Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Kelainan pada tuba fallopi memiliki beberapa penyebab seperti
sumbatanyang berasal dari kelainan infeksi dan neoplasma yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi normal tuba hingga dapat menyebabkan
kematian.(Aziz et al., 2011).
Penyebab lain kelainan pada tuba fallopi adalah infeksi. Salpingitis adalah
salah satu penyebab umum terjadinya infertitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan
kerusakan pada tuba fallopi secara permanen yang menyebabkan sel telur
yang dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan seperma sehingga
dapat menyebabkan infertilitas.Salpingitis Isthmica Nodosa atau disebut juga
divertikulosis tuba fallopii adalah pembentukan jaringan parut noduler pada
tuba fallopi terutama bagian dua pertiga proksimal dengan ciri adanya
divertikel kecil yang ditemukan pada pemeriksaan patologi dan radiologi.
(Behr et al., 2012)
Hydrosalpinx adalah kondisi dimana terjadi sumbatan pada saluran telur
wanita (tuba fallopii) dan terisi cairan (hidro).Melebarnya tuba akibat cairan
ini bisa bervariasi dalam ukuran tergantung jumlah cairan yang ada.Kondisi
ini dapat bilateral atau unilateral, dan tabung yang terkena dapat mencapai
beberapa sentimeter.
Tubo-ovarian abscessatau disebut juga dengan abses tuba ovarium (ATO)
adalah akumulasisuatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di mana
kondisi tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada dinding pelvis
yang mengalami inflamasi.
Keganasan pada tuba fallopii merupakan jenis kanker yang jarang
dijumpai.genetic, yaitu mutasi c-erb, p53, k-ras, dan ada kaitannya dengan
BRCA1 danBRCA2.Di Amerika Serikat kejadiannya 3.6 dari satu
jutaperempuan. Lebih dari 60% kanker tuba dijumpai pada usia pascamenopouse.

1
2

Untuk mendiagnosis kelainan pada tuba Fallopii dapat menggunakan


pemeriksaan penunjang radiologi.Lebih jauh keputusan diagnosis memerlukan
riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik. Beberapa kelainan pada tuba fallopi
membutuhkan radiologi sebagai baku standar penegakkan diagnosis. (Aziz et al.,
2011).

1.2TujuanPenulisan

1.2.1 Tujuan Umum

a. Untuk memberikan penjelasan mengenai bebagai kompleksitas pada


kelainan tuba fallopi.
b. Untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai gambaran klinis
berbagai kasus dalam dunia media yang terkait dengan kelainan pada
tuba fallopi.
1.2.2 Manfaat

a. Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta


wawasan penulis mengenai kelainan pada tuba fallopi.
b. Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang komponen yang ikut
berperan dalam menyebabkan terjadinya kelainan pada tuba fallopi.
c. Dapat menambah banan bahan pustaka institusi.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Tuba Uterina (juga disebut tuba fallopi atau oviduct) bertugas sebagai
saluran oosit dari ovarium ke uterus.Tuba uterine memiliki panjang 10-12 cm
dan berjalan sepanjang aspek superior dari ligament yang luas.Tuba failopi
terdiri dari corneal, isthmus, dan ampulla.Isthmus merupakan bagian akhir
medial yang sempit dari setiap tuba uterin yang terhubung dengan
uterus.Infundibulum distal yang lebar meluas dengan bentuk ramping, proyeksi
finger-like disebut fimbriae.Bagian tengah dari tuba, disebut ampulla, dimana
fertilisasi terjadi.Tuba uterine juga memiliki 3 lapisan yaitu lapisan luar serosa,
lapisan tengah otot halus, dan lapisan dalam mukosa. Sebagai tambahan
terhadap adanya mucus-secreting cells, maka mukosa lapisan dalam
mengandung sel bersilia yang bergerak dengan arahan uterus, menghasilkan
arus yang penting untuk menggerakkan oosit. (OpenStage Coliege,2014)

Gambar 1. Anatomi Tuba Fallopi


4

Setelah ovulasi, oosit sekunder yang dikelilingi oleh sedikit sel


granulose dilepaskan pada ruang peritoneal.Tuba uterin terdekat, kiri atau
kanan, menerima oosit.Tidak seperti sperma, oosit tidak punya flagella,
oleh karena itu tidak bisa bergerak dengan sendirinya.Sehingga oosit
bergerak dari tuba uterin dan pergi ke uterus karena konsentrasi estrogen
yang tinggi yang terjadi disekitar waktu ovulasi mempengaruhi kontraksi
otot halus disepanjang tuba uterin.Kontraksi ini terjadi 4-8 detik dan
hasilnya adalah pergerakan yang terkoordinasi yang menyapu permukaan
ovarium dan ruang pelvis.Aliran ke uterus secara umum dikoordinasikan
oleh pergerakan silia yang berbaris di sebelah permukaan luar dan lumen
sepanjang tuba uterine.Silia ini bergerak lebin kuat akibat dari konsentrasi
estrogen yang tinggi pada waktu ovulasi.Hasil mekanisme ini,
oocyie_granulosa cell complexatiavik di dalam tuba.Sedangkan di dalam,
kontraksi muscular dan gerakan silia memindahkan oosit perlahan ke arah
uterus. Saat fertilisasi terjadi, sperma biasanya bertemu sel telur saat masih
berada di ampulla.Tuba uterin yang berbentuk open-ended structure dapat
memiliki resiko kesehatan yang signifikan apabila bakteri atau kontaminan
lain memasuki vagina dan bergerak ke arah uterus, lalu tuba, kemudian ke
ruang pelvic. Apabila hal ini tidak diperhatikan, infeksi bakteri (sepsis)
dapat dengan cepat mengancam jiwa. (OpenStage College, 2014)

2.2. Pemeriksaan HSG

Hysterosalpingography (HSG)merupakan alat evaluasi uterus dan


tuba faliopi secara radiografi dan digunakan sebagian besar untuk meniiai
infertilitas. Indikasi lain, untuk HSG termasuk untuk menilai wanita
dengan riwayat aborsi spontan berulang, meniiai post-operasi wanita yang
telah menjalani ligasi tuba atau pemutaran ligasi tuba, dan meniiai pasien
yang sebelumnya pemah myomectomy. (Simpson et al, 2006)
Peran utama HSG adalah untuk menilai tuba
faliopi.Ultrasonography (USG) saat ini digunakan untuk menilai
endometrium (misalnya pendarahan uterus abnormal, polip) dan
5

kehamilan, dimana magnetic resonance imaging lebih digunakan untuk


menilai myometrium uterin dan ovarium.Terdapat dua kontraindikasi dari
HSG yakni kehamilan dan infeksi aktif pelvis.Pemeriksaan HSG harus
dijadwalkan selama hari 7-12 dari siklus menstruasi (hari 1 adalah hari
pertama keluar darah haid).Endometrium tipis selama selama fase
proliferative ini, bukti bahwa memudahkan interpretasi gambar dan juga
memastikan bahwa tidak ada kehamilan.
Pada HSG, tuba fallopi harus muncul dengan gambaran tipis, garis
halus yang terbentang pada bagian ampulla. Bagian isthmus memiliki
gambaran mirip dengan spageti.Beberapa komplikasi dapat terjadi dengan
HSG paling sering khususnya, pendarahan dan infeksi dan kesadaran dari
komplikasi yang mungkin dari HSG merupakan hal yang
penting.Meskipun demikian, HSG tetap merupakan alat yang bernilai
dalam mengevaluasi uterus dan tuba faliopi. (Simpson et al, 2006)
Kelainan tuba yang dapat dilihat dari HSG dapat berupa kelainan
kongental, akibat spasme, oklusi, dan infeksi. (Browne ei al, 2009)

Gambar 2. HSG normal

Gambar 3.Radiograf menunjukan material kontras intraperitoneal tumpah dari


tuba fallopi. Pada kasus ini tumpahan membentuk garis
6

Gambaran 4. HSG frontal menunjukan kontur fundus dari endrometrial (tanda


panah)

