Anda di halaman 1dari 65

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN

AKTA YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA


PASAL 21 AYAT 5 TAHUN 1960
(Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg)

TESIS

Program Pascasarjana
Program Studi : Magister Kenotariatan

Diajukan Oleh:
Nama : Gladwin Lukman
NIM : 217211016

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2023
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANEGARA
JAKARTA

TANDA PERSETUJUAN TESIS UNTUK DIUJI

Nama : Gladwin Lukman


NIM : 217211016
Program Studi : Magister Kenotariatan

JUDUL TESIS
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN
AKTA YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
PASAL 21 AYAT 5 TAHUN 1960
(Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg)

Secara subtansi telah dinyatakan siap untuk diujikan


Jakarta, ….
Pembimbing Tesis

(…..)

2
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TARUMANEGARA
JAKARTA

TANDA PENGESAHAN TESIS

Nama : Gladwin Lukman


NIM : 217211016

JUDUL TESIS
PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN
AKTA YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
PASAL 21 AYAT 5 TAHUN 1960
(Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg)

Telah dipertahankan di hadapan Majelis Penguji yang dibentuk oleh Program


Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara dan
dinyatakan LULUS dalam ujian siding tanggal ….., dengan Majelis Penguji
terdiri atas :

1. Ketua Penguji :…
2. Anggota Penguji :…

Jakarta, ….
Pembimbing,

3
……

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

penulis dapat Menyusun dan menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul :

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN

AKTA YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

PASAL 21 AYAT 5 TAHUN 1960 (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung

Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg).

Penulisan tesis ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi salah satu

persyaratan dalam menempuh serta mencapai gelar Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara. Dalam penulisan tesis ini, penulis

menadapatkan arahan serta bimbingan yang sangat berarti sehingga penulis

mampu menuntaskan pengerjaan tesis ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Amad Sudiro, S.H., M.H., M.M., M.Kn., selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara.

2. Ibu Mia Hadiati, S.H, M.Hum., selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum

Universitas Tarumanagara.

3. Ibu Dr. Tjempaka S.H., M.H., M.Kn., selaku Dosen Pembimbing Tesis yang

dengan sabar membimbing penulis dalam penyusunan Tesis ini.

4. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Kenotariatan Universitas Tarumanagara

yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama proses perkuliahan.

5. Orangtua tercinta Bapak Supardi Lukman, Ibu Kirana Inggit, yang selalu mendukung,

mendoakan, serta memberikan semangat dan penghiburan yang tak henti-hentinya ke

4
pada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini de

ngan baik.

6. Teman-teman di Universitas Tarumanagara, Dede,Ornella, dan Icha, di luar

Universitas Tarumanagara Teh Eno, Kak Ani, dan Ibu Retno serta seluruh

pihak yang terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah

mendukung Penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Kenotariatan

Universitas Tarumanagara sejak awal perkuliahan sampai dengan Penulis

menyelesaikan perkuliahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini

tepat pada waktunya.

Sekali lagi Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah mendukung Penulis. Setiap orang yang Penulis

temui selama ini telah mengajarkan penulis tentang banyak hal, semoga

kedepannya Penulis dapat menjadi pribadi yang selalu mau belajar, rendah hati,

dan dapat menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, Januari 2023

Gladwin Lukman

5
DAFTAR ISI

TANDA PERSETUJUAN TESIS UNTUK DIUJI.................................................2


TANDA PENGESAHAN TESIS............................................................................3
KATA PENGANTAR.............................................................................................4
DAFTAR ISI............................................................................................................6
BAB I.......................................................................................................................7
PENDAHULUAN...................................................................................................7
A. Latar Belakang.................................................................................................8
B. Rumusan Masalah..........................................................................................18
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...................................................................18
1. Tujuan Penelitian............................................................................................18
2. Kegunaan Penelitian.......................................................................................19
D. Kerangka Konseptual....................................................................................19
E. Metode Penelitian..........................................................................................22
F. Sistematika Penulisan.....................................................................................24
BAB II....................................................................................................................26
LANDASAN TEORI.............................................................................................26
A. Teori Pertanggungjawaban Hukum...............................................................26
B. Teori Kewenangan.........................................................................................27
C. Notaris............................................................................................................28
D. Teori Perjanjian.............................................................................................33
E. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.................37
F. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria.......42
BAB III..................................................................................................................44
DATA HASIL PENELITIAN...............................................................................44
A. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor 66/Pdt.G/2020/PN. Tpg. 4
4
B. Pertimbangan Hukum Hakim Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang...48
Nomor 66/Pdt.G/2020/PN.Tpg...........................................................................48
C. Amar Putusan Hakim Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor
66/Pdt.G/2020/PN.Tpg.......................................................................................53
D. Wawancara....................................................................................................54
BAB IV..................................................................................................................57

6
ANALISA DAN PEMBAHASAN........................................................................57
A. Kesesuaian putusan Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang dengan
Peraturan yang berlaku di Indonesia..................................................................57
B. Pertanggungjawaban Notaris yang berperan dalam Pembuatan Surat
Pernyataan yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria...........59
BAB V....................................................................................................................62
PENUTUP..............................................................................................................62
A. Kesimpulan....................................................................................................62
B. Saran..............................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................64

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi notaris merupakan profesi sebagai pejabat umum yang terhormat d

an diberikan oleh negara secara atributif melalui undang-undang kepada seseorang

yang dipercayainya. Keberadaaan notaris sangat penting terkait dengan pembuata

n akta autentik sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1868 Kitab Undang-Unda

ng Hukum Perdata. Pembuatan akta autentik dihadapan Notaris bukan saja karena

diharuskan oleh perundang-undangan tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak-p

ihak yang memiliki kepentingan demi memiliki kepastian hak dan kewajiban para

pihak sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Dalam menjalankan jabatann

ya, notaris dituntut untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan koridor tugas

dan tanggung jawabnya seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Jabatan Notaris

serta Kode Etik Notaris. Notaris wajib menjunjung tinggi harkat dan martabat jaba

tannya baik dalam menjalankan jabatannya maupun diluar menjalankan jabatanny

a1.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum, Notaris pun

diberikan kewenangan dalam membuat Akta/Surat Pernyataan yang berkaitan den

gan pengurusan Akta/Sertifikat Hak Milik maupun terkait dengan Akta/Sertifikat

Hak Guna Bangunan sebagaimana tercantum pada Undang-Undang Republik Ind

onesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat (1) dan (2) yang berbunyi 2:

1
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta: C.V. Rajawali, 1982), hlm.21
3.
2
Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

8
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanj

ian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/

atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akt

a autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, m

emberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuat

an Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau o

rang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang p

ula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawa

h tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkuta

n;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat Akta risalah lelang.

Namun ada kalanya sebagai pejabat umum yang bertugas, Notaris bisa saja

melakukan kesalahan dan melanggar ketentuannya yang dapat dikategorikan mela

kukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum merupakan

perbuatan atau tindakan yag dilakukan oleh subjek hukum yang melanggar

ketentuan atau peraturan yang telah di tetapkan. Suatu perbuatan dikatakan

9
melawan hukum jika adanya perbuatan yang melawan hukum atau adanya

kesalahan yang memiliki hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian.

Notaris sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban maupun

sebagai anggota dari perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, memiliki kewajiban

yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugas

jabatannya. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang Notaris dapat

mencakup bidang perdata, administrasi, kode etik profesi Notaris dan pidana.

Perbuatan melawan hukum pada ranah perdata telah di atur dalam buku III

Pasal 1352 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum berasal dari undang-undang,

bukan karena perjanjian yang berdasarkan persetujuan dan perbuatan melawan hu

kum murni merupakan akibat pelanggaran perbuatan manusia yang sudah ditentuk

an sendiri oleh undang-undang. Notaris melakukan perbuatan melawan hukum jug

a dapat didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan tiap perbuatan

melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan ora

ng yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu. Kesal

ahan Notaris dalam membuat akta sehingga menyebabkan pihak lain mengalami k

erugian dapat termasuk perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Perbuatan melawan hukum Notaris dalam bidang Administrasi dan kode et

ik jabatan Notaris antara lain sebagai berikut:

1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor p

erwakilan.

2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/ Kantor N

otaris" di luar lingkungan kantor.

10
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersam

a-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan saran

a media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk :

a. Iklan.

b. Ucapan selamat.

c. Ucapan belasungkawa.

d. Ucapan terima kasih.

e. Kegiatan pemasaran.

f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahra

ga.

4. Bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada hakekatnya be

rtindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.

5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan

oleh pihak lain.

6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda tangani.

7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari

Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yan

g bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen- dokum

en yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan ma

ksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.

9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjur

us ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan No

taris.

11
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang l

ebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan.

11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kant

or Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersang

kutan.

12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat

olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan sua

tu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat

kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Not

aris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkut

an atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggur

ui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan ter

hadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan

tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi m

enutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.

14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan

perundangundangan yang berlaku.

15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pel

anggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pad

a pelanggaran-pelanggaran terhadap :

a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tent

ang Jabatan Notaris.

12
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tent

ang Jabatan Notaris.

c. Isi sumpah jabatan Notaris.

d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Ta

ngga dan/atau Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh or

ganisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan n

egara di bidang Hukum Perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik (akta

Notaris). Dalam pembuatan akta Notaris baik dalam bentuk partij akta maupun rel

aas akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunya

i sifat otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Kewaj

iban Notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Ind

onesia juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak

yang datang kepada Notaris untuk membuat akta. Hal tersebut sangat penting agar

supaya akta yang dibuat oleh Notaris tersebut memiliki otentisitasnya sebagai akta

otentik karena sebagai alat bukti yang sempurna.

