Anda di halaman 1dari 24

Sistem Pernapasan

KELOMPOK : E8

NAMA ANGGOTA KELOMPOK : NOVITA DEVY ALFIONITA (102011012)

GIDEON TOMASOA (102011084)

NOVY TRIANDANI L (102011095)

JODIE JOSEPHINE (102011186)

RANDY SUTANTO (102011297)

MARGARETH PERMATASARI (102011309)

NURUL ILMIA (102011309)

M. FAJAR AKBAR (102011462)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat
Pendahuluan

Sistem pernapasan berfungsi sebagai pendistribusi udara dan penukar gas sehingga oksigen dapat
disuplai ke dan karbon dioksida dikeluarkan dari sel-sel tubuh. Saluran penghantar udara yang
membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus.
Fungsi lain daripada faring adalah menelan, resonansi suara, dan artikulasi sedangkan fungsi lain
daripada laring adalah penghasil suara dan proteksi jalan napas.

Dalam kasus terdapat seorang anak berusia 10 tahun datang berobat dengan keluhan batuk,
serak, dan sakit saat menelan, setelah dilakukan pemeriksaan, anak tersebut didiagnosa
menderita radang pada pharnx (pharyngitis)

Dengan mempelajari struktur faring dan laring secara makroskopis dan mikroskopis, mengerti
mekanisme dan proses pernapasan secara fisiologis, kita dapat mengetahui faktor apa saja yang
menyebabkan terjadinya batuk, serak dan sakit saat menelan.

Struktur Makroskopis Pharynn (Tekak)

Gambar 1. Penampang sagital pharunx dan larynx.


Pharynx adalah sebuah pipa musculomembranosa, panjang 12-14 cm, membentang dari basis
cranii sampai setinggi vertebra cervial 6 atau tepi bawah cartilago cricoidea.paling lebar di
bagian superior, nerukuran 3,5 cm. Di sebelah caudal dilanjutkan dengan oesophagus
(kerongkongan). Pada batas pharynx dengan oesophagus lebarnya menjadi sekitar 1,5 cm;
tempat ini merupakan bagian tersempit saluran pencernaan, selain appendix vermiformis.

Di sebelah cranial pharynx dibatasi oleh bagian posterior corpus ossis sphenoidalis dan pars
basilaris osissis occipitalis. Di sebelah dorsal dan lateral pharynx terdapat jaringan penyambung
longgar yang menenpati spatium peripharyngeale. Di sebelah dorsal, jaringan penyambung
longgar tersebut memisahkan pharynx dari fascia alaris. Di sebelah ventral, pharynx terbuka ke
dalam rongga hidung, mulut dan larynx; dengan demikian dinding anteriornya tidak sempurna.

Dari atas ke bawah tiap sisi pharynx melekat pada lamina medialis processus pterygoidei, raphe
pterygomandibularis, mandibula,lidah, oshyoideum, cartilago thyreoidea dan cartilago cricoidea.
Ke arah lateralpharynx berhubungan dengan cavum tympani lewat tuba pharyngotympanica
(auditiva Eustachii) dan berturut-turut dari cranial ke caudal, berbatasan dengan processus
styloideus dan otot-ototnya. Spatium peripharyngeale terdiri atas dua bagian yakni spatium
parapharyngeale dan spatium retro pharyngeale

Gambar 2. Pembagian daerah pharynx.

Pharynx dibagi menjadi tiga bagian (dapat dilihat di gambar 2) yakni:


