Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya
kelainankelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara
melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi).1
Di antara pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis
penyakit jantung, auskultasi merupakan salah satu bagian yang penting l,2 .
Dengan auskultasi dapat didengar bunyi jantung dan bising jantung. Yang
dimaksud dengan bunyi jantung ialah vibrasi pendek yang terdengar pada siklus
jantung yang dapat didengar dengan teknik tertentu. Seseorang tidak dapat
mendengar getaran jantung dengan tergesa-gesa atau tanpa petunjuk. Biasanya
ada dua bunyi, bunyi jantung I dan II. Di antaranya ada dua interval yaitu sistole
dan diastole. Sistole ialah interval antara bunyi jantung I dan II dan diastole
antara bunyi jantung II dan I. Waktu mendengar, pemeriksa harus memusatkan
pikiran pada sifat, karakteristik dan intensitas bunyi jantung. Penilaian dilakukan
berurutan dan sendiri-sendiri mulai dari bunyi jantung I, bunyi jantung II, sistole
dan diastole 3. Yang digolongkan dalam bunyi jantung ialah: 2,3 ? Bunyi-bunyi
jantung I, II, III, IV. ? Opening snap. ? Irama derap. ? Klik. Bunyi jantung I, II
merupakan bunyi jantung normal. Bunyi jantung III juga normal bila terdengar
sampai umur 20an 3 . Bunyi jantung IV, opening snap, Irama derap dan klik
ditemukan sebagai keadaan yang patologik. Pada kasus- kasus patologik tertentu
dapat pula terdengar kelainan bunyi jantung I, II, III. Makalah ini membicarakan
bunyi jantung khususnya produksi yang normal dan patologik. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SIKLUS JANTUNG

Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung
sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Setiap
siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus
sinus. Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan dekat tempat
masuk vena kava superior, dan potensial aksi menjalar dengan cepat sekali
melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel. Karena ada
pengaturan khusus sistem konduksi dari atrium menuju ke ventrikel, ditemukan
keterlambatan selama lebih dari 1/10 detik sewaktu impuls jantung dihantarkan
dari atrium ke ventrikel. Keadaan ini menyebabkan atrium akan berkontraksi
mendahului ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam ventrikel
sebelum kontraksi ventrikel yang kuat. Jadi, atrium bekerja sebagai pompa primer
bagi ventrikel, dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan yang
utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah.3,4,5

2.1 Sistol dan Diastol

Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastol, yaitu
periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh satu periode kontraksi
yang disebut sistol. Gambar 1 menjelaskan berbagai peristiwa yang berbeda yang
terjadi selama siklus jantung. Dibawah kurva elektrokardiogram, terdapat kurva
secara berurutan yang menunjukkan perubahan-perubahan tekanan di dalam aorta,
ventrikel kiri, dan atrium kiri. Kurva keempat melukiskan perubahan volume
ventrikel, kurva keenam adalah fonokardiogram, yang merupakan rekaman bunyi
yang dihasilkan oleh jantung, terutama katup jantung, sewaktu memompkan
darah.3,4,5,6
Gambar 1. Peristiwa-peristiwa dalam siklus jantung6

2.2 Elektrokardiogram dan Siklus Jantung


Gelombang P, Q, R, S, T yang ditunjukkan oleh elektrokardiogram pada
Gambar 1 merupakan tegangan listrik yang ditimbulkan oleh jantung dan direkam
oleh elektrokardiograf dari permukaan tubuh. Gelombang P disebabkan
penyebaran depolarisasi melewati atrium yang diikuti oleh kontraksi atrium, yang
menyebabkan kurva tekanan atrium naik sedikit segera sesudah gelombang P.
Kira-kira 0.16 detik sesudah timbul gelombang P, muncul gelombang QRS
sebagai hasil dari depolarisasi pada ventrikel, yang mengawali kontraksi ventrikel
dan menyebabkan tekanan ventrikel mulai meningkat, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1. Oleh karena itu, kompleks QRS mulai sesaat sebelum sistolik
ventrikel. Gelombang T mewakili tahap repolarisasi ventrikel yaitu waktu dimana
serat-serat ventrikel mulai berelaksasi, yang terjadi sesaat sebelum akhir dari
kontraksi ventrikel.3,5,6

2.3 Fungsi Atrium Sebagai Pompa Primer3,5

Dalam keadaan normal, darah mengalir secara terus menerus dari vena-
vena besar menuju ke atrium; kira-kira 75 persen dari darah tersebut akan
mengalir langsung melewati atrium dan masuk ke dalam ventrikel bahkan
sebelum atrium berkontraksi. Selanjutnya, kontraksi atrium biasanya
menyebabkan tambahan pengisian ventrikel sebesar 25 persen. Oleh karena itu,
atrium dikatakan berfungsi sebagai pompa primer yang meningkatkan efektivitas
pompa ventrikel sebanyak 25 persen. Namun, jantung bahkan dapat terus bekerja
dengan memuaskan pada keadaan tanpa tambahan efektivitas sebesar 25 persen
tersebut, karena secara normal jantung sudah memompakan darah 300 sampai 400
persen lebih banyak daripada yang sebesarnya dibutuhkan oleh tubuh.

