Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus EBP Kepada Yth,

Divisi Kardiologi

SERANGAN CHOREA SYDENDHAM PADA PENYAKIT JANTUNG


REMATIK PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 15 TAHUN

Presentator : Lowelly Bonar Alexander Napitupulu


Hari/ Tanggal : Jumat / 11 Januari 2019
Pembimbing : dr. Rizky Adriansyah, M.Ked(Ped), Sp.A (K)
Supervisor : dr. Tina L Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A (K)
dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)
dr. Rizky Adriansyah, M.Ked(Ped), Sp.A (K)
dr. Hafaz Zakky, M.Ked(Ped), Sp.A (K)
dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), Sp.A

PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah suatu penyakit jantung sebagai akibat dari
gejala residual Demam Rematik Akut (DRA), yang ditandai dengan adanya defek
pada katup jantung. Demam reumatik akut adalah suatu penyakit peradangan yang
berkembang sebagai komplikasi dari suatu infeksi streptokokus beta hemolitikus
grup A pada faring yang tidak mendapatkan pengobatan atau mendapatkan
pengobatan yang kurang adekuat.1aa siregar Manifestasi klinis terpenting pada
penyakit ini adalah poliartritis yang berpindah, karditis, chorea, nodul subkutan dan
eritema marginatum yang bervariasi. Chorea sydenham merupakan suatu manifestasi
sistem saraf pusat yang jarang ditemui pada penyakit ini, terhitung kurang dari 5%
pasien mengalami tanda ini. Chorea sydenham pertama kali ditemukan oleh Thomas
Sydenham pada tahun 1686 sebagai ‘St. Vitus Dance’ untuk membedakannya dengan
dancing mania, praktik yang terlihat di upacara keagamaan zaman dahulu oleh
orang-orang yang menari untuk mengusir penyakit epidemi yang terjadi. Saat itu,
beliau menghubungkan kejadian ini dengan trauma fisik dan syok emosional.
200307-07

1
Penyakit jantung reumatik terjadi akibat peradangan pada katup jantung dan
miokardium yang berkembang menjadi perubahan patologis pada katup
jantung.2awad dan felten Penyakit ini terutama mengenai katup mitral (75%), aorta
(25%), jarang mengenai katup trikuspid dan tidak pernah menyerang katup
pulmonal. Setiap tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus dengan DRA dan PJR.
Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun.9

Hampir semua kasus penyakit jantung katup disebabkan oleh artritis.


Keterlibatan katup mitral terjadi pada sekitar ¾ kasus PJR dan keterlibatan katup
aorta terjadi pada ¼ total kasus PJR. Belum pernah dilaporkan kasus stenosis aorta
tanpa keterlibatan katup mitral pada PJR. 3park dan toxler Penyakit jantung rematik
adalah penyakit jantung yang sering terjadi pada anak-anak dan dapat dicegah.
Meskipun terjadi penurunan kejadian DRA dan PJR di negara maju, namun di negara
berkembang kasus ini masih menjadi penyebab utama penyakit jantung. Perbedaan
kejadian tersebut dikaitkan dengan berbagai faktor, seperti kepadatan penduduk, gizi,
kebersihan, kota ataupun desa tempat tinggal, dan ketersediaan layanan kesehatan.4
imamoglu dan ozen. Jadi, meskipun penyakit ini dikaitkan dengan kemiskinan dan
sedikit kasusnya di negara maju, tetapi penyakit ini masih menjadi beban di negara-
negara, terutama negara berkembang.

http://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736%2811%2961171-9.pdf

Pada tahun 1994, terdapat sekitar 12 juta orang di seluruh dunia menderita
DRA dan PJR, dan setidaknya tiga juta dari mereka mengalami gagal jantung
kongestif yang memerlukan rawat inap berulang. 6who technical meeting Pada tahun
2005 diperkirakan lebih dari 2.4 juta anak usia 5-14 tahun menderita PJR dan 79%
kasus ini terjadi di negara berkembang. 7who antibiotic use Dilaporkan sekitar
332.000 kematian terjadi tiap tahunnya akibat PJR di seluruh dunia pada tahun 2000,
dengan jumlah kematian akibat PJR di Asia Tenggara mencapai 7.6 per 100.000
orang. 6.who technical meeting Prevalensi PJR di Asia Tenggara berdasarkan studi
yang dilakukan di Filipina, Thailand dan Kamboja sekitar 1 sampai 2 per 1000 anak
usia 5-15 tahun. 8carapetis Untuk saat ini, diperkirakan prevalensi PJR pada anak
usia sekolah 5-15 tahun di Indonesia adalah 0.3 sampai 0.8 per 100 anak.9hermanu

Korea Sydenham merupakan bentuk paling umum dari gerakan korea yang diperoleh pada
masa kanak-kanak, dan merupakan salah satu kriteria diagnostik utama demam rematik.
Korea Sydenham ditandai dengan gerakan involunter yang menghilang saat tidur,