Namun dapat saja Notaris melakukan suatu kesalahan dalam pembuatan ak

ta. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi, yaitu :

a. Kesalahan ketik pada salinan Notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut dapat

diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang asli dan han

ya salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai kekuatan sama sepert

i akta asli.

b. Kesalahan bentuk akta Notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat berita

acara rapat tapi oleh Notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan rapat.

13
c. Kesalahan isi akta Notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para pihak

yang menghadap Notaris, di mana saat pembuatan akta dianggap benar tapi te

rnyata kemudian tidak benar3

Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat juga terjerat dalam perkara y

ang diakibatkan dari perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan akta ote

ntik. Dalam konteks administrasi dan kode etik yaitu diberikan batasan seorang N

otaris dikategorikan melanggar ketentuan UUJN, dan kode etik Notaris secara for

mil atau perdata (law of tort) atas apa yang mereka lakukan terkait dengan tindaka

n-tindakan Notaris, seperti penambahan, pengurangan, pencoretan, pengubahan ak

ta tidak sesuai prosedur dengan tidak dilakukan tidak dihadapan dua saksi, Notaris

/saksi yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, Notaris mempunyai hubung

an darah dengan salah satu atau para penghadap.

Perbuatan melawan hukum dalam bidang pidana yaitu seorang Notaris dap

at dikenakan tindakan pidana atas perbuatan yang melanggar ketentuan dari kaeda

h peraturan larangan yang diterbitkan oleh negara. Setiap perbuatan pidana selalu

dirumuskan secara seksama dalam undang-undang sehingga sifatnya terbatas. Dal

am ranah Hukum Pidana diantaranya dapat berupa pemalsuan dokumen atau surat

yang diatur dalam ketentuan Pasal 263 dan Pasal 264 Kitab Undang-Undang Huk

um Pidana (KUHP). Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP menyatakan bahwa :

1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat meni

mbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperu

ntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memaka

i atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya bena

3
Mudofir Hadi, “Pembatalan Isi Akta Notaris dengan Putusan Hakim”, Varia Peradilan Tahun VI
Nomor 72, 1991, hlm. 142-143.

14
r dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan

kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama ena

m tahun.

2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai

surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-olah sejati, jika pemakaian surat it

u dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan dalam penjelasan dari Pasal 264 ayat (1) dan (2) KUHP menyatakan b

ahwa :

1. Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahu

n, jika dilakukan terhadap:

1) Akta-akta otentik.

2) Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya at

aupun dari suatu lembaga umum.

3) Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkum

pulan, yayasan, perseroan atau maskapai.

4) Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diteran

gkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengga

nti surat-surat itu.

5) Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

2. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai

surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipals

ukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat m

enimbulkan kerugian.

15
Salah satu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang notaris

adalah dengan membuat Surat Pernyataan terkait pembelian tanah yang dilakukan

oleh seseorang dengan kewarganegaraan asing yang mengatasnamakan Warga

Negara Indonesia. Namun pada suatu kesempatan, notaris tersebut bekerjasama de

ngan orang yang bersangkutan untuk membuat Surat Pernyataan bahwa tanah yan

g dia beli dapat diubah mengatasnamakan namanya. Notaris memerintahkan agar

Warga Negara Indonesia yang menjual tanah tersebut yang dipinjam namanya har

us mengakui dan menandatangani sebuah Surat Pernyataan bahwa ia adalah pemil

ik tanah dan bangunan yang dibelinya.

Kejadian serupa dialami oleh seorang Warga Negara Indonesia berasal dar

i Bukit Tinggi bernama Dodi Usman. Pada tahun 1996, Dodi Usman bertemu den

gan DR. Marc Van Loo, pria berkewarganegaraan Belanda di Desa Gunung Kijan

g Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau untuk b

ekerjasama dalam sebuah bisnis. Pada tahun 1997, DR. Marc Van Loo membeli ta

nah yang dimiliki oleh Dodi Usman seluas 10.040 m2 menggunakan uang pribadin

ya dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 13 Tahun 1997.

Namun, karena DR. Marc Van Loo masih berkewarganegaraan asing, tidak dapat

memiliki dan mengatasnamakan pembelian tanah sehingga ia meminjam nama D

odi Usman sebagai pemilik tanah tersebut. Di atas tanah yang sudah dibeli tersebu

t, DR. Marc Van Loo mendirikan sebuah perusahaan bernama PT Galang Batang I

ndah dengan direktur utamanya bernama Elias Ola Purlolon.

Seiring berjalannya waktu, DR. Marc Van Loo berniat untuk memiliki sec

ara keseluruhan tanah serta bangunan yang ia beli dari Dodi Usman dengan meng

gunakan uang pribadinya tersebut dalam bentuk sertifikat hak milik. Kemudian D

16
R. Marc Van Loo mendatangi seorang notaris bernama Sri Rahayu Soegeng yang

berkantor di Jalan DI. Panjaitan KM 10 No. 52 Kampung Bugis Kecamatan

Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau. DR. Marc Van Loo kemudian

bekerjasama dengan sang notaris dalam pembuatan Surat Pernyataan yang harus d

itandatangani oleh Dodi Usman bahwa tanah dan bangunan berupa perusahaan PT

Galang Batang Indah adalah milik dari DR Marc Van Loo. Selain membuat akta/s

urat pernyataan kepemilikan tanah dan bangunan, notaris Sri Rahayu Soegeng pun

membuat akta/surat kuasa dengan maksud agar DR. Marc Van Loo dapat mengua

sai tanah serta bangunan yang dibelinya dari Dodi Usman. Dalam hal ini, Doni Us

man merasa keberatan untuk menandatangani surat pernyataan dan surat kuasa ter

sebut, sehingga Dodi Usman menggugat DR. Marc Van Loo beserta Sri Rahayu

Soegeng selaku Notaris ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang karena akta/surat pe

rnyataan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21

ayat (5) Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria yang

mengatur hanya penduduk berkewarganegaraan Indonesia atau lembaga Hukum

Indonesia yang bisa memperoleh hak atas tanah di Indonesia serta perbuatan Sri

Rahayu Soegeng selaku notaris yang membuat surat pernyataan tersebut dapat

dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Peristiwa ini tertuang dalam

putusan Mahkamah Agung dengan Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti

mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh notaris dengan judul pe

nelitian Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Pembuatan Akta Yang Mela

nggar Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21 Ayat 5 Tahun 1960 (Studi Ka

sus : Putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/Pn Tpg).

17
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah pada

penelitian ini adalah :

1. Apakah Akta/Surat Pernyataan yang dibuat oleh Notaris Sri Rahayu

Soegeng pada putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg

sudah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban hukum secara perdata bagi Notaris

yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat Surat

Pernyataan dan ternyata bertentangan dengan Undang-Undang Pokok

Agraria Pasal 21 ayat (1) No. 5 Tahun 1960 berdasarkan putusan

Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian berdasarkan peraturan

hukun di Indonesia mengenai Surat Pernyataan yang dibuat oleh

Notaris Sri Rahayu Soegeng pada putusan Mahkamah Agung Nomor

66/Pdt.G/2020/PN Tpg

b. untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban hukum secara

perdata bagi notaris yang telah membuat Surat Pernyataan yang

ternyata bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21

ayat (1) No. 5 Tahun 1960 dengan berdasarkan putusan Mahkamah

Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg

2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoritis

18
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

perkembangan ilmu hukum terutama yang berkaitan dengan sanksi

dan pertanggungjawaban bagi notaris yang membuat Surat Pernyataan

yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21

ayat (1) No. 5 Tahun 1960

b. Secara Praktis
1. Secara praktis, dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang

diteliti serta memberikan masukan kepada praktisi hukum untuk

dijadikan acuan dalam proses hukum yang berkaitan dengan sanksi

dan pertanggungjawaban bagi notaris yang membuat Surat

Pernyataan yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok

Agraria Pasal 21 ayat (1) No. 5 Tahun 1960

2. Bagi penulis, sebagai syarat dalam menempuh peminatan notaris

yang menerapkan teori dan disiplin ilmu berkaitan dengan hukum

perdata khususnya tentang pertanggungjawaban notaris secara

perdata terkait pembuatan Surat Pernyataan yang bertentangan

dengan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21 ayat (1) No. 5

Tahun 1960.

3. Sebagai informasi bagi kalangan mahasiswa dan intelektual yang

berminat mempelajari dan mengkaji mengenai proses hukum yang

tertulis dalam penelitian ini.

D. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah rumusan konsep-konsep dari variabel yang

diteliti, yang digunakan oleh peneliti atau penulis dalam penelitian. Pada

19
umumnya kerangka konsep mengedepankan definisi-definisi yang ada dari suatu

permasalahan atau dengan kata lain konsep ini merupakan uraian mengenai

hubungan-hubungan dalam fakta terkait penelitian. Kerangka konseptual pada

penelitian ini adalah :

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian

20
Pada bagan kerangka konseptual di atas dapat diterangkan bahwa pengerti

an notaris adalah pejabat umum yang satu - satunya berwenang untuk membuat a

kta otentik mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan o

leh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinya

takan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta

nya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan

akta itu oleh suatu peraturan umum dan juga tidak ditugaskan atau dikecualikan k

epada pejabat atau orang lain.