Perubahan Tekanan di Dalam Atrium

Pada kurva tekanan atrium dalam Gambar 1 dapat dilihat tiga peningkatan
tekanan yang utama, yang disebut gelombang tekanan atrium a, c, dan v.

Gelombang a disebabkan oleh kontraksi atrium. Biasanya selama kontraksi


atrium, tekanan atrium kanan meningkat sebesar 4 sampai 6 mmHg, sedangkan
tekanan atrium kiri meningkat kira-kira sebesar 7 sampai 8 mmHg. Gelombang c
terjadi saat ventrikel mulai berkontraksi, gelombang ini disebabkan sebagian oleh
adanya sedikit aliran balik darah ke dalam atrium pada permulaan kontraksi
ventrikel, tetapi mungkin terutama disebabkan oleh penonjolan katup A-V
kembali ka arah atrium karena adanya peningkatan tekanan di dalam ventrikel.
Gelombang v terjadi menjelang akhir kontraksi ventrikel, yang terjadi oleh aliran
yang lambat dari vena sementara katup A-V tertutup sewaktu kontraksi ventrikel.
Kemudian, waktu kontraksi ventrikel selesai, maka katup A-V membuka,
sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel dan meyebabkan
hilangnya gelombang v.

2.4 Fungsi Ventrikel Sebagai Pompa3,5

Pengisian Ventrikel

Selama fase sistolik ventrikel, sejumlah darah berkumpul dalam atrium


karena katup A-V tertutup. Oleh karena itu, segera sesudah sistolik selesai dan
tekanan ventrikel turun lagi sampai ke nilai diastoliknya yang rendah, tekanan
yang cukup tinggi di dalam atrium segera mendorong katup A-V agar terbuka
sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, seperti yang
diperlihatkan dengan naiknya kurva volume ventrikel dalam Gambar 1. Keadaan
ini disebut sebagai periode pengisian cepat pada ventrikel.

Periode pengisian cepat berlangsung kira-kira pada sepertiga pertama dari


diastolik. Selama sepertiga kedua dari diastolik, biasanya hanya ada sedikit darah
yang mengalir ke ventrikel; darah ini adalah darah yang terus mengalir masuk ke
dalam atrium dari vena-vena, dan dari atrium langsung masuk ke dalam ventrikel.
Selama periode sepertiga akhir dari diastolik, atrium berkontraksi dan
memberikan dorongan tambahan terhadap aliran darah yang masuk ke dalam
ventrikel; dan hal ini kira-kira 25 persen dari pengisian ventrikel pada setiap
siklus jantung.

Periode Kontraksi Isovolemik (Isometrik)


Segera sesudah ventrikel mulai berkontraksi, tekanan ventrikel meningkat
dengan tiba-tiba, seperti yang digambarkan dalam Gambar 1, sehingga
menyebabkan katup A-V menutup. Selanjutnya dibutuhkan tambahan waktu
sebesar 0.02-0.03 detik bagi ventrikel agar dapat membentuk tekanan yang cukup
untuk mendorong katup semilunaris (katup aorta dan katup pulmonal) agar
terbuka melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis. Oleh karena itu,
selama periode waktu tersebut, akan terjadi kontraksi dalam ventrikel, namun
belum ada pengosongan, yang disebut sebagai periode kontraksi isovolemik atau
isometrik, yang berarti ada kenaikan tegangan didalam otot namun tidak terjadi
pemendekan serat-serat otot. (Hal itu tidak begitu benar, sebab sebenarnya ada
pemendekan yang berlangsung dari bagian apeks jantung ke bagian basis jantung
dan juga perpanjangan sirkumferensial)

Periode ejeksi

Bila tekanan ventrikel kiri meningkat sedikit diatas 80 mmHg dan tekanan
ventrikel kanan meningkat sedikit diatas 8 mmHg, maka tekanan ventrikel ini
sekarang akan mendorong katup semilunaris supaya terbuka. Segera setelah itu,
darah mulai mengalir keluar dari ventrikel, sekitar 70 persen dari proses
pengosongan terjadi sepertiga pertama dari periode ejeksi dan 30 persen sisanya
terjadi selama dua pertiga berikutnya. Oleh karena itu, waktu sepertiga yang
pertama disebut peridoe ejeksi cepat dan waktu duapertiga yang terakhir disebut
sebagai periode ejeksi lambat. Untuk suatu alasan yang khusus, selama periode
ejeksi lambat tekanan ventrikel turun sampai sedikti dibawah tekanan dalam aorta,
walaupun kenyataannya masih ada sejumlah darah yang mengalir meninggalkan
ventrikel kiri. Alasannya ialah darah yang mengalir keluar dari ventrikel itu
mempunyai daya gerak. Sewaktu daya gerak ini menurun selama bagian akhir dari
sistolik, energi kinetik dari daya gerak diuabah menjadi tekanan di dalam aorta,
yang akan menyebabkan tekanan arteri meningkat sedikit lebih tinggi daripada
tekanan di dalam ventrikel.

