Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tuba fallopii dinamai oleh Gabrielis Fallopius (Italia, 1523-1562), yang


awalnya menggambarkan struktur ini secara akurat. Namun, ilmuwan Belanda
Reinier De Graaf (1641-1673), merupakan seseorang yang mengembangkan
pemahaman yang lebih baik tentang fungsi tuba Fallopii dan menggambarkan
beberapa kondisi patologis tuba. De Graaf juga yang pertama kali menjelaskan
mengenai hidrosalping.1
Hidrosalping didefinisikan sebagai kumpulan cairan dalam lumen tuba falopi
karena adanya obstruksi distal. Hidrosalping didokumentasikan dengan baik oleh
USG atau studi pencitraan lain yang menunjukkan gambaran tuba falopii menjadi
struktur tubular berisi cairan berbentuk C atau S, dan terpisah dari ovarium.2
Hidrosalping primer adalah hidrosalping yang disebabkan oleh perubahan
yang melekat pada anatomi dan fisiologi tuba fallopi. Hidrosalping sekunder
adalah kasus hidrosalping yang paling sering. Penyebab hidrosalping sekunder
termasuk infeksi, pelekatan, endometriosis, dan neoplasma.2
Biasanya, hidrosalping adalah komplikasi dari penyakit radang panggul (PID),
yang dapat menyakitkan dan berdampak negatif kesehatan reproduksi.3Di antara
wanita yang aktif secara seksual, hidrosalping sering dikaitkan dengan ascending
infection pada penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease). Pada gadis
yang tidak aktif secara seksual, patogenesis tidak terdefinisi dengan baik.
Hidrosalping cenderung tidak menunjukkan gejala, dan konsekuensi utamanya
adalah infertilitas. Hidrosalping terkadang dapat menyebabkan akut abdomen
karena torsi tuba fallopi ataupun dapat terjadinya nyeri perut berulang.2
Infertilitas dikarenakan faktor tuba fallopi dialami sekitar25% sampai 35%
dari kasus infertilitas, dimana lebih dari setengah kasusnya diakibatkan oleh
salpingitis.4 Hidrosalping ditemukan pada 10-30% wanita infertil akibat kelainan
tuba fallopi, dan 5% pada wanita infertil.5

1
Hidrosalping ditemukan pada 10-30% wanita sebagai penyebab infertilitas.
Hidrosalping adalah suatu bentuk dari kerusakan tuba yang dapat disebabkan oleh
faktor intrinsik (infeksi ascending salpingitis) atau faktor ekstrinsik (peritonitis,
endometriosis, operasi pelvis). Terdapatnya suatu hidrosalping akan
mempengaruhi kesuburan dan keberhasilan fertilisasi in vitro (IVF).1
Angka kejadian infeksi C. trachomatis pada wanita infertil cukup tinggi.
Pemeriksaan IgG C. trachomatis dapat menjadi penanda adanya kerusakan tuba
fallopi. Infeksi chlamydia trachomatis berhubungan dengan peningkatan risiko
kerusakan tuba fallopi. Pada penelitian di RSUD dr. Soetomo, Surabaya,
didapatkan bahwa sebagian besar tuba fallopi pada subyek dengan infeksi
chlamydia trachomatis menunjukkan kerusakan, ditandai dengan adanya adhesi
perituba, oklusi tuba, fimosis fimbria, atau hidrosalping. IgG C. trachomatis
memiliki sensitifitas 62,5%, spesifisitas 81,25%, PPV 62,5% dan NPV 81,25%
dalam mendeteksi kerusakan tuba fallopi bila dikonfirmasi dengan hasil
laparoskopi.6
Sekitar 15% dari infertilitas wanita disebabkan oleh patologi tuba, sehingga
menjadi salah satu indikasi utama untuk penerapan teknik IVF. Namun, diketahui
bahwa wanita dengan bentuk patologi tuba distal yang paling parah dimana salah
satunya adalah hidrosalping, memiliki tingkat kehamilan yang lebih buruk setelah
pengobatan IVF dibandingkan dengan wanita dengan bentuk infertilitas tuba
lainnya.7Pada infertilitas karena faktor tuba yang disebabkan oleh hidrosalping
bilateral, fertilisasi in vitro (IVF) sekarang dianggap sebagai opsi utama dibanding
pengembalian fungsi tuba. Namun, hidrosalping sendiri mempengaruhi hasil IVF
dengan mengurangi tingkat implantasi dan meningkatkan risiko keguguran.8
Wanita dengan hidrosalping akan memiliki tingkat implantasi dan kehamilan
yang lebih rendah dalam assisted reproductive technology (ART), karena
kombinasi dari faktor mekanik dan faktor kimia hidrosalping yang dianggap
mengganggu lingkungan endometrium.9Insiden hidrosalping pada wanita infertil
adalah antara 10% sampai 13% ketika didiagnosis dengan USG. Angka ini
meningkat hingga 30% dengan penggunaan hysterosalpingography atau
laparoskopi.10

2
Beberapa penelitian telah menunjukkan konsekuensi merugikan dari
hidrosalping pada tingkat kehamilan, implantasi, aborsi, kelahiran prematur, dan
persalinan hidup pada pasien yang menjalani fertilisasi in vitro (IVF).11
Beberapa penelitian telah menunjukkan efek merugikan dari hidrosalping pada
tingkat keberhasilan fertilisasi in vitro (IVF). Hasil IVF yang buruk dengan
hidrosalping termasuk, penurunan 50% pada kehamilan dan peningkatan 2 kali
lipat pada aborsi spontan. Pengangkatan hidrosalping atau oklusi tuba proksimal
melalui pembedahan dapat meningkatkan keberhasilan IVF. Aspirasi transvaginal
cairan hidrosalping juga dapat meningkatkan keberhasilan IVF. Meskipun
intervensi ini dapat menyelesaikan hidrosalping, akan tetapi intervensi ini invasif,
mahal, dan tidak sepenuhnya memperbaiki reproduksi.3
Salpingektomi laparoskopi telah terbukti menjadi pilihan yang efektif untuk
menghindari konsekuensi yang merugikan ini. Ketika laparoskopi tidak
dianjurkan, histeroskopi dengan alat tertentu tampaknya menjadi alternatif untuk
pengelolaan hidrosalping sebelum dilakukannya IVF.8 Namun, masih ada peran
salpingostomi dalam pengobatan hidrosalping pada sub kelompok perempuan
tertentu, yang memenuhi beberapa keadaan, untuk dilakukan uji coba konsepsi
alami.9

1.2 TUJUAN MAKALAH

Tujuan penyusunan refarat ini adalah menambah pengetahuan mengenai


hidrosalping dalam pelayanan kesehatan. Penyusunan refarat ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS)Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT MAKALAH

Refarat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun


pembaca, dan menjadi suatu tolak ukur bagi penulisan selanjutnya.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TUBA FALLOPII


Tuba Fallopii adalah saluran berotot yang menghubungkan ovarium dengan
uterus dan dibagi menjadi beberapa daerah berikut: infundibulum, fimbria,
ampula, dan isthmus. Pada masa pubertas, bagian ekstra-uterus dari tuba
berukuran kira-kira 11 cm dan panjang intra-mural adalah 1,5-2cm. Masing-
masing bagian dari tuba fallopii menyajikan fitur histologis khas yang menggaris
bawahi fungsi fisiologis yang berbeda.12

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Reproduksi Wanita.

Saluran genital wanita berasal dari sistem saluran Mullerian karena pada
prinsipnya, saluran ini merupakan elaborasi dari saluran paramesonefrik. Dari
bagian proksimal saluran Mullerian sampai proses dinamis yang kompleks, maka
akan terbentuk tuba falopii fungsional.12
Suplai arteri dari tuba berasal dari arteri uterus dan ovarium, dan dapat
berubah secara sinkron dengan siklus menstruasi dan berbagai tahap kehamilan.

