DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 4
A. Pengertian Administrasi dan Perkembangan Hukum Administrasi
Negara…………………………………………………………………….... 4
B. Hubungan Administrasi Negara dengan Pertumbuhan Penduduk……. 5
C. Adanya Situasi Kritis dalam Perkembangan HAM di Indonesia dan
Hubungannya dalam Hukum Administrasi Negara……………………. 6
D. Perkembangan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Pemerintahan untuk
Bertindak di Bidang Ilmu dan Teknologi…….………………………….. 9
E. Perlunya Koordinasi dan Harmonisasi Tindakan Permerintah,
Keharusan Adanya Deregulasi dan Privatisasi………………………….. 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cabang ilmu soaial yang mempelajari fenomena sosial yang berhubungan
dengan kerja sama dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan ialah ilmu
Administrasi.Ilmu administrasi tergolong ke dalam ilmu praktika (applied science) dari ilmu-
ilmu social karena kemanfaatannya hanya ada apabila prinsip-prinsip, rumus-rumus, dalil-
dalilnya diterapkan untuk meningkatkan kehidupan.
Administrasi Negara adalah suatu bahasan ilmu sosial yang mempelajari tiga
elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislative, yudikatif, dan
eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik
manajemen public, administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur
penyelenggara negara.
Hubungan administrasi dengan cabang-cabang ilmu yang lain membuat administrasi
menjadi studi yang bersifat multidisiplin, memanfaatkan aneka macam model yang
disajikan berbagai cabang disipliin ilmu lain untuk pemecahan masalah yang dihadapi,
terdorong untuk melakukan pendekatan-pendekatan terpadu sehingga sehingga dapat
menentukan langkah pemecahan yang tepat atau menentukan skala prioritas dalam
penanganan suatu masalah.
1.2 Rumusan masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi kerja dari badan hukum administrasi negara adalah sebagai hukum yang sebagai
khas mengenai seluk beluk daripada administrasi negara yang terdiri dari 2 tingkatan, yakni
hukum administrasi negara heteronom dan otonom.
Hukum administrasi heteronom bersumber pada UUD. TAP MPR, dan UU adalah hukum
yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara dan tidak boleh
dilawan, dilanggar atau diubah oleh administrasi negara.
Hukum administrasi otonom, hukum adalah hukum operasional yang diciptakan oleh
pemerintah dan administrasi negara sendiri, dan oleh sebab itu dapat diubah oleh
pemerintah atau administrasi negara setiap waktu diperlukan, dengan tidak melanggar asas
kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kepentingan manusia.
4
B. Hubungan Administrasi Negara dengan Pertumbuhan Penduduk
5
C. Adanya Situasi Kritis dalam Perkembangan HAM di Indonesia dan Hubungannya
dalam Hukum Administrasi Negara
Dalam keterkaitan hal Administrasi Negara, kami mengangkat contoh kasus dari
Universal Periodic Review (pra-UPR) di Jenewa, Swiss.
Delapan perwakilan masyarakat sipil Indonesia turut serta menyampaikan pandangan kritis
mengenai situasi hak asasi manusia (HAM) dalam sesi pra Universal Periodic Review (pra-
UPR) di Jenewa, Swiss, Rabu (5/4). Pra-UPR ini merupakan sesi formal yang diselenggarakan
UPR-Info untuk memberikan ruang bagi masyarakat sipil menyampaikan pandangannya
kepada perwakilan negara-negara PBB di Jenewa.
Hal tersebut berkaitan erat dengan rencana Dewan HAM PBB yang akan mengevaluasi
Indonesia melalui mekanisme UPR pada 3 Mei 2017 mendatang khususnya berkaitan
dengan situasi HAM. UPR merupakan mekanisme evaluasi HAM yang dilakukan secara
berkala antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Pada 3 Mei mendatang, Indonesia akan dievaluasi untuk kali ketiga, setelah putaran
pertama pada 2008 dan kedua 2012. Sebagai catatan, pada 2012, Indonesia menyetujui 150
dari 180 rekomendasi terkait dengan pemenuhan HAM. Namun, Koalisi menilai, dari ratusan
rekomendasi yang disetujui Pemerintah tersebut, sebagian besar belum dijalankan secara
substansial.
Padahal, Koalisi menilai, selama ini Pemerintah masih belum memiliki mekanisme formal
yang terbuka dan partisipatif untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi tersebut.
Hal tersebut telah disampaikan perwakilan Koalisi yang ikut dalam sesi pra-UPR di Jenewa,
Swiss. Koalisi tersebut terdiri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), LBH Masyarakat,
Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP), Fransiscans International, Forum Keadilan dan
Perdamaian untuk Papua, Institut Dian/Interfidei (Jaringan Antariman Indonesia/JAII), Arus
Pelang (ASEAN SOGIE Caucus, Jakarta), Arus Pelangi/People Like Us Satu Hati, Yogyakarta.
