Anda di halaman 1dari 15

xiv

Abstarct

Pavement treatment is needed to improve carrying capacity and safety reason.


Overlay is one of many ways to strengthen the pavement, but doing overlay is not
easy task. The overlay itself has many challenging factor in the construction, but
it get worse when there is no runway in Indonesia who have flexible over concrete
overlay. So there is no contractor who have experience to do it. Doing overlay in
runway means the contractor have limited time to finish their job. Above all, the
construction must have good quality like the contract has agreed.

PT Hutama Karya is contractor who is trusted to handle the north runway


overlay. The north overlay is cost Rp 250.838.241.000,00. This task has
requirement that refer to ICAO and FAA. The contractor must fulfill the
construction requirement like in the contract. In fact, the limited time (the overlay
take time from 23.00 – 05.00) to do overlay is challanging, contractor has to fulfill
the requirement. The contractor must have high productivity and good efficiency.
And the last point about this task is the quality of the pavement. Good quality is
checked by doing core drill.
1

Bab 1

Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Bandara Internasional Soekarno Hatta yang berdiri diatas lahan 18 km2
merupakan Bandara kebanggan Bangsa Indonesia. Bandara Internasional
SoekarnoHatta memiliki 2 landasan pararel yang dipisahkan oleh taxiway
sepanjang 2,4 km. Bandara Internasional Soekarno Hatta terletak di Cengkareng,
Tangerang, Banten. Gambar 1.1 memperlihatkan tampak atas layout Bandara
Internasional Soekarno Hatta dari citra satelit.

Gambar 1. 1 Layout Bandara Internasional Soekarno Hatta dari Citra Satelit


(google, 2018)
Bandar udara Soekarno-Hatta dirancang untuk menampung 67 juta
penumpang per tahunnya dan diprediksi mencapai kapasitas penumpang ultimit
pada tahun 2030 sebesar 87 juta penumpang per tahunnya. Sebagai solusi PT.
Angkasa Pura II telah mengumumkan desain utama pengembangan bandara
SoekarnoHatta demi meningkatkan pelayanan kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan. Desain tersebut menuntut untuk diadakan overlay pada bagian runway
dan taxiway.
2

Overlay dilakukan untuk meningkatkan performa runway dan taxiway. Saat


ini runway dan taxiway mengalami penurunan kualitas performa karena perkerasan
sudah berlubang dan mengalami penurunan elevasi. Lalu lintas penerbangan yang
tiap tahun naik memperburuk kondisi runway dan taxiway Bandar Udara Soekarno-
Hatta. Apabila keadaan tersebut tidak ditangani secara baik, akan membahayakan
keselamatan pengguna transportasi udara. Selain kepentingan keamanan
penerbangan, overlay dilaksanakan untuk meningkatkan daya dukung perkerasan
terhadap beban pesawat yang lebih tinggi. Kondisi perkerasan runway saat ini
mampu menahan beban Boeing 777 dan pesawat sekelasnya, tetapi memendekan
umur perkerasan.
Pekerjaan overlay dilaksanakan dengan mengikuti standar penerbangan
Internasional, yaitu FAA dan ICAO. Kedua peraturan tersebut mencakup semua hal
tentang penerbangan, termasuk perkerasan. Ketentuan alat, bahan, dan metode kerja
overlay runway tercantum pada peraturan tersebut. Oleh sebab itu Rencana Kerja
dan Syarat Proyek Overlay Runway Utara Bandar Udara Soekarno-Hatta mengacu
pada peraturan tersebut. Akan tetapi, overlay yang dilaksanakan di Bandara
Soekarno-Hatta belum pernah ditangani oleh kontraktor di Indonesia. Overlay yang
dikerjakan merupakan overlay antara rigid dan flexible pavement. HMA yang
digunakan dalam pekerjaan ini memiliki spesifikasi yang berbeda dengan
perkerasan jalan raya. Daya dukung yang tinggi harus dimiliki oleh HMA. Kontrol
yang ketat pada metode dan hasil konstruksi harus dilakukan untuk menjaga
kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor.
Pekerjaan overlay runway Bandara Internasional Soekarno Hatta dilakukan
pada runway utara yang masih aktif, sehingga pengerjaan overlay harus dilakukan
pada malam hari . Sebelum pekerjaan overlay dimulai, saat siang hari pekerja sudah
menyiapkan HMA dan memastikan alat berat dapat digunakan. Pekerjaan dimulai
pada pukul 23.00 setelah bandara ditutup. Mobilisasi alat berat dilakukan dengan
truk pengangkut alat berat agar mobilisasi cepat. Pekerjaan pertama yang dilakukan
adalah pembongkaran tapering dan pembersihan perkerasan yang akan di overlay.
Permukaan perkerasan harus diberi tack coat sebelum dilakukan overlay. Setelah
pekerjaan overlay, runway dibersihkan dari alat berat yang bekerja dan kotoran sisa
3