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, No

taris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang - undangan dan/atau yang di

kehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik. Akta

Notaris yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat digunakan sebagai alat buk

ti dalam sebuah sengketa hukum atau sebagai alat bukti untuk mengingat kembali

peristiwa - peristiwa yang telah terjadi.

Pada penelitian ini, Notaris membuat Surat Pernyataan yang ditujukan kep

ada pihak penjual tanah berkewarganegaraan Indonesia dengan tujuan untuk meng

akui kepemilikan tanah dan bangunan yang dibeli oleh seorang Warga Negara

Asing yang membeli tanah dan bangunan tersebut dengan meminjam nama penjua

l. Tindakan Notaris dalam pembuatan Surat Pernyataan sesuai dengan Undang-Un

dang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat (2) huruf f yaitu kewenangan Notaris dalam pe

mbuatan akta yang berkaitan dengan pertanahan. Namun, Akta/Surat Pernyataan y

ang dibuat Notaris berisi permintaan bahwa pembeli yang berkewarganegaraan

asing dapat meminjam nama dari si penjual tanah tersebut, sedangkan menurut

21
peraturan Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 21 ayat (1) No. 5 Tahun 1960 me

nyebutkan hanya Warga Negara Indonesia saja yang memiliki hak untuk memiliki

tanah serta bangunan yang ada di negara Indonesia. Hal ini menjadi pemicu konfli

k antara penjual dan pembeli yang ikut menyeret Notaris karena telah berperan dal

am membuat Akta/Surat Pernyataan sehingga Notaris tersebut terindikasi telah me

lakukan perbuatan melawan hukum.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan proses dari prinsip-prinsip dan tata cara

untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

Penelitian hukum terdiri dari penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian

yang dilakukan dengan cara deskripsi, analisis atau klarifikasi. Kemudian ada pula

penelitian yang bersifat eksplanatoris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

tujuan membentuk hipotesis serta menemukan teori yang ingin didapatkan

pengertiannya lebih baik tentang kebenaran4.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis merupakan jenis penelitian

normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahasan

pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga sebagai penelitian

kepustakaan (library research), studi dokumen karena penelitian ini dilakukan

atau ditunjukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan

hukum yang lain5.

2. Sifat Penelitian

4
Marzuki, P. M, Penelitian Hukum, (Kencana Media Predana Group, 2005), hlm 34
5
Sabian Utsman, “Dasar-dasar Sosiologi Hukum”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013). Hal. 310

22
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

yang bersifat preskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan

argumentasi atau hasil penelitian yang telah dilakukan.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pendekatan

kasus (case approach) dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi serta

pendekatan kasus yang dilakukan dengan cara menelaah kasus yang berkaitan

dengan isu hukum yang dihadapi.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini terdiri

dari :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoratif artinya

mempunyai otoritas6 yang digunakan sebagai data penunjang dalam penyusunan

penelitian ini. Adapun sumber bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis

adalah :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Undang-undang No 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

3. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini

diperoleh dengan cara studi dokumen, mempelajari permasalahan dari buku-buku,

jurnal, makalah dan kamus hukum dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan

6
Ibid, hal. 141

23
dengan materi ditambah lagi dengan kegiatan pencarian data menggunakan

internet.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh

bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang

mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penelitian ini adalah studi dokumen

(studi kepustakaan), yaitu suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan

melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys7.

6. Teknis Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika deduktif

atau pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif, yaitu penelitian yang

menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian menariknya menjadi

kesimpulan yang lebih khusus.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada thesis ini adalah sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah yang menyebabkan terjadinya Putusan

Mahkamah Agung dengan putusan Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg telah

memvonis notaris dan kliennya yag berkewarganegaraan asing tersebut karena

telah membuat Akta/Surat Pernyataan berkaitan dengan kepemilikan tanah dan

bangunan yang dibeli oleh Warga Negara Asing dengan mengatasnamakan

Warga Negara Indonesia.

BAB II : KERANGKA TEORITIS

7
Ibid., hal. 21.

24
Bab ini menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang terdapat

dalam judul penelitian yang terdiri dari pengertian Notaris, kewenangan dan

tanggungjawab Notaris. Selain itu, terdapat uraian mengenai Undang-Undang

Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 dan Undang-Undang Pokok Agraria

Nomor 5 Tahun 1960 yang dapat mendukung penelitian ini berdasarkan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg.

BAB III : DATA HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan kasus posisi, pertimbangan hakim dan keputusan hakim

dalam putusan yang berkaitan dengan hasil Putusan Mahkamah Agung Nomor

66/Pdt.G/2020/PN Tpg

BAB IV : ANALISIS

Bab ini menjelaskan permasalahan hukum mengenai pertanggungjawaban

secara perdata bagi Notaris yang membuat Akta/Surat Pernyataan berkaitan

dengan kepemilikan tanah dan bangunan yang dibeli oleh Warga Negara Asing

dengan mengatasnamakan Warga Negara Indonesia berdasarkan hasil Putusan

Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh uraian penelitian yang berisi jawaban

dari permasalahan serta saran rekomendasi untuk ilmu pengetahuan di bidang

hukum khususnya ilmu kenotariatan berdasarkan hasil Putusan Mahkamah

Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN Tpg yang dijadikan sumber penelitian

penulis.

25
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Teori Pertanggungjawaban Hukum

Teori pertanggungjawaban hukum secara umum menurut Purbacaraka

yaitu merupakan sebagai keadaan wajib menanggung, memikul tanggung jawab,

menanggung segala sesuatunya, (jika ada sesuatu hal, dapat dituntut,

dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya) sesuai dengan peraturan hukum yang

berlaku. Tanggung jawab hukum merupakan kesadaran manusia akan tingkah

laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja 8. Sedangkan

Teori pertanggungjawaban hukum menurut Hans Kelsen adalah :

“a concept related to that of legal duty is the concept of legal responsibility


(liability). That a person is legally responsible for a certain behavior or that he be
ars the legal responsibility therefore means that he is liable to a sanction in case
contrary behavior. Normally, that is, in case the sanction is directed againts the
immediate delinquent, it is his own behavior for which an individual is
responsible. In this case the subject of the legal responsibility and the subject of
the legal duty coincide” 9.

Hans Kelsen mengatakan bahwa suatu konsep yang terkait dengan

kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang

dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah

bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan berlawanan

8
Purbacaraka. Perihal Kaedah Hukum, (Jakarta : Citra Aditya,2010). Hal 10.
9
Kelsen, H. General Theory Of Law And State. (New York,1944). Hal 65.

26
dengan hukum. Biasanya, dalam kasus, sanksi dikenakan terhadap delinquent

(penjahat) karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus

bertanggungjawab. Dalam kasus ini subjek tanggung jawab hukum

(responsibility) dan subjek kewajiban hukum adalah sama.

Sementara itu, menurut Jimly Asshidiqie dan Moh. Ali dalam kajiannya

mengenai Teori Pertanggungjawaban Hukum Hans Kelsen, terdapat dua macam

bentuk pertanggungjawaban, yaitu10 :

a) Pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility), yaitu sesuatu perbuatan

menimbulkan akibat yang dianggap merugikan pembuat undang-undang dan

ada suatu hubungan antara perbuatannya dengan akibatnya. Dalam

pertanggungjawaban ini tidak ada hubungannya antara keadaan jiwa si pelaku

dengan akibat dari perbuatannya.

b) Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) yaitu

pertanggungjawaban yang harus dilakukan karena kesalahan yang dilakukan

tanpa perencanaan atau kesalahan yang tidak disengaja atau atau kesalahan

yang merupakan kealpaan dan kekhilafan (negligance).

B. Teori Kewenangan

Untuk menjalankan suatu pemerintahan diperlukan perundang-undangan

yang berlaku dalam melakukan segala sesuatu terutama yang berkaitan dengan

hukum. Negara Indonesia menganut adanya asas legalitas, yang mengatakan

“nullumdelictum sine praevia lege poenali”, yang artinya tidak ada suatu

perbuatan hukum yang dapat dipidana tanpa ada peraturannya11. Perbedaan antara

10
Safa’at, J. A. dan M. A. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jendral & Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (Jakarta : MA Republik Indonesia, 2006). Hal 61.
11
Ngadino. Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Berhubungan Dengan Pertanahan.
Notarius, ( Volume 12 No 2, Tahun 2019). Hal 679–690.

27
kekuasaan dan kewenangan dijabarkan oleh Soerjono Soekamto yang mengatakan

bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan

kekuasaan, sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau

sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari

masyarakat12.

Kewenangan atau wewenang merupakan suatu istilah yang biasa

digunakan dalam lapangan hukum publik. Kewenangan adalah apa yang disebut

kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Undang-Undang atau legislatif

maupun kekuasaan eksekutif atau administrative, karenanya merupakan

kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang

pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan

wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan.

Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk

dipatuhi13. Menurut H.D. Van Wijk Willem Konijnenbelt menyebutkan bahwa

wewenang memiliki tiga unsur yaitu yang pertama adalah Atribusi yang

merupakan pemberiaan wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang-Undang

kepada organ pemerintahan, yang kedua adalah Delegasi adalah pelimpahann

wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ

pemerintahan lainnya, dan yang ketiga adalah Mandat yaitu suatu kewenangan

yang diberikan dan dijalankan kepada orang lain namun atas nama sesuatu yang

memerintahkannya.