Periode Relaksasi Isovolemik (Isometrik)


Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara tiba-tiba, sehingga
tekanan intraventrikular menurun dengan cepat. Peninggian tekanan di dalam
arteri besar yang berdilatasi segera mendorong darah kembali ke ventrikel, dimana
aliran darah ini akan menutup katup aorta dan katup pulmonalis dengan keras.
Selama 0.03 sampai 0.06 detik berikutnya, otot ventrikel akan terus berelaksasi,
meskipun volume ventrikel tidak berubah, sehingga meningkatkan periode
relaksasi isovolemik atau isometrik. Selama periode ini, tekanan intraventrikular
menurun dengan cepat sekali ke tekanan diastoiknya yang sangat rendah.
Selanjutnya katup A-V akan terbuka untuk memulai siklus pemompaan ventrikel
yang baru.

Volume Akhir-Diastolik, Volume Akhir-Sistolik, dan Keluaran Isi Sekuncup

Selama fase diastolik, pengisian ventrikel biasanya akan meningkatkan


volume setiap ventrikel sampai kira-kira 110-120 mililiter. Volume ini dikenal
sebagai volume akhir-diastolik. Selanjutnya, sewaktu ventrikel mengosongkan
isinya selama fase sistolik, volume ventrikel akan menurun sampai kira-kira 70
mililiter, yang disebut sebagai keluaran isi sekuncup. Volume yang masih
tertinggal dalam setiap ventrikel, yakni kira-kira 40 sampai 50 mililiter, disebut
sebagaivolume akhir-sistolik. Bagian dari volume akhir-diastolik yang
disemprotkan keluar disebut bagian ejeksi, biasanya sama dengan kira-kira 60
persen.

Bila jantung berkontraksi dengan kuat, volume akhir-sistolik dapat turun


rendah sekali mencapai 10 sampai 20 militer. Sebaliknya, bila sejumlah besar
darah mengalir masuk ke dalam ventrikel selama fase diastolik dapat menjadi
150-180 mililiter pada sebuah jantung yang normal. Dan dengan menaikkan
volume akhir-diastolik dan menurunkan volume akhir-sistolik, keluaran isi
sekuncup seringkali dapat ditingkatkan sampai kira-kira lebih dari dua kali
volume normal.

2.5 Fungsi dari Katup 5,7

Katup atrioventrikular
Katup A-V mencegah aliran balik darah yang berasal dari ventrikel
menuju ke atrium selama fase sistolik, dan katup semilunaris mencegah aliran
balik darah yang berasal dari aorta dan arteri pulmonaris kembali ke ventrikel
selama diastolik. Semua katup tersebut, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
2, menutup dan membuka secara pasif. Yaitu, katup-katup ini akan menutup
sewaktu gradien tekanan balik mendorong darah kembali ke belakang, dan katup-
katup akan membuka bila gradien tekanan ke arah depan mendorog darah ke
depan. Dengan alasan anatomi yang jelas, penutupan katup A-V yang tipis dan
mirip selaput ini hampir tidak membutuhkan aliran balik darah, sedangkan katup
semilunaris yang jauh lebih tebal membutuhkan aliran balik yang agak kuat
selama beberapa milidetik untuk menutup.

Gambar 2. Anatomi Katup jantung7

Fungsi Muskularis Papillaris


Gambar 2 menggambarkan muskularis papillaris yang melekat pada daun-
daun katup A-V melalui korda tendinea. Muskularis papilaris berkontraksi bila
dinding ventrikel berkontraksi, tetapi berlawanan dengan yang diharapkan,
muskularis papilaris ini tidak membantu menutup katup tersebut. Sebaliknya,
selama kontraksi ventrikel, muskulus papillaris ini menarik daun-daun katup ke
dalam, menuju ke arah ventrikel untuk mencegah agar katup tidak membonjol
terlalu jauh ke arah atrium. Bila korda tendinea robek atau salah satu muskulus
papilaris ini lumpuh, katup akan membonjol jauh ke belakang, sehingga kadang-
kadang terjadi kebocoran.