4
Aliran balik vena erat mengikuti perubahan arteri dengan jaringan kapiler
interkoneksi di bawah serosa, di lapisan otot dan di mukosa. 12 Inervasi simpatis
dan parasimpatis pada tuba berasal dari pleksus hipogastrik dan nervus splanik
pelvik yang meregulasi aktivitas otot dan pembuluh darah tuba.13
Dinding tuba falopi terdiri dari tiga lapisan: mukosa, muskularis, dan serosa.
Mukosa internal termasuk lamina propria dan epitel kolumnar bersilia, yang
terutama terdiri dari dua jenis sel utama. Di permukaan, sel-sel kolumnar bersilia
yang banyak bergerak secara gelombang menuju rahim, membantu dalam
transportasi telur. Sel-sel peg yang mensekresi lendir dan lebih pendek, berada di
antara sel-sel bersilia. Silia ini mendorong lendir yang mereka hasilkan menuju
rahim, membantu mengangkut sel telur, dan menghalangi akses bakteri ke rongga
peritoneum. Muscularis — lapisan tengah dinding tuba falopii — mengandung
lapisan otot polos melingkar dalam dan luar memanjang. Kontraksi seperti
gelombangnya akan menggerakkan sel telur menuju rahim. Penutup luar tuba
falopii adalah serosa; lapisan pelumas ini adalah bagian dari peritoneum visceral.13
Permukaan bagian dalam epitel tuba dilapisi oleh sel bersilia yang paling
menonjol pada bagian infundibulum dan fimbria. Selain itu, aktivitas silia sangat
aktif dalam fase sekretori siklus menstruasi. Banyak kondisi patologis yang terkait
dengan infertilitas telah terbukti berhubungan dengan hancurnya silia atau
berkurangnya gerakan siliaris.12
2.2 DEFINISI
Hidrosalping berasal dari kata Yunani yang menandakan tuba falopi yang
diisi dengan air atau cairan karena oklusi distal total, dengan distensi abnormal di
bagian ampula.14
Hidrosalping juga didefinisikan sebagai kumpulan cairan dalam lumen tuba
falopi karena adanya obstruksi distal. Hidrosalping didokumentasikan dengan
baik oleh USG atau studi pencitraan lain yang menunjukkan gambaran tuba
falopii menjadi struktur tubular berisi cairan berbentuk C atau S, dan terpisah dari
ovarium.2

5
Gambar 2.2 Hidrosalping ketika dilakukan laparoskopi. Perhatikan dinding tuba
yang terdilatasi seperti balon (panah).
2.3 ETIOLOGI

Hidrosalping primer adalah hidrosalping yang disebabkan oleh perubahan


yang melekat pada anatomi dan fisiologi tuba fallopi. Hidrosalping sekunder
adalah kasus hidrosalping yang paling sering. Penyebab hidrosalping sekunder
termasuk infeksi, pelekatan, endometriosis, dan neoplasma.2
Penyakit inflamasi berperan penting dalam masalah tuba fallopi karena
frekuensi, konsekuensi, dan tingkat keparahannya. Seringkali proses infeksi akan
menjalar ke atas dari saluran genital bawah, meluas ke tuba, dan mencapai rongga
peritoneum, yang mengarah ke penyakit radang panggul. Infeksi semacam itu
biasanya akan menjadi kronis dan menyebabkan oklusi permanen dan terjadi
pembesaran tuba (hidrosalping) yang merusak strutur pelvis untuk reproduksi dan
menyebabkan infertilitas.8
Hidrosalping umumnya disebabkan oleh infeksi lama pada tuba fallopi yang
tidak diobati. Penyebab paling umum adalah.15:

6
 Penyakit menular seksual seperti chlamydia atau gonorrhea
 Aborsi
 Riwyat operasi abdominal (seperti ruptur appendiks)
 Riwayat operasi tuba
 Endometriosis pelvis
 Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
 Tuberkulosis tuba

2.4 PATOFISIOLOGI
Meskipun silia dari lapisan dalam dari tuba falopi bergerak menuju rahim,
cairan tuba biasanya dikeluarkan melalui ujung fimbria ke dalam rongga
peritoneum dari tempat ia diserap.14 Karena infeksi dan peradangan, proses
penyembuhan tuba pada ujung bagian fimbrial menjadi hancur. Fimbria kemudian
beraglutinasi sehingga menutup ujung bagian peritoneum tuba fallopi. 15 Jika ujung
tuba bagian fimbria teraglutinasi, obstruksi yang dihasilkan tidak memungkinkan
cairan tuba lewat, sehingga terjadi akumulasi dan pembalikan aliran ke dalam
rahim. Tuba menjadi melebar pada bagian distal, berisi cairan, dan tidak dapat
berpartisipasi dalam proses reproduksi.14
Sekitar 25% dari semua infertilitas wanita disebabkan oleh faktor tuba,
dimana manifestasi penyakit tuba yang paling buruk adalah hidrosalping yang
tingkat kejadiannya bisa mencapai 10-30% dari penyakit tuba.9 Mayoritas
infertilitas tuba disebabkan oleh infeksi menular dari penyakit menular seksual
yang mengarah ke penyakit radang panggul (PID). Jika tidak diobati, PID dapat
menyebabkan peradangan kronis pada tuba Fallopii distal, yang dapat
menyebabkan penyumbatan dan akumulasi cairan yang dikenal sebagai
hidrosalping.16
Selain berperan dalam infertilitas, hidrosalping memiliki efek buruk pada
hasil fertilisasi in vitro (IVF). Tingkat kelahiran hidup wanita infertil dengan
hidrosalping setelah tindakan IVF berkurang sebanyak 50% dibandingkan dengan
infertilitas faktor tuba lainnya. Faktanya, hidrosalping berhubungan dengan
berkurangnya peluang implantasi dan peningkatan risiko abortus. Hal ini mungkin
terjadi akibat hasil dari efek buruk pada lingkungan endometrium yang
disebabkan oleh cairan hidrosalpingeal, setelah refluksnya masuk ke dalam
rahim.17

7
Telah banyak diketahui bahwa keberadaan hidrosalping dikaitkan dengan
tingkat implantasi dan kehamilan yang lebih rendah. Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa keberadaan hidrosalping mempengaruhi hasil IVF, dengan
penurunan tingkat kelahiran hidup sekitar 50%. Akan tetapi, mekanisme ini
sendiri belum dipahami dengan baik. Cairan hidrosalping dikenal sebagai
embriotoksik dan mengandung inhibitor faktor pertumbuhan (growth factor
inhibitor). Selain itu, telah diperkirakan bahwa cairan hidrosalping mengandung
konsentrasi protein dan bikarbonat yang lebih rendah daripada serum dan
mungkin juga mengandung debris seluler atau infeksi, limfosit dan komponen
lainnya, seperti sitokin, prostaglandin, leukotrien, dan katekolamin yang
seluruhnya memiliki sifat peradangan yang merusak, efek infeksi atau efek
imunologis pada embrio yang sedang berkembang dan dapat membuat
endometrium menjadi tidak cocok untuk perkembangan embrio.10
Aliran darah endometrium juga dapat mempengaruhi pada pasien dengan
hidrosalping. Satu studi telah menyelidiki aliran darah pada pasien dengan dan
tanpa hidrosalping dan menemukan bahwa endometrium dan sub-endometrium
pasien dengan hidrosalping memiliki aliran darah yang berkurang secara
signifikan dibandingkan dengan pasien tanpa hidrosalping.10
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengapa hidrosalping
menyebabkan menurunnya tingkat kehamilan, yaitu sebagai berikut.15
a. Kebocoran retrograde dari cairan tuba ke rongga uterus
Terdapatnya sitokin inflamasi di cairan hidrosalping diduga bersifat
embriotoksik yang akan mencegah terjadinya proses fertilisasi. Diduga
cairan hidrosalping akan menyebabkan motilitas dari sperma menjadi
berkurang.15
b. Permasalahan mekanis
Hidrosalping akan menyebabkan terganggunya pertemuan antara
permukaan endometrium dengan embrio, ataupun menyebabkan embrio
terbilas keluar melalui serviks oleh karena adanya kebocoran cairan tuba
ke rongga endometrium. Kebocoran dari cairan hidrosalping ke rongga
uterus juga dapat menyebabkan terjadinya ekspulsi dari embrio. Diduga
juga bahwa cairan hidrosalping dapat meningkatkan gerakan peristaltik
dari endometrium.15

8
c. Heat-shock protein
Heat-shock Protein menimbulkan reaksi imun dan inflamasi yang kuat dan
mungkin bertanggung jawab untuk respons imun lokal, yang mengarah
pada reaksi inflamasi, berkurangnya implantasi, dan penolakan imun
setelah prosedur pemindahan embrio. Insiden infeksi Chlamydia
trachomatis lebih umum pada pasien dengan hidrosalping. 15Infeksi
Chlamydia trachomatis berhubungan dengan peningkatan risiko kerusakan
tuba fallopi. Adanya heat shock protein 60 (hsp) Chlamydia, reaksi imun
tipe lambat serta pelepasan sitokin merupakan mekanisme yang
menimbulkan kerusakan pada tuba fallopi.6
d. Penerimaan Endometrium
Hubungan antara embrio dan endometrium adalah hal yang wajib untuk
implantasi embrio dan hal ini dimediasi oleh ekspresi sitokin yang tepat
dan zat terkait selama periode implantasi. Proses ini dapat terganggu
karena adanya cairan hidrosalping.15
Sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), faktor penghambat leukemia (LIF),
faktor perangsang koloni-1 (CSF-1), dan integrin adalah semua faktor
yang penting selama implantasi; mereka dan beberapa reseptornya akan
diekspresikan dan diatur oleh embrio atau endometrium selama jendela
implantasi.15
e. Sifat Embriotoksik dari Cairan Hidrosalping
Cairan hidrosalping tampaknya tidak mengandung faktor-faktor kuat yang
berpotensi merusak perkembangan embrio. Kurangnya substrat esensial
tertentu lebih cenderung bertanggung jawab atas gangguan perkembangan
embrio di hidrosalping.15