Peneliti PSHK Miko Ginting mengatakan, kebebasan sipil di Indonesia kian merosot.
Penyebabnya ada tiga hal. Pertama, rendahnya tingkat akuntabilitas negara dalam hal
kapasitas bertanggung jawab, menjawab dan menjalankan kewajibannya. Kedua, negara
gagal mewujudkan prinsip negara hukum sebagai mekanisme proteksi hak asasi. Ketiga,
negara pasif terhadap menyeruaknya aktor non-negara yang mengganggu kebebasan sipil.
“Penikmatan kebebasan sipil di Indonesia kian merosot,” kata Miko dalam siaran persnya
yang diterima hukumonline, Kamis (6/5).
Berkaitan dengan hukuman mati dan kebijakan narkotika Indonesia, Direktur LBH
Masyarakat Ricky Gunawan mengatakan, cara Pemerintah mengatasi kejahatan narkotika
dengan menerapkan hukuman mati ternyata terbukti gagal menurunkan angka peredaran.
Atas dasar itu, ia memnta Pemerintah untuk mencari solusi berbasis ilmiah dan membuka
kerjasama dengan negara lain dalam memberantas peredaran narkotika tanpa menerapkan
6
kebijakan yang punitif.
“Singkatnya, Indonesia harus mencari solusi yang lebih cerdas, dan bukannya asal keras,
dalam menangani persoalan narkotikanya," katanya. (Baca Juga: Tolak Hukuman Mati,
Todung Mulya Lubis: RKUHP Atur Pidana Mati Tak Absolut)
Terkait dengan kebijakan hak kesehatan seksual dan reproduksi, tambah Direktur IHAP
Mirawati, masih diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya. Hal ini
ditandai dengan masih minimnya akses kontrasepsi, termasuk dipertahankannya ketentuan
kriminalisasi terhadap penyediaan layanan pendidikan dan informasi mengenai kontrasepsi.
“Oleh karena itu, Pemerintah harus membuka akses kontrasepsi bagi perempuan termasuk
yang belum menikah dan menghapus kebijakan pemidanaan terhadap tindakan aborsi."
Koordinator Advokasi Asia-Pasifik Fransiscans International, Budi Tjahjono menyoroti
persoalan eksploitasi sumber daya alam, perampasan tanah, dan serangan terhadap
pembela HAM dan pemimpin masyarakat adat di Papua dan daerah lainnya masih marak
terjadi. Menurutnya, persoalan-persoalan tersebut semakin parah ditambah ketiadaan
mekanisme investigasi dan pemulihan hak yang memadai.
“Pemerintah harus menerapkan kebijakan pembangunannya dengan tetap menghormati
hak-hak dasar masyarakat adat, dan patuh terhadap kewajiban hukum internasional yang
pemerintah sudah ratifikasi,"ujarnya. (Baca Juga: Komnas HAM Minta Presiden Perhatikan
Masalah di Papua)
Masih soal Papua, Wensislaus Fatubun, perwakilan Forum Keadilan dan Perdamaian untuk
Papua, menyebutkan, kebijakan depopulasi Indonesia terhadap Papua kian mengancam
penduduk asli. Menurutnya, Indonesia terus mengabaikan hak untuk menentukan diri
sendiri dan belum mau mengakui hak masyarakat adat Papua. Indonesia juga masih
mengedepankan pendekatan keamanan dalam resolusi konflik di Papua dan mencabut
akses rakyat Papua terhadap sumber daya alam.
“Pelanggaran hak asasi rakyat Papua ini harus segera dihentikan dan pemerintah Indonesia
harus mengevaluasi kebijakannya terhadap rakyat Papua," kata Wensislaus.
Selain berbagai persoalan di atas, dalam sesi pra-UPR juga disinggung masalah kebebasan
beragama dan berkeyakinan. Terkait hal ini, Direktur Institut Dian/Interfidei, mewakili koalisi
Jaringan Antariman Indonesia (JAII), Elga Sarapung, menyayangkan sejumlah rekomendasi
yang disepakati pada UPR 2012 yang masih belum diimplementasikan secara jelas, tegas
dan konstitusional oleh Pemerintah. (Baca Juga: Eksekusi Mati Jilid IV Terhambat Putusan
MK)
"Hak untuk memiliki rumah ibadah dan melaksanakan aktivitas keagamaan dan
berkeyakinan serta hak untuk bebas dari ancaman kekerasan atas nama agama masih belum
sepenuhnya dijamin oleh Pemerintah. Di berbagai kesempatan, Pemerintah selalu
menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki masalah dengan kebebasan beragama dan
berkeyakinan, padahal realita berbicara sebaliknya. Hal ini pun juga diafirmasi oleh sejumlah
negara lainnya," tuturnya.