2.3.Kelainan Tuba Fallopi


2.3.1. Salpingitis
a. Definisi
Salpingitis adalah infeksi atau peradangan pada saluran tuba. Hal
ini sering digunakan secara sinonim dengan penyakit radang panggul
(PID), meskipun PID tidak memiliki definisi yang akurat dan dapat
merujuk pada beberapa penyakit pada saluran kelamin bagian atas
perempuan, seperti endometritis, ooforitis, myometritis, parametritis dan
infeksi pada panggul peritoneum. Sebaliknya, salpingitis hanya merujuk
infeksi dan peradangan di saluran tuba.Hampir semua
kasus salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri, termasuk penyakit
menular seksual seperti gonore dan klamidia. (Behr et al., 2012)
Salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertitas
pada wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka
infeksi ini akan menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi secara
permanen yang menyebabkan sel telur yang dikeluarkan dari ovarium
tidak dapat bertemu dengan seperma sehingga dapat menyebabkan
infertilitas.(Behr et al., 2012)
Salpingitis biasanya dikategorikan baik akut maupun kronis.Dalam
salpingitis akut, tuba falopii menjadi merah dan bengkak dan
mengeluarkan cairan ekstra sehingga dinding bagian dalam tabung sering
terjadi perlengketan.Tabung juga dapat tetap berpegang pada struktur
7

terdekat seperti usus.Kadang-kadang, tabung fallopi bisa mengisi dan


mengasapi dengan nanah.Dalam kasus yang jarang terjadi, pecah tabung
dan menyebabkan infeksi berbahaya rongga perut (peritonitis).
Salpingitis akut (biasanya bilateral) menjalar ke ovarium hingga juga
terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi nama adnexitis. Paling
sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococus,
streptococus dan bakteri TBC.Salpingitis kronis biasanya berasal dari
salpingitis akut. Salpingitis kronik apabila infeksi sudah berat atau meluas,
bertahan lama dan mungkin saja gejala sudah terasa tidak
mengganggu.(Behr et al., 2012)
b. Epidemiologi
Lebih dari satu juta kasus salpingitis akut dilaporkan setiap tahun di
Amerika Serikat, namun jumlah insiden ini mungkin lebih besar, karena
metode pelaporan tidak lengkap dan terlalu dini dan bahwa banyak kasus
dilaporkan pertama ketika penyakit itu telah pergi begitu jauh bahwa
mereka telah mengembangkan kronis komplikasi.
Bagi wanita berusia 16-25 tahun, salpingitis adalah infeksi serius yang
paling umum. Ini mempengaruhi sekitar 11% dari wanita usia reproduktif.
Salpingitis memiliki insiden yang lebih tinggi di antara anggota kelas-
kelas sosial ekonomi rendah.Namun, hal ini dianggap sebagai akibat dari
perilaku seks sebelumnya, beberapa mitra dan kemampuan rendah untuk
menerima perawatan kesehatan yang layak bukan karena faktor resiko
independen untuk salpingitis.Sebagai akibat dari peningkatan risiko karena
beberapa mitra, prevalensi salpingitis tertinggi untuk orang yang berusia
15-24 tahun.Penurunan kesadaran gejala dan kurang kemauan untuk
menggunakan alat kontrasepsi juga umum dalam kelompok ini,
meningkatkan terjadinya salpingitis. (Behr et al., 2012)
8

c. Etiologi
Salpingitis merupakan sinonim dari penyakit radang panggul (PID).
PID terjadi karena infeksi polimikrobakterial pada sistem genitalia wanita
( uterus, tuba fallopi dan ovarium ) yang menyebabkan peningkatan
infeksi pada daerah vagina atau servikx. Infeksi ini jarang terjadi sebelum
siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama
kehamilan.Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi
bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur
kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran,
aborsi dan biopsi endometrium).
Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri
yang biasaya menyebabkan Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan
steptococus. Selain itu salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular
seksual seperti gonorrhea, Chlamydia, infeksi puerperal dan
postabortum.Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh
tuberculosis.Selanjutnya bisa timbul radang adneksa sebagai akibat
tindakan (kerokan, laparatomi, pemasangan IUD, dan sebagainya) dan
perluasan radang dari organ yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:Aktinomikosis
(infeksi bakteri), Skistosomiasis (infeksi parasit), Tuberkulosis,
penyuntikan zat warna pada pemeriksaanrontgen khusus. Beberapa bakteri
yang paling umum bertanggung jawab untuk salpingitis
meliputi:Klamidia, Gonococcus (yang menyebabkan gonore),
Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.(Prawironardjo, 2011).
d. Patofisiologi
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian
tuba fallopi. Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening,
infeksi pada salah satu tuba fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang
lain. Pada beberapa kasus, salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri
seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.Selain itu
9

salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti gonore


dan klamidia.
Infeksi ini dapat terjadi sebagai berikut :
- Naik dari cavum uteri
- Menjalar dari alat yang berdekatan sepert dari apendiks yang
meradang
- Haematogen terutama salpingitis tuberculosa.
Salpingitis biasanya bilateral.Bakteri dapat diperkenalkan dalam berbagai
cara, termasuk:
- Hubungan seksual
- Penyisipan sebuah IUD (perangkat intra-uterus)
- Keguguran
- Aborsi
- Melahirkan
- Apendisitis
Salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertilitas pada
wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi
ini akan menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi sehingga sel telur
rusak dan sperma tidak bisa membuahi sel telur. Radang tuba falopii dan
radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama
salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu
kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun
infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah
dari jaringan-jaringan di sekitarnya.(Prawirohardjo, 2011).
e. Gejala Klinis
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke
bagian tuba fallopi. Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah
bening, infeksi pada salah satu tuba fallopi biasanya menyebabkan infeksi
yang lain. Pada beberapa kasus, salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri
seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.Selain itu
10

salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti gonore


dan klamidia.
Infeksi ini dapat terjadi sebagai berikut :
- Naik dari cavum uteri
- Menjalar dari alat yang berdekatan sepert dari apendiks yang
meradang
- Haematogen terutama salpingitis tuberculosa.
Salpingitis biasanya bilateral.Bakteri dapat diperkenalkan dalam berbagai
cara, termasuk:
- Hubungan seksual
- Penyisipan sebuah IUD (perangkat intra-uterus)
- Keguguran
- Aborsi
- Melahirkan
- Apendisitis
Salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertilitas pada
wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi
ini akan menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi sehingga sel telur
rusak dan sperma tidak bisa membuahi sel telur. Radang tuba falopii dan
radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama
salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu
kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun
infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah
dari jaringan-jaringan di sekitarnya.(Prawirohardjo, 2011).
f. Diagnosis
Diagnosis salpingitis dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Umum: suhu biasanya meningkat, sering sampai 120F atau
103F. Tekanan darah biasanya normal, walaupun deyut nadi seringkali
cepat.Pada saat itu, terkadang postur tubuh membungkuk.
11

- Pemeriksaan Abdomen: nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah.