2.5 TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala hidrosalping bervariasi dimulai dari asimptomatik sampai


menstruasi yang menyakitkan. Hidrosalping sering didiagnosis ketika dilakukan
pemeriksaan infertilitas pada pasien. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri terus-
menerus pada abdomen bagian bawah dan memberat ketika menstruasi.
Keluarnya cairan vagina secara konstan juga berhubungan dengan hidrosalping.15

9
Hidrosalping dapat terjadi secara unilateral dan bilateral. Pada pasien
dengan hidrosalping unilateral, tuba yang berlawanan dari hidrosalping umumnya
juga mengalami abnormalitas.15
Terdapat teori bahwa cairan dalam hidrosalping memainkan peran kausatif
dalam mengurangi tingkat kehamilan dalam teknologi reproduksi terbantu
(Assisted Reproductive Technology); keberhasilan ART untuk wanita dengan
penyakit tuba hidrosalping berkurang 50% dibandingkan dengan wanita yang
tidak memiliki hidrosalping. Ketika hidrosalping hadir pada pasien yang
menjalani IVF, tingkat implantasi menjadi lebih rendah (2,9% dibanding 10%
pada kelompok tanpa hidrosalping) dan hidrosalping menyebabkan tingkat
kehamilan yang lebih rendah (22% dibanding 36% pada kelompok tanpa
hidrosalping). Pasien dengan hidrosalping juga memiliki tingkat kehamilan
ektopik dan keguguran yang tinggi.9
Prognosis yang baik dikaitkan dengan pasien yang tidak mengalami adhesi
adnexa, tuba yang hanya sedikit melebar (<3 cm) dengan dinding tipis dan lentur,
dan endosalping subur dengan lipatan mukosa yang masih baik. Prognosis yang
buruk memiliki adhesi peritubal padat yang luas, tuba melebar secara masif
dengan dinding fibrotik yang tebal, dan / atau mukosa luminal yang jarang atau
tidak ada.4

2.6 DIAGNOSIS

Modalitas diagnosis dalam hidrosalping adalah USG, Ct-Scan, MRI, dan


Histerosalpingografi (HSG).15

2.6.1 USG

Tuba falopi menjadi terlihat pada USG hanya ketika tuba mengalmi distensi
dengan cairan, darah, atau nanah di dalamnya. Tuba tampak seperti lesi kistik
dengan septa dan sering sulit dibedakan dengan kista ovarium atau kumpulan
cairan di adneksa.15
Gambaran USG yang dapat terlihat adalah :15

10
 Dinding tipis atau tebal (dalam kasus kronis), memanjang atau terlipat,
berbentuk tabung, berbentuk C, atau berbentuk cairan yang berisi struktur
S, yang berbeda dari uterus dan ovarium.
 Lipatan longitudinal yang ada dalam tuba falopii normal dapat menebal
dengan adanya hidrosalping. Lipatan dapat menghasilkan penampilan
"cogwheel" yang khas ketika dicitrakan secara melintang. Lipatan ini
adalah patognomonik dari hidrosalping.
 Septa yang tidak lengkap juga bisa memberi tanda "beads on a string".
 Kadang-kadang tuba falopi yang melebar mungkin tidak menunjukkan
lipatan memanjang. Jika sifat memanjang lipatan ini tidak diperhatikan,
pemeriksa mungkin keliru sebagai nodul mural dari massa kistik ovarium.
 Jaringan parut hidrosalping yang signifikan dapat hadir sebagai massa
kistik multi-lokular dengan septa multipel (seringkali tidak lengkap) yang
menciptakan banyak kompartemen. Septa ini umumnya tidak lengkap, dan
kompartemen dapat dihubungkan. Namun, dengan jaringan parut yang
lebih banyak, diferensiasi dari massa ovarium dapat tidak memungkinkan.
 Penggunaan 3D volume dapat menghubungkan lesi kistik yang terletak di
berbagai bidang dan meningkatkan kemampuan diagnostik USG. Mode
3D inverse dapat lebih membantu dalam memvisualisasikan seluruh
tabung, di mana semua bagian yang diisi cairan menjadi buram,
membentuk gips dari tabung kistik. Ini membedakan hidrosalping dari
massa kistik ovarium.
Gambaran USG untuk hidrosalping adalah massa kistik tubular atau kista
berbentuk huruf S yang terpisah dari ovarium, dengan :15
 Penampilan "beads on a string" atau "cogwheel" (nodul kecil berukuran
kurang dari 3 mm yang mewakili lipatan endosalpingeal bila dilihat pada
bagian melintang)
 "waist sign" (lekukan pada sisi yang berlawanan)
 Septa tidak lengkap, yang dihasilkan dari segmen lipatan tabung
terdistensi / melekat ke segmen tuba lainnya

11
Gambar 2.3 Struktur kistik tubular terdilatasi dengan septa tidak lengkap, waist
sign (+).15

12
Gambar 2.4 Gambar 3D multiplanar dan gambar permukaan struktur berarsir --
berbentuk sosis tubular terdilatasi dengan gema internal
(pyohidrosalping/hematosalping).15

Gambar 2.5Cogwheel appearance.15

13
2.6.2 CT-Scan

Hidrosalping dapat terdeteksi secara kebetulan ketika dilakukan CT-scan


untuk melihat kelainan adnexa. Hidrosalping simpel tidak diikuti dengan
inflamasi pelvis. Dinding tuba sendiri dapat ter enhance dengan kontras.15

2.6.3 MRI

MRI adalah modalitas pilihan untuk karakterisasi dan lokalisasi massa


adneksa yang tidak cukup dievaluasi dengan USG. Gambaran tuba falopi
terdistensi adalah berada di antara rahim dan ovarium dan menunjukkan intensitas
cairan. Septa atau lipatan yang tidak lengkap dapat terlihat. Plika mukosa biasanya
menipis, dan dinding tuba halus dan tipis.15
MRI juga dapat berguna untuk menentukan penyebab hidrosalping atau
proses adneksal yang terkait dengan mengkarakterisasi sifat isi dari tuba terlatasi.
Cairan tuba dengan intensitas tinggi pada gambar T1-weighted menunjukkan
adanya hematosalping yang berhubungan dengan endometriosis dan kehamilan
tuba. Dinding yang menebal dari tuba fallopi yang terdilatasi, yang menampilkan
intensitas sinyal variabel atau heterogen, dapat menjadi indikasi pyosalping
sebagai komponen abses tubo-ovarium. Karakteristik tuba terdilatasi meliputi 15:
 T1: biasanya hipointense meskipun bisa hiperintens jika ada cairan protein
 T 2: Hyper intens
 Tl C + (Gd): Plika mukosa dan dinding tabung mungkin menunjukkan
peningkatan intensitas ringan

14
Gambar 2.6 Struktur tuba terdilatasi dengan plika submukosal dan septa
inkomplit.

2.6.4 Histerosalpingografi (HSG)

HSG adalah pemeriksaan X-Ray yang menggunakan kontras untuk


mencitrakan tuba falopi, menunjukkan retort-like shape dari tuba terdilatasi dan
menunjukkan tidak adanya kebocoroan kontras ke dalam peritoneum. Jika
terdapat oklusi tuba di persimpangan utero-tuba, hidrosalping mungkin tidak
terdeteksi. Ketika hidrosalping terdeteksi oleh HSG, disarankan untuk
memberikan antibiotik dengan tujuan mengurangi risiko reaktivasi dari proses
inflamasi karena prosedur.15Diagnosis hydrosalpinx biasanya ditegakkan oleh
histerosalpingografi, yang menunjukkan pelebaran tuba dengan obstruksi fimbria.
Namun, harus dicatat bahwa ukuran hidrosalping yang didiagnosis dengan
histerosalpingografi menunjukkan pelebaran tuba secara buatan.14