Mekanisme Konstruktif
7
Pekerjaan rumah lain yang belum maksimal dijalankan Pemerintah usai UPR ke-2 tahun
2012 silam adalah mengenai perlindungan dan penghormatan HAM kelompok lesbian, gay,
biseksual, transgender dan interseks (LGTBI). Damar Hanung dari Arus Pelangi
menyampaikan, penelitian Arus Pelangi tahun 2013 menunjukan bahwa 89,3% LGBTI di
Indonesia mengalami kekerasan berbasis orientasi seksual atau identitas gendernya.
Kondisi ini diperparah dengan adanya 47 kebijakan diskriminatif terhadap LGBTI di tingkat
lokal hingga nasional. Kekerasan terhadap LGBTI mencapai puncaknya tahun 2016, di mana
lebih dari 142 kasus kekerasan pada LGBTI terjadi dalam kurun Januari–Maret 2016. Upaya
kriminalisasi terhadap kelompok LGTBI juga telah beranjak ke ranah regulasi. (Baca Juga:
Pengujian Pasal Kesusilaan Diklaim Bukan untuk Kriminalisasi LGBT)
"Selain situasi kekerasan terhadap LGBTI, saat ini, upaya kriminalisasi terhadap kelompok
LGBTI sedang berlangsung melalui Judicial Review KUHP dan pembahasan revisi KUHP di
DPR. Rangkaian situasi ini membuktikan bahwa negara gagal menjalankan mandatnya dalam
pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, khususnya bagi kelompok
LGBTI,” tambah Mario Pratama dari Arus Pelangi.
Atas potret permasalahan yang mengemuka tersebut, Koalisi melihat bahwaHAM di
Indonesia belum menunjukkan tren yang positif. Bahkan dalam beberapa isu HAM,
kondisinya semakin memburuk. Mundurnya perlindungan hak asasi manusia ini
menunjukkan bahwa HAM masih belum menjadi agenda yang penting dan prioritas bagi
Pemerintah.
Koalisi berharap, melalui forum UPR seharusnya pembentukan mekanisme konstruktif
pembenahan situasi HAM di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia perlu dibenahi.
Bukan hanya sekadar memandang forum internasional sebagai forum politis dan ruang bagi
intervensi negara lain. Tapi, sebagai persoalan serius dalam konteks pemajuan HAM.
“UPR adalah bagian dari upaya membangun kerjasama antara masyarakat sipil dan
pemerintah untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia secara kolaboratif. Masyarakat
sipil dan pemerintah dapat menggunakan kesempatan ini untuk bekerjasama dalam
menyusun rencana kerja, memantau proses, hingga mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi
UPR. Berdasarkan semangat inilah, kami mengajak Pemerintah untuk bersama-sama
memperbaiki situasi perlindungan hak asasi manusia di Indonesia,” tulis Koalisi.
8
D. Perkembangan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Pemerintahan untuk Bertindak
di Bidang Ilmu dan Teknologi
Birokrasi mau tidak mau harus melakukan transforamsi menuju cara-cara yang
lebihmaju dengan menggunakan sebuah sistem informasi yang handal dan tangguh
untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik. Berbagai Kementrian di Pemerintah
Pusatdan SKPD di Pemda diberikan keleluasaan dan kemandirian agar memiliki
kemampuanuntuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya yang efektif tetapi dalam sebuah
koridorkoordinasi dalam lintas organisasi dalam lingkup pemerintah daerah.
Upaya untuk mencapai good governance ini tentu harus mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi. Salah satunya adalah dengan pengembangan e-Government. The World
Bank Group mendefinisikan E-Government sebagai:
E-Government refers to the use by government agencies of information technologies
(such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability
to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.
Definisi lain dari referensi:
Electronic government, or "E-government," is the process of transacting business
between the public and government through the use ofautomated systems and the
Internet network, more commonly referred to as the World Wide Web.
Penerapan good governance tidak akan lepas dari suatu cara yang efektif dalam
pengelolaan administrasi pemerintah daerah. Hal ini perlu didukung oleh suatu perangkat
teknologi yang dapat mempemudah berbagai pengolahan data dan informasi agar lebih
efesien, efektif dan relevan. Kecepatan pelayanan yang dalam administrasi pemerintah
daerahakan lebih mudah dicapai.
9
Inpres No. 3/2003: Pengembangan e-Government merupakan upaya untuk
mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan)
elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui
pengembangan egovernment dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di
lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi.