Nyeri lepas, ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan
distensi merupakan tanda peradangan peritoneum.Nyeri tekan pada hepar
dapat diamati pada 30% pasien.
- Pemeriksaan Pelvis: sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien
mersa tidak nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan
spekulum, sekret purulen akan terlihat keluar dari ostium ueteri. Serviks
sangat nyeri bila digerakkan.Uterus ukurannya normal, nyeri (terutma
bila digerakkan).Adneksa bilateral sangat nyeri.
3. Pemeriksaan Penunjang atau Tes Laboratorium
- Hitung darah lengkap dan Apusan darah : hitung leukosit cenderung
meningkat dan dapat sampai 20.000 dengan peningkatan leukosit
polimorfonuklear dan peningkatan rasio bentuk batang dengan segmen.
Kadar hemoglobin dan hemokrit biasanya dalam batas-batas normal.
Penigkatan kadarnya berkaitan dengan dehidrasis.
- Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif
intraseluler pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan serviks
ataupun suatu AKDR dengan pasien dengan salphingitis simptomatik
merupakan penyokong adanya infeksi neisseria yang memerlukan
pengobatan. Biakan bakteriologi diperlukan untuk identifikasi positif
neisseria gonorrhoeae.
- Gambaran Radiologis
1. USG
Meskipun ultrasonografi (USG) adalah tidak diindikasikan
untuk diagnosa penyakit ini, ini adalah tes diagnostik pilihan
untuk evaluasi kemungkinan TOA. ultrasonografi juga
mungkin dapat membantu dalam mengatur keluar beberapa
etiologi dalam diferensial, seperti kista ovarium, ovarium torsi,
dan, mungkin, apendisitis atau endometriosis.
USG Transabdominal tidak mampu membedakan antara
pyosalpinx, hydrosalpinx, akut salpingitis, tuboovarian
kompleks, atau TOA, dan diferensiasi ini ditingkatkan dengan
USG transvaginal.
12

Gambar 5. USG Salpingitis

2. HSG
Salpingitis dapat di diagnosis menggunakan pemeriksaan
radiograpi.Histerosalpingogram atau HSG menunjukkan
banyaknya diverticuli atau kantong luar yang menonjol dari
lumen tuba sampai ke dinding dari isthmic yang melewati porsi
dari tuba fallopian. Karena itu dengan pemeriksaan HSG
gambaran radiologis dari tuba diverticulosis kelihatan.(12,13)

Gambar 6.HSG dari salpingitis

- Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi.Pemeriksaan


ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin.
13

g. Penatalaksanaan
Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian
antibiotic (sesering mungkin sampai beberapa minggu).Antibiotik dipilih
sesuai dengan mikroorganisnya yang menginfeksi. Pasangan yang diajak
hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining dan bila perlu dirawat, untuk
mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama
masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali.
Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat
keberhasilan 85% dari kasus. Perawatan dini dengan antibiotik yang tepat
efektif terhadap N gonorrhoeae, trachomatis C, dan organisme endogen yang
tercantum di atas sangat penting untuk mencegah gejala sisa jangka
panjang.Mitra seksual harus diperiksa dan diobati dengan tepat.
Dua rejimen rawat inap telah terbukti efektif dalam pengobatan
penyakit radang panggul akut:

Cefoxitin, 2 g intravena setiap 6 jam, atau cefotetan, 2 g setiap 12 jam,


ditambah doksisiklin, 100 mg intravena atau oral setiap 12 jam . Rejimen
ini dilanjutkan setidaknya selama 24 jam setelah pasien menunjukkan
perbaikan klinis yang signifikan. Doxycycline, 100 mg dua kali sehari,
harus dilanjutkan untuk menyelesaikan total 14 hari terapi. Jika abses
tubo-ovarium hadir, disarankan untuk menambahkan klindamisin oral
atau metronidazole untuk doksisiklin untuk menyediakan lebih cakupan
anaerobik efektif.
Klindamisin, 900 mg intravena setiap 8 jam, ditambah gentamisin
intravena dalam dosis pemuatan 2 mg / kg diikuti dengan 1,5 mg / kg
setiap 8 jam. Rejimen ini dilanjutkan setidaknya selama 24 jam setelah
pasien menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan dan diikuti oleh
clindamycin baik, 450 mg empat kali sehari, atau doksisiklin, 100 mg dua
kali sehari, untuk menyelesaikan total 14 hari terapi.
14

b) Perawatan di rumah sakit


Perawatan penderita salpingitis di rumah sakit adalah
denganmemberikan obat antibiotic melalui Intravena (infuse) Jika terdapat
keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.
c) Tindakan Bedah
Pembedahan pada penderita salpingitis dilakukan jika pengobatan
dengan antibiotic menyebabkan terjadinya resistan pada bakteri.Tubo-
ovarium abses mungkin memerlukan eksisi bedah atau aspirasi transkutan
atau transvaginal.Kecuali pecah diduga, lembaga terapi antibiotik dosis
tinggi di rumah sakit, dan terapi monitor dengan USG. Pada 70% kasus,
antibiotik yang efektif, dalam 30%, ada respon yang tidak memadai dalam
48-72 jam, dan intervensi yang diperlukan. Adnexectomy Unilateral diterima
untuk abses sepihak.Histerektomi dan bilateral salpingo-ooforektomi
mungkin diperlukan untuk infeksi berat atau dalam kasus penyakit kronis
dengan nyeri panggul keras.

2.3.2. Salpingitis Isthmica Nodosa


a. Definisi
SIN atau disebut juga divertikulosis tuba fallopii adalah
pembentukan jaringan parut noduler pada tuba fallopii terutama bagian
dua pertiga proksimal dengan ciri adanya divertikel kecil yang ditemukan
pada pemeriksaan patologi dan radiologi.Salpingitis berarti peradangan
pada salping (tuba). Isthmica mengarah pada nama untuk area anatomi di
dekat bagian atas dari uterus (isthmus). Nodosa berarti bentuk noduler
yang terlihat secara makroskopis. (Chamie et al., 2011)
b. Epidemiologi
Pertama didiagnosis pada tahun 1951 dengan pemeriksaan HSG, SIN
mengenai sekitar 5% perempuan muda dengan rerata usia 26 tahun dan
banyak terjadi di Jamaica dan pada 85% kasus terjadi uniteral.
Suatu penelitian prospektif dan retrospektif telah dilakukan untuk
menganalisa lesi patologis pada tuba fallopii pada 200 kehamilan
tuba.Pada suatu analisa retrospektif terhadap 100 kasus kehamilan tuba, 27
15

kasus ditemukan SIN.Penelitian prospektif terhadap 100 kehamilan tuba


dengan pemeriksaan mikroskopis ditemukan 57 SIN.Suatu penelitian
terhadap 100 tuba fallopii yang diperoleh dari otopsi dan spesimen bedah,
5 tuba menunjukkan SIN. Pengamatan ini mengindikasikan suatu
hubungan yang bermakna antara kehamilan tuba dan SIN.(Cnamie, 2011)
c. Etiologi
Etiologi SIN tidak diketahui secara pasti meskipun disebutkan
kemungkinan penyebab termasuk post inflamasi, kongenital ataupun
dapatan (tetapi bukan inflamasi).Chiari yang pertama kali
mendeskripsikan kelainan ini menyatakan bahwa penyebabnya adalah
salpingitis suatu kondisi peradangan pada tuba fallopii yang kebanyakan
didapat selama usia reproduktif sebagai akibat dari infeksi. Tetapi
hubungan langsung dengan proses infeksi belum dapat dibuktikan.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa SIN suatu proses non-inflamasi
serupa dengan adenomyosis uteri dan divertikulosis pada organ lain. Tetap
walaupun begitu pasien biasanya memiliki bukti biologis salpingitis
sebelumnya mungkin memiliki titer antibodi chlamydial serum yang tinggi
dan mungkin terdapat protein membran luar yang utama dari
C.Trachomatis pada tuba yang terkena.
Creasy et al menemukan bahwa 89% tuba yang terkena SIN
terbukti mempunyai riwayat peradangan, setelah dilakukan tindakan
radiologis, tindakan bedah maupun kondisi histologis.Mereka
menyimpulkan bahwa SIN merupakan kondisi konsekuensi langsung suatu
infeksi atau juga merupakan predisposisi pasien tersebut untuk terkena
infeksi berikutnya akibat stasis dalam divertikel.(Prawirohardjo, 2011).
d. Gejala Klinis
SIN tidak menimbulkan gejala klinis langsung.Pasien kebanyakan
datang untuk pemeriksaan HSG dengan keluhan infertilitas baik primer
maupun sekunder dapat juga disertai dengan riwayat kehamilan
ektopik.(Hadisaputra, 2006).
16

e. Diagnosis
Pemeriksaan HSG
Diagnosis terbaik SIN secara radiologis diperoleh dari HSG di
mana temuan khas berupa nodul divertikel (ruang yang terisi bahan
kontras di jaringan periluminal yang berhubungan dengan lumen tuba
fallopii), tunggal atau multipel maupun jalur-jalur linier di sekitar lumen
tuba terutama di pars istmica, unilateral maupun bilateral.Jika mengikuti
teori oleh Chiari bahwa post inflamasi adalah etiologinya maka gambaran
divertikel diakibatkan oleh pertumbuhan epitel tuba yang berlebihan dan
membentuk inklusi dalam dinding otot yang hipertrofi dan hiperplasi
mengakibatkan gambaran noduler.