2
ketidakstabilan emosional, dan hipotonia. Korea
Sydenham terjadi pada 13-
34% kasus demam rematik dan dua kali lebih sering pada
perempuan. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses
radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus
kaudatus otak. Periode laten dari korea ini cukup lama, sekitar 3
minggu sampai 3 bulan dari terjadinya demam rematik. Gejala awal
biasanya emosi yang labil dan iritabilitas. Lalu diikuti dengan
gerakan yang tidak disengaja, tidak bertujuan dan inkoordinasi
muskular. Semua otot dapat terkena, namun otot wajah dan
ekstremitas adalah yang paling mencolok. Gejala ini semakin
diperberat dengan adanya stress dan kelelahan namun menghilang
saat pasien beristirahat (Essop & Omar, 2010). Emosi pasien
biasanya labil, mudah menangis, kehilangan perhatian, gelisah dan
menunjukkan ekspresi yang tidak sesuai. Apabila proses bicara
terlibat, pasien terlihat berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak.
Meskipun tanpa pengobatan, korea dapat menghilang dalam 1- 2
minggu. Namun pada kasus berat, meskipun diobati, korea dapat
bertahan 3 – 4 bulan bahkan sampai 2 tahun (Wahab, 1994).
Kasus adalah anak perempuan berumur 9 tahun dengan gerakan coreatic (gerakan
involunter pada lengan dan kaki). Gerakan tersebut juga ditemukan pada lidah sehingga
pasien sulit untuk berbicara. Pasien juga memiliki ketidakstabilan emosi, dan kelemahan
otot. Riwayat trauma disangkal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan murmur di daerah apex
jantung, holosistolik, derajat 2/6, meniup, dan menyebar sepanjang aksila. Pada
echocardiography didapatkan regurgitasi mitral moderat (MR) dan regurgitasi aorta (AR)
karena karditis. Diagnosisnya adalah Korea Sydenham dan karditis. Pasien diterapi dengan
erythomicin 250 mg empat kali sehari selama 10 hari, dan eritromisin 250 mg oral dua kali
sehari untuk profilaksis. Untuk terapi simtomatik diberikan haloperidol 2 mg dua kali sehari
dan trihexyphenidil 0.5 mg tiga kali sehari. Respon terapi dan prognosis baik.Korea
Sydenham adalah bentuk paling umum didapat koreografi masa kecil, dan mewakili
salah satu kriteria diagnostik utama demam rematik, sekitar 10-30% penderita
rematik demam. Chorea Sydenham disebabkan oleh antibodi terhadap kelompok.
SEBUAH β -hemolytic streptococcus
bakteri, yang bereaksi silang dengan
ganglia basal. 1-4 Mayoritas
pasien dengan Sydenham
Chorea ditandai dengan
nonstereotypedchoreatic yang tidak diinginkan
gerakan, yang menghilang
saat tidur. Satu tanda umum
adalah impersistensi motorik, yang bisa
ditunjukkan oleh ketidakmampuan
untuk mempertahankan penutupan mata atau lidah
tonjolan. Tanda terkait lainnya
termasuk meringis, kecanggungan,
disartria, kesulitan berpakaian,
menulis dan makan, otot
kelemahan, dan hipotonia. 1
Itu
sebagian besar pasien dengan Sydenham

3
koreo hadir pada usia 5-15 tahun,
dengan dominan perempuan. 4
Berbeda dengan yang lain
manifestasi demam rematik,
seperti radang sendi dan karditis, yang
muncul 1-3 minggu setelah kelompok A β
- infeksi streptokokus hemolitik.
Chorea Sydenham bisa muncul
hingga beberapa bulan setelah infeksi.
Chorea Sydenham disertai
oleh carditis pada 40-80% pasien.
Pada 20-70% pasien, chorea adalah
hanya manifestasi
Duktus arteriosus persisten (DAP) merupakan suatu keadaan menetapnya struktur
pembuluh darah fetal yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta desenden,
yaitu sekitar 5-10 mm distal arteri subklavia kiri.1 DAP terjadi pada 1 dari 2500–
5000 kelahiran hidup dan ada 4000 bayi baru lahir dengan DAP setiap tahunnya di
Indonesia.2 Kelainan ini sering terdapat pada bayi prematur yaitu 8 dari 1000 bayi,
sedangkan pada bayi cukup bulan lebih kecil yaitu 1 per 2000 kelahiran.3,4 Penelitian
di Jakarta melaporkan insidensi DAP pada bayi prematur di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) adalah 14%.4
DAP terjadi 5-10% dari seluruh penyakit jantung kongenital, diluar bayi prematur.
Kejadian DAP lebih sering ditemukan pada anak perempuan dibanding laki-laki
(1:3).1
Penyakit ini masih sulit terdeteksi, terutama bila duktus yang dijumpai
memiliki ukuran kecil. Apabila ukuran duktus sedang-besar, akan terjadi pirau dari
kiri-kanan yang secara bertahap akan memperberat kerja jantung kanan.1 Kondisi ini
dapat mudah dideteksi dengan terdengarnya bising jantung secara auskultasi pada
pemeriksaan fisik.1
Diagnosis DAP dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.1 Pemeriksaan
tersebut merupakan pilihan utama. Pemeriksaan lain seperti foto dada dan
elektrokardiogram juga dapat membantu menegakkan diagnosis.4
Penutupan defek merupakan tatalaksana utama dalam penutupan DAP.1,4 Saat
ini dapat dilakukan penutupan dengan menggunakan device atau coil, tergantung dari
besarnya defek. Torakotomi tetap menjadi standar untuk mengobati DAP sejak
pertama kali dilakukan pada tahun 1938. Dalam beberapa tahun terakhir, metode
invasif minimal untuk menutup DAP telah dikembangkan. Video-Assisted
Thoracoscopic Surgery (VATS) diaplikasikan pada tatalaksana DAP pada tahun
1991. Kateterisasi jantung, pertama kali digunakan untuk tatalaksana DAP pada
tahun 1966, sekarang sudah tersedia berbagai device untuk penutupan DAP.
Beberapa penelitian telah mempelajari device ini dibandingkan dengan ligasi bedah.

