PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Kelainan pada tuba fallopi memiliki beberapa penyebab seperti
sumbatanyang berasal dari kelainan infeksi dan neoplasma yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi normal tuba hingga dapat menyebabkan
kematian.(Aziz et al., 2011).
Penyebab lain kelainan pada tuba fallopi adalah infeksi. Salpingitis adalah
salah satu penyebab umum terjadinya infertitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan
kerusakan pada tuba fallopi secara permanen yang menyebabkan sel telur
yang dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan seperma sehingga
dapat menyebabkan infertilitas.Salpingitis Isthmica Nodosa atau disebut juga
divertikulosis tuba fallopii adalah pembentukan jaringan parut noduler pada
tuba fallopi terutama bagian dua pertiga proksimal dengan ciri adanya
divertikel kecil yang ditemukan pada pemeriksaan patologi dan radiologi.
(Behr et al., 2012)
Hydrosalpinx adalah kondisi dimana terjadi sumbatan pada saluran telur
wanita (tuba fallopii) dan terisi cairan (hidro).Melebarnya tuba akibat cairan
ini bisa bervariasi dalam ukuran tergantung jumlah cairan yang ada.Kondisi
ini dapat bilateral atau unilateral, dan tabung yang terkena dapat mencapai
beberapa sentimeter.
Tubo-ovarian abscessatau disebut juga dengan abses tuba ovarium (ATO)
adalah akumulasisuatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di mana
kondisi tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada dinding pelvis
yang mengalami inflamasi.
Keganasan pada tuba fallopii merupakan jenis kanker yang jarang
dijumpai.genetic, yaitu mutasi c-erb, p53, k-ras, dan ada kaitannya dengan
BRCA1 danBRCA2.Di Amerika Serikat kejadiannya 3.6 dari satu
jutaperempuan. Lebih dari 60% kanker tuba dijumpai pada usia pascamenopouse.
1
2
1.2TujuanPenulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
c. Etiologi
Salpingitis merupakan sinonim dari penyakit radang panggul (PID).
PID terjadi karena infeksi polimikrobakterial pada sistem genitalia wanita
( uterus, tuba fallopi dan ovarium ) yang menyebabkan peningkatan
infeksi pada daerah vagina atau servikx. Infeksi ini jarang terjadi sebelum
siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama
kehamilan.Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi
bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur
kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran,
aborsi dan biopsi endometrium).
Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri
yang biasaya menyebabkan Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan
steptococus. Selain itu salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular
seksual seperti gonorrhea, Chlamydia, infeksi puerperal dan
postabortum.Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh
tuberculosis.Selanjutnya bisa timbul radang adneksa sebagai akibat
tindakan (kerokan, laparatomi, pemasangan IUD, dan sebagainya) dan
perluasan radang dari organ yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:Aktinomikosis
(infeksi bakteri), Skistosomiasis (infeksi parasit), Tuberkulosis,
penyuntikan zat warna pada pemeriksaanrontgen khusus. Beberapa bakteri
yang paling umum bertanggung jawab untuk salpingitis
meliputi:Klamidia, Gonococcus (yang menyebabkan gonore),
Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.(Prawironardjo, 2011).
d. Patofisiologi
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian
tuba fallopi. Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening,
infeksi pada salah satu tuba fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang
lain. Pada beberapa kasus, salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri
seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.Selain itu
9
2. HSG
Salpingitis dapat di diagnosis menggunakan pemeriksaan
radiograpi.Histerosalpingogram atau HSG menunjukkan
banyaknya diverticuli atau kantong luar yang menonjol dari
lumen tuba sampai ke dinding dari isthmic yang melewati porsi
dari tuba fallopian. Karena itu dengan pemeriksaan HSG
gambaran radiologis dari tuba diverticulosis kelihatan.(12,13)
g. Penatalaksanaan
Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian
antibiotic (sesering mungkin sampai beberapa minggu).Antibiotik dipilih
sesuai dengan mikroorganisnya yang menginfeksi. Pasangan yang diajak
hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining dan bila perlu dirawat, untuk
mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama
masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali.
Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat
keberhasilan 85% dari kasus. Perawatan dini dengan antibiotik yang tepat
efektif terhadap N gonorrhoeae, trachomatis C, dan organisme endogen yang
tercantum di atas sangat penting untuk mencegah gejala sisa jangka
panjang.Mitra seksual harus diperiksa dan diobati dengan tepat.