15
Gambar 2.7 Tuba terdilatasi bilateral sampai ke ujung distal.

2.6.5 Laparoscopy

Laparoscopy menjadi Gold Standard pada kasus hidrosalping. Laparoscopy


sendiri merupakan tindakan terapeutik sekaligus diagnostik di saat yang sama.
Akan tetapi, kerugian dari tindakan ini adalah tindakan ini merupakan tindakan
invasif.15

2.7 TATALAKSANA

Beberapa penatalaksanaan yang dapat menjadi pilihan untuk kasus


hidrosalping adalah:15
a. Salpingostomy
Salpingostomy melibatkan sayatan insisi di tuba fallopi. Metode ini
menjadi pilihan untuk operasi rekonstruksi tuba berdasarkan pada keadaan
mukosa tuba yang sehat. Metode ini dapat membantu dalam konsepsi spontan
pada pasien muda.15

16
Gambar 2.8 Salpingostomi.

Selama operasi tuba distal diinsisi dan dibuka di daerah avaskular, dan
ostium yang baru dibuat dijahit kembali ke mesosalpinx. Namun, karena
meningkatnya penggunaan pengobatan IVF / ICSI, operasi sterilisasi
(salpingektomi dan oklusi tuba) telah terbukti menggandakan peluang
keberhasilan IVF dan sekarang sedang dilakukan dalam preferensi untuk
memastikan bahwa hydrosalpingeal tidak mengganggu endometrium. 16
Operasi sterilisasi memiliki kelemahan utama yaitu pada pasien yang
memiliki hidrosalping bilateral akan bergantung pada perawatan IVF / ICSI untuk
mencapai kehamilan di masa depan. Tinjauan sistematis dari 22 studi (termasuk
2810 pasien) menunjukkan bahwa wanita yang telah menjalani salpingostomi
untuk hidrosalping memiliki tingkat kehamilan spontan 27%, tingkat kehamilan
klinis kumulatif 25,5% pada 24 bulan setelah salpingostomi dan tingkat kelahiran
hidup 25%, menunjukkan bahwa ini adalah strategi pengobatan alternatif yang
efektif untuk mensterilkan prosedur tuba. 16

17
Winston et al. menunjukkan bahwa tingkat kerusakan tuba, ditentukan
oleh tingkat kerusakan mukosa dan fibrosis tuba, adanya penyakit ismusik dan
kualitas adhesi tuba dan ovarium, mempengaruhi prognosis. Untuk hydrosalping
berdinding tipis dengan mukosa yang baik, dikelilingi oleh beberapa atau adhesi
halus, hasil yang sangat baik telah dilaporkan setelah operasi rekonstruksi tuba
dengan lebih dari setengah dari pasien mencapai kehamilan intrauterine.
Sebaliknya, hydrosalping berdinding tebal dengan fibrosis dinding memiliki
prognosis yang buruk. Tingkat kekambuhan hidrosalping setelah salpingostomi
dilaporkan mencapai 70% pada kelompok prognostik yang buruk. 16Rekurensi
Adhesi ditemukan pada 19 pasien, dan adhesi padat secara signifikan lebih
mungkin akan terbentuk kembali.17
b. Laparoskopi salpingektomi
Metode ini melakukan pengangkatan lengkap pada tuba. Metode ini harus
dilakukan dengan tindakan pencegahan berikut - penggunaan elektrokauter
dengan hati-hati, mesosalping harus direseksi dengan hati-hati untuk menghindari
kerusakan pada arteri tuba medial, dan jika tuba sangat menempel pada ovarium,
lebih baik untuk meninggalkan sebagian dari tuba yang melekat pada ovarium
daripada melakukan salpingektomi radikal yang tidak perlu. Dianjurkan untuk
tidak mereseksi tuba terlalu dekat dengan uterus untuk menghindari risiko
dehiscence di dinding rahim dan fistula kornu.15

18
Gambar 2.9 Salpingektomi.
Johnson et al. menunjukkan bahwa tingkat kehamilan klinis yang sedang
berlangsung pada kelompok intervensi adalah 31% berbanding 17,6% pada
kelompok kontrol (rasio odds [OR] 2.2, interval kepercayaan 95% [CI]. Dalam
salpingektomi, jaringan yang terinfeksi secara kronis dihilangkan, dan ini
membatasi kemungkinan pembentukan abses atau torsi berikutnya, serta
peningkatan akses ke ovarium selama pengambilan telur di IVF. 16
Salpingektomi juga membawa peningkatan risiko kehamilan interstitial
(IP) (kehamilan dalam bagian tuba falopi yang terletak di dinding rahim dan
terhubung dengan sisa tabung ke rongga endometrium) dalam kasus di mana
transeksi tuba falopii berada di situs yang terlalu dekat dengan cornua. Wang et al.
mengidentifikasi 43 kasus IP, 71% di antaranya telah menjalani salpingektomi
bilateral sebelum IVF. 16

c. Oklusi tuba proksimal dengan laparoskopi


Direkomendasikan ketika adhesi pelvis sangat tebal sehingga terdapat
resiko melukai organ sekitar ketika melakukan salpingektomi.17 Hasil oklusi tuba
proksimal laparoskopi termasuk menjanjikan, tetapi tindakan ini masih termasuk
tindakan invasif.11
Semua oklusi tuba proksimal bilateral dilakukan secara laparoskopidengan
bipolar diatermi pada segmen isthmic pada duaarea terpisah, dan drainase
hidrosalping tidak dilakukan.Pasien dipulangkan sehari setelah operasi.Tingkat

19
kehamilan klinis adalah 59% pada pasien yang menjalani oklusi tuba
proksimal.Tidak ada komplikasi pasca operasi yang dilaporkan.18

Gambar 2.10 Oklusi tuba.


d. Oklusi tuba dengan histeroskopi
Diindikasikan pada pasien dengan kontraindikasi untuk laparoskopi
(obesitas, frozen pelvis, dll.). Oklusi tuba dengan histeroskopi biasanya
menggunakan alat yang beranama Essure.15Penempatan Essure secara histeroskopi
akan menyumbat tuba fallopi dan dengan demikian akan mencegah kebocoran
cairan hidrosalpingeal ke dalam rongga rahim. Keamanan dan efektivitas Essure
dalam sterilisasi tuba permanen secara minimal invasif cukup tinggi terlihat dari
ribuan prosedur yang sudah dilakukan.7
Oklusi tuba proksimal dianggap sebagai pilihan manajemen alternatif,
terutama dalam kasus anatomi panggul yang terdistorsi pada mereka yang
memiliki adhesi panggul yang parah. Studi telah melaporkan tingkat implantasi
dan kehamilan yang sebanding pada wanita yang telah mengalami oklusi tuba,
salpingektomi dan salpingostomi. 16
Prosedur ini kurang invasif, lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan.
Keuntungannya adalah retrograde aliran cairan hidrosalpingeal, yang diduga
berkontribusi terhadap uterus yang terganggu, dihilangkan dan integritas pasokan
darah ovarium tetap dipertahankan. Namun, oklusi tuba dapat dikaitkan dengan

20
nyeri panggul yang sedang berlangsung akibat tekanan dan adanya tuba yang
sakit, dan risiko torsi adneksa dan selanjutnya diperlukan operasi bagian
adneksa.16
Essure adalah sebuah alat yang diletakkan di tuba yang terbuat dari besi
stainless pada kumparan dalam, dan nikel titanium serta fiber polietil pada
kumparan luar. Alat ini diletakkan dengan histeroskopi pada bagian proksimal dari
tuba, dengan tujuan untuk mencegah adanya cairan berpindah dari rongga
peritoneal. Fiber polietil akan memicu pertumbuhan jaringan dalam waktu 3
bulan, sehingga hal ini akan menjadi oklusi tuba proksimal yang permanen.5
Essure® dan Adiana® adalah perangkat yang dijelaskan untuk oklusi tuba
histeroskopi, tetapi hanya yang pertama sejauh ini telah digunakan dalam
pengelolaan hidrosalpinx. Essure® telah banyak digunakan untuk sterilisasi tuba
histeroskopi. Ini adalah insersi mikro, panjang 4 cm dan diameter 2 mm bila
diperluas. Serat polietilen tereftalat, yang berjalan melalui kumparan bagian dalam
perangkat Essure®, menyebabkan reaksi jaringan dan mengakibatkan
penyumbatan tuba saat dimasukkan. 16