4
Meskipun bayi prematur terlalu kecil untuk menggunakan pendekatan transkateter,
namun tetap menjadi pilihan manajemen yang optimal untuk populasi anak.5

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan sebuah kasus korea
sidendham pada anak laki-laki usia

KASUS

An. PA, perempuan, 9 tahun 8 bulan, datang ke poli Kardiologi RSHAM pada
tanggal 24 September 2018 dengan keluhan utama mudah lelah. Hal ini dialami
pasien sejak 5 bulan yang lalu terutama saat pasien beraktivitas. Riwayat batuk
berulang dijumpai, biru tidak dijumpai. Berat badan sulit naik. Demam tidak
dijumpai. Buang air kecil kesan normal, buang air besar kesan normal. Riwayat
kelahiran : pasien adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasien lahir pada tanggal
22 Januari 2009 secara normal ditolong oleh bidan. Berat badan lahir 3000 gram,
tidak segera menangis, 5 menit kemudian baru menangis. Riwayat kehamilan : Usia
ibu saat hamil 23 tahun, secara rutin ke bidan, demam (-), hipertensi (-), diabetes (-),
asma (-), minum obat-obatan dan jamu-jamuan (-). Pasien merupakan pasien lama
divisi kardiologi yang telah dilakukan pemeriksaan ekokardiografi 5 bulan yang lalu
dengan diagnosis Gagal jantung kongestif e.c DAP sedang. Riwayat pengobatan :
furosemid dan spironolakton
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran: kompos mentis Temp: 36.8°C

BB : 21 kg, TB : 124 cm, BB/U : 80 %, TB/U : 91,8%, BB/TB : 87,5% ( Gizi


kurang)

Pucat (-), sesak (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-)

Kepala : Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)

Telinga: dalam batas normal, mulut: sianosis (-), T1-T1 non


hiperemis, hidung: pernapasan cuping hidung (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Dada : Simetris fusiformis, retraksi (-)

Frekuensi jantung : 90 kali/menit, regular, murmur kontinyu regio


midklavikularis sinistra grade III/6 interkostal II-III

Frekuensi nafas : 22 kali/menit, regular, ronkhi (-)/(-)

Perut : Lemas, peristaltik dalam batas normal. Hepar dan lien tidak teraba

5
Anogenital : Dalam batas normal

Anggota gerak : Frekuensi nadi 90 kali per menit, reguler, tekanan per volume kuat
angkat. Akral hangat, TD 95/65 mmHg, edema pretibia (-), waktu
pengisian kapiler < 2 detik, Saturasi O2 98%.
Hasil laboratorium
Tgl 24 September 2018
Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 13,3 g/dl 10,8-15,6
Hematokrit 40% 33-45
Leukosit 12.220/ꙡL 4.500-13.500
Trombosit 435.000 /ꙡL 181.000-521.000
MCV 79 fL 69-93
MCH 26,2 pg 22-34
MCHC 33,2 g/dL 32-36
Eosinofil 3,8% 1,00-5,00
Basofil 0,30% 0,00-1,00
Neutrofil 47,10% 25,00-60,00
Limfosit 43,90% 25,00-50,00
Monosit 4,90% 1,00-6,00
Faal Hemostasis
INR 1,00 detik 0,8-1,30
APTT 40,1 (33,4) detik
PT 13,9 (14) detik
TT 14,8 (19,6) detik
ALP 134 U/L 40-150
SGOT 19 U/L 5-34
SGPT 12 U/L 0-55
GDS 94 mg/dl <200
BUN 9 mg/dl 7-19
Ureum 19 mg/dl 15-40
Kreatinin 0,54 mg/dl 0,6-1,1
Kalsium 9,10 mg/dl 8,4-10,2
Natrium 135 mg/dl 135-155
Kalium 4,3 mg/dl 3,6-5,5
Klorida 104 mg/dl 96-106
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Anti HIV (Rapid I) Non reaktif Non reaktif

Kesan : dalam batas normal

Hasil Foto thoraks (tgl 25 September 2018)