C. Notaris

12
Soekanto, S. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, Tahun 2003)
13
Salim, H. Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah,. (Jakarta : Raja Grafindo Persa
da, Tahun 2016)

28
1. Pengertian Notaris
Pekerjaan sebagai Notaris dikenal sejak abad ke 2 sebagai golongan orang

yang mencatat pidato. Pada abad ke 11 - 12, Notaris dikenal dengan istilah

Latijnse Notariat yaitu orang yang diangkat oleh penguasa umum, dengan tujuan

melayani kepentingan masyarakat umum, dan boleh mendapatkan honorarium

atas jasanya. Di Perancis pada abad 17 mulai diundangkan perundang-undangan

di bidang notariat, kemudian abad ke 18 diganti dengan Ventosewet yang

memperkenalkan kelembagaan notaris dengan tujuan memberikan jaminan yang

lebih baik bagi kepentingan masyarakat umum. Pada abad 18, pemerintah kolonial

Belanda mengadaptasi Ventosewet dari Perancis dengan diberi nama Notariswet

di Indonesia. Sesuai asas konkordasi, undang-undang itu juga berlaku di Hindia

Belanda/ Indonesia pada tanggal 26 Januari 1860, diterbitkannya peraturan

Notaris Reglement yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris.

Peraturan jabatan Notaris ini masih berlaku sampai dengan diterbitkannya

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan diubah lagi

dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris14.

Sesuai Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Jabatan Notaris menerangkan bahwa Notaris merupakan pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainya. Jabatan Notaris

tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif maupun legislatif 15. Oleh karena

14
Suhardini, A. P., Imanudin, & Sukarmi. Pertanggungjawaban Notaris Yang Melakukan Perbuata
n.. (Aprilia Putri Suhardini) (Vol 5 No 1 Maret, Tahun 2018). 5(1), Hal 261–266.
15
Pramudya, K. dan A. W. Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum,. (Yogyakarta : Pustaka Yusticia,
2010). Hal 69

29
itu Notaris dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada

masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku.

2. Kewenangan dan Tanggungjawab Notaris


Pekerjaan sebagai Notaris merupakan pekerjaan resmi (ambtelijke

verrichtingen) dan satu-satunya pejabat umum yang berwenang membuat akta

autentik, sepanjang tidak ada peraturan yang memberi wewenang serupa kepada

pejabat lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)

Tahun 1860 (Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie). Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang kemudian

diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris, perundangan ini memberikan kewenangan bagi seorang Notaris untuk

membuat akta yang berhubungan dengan Pertanahan dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pasal 15, ayat (2) berbunyi :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan;

7. Membuat akta risalah lelang.

Menurut Irawan Soerodjo, pengertian Notaris sebagai pejabat umum yang

berwenang membuat akta autentik yang juga merupakan akta autentik jika

ditinjau dari pengertian akta autentik Pasal 1860-sampai dengan Pasal 1875

30
KUHPerdata, maka kewenangan pembuatan akta-akta tersebut sebenarnya dapat

dilaksanakan dihadapan Notaris, dalam hal ini Notaris juga dapat merupakan

pejabat umum yang ditunjuk khusus oleh Menteri Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia sebagai pejabat umum (Pejabat Pembuat

Akta Tanah disingkat PPAT) yang berwenang mengkonstatir suatu perjanjian

dengan obyek tanah kedalam suatu akta notariil, dengan tujuan untuk

menghindari adanya spesialisasi dalam fungsi dan tugas Notaris sebagai pejabat

umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 UUJN16.

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris,

disebutkan bahwa kewenangan yang diberikan Notaris yang diberikan tersebut

adalah kewenangan Notaris membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

Kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan baik dikarenakan adanya benturan

yang terjadi antara kewenangan Notaris dan PPAT. Lingkup kewenangan Notaris

dalam Pasal tersebut tidak diatur dengan jelas mengenai jenis akta apa saja

dibidang pertanahan yang menjadi kewenangannya. Penafsiran dari Pasal tersebut

yaitu Notaris telah mengambil semua wewenang PPAT menjadi wewenang

Notaris atau telah menambah wewenang Notaris, bidang pertanahan telah kembali

menjadi wewenang Notaris, tetap tidak ada pengambil alihan dari PPAT atau

pengambilan wewenang kepada Notaris, baik PPAT maupun Notaris telah

mempunyai wewenang sendiri-sendiri17.

16
Soerodjo, I. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. (Surabaya : Arloka, 2003), hal 102
17
Ngadino. Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Berhubungan Dengan Pertanahan.
Notarius, ( Vol 12 No2,Tahun 2019). Hal. 679–690.

31
Kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2

tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, menyatakan bahwa :

1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang

pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat

lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang

pula: a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli

surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis

dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan

kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum

sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan

pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang.

3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

32
Kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dapat

diperoleh melalui tiga cara yakni atribusi, delegasi, dan mandat yang

pengertiannya masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-

undang kepada organ pemerintahan, dengan kata lain kewenangan atributif

digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan Negara oleh

Undang-undang Dasar. Istilah lain untuk kewenangan atributif adalah

kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dibagi-bagi kepada

siapapun. Dalam kewenangan atributif pelaksanaannya dilakukan sendiri

oleh pejabat atau badan tersebut yang tertera dalam peraturan dasarnya.

b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang dari satu organ pemerintahan

kepada organ pemerintahan yang lain. Terhadap kewenangan delegatif,

mengenai tanggung jawab dan tanggung gugatnya beralih kepada yang

diberi limpahan wewenang tersebut (delegataris).

c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya. Kewenangan mandat merupakan

kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan atau

badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah.

D. Teori Perjanjian

1. Definisi Perjanjian

Definisi perjanjian menurut Surbekti18 adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada seorang atau dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. Sedangkan perikatan adalah perhubungan hukum antara


18
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Burgerlijk Wetboek, C
etakan 8,1976). hlm 338

33
dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak mana yang berhak menuntut sesuatu

hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan tersebut. Sedangkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata19 mengatakan bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian merupakan kontrak

mengenai perangkat hukum yang hanya mengatur jenis perjanjian tertentu 20.

Kemudian menurut Salim HS21 mengatakan bahwa hukum kontrak merupakan

keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua

pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Dalam KUH Perdata Pasal 1313, akad merupakan sesuatu insiden dimana

seorang berikrar pada orang lain ataupun dimana 2 orang ataupun lebih silih

berikrar buat melakukan sesuatu perihal. Dari insiden itu mencuat sesuatu ikatan

antara 2 orang ataupun lebih yang dikenal habitat. Dengan begitu, akad ialah

pangkal terutama yang melahirkan habitat. Tidak hanya dari akad, habitat pula

dilahirkan dari UU ataupun dengan percakapan lain terdapat habitat yang lahir

dari akad serta habitat yang lahir dari UU. Pada faktanya banyak merupakan

habitat yang dilahirkan dari akad. Sebaliknya dengan cara etimologis Akad

ataupun kontrak dimaksud akad ataupun persetujuan merupakan sesuatu aksi

dimana seseorag ataupun lebih mengikatkan dirinya kepada orang lain ataupun

lebih22. Dari kedua arti diatas maka akad merupakan sesuatu aksi perjanjian

antara seorang ataupun lebih dengan orang lain untuk melaksanakan sesuatu aksi

19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Pasal 1313, Hlm 235
20
Lawrence W. Friedman, (2001).American Law an Introduction, ed. Wishnu Basuki, Jakarta,Tata
nusa, hlm. 196.
21
Salim H.S, (2010). Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar
Grafika, Hlm 9.
22
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: CV. Aneka, 1977), hal. 248

34
khusus. Aksi itu dalam hukum memiliki dampak hukum hingga aksi itu

diistilahkan dengan aksi hukum. Sebaliknya yang diartikan dengan aksi hukum

merupakan seluruh aksi yang dicoba oleh orang dengan cara terencana untuk

memunculkan hak serta peranan.

Dari definisi di atas dikemukakan unsur-unsur perjanjian yang berupa

adanya kaidah hukum, subjek hukum, adanya prestasi, kata sepakat, dan akibat

hukum. Dengan demikian kesepakatan berupa perjanjian atau kontrak pada

hakikatnya adalah mengikat, bahkan sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata bahwa kesepakatan memiliki kekuatan mengikat sebagai undang-undang

bagi para pihak yang membuatnya.

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Pada Pasal 1320 KUH Perdata, suatu akad dapat dikatakan legal bila

memenuhi persyaratan berikut :

a. Kesepakatan

Perjanjian dapat dikatakan sepakat apabila para pihak yang berjanji

mengikatkan diri dalam suatu akad dan wajib memiliki keinginan untuk

mengikatkan diri, dan keinginan tersbut wajib diklaim dengan jelas

sehingga tidak berdasarkan pada desakan, kebohongan ataupun gaflat.

b. Kecakapan

Pihak yang memiliki perjanjian haruslah memiliki kecakapan dalam

membuat suatu akad atau perjanjian. Sedangkan seseorang tidak dianggap

cakap dalam pembuatan perjanjian apabila ia masih dibawah umur,

seseorang yang dibawah pegampunan serta wanita yang sudah kawin23

23
R. Soeroso, Perjanjian di Bawah Tangan (Pedoman Pembuatan dan Aplikasi Hukum), Alumni B
andung, Bandung, 1999, hlm 12.