1. Nasopharynx (Epipharynx)
Nasopharynx berada di sebelah dorsal hidung dan sebelah cranial palatum molle berdinding
statik, kecuali palatum molle. Rongga nasopharynx tidak pernah tertutup, berbeda dari
ororpharynx dan laryngopharynx. Ke arah ventral nasopharynx berhubungan dengan rongga
hidung melalui choanae (apertura nasalis posterior), yang masing-masing terpisah oleh
septum nasi. Nasopharynx dan oropharynx berhubungan melalui isthmus pharyngeum ini
tertutup pleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan Passavant (“fold of Passavant”)
di dinding dorsal pharynx. Pada masing-masing dinding lateral nasopharynx dijumpai ostium
pharyngeale tubae auditivae, yakni di sebelah dorsal dan caudal ujung posterior concha
nasalis inferior. Di sebelah dorsocranial, lubang ini dibatasi oleh elevasi tuba yang dibentuk
oleh mukosa yang menutupi ujung pharyngeal tulang rawan tuba auditiva.
2. Ororpharynx (Mesopharynx)
Oropharunx terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglottis atau setingga
corpus vertebra cervical 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah ventral berhubangan dengan cavum
oris melalui isthmus oropharyngeum (isthimus faucium) dan berhadapan dengan aspek
pharyngeal lidah. Dinding lateral oropharynx terdiri atas aecus palatopharyngeus dan tonsilla
palatina, arcus palatopharyngeus terletak di sebelah dorsal arcus paatoglossus, turun dari
uvula menuju sisi pharynx, sebagai lipatan mukosa yang menutuoi miskulus
palatopharyngeus membentuk sinus tonsillaris yang berbentuk segitiga dan berisi tonsilla
palatina.
3. Laryngopharynx (Hypopharynx)
Laryngopharynx membentng dari tepi cranial epiglottis sampai tepi inferior cartilagi
cricoidea atau mulai setinggi bagian bawah corpus vertebrata cervical 3 sampai bagian atas
vertebracervical 6. Ke arah caudal laryngopharynx dilanjutkan sebagai oesopahgus. Di
dinding anteriornya yang tidak sempurna, terdapat pintu masuk ke dalam larynx (aditus
laryngis) dan di bawah auditus laryngis ini terdapat permukaan posterior cartilago
arytaenoidea dan cartilago cricoidea. Pada masing-masing sisi ventro-caudo-lateral auditus
laryngis ini terdapat fossa/recessus piriformis yang dibatasi di sebelah medial oleh plica
aryepiglottica dan di sebelah lateral oleh cartilago thyreoidea dan membrana thyreiodea.
Dari luar ke dalam pharynx mempunyai lapisan lapisan:

1. Tunica adventitia
Terletak di permukaan luar lapisan otot lingkar pharynx. Di daerah oropharynx fascia ini
disebut fascia buccopharyngea; setelah melekat pada raphe pterygomandibularis, fascia ini
melintas ke muka melewati raphe tersebut, untuk berlanjutsebagai fascia buccinatoria yang
menutupi muskulus buccinator. Di sebelah luar fascia ini, yakni di dalam spatium
peripharyngeale, terdapat jadringan ikat longgar.
2. Tunica/lamina muscularis
Lapisan otot pharynx yang terdiri atas: tiga otot lingkar/sirkular yakni muskulus constrictor
pharyngis inferior, muskulus constrictor pharyngis medius, dan muskulus constrictor
pharyngis superior; serta tiga otot yang masing-masing turun dari processus styloideus, torus
tubarius cartilaginis tubae auditivae dan palatum molle, yakni muskulus stylopharyngeus,
muskulus salpingopharyngeus dan muskulus palatopharyngeus.
3. Tunica/membrana fibrosa
Lapisan ini tebal di sebelah atas, terutama di tempatyang tidak ada lapisan otot; terletak
antara tunica mucosa dan tunika muscularis. Di sebelah medial terhadap canalis
caroticus,fascia pharyngobasilaris ini melekat pada pars basilaris ossis occipitalik dan pars
petrosa ossis temporalis, melengkung di caudal tuba auditiva; di sebelah ventral melekat
pada tepi posterior lamina medialis processus pterigoidei dan raphe pterygomandibularis.
Sewatktu turun, lapis membrana fibrosa ini berkurang ketebalannya, tetapi bagian tengah
permukaan posterior selaput ini diperkuat oleh pita fibrosa yang melekat pada tuberculum
pharyngeum ossis occipitalis dan turun sebagai raphe pharyngis.
4. Tunica mucosa
Lapisan ini bervariasi strukturnya dan dilanjutkan ke dalam tuba auditiva, cavum nasi, mulut
dan larynx. Sebagian besar mukosa naspharynx bersilia dan menyerupai mukosa rongga
hidung. Selebihnya, serupa dengan epitel rongga mulut, yakni epitel squamosa bertingkat.1,2

