PENDAHULUAN
Abses Tuba Ovarium yang merupakan komplikasi dari PID terjadi pada sekitar
15% kasus dan 33% kasus PID yang akhirnya menjadi ATO. Kematian akibat ATO
sangat menurun dengan dratis selama 50 tahun ini. Namun, angka kesakitan
(morbidity) yang berhubungan dengan ATO meningkat secara signifikan dengan
komplilasi termasuk infertilitas, kehamilan ektopik, chronic pelvic pain, pelvic
thrombophlebitis dan ovarian vein thrombosis.11,19
Diagnosis abses tubo ovarium sering sulit ditegakkan dan sulit dibedakan
dengan peradangan pelvis oleh sebab-sebab yang lain, sehingga dibutuhkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk dapat
menegakkan diagnosis pasti dan memberikan terapi yang tepat pula. Dan bila tidak
ditangani dengan baik, komplikasinya dapat menyebabkan kematian, kemandulan dan
kehamilan ektopik yang merupakan masalah medik, sosial dan ekonomi.11,19
Keterkaitan antara penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan
ATO telah menjadi masalah yang besar bagi klinisi reproduksi. Abses yang meliputi
ovarium dan tuba fallopi memang sering muncul sebagai akibat dari PID. Akan tetapi
ATO dapat juga akibat operasi pelvis atau sebagai komplikasi proses intraabdominal
seperti apendisitis atau diverkulitis. Oleh karena tingginya insiden PID dan beratnya
sekuele yang terjadi, jika penggunaan IUD meningkatkan risiko PID, maka akibat
yang ditimbulkannya di masyarakat tentu sangat besar.11,19
Kebanyakan ATO berespon terhadap terapi antibiotika, diindikasikan sekitar
25% kasus pembedahan atau drainase. Terdapat beberapa bukti bahwa ukuran dari
ATO berhubungan dengan kebutuhan akan antibiotika sebagai intervensi. Reed dkk
1991, mengatakan bahwa 35% abses dengan ukuran 7-9cm memerlukan tindakan
pembedahan dan hampir 60% abses dengan ukuran >10cm dilakukan tindakan
pembedahan.10,11,19
Penanganan standar kasus ATO pada awal abad ke-20 adalah dengan
perawatan konservatif. Akan tetapi dengan angka mortalitas yang mencapai 90%
maka tindakan pembedahan yaitu dengan laparotomi emergensi untuk drainase dan
reseksi abses dan jaringan sekitar yang terinfeksi dapat menurunkan mortalitas hingga
sekitar 10%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tubo-ovarian abscess atau disebut juga dengan abses tuba ovarium (ATO)
adalah akumulasi suatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di mana kondisi
tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada dinding pelvis yang mengalami
inflamasi. Sepertiga sampai setengah pasien dengan ATO mempunyai riwayat Pelvic
inflamasi disease (PID). 2,15,18,22
Abses tuboovarium (pelvis) terbentuk bila tuba yang terinfeksi melekat dengan
ovarium sehingga muncul proses peradangan tuba dan ovarium. Abses tubo ovarium
dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi pelvis puerperalis atau sebagai suatu
komplikasi dari pembedahan pelvis, maupun dari penyebaran ke ovarium organismeorganisme piogenik. Akumulasi pus yang banyak menimbulkan pembentukan massa
yang sangat nyeri, tidak dapat digerakkan, batas tidak jelas di dalam regio adneksa
atau di dalam kavum douglasi.
2.2 Etiologi
Terdapat sejumlah organisme penyebab yang dapat menyebabkan infeksi pada
ovarium dan tuba fallopi. Organisme yang ditemukan pada ATO juga ditemukan pada
PID, yaitu infeksi campuran polimikrobal dengan prevalensi tinggi mikroba anaerob.