35
c. Suatu Hal Tertentu

Menurut KHU perdata perihal khusus tersebut merupakan :

1) sesuatu hal tertentu yang dijadikan bahan perjanjian dalam bentuk

benda atau barang nyata (Pasal 1333 KUH Perdata)

2) barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)

d. Suatu Sebab yang Halal

Suatu sebab dikatakan halal apabila tidak mengandung unsur keharaman

dan melanggar kesusilaan dan akhlak.

3. Asas-Asas Perjanjian

Didalam pembuatan perjanjian memiliki asas-asas yang mendasari

perjanjian tersebut, yaitu24 :

a. Perjanjian yang Sah

Seluruh perjanjian yang dibuat secara sah dan legal memiliki sifat

mengikat bagaikan hukum kepada para pihak. Hal ini memiliki makna

bahwa perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak wajib dilaksanakan

serta tidak dapat ditarik kembali.

b. Asas Konsensualisme

Asas Konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian

pada umumnya diadakan secara informal yaitu cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut harus sesuai dengan

kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak, sehingga

dalam kesepakatan tersebut lahirlah hak dan kewajiban bagi para pihak

yang memenuhi kontrak tersebut. Asas konsensualisme sebagaimana

24
Mariam Darus Badrulzaman,1994, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakt
i, hlm. 87.

36
terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, terlihat pada istilah

“kesepakatan” dimana menurut asas ini perjanjian itu telah lahir cukup

dengan adanya kata sepakat.

c. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas perjanjian dimana para pihak

yang melakukan perjanjian dalam pembuatan isi perjanjian sesuai dengan

apa yang mereka kehendaki lalu dituangkan kedalam sebuah perjanjian

dan perjanjian tersbut tidak boleh dilanggar.

d. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan merupakan asas yang diterapkan oleh kedua belah

pihak yang melakukan perjanjian. Pihak kreditur memiliki kewajiban

untuk menuntut atau menagih kepada debitur, dan pihak debitur memiliki

kewajiban untuk melunasi atau membayar dengan itikad yang baik.

E. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

Terkait kewenangan Notaris, telah di atur di dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 yaitu :

1. Pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris yang berisi :

(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau

37
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang

pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat Akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan

Notaris :

(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari Protokol Notaris;

c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta

Akta;

38
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta;

e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan

sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih

dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu

pembuatan Akta setiap bulan;

j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar

nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan

berikutnya;

k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan;

39
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk

pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu

juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan

n. menerima magang calon Notaris.

(2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali.

(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat

berharga;

d. Akta kuasa;

e. Akta keterangan kepemilikan; dan

f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1

(satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan

ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU

DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA".

(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa

hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.

40
(6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib

dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena

penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya,

dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta

pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap

pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat

dan jelas, serta penutup Akta.

(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat

(7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk

pembuatan Akta wasiat.

(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pemberhentian sementara;

c. pemberhentian dengan hormat; atau

d. pemberhentian dengan tidak hormat.

(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran

terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak

41
yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan

bunga kepada Notaris.

(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

F. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

Terkait kepemilikan tanah ataupun bangunan oleh seorang Warga Negara

Indonesia, di atur dalam pasal-pasal sebagai berikut :

1. Pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok

Agraria

(1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.

(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

2. Pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok

Agraria

(1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak

milik dan syarat-syaratnya.

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak

milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena

perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak

milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-

negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah

jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut

42
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan

bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

(4) Selama seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai

kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak

milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

3. Pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok

Agraria

Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan

peraturan perundangan.

43
BAB III

DATA HASIL PENELITIAN

A. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor 66/Pdt.G/2020/PN.


Tpg
1. Penggugat

Pada penelitian ini, pihak penggugat adalah Dodi Usman, jenis kelamin

laki-laki, lahir di Bukit Tinggi, 10 September 1972, beragama Islam,

kewarganegaraan Indonesia, beralamat di Jalan Kuantan Graha Kuantan Asri Blok

E No. 6 RT/RW 007/001 Kelurahan Melayu Kota Piring Kecamatan

Tanjungpinang Timur Kota Tanjungpinang Provinsi Kepualauan Riau.

2. Tergugat

Adapun pihak tergugat pada perkara ini terdiri dari :

1. Tergugat I yaitu DR. Marc Van Loo, jenis kelamin laki-laki,

berkewarganegaraan Belanda, di Indonesia bertempat tinggal di Lola

Resort Desa Gunung Kijang Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan

Provinsi Kepualauan Riau.

2. Tergugat II yaitu Notaris Sri Rahayu Soegeng, S.H., jenis kelamin

perempuan, beralamat di Jalan DI. Panjaitan KM 10 No. 52 Kp. Bugis

Kecamatan Tanjungpinang Provinsi Kepualauan Riau.

3. Tergugat III yaitu PT Galang Batang Indah, diwakili oleh Elias Ola

Purlolon selaku Direktur PT. Galang Batang Indah beralamat Desa

Gunung Kijang Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.

44
3. Duduk Perkara

a. Penggugat dan Tergugat I memiliki hubungan kerja sejak Tergugat I datang

ke Indonesia pada tahun 1996 sebagai turis. Hubungan kerja yang dimaksud

dalam bentuk Perseroan Terbatas dan Penanaman Modal Asing yang

berkedudukan di Indonesia.

b. Penggugat memiliki sebidang tanah seluas 10.040 M2 (sepuluh ribu empat

puluh meter persegi) yang terletak di Desa Gunung Kijang, Kecamatan

Gunung Kijang Kabupaten Bintan dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak

Guna Bangunan No. 13 tanggal 16 Juni 1997 dengan batas-batasnya adalah

sebagai berikut :

- Sebelah Barat berbatasan dengan Umum

- Sebelah Timur berbatasan dengan Pantai/Laut

- Sebelah Utara berbatasan dengan Residence

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Residence

Untuk selanjutnya disebut sebagai tanah objek sengketa.

c. Tanah objek sengketa beserta sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 13

Tahun 1997 tersbut di kuasai oleh Tergugat I melalui perusahaannya yaitu

PT Galang Batang Indah (Tergugat III).

d. Tanah objek sengketa di beli oleh Penggugat dengan menggunakan uang

Tergugat I yang dipinjam namanya untuk keperluan administrasi karena

Tergugat I masih berkewarganegaraan asing, sehingga nama yang tercantum

pada sertifikat adalah nama Penggugat karena pemilik atas sebidang tanah

adalah pihak yang namanya tercantum dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan

tersebut.

45
e. Akibat dari pembelian tersebut, maka Penggugat diminta untuk

menandatangani Surat Pernyataan tanggal 1 Agustus 2003 yang dibuat dan

Waarmerking oleh Tergugat II dengan No. 40/waar/VIII/2003 tanggal 1

Agustus 2003 yang isinya “ Sesungguhnya Penggugat membeli tanah objek

sengketa menggunakan uang dari Tergugat I dan Tergugat I adalah pemilik

atas tanah objek sengketa tersebut”.

f. Adanya Surat Pernyataan tersebut telah bertentangan dengan Undang-

Undang Pokok Agraria Pasal 21 ayat (1) No.5 Tahun 1960 tentang

Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan : “Hanya warga

negara dapat mempunyai hak milik”, artinya hanya seseorang dengan

kewarganegaraan Indonesia saja yang bisa memiliki tanah di Negara

Indonesia. Maka dari itu perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat II dengan

membuatkan Surat Pernyataan pada tanggal 1 Agustus 2003 yang meminta

Penggugat menandatangani dan di Waarmerking oleh Tergugat II adalah

perbuatan melawan hukum.

g. Surat Pernyataan yang dibuat pada tanggal 1 Agustus 2003 yang meminta

agar Penggugat menandatangani dan di Waarmerking oleh Tergugat II

adalah termasuk perbuatan melawan hukum, maka Surat Pernyataan

tersebut batal demi hukum.

h. Pada tanggal 1 Agustus 2003 dibuatkan pula Surat Kuasa oleh Tergugat II

dengan maksud agar Tergugat I memiliki hak mengurus dan mengelola

tanah objek sengketa dengan maksud agar Tergugat I dapat menguasai tanah

objek sengketa tersebut.

46
i. Pada Pasal 1792 KUH Perdata menyebutkan bahwa pemberian kuasa adalah

suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada

seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya, menyelenggarakan

suatu urusan.

j. Pada Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa syarat sah suatu

perjanjian adalah : 1. Sepakat, 2 cakap, 3. Hal tertentu/objek perjanjian, 4.

Kausa yang diperbolehkan/legal.

k. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, Surat Pernyataan dan Surat

Kuasa yang dibuat pada tanggal 1 Agustus 2003 yang dibuat oleh Tergugat

II merupakan Tindakan dengan maksud agar Tergugat I dapat menguasai

tanah objek sengketa melalui perusahaannya yaitu PT Galang Batang Indah

dan hal tersebut bertentangan dengan hukum.

l. Surat Kuasa yang dibuat oleh Tergugat II pada tanggal 1 Agustus 2003 yang

mana kuasa tersebut antara Penggugat dengan Tergugat I telah melanggar

1320 KUH Perdata yaitu syarat objektif tentang klausa yang

diperbolehkan/legal oleh karena itu Surat Kuasa tersbut batal demi hukum.

m. Tanah objek sengketa beserta Sertifikat Hak Guna Bangunan No 13 hingga

gugatan ini didaftarkan masih dikuasai oleh Tergugat I dengan penguasaan

fisik dalam bentuk perusahaan PT Galang Batang Indah (Tergugat III).

n. Diatas tanah objek sengketa tersbut telah dibangun resort dengan nama Lola

Resort yang dikelola oleh Tergugat III.

o. Perbuatan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah bertentangan

dengan Asas Nasionalitas yang di anut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatur hanya warga

47
negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia yang bisa memperoleh ha

katas tanah di Indonesia.

p. Tindakan Tergugat I yang menggunakan Akta Surat Kuasa No. 01 tanggal 1

Agustus 2003 yang dibuat oleh Tergugat II dan tindakan Tergugat I yang

membuat Surat Pernyataan yang dibuat oleh Tergugat II serta meminta

Penggugat menandatanganinya dengan tujuan untuk menguasai dan

memiliki tanah objek sengketa merupakan upaya penyelundupan hukum

agar seolah-olah Tergugat I memiliki tanah objek sengketa secara legal dan

perbuatan tersebut termasuk Perbuatan Melawan Hukum.