Struktur Mikroskopis Pharynx

Pharynx merupakan ruangan di belakang kavum nasi yang menghubungkan traktus digestivus
dengan traktus respiratorius. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pharynx dapat di bagi
menjadi 3 bagian yang akan dilihat sisi histologisnya satu per satu:
1. Nasopharynx
Terdapat epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, kelenjar campur yang terletak di
bawah membrana basalis pada lamina propria. Pada bagian posterior terdapat jaringan
limfoid yang membentuk tonsila faringea yang sering membesar dan meradang (adenoiditis).
Di nasopharynx terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga
tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva yang dikelilingi banyak kelompok jaringan
limfoid disebut tonsila tuba faringea.
2. Oropharynx
Terdiri atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan terletak di belakang rongga
mulut dan permukaan belakang lidah. Oropharynx akan dilanjutkan e bagian atas menjadi
epitel mulutdan ke bawah ke epitel oesophagus. Di dalam organ ini terdapat tonsila palatina
yang sering meradang disebut tonsilitis.
3. Laryngopharynx
Terdiri dari bermacam variasi sel epitel, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk. Laryngipharynx terletak di belakang larynx.3,4,5

Struktur Makroskopis Larynx (Pangkal Tenggorok)

Larynx merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk suara,
membentang antara lidah sampai trachea. Larynx berada di antara pembuluh-pembuluh darah
besarleherdan di sebelah ventral tertutup oleh kulit, fascia-fascia dan otot-otot depressor lidah.
Ke arah atas larynx terbukake dalam laryngopharynx; dinding posterior larynx menjadi dinding
anterior laryngopharynx. Ke arah bawah larynx dilanjutkan sebagai trachea.
Gambar 4. Skematis susunan tulang rawan larynx.

Tulang-tulang rawan larynx (dapat dilihat dari gambar 4) terdiri atas:

1. Cartilagio Thryeoida
Tulang rawan larynx terbesar, terdiri atas dua lamina persegi empat yang tepi anteriornya
menyatu ke arah inferior, membentuk sebuah sudut yang menonjol yang dikenal sebagai
prominentia laryngea (“Adam’s Apple”)
2. Cartilago Cricoidea
Berbentuk semu cincin stempel, membentuk bagian inferior dinding larynx. Arcusnya yang
etak di sebelah ventral, teraba di sebelah caudal prominentia laryngea, dan terpisah darinya
oleh lekukan yang berisi conus elasticus yang elastik. Masing-masing sisi cartilago cricoidea,
di batas antara lamina dan arcus, bersendi dengan cornu inferius cartilago thryeodiea.
3. Cartilago Epiglottis
Epiglottis merupakan tulang rawan berbentuk daun, di sebelah dorsal lidah dan corpus ossis
hyoidei, di ventral aditus laryngis, berproyeksi serong ke atas. Batang daunnya yang sempit
dihubungkan dengan ligamen thryreo-epiglotticum ke bagian dorsal prominentia laryngea.
Tiap sisi epiglottis dilekatkan ke masing-masing cartilago arytaenoidea oleh plica
aryepiglottica.
4. Cartilago Arytaenoidea
Terletak di bagian belakang larynx, sebelah superolateral lamina cartilago cricoidea.
Berbentuk piramid dengan tiga permukaan, dua proessus, sebuah basis dan apex.
5. Cartilago Cuneiforme
Masing-masing berada dalam plica aryepiglottica, di sebelah anterior terhadap cartilago
corniculatum.
6. Cartilago Cornilatum
Terletak disebelah posterior, dalam pica aryepiglottica. Bersandar pada apexcartilago
arytaenoidea.1,2

Struktur Mikroskopis Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring
terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya
makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari
tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan
apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi
oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran
mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel
respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari
epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka).
Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-
beda.3,4,5
Gambar 5. Struktur mikroskopis larynx.