Spesies streprokokus, escherecia coli dan organisme enterik gram negatif lain juga
sering ditemukan. Kuman anaerob yang sering ditemukan adalah bakterioides dan
prevotela, prophyromonas serta peptostreptokokus. Gonokokus jarang ditemukan
pada ATO walaupun sering dijumpai pada PID.4,10,11,17
Sejumlah organisme lain ditemukan dalam laporan kasus ATO di beberapa
studi, seperti Pseudomonas aeruginosa dan aktinomises. Organisme yang jarang
seperti Pasteurella multocida, salmonella enteritidis, candida spp serta kriptokokus
neoforman juga ditemukan sebagai penyebab ATO pada beberapa kasus. 4,10,11,17
2.3 Epidemiologi
Abses tuba ovarium (ATO) yang merupakan komplikasi dari PID terjadi pada
sekitar 15% kasus dan 33% kasus PID yang akhirnya menjadi ATO. Kematian
akibat ATO sangat menurun dengan dratis selama 50 tahun ini. Namun, angka
kesakitan (morbidity) yang berhubungan dengan ATO meningkat secara signifikan
dengan komplilasi termasuk infertilitas, kehamilan ektopik, chronic pelvic pain,
pelvic thrombophlebitis dan ovarian vein thrombosis.1,4,15,18
Perkiraan insiden tahunan abses pelvis oleh karena berbagai penyebab di
Amerika Serikat mencapai sekitar 100.000 kasus pertahun. ATO umumnya terjadi
pada wanita umur 20 hingga 40 tahun. Lebih tua dari pada puncak prevalensi pelvic
inflamasi disease (PID). Alat kontrasepsi IUD dilaporkan berhubungan dengan
peningkatan risiko ATO. 1,4,15,18
2.4 Anatomi dan Fisiologi Uterus
Uterus atau rahim berfungsi sebagai tempat implantasi ovum yang
terfertilisasi dan sebagai tempat perkembangan janin selama kehamilan sampai
dilahirkan. Uterus terletak anterior terhadap rectum dan posterior terhadap urinary
bladder. Berbentuk seperti pear terbalik. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbedabeda tergantung usia dan pernah melahirkan atau belum. Ukuran uterus pada wanita
yang belum pernah hamil (nullipara) adalah panjang 7,5 cm, lebar 5 cm dan tebal 2,5
cm. Pada wanita yang sudah pernah hamil, ukuran uterus lebih besar, sedangkan pada
wanita yang sudah menopause, ukuran uterus lebih kecil karena pengaruh hormon
seks yang menurun.
Uterus terbagi dalam 2 bagian besar, yaitu :
a.
Body (corpus), adalah bagian uterus (2/3 superior uterus) yang melebar, terletak
di antara kedua lembar ligmentum latum, tidak dapat digerakkan, terdiri atas:
o Fundus, adalah bagian uterus yang berbentuk seperti kubah berada di
bagian superior dan tempat dimana terletaknya superior uterine tube
o
orifice.
uterine cavity
o
b.
agak di cervik
Cervik adalah bagian uterus (1/3 inferioruterus) yang lebih sempit berbentuk
seperti tabung yang dekat dengan vagina yang berisi cervical canal, cervical
canal yang menghadap ke luar disebut internal os (pars supravaginalis cervicis),
sedangkan cervical canal yang menghadap ke luar disebut dengan external os
(portio vaginalis cervicis).
antara ovarium, ovarian ligament dan tuba uterine), dan mesovarium (tempat
d.
ovarium melekat).
Suspensory Ligament (lig. Infundibulo pelvicum) : terletak disebelah lateral
broad ligament, mengikat ovarium dan infundibulum ke bagian lateral pelvic
e.
f.
posisi tegak.