Dua rejimen rawat inap telah terbukti efektif dalam pengobatan
penyakit radang panggul akut:
e. Diagnosis
Pemeriksaan HSG
Diagnosis terbaik SIN secara radiologis diperoleh dari HSG di
mana temuan khas berupa nodul divertikel (ruang yang terisi bahan
kontras di jaringan periluminal yang berhubungan dengan lumen tuba
fallopii), tunggal atau multipel maupun jalur-jalur linier di sekitar lumen
tuba terutama di pars istmica, unilateral maupun bilateral.Jika mengikuti
teori oleh Chiari bahwa post inflamasi adalah etiologinya maka gambaran
divertikel diakibatkan oleh pertumbuhan epitel tuba yang berlebihan dan
membentuk inklusi dalam dinding otot yang hipertrofi dan hiperplasi
mengakibatkan gambaran noduler.
2.3.3. Hidrosalping
a. Definisi
Hidrosalping adalah gabungan dari kata Yunani (hidro -
"air") dan (salpinx terompet"); jamak adalah
hydrosalpinges.Hydrosalpinx adalah kondisi dimana terjadi sumbatan pada
saluran telur wanita (tuba fallopii) dan terisi cairan (hidro).Melebarnya
tuba akibat cairan ini bisa bervariasi dalam ukuran tergantung jumlah
cairan yang ada.Kondisi ini dapat bilateral atau unilateral, dan tabung yang
terkena dapat mencapai beberapa sentimeter. (Anwar et al, 2011)
b. Etiologi
Penyebab utama untuk oklusi tuba distal adalah penyakit radang
panggul (PID), atau salpingitis kronik (peradangan tuba falopi), yang
dapat dipicu oleh infeksi klamidia atau gonore. Namun, tidak semua
infeksi panggul akan menyebabkan oklusi tuba distal. Tuba tuberkulosis
merupakan penyebab umum pembentukan Hidrosalping. Sehingga dapat
dijelaskan bahwa etiologi dari hidrosalping antara lain :
a) Penyakit radang panggul (PID), atau salpingitis kronik (peradangan
tuba falopi), yang dapat dipicu oleh infeksi klamidia atau gonore.
b) Gonorrhea - Penyakit Menular Seksual (PMS) yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae.
c) Chlamydia - Penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh
bakteri, Chlamydia trachomatis, yang dapat merusak organ reproduksi
wanita.
d) IUD, endometriosis, dan operasi kadang-kadang berhubungan dengan
masalah ini. Sebagai reaksi terhadap cedera, tubuh bergegas mengirim
19
e. Diagnosis
Ada beberapa cara untuk mendiagnosa Hidrosalping. Karena
saluran tuba yang sangat kecil, semua metode ini menggunakan beberapa
bentuk sinar-X atau kamera dengan jelas untuk melihat anatomi, antara
lain:
1. USG.
Dalam prosedur ini, sebuah pemeriksaan menggunakan alat
usg yang dimasukkan ke dalam vagina.Teknologi USG menggunakan
sonar atau gelombang suara frekuensi tinggi untuk menghasilkan
gambar real-time dari saluran tuba. Sebuah tabung fallopi normal
biasanya tidak terlihat pada USG, sebuah tabung berisi cairan akan
terlihat lebih besar dan 'berbentuk sosis'. USG singkat, non-invasif dan
tidak menyakitkan, dan sering digunakan dalam penilaian awal dari
indung telur, rahim dan saluran tuba.Namun, hidrosalping kecil
mungkin terlewatkan oleh sonografi, sehingga HSG disarankan untuk
mendiagnosis kondisi ini.
2. Hysterosalpingogram (HSG).
Suatu metode pemeriksaan diagnostik untuk memeriksa ke dalam
rahim, saluran tuba (fallopian tubes) dan daerah sekitarnya. Pemeriksaan
ini menggunakan x-ray dan biasa dilakukan pada wanita yang mengalami
kesulitan untuk hamil.