21
Gambar 2.11 Oklusi tuba dengan histeroskopi menggunakan Essure.

e. Aspirasi transvaginal
Keuntungan dari metode ini adalah tidak invasif, lebih aman, lebih mudah
untuk dilakukan dalam kasus adhesi yang tebal, dan masa rawat inap yang
lebih singkat. Akan tetapi, metode ini memiliki tingkat rekurensi yang
tinggi, serta memilki resiko infeksi pelvis.15
Jarum aspirasi dimasukkan ke dalam hidrosalping setelah pengambilan
oosit dan pengisapandiaplikasikan untuk aspirasi cairan hidrosalpinx
sepenuhnya.Dalam kasus dengan hydrosalpinx bilateral, prosesnyatersebut
diulangi di sisi yang berlawanan. Cairan Hydrosalpinx yang diaspirasi
kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologis.Tingkat kehamilan klinis
berkisar dari 12,82 – 27,5 %.Rekurensi Akumulasi ulang cairan
hydrosalpinx selama periode implantasi.19
f. Neosalpingostomi
Sejak salpingostomi laparoskopi diperkenalkan oleh Gomel pada tahun
1977, prosedur ini telah menjadi metode pembedahan untuk hidro-salpinx pada
wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya. Selain itu, dengan
perkembangan instrumen laparoskopi dan teknik bedah, single-port laparoscopic

22
surgery (SP-LS) telah dilaporkan di berbagai bidang ginekologi dan menjadi
semakin populer karena banyak keunggulannya, seperti tetap di rumah sakit yang
lebih pendek, waktu pemulihan lebih cepat , hasil kosmetik yang lebih baik, dan
komplikasi luka yang lebih sedikit. Namun belum terdapat laporan penggunaan
single-port laparoscopic neosalpingostomy (SP-LN) untuk hidrosalping.20
Penelitian yang dilakukan oleh yuk, dkk pada tahun 2017 dengan
menggunakan prosedur single-port laparoscopic neosalpingostomy (SP-LN)
menyatakan bahwa Selama masa studi, 48 wanita memenuhi syarat untuk
mendaftar. Lima belas wanita dari kelompok ini memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi dan setuju untuk menjalani SP-LN. 20
Enam wanita menjalani SP-LN unilateral untuk alasan berikut: tiga
memiliki tuba paten kontralateral, dua memiliki salpingektomi kontralateral
sebelumnya karena kehamilan tuba, dan satu telah menerima adhesiolisis
sederhana dalam tuba kontralateral. 20
Demam pasca operasi diselesaikan dengan manajemen konservatif, dan
tidak ada komplikasi lain yang diamati. Tidak ada konversi ke laparoskopi
multiport atau laparotomi. Meskipun penggunaan SP-LS untuk ginekologi
keganasan telah dipublikasikan sebelumnya, kurangnya studi tentang SP-LN
tampaknya disebabkan oleh faktor-faktor berikut: (1) Insiden hidrosalping rendah,
dan neosalpingostomi kurang banyak digunakan karena pengembangan
pembantuan teknik reproduksi. (2) Berbeda dengan sebagian besar operasi
ginekologis, yang terdiri dari prosedur destruktif, termasuk eksisi dan sayatan,
neo-salpingostomi membutuhkan adhesiolisis yang teliti, insisi, koagulasi, dan
penjahitan. (3) SP-LS memiliki kendala teknis yang tak terhindarkan yang
disebabkan oleh pembatasan ruang, yang membatasi jumlah lengan yang dapat
digunakan. Oleh karena itu, beberapa metode baru dikembangkan untuk
mengatasi masalah ini. Tetapi dari kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh yuk,
dkk pada tahun 2017, mengingat bahwa wanita premenopause yang relatif muda
adalah kandidat untuk neosalpingostomi untuk hidrosalping, SP-LN diyakini
menjadi alternatif yang menarik pada wanita dengan hidrosalping karena efek
kosmetik yang menguntungkan.20

23
Walaupun salpingostomi menghasilkan kehamilan intrauterin yang rendah
dan tingkat kehamilan tuba yang tinggi pada keadaan tuba dengan kerusakan luas,
hasil pada keadaan tuba dengan kerusakan ringan hingga sedang sangat baik.
Tingkat kehamilan intrauterin meningkat hingga 70% pada kasus ringan.
Prognosis akan menjadi buruk dengan adanya perlengketan intratubal dan tidak
adanya lipatan mukosa dengan bercak-bercak mukosa parut yang rata. Hal yang
sama berlaku untuk hidrosalping berdinding kaku dan tebal, yang biasanya tidak
membesar. Dalam kasus seperti itu, salpingostomi tidak diindikasikan.20
Intervensi bedah seperti salpingektomi atau oklusi tuba sebelum IVF
meningkatkan hasil dari IVF, tetapi prosedur ini sering dikontraindikasikan pada
wanita dengan adhesi panggul yang padat. 21 Prosedur ini adalah prosedur invasif
dengan risiko tinggi untuk terjadi adhesi intraabdominal yang signifikan. Selain
itu, prosedur ini dapat mengganggu suplai darah ke ovarium yang mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ke ovarium. Hasil oklusi tuba proksimal laparoskopi
telah menjanjikan, tetapi tindakan ini masih melakukan intervensi di dalam rongga
abdominopelvis dengan risikonya tersendiri.11
Pendekatan laparoskopi tidak sepenuhnya bebas dari komplikasi, seperti
adhesi, perforasi usus dan cedera pada saluran kemih. Efek samping ini dapat
mempengaruhi kesuburan bahkan menjadi lebih parah dari kondisi awal, terutama
pada kelompok pasien yang rentan terkena PID. Ketika laparoskopi tidak
dianjurkan, tatalaksana secara histeroskopi merupakan pilihan paling efektif untuk
pengelolaan hidrosalping sebelum IVF.21
g. Milking out
Kehamilan ektopik awal yang belum rupture dapat ditatalaksana secara
efektif secara laparaskopik. Ahli bedah akan mengupayakan milking out dari
kantung gestasional. Selain itu, kondisi ini juga data diobati dengan injeksi local
methotrexate ke dalam kantung gestasional. Semua prosedur tersebut merupakan
tatalaksana konservatif untuk mempertahankan potensial fungsi reproduksi
wanita.22
Prosedur ini dapat dilakukan pada kehamilan fimbrial namun pendarahan
yang massif dan berkelanjutan serta jaringan trofoblastik yang persisten

24
meningkatkan tesiko terjadinya rekurensi kehamilan ektopik dan prosedur ini
tidak dianjurkan pada kondisi tersebut.22
Hidrosalping pada tuba dapat ditatalaksana dengan salpingostomi lateral
dan fimbrioplasti dengan eversi pada fimbriae yang inverted dan modifikasi cuff.
Pada tuba yang terblokir, reseksi segmental dan anastosmosis telah terbukri
berhasil dilakukan dengan laparaskopi. Hidrosalping harus ditatalaksana secara
tuntas sebelum dimulainya IVF/ n vivo fertilitation untuk meningkatkan angka
keberhasilan hamil.22
Tabel 2.1. Perbandingan Tatalaksana Hidrosalping.
Oklusi tuba
Oklusi tuba
2 Laparoskopi proksimal Aspirasi Neosalping
Konservatif Salpingostomy dengan
2,27 15,16,17,28 salpingektomi1 dengan transvaginal1 ostomi11,20,21
5,16 histeroskopi5
laparoskopi1 ,7,15,16
5,19 ,30
1,18

tingkat
implantasi
tindakan dan
tingkat
oklusi tuba Tingkat kehamilan
lebih dari kehamilan Tingkat
dan kehamilan yang Tingkat
setengah dari klinis yang kehamilan
salpingekto klinis adalah sebanding kehamilan
pasien sedang intrauterin
Keberhasilan mi lebih 59% pada pada wanita klinis
mencapai berlangsung meningkat
IVF superior pasien yang yang telah berkisar dari
kehamilan pada hingga 70%
dibandingka menjalani mengalami 12,82 – 27,5
intrauterine kelompok pada kasus
n dengan oklusi tuba oklusi tuba, %
(80%) intervensi ringan.
tatalaksana proksimal salpingekto
adalah 31%
konservatif mi dan
salpingosto
mi.
Teknik Milking Selama operasi penggunaan Semua Oklusi tuba Jarum dengan
Pengerjaan Out: Ahli tuba distal elektrokauter , oklusi tuba dengan aspirasi menggunak
bedah akan diinsisi dan mesosalping proksimal histeroskopi dimasukkan an prosedur
mengupayak dibuka di direseksi bilateral biasanya ke dalam single-port
an milking daerah kemudian dilakukan menggunaka hidrosalping laparoscopi
out dari avaskular, dan lebih baik secara n alat yang setelah c
kantung ostium yang untuk laparoskopi beranama pengambilan neosalping
gestasional. baru dibuat meninggalkan dengan Essure.15 oosit dan ostomy
Selain itu, dijahit kembali sebagian dari bipolar Penempatan pengisapan (SP-LN)
kondisi ini ke tuba yang diatermi Essure diaplikasika
juga data mesosalpinx. melekat pada pada segmen secara n untuk
diobati ovarium isthmic pada histeroskopi aspirasi
dengan daripada dua akan cairan
injeksi local melakukan area menyumbat hidrosalpinx
methotrexate salpingektomi terpisah, dan tuba fallopi sepenuhnya.
ke dalam radikal yang drainase dan dengan Dalam kasus
kantung tidak perlu hidrosalping demikian dengan
gestasional tidak akan hydrosalpin
dilakukan. mencegah x bilateral,
Pasien kebocoran prosesnya