Cardinal Ligament (lig. Transversum cervicis / lig. Cervical lateral) : melekat
pada cervik dan vagina atas (lateral part dari fornix vagina) kemudian menuju ke
g.
h.
dengan ureter, tuba uterine, ovarium, dan dextra uterus berbatasan dengan ceacum,
appendix.
divaskularisasi oleh internal pudendal arteri. Untuk uterus sendiri divaskularisasi oleh
uterine artery. Uterine artery sendiri berasal dari internal iliac artery yang
merupakan percabangan dari common iliac artery. Common iliac artery sendiri
adalah percabangan langsung dari abdominal aorta. Pada uterus, uterine artery
bercabang menjadi dua, yaitu arcuate artery yang memvaskularisasi otot polos
sirkular miometrium dan radial artery yang memvaskularisasi bagian miometrium
yang lebih dalam. Sebelum masuk ke endometrium, radial artery bercabang menjadi
dua, yaitu straight arteriols yang memvaskularisasi ke bagian stratum basalis dan
spiral arteriols yang memvaskularisasi ke bagian stratum fungsionalis.
Sebagai drainasenya terdapat plexus vagina dari vagina, pampiniform plexus dari
ovarium dan plexus uterine dari uterus. Yang nantinya akan menyatu menjadi vagina
vein, pampiniform vein dan bersatu menjadi uterine vein.
oleh membran mukosa. Tuba terbagi menjadi 4 bagian, yakni pars interstitial,
ismus, ampula, dan infundibulum. Tuba berfungsi untuk menyalurkan ovum
dari ovarium menuju uterus.
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita bagian
dalam. Ovarium berjumlah dua buah dan terletak di kiri dan kanan. Ovarium
ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan
melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
2.5 Patogenesis
Abses tuba ovarium (ATO) primer umumnya sebagai komplikasi PID, selain
karena operasi pelvis. Infeksi pelvis bukan merupakan komplikasi umum akibat
pengobatan hormonal untuk infertilitas (0,4% dari 1500 kasus pengambilan oosit
transvaginal pada sebuah studi, tetapi ATO dapat ditemukan pada beberapa pasien
dengan hiperstimulasi ovarium). ATO sekunder berasal dari perforasi usus
(apendisitis, diverkulitis) dengan penyebaran infeksi intraperitonial, atau akibat
keganasan pelvis. Penggolongan klinis antara ATO primer dan sekunder kadang
sangat sulit. ATO primer merupakan diagnosis umum pada wanita premenopausal,
akan tetapi pada wanita pasca menopause, adanya keganasan ginekologi atau patologi
pelvis lain penyebab ATO sekunder tidaklah umum dan harus segera disingkirkan.1
Pelvic inflamasi disease (PID) berasal dari penyebaran patogen melalui lumen
organ reproduksi dan kedalam kavum peritonial pelvis melalui ostium tuba. Jika
mikroorganisme tidak dapat diatasi oleh imunitas tubuh atau pengobatan medis maka
akan merusak jaringan tubuh. Infeksi permukaan, aglutinasi,dan abses terbentuk saat
bakteri, leukosit dan cairan terakumulasi pada suatu ruangan tertutup. Perfusi abses
ke dinding dalam sangat berbahaya, menimbulkan lingkungan anaerobik sehingga
kuman anaerobik asli ataupun fakultatif dapat berkembang biak.1
Ovarium dapat melekat dengan fimbrie dari tuba yang terinfeksi (pyosalphing)
dan menjadi dinding abses, atau infeksi ovarium primer, yang dapat berlanjut menjadi
abses. Usus, peritonium parientale, uterus dan omentum biasanya menjadi melekat.
Abses dapat membesar dan mengisi kavum douglas, atau bocor dan menimbulkan
abses metastasis.1
Jika pertahanan tubuh mampu mengatasi, maka infeksi kemudian menjadi
steril. Proses ini mencakup drainase spontan ke dalam celah viskus. Akan tetapi, jika
terjadi ruptur intraperitonial, infeksi dapat menyebar cepat dan timbul bakteremia.
Pembentukan abses merupakan keadaan terakhir pertahanan tubuh dan infeksi yang
mencapai keadaan ini sangat berat dan berbahaya. ATO merupakan bentuk
komplikasi paling berbahaya dari PID.1
2.6 Manifestasi Klinis
Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling khas, cenderung memberat,
konstan dan difus disekitar abdomen bagian bawah. Karena peritonitis meluas, area
rasa nyeri menjadi lebih luas, nyeri maksimum cenderung terlokalisir pada tempat
abses. Perdarahan per vaginam, spotting dan secret merupakan gejala variable yang
dapat
menunjukan
adanya
disfungsi
ovarium,
endometritis
penyerta
atau
servisitis.1,5,10,20
Gejala-gejala penyerta meliputi demam, menggigil, anoreksia, nausea dan
vomitus. Nyeri sewaktu defekasi atau diare memberikan kesan keterlibatan rectum.