Kesimpulan : Kardiomegali + tanda bendungan paru

Hasil Elektrokardiografi

6
Sinus ritme + LVH

Hasil ekokardiogafi (tgl 10 April 2018)

Situs solitus, AV VA concordance, normal pulmonary venous drainage, intact IAS &
IVS, dilated LA-LV, DAP sedang ( 6-7 mm), left aortic arch, Fungsi sistolik ventrikel
kiri baik. EF: 65%, FS: 33 %. Tidak ada efusi perikard. Tidak ada coarctasio aorta.
Kesimpulan : DAP sedang + left sided enlargement
Anjuran : Anti failure
Transcatheter closure

Diagnosa kerja:
Gagal jantung kongestif e.c DAP sedang

Tatalaksana :
- Furosemide 2 x 20 mg

- Spironolactone 2 x 12,5 mg

Pemantauan tanggal 26-27 September 2018

S : Sesak nafas tidak dijumpai

O:

Kesadaran: kompos mentis Temp: 36.8°C

Pucat (-), sesak (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-)

Kepala : Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)

Telinga: dalam batas normal, mulut: sianosis (-), T1-T1 non hiperemis,
hidung: pernapasan cuping hidung (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

7
Dada : Simetris fusiformis, retraksi (-)

Frekuensi jantung : 94 kali/menit, regular, murmur kontinyu regio


midklavikularis sinistra grade III/6 interkostal II-III

Frekuensi nafas : 22 kali/menit, regular, ronkhi (-)/(-)

Perut : Lemas, peristaltik dalam batas normal. Hepar dan lien tidak teraba

Anogenital : dalam batas normal

Anggota gerak: Frekuensi nadi 94 kali per menit, reguler, tekanan per volume kuat
angkat. akral hangat, TD 90/60 mmHg, edema pretibia (-), waktu
pengisian kapiler < 2” , Saturasi O2 98%.

Diagnosis kerja :

Gagal jantung kongestif e.c DAP sedang

Terapi :

- Penutupan transkateter di cath lab


- Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV, 1 jam sebelum tindakan dan 2 kali setelah tindakan
/12 jam/ IV
- Furosemide 2x 20 mg
- Spironolakton 2 x 12,5 mg

Hasil kateterisasi :
- Ukuran DAP 4,6 mm
- Ukuran ampula 19,5 mm
- Penutupan dilakukan dengan menggunakan device ® Heart made dari
Lifetech no. 8/10

Pemantauan tanggal 28 September 2018

S : Sesak nafas tidak dijumpai

O:

Kesadaran: kompos mentis Temp: 36.8°C

Pucat (-), sesak (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-)

Kepala : Mata: konjunctiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)

8
Telinga: dalam batas normal, mulut: sianosis (-), T1-T1 non
hiperemis, hidung: pernapasan cuping hidung (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Dada : Simetris fusiformis, retraksi (-)

Frekuensi jantung : 90 kali/menit, regular, murmur (-)

Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular, ronkhi (-)/(-)

Perut : Lemas, peristaltik dalam batas normal. Hepar dan lien tidak teraba

Anogenital : Dalam batas normal

Anggota gerak: Frekuensi nadi 90 kali per menit, reguler, tekanan per volume kuat
angkat. Akral hangat, TD 90/60 mmHg, edema pretibia (-), waktu
pengisian kapiler < 2”, Saturasi O2 98%.

Ekokardiografi 1 hari setelah penutupan DAP transkateter (28 September


2018)

Device in situ

No residual shunt

Dilated LA-LV

Mild AR

Fair LV systolic function (EF : 48%, FS : 24%)

9
Diagnosis kerja :

Post penutupan DAP transkateter

Terapi :

Digoxin 2 x 0,125 mg
Furosemide 2 x 20 mg
Spironolakton 2 x 12,5 mg

Anjuran : Pulang berobat jalan

Ekokardiografi ulang post tindakan 1 minggu, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun

Pemantauan tanggal 1 Oktober 2018


S : Sesak nafas tidak dijumpai

O:

Kesadaran: kompos mentis Temp: 36.8°C

Pucat (-), sesak (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-)

Kepala : Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)

Telinga: dalam batas normal, mulut: sianosis (-), T1-T1 non hiperemis,
hidung: pernapasan cuping hidung (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Dada : Simetris fusiformis, retraksi (-)

Frekuensi jantung : 98 kali/menit, regular, murmur tidak terdengar

Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular, ronkhi (-)/(-)

Perut : Lemas, peristaltik dalam batas normal. Hepar dan lien tidak teraba

Anogenital : Dalam batas normal

Anggota gerak: Frekuensi nadi 98 kali per menit, reguler, tekanan per volume kuat
angkat. Akral hangat, TD 100/60 mmHg, edema pretibia (-), waktu
pengisian kapiler < 2”, Saturasi O2 99%

Ekokardiografi tanggal 1 Oktober 2018

10
Device in situ

No residual shunt

Dilated LA-LV, MPA

Mild AR

No CoA, No LPA stenosis, No PE

Fair LV systolic function (EF : 49,5%, FS : 25%)

Diagnosis kerja :