Gambar 7. HSG Salpingitis Isthmica Nodosa

Area noduler pada SIN berat menunjukkan beberapa kantung yang


terisi oleh bahan kontras.Tidak terdapat saluran yang dominan yang
terlihat pada saat bahan kontras mengalir di dalam tuba.Hal ini berarti
tidak terdapat saluran langsung untuk berjalannya sperma. Kondisi ini
akan meningkatkan kemungkinan kehamilan tuba.

Diagnosis banding SIN terutama salpingitis tuberkulosis.Temuan


HSG salpingitis TB bervariasi sesuai perubahan patologinya.Keterlibatan
tuba pada kasus TB hampir selalu bilateral tetapi derajatnya dapat
bervariasi pada kedua sisi.HSG dapat menunjukkan sakulasi dengan
17

infiltrasi bahan kontras di sekitar tuba yang memberikan gambaran seperti


awan (cloud like appearance) atau disebutkan sebagai sinus yang
halus.Mungkin juga ditemukan penyebaran bahan kontras yang tidak
teratur menyerupai gambaran kapas (cotton wool plug) yang disebutkan
sebagai gambaran khas salpingitis TB.Pada salpingitis TB dapat
ditemukan dapat juga ditemukan striktur fokal yang menyebabkan
gambaran tuba seperti manik-manik (beaded appearance) dan kalsifikasi
dalam lumen tuba.Tuba dapat mengerut dan kehilangan elastisitas
dindingnya.Lumen tuba mungkin mengalami konstriksi dan sedikit
melebar pada bagian paling distal yang terisi bahan kontras.Obstruksi tuba
sering ditemukan pada TB tetapi bukan patognomonik.Hidrosalping
dengan berbagai derajat dapat dijumpai.Pada tahap fibrotik, tuba kaku
seperti pipa tanpa peristaltik.

Tanda utama yang membedakan SIN dengan salpingitis TB antara


lain konsistensi bentuk noduler dari divertikel pada SIN; kelainan tuba
yang hampir selalu bilateral pada salpingitis TB, sementara SIN tidak
selalu bilateral; dan lesi SIN terutama ditemukan di bagian proksimal tuba
(isthmus), sementara salpingitis TB pertama dijumpai pada daerah ampulla
(distal) dan kemudian isthmus; selain itu pada salpingitis TB sering
dijumpai kalsifikasi tuba, ovarium atau limfonodi serta deformitas uterus.
f. Penatalaksanaan
SIN merupakan salah satu bentuk oklusi tuba dan meskipun
beberapa bentuk oklusi tuba berespon terhadap terapi antibiotik maupun supresi
hormon, SIN terkadang memerlukan terapi bedah karena meningkatnya resiko
kehamilan tuba.Kehamilan tuba (kehamilan ektopik) meningkat akibat jaringan
parut pada canalis tuba yang merupakan saluran yang dilewati sel telur menuju
uterus.Terapi bedah dilakukan dengan laparatomi yang dilanjutkan reseksi dan
anastomosis tuba yang mengalami oklusi.Selain lebih invasif terapi ini
memerlukan rawat inap serta pemulihan yang lebih lama.
Terapi oklusi secara non-bedah dilakukan pada kasus oklusi tuba bagian
proksimal yaitu kateterisasi tuba fallopii transcervical yang dipandu oleh
18

fluoroskopi.Prosedur ini dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan


memakan waktu sekitar 45 menit dengan sedasi ringan.Pada rekanalisasi tuba ini,
suatu kateter dan sistem guide wire digunakan untuk menghilangkan sumbatan,
suatu teknik yang dapat dikerjakan oleh ahli radiologi intervensional dengan hasil
yang memuaskan.

2.3.3. Hidrosalping
a. Definisi
Hidrosalping adalah gabungan dari kata Yunani (hidro -
"air") dan (salpinx terompet"); jamak adalah
hydrosalpinges.Hydrosalpinx adalah kondisi dimana terjadi sumbatan pada
saluran telur wanita (tuba fallopii) dan terisi cairan (hidro).Melebarnya
tuba akibat cairan ini bisa bervariasi dalam ukuran tergantung jumlah
cairan yang ada.Kondisi ini dapat bilateral atau unilateral, dan tabung yang
terkena dapat mencapai beberapa sentimeter. (Anwar et al, 2011)
b. Etiologi
Penyebab utama untuk oklusi tuba distal adalah penyakit radang
panggul (PID), atau salpingitis kronik (peradangan tuba falopi), yang
dapat dipicu oleh infeksi klamidia atau gonore. Namun, tidak semua
infeksi panggul akan menyebabkan oklusi tuba distal. Tuba tuberkulosis
merupakan penyebab umum pembentukan Hidrosalping. Sehingga dapat
dijelaskan bahwa etiologi dari hidrosalping antara lain :
a) Penyakit radang panggul (PID), atau salpingitis kronik (peradangan
tuba falopi), yang dapat dipicu oleh infeksi klamidia atau gonore.
b) Gonorrhea - Penyakit Menular Seksual (PMS) yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae.
c) Chlamydia - Penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh
bakteri, Chlamydia trachomatis, yang dapat merusak organ reproduksi
wanita.
d) IUD, endometriosis, dan operasi kadang-kadang berhubungan dengan
masalah ini. Sebagai reaksi terhadap cedera, tubuh bergegas mengirim
19

sel-sel inflamasi ke daerah peradangan dan kemudian hasil


penyembuhan menyebabkan hilangnya fimbria dan terjadi penutupan
tabung.
e) Kehamilan
f) Aborsi
c. Patofisiologi
Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba
abdominalis.Sebagian dari epitel mukosa tuba masih berfungsi dan
mengeluarkan cairan akibat retensi cairan tersebut dalam
tuba.Hidrosalping sering kali ditemukan bilateral, berbentuk seperti pipa
tembakau dan dapat menjadi sebesar jeruk keprok.Hidrosalping dapat
berupa hidrosalping simpleks dan hidrosalping follikularis.Pada
hidrosalping simpleks terdapat satu ruangan berdinding tipis, sedang
hidrosalping follikularis terbagi dalam ruangan kecil.
Proses peradangan dan penyembuhan akibat infeksi tersebut
menghancurkan halus jari-seperti fimbria, yang membentang dari ujung
tuba fallopi pada ovarium. Fimbria bertanggung jawab untuk membawa
telur untuk menunggu sperma dan sel telur dan sperma bergerak bersama-
sama untuk pembuahan.Ketika terluka, fimbria menjadi menyatu bersama-
sama, sehingga menutup tabung.Cairan kemudian mengumpulkan di
saluran tuba, sehingga mustahil bagi mereka untuk
berfungsi.(Prawirohardjo, 2011).
d. Gejala
Gejala dapat bervariasi. Beberapa pasien mengalami nyeri perut
sering berulang bawah atau nyeri panggul , sementara yang lain mungkin
asimtomatik. Sebagai fungsi tuba terhambat, infertilitas adalah gejala yang
umum.Beberapa orang mungkin mengalami keputihan tidak normal karena
infeksi panggul atau peradangan.Pasien yang tidak mencoba untuk hamil
dan tidak memiliki rasa sakit, mungkin tidak terdeteksi.
20