Mekanisme Pernapasan

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon
dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi utama yaitu
ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru; difusi
oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; pengangkutan oksigen dan karbon
dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan pengaturan ventilasi
dan hal-hal lain dari pernapasan.

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membrana mukosa bersilia. Ketika masuk vestibulum nasi udara disaring, dihangatkan, dan
dilembabkan oleh mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertigkat, bersilia, dan bersel
goblet. Permukaan epitel diliputi oleh cairan mukus. Gerakan silia mendorong mukus ke
posterior di dalam rongga hidung dan ke superior pada sistem pernapasan bawah menuju ke
faring. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Selanjutnya menuju glotis dan
akan bermuara di trakea. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Trakea akan bercabang yang dinamakan bifurcatio
trachealis dimana pada percabangan tersebut ada bangungan yang bernama carina. Percabangan
itu akan berlanjut sebagai bronkus primarius dexter et sinister yang akan kembali bercabang
menjadi bronkus sekundus atau bronkus lobaris. Bronkus lobaris akan bercabang menjadi
bronkus tertius atau segmentalis yang akan berlanjut menjadi bronkiolus terminalis. Setelah
bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus
alveolaris terminalis. Terdapat dua tipe sel alveolar : pneumosit tipe I, merupakan lapisan tipis
yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, dan pneumosit tipe II yang
bertanggung jawab atas sekresi surfaktan

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.
Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga
ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan
pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.


Gambar 6.Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi.

Pernapasan pada manusia berlangsung dengan cara mengubah tekanan udara di dalam paru-paru.
Perubahan tekanan ini menyebabkan udara dapat keluar dan masuk dari dan ke dalam Paru-paru
yang disebut bernapas. Proses bernapas pada manusia melalui 2 (dua) tahap :

1. Inspirasi (penghirupan)

Tahap inspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berkontraksi. Volume rongga
dada dan paru-paru meningkat ketika diafragma bergerak turun ke bawah dan sangkar tulang
rusuk membesar. Tekanan udara dalam paru-paru akan turun di bawah tekanan udara
atmosfer, dan udara akan mengalir ke dalam paru-paru.

2. Ekspirasi (penghembusan)

Tahap ekspirasi terjadi akibat otot tulang rusuk dan diafragma berelaksasi. Volume rongga
dada dan paru-paru mengecil ketika diafragma bergerak naik dan sangkar tulang rusuk
mengecil. Tekanan udara dalam paru-paru akan naik melebihi tekanan udara atmosfer, dan
udara akan mengalir keluar dari paru-paru.2,3
Otot-otot Pernapasan

Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara: pertama dengan pgerakan naik turunnya
diafragma untuk memperbesar dan memperkecil rongga dada, dan kedua dengan depresi dan
elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterios rongga dada.

Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dnegan hampir sempurna melalui metode pertama,
yaitu gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru
ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat elastis
daya lenting paru (elastic recoil), dindiing dada, dan struktur abdomen akan menekan paru-paru
dan mengeluarkan udara. Namun, selama bernapas kuat, daya elastis tidak cukup untuk
menghasilkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga mengkompresi paru.

Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga.
Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat iga miring ke bawah, dengan
demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi, bila rangka iga
dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan menjauhi
spinal, membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi
maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Otot oaling penting yang mengangkat rangka iga
adalah otot intercostalis eksterna, tetapi otot-otot lain yangmembantunya adalah
sternocleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas, serratus anterior, mengangkat sebagian
besar iga; dan, scalenus, menangkat dua iga pertama.

Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi adalah rektus abdominis, yang
mempunyai efek tarikan ke arah bawah yang sangat kuat terhadap iga-iga bagian bawah pada
saat yang bersamaan ketika otot-otot ini dan otot-otot abdomen lainnya menekan isi abdomen ke
ayas ke arah diafragma, dan intercostalis internus.