Katup Semilunaris

Cara kerja katup semiluanris aorta dan pulmonalis cukup berbeda dengan
katup A-V. Pertama, bila dibandingkan dengan penutupan katup A-V yang lebih
lembut, tekanan yang tinggi dalam arteri pada akhir sistolik akan menyebabkan
katup semilunaris menutup dengan keras sehingga timbul keadaan tertutup.
Kedua, karena pembukaan yang kebih kecil, kecepatan ejeksi darah melewati
katup aorta dan pulmonalis jauh lebih besar daripada kecepatan ejeksi yang
melewati katup A-V yang jauh lebih lebar juga. Juga, karena penutupan dan
penyemprotan yang berlangsung cepat, tepi katup semilunaris cenderung
mendapat abrasi mekanis yang lebih besar dibandingkan dengan katup A-V yang
juga disokong oleh korda tendinea.

2.6 Hubungan antara Bunyi Jantung dengan Pompa Jantung

Sewaktu mendengarkan bunyi jantung dengan stetoskop, pembukaan


katup jantung tidak terdengar karena hal ini merupakan suatu proses yang terjadi
relatif lambat sehingga tidak menimbulkan suara. Akan tetapi, waktu daun katup
tertutup, daun dari katup dan cairan di sekelilingnya bergetar oleh karena adanya
perbedaan tekanan yang timbul dengan tiba-tiba, sehingga menghasilkan suara
yang menjalar melewati dada ke semua jurusan.

Bila ventrikel berkontraksi, pertama kali akan terdengar suatu suara yang
disebabkan oleh penutupan katup A-V. Getaran suara tersebut nadanya rendah dan
berlangsung relatif lama dan dikenal sebagai bunyi jantung pertama. Sewaktu
katup aorta dan pulmonalis menutup pada akhir sistolik, terdengarlah suatu bunyi
yang mengatup lebih cepat, sebab katup-katup ini menutup dengan cepat, dan
sekelilingnya hanya bergetar untuk suatu periode waktu yang singkat. Bunyi ini
dikenal sebagi bunyi jantung kedua.

Bila atrium berdenyut, kadang-kadang terdengar bunyi atrium, yang


disebabkan oleh getaran yang berhubungan dengan aliran darah yang masuk ke
ventrikel. Juga, bunyi jantung ketiga dapat terjadi kira-kira pada akhir sepertiga
pertama dari fase diastolik, yang diyakini disebabkan oleh darah yang mengalir
masuk ke dalam ruang ventrikel yang hampir penuh dengan bunyi
bergemuruh.3,4,5

B. BUNYI JANTUNG2

Bunyi dan Pendengaran

Alat pendengaran menangkap getaran dari udara yang mempunyai


frekwensi dan amplitudo yang sesuai. Terdapat tiga sifat penting dari udara yaitu;
frekwensi, amplitudo dan kualitas. Frekwensi atau tinggi suara dari suatu nada
yang murni adalah jumlah getaran dalam satu detik. Amplitudo adalah intensitas
yang terukur dari suatu bunyi tertentu dan mencerminkan kekuatan yang
menghasilkannya. Selain getaran yang fundamental tersebut, yang menentukkan
tinggi, kebanyakan suara mempunyai frekwensi yang tinggi, yang dinamakan
harmonik. Perpaduan getaran fundamental dan harmonik, menentukkan kualitas
suara dan memungkinkan pendengar menentukkan suatu bunyi.

Alat pendengaran manusa dapat menangkap suara dengan frekwensi 16 sampai


16.000 siklus perdetik (spd), tetapi kita paling peka terhadap suara dengan
frekwensi manusia, dari 500 sampai 5000 spd. Persepsi kerasnya suatu suara
berhubungan dengan amplitudo dan frekuensinya. Sebuah nada 100 spd harus
mempunyai amplitudo 100 kali lebih besar dibandingkan nada 1000 spd, agar kita
dapat dengan dengan kemudahan yang sama. Kebanyakan suara kardiovaskuler
terletak dekat batas bawah kemampuan pendengaran manusia; 80 persen
frekwensi yang membentuk bunyi jantung pertama dan kedua mempunyai
frekwensi kurang dari 70 spd. Bunyi jantung ketiga dan keempat mempunyai
frekwensi sekitar 30 spd.

Kalau suara yang beramplitudo rendah timbul segera setelah suara yang keras,
suara tersebut mungkin tidak dapat didengar. Fenomena ini menyulitkan kita
untuk mendeteksi bising lemah menyertai suara yang keras atau suara lemah yang
mengikuti bising yang keras. Penghantaran suara mengikuti “hukum pangkat dua
terbalik” yaitu intensitas suara akan menurun sebanding dengan pangkat dua
jaraknya dari sumber yang sama. Bila suara berjalan melalui otot, paru-paru dan
lemak, kualitas berubah, sehingga bising yang sama dapat mempunyai kualitas
yang berbeda kalau didengarkan pada dua daerah yang berbeda. Semua rintangan
waktu melakukan auskultasi akan mampu diatasi dengan kesabaran, latihan dan
pengalaman.2,10-11

Auskultasi Jantung

Salah satu pengamatan bunyi jantung yang pertama kali dicatat adalah
hasil pengamatan William Harvey. Ia mengatakan: “Ketika kuda sedang minum,
air mengalir ke dalam lambung pada setiap tegukan yang dilakukannya,
pergerakan tersebut menimbulkan bunyi yang mudah kita dengarkan, sedangkan
denyut yang terjadi dapat kita dengar dan rasakan. Demikian halnya dengan setiap
pergerakan jantung, pada saat sebagian darah dipindahkan dari vena ke arteri,
denyut yang timbul dapat didengar di dada”. Kemudian Laennec menciptakan
stetoskop yang telah menjadi lambang kedokteran.