B. Pertimbangan Hukum Hakim Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang

Nomor 66/Pdt.G/2020/PN.Tpg

1. Dikarenakan hal-hal yang dikemukakan Penggugat dan para Tergugat

merupakan materi dan persoalan hukum yang sama serta alat-alat bukti

yang diajukan para pihak juga sama dan berlaku dalam gugatan, maka

Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan siapakah pemiliki

yang sah atas tanah objek sengketa berdasarkan Sertifikat Hak Guna

Bangunan No. 13 tanggal 16 Juni 1997 tersebut.

2. Pada awalnya Penggugat membeli tanah objek sengketa tersebut dari Sdr.

Henry Julinus berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 903/JB/VIII/BU/2003

tanggal 1 Agustus 2003 yang mana tanah tersebut merupakan milik dari

Sdr. Henry Julinus dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 207 tanggal 16

Juni 1997 dan pembayaran tanah tersebut dibayarkan oleh Tergugat I

melalui Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(SSB). Penggugat mengakui bahwa dalam pembelian tanah objek sengketa

48
tersebut menggunakan uang Tergugat I namun nama pemilik Sertifikat

Hak Guna Bangunan No. 13 tanggal 16 Juni 1997 tersebut tercantum nama

pemilik atau pemegang hak adalah Dodi Usman, maka secara hukum

pemilik yang sah atas tanah objek sengketa tersebut adalah miliki

Penggugat.

3. Tergugat I mengklaim bahwa tanah objek sengketa tersebut adalah

milikinya, karena dialah yang mengeluarkan uang untuk membeli tanah

tersebut dan Penggugat tidak sepeserpun mengeluarkan uang untuk

membeli tanah tersebut. Selain itu, antara Penggugat dan Tergugat I telah

membuat sebuah kesepakatan melalui Surat Pernyataan yang dibuat dan

diwaarmerking oleh Tergugat II dengan Nomor 40/Waar/VIII/2003

tanggal 01 Agustus 2003 yang pada pokoknya adalah :

- Bahwa tanah tersebut bukanlah milik pihak pertama Tuan Dodi

Usman tetapi adalah milik pihak kedua yaitu Tuan DR. Marc Van Loo

karena uang yang dipergunakan untuk membeli dan mendapatkan

tanah tersebut dibayarkan atau dikeluarkan oleh pihak kedua.

- Bahwa pihak pertama hanya sekedar meminjam nama saja secara

sukarela dan pihak pertama berjanji dan mengikatkan diri kepada

pihak kedua untuk tidak menjual, memindahkan, menggadaikan,

menghibahkan atau membebani dengan cara apapun juga atas tanah

tersebut kepada pihak lain.

4. Tergugat II telah membuat Surat Kuasa Nomor 01 Tahun 2003 pada

tanggal 1 Agustus 2003 berdasarkan kesepakatan antara Penggugat dan

Tergugat I dan sudah ditandatangani bahwa Tergugat I yang menguasai

49
tanah objek sengketa tersebut dan berhak untuk menjual baik sebagian

atau keseluruhan atas tanah objek sengketa tersebut, dan Tergugat I berhak

menentukan harga dan syarat-syarat yang dianggap baik dan perlu.

5. Dalam perkara ini, pihak Penggugat, Tergugat I dan Tergugat III sama-

sama tidak pernah menunjukkan surat asli ataupun fotocopy Sertifikat Hak

Guna Bangunan No. 13 tanggal 16 Juni 1997 tersebut yang diklaim

dikuasai oleh Tergugat I dan Tergugat III.

6. Karena tanah objek sengketa tersebut dikuasai oleh Tergugat I dan

Tergugat III, maka Penggugat mengajukan bukti surat Akta Jual Beli

Nomor 903/JB/VIII/BU/2003 tanggal 1 Agustus 2003 sebagai bukti

otentik tentang transaksi atau bukti peralihan kepemilikan hak atas tanah

berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 13 tahun 1997 menjadi

atas nama Penggugat yang mana surat tersbut diakui oleh Tergugat I

sebagai Penggunaan Pinjam Nama (nominee arangement).

7. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2020

tentang Pemberlakuan Rumusan Hukum Kamar Perdata tentang

Penggunaan Pinjam Nama (nominee arrangement) menyatakan bahwa

“Pemilik sebidang tanah adalah pihak yang namanya tercantum dalam

sertifikat, meskipun tanah tersebut dibeli dengan menggunakan

uang/harta/aset milik WNA atau pihak lain”. Maka tanah objek sengketa

yang diperdebatkan oleh Penggugat dan para Tergugat merupakan tanah

miliki Penggugat.

8. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan “Tiap perbuatan

melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,

50
mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu,

menggantikan kerugian tersebut”.

9. Adapun pengertian melawan hukum telah diperluas tidak hanya pada

undang-undang tapi juga hukum yang tidak tertulis, sebagai berikut :

- Bertentangan dengan kewajiban hukum di pelaku

- Melanggar hak subjektif orang lain

- Bertentangan dengan sikap kepatutan, ketelitian dan kehatia-hatian.

10. Dikarenakan Penggugat merupakan pemilik tanah objek sengketa yang sah

maka gugatan terhadap Penggugat yang telah melaporkan para Tergugat

dengan membuat Akta Surat Kuasa Nomor 01 Tanggal 1 Agustus 2003

antara Penggugat dan Tergugat I adalah bukan perbuatan melawan hukum,

sehingga gugatan tersebut tertolak.

11. Tergugat II merupakan seorang Notaris yang memiliki kewenangan untuk

membuat Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta Autentik sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

12. Berkaitan dengan kewenangan waarmerking, Notaris hanya memiliki

wewenang menerima pendaftaran surat perjanjian atau surat pernyataan di

bawah tangan yang sudah ditandatangani oleh para pihak dan tidak dibuat

oleh Notaris atau ditandatangani dihadapan Notaris, karena waarmerking

bertujuan untuk meminimalisir atau meniadakan penyangkalan dari salah

satu pihak sebagai perlindungan hukum para pihak yang diketahui oleh

Notaris. Namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap isi surat

pernyataan dibawah tangan tersebut, pertanggungjawaban Notaris sebatas

51
membenarkan bahwa para pihak telah membuat perjanjian atau

kesepakatan pada tanggal yang tercantum dalam surat yang didaftarkan

pada buku pendaftaran surat dibawah tangan (waarmerking).

13. Apabila Notaris mengetahui pada surat pernyataan tersbut terdapat

pernyataan kepemilikan palsu atau hal-hal yang bertentangan dengan

hukum, maka Notaris harus mengingatkan para pihak tentang

waarmerking yang dilarang dan tidak melakukan waarmerking.

14. Apabila Notaris membuat surat pernyataan atau surat perjanjian tersebut di

bawah tangan dan mewaarmerkingkan surat pernyataan tersebut, maka

Notaris menjadi ikut bertanggungjawab terhadap isi dan surat pernyataan

atau surat perjanjian dibawah tangan yang dibuatnya.

15. Dikarenakan Penggugat merupakan pemilik sah dari sebidang tanah objek

sengketa tersebut, maka Surat Pernyataan dengan Nomor

40/Waar/VIII/2003 tanggal 01 Agustus 2003 yang dibuat oleh Tergugat II

adalah bertentangan dengan hukum.

16. Karena Surat Pernyataan dengan Nomor 40/Waar/VIII/2003 tanggal 01

Agustus 2003 yang dibuat oleh Tergugat II bertentangan dengan hukum,

maka Akta Surat Kuasa No 01 Tahun 2003 tanggal 01 Agustus 2003 tidak

diperlukan lagi dan bertentangan dengan hukum

17. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sah

perjanjian adalah :

- Sepakat para pihak

- Kecakapan para pihak

- Suatu hal tertentu

52
- Sebab yang halal

Namun Surat Pernyataan dengan Nomor 40/Waar/VIII/2003 tanggal 01

Agustus 2003 yang dibuat oleh Tergugat II yang Penggugat dimintai

tandatangannya untuk menyetujui isi perjanjian tersebut tidak bersedia,

sehingga Surat Pernyataan tersebut telah batal dan dapat diajukan

pembatalan.

C. Amar Putusan Hakim Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor

66/Pdt.G/2020/PN.Tpg

1. Mengabulkan permohonan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan bahwa perbuatan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III

adalah perbuatan melawan hukum.

3. Menyatakan bahwa Akta/Surat Kuasa Nomor 01 tanggal 1 Agustus 2003

antara Penggugat dengan Tergugat I yang dibuat oleh Tergugat II dan

Surat Pernyataan tanggal 1 Agustus yang dibuat dan diwaarmerking oleh

Tergugat II adalah bertentangan dengan hukum dan batal demi hukum.

