Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) menyebar cukup mengkhawatirkan di
Indonesia. Baik jenis gonorchea maupun sifilis. Sifilis merupakan penyakit
akibat bakteri Treponema yang prototype dan merupakan Treponematosis
yang paling umum terjadi di Negara berkembang. Treponema pallidum meng
infeksi hampir semua jaringan tubuh, mengakibatkan manifestasi klinik yang
sangat bervariasi. Walaupun penularan nonveneral dapat terjadi, kebanyakan
kasus sifilis tersebar melalui kontak seksual dalam bermacam-macam bentuk.
Treponema pallidum tidak dapat dibedakan dengan metode morfologi.
Treponema pallidum tidak dapat ditumbuhkan in vitro, kenyataan tersebut
menyebabkan membatasi penelitian organisme dan sindrome klinik yang
disebabkannya.
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan
tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut
“Peniru Besar” karena sering dikira penyakit lainnya. Data yang dilansir
Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000 –
10.000 kasus per tahun. Sementara di Cina, laporan menunjukkan jumlah
kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000 jiwa pada tahun 1993
menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat,
dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka sebenarnya
diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki.
Hal yang melatar belakangi penulis menyusun makalah ini, agar para
tenaga teknis laboratorium mikrobiologi klinik serta para mahasiswa dari
berbagai program studi kesehatan khususnya mahasiswa analis kesehatan
dapat mengetahui penyebab penyakit sifilis, mengetahui patogenitas
dari Treponema pallidum, memahami manifestasi klinik penyakit sifilis,dan
memahami pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan
diagnosa penyakit sifilis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sifilis?
2. Bagaimana Morfologi dari Treponema pallidum?

1
3. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit sifilis, cara pencegahan dan cara
pengobatan?
1.3 Tujuan Pembuatan makalah
Adapun tujuannya, yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui bakteri yang
dapat menginfeksi saluran genital serta cara mendiagnosa penyakit yang
ditumbulkan oleh bakteri tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sifilis
Sifilis adalah salah satu penyakit menular sexual, penyakit tersebut tersebut
ditularkan melalui hubunagn seksual.penyalitini bersifat laten atau dapat
kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit
inidapat cepat di obati bilasudah dapat dideteksi dini. Kuman yang
menyebabkan penyakit sifillis dapat memasuki tubuh dengan menembus
selaput lendir yang normal dan mampu menenbus plasenta sehingga
menginfeksi janin (Soedarto,1998).
Sifilis adalan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Troponema
pallidium . penyakit menular seksual adalah penyakit yang di tularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronis, bersifat sistemik dan
menyerang hampir seluruh alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifillis adalah prnyakit infeksi oleh Troponema pallidum dengan
perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat
menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskuler, otak,
dan susunan syaraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer,Arif,
2000:153).
Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan manahun
walaupun frekuensinya penyakit ini mulai menurun, tapi masih merupakan
penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh
termasuk sistem peredaran darah, syaraf, dan dapat ditularkan oleh ibu hamil
kepada bayinya yang di kandungannya. Sehingga menyebabkan kelainan
bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering di sebut juga “Lues Raja Singa”.
Berdasarkan beberapa teori tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa
sifilis adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular
Seksual (PMS), yang disebabkan oleh Treponema pallidum , yang bersifat
kronis dan bekerja secara sistemik.
2.2 Klasifikasi Treponema Pallidum
Kerajaan : Eubacteria
Filum : Spirochaetae
Kelas : Spirochaetae

3
Ordo : Spirochaetales
Famili : Spirochaetaceae
Genus : Treponema
Spesies : Treponema pallidum
2.3 Morfologi Treponema pallidum
Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini
berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu
Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum. Tulisan ini akan
membahas Treponema pallidum pallidum yang merupakan penyebab sifilis.

Gambar 2.3.1 Morfologi Treponema pallidum


Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile
yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke
dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat
ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir
kehamilan. Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema
pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di
dalam medium kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini
dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang
melalui jaringan dan membran mucosa.
Struktur bakteri Treponema pallidum identik dengan struktur Treponema
secara umum, hanya kandungannya lebih jelas diketahui. SusunanTreponema
pallidum (bobot kering) kira-kira adalah 70% protein, 20% lipid,dan 5%
karbohidrat. Kandungan lipidnya relative tinggi untuk bakteri. Dari lipid total,
68% adalah fosfolipid (terutama fosfatidilkolin, sfingomiolin, serta
kardiolipin) dan 32% merupakan lipid netral (terutama kolesterol).