Selama ekspirasi tulang-tulang iga membentuk sudut ke bawah dan otot interkostalis eksternus
memanjang ke depan dan ke bawah. Bila otot-otot ini berkontraksi, otot tersebut menarik tulang
iga bagian atas ke depan dalam hubungannya dengan tulang iga yang lebih bawah, keadaan ini
menghasilkan daya ungkit pada tulang iga untuk menangkatnya ke atas,dengan demikian
menimbulkan inspirasi. Otot interkostalis internus memiliki fungsi berlawanan, yang berfungsi
sebagai otot-otot ekspirasi, karena otot-otot ini membentuk sudur antara tulang iga dalam arah
yang berlawanan dan menghasilkan daya ungkit yang berlawanan pula.6

Perubahan Tekanan

Paru-paru merupakan struktur elastis yng akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan
semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya. Juga, tidak terdapat plekatan antara paru-paru dan dinding rangka dada
kecuali pada bagian paru yang tergantung pada hilumnya dari mediastinum. Paru-paru
sebetulnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura
yang menjadi pelumas bagi gerakan paru di dalam rongga. Cairan yang berlebihan akan dihisap
terus menerus ke dalam saluran limfatik untuk menjaga agar terdapat sedikit isapan antara
permukaan viseral dari pleura paru dan permukaan parietal pleura dari ringga toraks. Oleh karena
itu, kedua paru menetap pada dinding toraks seolah-olah terlekat padanya, kecuali ketika dada
melakukan pengembangan dan berkontraksi, maka paru-paru dapat bergeser secara bebas karena
terlumas dengan baik

Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura parudan oleura dinding
dada. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, normalnya terdapat sedikit isapan, yang berarti
suatutekanan negatif yang ringan. Tekanan pleura yang normal pada awal inspirasi adalah sekitar
-5 sentimeter air, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar
tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian, selama inspirasi normal, pengembangan
rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan
tekanan menjadi lebih negatif. Hubungan antara tekanan pleura dan perubahan volume paru ini
meningkatkan negativitas tekanan pleura selama inspirasi. Kemudian, selama eskpisrasi,
peristiwa yang terjadi adalah kebalikannya.

Tekanan alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis terbuka, dan
tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau ke luar paru, maka tekanan pada semua bagian
jalan napas, sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer, yang dianggap sebagai
tekanan acuan 0 dalam jalan napas. Untuk menyebabkan udara mengalir ke dalam alveoli selama
inspirasi, maka tekanan alveoliharus turun sampai nilainya sedikit di bawah tekanan atmosfer.
Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan dimana tekanan alveolus meningat.
Akhirnya, terdapat perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura. Perbedaan ini disebut
tekanan transpulmonal. Ini merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada
permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan
paru pada setiap pernapasan, yang disebut daya lenting paru.

Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya dalam proses pernapasan
adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi karbon dioksida dalam arah
sebaliknya, keluar dari pembuluh darah. Proses difusi secara sederhana merupakan gerak
molekul-molekul secara acak yang menjalin jalan ke seluruh arah melalui membran pernapasan
dan cairan yang berdekatan.

Semua gas yang berhbungan dengan fisiologi pernapasan adalah molekul-molekul sederhana
yang dapat bergerak bebas di antara satu sama lain, suatu proses yang disebut difusi. Untuk
terjadinya difusi harus ada sumber energi yang dihasilkan oleh gerakan kinetik molekul itu
sendiri.

Tekanan disebabkan oleh berbagai benturan dari molekul-molekul yang bergerak melawan
permukaan. Oleh karena itu, tekanan gas pada permukaan saluran pernapasan dan alveoli
sebanding dengan jumlah kekuatan benturan dari seluruh molekul gas yang membentur
permukaan pada keadaan tertentu. Ini berarti bahwa tekanan berbanding langsung dengan
konsentrasi molekul-molekul gas.

Pada fisiologi pernapasan, banyak sekali campuran gas-gas terutama oksigen, nitrogen, dan
karbondioksida. Kecepatan difusi masing-masing gas ini berbanding langsung dengan
tekananyang disebabkan oleh gas itu sendiri, yang disebut tekanan parsial gas.