4. Menyatakan bahwa sebidang tanah yang terletak di Desa Gunung Kijang

Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan seluas 10.040 M2 (sepuluh

ribu empat puluh meter persegi) dengan bukti kepemilikkan Sertifikat Hak

Guna Bangunan Nomor 13 tahun 1997 yang memiliki batas-batas sebagai

berikut :

- Sebelah Barat berbatasan dengan Umum

- Sebelah Timur berbatasan dengan Pantai/laut

- Sebelah Utara berbatasan dengan Residence

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Residence

53
merupakan saha milik Penggugat

5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat III untuk menyerahkan tanah objek

sengketa kepada Penggugat dalam keadaan kosong dan baik.

6. Menghukum Tergugat I untuk menyerahkan Sertifikat Hak Guna

Bangunan Nomor 13 tahun 1997 kepada Penggugat.

7. Menolak gugatan Tergugat I untuk keseluruhannya

8. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk membayar

biaya perkara secara tanggung renteng sejumlah Rp. 1.925.000 (satu juta

sembilan ratus dua puluh lima ribu rupiah).

D. Wawancara

Pada penelitian mengenai pembahasan hasil Putusan Pengadilan Negeri

Tanjungpinang Nomor 66/Pdt.G/2020/PN.Tpg, penulis melakukan sesi

wawancara kepada narasumber yaitu Prof. Benny selaku Notaris Senior sekaligus

Dosen Universitas Tarumanagara. Dalam sesi wawancaranya, Prof Benny

mengatakan mengenai konsep penguasaan tanah sebagaimana dikutip pada

wawancaranya berikut ini :

“Konsep penguasaan pada hakikatnya bersifat faktual yang mementingkan


kenyataan pada suatu saat. Secara normatif, konsep penguasaan bersifat
sementara dalam artian masih membutuhkan kembali adanya kepastian hukum
lebih lanjut mengenai hubungan antara pihak yang menguasai dengan obyek
yang dikuasai. Dengan demikian masalah penguasaan tanah tidak dapat
diabaikan sama sekali oleh hukum. Untuk sahnya tindakan penguasaan tanah
oleh Orang Asing maka dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang bersifat
melindungi tindakan penguasaan tanah bersangkutan. Yang mana peraturan
yang erat kaitannya dengan penguasaan tanah oleh orang asing terdapat pada
Pasal 41 dan 42 UUPA…Secara empiris Orang Asing lebih memilih
menggunakan instrumen perjanjian untuk melakukan penguasaan tanah
merupakan bentuk perbuatan hukum yang digunakan oleh Orang Asing . Untuk
mengetahui apakah suatu perbuatan hukum menimbulkan suatu perjanjian, hal
ini berkaitan dengan syarat substantif utama perjanjian yakni adanya
perjumpaan kehendak dari para pihak yang terkait. Pasal 1338 ayat (3) KUH.

54
Perdata menyatakan bahwa”Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik”. Rumusan tersebut memberikan arti pada kita semua bahwa sebagai
sesuatu yang disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi
dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya, sesuai dengan kehendak
para pihak pada saat perjanjian disepakati. Namun demikian, adakalanya,
tidaklah mudah untuk menjelaskan dan menguraikan kembali kehendak para
pihak, terlebih lagi jika pihak yang terkait dengan perjanjian tersebut sudah tidak
ada lagi, termasuk suatu badan hukum yang para pengurusnya pada saat
perjanjian dibuat tidak lagi menjabat, ataupun dalam hal terjadi pengingkaran
terhadap perjanjian tersebut oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Dalam
keadaan yang demikian, maka selain dapat dibuktikan dengan bukti tertulis atau
adanya keberadaan saksi yang turut menyaksikan keadaan pada saat
disepakatinya perjanjian… Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH. Perdata, ada 4
(empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian yakni : 1) Sepakat
dari mereka yang mengikatkan dirinya, 2) Kecakapan untuk membuat perjanjian,
3) Mengenai suatu hal tertentu, dan 4) Suatu sebab yang halal. Keempat syarat-
syarat di atas merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
perjanjian. Syarat yang kesatu dan kedua adalah mengenai kata sepakat dan
kecakapan dari para pihak yang mengadakan perjanjian merupakan syarat
subyektif, karena menyangkut subyek atau pihak yang mengadakan perjanjian.
Bilamana syarat kesatu dan kedua tidak dipenuhi, maka perjanjian yang telah
diadakan dapat dimintakan pembatalannya. Selanjutnya mengenai syarat ketiga
dan keempat disebut syarat obyektif, karena menyangkut perjanjiannya sendiri,
atau obyek daripada perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek atau para
pihak tersebut. Bila syarat ketiga dan keempat ini tidak dipenuhi, maka
perjanjian batal demi hukum, berarti sejak semula dianggap tidak pernah terjadi
suatu perjanjian. Sebaliknya apabila suatu perjanjian telah memenuhi keempat
syarat yang telah ditentukan oleh Pasal 1320 KUH. Perdata, maka perjanjian
tersebut adalah sah..”

Sedangkan mengenai penyelundupan hukum, Prof Benny mengatakan

bahwa :

Penyelundupan hukum dalam kepemilikan tanah absentee misalnya; memiliki dua


bentuk yang sering digunakan yakni dengan menggunakan surat kuasa mutlak
atau menggunakan kartu tanda penduduk ganda. Sedangkan akibat dari adanya
penyelundupan hukum dalam kepemilikan tanah absentee ini dibagi menjadi dua
macam tergantung dari bentuk penyelundupan hukumnya. Penyelundupan hukum
yang berbentuk penggunaan kuasa mutlak terdiri dari dua macam akibat hukum,
yakni akibat hukum bagi akta kuasa mutlak yang telah dibuat, dan akibat hukum
bagi Notaris yang dihadapannya dibuat akta kuasa mutlak, jika akta kuasa
mutlak tersebut dibuat dalam bentuk akta otentik… “Penyeludupan Hukum Ke
dalam Akta Notariil”, sekedar mengingatkan kepada rekan Notaris khususnya
bahwa dalam banyak kasus di Indonesia telah banyak terjadi penyelundupan
hukum yang dilakukan oleh orang asing dalam hal penguasan atas hak atas
tanah, dan penerapan dan tangguang jawab Notaris - PPAT dalam proses
penguasaan hak atas tanah oleh orang asing. Pengalaman membuktikan

55
menunjukkan bahwa perbuatan hukum orang asing dalam hal penguasaan hak
atas tanah disebut sebagai penyelundupan atas hukum karena akta-akta yang
dibuat bertentangan dengan itikad baik. Akibatnya terhadap penyelundupan
hukum yang dilakukan oleh orang asing bahwa akta-akta notarial yang dibuat
dihadapan Notaris - PPAT oleh pengadilan dinyatakan bertentangan dengan
hukum. Negara hanya mengakui kepemilikan atas tanah terssebut adalah milik
WNI yang tercantum di dalam sertifikat. Perananan tanggung jawab Notaris -
PPAT bisa jadi dinyatakan ikut berperan dalam persengketaan dan dapat
didudukkan sebagai tergugat, turut tergugat, saksi, tersangka, ataupun terdakwa.
Konsekuensinya bergantung sejauhmana keterlibatan Notaris - PPAT dan besar
kecilnya kesalahan atau kelalaiannya dalam melakukan jabatanyya. Ketika
terjadi penyelundupan hukum, sorang Notaries - PPAT dapat dimintakan
pertanggungjawaban yakni dapat dikenakan sanksi pemberhentian dari
jabatannya atas usul MPD ke MPW , MPPN dan Ke Menteri.

56
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Kesesuaian putusan Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang dengan

Peraturan yang berlaku di Indonesia

Berdasarkan Amar Putusan Hakim pada perkara di Putusan Pengadilan

Negeri Tanjungpinang Nomor 66/Pdt.G/2020/PN.Tpg, dapat dijelaskan bahwa

Majelis Hakim mengabulkan seluruh gugatan Penggugat dengan menyatakan

bahwa Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III telah melakukan perbuatan

melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para

Tergugat adalah dengan membuat Akta/Surat Kuasa Nomor 01 tanggal 1 Agustus

2003 yang dibuat oleh Tergugat II sebagai Notaris yang berisi agar Penggugat

menyetujui Tergugat I yang mengurus dan mengelola tanah objek sengketa

dengan mendirikan Lola Resort yang dikelola dan dikuasai oleh Tergugat III

dengan Elias Ola Purlolon sebagai Direktur PT Galang Batang Indah di atas tanah

tersebut, walaupun tanah objek sengketa tersebut dibeli oleh Tergugat I dengan

menggunakan uang pribadi namun untuk membuat sertifikat, Tergugat I

meminjam nama Penggugat yang berkewarganegaraan Indonesia, hal ini

dikarenakan Tergugat I merupakan Warga Negara Asing. Selain itu, Tergugat I

dan Tergugat II membuat dan mewaarmerking Surat Pernyataan pada tanggal 1

Agustus 2003 agar Penggugat menyetujui dan menandatangani surat tersebut yang

menyatakan bahwa Tergugat I lah sebagai pemilik dari tanah objek sengketa yang

di atasnya dikelola sebuah resort oleh PT Galang Batang Indah. Pada Pasal 1792

KUH Perdata menyebutkan bahwa pemberian kuasa merupakan perjanjian dengan

57
mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seseorang lain, yang

menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Berdasarkan

Pasal 1792 KUH Perdata tersebut, maka Akta/Surat Kuasa Nomor 01 tanggal 1

Agustus 2003 merupakan suatu perjanjian antara kedua belah pihak yaitu antara

Penggugat dan Tergugat I. Sedangkan menurut Pasal 1320 KUH Perdata

menyebutkan bahwa syarat sah suatu perjanjian adalah : 1. Sepakat, 2. Cakap, 3.