25
tersebut
diulangi di
sisi yang
berlawanan.
cairan Cairan
dipulangkan
hidrosalping Hydrosalpin
sehari
eal ke dalam x yang
setelah
rongga diaspirasi
operasi.
rahim. kemudian
dilakukan
pemeriksaan
mikrobiolog
is

pendarahan
yang massif
dan nyeri
berkelanjuta panggul
Demam
n serta yang sedang
pasca
jaringan Adhesi berlangsung
operasi
trofoblastik ditemukan akibat Rekurensi
kerusakan diselesaika
yang pada beberapa tekanan dan Akumulasi
pada arteri Tidak ada n dengan
Komplikasi persisten kasus, dan adanya tuba ulang
tuba medial, komplikasi manajemen
tindakan/ meningkatka adhesi padat yang sakit, cairan
dehiscence di pasca konservatif,
resiko n tesiko secara dan risiko hydrosalpin
dinding rahim operasi yang adhesi,
penyakit lain terjadinya signifikan torsi x selama
dan fistula dilaporkan perforasi
rekurensi lebih mungkin adneksa dan periode
kornu usus dan
kehamilan akan terbentuk selanjutnya implantasi
cedera pada
ektopik dan kembali. diperlukan
saluran
prosedur ini operasi
kemih.
tidak bagian
dianjurkan adneksa.
pada kondisi
tersebut

1. Keuntunga 1. prognosis 1. memb 1. Cost 1. meningkat 1. retrograde 1. tidak 1. tetap di


n, fertilitas antu dalam effective kan aliran invasif, rumah
2. Kerugian, yang lebih konsepsi untuk jangka aksesibilit cairan lebih sakit
3. Indikasi baik spontan pada pendek as hidrosalpi aman, yang
Tindakan, dibanding pasien 2. peningkatan ovarium ngeal, lebih lebih
4. Rekurensi kan muda. risiko selama yang mudah pendek,
dengan 2. Peningkatan kehamilan oositpenga diduga untuk waktu
salpingekt resiko interstitial mbilan berkontrib dilakukan pemuliha
omi rekurensi 3. indikasi IVF dan usi 2. memilki n lebih
2. trofoblas dan persisten umum menguran terhadap resiko cepat ,
persisten throfoblast termasuk gi risiko uterus infeksi hasil
&peningk 3. Metode ini kehamilan infeksi, yang pelvis kosmetik
atan risiko menjadi tuba ektopik, 2. lebih terganggu, 3. dalam yang
untuk pilihan untuk hidrosalping, invasif, dihilangka kasus lebih
kehamilan operasi endometriosi lebihsulit n dan adhesi baik, dan
ektopik rekonstruksi s, dan atau integritas yang tebal, komplika
berulang. tuba penyakit berisiko pasokan dan masa si luka
3. Kehamilan radang pada darah rawat inap yang

26
ovarium
lebih
tetap
sedikit
dipertahan
2. prosedur
kan
invasif
2. risiko torsi
dengan
adneksa
risiko
dan
tinggi
selanjutny
untuk
a
terjadi
diperlukan
adhesi
operasi
pasien intraabdo
bagian
3. Direkome minal
adneksa.
ndasikan yang
3. Diindikasi
ketika signifikan
ektopik berdasarkan kan pada
adhesi 3. Indikasi:
awal yang pada pasien
pelvis tiga
belum keadaan dengan
sangat memiliki
rupture mukosa tuba kontraindi yang lebih
tebal tuba
dapat yang sehat kasi untuk singkat.
sehingga paten
ditatalaksa 4. Tingkat laparoskop
na secara kekambuhan
panggul terdapat
i (obesitas,
4. Ak kontralate
4. Tidak resiko an tetapi, ral, dua
efektif hidrosalping frozen
ditemukan melukai metode ini memiliki
secara setelah pelvis,
pada organ memiliki salpingek
laparaskop salpingosto dll.).
penelitian sekitar tingkat tomi
ik mi manajeme
sebelumnya ketika rekurensi kontralate
4. Tidak dilaporkan n
melakukan yang ral
ditemukan mencapai alternatif,
salpingekt tinggi. sebelumn
pada 70% pada terutama
omi ya karena
penelitian kelompok dalam
4. Tidak kehamila
sebelumny prognostik kasus
ditemukan n tuba,
a yang buruk.. anatomi
pada dan satu
panggul
penelitian telah
yang
sebelumny menerima
terdistorsi
a adhesiolis
pada
is
mereka
sederhana
yang
dalam
memiliki
tuba
adhesi
kontralate
panggul
ral.
yang
4. Tingkat
parah
rekurensi
4. Mudah
sebesar
terjadi
70%
rekurensi

2.7.1 Perbandingan antara tatalaksana pembedahan dengan konservatif

Penatalaksanaan dari hidrosalping bervariasi tergantung pada keyakinan


diagnosis, keinginan akan fertilitas, dan gejala yang terkait. Pada wanita tanpa
gejala yang pernah melakukan persalinan, dan di mana bukti sonografi
mendukung diagnosis hidrosalping, manajemen ekspektatif adalah tipikal. Pada

27
mereka dengan nyeri panggul atau kemandulan, atau yang diagnosisnya tidak
pasti, laparoskopi diagnostik sering dipilih.23
Pada sebuah studi meta-analisis, didapati bahwa terdapat 7 penelitian
dengan metode uji acak terkendali (randomized controlled trial) yang memiliki
kesimpulan bahwa pada wanita hamil yang mengalami hidrosalping, kelompok
hidrosalping yang tidak ditatalaksana secara pembedahan memilki risiko dua kali
lipat mengalami keguguran dibandingkan dengan kelompok hidrosalping yang
ditatalaksana secara pembedahan. Studi meta-analisis ini juga menyatakan bahwa
terdapat 6 penelitian kohort observasional yang memiliki kesimpulan yang sama.10
Pada studi meta-analisis lainnya, juga didapati bahwa tindakan oklusi tuba
dan salpingektomi lebih superior dibandingkan dengan tatalaksana konservatif
untuk tatalaksana kasus hidrosalping dengan kehamilan. Untuk hasil klinis pada
kandungan pasien dengan hidrosalping dengan kehamilan, tindakan oklusi tuba
dan salpingektomi juga lebih superior.24

2.7.2 Perbandingan antara salpingostomi dengan salpingektomi dan oklusi


tuba

Untuk wanita yang tidak ingin mempertahankan kesuburan dapat dilakukan


tatalaksana laparoskopi (melisiskan adhesi dan salpingektomi). Sebaliknya, pada
wanita yang menginginkan kesuburan, intervensi bedah tergantung pada derajat
kerusakan tuba. Dengan meningkatnya derajat distorsi tuba, tingkat kesuburan
akan menurun. Pada wanita dengan penyakit tuba ringan, laparoskopi
salpingostomi telah menghasilkan tingkat kehamilan 80 persen dan merupakan
pendekatan yang masuk akal.23
Sebelum IVF menjadi hal yang rutin dilakukan, tatalaksana difokuskan
untuk memperbaiki patologi tuba (termasuk hidrosalping) untuk memungkinkan
wanita agar dapat meningkatkan peluang konsepsi alami mereka. Teknik-teknik
ini termasuk adhesiolisis peritubal, fimbrioplasti dan pada penyakit tuba yang
paling parah, salpingostomi. Namun, karena meningkatnya penggunaan metode
IVF, salpingostomi sekarang jarang dilakukan dibandingkan operasi sterilisasi,
seperti salpingektomi dan oklusi tuba, yang bertujuan untuk memastikan bahwa