10
teknologi informasi. Termasuk dengan mengedepankan prinsip melayani warga atau citizen
oriented (Denhardt dan Dendhart 2003:45-46).
Di Negara-negara maju, e-government merupakan hasil transformasi dari mekanisme
interaksi birokrasi dengan masyarakat menjadi lebih bersahabat dalam suasana birokrasi
pelayanan yang bersih, berwibawa dan transparan (indrajit, 2002:xi). Oleh karena itu,
ketersediaan infrastruktur akses dan perubahan kultur atau budaya pelayanan publik
menjadi
prasyarat mendasar dalam pengembangan pelayanan publik melalui e-government.
Pengembangan pelayanan public melalui e-givernment serta aplikasinya secara
khusus perlu mempertimbangan beberapa faktor yang kerap menjadi kendala di Negara
berkembang. Kendal tersebut adalah digital divide, perbedaan bahasa dan karakter tulisan ,
koordinasi dan kebijakan, serta aspek teknis diantaranya: ketersediaan infrastruktur dan
akses
warga masyarakat pengguna layanan dan kualitas sumber daya manusia serta biaya
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Koordinasi dalam pelaksanaan suatu rencana, pada dasarnya merupakan salah satu
aspek dari pengendalian yang sangat penting. Koordinasi disini adalah suatu proses
rangkaian kegiatan menghubungi, bertujun untuk menyelaraskan tiap langkah dan kegiatan
dalam organisasi agar tercapai gerak yang tepat dalammencapai sasaran dan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan, selain sebagai suatu proses, koordinasi itu dapat juga diartikan
sebagai suatiu pengatutran yang tertib dari kumpulan/gabungan usaha untuk menciptaka
11
kesatuan tindakan. Maka koordinasi pemerintahan merupakan pengaturan yang aktif,
bukan npengaturan yang pasif berupa membuat pengaturan terhadap setiap gerak dan
kegiatan dan hubungan kerja antara beberapa pejabat pemerintah baik pusat maupun
daerah serta lembaga-lembaga pemerintahan yang mempuya tugas kewajiban dan
wewenang yang saling berhubungan satu sama lain, dimana pengaturan bertujuan untuk
mencegah terjadinya kesimpangsiuran dan saling tumpang-tindih kegiatan yang
mengakibatkan pemborosan-pemborosan dan pengaruh yang tidak baik terhadap semangat
dan tertib kerja.
PELAKSANAAN KOORDINASI PEMERINTAHAN
1. Mekanisme Pelaksanaan Koordinasi Pemerintahan
a) Pelaksanaan
12
2. Jenis-jenis/ Macam Koordinasi
13
Yang lebih tepat untuk diterapkan dalam alam pembangunan adalah “getting things
done together with and through people” atau bagaimana pimpinan mencapai tujuan
bersama-sama dan dengan dukungan bawahan. Sebab pembangunan adalah sebagai
keseluruhan proses penyelenggaraan kerjasama antara aparatur negara dengan aparatur
pemerintah dengan dukungan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan pertumbuhan,
perbaikan dan perkembangan positif di segala bidang kehidupan masyarakat dalam rangka
pembinaan bangsa secara keseluruhan. Begitupun untuk perusahaan, untuk pengembangan
dan keberhasilannya dalam mencapai tujuan dan sasarannya, tentulah memerlukan
keterpaduan antara semuan pihak pimpinan maupun non pimpinan dalam perusahaan
tersebut. Keterpaduan tersebut dapat dibina melalui komunikasi atau hubungan kerja dua
arah. Karena itu manajemen partisipatif adalah yang paling tepat untuk diterapkan baik di
instansi pemerintah maupun non pemerintah. Tentu kiatnya berlainan. Namun yang penting
terkandung di dalamnya proses psikologis dengan pendekatan perilaku, sebagai proses
timbal balik dari atas ke bawah bersama-sama bawah ke atas atau “top-down and bottom-
up approach” (korten, 1986 : 2-4).pimpinan dan bawahan tersebut terpadukan ke dalam
wadah ataupun struktur organisasi. Berarti dalam konsep ini tercakup berlakunya asas
kerjasama dan hubungan kerja ataupun komunikasi timbal balik antara pimpinan dan
bawahan. Keterpaduan kerjasama dan hubungan timbal balik tersebut sangat bermanfaat,
antara lain untuk :
1. Membina kesamaan bahasa, paham, pengertian antar sesama pejabat ataupun pihak-
pihak terkait. Jadi untuk menghindarkan salah paham dalam melaksanakan tugas-tugas
kedinasan ataupun misi yang diembannya.