Disuria sering kencing piuria atau hematuria memberi kesan keterlibatan vesika
urinaria. 1,5,10,20
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pelvis, nyeri lepas dan defance
muscular merupakan penemuan yang khas untuk peradangan peritoneum. Bising usus
sering hipoaktif atau tidak ada, distensi disebabkan oleh ileus paralitik. Abses pelvis
yang besar dapat terpalpasi pada abdomen. 1,5,10,20
(0-10)
<37
<90
(11-20)
37-37,5
90-100
(21-30)
>37,6
>100
10
Bising Usus
Nyeri
Normal
(+)
Minimal
(++)
Tidak ada
(+++)
(++)
(++)
4-6 cm
10.000-20.000
20-30
15-20
(+++)
(+++)
6-10 cm atau lebih
>20.000
>30
>20
Pergerakan
Serviks
Nyeri Uterus
(+)
Nyeri Adneksa
(+)
Ukuran Adneksa
<4 cm
Leukosit/mm3
<10.000
ESR (mm/h)
<20
CRP(mg/dl)
<15
Setiap parameter dinilai terpisah.
0-10 = 1 poin
11-20 = 2 poin
21-30 = 3 poin
Bila total skoring > 30 poin = ofloksasin (400 mg/12 jam) ditambah metronidazole
(500 mg/8 jam) IV.
Bila total skoring < 30 poin = ampisilin (1 gr/6 jam), klindamisin (900 mg/8 jam) dan
gentamisin (1,5 mg/kg/8 jam diikuti loading dose hingga 2 mg/kg) dikombinasi IV.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama atau gold standard
Gambaran ATO yang tampak pada USG berupa gambaran homogen, kadang
simetris, kistik, dinding tipis, berbatas tegas. Kadang gambaran udara mungkin
terlihat bersepta terutama pada ATO multilokasi. Pemeriksaan USG ini sendiri
diindikasikan pada pasien curiga PID, pasien dengan massa yang dapat teraba di
11
daerah adneksa, serta adanya nyeri tekan atau faktor lain yang menghalangi
pemeriksaan rektovaginal dilakukan untuk menyingkirkan adanya ATO. 1,4,10
2.7 Diagnosis Banding4
Diagnosis banding pada pasien yang dicurigai ATO meliputi tumor adneksa,
appendisitis, kehamilan ektopik, endometriosis, sistitis interstitial, kista ovarium,
torsio ovarium. Semua diagnosis banding di atas memiliki gejala yang mirip dengan
ATO, meskipun PID dapat terjadi pada pasien dengan massa adneksa yang tidak
berhubungan dengan infeksi, seperti dermoid yang dapat mempengaruhi diagnosis.
2.8 Penatalaksanaan6,10,11,15
Curiga ATO utuh tanpa gejala :
Masuk rumah sakit, tirah baring posisi semi fowler, observasi ketat
tanda vital danproduksi urine, periksa lingkar abdomen, jika perlu
pasang infuse P2
Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal 48-72
jamGol ampisilin 4 x 1-2 gram IV 5-7 hari dan gentamisin 5 mg / kg
BB / hari,IV/im terbagi dalam 2x1 hari selama 5-7 hari dan metronida
xole 1 gr reksup 2x / hari atau kloramfenikol 50 mg / kb BB / hari, IV
selama 5 hari metronidzal atau sefaloosporingenerasi III 2-
12
Drainase transvaginal
Tindakan drainase ini dilakukan dengan menggunakan arahan USG atau
laparoskopi. Tindakan ini dilakukan dengan memberikan jalur langsung dari
vagina ke dalam kavum douglas atau regio adneksa dimana abses biasanya
terlokalisasi. Ukuran abses atau adanya multilokaritas tidak mempengaruhi angka
kesuksesan dari drainase transvagina. Aspirasi dengan arahan USG memiliki
13
efektifitas tinggi, terlebih jika dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan saat
cairan abses sedikit kental.