28
cairan hidrosalpingeal terpisah dari rongga endometrium tempat embrio
ditempatkan. Ada bukti bahwa dengan menggunakan teknik sterilisasi ini akan
menggandakan peluang keberhasilan IVF pada wanita dengan hidrosalping
sehingga operasi sterilisasi telah menjadi praktik klinis yang umum dilakukan.16
Dengan kemajuan dalam teknik IVF, teknik ini menjadi teknik yang paling
sering digunakan saat ini daripada mencoba memulihkan fungsi tuba. Selain itu,
efek buruk dari hidrosalping pada implantasi dan tingkat kehamilan di IVF telah
dipelajari dengan baik, menyebabkan banyak ahli bedah memutuskan untuk
mengangkat tuba falopi yang rusak sebelum teknik IVF.14
Teknik reproduksi berbantuan (ART) menghasilkan tingkat keberhasilan
yang tinggi untuk wanita dengan infertilitas faktor tuba. Karena ART berpotensi
efektif untuk semua kategori infertilitas, selama dua dekade ini penelitian
infertilitas telah difokuskan pada teknik dan hasil IVF, daripada mengembangkan
teknik bedah atau melatih tindakan dalam bedah mikro tuba. Melakukan
salpingostomi laparoskopi sebelum IVF pada wanita dengan kelainan tuba dengan
prognosis yang baik dapat meningkatkan hasil dari IVF, dan sekaligus
menawarkan potensi konsepsi spontan.20
Karena tingginya penatalaksanaan IVF pada kasus infertilitas tuba, operasi
sterilisasi (salpingektomi dan oklusi tuba) menunjukkan peningkatan tingkat
keberhasilan IVF sebanyak dua kali lipat. Hal ini menjadikan prosedur operasi
sterilisasi semakin rutin dilakukan dengan harapan cairan hidrosalping tidak
mencapai dan mengganggu lingkungan endometrium. Namun, masih ada peran
salpingostomi dalam pengobatan hidrosalping pada sub kelompok perempuan
tertentu, yang memenuhi beberapa keadaan, untuk dilakukan uji coba konsepsi
alami.9
Tinjauan sistematis dari 22 studi (termasuk 2810 pasien) menunjukkan
bahwa wanita yang telah menjalani salpingostomi untuk hidrosalping memiliki
tingkat kehamilan spontan 27%, tingkat kehamilan klinis kumulatif 25,5% pada
24 bulan setelah salpingostomi dan tingkat kelahiran hidup 25%. Hal ini
menunjukkan bahwa salpingostomi adalah strategi pengobatan alternatif yang
efektif untuk prosedur sterilisasi tuba. Akan tetapi, terdapat risiko tinggi

29
kehamilan ektopik setinggi 10%, dan studi lebih lanjut diperlukan untuk
mengidentifikasi subpopulasi yang akan mendapat manfaat paling besar dari
operasi konservasi tuba, dengan pertimbangan yang masuk akal mengenai
kemungkinan konsepsi alami berikutnya.16

2.7.3 Perbandingan antara salpingektomi dengan oklusi tuba

Pasien dengan hidrosalping unilateral dan tuba fallopi kontralateral yang


baik dapat menunjukkan peningkatan tingkat kesuburan setelah salpingektomi
atau oklusi tuba proksimal dari tuba yang terkena dan hamil tanpa membutuhkan
IVF. Ada perbedaan statistik yang signifikan antara laparoskopi salpingektomi dan
oklusi tuba proksimal dengan histeroskopi pada tuba yang terkena hidrosalping
sehubungan dengan terjadinya kehamilan. Terjadinya kehamilan lebih tinggi pada
kelompok yang dilakukan laparoskopi salpingektomi (52%) dibandingkan
kelompok yang dilakukan oklusi tuba proksimal dengan histeroskopi tuba yang
terkena hidrosalping (26%).14,25
Pada penelitian yang dilakukan oleh Dreyer et al. (2016), laparoskopi
salpingektomi lebih direkomendasikan dibanding oklusi tuba proksimal dengan
histeroskopi dalam pengobatan hidrosalping pada wanita yang menjalani IVF
sehubungan dengan kehamilan. Penelitian ini mendapatkan hasil dimana 11 dari
42 pasien (26,2%) yang dilakukan oklusi tuba proksimal dengan histeroskopi
berhasil mengalami kehamilan, sedangkan 24 dari 43 pasien (55,8%) yang
dilakukan laparoskopi salpingektomi berhasil mengalami kehamilan. Penelitian
ini dilakukan pada wanita berusia 18-41 tahun dengan hidrosalping unilateral dan
hidrosalping bilateral.7
Tatalaksana yang paling sering dilakukan pada pasien hidrosalping adalah
salpingektomi. Studi meta-analisis yang dilakukan Perel dkk., mendapatkan
kesimpulan bahwa salpingektomi dikaitkan dengan kelahiran hidup IVF,
kehamilan dan tingkat implantasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pilihan
pengobatan hidrosalping lainnya.1
Meskipun tindakan pemasangan Essure (oklusi tuba dengan histereskopi)
sebelum IVF pada wanita dengan hidrosalping meningkatkan kemungkinan

30
terjadinya kehamilan dibandingkan tanpa intervensi (36% vs 13%), tindakan ini
juga meningkatkan keguguran yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
intervensi lain (38% vs 15%).5
Hasil yang didapat pada studi meta-analisis yang dilakukan oleh Tsiami dkk.
mendapat hasil yang berbeda. Studi meta-analisis ini mendapatkan hasil bahwa
oklusi tuba merupakan tatalaksana pembedahan yang lebih baik dibandingkan
dengan salpingektomi.24,26
Sebuah studi yang membandingkan oklusi tuba dengan salpingektomi untuk
kasus hidrosalping sebelum IVF melaporkan bahwa kadar follicle-stimulating
hormone (FSH) meningkat setelah tindakan salpingektomi, tetapi tidak meningkat
setelah tindakan oklusi proksimal. Walaupun terdapat perbedaan ini, studi ini
menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam stimulasi ovarium atau hasil IVF
antara kedua tindakan.4

31
BAB 3
KESIMPULAN

Hidrosalping berasal dari kata Yunani yang menandakan tuba falopi yang
diisi dengan air atau cairan karena oklusi distal total, dengan distensi abnormal di
bagian ampula.Modalitas diagnosis dalam hidrosalping adalah USG, CT-Scan,
MRI, dan Histerosalpingografi (HSG). Hidrosalping cenderung tidak
menunjukkan gejala, dan konsekuensi utamanya adalah infertilitas.

Pada wanita hamil yang mengalami hidrosalping, kelompok hidrosalping


yang tidak ditatalaksana secara pembedahan memilki risiko dua kali lipat
mengalami keguguran dibandingkan dengan kelompok hidrosalping yang
ditatalaksana secara pembedahan. Pada studi lainnya juga didapati bahwa
tindakan oklusi tuba dan salpingektomi lebih superior dibandingkan dengan
tatalaksana konservatif pada kasus hidrosalping dengan kehamilan.

Karena tingginya penatalaksanaan IVF pada kasus infertilitas tuba, operasi


sterilisasi (salpingektomi dan oklusi tuba) menunjukkan peningkatan tingkat
keberhasilan IVF sebanyak dua kali lipat. Hal ini menjadikan prosedur operasi
sterilisasi semakin rutin dilakukan dengan harapan cairan hidrosalping tidak
mencapai dan mengganggu lingkungan endometrium. Namun, masih ada peran
salpingostomi dalam pengobatan hidrosalping pada sub kelompok perempuan
tertentu, yang memenuhi beberapa keadaan, untuk dilakukan uji coba konsepsi
alami.

Tindakan laparoskopi salpingektomi ataupun oklusi tuba sebelum


dilakukan IVF memiliki tingkat keberhasilan terapi dan keberhasilan kehamilan
yang tinggi. Dengan membandingkan kedua pilihan tatalaksana ini, laparoskopi
salpingektomi lebih direkomendasikan dibanding oklusi tuba proksimal dengan
histeroskopi dalam pengobatan hidrosalping pada wanita yang menjalani IVF
sehubungan dengan kehamilan.

32
Suatu studi mendapatkan kesimpulan bahwa salpingektomi dikaitkan
dengan kelahiran hidup IVF, kehamilan dan tingkat implantasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pilihan pengobatan hidrosalping lainnya.

Intervensi bedah seperti salpingektomi atau oklusi tuba sebelum IVF


meningkatkan hasil dari IVF, tetapi prosedur ini sering dikontraindikasikan pada
wanita dengan adhesi panggul yang padat. Pendekatan laparoskopi tidak
sepenuhnya bebas dari komplikasi, seperti adhesi, perforasi usus dan cedera pada
saluran kemih. Efek samping ini dapat mempengaruhi kesuburan bahkan menjadi
lebih parah dari kondisi awal, terutama pada kelompok pasien yang rentan terkena
PID. Ketika laparoskopi tidak dianjurkan, tatalaksana secara histeroskopi
merupakan pilihan paling efektif untuk pengelolaan hidrosalping sebelum IVF.