Post penutupan DAP transkateter

Terapi :

Digoxin 2 x 0,125 mg
Furosemide 2 x 20 mg
Spironolakton 2 x 12,5 mg

Anjuran : Ekokardiografi ulang 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun

Pemantauan tanggal 1 November 2018


S : Sesak nafas tidak dijumpai

O:

Kesadaran: kompos mentis Temp: 36.8°C

Pucat (-), sesak (-), ikterik (-), edema (-), sianosis (-)

11
Kepala : Mata: konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)

Telinga: dalam batas normal, mulut: sianosis (-), T1-T1 non


hiperemis, hidung: pernapasan cuping hidung (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Dada : Simetris fusiformis, retraksi (-), Frekuensi jantung: 90 kali/menit,


murmur (-)

Perut : Lemas, peristaltik dalam batas normal. Hepar dan lien tidak teraba

Anogenital : Dalam batas normal

Anggota gerak: Frekuensi nadi 90 kali per menit, reguler, tekanan per volume kuat
angkat. Akral hangat, TD 90/60 mmHg, edema pretibia (-), waktu
pengisian kapiler < 2”, Saturasi O2 99%.

Ekokardiografi tanggal 1 November 2018

Device in situ

No residual shunt

Dilated LA-LV, MPA

Mild AR

No CoA, no LPA, no PE

Good LV systolic function (EF : 64,1%, FS : 34,4%)

Kesimpulan : Complete closure + mild AR

12
Diagnosis kerja :

Post penutupan DAP transkateter

Terapi :

Digoxin 2 x 0,125 mg
Furosemide 2 x 20 mg
Spironolakton 2 x 12,5 mg

Anjuran : Ekokardiografi 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun

DISKUSI
Duktus arteriosus persisten ialah penyakit jantung asianotik disebabkan oleh
patensinya duktus arteriosus setelah bayi lahir yang menghubungkan arteri
pulmonalis dengan aorta desenden. Seharusnya struktur pembuluh ini menutup
setelah lahir. Pada minggu pertama kehidupan, duktus arteriosus paten yang persisten
merupakan kondisi abnormal. Dampak fisiologis dan klinis DAP tergantung kepada
besarnya defek. Defek DAP bisa dijumpai silent, kecil, moderat dan besar.3,4
Pada duktus arteriosus yang tetap terbuka dapat mengakibatkan pirau dari kiri
ke kanan.4 Pirau kiri ke kanan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti panjang dan
diameter dari duktus, perbedaan tekanan antara aorta - arteri pulmonal dan perbedaan
resistensi antara sistemik dan pembuluh darah.1,4 Duktus arteriosus dengan diamater
yang kecil (1.5-3 mm), resistensi pada duktus sangat tinggi, sehingga terjadi pirau
yang rendah. Sebaliknya, pada duktus arteriosus yang moderate-besar (3-5 mm atau
lebih besar), tekanan pada aorta dan arteri pulmonal akan sama, sehingga terjadinya
pirau tergantung pada perbedaan resistensi sistemik dan resistensi pulmonal. Pirau
akan bermakna secara klinis ketika resistensi pulmonal berkurang seiring terisinya
alveolus oleh udara.6,7
Bayi yang baru lahir dengan DAP, manifestasi klinis yang ditimbulkan akibat
shunting akan terdeteksi mulai usia 2 bulan.4 Derajat keparahan shunting yang terjadi
tergantung pada resitensi duktus dan perbedaan tekanan antara aorta dan arteri
pulmonal.8 Resistensi duktus dipengaruhi oleh panjang, diameter dan bentuk dari
saluran.5,8 Semakin rendah resistensi duktus atau gradien tekanan arteri pulmonal
yang lebih tinggi dibanding aorta akan meningkatkan pirau kiri ke kanan. 8 Keadaan
ini akan menyebabkan oversirkulasi pulmonal dan overload jantung kiri. Pirau kiri
ke kanan yang dibiarkan dalam waktu lama akan menyebabkan perubahan
morfologis pembuluh darah paru.5,9 Perubahan yang dijumpai; hipertropi arteriolar-
medial, proliferasi tunika intima disertai fibrosis dan obliterasi arteriol pulmonal.9