Drainase laparoskopi
Penggunaan laparoskopi sebelum pemasangan drainase merupakan pendekatan
alternatif. Beberapa studi menjelaskan bahwa drainase laparoskopi dengan
pemberian antibiotika sebagai terapi awal mampu menyembuhkan 95% pasien
c.
ATO.
Drainase pembedahan
Tindakan drainase cavum douglas dengan insisi kolpotomi telah digunakan
selama beberapa tahun sebelumnya. Akan tetapi prosedur ini tidak boleh
dikerjakan kecuali abses teraba pada linea mediana, melekat pada dinding
vagina, dan mengisi sepertiga atas septum rektovaginal. Namun tindakan
drainase ini kurang disukai karena beberapa laporan berhubungan dengan
tingginya komplikasi kematian, dan angka reoperasi untuk infeksi lanjutan.
2.9 Komplikasi
Komplikasi
potensial
harus
diantisipasi
sebelum
operasi,
mencakup
14
terinfeksi pada pelvis. Jika infeksi pelvis tidak dapat diatasi dengan cara ini atau jika
terdapat bukti adanya sepsis (hipotensi dan disfungsi dua atau lebih sistem organ),
yang dapat terjadi kapanpun selama terapi dengan atau tanpa ruptur abses
intraperitonial. Jika diperlukan pemeriksaan terhadap penyebaran abses harus
dilakukan meliputi saluran cerna dan spatium subprenik dan subhepatik.
2.10 Prognosis
a. ATO yang utuh
Pada
umumnya
prognosa
baik,
apabila
dengan
pengobatan
kemungkinan
reinfeksi
harus
diperhitungan
apabilaterapi
BAB III
KESIMPULAN
Tubo-ovarian abscess atau disebut juga dengan abses tuba ovarium (ATO)
adalah akumulasi suatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di mana kondisi
tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada dinding pelvis yang mengalami
inflamasi. Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibiotika dan tindakan
drainase jika diperlukan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Agrawal A. 2015. Pelvic Inflammatory Disease and Tubo-Ovarian Abscess.
www.emedscape.emedicine.com updated February 27th 2015.
2. Silva F., Silva J., Rocha I., Brito T., Paredes E., Ramalho G., et all. (2015).
Surgical approach of tubo-ovarian abscesses from theory to our minimally
invasive practice. Gynecology and Minimally Invasive Therapy.(4):72-75.
3. Sexually
Transmitted
Diseases
Treatment
Guidelines.
2010.
www.cdc.gov/std/treatment Accessed on August 24th 2016
4. Sheperd SM. Pelvic Inflammatory Disease. www.emedscape.emedicine.com
updated September 28th 2015.
5. Velcani A., Conklin P., Specht N. (2010). Sonographic features of tuboovarian abscess mimicking an endometrioma and review of cystic adnexal
masses. Journal of Radiology Case Report. 4 (2): 9-17.
6. Sheperd SM. Pelvic Inflammatory Disease Treatment and Management.
www.emedscape.emedicine.com updated September 28th 2015
7. Sheperd
SM.
Pelvic
Inflammatory
Disease
www.emedscape.emedicine.com updated September 28th 2015
8. Kumar
R.
Pelvic
Inflammatory
Disease
Empiric
Medication.
Therapy.
16
17
22. Lee SW., Rhim CC., Kim JH., Lee SJ., Yoo SY., Kim SY., et all. (2015).
Predictive Markers of Tubo-Ovarian Abscess in Pelvic Inflammatory Disease.
Gynecology and Obstetric Investigation Original Article. 1-8.
23. Cheong LHA., Emil S. Non-sexually transmitted tubo-ovarian abscess in an
adolescent. J Ped Surg Case Reports. 378-380.
18