4
Pada tanggal 17 Juli 1998, suatu jurnal melaporkan sekuensi genom dari
Treponema pallidum. Treponema pallidum pallidum adalah bakteri yang
memiliki genom bacterial terkecil pada 1.14 million base pairs (Mb) dan
memiliki kemampuan metabolisme yang terbatas, serta mampu untuk ber-
adaptasi dengan berbagai macam jaringan tubuh mamalia.
2.4 Patogenesis Treponema Pallidum
Manusia merupakan hospes alami satu-satunya bagi Treponema pallidum,
dan infeksi terjadi melalui kontak seksual. Organisme ini menembus mukosa
atau masuk melalui kulit yang mempunyai luka kecil. Setelah berada di dalam
hospes, organisme tersebut akan memperbanyak diri.
Treponema pallidum segera memasuki aliran darah dan pembuluh limfe
dan menyebar ke jaringan lain. Jaringan yang menjadi sasaran meliputi
kelenjar limfe, kulit, selaput mukosa, hati, limpa, ginjal, jantung, tulang,
mata, selaput otak, dan susunan syaraf pusat. Pada wanita, lesi awal biasanya
terdapat pada labia, dinding vagina, atau pada serviks. Pada pria, lesi awal
terdapat pada batang penis atau glans penis. Lesi primer dapat pula terjadi
pada bibir, lidah, tonsil, atau daerah kulit lainnya.
Setelah menembus aliran darah secara specifik Treponema pallidum
menambatkan diri pada sejumlah besar jaringan. Selain menambatkan diri,
Treponema pallidummemiliki sedikitnya 3 faktor virulensi yang secara
parsial menetralkan respons imun. Zat glikosaminoglikan yang serupa dengan
asam hialuronat bekerja sebagai faktor antikomplemen. Polisakarida berantai
lurus panjang ini melapisi seluruh permukaan luar organisme. Zat tersebut
mengganggu daya bunuh bakteri Treponema pallidum melalui jalur
komplemen klasik(tergantung antibodi). Disamping itu Treponema pallidum
membawa asam sialat pada permukaannya, yang dapat memperlambat
aktivasi dan pembunuhan melalui jalur komplemen alternative (tidak ter-
gantung antibodi). Treponema pallidum tampaknya memiliki suatu jalur
siklooksigenase yang utuh dan mampu membentuk prostaglandin E2-nya
sendiri dan mampu menghambat pemrosesan imun dini dengan cara
merangsang kegiatan supresor dari makrofag.

5
Adapun cara penulaannya bisa melalui :
1. Melalui kontak langsung dengan penderita sifilis
2. Luka terjadi terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus atau di
dubur. Luka juga dapat terjadi di bibir dan dalam mulut
3. Wanita hamil dengan penyakit ini dapat terbawa ke bayi
4. Hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks
oral).
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik sifilis bersifat kompleks, serta periode timbulnya
masing-masing stadium sangat berbeda. Pada saat jumlah bakteri Treponema
meningkat, timbul manifestasi klinik dan apabila jumlahnya berkurang
sebagai akibat respon respons hospes yang efektif, maka terjadi periode
asimtomatik.
1. Masa inkubasi yang berlangsung sekitar 3 minggu
2. Stadium primer, tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat
masuknya Treponema pallidum. Terjadi afek primer berupa penonjolan –
penonjolan kecil yang erosif, berukuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya
bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada
pengerasan. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus
berdinding tegak lurus. Lesi kulit yang tidak nyeri (chancre) pada tempat
infeksi yang terkait dengan limfadenopati regional dan bakteremia dini;
3. Stadium bakteremia sekunder atau stadium diseminata yang disertai lesi
mukokutan dan limfadenopati umum, sifilis sekunder terjadi sekitar 3
bulan setelah infeksi dan menampilkan dirinya dengan berbagai gejala,
terutama lesi pada kulit dan selaput lendir. Ini termasuk ruam umumnya di
telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan kulit kepala. Rincian dari selaput
lendir muncul sebagai tambalan di bibir, di dalam vulva, mulut, dan
vagina. Individu yang terinfeksi juga bisa mengalami demam, kehilangan
nafsu makan dan kehilangan berat badan selama tahap ini;
4. Masa infeksi subklinis (sifilis laten). Meskipun individu yang terinfeksi
tidak lagi menunjukkan gejala, pengujian secara serologik menegaskan