13
Adaptasi tersebut akan meningkatkan resistensi pembuluh darah pulmonal sehingga
terjadi perubahan gradien tekanan terhadap aorta. Hal ini menyebabkan pirau kanan
ke kiri. Patofisiologi ini dikenal sebagai sindroma Eisenmeinger.5,10
Anamnesa pada penderita DAP biasanya tidak disertai gejala, apabila pirau
yang terjadi kecil. Sesak napas, kesulitan dalam ber aktivitas terjadi apabila pirau
kiri-kanan yang dijumpai besar sebagai akibat oversirkulasi pulmonal dan overload
ventrikel kiri. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya murmur. Murmur yang khas
untuk DAP adalah continous murmur yang terdengar jelas pada upper left sternal
border yang menjalar ke punggung dan sternum.1,3 Murmur dapat disertai thrill jika
defek DAP yang dijumpai besar.1 Peningkatan kontraksi miokardium yang disertai
takikardia akan menyebabkan tekanan nadi menjadi kuat (water-hammer pulse).1
Pemeriksaan penunjang seperti foto dada, EKG, ekokardiografi dan kateterisasi
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa.1,3 Pemeriksaan ekokardiografi dan
kateterisasi dapat menentukan diagnosa definitif.4 Pada DAP yang besar,
kardiomegali dapat dijumpai akibat pembesaran atrium kiri dan atau ventrikel kiri.5
Corakan pembuluh darah vaskular dapat dijumpai meningkat pada pemeriksaan foto
toraks. Pembesaran arteri pulmonalis komunis juga dapat terlihat pada pemeriksaan
foto toraks.5,9 Pemeriksaan EKG akan menunjukkan hasil normal pada DAP kecil.
DAP yang moderat-besar menunjukkan sinus takikardia, gambaran hipertropi
ventrikel kiri dan gambaran hipertropi atrium kiri. DAP besar yang disertai dengan
hipertensi pulmonal akan memberikan gambaran biventrikular hipertropi dan
hipertropi atrium kanan.11
Pada pasien ini dijumpai keadaan mudah lelah saat melakukan aktivitas dan
mengalami batuk berulang menunjukkan telah adanya gejala oversirkulasi pulmonal
dan overload ventrikel kiri. Akan tetapi, penemuan kasus ini terlambat dikarenakan
sejak pasien lahir hingga diagnosis ditegakkan, orang tua pasien hanya membawa
pasien berobat ke bidan yang berada di daerah tempat tinggalnya. Pada akhirnya, saat
usia 9 tahun baru pasien dibawa ke dokter dan di rujuk ke RS H.Adam Malik dengan
sangkaan penyakit jantung kongenital untuk dilakukan ekokardiografi.
Tabel 1. Gambaran DAP berdasarkan ukuran3

Tipe Gambaran
DAP asimptomatik <1.5 mm dan bising (-)
DAP sangat kecil ≤1.5 mm dengan bising (+)
DAP kecil 1.5 mm dan bising (+)
DAP sedang 3-5 mm dan bising (+)
DAP besar >5 mm dan bising (+)

14
Indikasi penutupan duktus tanpa bedah :
1. Penutupan DAP diindikasikan pada pasien dengan DAP yang signifikan
secara hemodinamik dengan CHF, kegagalan tumbuh kembang, sirkulasi
berlebih pada paru, atau pembesaran jantung kiri. 12
2. DAP kecil dengan murmur yang dapat didengar dengan teknik auskultasi
standar.1
3. Silent ductus. Ada beberapa data tentang manfaat menutup silent duktus yaitu
mengurangi kerusakan endotel yang signifikan menyebabkan endokarditis.
Akan tetapi hal ini masih kontroversi.6
Prosedur penutupan DAP tanpa bedah : 1,5
1. Duktus yang kecil (<3 mm) ditutup dengan coil. Gianturco stainless steel
coils telah menjadi perangkat standar untuk penutupan DAP untuk semua
anak dengan duktus lebih kecil dari 3 mm.
2. Untuk duktus yang lebih besar tetapi lebih kecil dari 12 mm digunakan
Amplatzer Ductal Occlude (ADO).

Gambar 1 . Foto device yang digunakan untuk penutupan DAP transkateter : A.


Gianturco coil, B. Cook detachable coil, C: Gianturco-Grifka vascular occlusion
device dan D. Amplatzer Duct Occluder.3

Keuntungan dari penutupan duktus tanpa bedah yaitu kurang invasif, tidak perlu
anestesi umum, masa rawat inap yang lebih pendek, periode pemulihan, tidak ada
luka bekas torakotomi, lebih sedikit komplikasi dan sisa shunt, dan efektif dalam
mengurangi hipertensi paru dan dilatasi ventrikel kiri.1,13 Kerugian dan komplikasi
potensial termasuk kebocoran residu, embolisasi arteri paru, hemolisis, stenosis arteri
pulmonal kiri, oklusi aorta oleh ADO dan oklusi pembuluh darah femoralis.

15
Komplikasi yang dapat ditemukan juga pada penutupan dengan kateter adalah
pengulangan intervensi.5,14
Indikasi penutupan secara bedah dilakukan untuk pasien di mana teknik
penutupan non-bedah tidak dapat dilakukan. Perangkat intervensi daripada operasi
digunakan untuk menutup duktus kecil tanpa gangguan hemodinamik yang
signifikan.
Prosedur penutupan DAP dengan pembedahan :
1. Ligasi dan pembelahan melalui torakotomi posterolateral kiri tanpa bypass
kardiopulmoner.1
2. Teknik ligasi dengan VATS telah menjadi standar perawatan untuk
manajemen bedah duktus dengan panjang yang memadai (untuk
memungkinkan ligasi yang aman), yang dilakukan melalui tiga port kecil di
ruang interkostal keempat. 5,15,
Penutupan DAP transkateter adalah metode yang efektif dan kurang invasif
dibandingkan dengan ligasi bedah. Komplikasi yang lebih rendah dan biayanya tidak
terlalu tinggi dibandingkan dengan ligasi bedah.16 Komplikasi yang dapat terjadi
pada pembedahan yaitu cedera pada saraf laring berulang (suara serak), saraf frenikus
kiri (kelumpuhan hemidiafragma kiri), atau saluran toraks (cylothorax,
pneumothorax) mungkin terjadi. 1
Pada pasien ini didapatkan pada hasil ekokardiografi yaitu DAP dengan
ukuran 4,6 mm dengan pembesaran jantung kiri. Pada pasien dilakukan tindakan
penutupan dengan menggunakan device ® Heart made dari Lifetech ukuran 8/10 dan
tidak didapatkan komplikasi berupa residu dan tromboemboli pembuluh darah.