Terdapat dua jenis dasar bagian dada stetoskop, bell dan diafragma. Bell paling
baik menghantarkan suara berfrekwensi rendah. Bell sebaiknya ditempelkan
dengan ringan pada kulit, oleh karena kalau ditempelkan dengan kuat pada
dinding dada, kulit akan teregang dan akan bertindak sebagai diafragma.
Diafragma akan memperkuat suara berfrekwensi tinggi, dengan cara menurunkan
atau meniadakan penghantaran suara berfrekwensi rendah, bertindak sebagai
penyaring suara berfrekwensi rendah.

Daerah-daerah jantung dimana bunyi katup mempunyai intensitas yang paling


besar, tidak sesuai dengan letak anatomi katup yang bersangkutan, seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 3. Suara abnormal atau bising yang berasal dari
berbagai katup tersebut, biasanya didengar pada daerah katup tersebut, walaupun
intensitas maksimal mungkin terletak di tempat lain dan penyebarannya mungkin
berbeda sekali dengan penyebaran suara normal.2,11-12

Gambar . Area-area katup dengan auskultasi bunyi jantung

BUNYI JANTUNG NORMAL


Mekanisme terjadinya bunyi jantung khususnya bunyi jantung I masih
diperdebatkan namun semua pihak setuju bahwa ini berhubungan dengan
penutupan katup mitral/ katup trikuspid yang terdengar paling baik di apeks 3 .
Bunyi jantung I dapat dibagi atas 4 komponen 1,2 : 1) Vibrasi berfrekuensi rendah
dan intensitas kecil. Terjadi pada awal sistole ventrikel; darah mengalir ke arah
atrium untuk menutup katup-katup atrioventrikuler. Vibrasi dan gerakan darah ini
merupakan komponen I yang terjadi men- dahului peninggian tekanan
intraventrikuler sebelum katup- katup atrioventrikuler tertutup/teregang. 2)
Komponen II dengan frekuensi dan amplitudo tinggi, mulai terdengar bersamaan
dengan saat gerakan darah yang menyebabkan katup atrioventrikuler yang tertutup
menjadi amat regang sehingga aliran darah kembali ke arah ventrikel. 3)
Komponen III mulai pada saat kontraksi ventrikel yang menyebabkan peninggian
tekanan intraventrikuler menjadi lebih besar daripada tekanan dalam
aorta/pulmonalis dan darah bergerak ke arah katup-katup semilunaris. Oleh karena
itu, bagian pertama dari darah yang bergerak ke luar dari ventrikel meregangkan
bagian proksimal arteri-arteri tersebut. Pelebaran tiba-tiba segmen proksimal arteri
dapat me- nyebabkan kembalinya darah ke arah ventrikel. Gerakan darah ke
belakang dan ke depan di antara pangkal arteri dan ruang-ruang ventrikel ini yang
menyebabkan komponen III bunyi jantung I. Frekuensi dan intensitasnya seperti
pada komponen II. 4) Komponen IV berupa vibrasi lemah bernada rendah di-
sebabkan oleh turbulensi darah yang mengalir cepat melalui aorta
asendens/pulmonalis. Biasanya hanya komponen II & III yang terdengar, di- sebut
M 1 dan T l . Bunyi jantung II didahului oleh getaran berfrekuensi rendah
mengiringi perlambatan dan aliran darah yang ter- balik dalam aorta dan
pulmonalis sebelum penutupan katup- katup semilunaris. Aliran darah yang
terbalik terjadi pada saat ventrikel relaksasi yaitu pada saat tekanan dalam
ventrikel turun secara drastis. Bagian bunyi jantung II terdengar mulai sejak
penutupan dan teregangnya katup-katup semilunaris. Jadi sebenarnya bunyi
jantung II disebabkan oleh perlambatan darah akibat proses penutupan katup-
katup semilunaris aorta/ pulmonal dan bukan oleh penutupan katup-katup
tersebut. Walaupun demikian bunyi jantung II diberi nama A 2 dan P 2 . Pada
bayi, anak dan dewasa muda, bunyi jantung II terdengar pecah pada inspirasi dan
tunggal pada ekspirasi. Bunyi jantung III terjadi pada akhir fase pengisian cepat.
Penghentian tiba-tiba fase pengisian cepat menyebabkan se- luruh sistem
atrioventrikuler bergetar dengan frekuensi sangat rendah sebab ventrikel dalam
keadaan relaksasi; terdengar 0,1--0,2 detik setelah bunyi jantung II.
BUNYI JANTUNG ABNORMAL
Kerasnya bunyi jantung berbeda-beda sesuai tebal dinding toraks dan diameter
anteroposterior dada. Bunyi jantung terdengar paling keras pada penderita kurus