pekerjaan. Ketepatan waktu pekerjaan menjadi hal yang harus dikontrol oleh
kontraktor karena waktu pekerjaan hanya 7 jam efektif.
Pekerjaan overlay runway memiliki target kemajuan sebesar 100 m tiap
harinya. Metode konstruksi dan alat berat yang digunakan harus mempunyai
produktivitas yang tinggi. Metode konstruksi yang digunakan harus dievaluasi jika
pekerjaan mengalami kemunduran. Selain mengevaluasi produktivitas, hambatan
yang terjadi saat pekerjaan juga dievaluasi.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah metode pelaksanaan overlay runway sudah sesuai dengan peraturan
dan kontrak? ;
2. Bagaimana efektifitas pekerjaan overlay runway yang dilakukan semalam? ;
3. Apa kendala yang terjadi saat pelaksanaan pekerjaan?;
4. Apakah spesifikasi Hot Mix Asphalt sudah sesuai dengan spesifikasi dan
kontrak?

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kesesuaian metode pelaksanaan overlay runway.
2. Menganilisis produktifitas pelaksanaan pekerjaan overlay runway.
3. Mengetahui kendala yang terjadi saat pelaksanaan pekerjaan
4. Mengetahui kesesuaian Hot Mix Asphalt dengan spesifikasi dan kontrak.

1.4.Batasan Penelitian

1. Pengambilan data lapangan dilakukan untuk Runway utara 25R – 07L


Bandara Internasional Soekarno Hatta.
2. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada lapisan pertama overlay.
3. Data metode pelaksanaan konstruksi yang digunakan diambil secara langsung
dengan melihat dan membandingkan dengan rencana pelaksanaan.
4

4. Data hsil uji core drill dan hasil volume pekerjaan merupakan data minggu
ke 79 – 81.

1.5.Manfaat Penelitian
1. Memberikan wawasan baru tentang metode konstruksi overlay runway.
2. Dapat dijadikan tolak ukur bagi PT. Angkasa Pura tentang keefektivitasan
pekerjaan oleh kontraktor
3. Membuat kontraktor berkembang lebih baik lagi.

1.6. Keaslian Penelitian


Tugas akhir ini membahas tiga topik utama, yaitu 1) metode pelaksanaan
overlay runway , 2) analisis produktivitas pekerjaan, dan 3) spesifikasi hot mix
asphalt. Penelitian mengenai metode pelaksanaan konstruksi dibahas sebanyak satu
kali, sedangkan penelitian mengenati produktivitas pekerjaan dibahas dua kali.
Penelitian yang membahas metode pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh
Fitriana Kusuma Dewi dengan judul “Analisis Perbandingan Pekerjaan Aktual
Dengan Permen PUPR No.28/prt/m/2016 Pada Proyek Dengan Kontrak Design-
Build”. Penelitian tersebut membahas kesesuaian metode pelaksanaan piling dan
substructure pada proyek MRT Jakarta CP103.
Penelitian yang membahas produktivitas pekerjaan dibahas juga dalam
“Analisis Perbandingan Pekerjaan Aktual Dengan Permen PUPR No.28/prt/m/2016
Pada Proyek Dengan Kontrak Design-Build”. Penelitian tersebut memiliki tujuan
membandingkan produktivitas aktual dan teori dengan cara mengubah koefisien
tenaga kerja.
Penelitian kedua yang membahas produktivitas terdapat dalam “Analisis
Produktivitas Pekerjaan Dinding Diafragma Dan Pondasi Barrette (Studi Kasus
Pembangunan Receiving Substation Pada Proyek Mass Rapid Transit Jakarta)” oleh
Khairunisa Ulya. Penelitian tersebut membahas produktivitas tiap jam dan
hambatan yang terjadi pada pembangunan dinding diafragma dan pondasi barrette
MRT Jakarta.
5