Ringkasan
Telah dilaporkan suatu kasus penutupan transkateter duktus arteriosus persisten pada
anak perempuan berusia 9 tahun 8 bulan yang telah dilakukan pemasangan device.
Pasien mengalami perbaikan secara klinis dan tidak mengalami komplikasi. Saat ini
pasien tidak mengalami masalah namun pasien masih harus melakukan pemantauan
secara berkala.
Selama periode pengamatan tidak ditemukan komplikasi medis yang berarti,
namun hal ini membutuhkan pengamatan lebih lanjut. Masalah status gizi kurang
yang dialami pada masa sebelum dilakukan penutupan duktus dan pada awal
pengamatan mengalami perbaikan. Pola makan dan asupan nutrisi yang pasien
hingga pengamatan terakhir masih kurang, hal ini disebabkan karena pasien memiliki

16
aktifitas fisik yang tinggi sehingga pasien sering tidak mau makan dan lebih senang
bermain dengan teman-temannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Park MY. Paten ductus arteriosus. Parks’s the pediatric cardiology handbook 5th
in Park MY (ed). Texas: Elsevier.2016.7:108-10
2. Djer MM, Saputro DD, Putra ST, Idris NS. Transcatheter closure of patent
ductus arteriosus: 11 years of clinical experience in Cipto Mangunkusumo
Hospital, Jakarta, Indonesia. Pediatr Cardiol. 2015;36:1070–4.
3. Gunawan H, Kaban RK. Terapi farmakologis duktus arteriosus paten pada bayi
prematur: Indometasin atau ibuprofen? Sari Pediatri. 2010;11(6):401-8
4. Bernstein D. Paten ductus arteriosus. Nelson textbook of pediatrics Edisi 20
Volume 2 in Kliegman RM, Santon BF, ST Geme JW, Schor NF, Behrman RE
(Editor). Philadelphia: Elsevier. 2016. 426(8):2197-9
5. Lam JY, Lopushinsky SR, Ma IW, Dicke F, Brindle ME. Treatment options for
pediatric patent ductus arteriosus systematic review and meta-analysis. CHEST.
2015;148:784-93
6. Yarrabolu T, Rao S. Transcatheter closure of patent ductus arteriosus. Pediat
Therapeut. 2012;5:1-8.
7. Gournay V. The ductus arteriosus: Physiology, regulation, and functional and
congenital anomalies. Arch cardiovasc dis. 2011;104:578-85.
8. Baruteau AE, Hascoet S, Baruteau J, Boudjemline Y, Lambert V, Angel CY, et
al. Transcatheter closure of paten ductus arteriosus: Past, present and future.
Arch cardiovasc Dis.2014;107:122-32
9. Mellion HR, Uzark K, Cassedy A, Drotar D, Wernovsky G, Newburger JW, et
al. Health related quality of life outcomes in children and adolescents with
congenital heart disease. J Pediatr. 2014;164:781-8
10. Rahayuningsih SE. Familial congenital heart disease in bandung, indonesia.
Paediatrica Indonesiana.2013;53(3):173-6
11. Marquis RM. Congenital heart disease : the ductus arteriosus as pathfinder. Br
Heart J.1987;58:429-36
12. Demir F, Celebi A, Saritas T, Erdem A, Demir H, Firat MF, et al. long-term
follow-up result of lung perfusion studies after transcatheter closure of patent
ductus arteriosus.Congenital Heart Disease.2013;8:159-166

17
13. Rao, PS. Consensus on timing of intervention for common congenital heart
disease : part I – Acyanotic heart defects. Indian J Pediatr (January
2013)80(1):32-38.
14. Chen ZY , Wu LM , Luo YK , et al . Comparison of long-term clinical
outcome between transcatheter Amplatzer occlusion and surgical closure of
isolated patent ductus arteriosus . Chin Med J (Engl) . 2009 ; 122 ( 10 ): 1123
- 1127 .
15. Dice JE , Bhatia J . Patent ductus arteriosus: an overview . J Pediatr
Pharmacol Th er . 2007 ; 12 ( 3 ): 138 – 146.
16. Zulqarnain A, Younas M, Waqar T, Beg A, Asma T, Raza MA. Comparison of
effectiveness and cost of patent ductus arteriosus device occlusion versus
surgical ligation of patent ductus arteriosus. Pak J Med Sci. 2016 ; 32(4): 974–
977.