6
bahwa T.pallidum tetap ada. Transmisi pada tahap ini melalui kontak
seksual jarang. Jika tidak diobati, fase laten akan berlanjut ke fase tersier;
5. Pada sejumlah kecil penderita, stadium lanjut atau tersier yang ditandai
oleh penyakit yang progresif dan dapat mengenai hampir seluruh organ
tubuh, terutama aorta asendens dan susunan syaraf pusat.
2.5.1 Sifilis Kongenita
Selain manifestasi penyakit di atas, ketiga stadium akibat T.
pallidum yang dialami oleh orang dewasa juga mengenai janin. Bila
seorang wanita hamil menderita sifilis, baik simtomatik maupun
asimtomatik, ia dapat menularkan T. pallidum ke janin melalui plasenta.
Penularan terjadi mulai kehamilan minggu ke-10 dan dapat mengenai
sebagian besar organ dan jaringan tubuh janin. Beberapa di antara janin
yang terifeksi akan mati dalam kandungan atau lahir mati aterm dan
sisanya lahir dengan berbagai stigmata sifilitik. Janin lainnya yang lahir
hidup ternyata pada masa kanak-kanak akan memperlihatkan tanda sifilis
congenital.
Sifilis congenital terdiri dari stadium dini dan stadium lanjut. Stadium
dini terutama terjadi pada bayi umur 2-25 minggu. Tehap ini dapat
berlangsung tanpa gejala, namun dapat juga menunjukkan gejala yang
berhubungan dengan kelainan tulang panjang, misalnya osteokondritis dan
periostitis, hepatosplenomegali dan fungsi hati yang abnormal, berat badan
bayi rendah, adanya pengeluaran cairan hidung (snuffles), kemerahan
berbentuk mekulopapular deskuamatif yang difus (yaitu dengan
terkelupasnya epitel secara luas, terutama pada telapak tangan, telapak
kaki dan sekitas mulut serta anus), kondiloma lata, anemia, syndrome
nefrotik, dan kelainan susunan syaraf pusat.
2.5.2 Sifilis pada penderita HIV
Infeksi HIV dan sifilis yang terjadi bersamaan sering terjadi. Sifilis
yang terjadi pada penderita HIV menimbulkan sejumlah masalah unik.
Penderita ini lebih berpeluang mengalami perjalanan penyakit yang lebih
lama dan ganas seperti gejala konstitusional yang lebih nyata, keterlibatan
organ, ruam kulit yang atipik dan neurosifilis, khususnya uveitis, karena

7
HIV memperburuk sistem imunitas selluler. Oleh karena itu, antibiotik
yang diberikan haruslah yang bersifat lebih poten dan dalam jangka waktu
yang lebih lama. Bakteriostatik seperti doksisiklin atau eritromicin
kemungkinan besar tidak adekuat karena adanya gangguan imun.
Penderita yang terinfeksi HIV mungkin menunjukkan titer reaginik
yang positif palsu atau yang meningkat meskipun diberikan pengobatan
yang adekuat terutama pada stadium dini infeksi HIV ketika stimulasi sel
B poliklonal paling banyak terjadi. Mungkin pula terdapat kegagalan untuk
menimbulkan respon imun karena adanya beban antigen yang terlalu besar
dan atau gangguan fungsi sistem imun yang terjadi pada stadium lanjut
penyakit. Akhirnya, antibodi terhadap antigen kompleks histo-
kompatibilitas utama atau MHC mampu mengikat T. pallidum dan
menghasilkan uji serologi positif. Namun demikian hasil ini positif palsu
jika yang berikatan dengan Treponema adalah komponen autoimun akibat
proses penyakit HIV.
2.6 Kelainan
Treponema Pallidium adalah bakteri penyebab Sifilis atau penyakit Raja
Singa adalah salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang kompleks,
disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Perjalanan penyakit ini
cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat
diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil
yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga
menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan
atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat
disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat ber-
kembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.
Gejala yang mungkin terjadi pada wanita, yang terurai dalam empat
stadium berbeda.
1. Stadium satu. Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang kemerahan
dan basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini disebut
dengan chancre, dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh

8
seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening
juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre
tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat
menular.
2. Stadium dua. Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para
penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan.
Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut,
tenggorokan, vagina dan dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu,
seperti demam dan pegal-pegal, mungkin juga dialami pada stadium ini.
Stadium ini biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.
3. Stadium tiga. Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati, para
penderitanya akan mengalami apa yang disebut dengan sifilis laten. Hal ini
berarti bahwa semua gejala penyakit akan menghilang, namun penyakit
tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri
penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat
berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.
4. Stadium empat. Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier. Pada
stadium ini, spirochaeta telah menyebar ke seluruh tubuh dan dapat
merusak otak, jantung, batang otak dan tulang.
Sedangkan pada lelaki yang telah tertular oleh sifilis memiliki gejala-
gejala yang mirip dengan apa yang dialami oleh seorang penderita wanita.
Perbedaan utamanya ialah bahwa pada tahap pertama, chancre tersebut akan
muncul di daerah penis. Dan pada tahap kedua, akan muncul luka-luka di
daerah penis, mulut, tenggorokan dan dubur.
Orang yang telah tertular oleh spirochaeta penyebab sifilis dapat
menemukan adanya chancre setelah tiga hari – tiga bulan bakteri tersebut
masuk ke dalam tubuh. Kalau sifilis stadium satu ini tidak diobati, tahap
kedua penyakit ini dapat muncul kapan saja, mulai dari tiga sampai enam
minggu setelah timbulnya chancre.
Sifilis dapat mempertinggi risiko terinfeksi HIV. Hal ini dikarenakan oleh
lebih mudahnya virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang bila terdapat
luka. Sifilis yang diderita juga akan sangat membahayakan kesehatan

9
seseorang bila tidak diobati. Baik pada penderita lelaki maupun wanita,
spirochaeta dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan rusaknya
organ-organ vital yang sebagian besar tidak dapat dipulihkan. Sifilis pada ibu
hamil yang tidak diobati, juga dapat menyebabkan terjadinya cacat lahir
primer pada bayi yang ia kandung.
2.7 Diagnosa
Diagnosis penyakit sifilis secara pasti dipersulit karena Treponema
pallidum belum dapat dibiakkan secara in vitro. Manifestasi klinik,
demonstrasi bakteri Treponema pada bahan lesi, dan reaksi serologi
digunakan untuk mendiagnosis. Pada sebagian besar kasus, manifestasi klinik
sudah cukup khas. Bila manifestasi tersebut mencakup lesi eksudatif, harus
dapat ditemukan bakteri Treponema di dalam bahan lesi. Mikroskop lapangan
gelap digunakan untuk memvisualisasi organisme motil dan non motil.
Pada mikroskop lapangan gelap, Treponema pallidum akan tampak seperti
pembuka tutup botol (corkscrew), dan akan bergerak seperti spiral, undulasi
yang khas pada titik tengahnya. Suatu lesi hanya dianggap bersifat non
sifilitik bila telah didapatkan hasil negative pada tiga kali pemeriksaan.
2.7.1 Uji Serologik untuk sifilis
Uji serologik penting dalam diagnosis, terutama pada kasus dengan
manifestasi klinis yang membingungkan atau bila tidak terdapat bahan
eksudat. Selama bertahun-tahun telah dikembangkan berbagai uji
serologik, yang terbagi dalam dua kelompok umum yaitu:
a. Uji Treponemal
Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena
mendeteksi langsung Antibodi terhadap Antigen Treponema
pallidum. Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri
treponemal atau ekstraknya, misalnya Treponema Pallidum
Hemagglutination Assay (TPHA),Treponema Pallidum Particle
Assay (TPPA), dan Treponema Pallidum Immunobilization (TPI).
Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal
dapat memberi hasil positif seumur hidup.
1. Fluorescent Treponema Antibody-Absorbtion (FTA-Abs) Test.