Bab 2

Tinjauan Pustaka
2.1 Overlay Runway
Overlay runway merupakan kegiatan melapis ulang permukaan perkerasan
dengan tujuan memperkuat daya dukung perkerasan. Pekerjaan overlay runway
sudah umum dilakukan pada bandar udara yang membutuhkan kapasitas yang lebih
besar. Kegiatan overlay dapat dilakukan pada runway yang sedang bekerja maupun
tidak. Tantangan yang terjadi pada overlay runway yang sedang bekerja adalah
waktu pengerjaan konstruksi runway.
Hachiya, dkk (2012) membahas pelaksanaan overlay runway selama
semalam .Pekerjaan overlay dilaksanakan harus memperhatikan kelayakan hasil
overlay yang harus dibebani oleh pesawat yang memiliki beban besar. Perkerasan
harus mampu menahan beban tanpa mengalami kerusakan setelah dilaksanakan
overlay. Hachiya, dkk (2012) meninjau Bandar Udara Fukuoka yang terletak di
Jepang. Bandar Udara Fukuoka merupakan salah satu bandar udara tersibuk di
Jepang yang melayani 140.000 penerbangan per tahun. Pekerjaan overlay
dilaksanakan pada rentan tahun 2000 sampai 2002. Kondisi bandara yang sibuk
mengakibatkan kegiatan overlay mengambil waktu dari pukul 23.00 sampai 06.00.
Berdasarkan Hachiya, dkk (2012) pekerjaan overlay runway yang dituntut
cepat membutuhkan bahan dan metode pelaksanaan yang aman dan aman. Strategi
yang digunakan dalam pelaksanaan overlay runway Bandar Udara Fukuoka sebagai
berikut:
1. Area yang dikerjakan pada rentan tahun 2000 hingga 2002 dilakukan pengikisan
sebesar 150 mm dan dilapis ulang kembali. Area yang terdapat air di bawah
lapisannya dikikis sedalam 50 mm dan dilapis ulang.
2. Adequate breathability digunakan pada wearing course untuk mencegah
terjadinya blistering. Pelaksanaan pekerjaan harus memiliki air void ratio
sebesar 4,5 %. Wearing course didesain memiliki ketebalan 80 mm untuk
mencegah pergeseran antara wearing dan binder course. Ketebalan 80 mm
dianggap memiliki kekuatan untuk mencegah gaya geser yang diakibatkan
beban horizontal pesawat.
6

3. Pelaksanaan penghamparan dilaksanakan dengan ketebalan 120 mm untuk


mengurangi waktu.
4. Pekerjaan overlay menggunakan agregat berukuran maksimal 30 mm untuk
mencegah rutting. HMA diberi campuran bahan aditif untuk mengurangi suhu.
Pelaksanaan metode overlay tersebut berhasil dilaksanakan. Suhu permukaan
runway dapat diturunkan sehingga pesawat aman untuk melintasi permukaan
runway. Rutting tetap terjadi pada perkerasan runway, tetapi rutting yang terjadi
dapat diterima. Blistering tetap terjadi pada permukaan runway, tetapi jumlah
blistering yang terjadi berkurang setelah pelaksnaan overlay. Oleh sebab tersebut,
metode pelaksanaan overlay dianggap berhasil untuk mengatasi masalah
perkerasan.
Hachiya, dkk (2012) juga membahas tentang durasi pekerjaan overlay
semalam. Pekerjaan overlay menuntut kecepatan sehingga durasi pekerjaan diatur
serinci mungkin. Oleh sebab itu, Hachiya, dkk (2012) membandingkan durasi
pekerjaan rencana dengan durasi pekerjaan sebenarnya. Percobaan perbandingan
dilakukan dengan mengambil 3 luasan, yaitu bagian A, bagian B, dan bagian C.
Pekerjaan overlay semalam yang dilaksanakan Bandar Udara Fukuoka memiliki
waktu yang sesuai dengan perencanaan pada overlay bagian B dan C, tetapi tidak
tepat waktu pada bagian A. Hal tersebut membutuhkan pengaturan ulang durasi
pekerjaan. Setelah pengaturan ulang jadwal, pekerjaan pada bagian A dilaksanakan
tepat waktu.
White (2016) membahas kerusakan permukaan perkerasan hasil overlay. Hal
yang menjadi perhatian peneliti adalah kerusakan yang terjadi hanya pada satu
runway. Penelitian tersebut dilakukan pada dua runway besar di Australia. Dua
runway tersebut memiliki lapis overlay yang terbuat perkerasan lentur dengan
spesifikasi berbeda. Penilitian ini menunjukkan pemilihan bahan dan metode
pelaksanaan pada overlay runway harus diperhatikan telititi.
Kerusakan yang terjadi pada hasil overlay terjadi setelah 6 bulan pekerjaan
selesai. Kerusakan tersebut terjadi hanya pada salah satu runway dan berupa
perkerasan tidak mampu menahan gaya geser. Penyebab kerusakan tersebut adalah
HMA yang terlalu lembek dan terjadi dimana pesawat mengerem.
7

Peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana kerusakan dapat


terjadi. Agregat halus dan bitumen menjadi perhatian utama dalam kerusakan hasil
overlay. Pemilihan agregat halus yang berbeda pada overlay kedua runway diteliti
menggunakan petrography, sedangkan bitumen diuji viskositasnya. Pengujian
dilaksanakan pada dua HMA yang digunakan pada dua overlay runway. Hasil yang
didapatkan adalah perbedaan kuat geser yang dimiliki oleh setiap HMA. Penyebab
perbedaan kekuatan pada kedua HMA adalah sumber agregat halus atau perubahan
sifat bitumen.

2.2 Perkerasan untuk Lapangan Udara


Cooley, dkk (2007) melakukan penelitian tentang penerapan superpave mix
pada lapangan udara. Sebelum ada penelitian tentang Superpave mix , lapangan
udara menggunakan Marshall Mix Design Procedure. Mix design tersebut sudah
dipakai selama lebih dari 50 tahun, tetapi peraturan perundangan yang diatur oleh
Departement of Transportation membuat penggunaan Marshall mix design
tergusur. DOT lebih memilih menggunakan Superpave mix daripada Marshall mix
design sehingga standarisaso Marshall mix design turun. Kelemahan Marshall mix
design adalah banyaknya variabel yang harus diuji.
Superpave mix merupakan produk yang sudah diteliti dan diterapkan di
beberapa negara bagian Amerika Serikat. Metode perkerasan ini didesain untuk
jalan raya, tetapi percobaan untuk menerapkan pada lapangan udara. Perkerasan
pada lapangan udara dan jalan raya memiliki beberapa kesamaan terutama pada
penyebaran beban. Perbedaan utama pada lapangan udara dan jalan raya adalah
besar beban dan pengulangan beban yang ditumpu oleh perkerasan. Beban yang
didapat oleh lapangan udara lebih besar, tetapi pengulangan beban yang terjadi
lebih kecil.
Penelitian yang dilakukan oleh Cooley, dkk (2007) bertujuan membuat tata
cara implementasi Superpave mix pada lapangan udara. Penelitian dilakukan
dengan membandingkan 3 mix design yaitu item P-401 dari FAA AC 150/5370-
10B, DoD UFGS-32 12 15, dan Superpave mix design. Ketiga mix design tersebut
diuji dengan membandingkan spesifikasi dari agregat halus, agregat kasar, jenis
bitumen, dan pencampuran aspal.
8

Ketiga desain campuran tersebut menghasilkan kemiripan hasil. Agregat


yang digunakan memiliki spesifikasi kuat dan baik. Perbedaan terjadi pada gradasi
agregat. Item P-401 menggunakan spesifikasi dense grade, DoD UFGS-32 12 15
menggunakan fine grade, dan superpave mix design menggunakan open grade.
Penentuan jumlah aspal yang digunakan memiliki perbedaan. Item P-401 dan DoD
UFGS-32 12 15 menentukan kadar aspal dengan cara memilih rentan rongga udara
optimal, sedangkan superpave mix menggunakan 4% rongga udara. Perbedaan
utama pada superpave mix adalah bagian pemadatan. Pemadatan yang dilakukan
pada superpave mix menggunakan gyratory compactor.

Vaikus, dkk (2017) melakukan penelitian tentang perkerasan yang digunakan


untuk pekerjaan berat. Latar belakang penelitian tersebut adalah kedaan perkerasan
yang harus menghadapi rentan temperature yang lebar dan menumpu beban yang
berat. Lebih dari 90% perkerasan yang ada di Eropa dan Amerika menggunakan
perkerasan lentur. Perkerasan tersebut akan mengalami kerusakan jika tidak
didesain dengan baik.