e. Diagnosis
Ada beberapa cara untuk mendiagnosa Hidrosalping. Karena
saluran tuba yang sangat kecil, semua metode ini menggunakan beberapa
bentuk sinar-X atau kamera dengan jelas untuk melihat anatomi, antara
lain:
1. USG.
Dalam prosedur ini, sebuah pemeriksaan menggunakan alat
usg yang dimasukkan ke dalam vagina.Teknologi USG menggunakan
sonar atau gelombang suara frekuensi tinggi untuk menghasilkan
gambar real-time dari saluran tuba. Sebuah tabung fallopi normal
biasanya tidak terlihat pada USG, sebuah tabung berisi cairan akan
terlihat lebih besar dan 'berbentuk sosis'. USG singkat, non-invasif dan
tidak menyakitkan, dan sering digunakan dalam penilaian awal dari
indung telur, rahim dan saluran tuba.Namun, hidrosalping kecil
mungkin terlewatkan oleh sonografi, sehingga HSG disarankan untuk
mendiagnosis kondisi ini.

Gambar 8. USG Hidrosalping

2. Hysterosalpingogram (HSG).
Suatu metode pemeriksaan diagnostik untuk memeriksa ke dalam
rahim, saluran tuba (fallopian tubes) dan daerah sekitarnya. Pemeriksaan
ini menggunakan x-ray dan biasa dilakukan pada wanita yang mengalami
kesulitan untuk hamil.
21

Suatu zat kontras akan dimasukkan melalui vagina ke dalam rahim,


dan kemudian akan gambar diambil dengan alat x-ray, dan kemudian
akan terlihat zat kontras melewati rahim dan saluran tuba. Gambar yang
diambil menggunakan sinar stabil X-ray ( fluoroscopy) sebagai pewarna
melewati melalui rahim dan saluran tuba. Hasil pemeriksaan akan
memperlihatkan apakah ada blockage (pembuntuan) pada saluran tuba -
yang mana dapat menghambat pertemuan sel sperma dengan sel telur,
dan juga menghambat sel telur melewati saluran tuba. Selain itu dapat
juga dianalisa apakah ada kelainan pada rahim, yang mungkin bisa
menghambat implantasi hasil konsepsi pada dinding rahim.
Histerosalpingogram (HSG) biasanya dilakukan untuk:
a. Menemukan suatu penyumbatan pada saluran tuba. Biasanya ini
dilakukan pada wanita yang sulit hamil. Kadang infeksi dapat
menyebabkan scarring yang menyebabkan saluran terbuntu, dan kadang
zat kontras dapat membuka blockage tersebut
b. Melihat kondisi rahim, apakah ada struktur yang abnormal, ada
tumor, atau benda asing dalam rahim. Kelainan itu biasanya bisa
menyebabkan terjadinya keguguran.
Tes ini biasa dilakukan 2-5 hari setelah menstruasi berhenti, hal ini
untuk memastikan tidak adanya suatu kehamilan. Dokter biasanya akan
menanyakan riwayat alergi (beberapa pasien dapat mengalami alergi
terhadap zat kontras yang akan dimasukkan), dan juga riwayat kesehatan
yang lainnya.
Metode pemeriksaannya biasanya memakan waktu 15-30 menit.
Pasien akan dipersilakan untuk berbaring kemudian suatu alat (speculum)
akan dimasukkan dalam vagina, agar dokter bisa melihat ke dalam cervix
(leher rahim), dan setelah bagian cervix dibersihkan, maka melalui suatu
tube, cairan kontras akan dimasukkan ke dalam rahim. Jika tidak terjadi
pembuntuan, maka cairan akan mengalir menuju ke saluran tuba, dan
nantinya zat kontras akan diserap oleh tubuh.
22

Efek samping, jika ada, mungkin melibatkan nyeri panggul atau


kram.Ibuprofen dapat diberikan sebelum prosedur dilakukan dan dapat
membantu mengurangi efek samping yang mungkin timbul.Kebanyakan
wanita dapat melanjutkan aktivitas sehari-hari segera.

Gambar 9. HSG Hidrosalping bilateral

3. Laparoskopi
Prosedur bedah menggunakan teknik bedah invasif minimal
yang menggunakan alat-alat berdiameter kecil untuk menggantikan
tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah di dalam rongga
perut.Kamera mini digunakan dengan terlebih dahulu dimasukkan gas
untuk membuat jarak pemisah antara rongga sehingga dapat terlihat
dengan jelas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat
layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua
tangannya. Laparoskop dimasukkan ke daerah panggul melalui sayatan
kecil di pusar, memungkinkan ahli bedah untuk melihat secara langsung
saluran tuba pada layar.Dalam kasus-kasus tertentu, laparoskopi dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis sebelumnya baik
hidrosalping atau kondisi lain, tetapi karena itu adalah prosedur bedah
yang memerlukan anestesi umum, umumnya tidak digunakan untuk
diagnosis awal.
23

Gambar 10. Laparoskopi Hidrosalping

g. Penatalaksanaan
1. Terapi operatif biasanya dilakukan. Indikasi terapi ini adalah:
a) Apabila keluhan tetap ada dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
b) Apabila tiap kali timbul reaktivisasi dari proses radang.
c) Apabila ada infertilitas yang sebabnya terletak pada tuba, dalam hal
ini sebaiknya dilakukan laparoskopi dahulu untuk mengetahui
apakah ada harapan yang cukup besar bahwa dengan pembedahan
tuba dapat dibuka dengan sempurna dan perlekatan dapat dilepaskan.

Terapi operatif kadang-kadang mengalami kesukaran berhubung dengan


perlekatan yang erat antara tuba/ ovarium dengan uterus, omentum dan
usus, yang memberi harapan yang terbaik untuk menyembuhkan
penderita ialah operasi radikal, terdiri atas histerektomi dan salpingo-
ooforektomi bilateral.Akan tetapi, hal ini hanya dapat dilakukan pada
wanita yang hampir menopause.Pada wanita yang lebih muda satu
ovarium untuk sebagian atau seluruhnya perlu ditinggalkan, kadang-
kadang uterus harus ditinggalkan dan hanya adneksa dengan kelainan
yang nyata diangkat.Jika operasi dilakukan atas dasar indikasi infertilitas,
maka tujuannya adalah untuk mengusahakan supaya fungsi tuba pulih
kembali.Perlu dipikirkan kemungkinan diadakan in vitro fertilization.
Dalam beberapa kasus, terutama di mana Hidrosalping yang
kecil, jenis penyumbatan dapat diperbaiki, sehingga kehamilan terjadi
secara alami.Hal ini memerlukan prosedur bedah yang disebut
24