Prognosis yang baik dikaitkan dengan pasien yang tidak mengalami adhesi
adnexa, tuba yang hanya sedikit melebar (<3 cm) dengan dinding tipis dan lentur,
dan endosalping subur dengan lipatan mukosa yang masih baik. Prognosis yang
buruk memiliki adhesi peritubal padat yang luas, tuba melebar secara masif
dengan dinding fibrotik yang tebal, dan / atau mukosa luminal yang jarang atau
tidak ada.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Volodarsky-Perel, A., Buckett, W. and Tulandi, T. (2019). Treatment of


hydrosalpinx in relation to IVF outcome: a systematic review and meta-
analysis. Reproductive BioMedicine Online.
2. Palazón, P., Saura, L., de Haro, I., Martín-Solé, O., Albert, A., Tarrado, X.
and Julià, V. (2018). Bilateral hydrosalpinx in patients with Hirschsprung’s
disease. Journal of Pediatric Surgery, 53(10), pp.1945-1950.
3. Yohannes, E., Kazanjian, A., Lindsay, M., Fujii, D., Ieronimakis, N.,
Chow, G., Beesley, R., Heitmann, R. and Burney, R. (2019). The human
tubal lavage proteome reveals biological processes that may govern the
pathology of hydrosalpinx. Scientific Reports, 9(1).
4. American Society for Reproductive Medicine 2015, Role of tubal surgery
in the era of assisted reproductive technology : a committee opinion,
American Society for Reproductive Medicine.
5. Barbosa, M., Sotiriadis, A., Papatheodorou, S., Mijatovic, V., Nastri, C.
and Martins, W. (2016). High miscarriage rate in women treated with
Essure® for hydrosalpinx before embryo transfer: a systematic review and
meta-analysis. Ultrasound in Obstetrics & Gynecology, 48(5), pp.556-565.
6. Sariroh, W. and Primariawan, R. (2015). Tingginya Infeksi Chlamydia
trachomatis pada Kerusakan Tuba Fallopi Wanita Infertil. Majalah Obstetri
& Ginekologi, 23(2), p.69.
7. Dreyer, K., Lier, M., Emanuel, M., Twisk, J., Mol, B., Schats, R., Hompes,
P. and Mijatovic, V. (2016). Hysteroscopic proximal tubal occlusion versus
laparoscopic salpingectomy as a treatment for hydrosalpinges prior to IVF
or ICSI: an RCT. Human Reproduction, 31(9), pp.2005-2016.
8. Venturella, R., Morelli, M. and Zullo, F. (2015). The Fallopian Tube in the
21st Century: When, Why, and How to Consider Removal. The
Oncologist, 20(11), pp.1227-1229.
9. Ng, K. and Cheong, Y. (2019). Hydrosalpinx – Salpingostomy,
salpingectomy or tubal occlusion. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics & Gynaecology.

34
10. Harb, H., Ghosh, J., Al-Rshoud, F., Karunakaran, B., Gallos, I. and
Coomarasamy, A. (2019). Hydrosalpinx and pregnancy loss: a systematic
review and meta-analysis. Reproductive BioMedicine Online, 38(3),
pp.427-441.
11. Amer, M., Ahmed, M. and Hassan, D. (2018). Hysteroscopic tubal
occlusion using iso-amyl-2-cyanoacrylate in patients with
hydrosalpinx. Journal of Obstetrics and Gynaecology Research, 44(12),
pp.2174-2180.
12. Briceag, I., Costache, A., Purcarea, V. L., Cergan, R., Dumitru, M., Sajin,
M., Ispas, A. T. (2015). Fallopian tubes – literature review of anatomy and
etiology in female infertility. Journal of Medicine and Life, 8(2), pp. 129-
131.
13. Hays, D. and Clark, N.R., 2016. Gynecologic Anatomy and
Physiology. Women’s Gynecologic Health, p.77.
14. Farhan, A.S. (2016). Laparoscopic Versus Hysteroscopic Tubal
Disconnection in Unilateral Hydrosalpinx and it's Value on Occurrence of
Spontaneous Pregnancy. International Invention Journal of Medicine and
Medical Sciences, 3(8), p.153-158.
15. Indian Fertility Society 2017, ARText : Hydrosalpinx in Assisted
Reproduction, Indian Fertility Society.
16. Ng, K. Y. B., & Cheong, Y. (2019). Hydrosalpinx–salpingostomy,
salpingectomy or tubal occlusion. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics & Gynaecology.
17. Taylor RC; Berkowitz J; McComb PF. Role of laparoscopic salpingostomy
in the treatment of hydrosalpinx. Fertility and Sterility. 2001; 75(3): 1-7.
18. Cenksoy; PO, et al. The Proximal Tuba Occlusion In Women with
Bilateral Hydrsalpinx Undergoing in Vitro Fertilization. Journal of Clinical
and Analytical Medicine. 2015: 1-4.
19. Fouda UM; Sayed AM; Abdelmoty HI; Elsetohy KA. Ultrasound guided
aspiration of hydrosalpinx fluid versus salpingectomy in the management
of patients with ultrasound visible hydrosalpinx undergoing IVF-ET: a
randomized controlled trial. BMC Women’s Health. 2015:15; 21.

35
20. Yuk, J. S., Kim, K. H., Park, J. K., & Lee, J. H. (2017). Single-port
laparoscopic neosalpingostomy for hydrosalpinx. Gynecology and
minimally invasive therapy, 6(3), 116-119.
21. Chu, J., Harb, H., Gallos, I., Dhillon, R., Al-Rshoud, F., Robinson, L. and
Coomarasamy, A. (2015). Salpingostomy in the treatment of hydrosalpinx:
a systematic review and meta-analysis. Human Reproduction, 30(8),
pp.1882-1895.
22. Padubidri VG; Daftary SN. Howkins & Bourne : Shaw’s Textbook of
Gynaecology: 16 th Edition. Elsevier. 2015. Available at:
https://books.google.co.id/books?
id=hDITBwAAQBAJ&pg=PA306&lpg=PA306&dq=shaws+textbook+of+
gynecology+milking&source=bl&ots=K6r5NezTML&sig=ACfU3U0jkAz
LxlJOlVzPB2e6GJQqo3opzg&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwicxM6IqMD
lAhXKs48KHVajDNcQ6AEwAHoECAoQAQ#v=onepage&q=milking&f
=false [Accessed on 29 October 2019]
23. D’Arpe, S., Franceschetti, S., Caccetta, J., Pietrangeli, D., Muzii, L. and
Panici, P. (2014). Management of hydrosalpinx before IVF: A literature
review. Journal of Obstetrics and Gynaecology, 35(6), pp.547-550.
24. Gomel, V. (2015). The place of reconstructive tubal surgery in the era of
assisted reproductive techniques. Reproductive BioMedicine Online, 31,
pp. 722-731.
25. Hoffman, B., Schorge, J., Bradshaw, K., Halvorson, L., Schaffer, J. and
Corton, M. (2016). Williams gynecology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill
Education.
26. Tsiami, A., Chaimani, A., Mavridis, D., Siskou, M., Assimakopoulos, E.
and Sotiriadis, A. (2016). Surgical treatment for hydrosalpinx prior toin-
vitrofertilization embryo transfer: a network meta-analysis. Ultrasound in
Obstetrics & Gynecology, 48(4), pp.434-445.
27. Song T; Lee DH; Kim HC; Seong SJ. Laparrascopic tube-preserving
surgical procedures for ectopic tubal pregnancy. Obstet Gynecol Sci. 2016;
59(6): 512-518.
28. Mol F, et al. The ESEP study: Salpingostomy versus salpingectomy for
tubal ectopic pregnancy: The impact on future fertility: A randomized
controlled trial. BMC Women’s Health. 2008; 8: 11.

36
29. Health Evidence Review Commision. Opportunistic Salpingectomy for
Ovarian Cancer Prevention. 2017 Available at:
https://www.oregon.gov/oha/HPA/DSI-HERC/EvidenceBasedReports/CG-
Salpingectomy.pdf [Accessed on 31 October 2019]
30. Bayrak A, et al. Recurrence of hydrosalpinges after cuff neosalpingostomy
in a poor prognosis populayion. J Assist Reprod Genet. 2006; 23: 285-288

37

Anda mungkin juga menyukai