21
3. Laparoskopi
Prosedur bedah menggunakan teknik bedah invasif minimal
yang menggunakan alat-alat berdiameter kecil untuk menggantikan
tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah di dalam rongga
perut.Kamera mini digunakan dengan terlebih dahulu dimasukkan gas
untuk membuat jarak pemisah antara rongga sehingga dapat terlihat
dengan jelas. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat
layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua
tangannya. Laparoskop dimasukkan ke daerah panggul melalui sayatan
kecil di pusar, memungkinkan ahli bedah untuk melihat secara langsung
saluran tuba pada layar.Dalam kasus-kasus tertentu, laparoskopi dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis sebelumnya baik
hidrosalping atau kondisi lain, tetapi karena itu adalah prosedur bedah
yang memerlukan anestesi umum, umumnya tidak digunakan untuk
diagnosis awal.
23
g. Penatalaksanaan
1. Terapi operatif biasanya dilakukan. Indikasi terapi ini adalah:
a) Apabila keluhan tetap ada dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
b) Apabila tiap kali timbul reaktivisasi dari proses radang.
c) Apabila ada infertilitas yang sebabnya terletak pada tuba, dalam hal
ini sebaiknya dilakukan laparoskopi dahulu untuk mengetahui
apakah ada harapan yang cukup besar bahwa dengan pembedahan
tuba dapat dibuka dengan sempurna dan perlekatan dapat dilepaskan.
diduga adanya efek "flushing" dari cairan ini, sehingga embryo yang
sempat menempel dengan erat sudah "hanyut" duluan. Penelitian
memperlihatkan bahwa dengan melakukan pembedahan pada saluran
tuba yang rusak ini mala angka keberhsailan IVF akan meingkat. Cara
lain apabila tuba sulit diangkat adalah dengan memisahkannya dari
rahim (tanpa diangkat).
g. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotika yang poten, penegakkan diagnosis dan
penanganan medis sedini mungkin, memberikan outcome yang baik pada
pasien. Umumnya para klinisi merekomendasikan sekurang-kurangnya
waktu 24 jam observasi bagi pasien dengan abses tuboovarial.
Hingga saat ini sebenarnya belum ada standar terapi untuk ATO.
Akan tetapi beberapa ahli merekomendasikan terapi medikamentosa
yang meliputi antimikroba untuk bakteri anaerob. Angka keberhasilan
terapi dengan pemberian 2 jenis antibiotik yang dikombinasi mencapai
sekitar 90%. Rekomendasi terbaik adalah dengan pemberian ceftriakson
dan doksisiklin atau gentamisin dan klindamisin dimana kombinasi
keduanya memiliki efektivitas hingga 91% sedangkan kombinasi
gentamisin dan metronidazole memiliki efektivitas yang sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan dua kombinasi diatas yaitu 89%.
Pada pasien yang menunjukkan hasil yang baik terhadap protokol
medikamentosa ini, maka antibiotika ini harus dilanjutkan selama 10-14
hari. Evaluasi harus terus dilakukan setiap minggu selama 3-4 minggu
berikutnya.Jika terapi medikamentosa gagal atau ditemukan abses besar,
maka prosedur drainase perlu dilakukan meskipun tatalaksana
pembedahan masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Beberapa teknik
drainase yang dapat dilakukan antara lain:
a. Drainase transvaginal
Tindakan drainase ini dilakukan dengan menggunakan arahan USG
atau laparoskopi. Tindakan ini dilakukan dengan memberikan jalur
langsung dari vagina ke dalam kavum douglas atau regio adneksa
dimana abses biasanya terlokalisasi. Ukuran abses atau adanya
multilokaritas tidak mempengaruhi angka kesuksesan dari drainase
transvagina. Aspirasi dengan arahan USG memiliki efektifitas tinggi,
terlebih jika dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan saat cairan
abses sedikit kental.
30
b. Drainase laparoskopi
Penggunaan laparoskopi sebelum pemasangan drainase merupakan
pendekatan alternatif. Beberapa studi menjelaskan bahwa drainase
laparoskopi dengan pemberian antibiotika sebagai terapi awal mampu
menyembuhkan 95% pasien ATO.
c. Drainase pembedahan
Tindakan drainase cavum douglas dengan insisi kolpotomi telah
digunakan selama beberapa tahun sebelumnya. Akan tetapi prosedur ini
tidak boleh dikerjakan kecuali abses teraba pada linea mediana, melekat
pada dinding vagina, dan mengisi sepertiga atas septum rektovaginal.