Gas yang terlarut dalam air atau jaringan tubuh juga menggunakan tekanan, sebab moekul gas
yang larut bergerak secara acak dan mempunyai energi kinetik. Selanjutnya, bila molekul
gasyang terlarut dalam cairan mengenai permukaan seperti membran sel, molekul gas itu
menggunakan tekanan parsialnya senditi seperti halnya dengan suatu gas dalam fase gas.
Tekanan parsial dari gas yang larut sebagian dinyatakan sama seperi tekanan parsial gas dalam
keadaan gas.
Tekanan parsial gas dalam larutan ditentukan tidak hanya oleh konsentrasinya tetapi juga oleh
koefisien kelarutan gas. Beberapa tipe molekul, secara fisika atau kimiawi ditarik ke molekul air,
sedangkan yang lainnya ditolak. Bila molekul-molekul ditarik, lebih banyak molekul gas tersebut
yang dapat terlarut tanpa menghasilkan tekanan parsial berlebihan dalam larutan. Sebaliknya
pada molekul yang ditolak, akan menghasilkan tekanan yang berlebihan dengan lebih sedikit
molekul yang terlarut. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan rumus tekanan parsial sama
dengan konsentrasi gas yang terlarut dibagi dengan koefisien kelarutan, yaitu hukum Henry.

Tekanan parsial masing-masing gas dalam campuran gas pernapasan alveolus cenderung
memaksa molekul gas tersebut masuk ke larutan di dalam darahkapiler alveolus. Sebaliknya,
molekul dari gas yang sama, tang telah terlarut dalam darah, memantul secara acak dalam cairan
darah dan sebagian dari molekul yang memantul ini masuk kembalike dalam alveoli. Kecepatan
masuk molekul ini sebandng dengan tekanan parsialnya dalam darah.6

Transportasi Oksigen dan Karbondioksida

Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan dan hal
tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis
bahan makanan yang dimakan.

Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja
ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya
membutuhkan oksigen lebih banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan
lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang vegetarian.

Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan
ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang
atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang.

Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi
alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah
(hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh
senyawa hemin atauhematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein.

Gambar 7. Pertukaran oksigen

Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2
dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi
CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.

Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di
lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan
oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen
dapat masuk ke paru-paru secara difusi.

Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju
ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg
menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan
dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di
jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari
jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari
arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.

Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen.
Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan
dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7
cc per 100 mm3 darah.2,3
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia
berikut:

C02 + H20 Þ (karbonat anhidrase) H2CO3

Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi
4,5 karena terbentuknya asam karbonat.

Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai berikut.

1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase
(7% dari seluruh CO2).

2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari
seluruh CO2).

3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai
pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut.

CO2 + H2O Þ H2CO3 Þ H+ + HCO-3

Volume Pernapasan
Gambar 8. Grafik volume udara pernapasan.

Metode sederhana untuk memperlajari ventilasi paru adalah dengan mencatat volume udara yang
masuk dan keluar paru-paru, suatu proses yang disebut spirometri. Spirometri ini terdiri dari
sebuah drum yang dibalikan di atas bak air, dan drum tersebut diimbangi oleh suatu beban.
Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen; dan sebuah pipa yang
menghubungkan mulut dengan ruang gas. Apabila seseorang bernapas dari dan ke dalam ruang
ini, drum akan naik turun dengan terjadi perekaman yang sesuai di atas gilungan kertas yang
berputar. Gambar 8 adalah sebuah spirogram yang menunjukan perubahan volume paru pada
berbagai kondisi pernapasan.

Pada gambar 8 dituliskan empat voume paru, bila semuanya dijumlahkan, sama dengan voume
maksimal paru yang mengembang. Arti dari masing-masing volume ini adalah sebagai berikut:

1. Volume tidal
Volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal. Besarnya kira-
kira 500 millimeter pada laki-laki dewasa.
2. Volume cadangan inspirasi
Volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila
dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000 millimeter.
3. Volume cadangan ekspirasi
Volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir
ekspirasi tidal normal; jumlah normalnya adalah sekitar 1100 millimeter.
4. Volume residu
Volume udara yang masih tetap berada di dalam paru setelah ekspirasi paling kuat; volume
ini besarnya kira-kira 1200 millimeter.

Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua
atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru. Di gambar 8 dituliskan
berbagai kapasitas paru yang penting, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kapasitas inspirasi
Volume tidak ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500
millimeter) yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan
pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
2. Kapasitas residu fungsional
Volume cadangan respirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa
dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 millimeter).
3. Kapasitas vital
Volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah
jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu
mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira
4600 millimeter).
4. Kapasitas paru total
Volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi
sekuat mungkin (kira-kira 5800 millimeter); jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah
volume residu.2,3,6

Pengendalian Pernapasan

Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan dua faktor utama: kimiawi dan pengendalian
oleh saraf. Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernapasan yang terletak didalam medula
oblongata dan kalau dirangsang, pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan saraf spinalis
keotot pernapasan yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.

- Pengendalian oleh syaraf


pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik didalam medula oblongata yang
mengeluarkan impuls eferen keotot pernapasan. Melalui beberapa radiks saraf servikalis
impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Dibagian yang lebih rendah pada
sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah toraks melalui saraf interkostalis untuk
merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot
diafragma dan interkostal yang berkecepatan kira-kira lima belas menit. Impuls aferen
yang dirangsang pemekaran gelembung udara dihantarkan saraf vagus kepusat
pernapasan didalam medula.
- Pengendalian secara kimiawi
Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi,
kecepatan dan kedalaman gerakan pernapasan. Pusat pernapasan didalam sumsum sangat
peka pada reaksi kadar alkali darah harus dipertahankan. Karbondioksida adalah produk
asam dari metaboisme dan bahan kimia yang asam ini merangsang pusat pernapasan
untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot pernapasan.

Kedua pengendalian, baik melalui saraf maupun secara kimiawi adalah penting. Tanpa salah
satunya orang tak dapat bernapas terus. Dalam paralisa otot pernapasan (interkostal dan
diafragma) digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan lainnya untuk
melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluarmasukkan paru-
paru.

Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Kalau bernapas secara normal,
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi-
istirahat.

Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi
diafragma meluas rongga dada dari atas sampai kebawah yaitu ventrikal. Penikan iga-iga dan
sternum yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada kekedua sisi dan
dari belakang kedepan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang
membesar itu dan udara ditarik masuk kedalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi
peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.

Pada ekspirasi udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis kembali
yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.

Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik
iga-iga dan sternum keatas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak dan alae
nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis.2
Refleks batuk

Bronkus dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sehingga bila terdapat benda asing
atau penyebab iritasi lainnya walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit akan menimbulkan
refleks batuk. Laring dan karina (tempat trakea bercabang menjadi brokus) adalah yang paling
sensitif, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan
kimia yang korosif seperti gas sulfur dioksida atau klorin. Impuls aferen yang berasal dari
saluran pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke medulla otak. Di sana, suatu
rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neural medulla, yang menyebabkan efek
sebagai berikut:

Pertama, kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi secara cepat. Kedua, epiglotis tertutup; dan pita
suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru. Ketiga, otot-otot abdomen
berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti
interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat. Akibatnya, tekanan dalam paru meningkat
secara cepat sampai 100mmHg atau lebih. Keempat, pita suara dengan epiglotis terbuka lebar,
sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru ini meledak keluar. Tentu saja, udara ini kadang-
kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 mil per jam. Hal yang penting adalah kompresi
kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps melalui invaginasi bagian
yang tidak berkartilago ke arah dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar
mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut
biasanya membawa pula benda asing apapun yang terdapat dalam bronkus atau trakea.6

Mekanisme menelan

Menelan, dikenal secara ilmiah sebagai deglutisi, merupakan reflex dalam tubuh manusia yang
membuat sesuatu melewati mulut melalui esophagus. Kalau proses ini gagal dan benda tersebut
masuk trakea seseorang akan tersedak.