2. Membina koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar para pejabat atau pihak-pihak yang
terkait dalam melaksanakan misi organisasi
3. Menyatukan arah dan langkah-langkah serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh
para pejabat maupun anggota organisasi ataupun pihak-pihak yang terkait untuk
tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan.
Hasil dari a, b dan c tersebut maka misi organisasi akan terlaksana dengan baik, lebih efektif
dan efisien. Oleh karena itu pola keterpaduan kerjasama dan hubungan kerja timbal balik
tersebut harus dengan sengaja dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Misalnya ada rencana,
ada sasaran, ada ukuran-ukurannya, strukturnya, landasannya dan sebagainya. Jadi, tidak
tepat kalau hanya disiapkan secara sambil lalu saja, ataupun secara mendadak, apalagi kalau
hanya terlaksana secara kebetulan tanpa disengaja. Keterpaduan kerjasama dan hubungan
kerja dalam struktur organisasi
b) Keterpaduan Kerjasama dan Hubungan Kerja Dalam Struktur Organisasi
Konotasi “dengan sengaja” untuk mempersatukan diri dalam kerjasama dan hubungan kerja
dalam organisasi tersebut di atas mencakup, misalnya : dengan sadar telah ditetapkan
terlebih dahulu tujuan dan sasarannya, ketentuan-ketentuan atau aturan mainnya,
perencanaannya dan sebagainya. Bahkan lebih lanjut sebagai bukti terpenuhinya
persyaratan “dengan sengaja” tersebut biasanya diungkapkan dalam bentuk bagan struktur
organisasinya. Disebutkan bahwa asas keterpaduan kerjasama dan hun=bungan kerja,
dalam struktur organisasi tergamba pula pembagian kerja yang logis. Sesuai dnegan itu
maka struktur organisasi dapat diberikan pengertian sebagai : “susunan logis dari hierarkhi
jabatan dan fungsi yang ada dalam organisasi, yang berbentuk pyramidal serta
14
menggambarkan pembagian kerja para pejabat berikut keserasian kerjasama dan hubungan
kejanya untuk tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran sebagaimana sudah ditetapkan
sebelumnya. “pengertian tersebut berlaku dalam wadah organisasi fungsional, struktural
maupun proyek.
Dengan pengendalian dan koordinasi yang baik maka dalam penyelenggaraan pemerintahan
mendapatkan manfaat, antara lain:
1. Dapat mencegah dan menghilangkan titk pertentangan
2. Para pejabat/petugas terpaksa berfikir dan berbuat dalam hubungan sasaran dan tujuan
berasama
3. Dapat dicgah terjadinya kesimpangsiuran dan duplikasi kegiatan
4. Dapat mengembangakan prakarsa dan daya inprovisasi para pejabat/petugas kareba
dalam rangka koordinasi mereka mau tidak mau harus mndapatkan cara dan jalan yangf
cocok bagi pelaksanaan tugas secara menyeluruh dan mencapai keseimbangan dan
keserasian.
Maka bagi penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah, koordinasi bukan hanya
bekerjasama, melaikan juga integrasi dan sinkronisasi yang mengandung keharusan
penyelarasan unsur-unsur jumlah dan penentuan waktu kegiatan di samping penyesuaian
perencanaa, dan keharusan adanya komunikasi yang teratur diantara sesama
pejabat/petugas yang bersangkutan dengan memahami dan mengindahkan ketentuan
hukum yang berlaku sebagai suatu peraturan pelaksanaan.
Deregulasi
15
Dari tahun ke tahun deregulasi hanya membahas permasalahan di "atas" saja. Sementara
akar permasalahan yang menyebabkan distorsi dan ekonomi biaya tinggi ekonomi RI belum
tersentuh. Apa saja tindakan deregulasi itu? Berikut beberapa cacatan tentang deregulasi
yang pernah dikeluarkan pemerintah dalam dekade 80-an dan 90-an:
- Tahun 1983 Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor moneter,
khususnya perbangkan, lewat kebijakan 1 Juni 1983. Deregulasi ini menyangkut tiga segi:
peningkatan daya saing bank pemerintah, penghapusan pagu kredit, dan pengaturan
deposito berjangka. Dalam ketentuan itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga
deposito serta suku bunga kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki
dana nganggur tertarik untuk menyimpan di bank pemeintah. Sebab pada saat itu, suku
bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi ketimbang bank pemerintah. Yaitu 18
persen, sementara bank pemerintah hanya 14-15 persen.