dan redup pada orang gemuk. Kadang-kadang bunyi jantung kedengaran sangat
lemah, bahkan sering tidak kedengaran. Supaya ter- dengar lebih baik, diusahakan
posisi penderita demikian rupa sehingga jantung lebih dekat ke stetoskop.
Misalnya duduk membungkuk ke depan atau tengkurap sambil menopang di atas
siku. Pada emfisema, bunyi dan bising jantung amat lemah tetapi dapat didengar
jelas di daerah xiphoid. Bunyi jantung I dan II juga melemah pada efusi perikard
yang banyak, perikarditis konstriktiva dan miksudem, juga pada banyak penyakit
beberapa menit/jam sebelum meninggal. Kelainan bunyi jantung I 2,3 Atrium
berkontraksi 0,16--0,18 detik sebelum kontraksi ventrikel (interval P--R). Pada
setiap sistole atrium, katup- katup atrio-ventrikuler terdorong ke dalam ventrikel,
kemudi- an berangsur-angsur kembali ke level yang lebih tinggi. Akhir- nya
bersamaan dengan kontraksi ventrikel, katup tertutup dengan bunyi yang keras.
Bila ventrikel berkontraksi sangat cepat sesudah kontraksi atrium, misalnya pada
kasus-kasus dengan P--R 0,04--0,12 detik, maka daun-daun katup masih sangat
rendah dan relaksasi. Keadaan ini menghasilkan bunyi keras waktu katup
menutup. Sebaliknya bila ventrikel ber- kontraksi lebih lambat daripada normal
sesudah kontraksi atrium (P--R 0,22--0,30 detik), daun-daun katup telah ter-
angkat ke posisi yang lebih tinggi dan hampir menutup ori- fisium
atrioventrikuler. Bunyi yang dihasilkan penutupan katup karena sistole ventrikel
pada saat itu akan lemah. Jadi intensitas bunyi jantung I dapat dipakai untuk
meramalkan panjangnya interval P--R. Kerasnya bunyi jantung I ber- gantung
pada 2 hal: 1) posisi katup atrioventrikuler pada awal sistole ventrikel. 2) cepatnya
penutupan katup-katup atrioventrikuler. Bunyi jantung I mengeras misalnya pada
stenosis mitral, hipertiroidi, anemi, demam, takikardi, ketegangan emosi. Jika
keadaan ini tidak ada, berarti P--R lebih pendek daripada normal. Bunyi jantung I
yang mengeras di daerah apeks tanpa takikardi, dapat disebabkan oleh stenosis
mitral atau interval P--R yang pendek. Bunyi jantung I mengeras pada hipertiroidi
akibat penutupan tiba-tiba katup atrioventrikuler yang meng- ikuti kontraksi
ventrikel yang hiperaktif. Keadaan yang sama terjadi pada anemi, emosi, demam
dan takikardi. Umumnya bunyi jantung I yang keras di apeks disebabkan stenosis
mitral. Konstriksi katup mitral menyebabkan pengisian ventrikel berlangsung
lama, sehingga tekanan yang tinggi dalam atrium berlangsung lama. Akibatnya
katup terdorong jauh ke dalam ventrikel dalam jangka waktu lama. Selain itu
volume darah dalam ventrikel kiri juga kurang pada waktu kontraksi. Keadaan ini
mempercepat fase awal sistole dan penutupan katup dengan keras dan tiba-tiba.
Pada defek septum atriorum, komponen T 1 mengeras akibat stenosis trikuspid
relatif. Epinefrin dan atropin dapat juga menyebabkan bunyi jantung I mengeras.
Obat-obat ini meninggikan frekuensi dan me- nyingkatkan sistole. Bunyi jantung I
melemah bila pada saat sistole ventrikel, posisi daun katup sudah setengah
menutup. Hal ini ditemukan pada P--R yang memanjang (first degree heart block).
Pada insufisiensi mitral bunyi jantung I melemah karena penutup- an katup yang
tidak sempurna. Keadaan lain dengan intensitas bunyi jantung I menurun
misalnya pada trombosis koroner akut atau pada penderita yang hampir
meninggal. Sama halnya dengan bunyi jantung II, bunyi jantung I yang pecah,
sering ditemukan sebagai hal yang normal. Nilai diagnostik pecahnya bunyi
jantung I tidak terlalu besar, ini didengar baik pada apeks atau sepanjang batas kiri
sternum. Derajat pecahnya bunyi jantung I bervariasi. Umumnya, bunyi jantung I
yang pecah lebar di apeks mencurigakan adanya bundle branch block terutama
yang kanan. Kelainan bunyi jantung II 2, 3 Bunyi jantung II dapat mengeras pada
beberapa keadaan normal dan banyak keadaan patologik. Komponen P 2 ter-
dengar keras pada dewasa muda sehat. Peningkatan tekanan a. pulmonalis
menyebabkan komponen P 2 mengeras yang terdengar pada interkostal II kiri.
