuk wajib pajak orang pribadi.

Secara singkat, syarat yang wajib dipenuhi wajib pajak orang pribadi diperbolehkan secara
perpajakan menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan norma dapat dijelaskan sebagai
berikut:

Peredaran usaha (penjualan atau penerimaan bruto) kurang dari Rp 4.800.000.000,00 setahun.

Setidaknya memiliki catatan tentang peredaran usaha.

Melaporkan ke Kantor Pajak bahwa memilih menggunakan norma dalam menghitung penghasilan neto.

PPh di hitung dari laba neto hasil perhitungan norma.

Tarif norma yang digunakan berbeda-beda. Dapat dilihat disini.

Sejak berlakunya PP Nomor 46 Tahun 2013. Maka yang dapat menggunakan perhitungan norma adalah
wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha pekerjaan bebas.

Konsep dasar yang bisa ditangkap dengan mudah dari perhitungan norma adalah mencari
penghasilan neto. Kita lihat bahwa yang menggunakan perhitungan norma adalah wajib pajak yang tidak
memiliki pembukuan dan tidak dapat menyediakan penghasilan neto pada laporan laba rugi. Jadi dengan
perhitungan norma, kita diberi kemudahan untuk langsung menentukan penghasilan neto dari
peredaran usaha. Rumus menentukan penghasilan neto dengan perhitungan norma dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Penghasilan Neto (Norma) = Tarif x Peredaran Usaha setahun

Ingat, tarif untuk masing-masing jenis usaha berbeda-beda dan dibagi menjadi 3 (tiga) jeni, Norma untuk
10 ibu kota propinsi, Norma untuk ibu kota propinsi lainnya, dan Norma untuk kabupaten / kota.

Nah, langsung ke contoh saja:

1. Tigor memiliki usaha jasa perantara (pekerjaan bebas) dengan tidak memiliki pembukuan yang
lengkap. Tigor hanya memiliki catatan tentang penerimaan usahanya selama satu tahun sebesar Rp
150.000.000,00. Berdasarkan peraturan perpajakan tarif yang digunakan untuk Tigor sebesar 25% untuk
menghitung penghasilan neto usahanya. Status Tigor saat ini telah menikah dengan memiliki 4 orang
anak. Berapakah pajak yang harus dibayarkan Tigor?

Jawaban:

Penghasilan Setahun

Rp 150.000.000,00

Perhitungan Penghasilan Neto (Norma):

25% x Rp 150.000.000,00

Rp 37.500.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Wajib Pajak Sendiri

Rp 24.300.000,00
Status Kawin

Rp 2.025.000,00

Tanggungan (3 x Rp 2.025.000,00)

Rp 6.075.000,00 +

Rp 32.400.000,00 -

Rp 5.100.000,00

Perhitungan Pajak:

5% x Rp 5.100.000,00

Rp 255.000,00

Pajak Tuan Tigor

Rp 255.000,00

Tanggungan maksimal 3 (tiga). Jadi pajak yang harus dibayarkan Tuan Tigor sebesar Rp 255.000,00
ptkp

Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang
pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak
yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. PTKP diatur dalam
pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Besarnya PTKP tersebut adalah:

Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami.

Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Besaran PTKP menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ini berlaku mulai 29 Juni 2015.

pkp

Penghasilan kena pajak adalah penghasilan Wajib Pajak yang menjadi dasar untuk menghitung pajak
penghasilan. Pendapatan kena pajak diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Penghasilan kena pajak didapat dengan menghitung penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Apabila dalam menghitung penghasilan kena
pajak, penghasilan bruto setelah dikurangkan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan didapat kerugian maka kerugian tersebut dikompensasikan mulai dengan
penghasilan tahun pajak berikutnya sampai dengan berturut-turut lima tahun.

Untuk Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi, dalam menghitung penghasilan kena pajak diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Anda mungkin juga menyukai