- Tahun 1985 Pemerintah memberlakukan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 yang
mengalihkan tugas dan wewenang Ditjen Bea dan Cukai (BC) dalam pemeriksaan barang
kepada surveyor asing SGS. Ini sama saja dengan pemerintah memberikan kepercayaan
penuh kepada pihak asing (SGS) dalam memeriksa barang. Keluarnya Inpres Nomor 4, tak
lain sebagai reaksi pemerintah atas penyalahgunaan wewenang oleh BC yang banyak
diributkan oleh dunia usaha.
- Tahun 1986 Lewat paket kebijakan 6 Mei (Pakem), pemerintah menghapus sertifikat
ekspor (SE). SE merupakan fasilitas empuk yang banyak digunakan eksportir untuk
memperoleh pengembalian bea masuk dan unsur subsidi, ini diberikan bersamaan dengan
kredit ekspor.
- Tahun 1987 Pemerintah mengeluarkan deregulasi 15 Januari 1987, tentang industri
kendaraan bermotor, mesin industri, mesin listrik, dan tarif bea masuk. Untuk bea masuk,
pemerintah memberikan keringanan bea terhadap barang-barang tertentu, seperti Tekstil,
kapas, dan besi baja. Sedangkan untuk industri mesin pemerintah memberikan perlakuan
kemudahan ijin usaha. Dan untuk industri kendaraan bermotor, pemerintah memberikan
kemudahan perakitan kendaraan dan pembuatan dan perakitan bagian kendaraan
bermotor. Juni 1987 Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi, lewat PP Nomor 13 Tahun
1987 dan Keppres Nomor 16. Kali ini pemerintah menyederhanakan perijinan investasi
bidang pertambangan, pertanian, kesehatan dan perindustrian. Yang semula ada empat ijin
investasi, setelah kebijakan itu hanya tinggal dua.
- Tahun 1988 Inilah tahun booming dunia perbankan Indonesia. Bayangkan, hanya
dengan modal Rp 10 milyar, seorang pengusaha punya pengalaman atau tidak sebagai
bankir, sudah bisa mendirikan bank baru. Maka, tak pelak lagi berbagai macam bentuk dan
nama bank baru bermunculan bagai jamur di musim hujan. Itulah salah satu bentuk
kebijakan deregulasi 27 Oktober 1988, atau yang dikenal dengan sebutan Pakto 88. Tak
hanya itu, bank asing yang semula hanya beroperasi di Jakarta, kini bisa merentangkan
sayapnya ke daerah lain di luar Jakarta. Sementara untuk mendirikan bank perkreditan,
modal yang disetor menurut Pakto 88, hanya Rp 50 juta seseorang sudah bisa punya bank
BPR.
- Mei 1990 Pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi yang menyangkut
empat sektor pembangunan: industri, perdagangan, kesehatan, dan pertanian. Dari empat
sektor yang disentuh deregulasi itu, sektor otomotif, impor gandum, kelapa sawit, dan
16
bahan baku plastik belum masuk dalam cacatan deregulasi yang dinamai Pakmei 90 itu.
Untuk bidang pertanian dibebaskan dari tata niaga atas komoditas pala, sayur-sayuran dari
Sumetera Utara, tengkawang, kayu manis, serta kopi. Lalu untuk bidang perijinan, satu ijin
peternakan berlaku untuk semua jenis ternak, beternak, pemotongan hewan, dan produksi
hewan. Bidang kesehatan, terjadi penyerdehanaan ijin usaha untuk industri farmasi,
perdagangan besar farmasi, apotek, industri obat, pendaftaran obat, tata niaga impor, dan
bahan baku obat. Sementara untuk perdagangan terjadi pengurangan dan penambahan pos
baru. Pengurangan terjadi dari 9.549 menjadi 9.250 pos tarif dan terdapat penambahan 387
pos baru.
- Tahun 1991 Tampaknya bulan Juni, dijadikan bulan yang tepat untuk mengumumkan
kebijakan-kebijakan pemerintah. Tak heran bila pada Juni 1991, pemerintah kembali
"meluncurkan" serangkaian paket deregulasi bidang: investasi, industri, pertanian,
perdagangan, dan keuangan. Inti dari deregulasi kali ini adalah pembabatan hak monopoli
enam persero pemerintah (Pantja Niaga, Kertas Niaga, Dharma Niaga, Mega Eltra, Sarinah,
dan Krakatau Steel. Khusus untuk baja, KS harus rela melepaskan 60 hak impornya kepada
importir produsen. Sementara untuk makanan, buah-buahan, dan daging, pengencer di
dalam negeri bebas mengimpor dari luar negeri. Namun, importir terkena bea masuk 20
persen. Untuk otomotif, pemerintah membuka keran impor kendaran niaga kategori I
sampai V dan termasuk kendaraan serba guna (jip). Namun, yang boleh mengimpor
hanyalah para agen tunggal dan importir yang ditunjuk (enam persero pemerintah). Bukti
paling dramatis akibat deregulasi ini, adalah dibukanya keran impor kendaraan truk, harga
truk anjlok.