neosalpingostomy, di mana laparoskopi adalah pembedahan dimasukkan


ke perut dan sebuah insisi dibuat untuk membuka tuba falopi
tersumbat.Pemulihan dari prosedur ini relatif cepat dan aktivitas normal
dapat dilanjutkan dalam beberapa hari. Karena kesehatan ovarium dan
penurunan kualitas telur setelah usia 35, operasi pembalikan lebih layak
untuk pasien yang lebih muda yang mampu menunggu waktu tambahan.
Untuk hidrosalping besar, biasanya dilakukan salpingektomiy.
Pasien hamil setelah operasi tuba harus dipantau sangat erat untuk
kehamilan ektopik mungkin.Ini adalah situasi yang berpotensi serius di
mana janin implan dan tumbuh di tuba falopi bukan rahim.Karena
perubahan keberhasilan yang rendah dengan upaya bedah rekonstruksi
dari tabung (beberapa studi telah menunjukkan tingkat kehamilan 10% di
tahun neosalpingostomy berikut hydrosalpinges), dan karena peningkatan
risiko kehamilan ektopik, kebanyakan wanita mengalami kerusakan tuba
signifikan disarankan untuk langsung berpindah ke IVF.
2. In Vitro Fertilization (IVF).
Pada pasien dengan Hidrosalping, saluran tuba dapat dilewati
seluruhnya menggunakan perawatan IVF.Perawatan ini melibatkan
suatu program kesuburan meningkatkan obat untuk menghasilkan
beberapa telur dalam ovarium.Telur kemudian 'dipanen', atau dihapus
dari indung telur dan dikombinasikan dengan sperma pria di
laboratorium.Telur yang baru dibuahi kemudian ditransfer langsung ke
rahim wanita melalui tabung kecil yang disebut kateter.
Umumnya penelitian mendapatkan rendahnya angka
keberhsailan IVF pada wabita dengan hydrosalpix, tetapi tidak
semuanya setuju bahwa hydrosalpinx menyebabkan menrunnya angka
keberhasilan IVF.Secara umum didapatkan penurunan 20-30% pada
wanita dengan hydrosalpinx.
Diduga cairan dari hydrosalping masuk ke rahim. Dipercayai
cairan ini memiliki efek toksik pada lapisan dalam rahim
(endometrium) , atau langsung meracuni embryo, atau keduanya. Juga
25

diduga adanya efek "flushing" dari cairan ini, sehingga embryo yang
sempat menempel dengan erat sudah "hanyut" duluan. Penelitian
memperlihatkan bahwa dengan melakukan pembedahan pada saluran
tuba yang rusak ini mala angka keberhsailan IVF akan meingkat. Cara
lain apabila tuba sulit diangkat adalah dengan memisahkannya dari
rahim (tanpa diangkat).

2.3.4. Abses Tuba- Ovarian


a. Definisi
Tubo-ovarian abscessatau disebut juga dengan abses tuba ovarium
(ATO) adalah akumulasisuatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis
di mana kondisi tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada
dinding pelvis yang mengalami inflamasi. Sepertiga sampai setengah
pasien dengan ATO mempunyai riwayat penyakit pelvic inflammatory
disease(PID).PID dan ATO merupakan infeksi dari polymicrobial
bakteri aerobic dan anaerobic.Di mana Neissheria gonorrhoeeae dan
klamidia trakomatis merupakan bakteri yang berperan dalam hal ini
menginfeksi abses.Namun lebih banyak bakteri yang berperan adalah
Escherisia koli dan spesies dari Batroides.(Anwar et al., 2011)
b. Epidemiologi
Abses tuba ovarium (ATO)yang merupakan komplikasi dari PID
terjadi pada sekitar 15% kasus dan 33% kasus PID yang akhirnya
menjadi ATO. Kematian akibat ATO sangat menurun dengan dratis
selama 50 tahun ini. Namun, angka kesakitan (morbidity) yang
berhubungan dengan ATO meningkat secara signifikan dengan
komplilasi termasuk infertilitas, kehamilan ektopik, chronic pelvic
pain, pelvic thrombophlebitis dan ovarian vein thrombosis.
Perkiraan insiden tahunan abses pelvis oleh karena berbagai
penyebab di Amerika Serikat mencapai sekitar 100.000 kasus pertahun.
ATO umumnya terjadi pada wanita umur 20 hingga 40 tahun. Lebih tua
daripada puncak prevalensi pelvic inflamasi disease (PID). Alat
26

kontrasepsi IUD dilaporkan berhubungan dengan peningkatan risiko


ATO.
c. Etiologi
Terdapat sejumlah organisme penyebab yang dapat menyebabkan
infeksi pada ovarium dan tuba fallopi. Organisme yang ditemukan pada
ATO juga ditemukan pada PID, yaitu infeksi campuran polimikrobal
dengan prevalensi tinggi mikroba anaerob.Spesies streprokokus,
escherecia coli dan organisme enterik gram negatif lain juga sering
ditemukan. Kuman anaerob yang sering ditemukan adalah bakterioides
dan prevotela, prophyromonas serta peptostreptokokus. Gonokokus
jarang ditemukan pada ATO walaupun sering dijumpai pada PID.
Sejumlah organisme lain ditemukan dalam laporan kasus ATO di
beberapa studi, seperti Pseudomonas aeruginosa dan aktinomises.
Organisme yang jarang seperti Pasteurella multocida, salmonella
enteritidis, candida spp serta kriptokokus neoforman juga ditemukan
sebagai penyebab ATO pada beberapa kasus.(Prawirohardjo, 2011).
d. Patofisiologi
Abses tuba ovarium (ATO) primer umumnya sebagai komplikasi
PID, selain karena operasi pelvis. Infeksi pelvis bukan merupakan
komplikasi umum akibat pengobatan hormonal untuk infertilitas
(0,4% dari 1500 kasus pengambilan oosit transvaginal pada sebuah
studi, tetapi ATO dapat ditemukan pada beberapa pasien dengan
hiperstimulasi ovarium). ATO sekunder berasal dari perforasi usus
(apendisitis, diverkulitis) dengan penyebaran infeksi intraperitonial,
atau akibat keganasan pelvis. Penggolongan klinis antara ATO primer
dan sekunder kadang sangat sulit. ATO primer merupakan diagnosis
umum pada wanita premenopausal, akan tetapi pada wanita
pascamenopause, adanya keganasan ginekologi atau patologi pelvis
lain penyebab ATO sekunder tidaklah umum dan harus segera
disingkirkan.
Pelvic inflamasi disease (PID) berasal dari penyebaran patogen
27

melalui lumen organ reproduksi dan kedalam kavum peritonial pelvis


melalui ostium tuba. Jika mikroorganisme tidak dapat diatasi oleh
imunitas tubuh atau pengobatan medis maka akan merusak jaringan
tubuh. Infeksi permukaan, aglutinasi,dan abses terbentuk saat bakteri,
leukosit dan cairan terakumulasi pada suatu ruangan tertutup. Perfusi
abses ke dinding dalam sangat berbahaya, menimbulkan lingkungan
anaerobik sehingga kuman anaerobik asli ataupun fakultatif dapat
berkembang biak.
Ovarium dapat melekat dengan fimbrie dari tuba yang terinfeksi
(pyosalphing) dan menjadi dinding abses, atau infeksi ovarium
primer, yang dapat berlanjut menjadi abses. Usus, peritonium
parientale, uterus dan omentum biasanya menjadi melekat. Abses
dapat membesar dan mengisi kavum douglas, atau bocor dan
menimbulkan abses metastasis.
Jika pertahanan tubuh mampu mengatasi, maka infeksi kemudian
menjadi steril. Proses ini mencakup drainase spontan ke dalam celah
viskus. Akan tetapi, jika terjadi ruptur intraperitonial, infeksi dapat
menyebar cepat dan timbul bakteremia. Pembentukan abses
merupakan keadaan terakhir pertahanan tubuh dan infeksi yang
mencapai keadaan ini sangat berat dan berbahaya. ATO merupakan
bentuk komplikasi paling berbahaya dari PID.
e. Gejala Klinis
Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling khas, cenderung
memberat, konstan dan difus disekitar abdomen bagian bawah.Karena
peritonitis meluas, area rasa nyeri menjadi lebih luas, nyeri maksimum
cenderung terlokalisir pada tempat abses.Perdarahan per vaginam,
spotting dan secret merupakan gejala variable yang dapat menunjukan
adanya disfungsi ovarium, endometritis penyerta atau servisitis.
Gejala-gejala penyerta meliputi demam, menggigil, anoreksia,
nausea dan vomitus.Nyeri sewaktu defekasi atau diare memberikan
kesan keterlibatan rectum.Disuria sering kencing piuria atau hematuria
28

memberi kesan keterlibatan vesika urinaria.Pada pemeriksaan abdomen


didapatkan nyeri pelvis, nyeri lepas dan defance muscular merupakan
penemuan yang khas untuk peradangan peritoneum.Bising usus sering
hipoaktif atau tidak ada, distensi disebabkan oleh ileus paralitik.Abses
pelvis yang besar dapat terpalpasi pada abdomen.
f. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang utama atau gold standard yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis Abses tuba ovarium
(ATO) adalah ultrasonografi (USG).Pada beberapa literatur
mengatakan bahwa sensitifitas dan spesifisitas USG dalam menegakkan
diagnosis ATO adalah 82% dan 91%.
USG memiliki kelebihan yaitu ketersediaan, kemudahan dan cepat
digunakan, serta lebih aman bagi pasien karena tidak menghasilkan
radioaktif dan lebih murah dibandingkan dengan pemeriksaan
pencitraan lainnya seperti, CT-Scan maupun MRI.