Demikian pula peninggian tekanan dalam aorta akan menyebabkan komponen A 2
mengeras yang terdengar di interkostal II kanan. Umumnya peninggian intensitas
satu komponen terdapat pada satu daerah yang sesuai saja, tetapi
adakalanyaterdengar pada dua tempat (aorta dan pulmonal). Dapat pula terdengar
keras pada daerah pulmonal padahal asalnya dari aorta. Contoh penyakit
hipertensi pulmonal dengan P 2 keras ialah A--V canal, ASD, VSD, hipertensi
pulmonal primer, payah jantung kiri. Kom- ponen A 2 mengeras pada koarktasio
aorta, insufisiensi aorta reumatika dan stensis aorta kongenital. Komponen P 2
me- lemah pada stenosis pulmonal dan A 2 melemah akibat stenosis aorta. Bunyi
jantung II terdengar tunggal kalau komponen P 2 sangat lemah/tidak terdengar
akibat penurunan aliran darah dalam a.pulmonalis, misalnya stenosis pulmonal
berat, tetra- logi Fallot, atresia pulmonal, atresia trikuspid, trunkus arteri- osus.
Pecahnya bunyi jantung, salah satu atau keduanya khusus derajat ringan
sebenarnya lebir sering terdengar daripada kenyataannya. Pecahnya bunyi jantung
dapat lebar atau sempit, normal atau abnormal. Karena bunyi jantung I ber-
hubungan dengan penutupan katup atrioventrikuler dan bunyi jantung II
berhubungan dengan penutupan katup semilunar aorta dan pulmonal maka derajat
pecahnya ditentukan antara lain oleh asinkronisasi penutupan katup-katup
tersebut. Dalam praktek bunyi jantung II yang pecah lebih penting daripada bunyi
jantung I. Pecahnya bunyi jantung II paling baik dinilai pada daerah pulmonal.
Pada kebanyakan individu normal, bunyi jantung II pecah di daerah ini
dipengaruhi pernapasan. Pada inspirasi, pecahnya lebih lebar, pada ekspirasi
pecahnya lebih sempit atau menghilang. Ini disebabkan oleh pertambahan jumlah
darah yang kembali ke jantung kanan pada saat inspirasi. Dengan demikian katup
plmonalis lambat tertutup sebab ventrikel kanan perlu waktu lebih lama untuk
memompa jumlah darah yang bertambah. Pada ekspirasi terjadi hal yang
sebaliknya. Jadi keadaan yang menyebabkan ventrikel kanan tertunda
berkontraksi akan menunda penutupan katup pulmonal. Mekanisme ini juga yang
mendasari kejadian pada keadaan patologik. Juga ditekankan bahwa komponen P
2 lebih banyak bergerak sesuai respirasi daripada komponen A 2 . Bunyi jantung
II pecah pada keadaan patologik misalnya RBBB, defek septum atriorum, stenosis
pulmonal, gagal jantung kanan berat, insufisiensi mitral. Fada RBBB aktivasi
listrik jantung kanan tertunda se- hingga kontraksi ventrikel kanan terlambat,
akibatnya katup semilunaris pulmonalis terlambat menutup. Hal ini menyebabkan
bunyi jantung II pecah lebar dan karena dipengaruhi oleh inspirasi, pecahnya lebih
lebar akibat pengisian ventrikel kanan lebih banyak. Pada defek septum atriorum,
isi ventrikel kanan juga bertambah, maka katup pulmonal lambat menutup. Ini
menyebabkan bunyi jantung II pecah lebar yang tidak dipengaruhi oleh respirasi,
disebut wide fixed split. Pada stenosis pulmonal juga terdapat bunyi jantung II
pecah lebar pada daerah pulmonal karena peninggian tekanan dalam ventrikel
kanan dan terlambatnya mekanisme penutupan katup pulmonal. Derajat pecahnya
bunyi jantung II berkorelasi dengan beratnya stenosis pulmonal. Makin berat
stenosis makin lebar pecahnya bunyi jantung II. Bunyi jantung II yang pecah lebar
di daerah pulmonal terdapat pula pada gagal jantung kanan berat akibat kontraksi
ventrikel kanan lemah. Pada insufisiensi mitral ada kebocoran katup yang
inkompeten menyebabkan berkurangnya kekuatan dan singkatnya ejeksi sistolik
melalui katup aorta. Pada insufisiensi mitral yang berat, faktor-faktor tersebut
mengakibatkan katup aorta tertutup lebih awal daripada normal dan menghasilkan
bunyi jantung pecah lebar. Bunyi jantung II disebut pecah paradoksal bila katup
semilunar aorta tertunda tertutup. Pecah paradoksal menjadi lebih lebar pada
ekspirasi, keadaan ini dijumpai pada LBBB, PDA, stenosis aorta berat, hipertensi
arterial.