- Tahun 1992 Tanggal 6 Juli 1992, Pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi
di bidang investasi, perdagangan, keuangan, tenaga kerja, pertanahan, IMB dan UUG/HO.
Berisi antara lain, mengijinkan HGU dan HGB oleh usaha patungan dalam rangka
penanaman modal asing dalam jangka waktu 30 tahun. Keputusan lainnya dari deregulasi
yang dinamakan Pakjul itu, pembebasan tata niaga terhadap 241 pos tarif. Terdiri atas 226
pos tarif mengenai batik, 12 pos tarif pertanian, 1 pos tarif air mineral, 1 pos tarif produk
logam, dan 1 pos tarif transformator listrik. Untuk bea masuk hanya diberikan kepada 36
pos tarif besi baja. Sementara untuk impor mesin bukan baru hanya dapat diimpor oleh
perusahaan sendiri atau industri rekondisi. Mengenai tenaga kerja asing, dengan deregulasi
itu, untuk memperoleh ijin tidak perlu ada rekomendasi dari departemen teknis.
- Tahun 1993 Sektor moneter kembali disentuh melalui deregulasi Mei 1993 (Pakmei
93). Lewat Pakmei, capital adequency ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal diperlonggar.
Dengan peningkatan CAR, bank dipastikan akan lebih leluasa memberikan kredit.
Pemerintah juga menyederhanakan ketentuan loan deposit ratio (LDR) atau pemberian
kredit kepada pihak ketiga. Dengan ketentuan ini bank hanya diberikan 20 persen untuk
menyalaurkan kredit kepada grupnya sendiri. Yang menarik dari kebijakan ini, KUK dibawah
Rp 25 juta dapat digunakan untuk kegiatan tidak produktif.
- Tahun 1995 Dengan kebijakan yang dinamaan Paket Mei 1995 (Pakmei 95),
pemerintah mengeluarkan paket deregulasi atas lima bagian: tarif bea masuk dan masuk
tambahan, tata niaga impor, penaman modal, perijinan, restrukturisasi usaha, dan entrepot
produsen tujuan ekspor serta kawasan berikat. Dalam tarif, terjadi penurunan 6.030 dari
9.408 pos tarif. Pemerintah juga menghapus bea masuk tambahan terhadap 95 produk,
17
merubah tata niaga dan kontrol terhadap 81 produk. Dalam Pakmei ini, penurunan tarif bea
masuk akan diturunkan secara bertahap.
- Tahun 1996 26 Januari 1996, Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi, untuk
bidang industri, perdagangan, dan keuangan. Makna deregulasi kali ini masih tidak bergeser
dari deregulasi sebelumnya, yaitu penurunan bea masuk. Selain itu diberikannya fasilitas
perpajakan guna meningkatkan ekspor non migas.
Dapat kita tarik kesimpulan bahwa pemerintah melakukan deregulasi perbankan dari 1987-
1996 sudah pasti bertujuan untuk memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia
khususnya di bidang perbangkan. Kita tahu bahwa pada awalnya tercipta sistem
perekonomian di Indonesia masih berkiblat pada sistem kolonial Belanda, diharapkan
dengan adanya deregulasi ini bisa terbebas dari sistem tersebut. Deregulasi sempat
memberikan hasil positif contahnya, kemudahan pendirian bank baru, meningkatkan
efektivitas instrumen pasar uang, serta mendorong peralihan dari tingkat suku bunga dan
nilai tukar yang tetap (fixed) ke tingkat yang mengambang (floating). Akibat deregulasi itu,
hanya dalam waktu dua tahun muncul bank baru dengan jumlah yang banyak. Namun,
banyak sekali akibat dari deregulasi ini seperti, Dalam tempo singkat, tiba-tiba pinjaman luar
negeri perbankan meningkat tajam akibat melemahnya nilai tukar. Pada saat bersamaan,
banyak pula perusahaan yang utangnya menjadi berlipat ganda sehingga kreditnya di bank
pun menjadi macet. Perbankan makin kesulitan tatkala masyarakat mulai berbondong-
bondong menarik dananya dari perbankan akibat kepercayaan yang makin hilang dan situasi
yang semakin tidak menentu. Perbankan kesulitan likuiditas. Bank Indonesia pun
mengeluarkan kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menolong
perbankan. Bank yang tidak bisa ditolong terpaksa dilikuidasi. Selanjutnya, pemerintah juga
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk merestrukturisasi
perbankan yang kala itu umumnya sangat kekurangan modal dengan NPL yang sangat besar.