Gambar 11. USG Abses tubo-ovarian


Gambaran ATO yang tampak pada USG berupa gambaran
homogen, kadang simetris, kistik, dinding tipis, berbatas tegas. Kadang
gambaran udara mungkin terlihat bersepta terutama pada ATO
multilokasi. Pemeriksaan USG ini sendiri diindikasikan pada pasien
curiga PID, pasien dengan massa yang dapat teraba di daerah adneksa,
serta adanya nyeri tekan atau faktor lain yang menghalangi
pemeriksaan rektovaginal dilakukan untuk menyingkirkan ATO.
29

g. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotika yang poten, penegakkan diagnosis dan
penanganan medis sedini mungkin, memberikan outcome yang baik pada
pasien. Umumnya para klinisi merekomendasikan sekurang-kurangnya
waktu 24 jam observasi bagi pasien dengan abses tuboovarial.
Hingga saat ini sebenarnya belum ada standar terapi untuk ATO.
Akan tetapi beberapa ahli merekomendasikan terapi medikamentosa
yang meliputi antimikroba untuk bakteri anaerob. Angka keberhasilan
terapi dengan pemberian 2 jenis antibiotik yang dikombinasi mencapai
sekitar 90%. Rekomendasi terbaik adalah dengan pemberian ceftriakson
dan doksisiklin atau gentamisin dan klindamisin dimana kombinasi
keduanya memiliki efektivitas hingga 91% sedangkan kombinasi
gentamisin dan metronidazole memiliki efektivitas yang sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan dua kombinasi diatas yaitu 89%.
Pada pasien yang menunjukkan hasil yang baik terhadap protokol
medikamentosa ini, maka antibiotika ini harus dilanjutkan selama 10-14
hari. Evaluasi harus terus dilakukan setiap minggu selama 3-4 minggu
berikutnya.Jika terapi medikamentosa gagal atau ditemukan abses besar,
maka prosedur drainase perlu dilakukan meskipun tatalaksana
pembedahan masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Beberapa teknik
drainase yang dapat dilakukan antara lain:
a. Drainase transvaginal
Tindakan drainase ini dilakukan dengan menggunakan arahan USG
atau laparoskopi. Tindakan ini dilakukan dengan memberikan jalur
langsung dari vagina ke dalam kavum douglas atau regio adneksa
dimana abses biasanya terlokalisasi. Ukuran abses atau adanya
multilokaritas tidak mempengaruhi angka kesuksesan dari drainase
transvagina. Aspirasi dengan arahan USG memiliki efektifitas tinggi,
terlebih jika dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan saat cairan
abses sedikit kental.
30

Gambar9.Teknik Drainase Transvaginal

b. Drainase laparoskopi
Penggunaan laparoskopi sebelum pemasangan drainase merupakan
pendekatan alternatif. Beberapa studi menjelaskan bahwa drainase
laparoskopi dengan pemberian antibiotika sebagai terapi awal mampu
menyembuhkan 95% pasien ATO.
c. Drainase pembedahan
Tindakan drainase cavum douglas dengan insisi kolpotomi telah
digunakan selama beberapa tahun sebelumnya. Akan tetapi prosedur ini
tidak boleh dikerjakan kecuali abses teraba pada linea mediana, melekat
pada dinding vagina, dan mengisi sepertiga atas septum rektovaginal.
Namun tindakan drainase ini kurang disukai karena beberapa laporan
berhubungan dengan tingginya komplikasi kematian, dan angka reoperasi
untuk infeksi lanjutan.
31

2.3.5. Kanker Tuba Fallopi


a.Definisi
Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan
tumbuh secara otonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal
sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalambentuk dan strukturnya.
Sementara itu kasus yang mayor terjadi adalah unilateral, namun
pada beberapa kasus, kedua tuba mungkin dapat terkena.Jenis pola
pertumbuhan termasuk nodular, papillary, infiltrate, dan difus, dengan
serosa papillary.
Sebagai catatan, papillary serous carcinoma dari tuba fallopi
identik dengan ovarian serous carcinoma. Dari sisi radiologi, mungkin
akan sulit untuk membedakan carcinoma tuba dari masa ovarium lain
.Grayscale ultrasound imaging secarasederhana menyatakan padat atau
sebagian padat dan masa adnexa kistik dengan bermacam-macam
echotexture.
Ciri khas dari Primary Fallopian Tube Carcinoma dapat non-
spesifik dan membuat radiologis memasukkan diagnosis banding seperti
tubo-ovarian abscess, ovarian tumor, and ectopic pregnancy.Tumor dari
tuba fallopi cenderung memproduksi sekresi serosa, menghasilkan
hidrosalpinx yang dikenal sebagai adnexal anechoic atau hypoechoic
tubular structure.Analisis lebih lanjut dengan Doppler akan
menunjukkanaliran vascular resisten rendah di dalam proyeksi papilar atau
masa intraluminal. Gambaran 3D sonografi mungkin bermanfaat
uniukmendeteksi iregularitas dinding tuba, termasuk preoyeksi papilar
danpseudosepta. (JOGC, 2010)

b. Epidemiologi
Kankertuba fallopi termasuk kanker yang sangat jarang dijumpai.
Kanker ini merupakan 0,1% sampai 1,8% dari kanker ginekologik. Di
Amerika Serikat kejadiannya 3.6 dari satu juta perempuan. Lebih dari 60%
kanker tuba dijumpai pada usia pascamenopouse. (Anwar et al., 2011)
Berulang kali penelitian epidemiologi besar telah dipublikasikan
32

untuk mendukung hubungan antara endometriosis dan karsinoma epitel


ovari, khususnya clear cell dan subtype endometrioid.Pada penelitian
Brinton et al meninjau lebih dari 20.000 wanita yang di diagnosis
endometriosis. Mereka mengidentifikasi sebuah peningkatan terhadap
resiko terjadinya kanker, terutama resiko kanker ovarium, dengan
Standardized Insidence Ratio (SIR: rasio dari sejumlah pasien yang
diharapkan menjadi kanker) berturut-turut adalah 1.2 (95% Cl 1.1 sampai
1.3) dan 1.9 (95% Cl 1.3 sampai 2.8). Beberapa laporan yang diterbitkan
mendukung hubungan ini termasuk penelitian Kobayasni et al menyatakan
6398 wanita dengan endometriomas, yang mana didokumentasikan secara
pembedahan pada 1/3 wanita dan sisanya dengan ultrasound atau
pemeriksaan fisik. Setelah 17 tahun follow up, 46 kanker ovarium yang
dapat diidentifikasi.fied (SIR 8.95; 95%CI 4.12 sampai 15.3 ). Analisis
dari kelompok data wawancara dari 8 kontrol kasus menunjukkan bahwa
wanita dengan infertilitas, khususnya mereka yang
menderitaendometriosis, lebih rentan berkembang kanker ovarium dalam
tubunnya (OR 1.73; 95% Cl 1.10 sampai 2.71).
c. Etiologi
Neoplasma atau pertumbuhan baru dari jaringan yang bersifat
abnormal dapat bersifat benigna (jinak) atau maligna (ganas).
1) Benigna
Neoplasma jinak yang biasanya terjadi adalah tumor berbentuk kistik
Varian ini dinamakan kista morgagni.Lokasi tersering dari tumor kistik
tuba ini adalah pada atau dekat ujung fimbria.Kista ini berdinding tipis,
transparan, berisi cairan jernih. Ukuran rata-rata adalah 1 cm dan
dindingnya tersusun dari jenis yang sama dengan tuba. Jarang sekali
menimbulkan gejala klinis dan pada sebagian kasus, tumor ini ditemukan
hanya saat melakukan operasi atau laparoskopi. Contoh lain dari
neoplasma jinak yang lebih jarang di tuba fallopii adalah tumor adenoid,
yang terjadi di subserosa atau kadang di mesosalping.
33