Hal tertentu/objek perjanjian, 4. Kausa yang diperbolehkan/legal, dan jika dibagi

secara spesifik syarat objektif adalah : 1. Perihal tertentu/objek perjanjian, 2.

Kausa yang diperbolehkan, syarat subjektif adalah 1. Sepakat, 2. Cakap. Pada

kenyataannya, Akta/Surat Kuasa tersebut tidak memenuhi unsur syarat sah suatu

perjanjian karena pihak Penggugat tidak sepakat terhadap pernyataan yang dibuat

oleh Tergugat I dan Tergugat II tersebut. Tergugat II membuat dan meminta

Penggugat menyetujui dan menandatangai Akta/Surat Kuasa Nomor 01 tanggal 1

Agustus tahun 2003 tersebut dengan tujuan agar Tergugat I menguasai dan

memiliki tanah objek sengketa tersebut yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat

(1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria yang menyebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia dan badan

hukum milik Negara Indonesia yang dapat memiliki tanah di Negara Indonesia.

Atas pembuatan Akta/Surat Kuasa Nomor 01 tanggal 1 Agustus tahun 2003 maka

Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum dan

terindikasi melakukan penyelundupan hukum dengan menggunakan Akat/Surat

Kuasa Nomor 01 tanggal 1 Agustus tahun 2003 agar seolah-olah Tergugat I yang

memiliki tanah objek sengketa tersebut. Selain itu, Tergugat I dan Tergugat II

terbukti telah melanggar Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 1960

58
dengan membuat Surat Penyataan Nomor 40/Waar/VIII/2003 tanggal 1 Agustus

Tahun 2003 yang dibuat dan diwaarmerking oleh Tergugat II yang berisi bahwa

Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 13 Tahun 1997 merupakan milik Tergugat

I.

Dari perbuatannya tersebut yang melanggar Pasal 21 ayat (1) tahun 1960

maka Tergugat I dan Tergugat III untuk menyerahkan tanah objek sengketa

kepada Penggugat dalam keadaan kosong dan baik serta menyerahkan Sertifikat

Hak Guna Bangunan Nomor 13 tahun 1997 kepada Penggugat.

B. Pertanggungjawaban Notaris yang berperan dalam Pembuatan Surat

Pernyataan yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria

Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Jabatan Notaris mengatakan bahwa Notaris memiliki kewenangan untuk

membuat :

i. Akta yang dibuat oleh Notaris (Akta relaas atau Akta Pejabat)

Akta ini disebut Akta berita acara, yaitu Akta yang dibuat oleh Notaris

memuat uraian secara autentik dari Notaris mengenai suatu tindakan yang

dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh Notaris di

dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris.

ii. Akta yang dibuat dihadapan Notaris/Akta pihak (Akta partij) yaitu Akta

yang dibuat dihadapan Notaris memuat uraian dari apa yang diterangkan

atau diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada Notaris.

Selain itu, berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

59
Notaris yang mana berdasarkan kewenangannya terdapat beberapa produk atau

jasa yang dihasilkan oleh Notaris yaitu :

1. Notaris berwenang membuat Akta Autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam Akta Autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, Salinan dan kutipan Akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

Undang-Undang;

2. Legalisasi merupakan kegiatan untuk mengesahkan tanda tangan dan

menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan

mendaftarkannya dalambuku khusus;

3. Waarmerking merupakan kegiatan membukukan surat di bawah tangan

dengan mendaftar dalam buku khusus;

4. Legalisir merupakan kegiatan membuat kopi dari asli surat di bawah

tangan berupa Salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan

digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

Dalam perkara ini, Notaris selaku Tergugat II telah melanggar Pasal 15

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu telah membuat Surat Pernyataan

dan mewaarmerking agar Penggugat mau menandatangani Surat Pernyataan

yang menyatakan bahwa Tergugat I yang memiliki tanah objek sengketa

tersebut dengan tujuan agar Tergugat I menguasai keseluruhamn tanah objek

sengketa, padahal seharusnya Surat Pernyataan yang di waarmerking dibuat

60
oleh para pihak yang melakukan perjanjian dan Notaris hanya berhak

mendaftarkannya dalam buku khusus sehingga Notaris tidak

bertanggungjawab terhadap isi surat tersebut. Apabila Notaris mengetahui di

dalam surat pernyataan tersebut terdapat kepalsuan atau hal-hal yang

bertentangan dengan hukum maka Notaris seyogyanya mengingatkan pada

pihak terkait tentang waarmerking yang dilarang dan tidak melakukan

waarmerking, namun pada kasus ini, Notaris tidak melakukannya. Apabila

Notaris melanggar aturan pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris maka Notaris dapat dijatuhi hukum secara perdata karena

melakukan upaya perbuatan melawan hukum.

61
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada

penelitian ini adalah :

1. Konsekuensi hukum terhadap Akta/Surat Kuasa yang dibuat oleh Notaris

atas permintaan Warga Negara Asing dengan tujuan untuk menguasai

tanah ataupun bangunan di wilayah Negara Indonesia yang dibeli oleh

uang Warga Negara Asing namun meminjam nama Warga Negara

Indonesia untuk dicantumkan sebagai nama pemilik sertifikat, adalah

perbuatan melawan hukum karena telah melanggar Pasal 21 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia

yang mempunyai hak miliki atas tanah di wilayah Negara Indonesia.

2. Adapun Notaris yang melakukan pembuatan surat pernyataan dan

diwaarmerking dengan tujuan membantu Warga Negara Asing untuk

menguasai tanah di wilayah Negara Indonesia, Notaris tersebut telah

melanggar Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

62
Notaris. Jika Notaris melanggar aturan tersebut, dapat dikenai sanksi

secara perdata karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran antara

lain :

1. Bagi Majelis Pengawas Notaris atau lembaga terkait, perlu memberikan

pengawasan bahkan hukuman terhadap Notaris yang terlibat dalam

kegiatan atau perbuatan melawan hukum yang tidak sesuai dengan Pasal

15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

2. Bagi Notaris, diperlukan adanya peningkatan kualitas Notaris terhadap

ilmu hukum dan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia

sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat sebuah Akta/Surat karena

jika Notaris melakukan kesalahan tersebut dapat berakibat bagi Notaris itu

sendiri dan pihak yang berkepentingan.

63
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Hadjon, P. M. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. PT Bina Il
mu.
J. Satrio. (1998) Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, CitraAditya Ba
kti
Kelsen, H. (1944). General Theory Of Law And State.
Lawrence W. Friedman. (2001). American Law an Introduction, ed. Wishnu B
asuki, Jakarta, Tatanusa, hlm. 196.
Mariam Darus Badrulzaman.(1994). Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung,PT
Citra Aditya Bakti, hlm. 87.
Marzuki, P. M. (2005). Penelitian Hukum. Kencana Media Predana Group.
Pramudya, K. dan A. W. (2010). Pedoman Etika Profesi Aparat Hukum, Pustak
a Yusticia.
Purbacaraka. (2010). Perihal Kaedah Hukum. Citra Aditya.
R. Soegondo Notodisoerjo. (1982). Hukum Notariat di Indonesia,C.V. Rajawal
i, hlm.213.
R. Soeroso. (1999). Perjanjian di Bawah Tangan (Pedoman Pembuatan dan Apl
ikasi Hukum), Alumni Bandung, Bandung,hlm 12.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. (1976). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
: Burgerlijk Wetboek, Cetakan 8, hlm 338
R.J.G.M., J. B. J. M. ten B. &, & Widdershoven. (2001). Bescherming Tegen d
e Overheid. W.E.J Tjeenk Willink Deventer.
Salim, H. (2016). Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah,. Raja
Grafindo Persada.
Salim H.S, (2010). Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Jakarta, Sinar Grafika, Hlm 9.

64
Soekanto, S. (2003). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Raja Grafindo Persada.
Soerodjo, I. (2003). Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Arloka.
Utsman, S. (2013). Dasar-dasar Sosiologi Hukum. Pustaka Pelajar.
Yan Pramadya Puspa. (1977). Kamus Hukum,Semarang, CV. Aneka, hal. 248

B. Jurnal
Mudofir Hadi.(1991). “Pembatalan Isi Akta Notaris dengan Putusan Hakim”, V
aria Peradilan Tahun VI Nomor 72, hlm. 142-143.

Ngadino. (2019). Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Berhubu


ngan Dengan Pertanahan. Notarius, 12(2), 679–690.

Rahman, M. D. F. (2014). Kewenangan, Kewajiban Notaris Dan Calon Notaris


Dalam Membuat Akta Autentik. Naskah Publikasi, 1–21.

Safa’at, J. A. dan M. A. (2006). Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretaria


t Jendral & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Suhardini, A. P., Imanudin, & Sukarmi. (2018). Pertanggungjawaban Notaris Y


ang Melakukan Perbuatan, Vol 5 No 1 Maret 2018. 5(1), 261–266.

C. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tahun 1976 tentang
Perjanjian
________, Putusan Mahkamah Agung Nomor 66/Pdt.G/2020/PN. Tpg.
________, Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014
________, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

65

Anda mungkin juga menyukai