18
Kedokteran Berbasis Bukti

(Evidence-Based Practice)

A. Pertanyaan klinis
Apakah ada perbedaan luaran antara anak dengan DAP yang dilakukan
penutupan transkateter dengan ligasi?
B. Komponen pertanyaan Foreground (PICO)

Problem : Anak dengan DAP

Intervention : Penutupan transkateter

Comparisons : Pembedahan

Outcome : Intervensi berulang, lama prosedur, lama rawat, infeksi,


transfusi, luka bekas operasi dan biaya.

Metode Penelusuran

Kami telah melakukan penelusuran pada Pubmed dengan kata kunci “ patent
ductus arteriosus” dan “ children” dan “ transcatheter closure” dan
ditemukan satu jurnal yang dapat menjawab pertanyaan PICO dengan judul
“Treatment Options for Pediatric Patent Ductus Arteriosus. Systematic
Review and Meta-analysis”.

Kajian Kritis Kedokteran Berbasis Bukti

Penelitian Sistematik Review dan Meta Analisis

Apakah hasil penelitian valid ?

1. Apakah pertanyaan penelitian didefinisikan dengan jelas dan spesifik?

Ya ( √ ) Tidak( ) Tidak jelas( )

Pada jurnal ini dijelaskan pilihan tindakan untuk kasus DAP yaitu dengan cara
operasi atau penutupan dengan transkateter.

2. Apakah studi yang dilibatkan dalam review dan meta analisis menggunakan

19
desain yang sesuai untuk menjawab pertanyaan yang diajukan?

Ya(√ ) Tidak( ) Tidak jelas( )

Penelitian ini menggunakan satu penelitian RCT dan tujuh penelitian observasional
dengan total sampel keseluruhan yaitu 1.107 sampel.

3. Apakah strategi pencarian artikel yang relevan dinyatakan dengan jelas?

Ya( √ ) Tidak( ) Tidak jelas( )

Penelitian ini mencari literatur dengan menggunakan mesin pencari MEDLINE,


Embase, Pubmed dan Cochrane Central Register of Controlled Trials antara tahun
1950 sampai dengan februari 2014. Penelusuran menggunakan kata kunci
Pediatr*OR child* OR neonate* OR infant AND PDA OR patent ductus AND
Trans-catheter OR occlusion OR coil* OR clip OR radiologic OR interventional OR
device OR surgery OR ligation OR suture.

4. Apakah dilakukan penilaian terhadap kualitas studi-studi yang dilibatkan dalam

review dan meta analisis?

Ya( √ ) Tidak( ) Tidak jelas( )

Judul studi, abstrak, dan artikel lengkap ditinjau secara independen oleh dua penulis
(J. Y. L. dan M. E. B.) untuk dimasukkan. Ketidaksepakatan diselesaikan dengan
konsensus. Studi dimasukkan jika ada perbandingan langsung antara ligasi bedah dan
terapi berbasis kateter untuk PDA pada populasi pediatrik. Studi dikeluarkan jika
mereka memiliki kurang dari empat subjek atau jika mereka memeriksa bayi
prematur atau pasien dewasa tanpa populasi pasien anak yang dapat dianalisis secara
terpisah. Studi juga dikeluarkan jika mereka mengandung data duplikat atau
nonoriginal, subyek hewan, kurangnya perbandingan antara intervensi, atau tidak
adanya hasil klinis, atau jika data yang terpisah / hilang tidak tersedia meskipun
upaya untuk menghubungi penulis.

Bagaimana hasil penelitian ini ?

1. Apa hasil keseluruhan dari meta analisis?


Dalam 7 penelitian observasional ada penurunan kemungkinan yang
signifikan (OR, 0,12; 95% CI, 0,03-0,42) untuk reintervention pada
kelompok ligasi bedah tetapi odds tidak signifikan lebih tinggi untuk
keseluruhan komplikasi (OR, 2,01; 95% CI, 0,68- 5.91). Tidak ada
komplikasi yang dilaporkan dalam RCT, tetapi ligasi bedah dikaitkan dengan

20
penurunan peluang untuk pengulangan intervensi dan lama rawat yang lebih
lama.
2. Seberapa signifikan dan presisi hasilnya?
Dalam analisis gabungan, ada peningkatan yang tidak signifikan dalam
kemungkinan komplikasi yang terkait dengan terapi bedah (OR, 2,01; 95%
CI, 0,68-5,91; P5,21). Ada heterogenitas moderat dalam penelitian ini,
dengan I2 dari 54,6% (P = , 066). Dalam RCT, tidak ada komplikasi yang
terlihat pada kedua kelompok perlakuan.

Apakah hasil penelitian dapat diterapkan pada pasien kita ?

Ya( √ ) Tidak( ) Tidak jelas( )

Usia pasien pada penelitian ini berkisar dari beberapa hari hingga usia 18 tahun.
Kemudian tindakan ligasi dan penutupan transkateter dapat dilakukan di RSUP
H.Adam Malik Medan

21

Anda mungkin juga menyukai