Mekanisme menelan dikendalikan oleh medulla oblongata dan pons. Refleks ini diawali dengan
reseptor sentuhan di faring ketika bolus makanan di dorong ke belakang mulut oleh lidah.
Kemudian :
 Palatum Mole tertarik ke atas, untuk mencegah makanan masuk ke hidung dan lipatan palato
faring di setiap sisi faring mendekat bersama, agar hanya bolus yang berukuran kecil saja
yang bisa lewat.
 Laring tertarik ke atas kepakan seperti epiglottis yang secara pasif menutup jalan masuk
untuk plika vokalis tertarik mendekat bersama, mempersempit laluan di antaranya.

Pusat pernafasan di medulla oleh pusat menelan dalam waktu yang singkat agar proses menelan
dapat berlangsung.

M. sfingter esophagus superior berelaksasi untuk memungkinkan makanan lewat, yang setelah
itu sejumlah otot konstriktor lurik di faring berkonstruksi secara berurutan untuk mendorong
bolus makanan turun ke esophagus.6

Mekanisme Pembentukan Suara

Proses berbicara tidak hanya melibatkan sistem pernapasan saja tetapi juga (1) pusat pengatur
sara bicara spesifik dalam korteks cerebri, (2) pusat pengatur pernapasan di otak, dan (3) struktur
artikulasi dan resonansi pada rongga mulut dan hidung. Berbicara diatur oleh dua fungsi
mekanis: (1) fonasi yang dilakukan oleh laring dan (2) artikulasi yang dilakukan oleh struktur
pada mulut.

Fonasi, laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah
pita suara, yang umumnya disebut tali suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke
arah tengah dari glotis;pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik
pada laring itu sendiri.

Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama
fonasi, pita menutup bersama – sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan
getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, tetapi juga
oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya. Tepat disebelah
dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat yang disebut ligamen vokalis. Ligamen ini
melekat disebelah anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari
permukaan anterior leher dan disebut adams apple. Disebelah posterior, ligamen vokalis terlekat
pada prossesus vokalis dari kedua kartilago aritnoid.
Proses pembentukan suara atau disebut sebagai fonasi terjadi karena vibrasi pada lipatan- lipatan
pita suara baik :

- Secara pasif : pada saat melemas (relax) oleh dorongan udara ekspirasi pada saat pernapasan
normal, sehingga udara masuk ke celah glotis secara bebas.
- Secara aktif : disebabkan udara yang menggetarkan pita suara yang menegang/ melemas,
sehingga celah glotis menyempit/ melebar karena kontraksi laring, otot hyoid yang
menggerakan kartilago, aritnoid dan tiroid tempat menempel pita suara masuk.

Variasi posisi glotis yang dapat menimbulkan pembentukan bunyi suara dan bunyi pernapasan :

- Terbuka lebar : saat bernafas normal


- Terbuka sempit : menghasilkan bunyi tak bersuara
- Tertutup : menghasilkan bunyi bersuara

Artikulasi dan Resonansi. Tiga organ artikulasi utama yaitu bibir, lidah, dan palatum molle.
Yang termasuk resonator adalah mulut, hidung, dan sinus nasal yang berhubungan, dan bahkan
rongga dada sendiri. Fungsi resonator hidung diperlihatkan oleh perubahan kualitas suara bila
seseorang menderita pilek berat yang menhambat aliran udara ke resonator.6

Penutup

Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari


atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus menerus
CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan atmosfer. Gangguan pada faring dan laring
menyebabkan batuk, serak dan sakit saat menelan. Karena faring berfungsi untuk menelan dan
refleks batuk sebagai mekanisme proteksi saluran pernapasan dan laring berfungsi untuk fonasi
sehingga gangguan akan menyebabkan serak.
Daftar Pustaka

1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia; 2009.

2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi: untuk pemula. Edisi ke-1. Jakarta: EGC; 2004

3. Gunardi S, Salim D, Husin E, Lumbanraja SM, Hartati T, Wimbawani N, et al. Sistem


repirasi-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2012

4. Fawcett DW. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC; 2002

5. Junqueira LC, Carneiro C. Basic Histology text and atlas. 11th ed. Mcgraw-Hill; 2005

6. Guyton AC, Hall JE. Bujku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta; EGC; 2008

Anda mungkin juga menyukai