2) Maligna
Kanker tuba fallopii merupakan jenis kanker yang jarang
dijumpai.Kanker ini merupakan 0.1%-1.8% dari kanker ginekologik.
Diperkirakan kanker ini memiliki penyebab yang sama dengan kanker
ovarium dari segi kelainan genetic, yaitu mutasi c erb, p53, k-ras, dan ada
kaitannya dengan BRCA1 dart BRCA2. Faktor risiko dari kanker ini
meliputi peradangan kronis tuba, tuberculosis, dan PID.(Aziz et al., 2001)
d. Patofisiologi
Keganasan tuba falopi biasanya dimulai dengan dysplasia atau
carcinoma insitu, lalu berkembang menjadi adenokarsinoma. Peneliti juga
menemukan bahwa nonuterine high-grade carcinoma biasa kebanyakan
terjadi pada tuba pars fimbria.
1) Benigna
Kista Morgagni berisi cairan jernih dan berasal dari saluran
Wolff.Kista ini dilapisi oleh epitel serosa jinak bertipe tuba.Mekanisme
terjadinya kista ini masih belum diketahui secara pasti (Robbins dan
Cotran, 2014).
2) Maligna
Kanker tnba fallopii 60% terjadi pada usia menopause. 90% kanker
bertipe adenokarsinoma serosum papiliferum.Jenis histopatologik lainnya
adalah karsinoma sel jernih dan karsinoma endometrioid.Jenis yang lebih
jarang lagi adalah sarcoma tumor sel germinal, dan limfoma. Faktor risiko
non-genetik dari kanker ini adalah usia paritas rendah dan infertilitas.
e. Gejala Klinis
Pada kejadian neoplasma jinak, tidak ada tanda khas yang
menyertaidari patologitersebut. Biasanya tumor jinak atau kista berukuran
kecil ditemukan saat melakukan USG atau check up. Untuk keganasan
sendiri,seperti keganasan lainnya, gejala tidak khas mungkin muncul
sepertiperdarahan pervaginam (terutama pada usia pascamenopause) disertai
nyeriperut bagian bawah. Tanda yang paling sering ditemukan adalah massa
tumor di pelvis. Pada pemeriksaan sitology, terdapat gambaran
34

badanpsamomma.

Tabel 1. Stadium klinik bedasarkan FIGO


Stadium Temuan

Stadium 0 Karsinoma insitu (terbatas pada mukosa tuba)

Stadium 1 Pertumbuhanya terbatas pada tuba falopii

1A Pertumbuhanya terbatas pada satu tuba, dengna infiterasi ke submukosa atau


muskularis tetapi tdak menembus lapisan serosa, tidak ada asites

1B Pertumbuhanya terbatas pada kedua tuba fallopii dengan infilterasi submukosa


atau muskularis tetapi tidak menembus lapisan serosa, tidak ada asites

1C Tumor stadium 1A dan 1B tetapi tumor telah menginfilterasi ke lapisan serosa,


atau dengna asites yang mengandung sel ganas, atau bilasan peritoneum positif

Stadium II Pertumbuhan mengenai satu atau kedua tuba falopi dengan perluasan ke pelvis

IIA Perluasan atau metastasis ke uterus atau ovarium

IIB Perluasan ke jarangan pelvis lainya

IIC Stadium IIA atau IIB dengan asites yang mengandung sel gangas atau bilasan
peritoneum yang positif

Stadium III Tumor mengenai satu atau kedua tuba fallopii dengan implant pada peritoneum di
luar pelvis atau kelenjar getah bening retroperitoneum atau inguinal positif.
Metastasis pada permukaan hepar termasuk dnegna stadium III. Tumor berbatas
pada organ di pelvis minor tetapi secara histopatologik teradapat metastasis ke
usus kecil atau omentum

IIIA Tumor terbatas pada pelvis minor dan kelenjar getah bening retroperitoneum
negative tetapi secara mikroskopik telah menyebar ke permukaan peritoneum
abdomen

IIIB Tumor mengenai satu atau kedua tuba, dengan implant ke pemukaan peritoneum
abdomen yang dibuktikan secara histopatologik, dan diameternya tidak lebih dari 2
cm

IIIC Implant ke dinding abdomen dengan diameter lebih dari 2 cm, atau kelenjar getah
35

bening retroperitonum atau inguinal positif.

Stadium IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua tuba fallopii dengna metastasis jauh bila
ada fusi pleura harus ada sel ganas positif, baru dimasukkan ke stadium IV. Atau
metastasis ke parenkim hepar ssuai dnegna stadium IV

Pada awal penyakit tidak menimbulkan gejala.Diagnosis sering


terlambat dibuat karena letaknya yang sangat tersembunyi.Biasanya dibuat
secara tak terduga saat laparotomi dan pemeriksaan histologik atas
specimen yang dikirim.Kalau sudah ada keluhan, biasanya sudah
terlambat.Deteksi dini tumor ganas adneksa sukar diupayakan.Perlu dapat
perhatian khusus bila wanita berusia (45-55 tahun), ditemukan tumor
adneksa disertai rasa nyeri dan adanya getah vagina yang semula
kekuning-kuningan kemudian bercampur darah, perlu dicurigai
kemungkinan adanya tumor ganas tuba terutama biasanya oleh karena
mengalami infeksi gonokokus yang menimbulkan peradangan tuba dan
menjadi buntu.Perasaan nyeri ini dapat intermitten atau terus-menerus dan
menjalar ke pangkal paha dan punggung bagian bawah (regio sakro-
koksigeal).Rasa sakit ini yang menyebabkan penderita datang ke dokter.
f. Diagnosis
Pada neoplasma tuba yang bersifat jinak, diagnosis tidak mudah
ditegakan kecuali dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dengan temuan kista
berisi cairan dilapisi oleh epitel serosa jinak bertipe tuba.Sementara pada
neoplasma yang bersifat ganas, diagnosis dapat di konfirmasi dengan
menggunakan USG abdominal atau vaginal yang dilihat perubahan morfologi
adneksanya dengan yang normal. (Takagi, et al.,2007)
Meski begitu, MRI dianggap lebih unggul disbanding USG untuk
menentukan stadium klinik.Diagnosis histopatologik termasuk sulit karena
kesamaan jenis kanker tuba dengan kanker ginekologik lainnya seperti dari
endometrium dan ovarium. Kriteria untuk mendiagnosis kanker tuba adalah
massa tumor sebagian besar berasal dari tuba, secara histologik mukosa tuba
terlihat dalam pola papilifer dan bila dinding tuba terlihat dalam massa kanker
36

tersebut pola transisi dari epitel tuba yang normal sampai ganas dapat
diidentifikasi

Gambar 12. USG Kanker Tuba fallopi


g. Penatalaksanaan
Pengangkatan total carsinosis adalah tnjuan operasi kanker tuba.
Histerektomi abdominal total dengan salpingoophorectomy bilateral dan
omentectomy, appendiktomy, peritoneal washing dan biopsy peritoneum
adalah pengobatan pilihan utama untuk karsinoma tuba. (Kalampokas, 2013)
37

DAFTAR PUSTAKA
38
39

Anda mungkin juga menyukai