10
Uji ini menggunakan imuno fluoresensi indirek (Treponema
pallidum yang dimatikan+serum penderita+anti gammaglobulin
manusia yang berlabel), dan menunjukkan spesifisitas dan
sensitifitas yang sangat baik untuk antibody sifilitik, bila serum
penderita telah diabsorbsi oleh spirochaeta galur reiter yang
disonifikasi sebelum dilakukan uji FTA. Uji FTA-Abs merupakan
uji pertama yang menjadi positif pada sifilis stadium dini, dan
biasanya tetap positif bertahun-tahun setelah pengobatan yang
efektif pada sifilis stadium dini. Uji ini tidak dapat digunakan
untuk menentukan efektifitas pengobatan. Keberadaan FTA IgM
di dalam darah neonates merupakan bukti yang baik tentang
terjadinya infeksi secara in utero (sifilis congenital).
2. Treponema pallidum Hem Aglutination (TPHA) Test
Sel eritrosit dibuat supaya dapat mengabsorbsi bakteri
Treponema pada permukaanya. Bila dicampur dengan serum yang
mengandung antibodi anti treponemal, eritrosit tersebut akan
menggumpal. Uji ini serupa dengan uji FTA-Abs dalam hal
spesifisitas dan sensitifitas, tetapi memberikan hasi lpositif dalam
perjalanan infeksi yang lebih lanjut.
b. Uji Non-Treponemal
Uji non-treponemal adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG dan
IgM terhadap materi-materi lipid yang dilepaskan dari sel-sel rusak
dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen) Treponema
pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap
keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat
non-spesifik. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal disease
research laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid
plasma reagin), dan TRUST (toluidine red unheated serum test).
1. Pemeriksaan TPHA (Treponema pallidum Hemagglutination
Assay)
Treponema pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)
merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis. Untuk

11
skirining penyakit sipilis biasanya menggunakan pemeriksaan
VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi.
Selain itu TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk
melihat apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di
dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini
akan menjadi negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan.
Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema tidak dapat
membuat hasil tes ini menjadi positif.
Manfaat Pemeriksaan TPHA ini adalah sebagai pemeriksaan
konfirmasi untuk penyakit sipilis dan mendeteksi respon serologis
spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut/akhir sipilis.
a. Kelemahan pemeriksaan TPHA :
1. Kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap
awal/primer) sipilis.
2. Pada saat pengerjaan diperlukan ketrampilan dan ketelitian
yang tinggi.
3. Tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap
reaktif dalam waktu yang lama.
b. Kelebihan pemeriksaan TPHA :
1. Teknis dan pembacaan hasilnya mudah
2. Memiliki spesifisitas tinggi untuk mendeteksi adanya
antibodi treponemal dan sensitivitas yang tinggi dimana
kadar minimum antibodi treponemal yang dapat dideteksi
adalah 0,05 IU/ml.
3. Hasil reaktif/positif dapat diperoleh lebih dini.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Semua komponen harus disuhu ruangkan terlebih dahulu
sebelum digunakan.
2. Selalu perhatikan e.d reagen.
3. Suhu penyimpanan reagen adalah 2-80C dan tidak boleh
dibekukan.

12
4. Sampel yang digunakan adalah sampel serum/plasma yang
bebas dari sel darah, kontaminasi mikroba, tidak hemolisis
dan tidak lipemik/ikterik.
5. Selalu menyertakan control positif dan control negative.
6. Proses penghomogenan harus dilakukan dengan tepat.
7. Ketepatan volume pemipetan sampel dan reagen perlu
diperhatikan untuk memperoleh pengenceran yang sesuai.
8. Control cell harus selalu menunjukkan hasil negative pada
proses pemeriksaan baik kualitatif maupun semi kuantitatif.
9. Waktu inkubasi tidak boleh lebih dari 60 menit dan bebas
dari getaran.
2.8 Pencegahan
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak
tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tidak berganti-ganti pasangan
2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan
pempratikkan ‘protective sex’.
3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi
darah yang sudah terinfeksi.
4. Menghindari alkohol dan penggunaan narkoba juga dapatmembantu
mencegah penularan sifilis, karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan
perilaku seksual beresiko.
5. Menggunakan kondom saat berhunungan , mencegah penularan PMS.
6. Menjauhkan diri dari kontak seksual yang diketahui terinfeksi.
Tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan
kondom sangat efektif. Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah
melalui pengendalian yang meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan
penderita. Sifilis bawaan dapat dicegah dengan perawatan prenatal (sebelum
kelahiran) yang semestinya.
2.9 Pengobatan
Penderita Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya.
Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin

13
4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr Menurut statistik, perawatan
dengan pil kurang efektif dibanding perawatan lainnya, karena pasien
biasanya tidak menyelesaikan pengobatannya. Cara terlama dan masih efektif
adalah dengan penyuntikan procaine penisilin di setiap pantat (procaine
diikutkan untuk mengurangi rasa sakit); dosis harus diberikan setengah di
setiap pantat karena bila dijadikan satu dosis akan menyebabkan rasa sakit.
Cara lain adalah memberikan kapsul azithromycin lewat mulut (memiliki
durasi yang lama) dan harus diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada
beberapa jenis sifilis kebal terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus
terjadi pada tahun 2004. Perawatan lain kurang efektif karena pasien
diharuskan memakan pil beberapa kali per hari.
Sifilis mudah untuk disembukan dalam tahap awl, suntikan intra muskuler
tungal dari pemnisin, antibiotik, akan menyembuhakan orang yang memiliki
sifilis kurang dari satu tahun. Dosis di tambahkan untuk mengobati orang
yang memiliki sifilis selama lebih dari satu tahun. Bagi penderita yang alergi
dengan penisilin,antibiotik lain yang tersedia untuk mengobati sifilis,
pengobatan akan membunuh bakteri sifilis dan mencegah kerusakan lebih
lanjut,tetapi tidak akan memperbaiki kerusakan yang telah dilakukan.
Pengobatan sifilis dalam kehamilan yitu dengan penisilin 1 kali
penyuntiksn dirasa cukup adekuat, meski beberapa penderita memerlukan 1-3
kali suntkan penisilin.dokter akan menderita yang telah menjalani medikasi
untuk melakuka tes darah setahun kedepan, yang dumaksudkan untuk
memastikan bahwa bakreri telah lisis dari tubuh penderita.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Insidensi penyakit sifilis pada saat ini sedang meningkat pada sebagian
besar bagian dunia, kecuali sifilis kongenita dan kasus langka pemaparan
okuposional pada tenaga medis. T. pallidum tersebar diseluruh dunia dan
terdapat dalam proporsi epidemik hampir di setiap negara.
Manusia merupakan satu-satunya sumber penyakit infeksi yang sangat
menular ini. Pada hampir semua kasus, sifilis ditularkan melalui kontak
seksual. Angka infektifitas terkait dengan golongan umur seksual aktif.
3.2 Saran
Diketahui bahwa sampai saat ini belum beredar vaksin yang dapat
mencegah terjadinya penyakit sifilis. Oleh karena itu, tindakan pengendalian
bergantung pada pengobatan segera dan adekuat pada semua kasus yang
ditemukan. Tindakan pengendalian lainnya yang tidak kalah penting adalah
mendidik masyarakat tentang manifestasi klinik dini pada sifilis, sehingga
mereka dapat mencari pengobatan sebelum menularkannya pada orang lain.

15
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI

Muliawan, Silvia Y. 2008. Bakteri Spiral Patogen(Treponema, Leptospira, dan


Borrelia). Jakarta: Erlangga.
Prawirohardjo Sarwono.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Kedua. Jakarta:YBS

Prawirohardjo Sarwono.2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBS

Sastrawinata Sulaeman R.1981. Obstetri Patolaogi Bagian Obstetri dan


Ginokelogi. Bandung : Fakultas Kedokteran Universutas Padjajaran
Woodley,Michelle & Alison Whelan. 1992. Manual of Medical Therapeutics.
Departemen of Medicine. Washington University.

16

Anda mungkin juga menyukai