Privatisasi
Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah
privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefinisi privatisasi dalam arti luas, seperti J.A. Kay
dan D.J. Thomson sebagai “…means of changing relationship between the government and
private sector”. Mereka mendefinisikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan
antara pemerintah dan sektor swasta. Sedangkan pengertian privatisasi dalam arti yang
lebih sempit dikemukakan oleh C. Pas, B. Lowes, dan L. Davies yang mengertikan privatisasi
sebagai denasionalisasi suatu industri, mengubahnya dari kepemilikan pemerintah menjadi
kepemilikan swasta.
Tujuan PrivatisasI
Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditujukan untuk berbagai aspek harapan, dilihat dari
aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi), ekonomi dan
politik. Dari segi keuangan, privatisasi ditujukan untuk meningkatkan penghasilan
pemerintah terutama berkaitan dengan tingkat perpajakan dan pengeluaran publik;
mendorong keuangan swasta untuk ditempatkan dalam investasi publik dalam skema
infrastruktur utama; menghapus jasa-jasa dari kontrol keuangan sektor publik. Tujuan
privatisasi dari sisi pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) yaitu:
18
- Meningkatkan efisiensi dan produktivitas;
- Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan;
- Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada
keuntungan dan perilaku bisnis yang menguntungkan;
- Meningkatkan pilihan bagi konsumen.
Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih
disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang
menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut.
kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor yang
sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya
19
persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli yang
dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi BUMN.
BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak professional
dengan
Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan
didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal
meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan
pasar akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah
juga memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan
jasa bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan
membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara
keseluruhan.
b. Mendorong perkembangan pasar modal
Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu
terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada
perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Privatisasi juga dapat
mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu,
privatisasi BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi
yang selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal.
c. Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah
Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang berasal
dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi pemerintah
yang ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan
pajak dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi.
Dengan demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran
pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi.
Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi
sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra.
Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan
yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya,
maka seharusnya yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien,
produktivitasnya rendah dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan
perusahaan tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan
kinerjanya menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah
perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan tidak
efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit,
dan setelah itu baru kemudian dijual.
20
Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika
terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun
sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan
pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber
pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan
asing. Meskipun pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala
informasi dan bagian dari modal menjadi milik perusahaan asing.
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana manakala pihak Pemerintah mulai
menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum, umpamanya dengan
menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistem-
sistem perizinan. Oleh karena itu dapat disepakati bahwa, hukum administrasi dalam bentuk
sangat awalnya sudah terlalu kuno, oleh karena pihak Pemerintah juga sejak dahulu kala
telah bertanggungjawab atas penataan dan pengelolaan masyarakat secara lebih kurang.
Hukum administrasi dalam bentuk yang demikian ini nampaknya senantiasa merupakan
"hukum administrasi luar biasa", yakni suatu hukum administrasi dalam bentuk suatu
peraturan perundang-undangan tertentu, juga ketentuan-ketentuan pelaksanaan tambahan
yang tertentu dan jika diperlukan beberapa yurisprudensi dalam suatu bidang konkrit yang
terbatas dari urusan Pemerintah. Maka orang sudah melihat dalam pertengahan pertama
dari abad ke-20 contoh-contoh hukum administrasi dalam bentuk aturan-aturan menurut
undang-undang untuk mencegah rintangan, untuk melindungi monumen-monumen, untuk
meningkatkan pembangunan perumahan yang baik, untuk meningkatkan keselamatan
dalam situasi ketenagakeijaan, dan sebagainya. Hasilnya adalah suatu hukum administrasi
yang sangat tersebar : dengan kata lain, timbullah berbagai macam hukum administrasi
yang perlu disesuaikan dengan tugas Pemerintah yang akan dilaksanakan. Sebegitu peranan
pihak pemerintah menjadi lebih penting atas berbagai bidang sosial dan dengan demikian
hukum administrasi khusus meningkat pada bidang-bidang itu dan menjadi tambah sulit,
21
maka timbul kebutuhan untuk mempelajari unsur-unsur bersama dari hukum administrasi
khusus itu dalam kaitannya satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjoro diana halim, hukum administrasi negara. Ciawi Bogor, ghalia indonesia.2004
Dewi Hanggraeni. Apakah Privatisasi BUMN Solusi yang Tepat Dalam Meningkatkan
Kinerja, Artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No.6 Tahun 2009
Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implemantasi. Salemba Empat:
Jakarta
Sumber Tambahan:
http://govmedikz-medikz.blogspot.co.id/2011/01/koordinasi-pemerintahan.html?m=1
http://thimutz.blogspot.co.id/2010/10/pengertian-dan-dampak-deregulasi-dari.html?m=1
22