Namun tindakan drainase ini kurang disukai karena beberapa laporan
berhubungan dengan tingginya komplikasi kematian, dan angka reoperasi
untuk infeksi lanjutan.
31
b. Epidemiologi
Kankertuba fallopi termasuk kanker yang sangat jarang dijumpai.
Kanker ini merupakan 0,1% sampai 1,8% dari kanker ginekologik. Di
Amerika Serikat kejadiannya 3.6 dari satu juta perempuan. Lebih dari 60%
kanker tuba dijumpai pada usia pascamenopouse. (Anwar et al., 2011)
Berulang kali penelitian epidemiologi besar telah dipublikasikan
32
2) Maligna
Kanker tuba fallopii merupakan jenis kanker yang jarang
dijumpai.Kanker ini merupakan 0.1%-1.8% dari kanker ginekologik.
Diperkirakan kanker ini memiliki penyebab yang sama dengan kanker
ovarium dari segi kelainan genetic, yaitu mutasi c erb, p53, k-ras, dan ada
kaitannya dengan BRCA1 dart BRCA2. Faktor risiko dari kanker ini
meliputi peradangan kronis tuba, tuberculosis, dan PID.(Aziz et al., 2001)
d. Patofisiologi
Keganasan tuba falopi biasanya dimulai dengan dysplasia atau
carcinoma insitu, lalu berkembang menjadi adenokarsinoma. Peneliti juga
menemukan bahwa nonuterine high-grade carcinoma biasa kebanyakan
terjadi pada tuba pars fimbria.
1) Benigna
Kista Morgagni berisi cairan jernih dan berasal dari saluran
Wolff.Kista ini dilapisi oleh epitel serosa jinak bertipe tuba.Mekanisme
terjadinya kista ini masih belum diketahui secara pasti (Robbins dan
Cotran, 2014).
2) Maligna
Kanker tnba fallopii 60% terjadi pada usia menopause. 90% kanker
bertipe adenokarsinoma serosum papiliferum.Jenis histopatologik lainnya
adalah karsinoma sel jernih dan karsinoma endometrioid.Jenis yang lebih
jarang lagi adalah sarcoma tumor sel germinal, dan limfoma. Faktor risiko
non-genetik dari kanker ini adalah usia paritas rendah dan infertilitas.
e. Gejala Klinis
Pada kejadian neoplasma jinak, tidak ada tanda khas yang
menyertaidari patologitersebut. Biasanya tumor jinak atau kista berukuran
kecil ditemukan saat melakukan USG atau check up. Untuk keganasan
sendiri,seperti keganasan lainnya, gejala tidak khas mungkin muncul
sepertiperdarahan pervaginam (terutama pada usia pascamenopause) disertai
nyeriperut bagian bawah. Tanda yang paling sering ditemukan adalah massa
tumor di pelvis. Pada pemeriksaan sitology, terdapat gambaran
34
badanpsamomma.
Stadium II Pertumbuhan mengenai satu atau kedua tuba falopi dengan perluasan ke pelvis
IIC Stadium IIA atau IIB dengan asites yang mengandung sel gangas atau bilasan
peritoneum yang positif
Stadium III Tumor mengenai satu atau kedua tuba fallopii dengan implant pada peritoneum di
luar pelvis atau kelenjar getah bening retroperitoneum atau inguinal positif.
Metastasis pada permukaan hepar termasuk dnegna stadium III. Tumor berbatas
pada organ di pelvis minor tetapi secara histopatologik teradapat metastasis ke
usus kecil atau omentum
IIIA Tumor terbatas pada pelvis minor dan kelenjar getah bening retroperitoneum
negative tetapi secara mikroskopik telah menyebar ke permukaan peritoneum
abdomen
IIIB Tumor mengenai satu atau kedua tuba, dengan implant ke pemukaan peritoneum
abdomen yang dibuktikan secara histopatologik, dan diameternya tidak lebih dari 2
cm
IIIC Implant ke dinding abdomen dengan diameter lebih dari 2 cm, atau kelenjar getah
35
Stadium IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua tuba fallopii dengna metastasis jauh bila
ada fusi pleura harus ada sel ganas positif, baru dimasukkan ke stadium IV. Atau
metastasis ke parenkim hepar ssuai dnegna stadium IV
tersebut pola transisi dari epitel tuba yang normal sampai ganas dapat
diidentifikasi
DAFTAR PUSTAKA
38
39