BUNYI JANTUNG III


Bunyi jantung III bersifat redup, dengan pemeriksaan hati-hati dapat terdengar
pada awal diastole beberapa saat setelah bunyi jantung H. Bunyi jantung III
normal sampai umur 20 tahun, jarang sesudah umur 30 tahun. Bila terdengar pada
umur 40--60 tahun perlu dicurigai adanya dekompensasi kordis. Belum jelas
mengapa bunyi jantung III ditemukan normal pada orang muda dan orang yang
lebih tua dengan dekompensasi kordis. Penyebab bunyi jantung III masih
spekulatif. Umumnya dipikirkan hasil getaran ventrikel atau chordae tendinae,
atau oleh gerakan naik dari katup atrioventrikuler. Bunyi jantung III mengeras
pada inspirasi normal karena pengisian ventrikel yang bertambah, dan meredup
pada ekspirasi normal.

BUNYI JANTUNG IV
Terjadi akibat deselerasi darah pada saat pengisian ventri- kel oleh kontraksi
atrium sehingga disebut pula bunyi atrium. Bernada sangat rendah dan terdengar
jelas pada apeks, dekat xiphoid atau pada suprasternal notch (bunyi jantung IV
atrium kid) atau pada batas kiri sternum dan prekordium kanan (bunyi jantung IV
atrium kanan). Normal tidak terdengar pada bayi dan anak. Bunyi jantung IV
dapat terdengar pada beberapa keadaan patologik misalnya bunyi jantung IV
atrium kanan pada dilatasi ventrikel, hiprtrofi ventrikel, fibrosis miokardium dan
bunyi jantung atrium kiri pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal.

IRAMA DERAP (GALLOP RHYTMH)


Istilah irama derap digunakan untuk bunyi jantung rangkap tiga yang
menyerupai derap lari seekor kuda. Irama derap disebabkan adanya satu atau lebih
bunyi ekstra. Penting untuk membedakan apakah bunyi ekstra terjadi pada saat
sistole atau diastole. Irama derap protodiastolik terdiri atas bunyi jantung I, II, III.
Irama derap presistolik terdiri atas bunyi jantung IV, I, II. Bila terdiri atas bunyi
jantung III dan IV disebut irama derap sumasi. Irama derap pada neonatus
menunjukkan adanya gagal jantung, juga ditemukan pada miokarditis.

OPENING SNAP
Ada dua jenis yakni yang dijumpai pada stenosis mitral dan pada stenosis
trikuspid. Opening snap katup mitral terjadi akibat pembukaan valvula mitral
yang stenotik pada saat peng- isian ventrikel di awal diastole. Opening snap katup
trikuspid timbul karena pembukaan katup trikuspid yang stenotik pada awal
diastole ventrikel. Yang lebih bernilai untuk diagnostik ialah opening snap katup
mitral. Opening snap tidak terdapat pada anak, hanya pada orang dewasa.

KLIK
Klik ialah bunyi detakan pendek bernada tinggi. Klik ejeksi sistole dini
terdengar segera sesudah bunyi jantung I. Nadanya lebih tinggi daripada bunyi
jantung I. Klik ejeksi disebabkan oleh dilatasi aorta dan a.pulmonal secara
tibatiba. Klik ejeksi sistolik pulmonal yang terdengar pada bagian bawah jantung
terdapat pada hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal, dilatasi a.pulmonal
sedangkan ejeksi sistolik aorta yang terdengar pada semua permukaan jantung
ditemukan pada koarktatio aorta, stenosis aorta, insufisiensi aorta dan hipertensi '
sistemik. Dapat didengar pada batas kiri sternum. Klik middiastolik dijumpai pada
prolapsus katup mitral.
BAB III

KESIMPULAN

Bunyi jantung ialah vibrasi pendek yang timbul oleh getaran sistem
kardiohemik. Bunyi jantung I dan II merupakan bunyi jantung normal, demikian
pula bunyi jantung III sampai umur 20 tahun. Terjadi bunyi jantung I
dihubungkan dengan penutupan katup-katup atrioventrikuler dan bunyi jantung II
dengan penutupan katup semilunaris aorta dan pulmonal. Bunyi jantung IV,
opening snap, irama derap dan klik umumnya terdapat pada keadaan patologik.

Anda mungkin juga menyukai