Perkerasan memiliki sumber kekuatan dari campuran aspal, agregat halus,


dan agregat kasar. Sifat dari ketiga bahan tersebut memiliki andil dalam
menenetukan kekuatan aspal. Penelitian yang dilakukan oleh Vaikus, dkk (2017)
memiliki tujuan untuk membandingkan AC 11 mixtures dan SMA 11 dengan
campuran aspal yang telah di modifikasi. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan 11 bitumen yang berbeda, yaiu 5 bitumen tanpa modifikasi (20/30.
35/50, 50/70. 70/100, dan 100/150), 4 elastrometric-polymer-modified bitumens
(PMB 10/40-65, PMB 25/50-60, PMB 45/80-55, dan PMB 45/80-65), dan 2 higly-
elastrometric-polymer-modified bitumens (PMB 25/55-80 dan PMB 45/80-80).
Penelitian tersebut menguji gradasi HMA dengan ketahanan terhadap air,
deformasi, dan kelalahan. Uji ketahanan air menghasilkan AC 11 yang memiliki
ketahanan terhadap air lebih baik, sedangkan ketahanan terhadap deformasi
menghasilkan AC 11 modifikasi terbaik. AC 11 dan AC 11 modifikasi memiliki
kelemahan terhadap kelelahan, dan SMA 11 S dan SMA 11 S modifikasi memiliki
tahanan terhadap kelelahan lebih baik. Uji triaksial dilakukan pada campuran aspal
9

dengan hasil AC 11 dan SMA 11 mengalami peningkatan kekuatan. Hal tersebut


mengindikasikan suhu berpengaruh pada kekuatan asphalt wearing layer.

2.3 Penggunaan Tack Coat


Tack coat merupakan bahan yang umum digunakan untuk melekatkan antara
dua lapis perkerasan. Kelekatan tack coat sangat diperhatikan karena ikatan tersebut
dapat mempengarungi kegelinciran antar lapis perkerasan.
Wang, dkk (2017) menjelaskan dalam karyanya bahwa tack coat memiliki 3
jenis. Ketiga jenis tack coat tersebut adalah hot asphalt cement, aspal emulsi, dan
cut back asphalt. Hot asphalt cement merupakan jenis tack coat yang umum
digunakan dalam pekerjaan. Hot asphalt cement memiliki kelebihan pada ikatan
daripada ikatan emulsi aspal, tetapi membutuhkan panas yang cukup tinggi dalam
penyemprotan. Emulsi aspal merupakan tack coat yang terbuat dari campuran aspal
dan air yang diberi bahan emulsi. Terdapat dua jenis aspal emulsi yang umum, yaitu
aspal emulsi slow-setting (SS) dan rapid-setting (RS). Emulsi aspal memiliki
kelebihan untuk digunakan pada suhu rendah, tetapi emulsi aspal memiliki
kelemahan dalam kemudahan terangkat oleh roda yang berjalan di atas lapis tack
coat. Cut back asphalt merupakan jenis tack coat yang jarang digunakan karena
memiliki permasalahan pencemaran lingkungan. Cut back asphalt merupakan tack
coat yang terbuat dari kombinasi asphalt cement dan petroleum solvent.
Penyemprotan tack coat dilaksanakan pada permukaan yang bersih, kering,
dan memiliki struktur pondasi yang baik. Penyemprotan tackcoat menggunakan
asphalt distributor truck, tetapi beberapa perusahaan telah mengembangkan
asphalt finisher yang memiliki tangki dan sprayer. Penyemprotan tack coat
dilaksanakan secara merata dan presisi.

2.4 Pemadatan
Pemadatan merupakan penggunaan gaya untuk mengurangi volume udara
dalam bahan. Tujuan dilaksanakan pemadatan adalah membuat perkerasan yang
stabil dan kuat. Hainin, dkk (2016) meneliti tentang kepadatan HMA saat
dilaksanakan pemadatan dengan beberapa jenis rollers dan perbedaan ketebalan.
Penelitian ini menggunakan steel drum compactor berbeban 11 Ton dan pneumatic
tire roller berbeban 15 Ton. Kedua alat pemadat tersebut akan memadatkan pada 7
10

lokasi yang setiap lokasinya memiliki panjang 40 m dan lebar 3,5 m. Setiap lokasi
memiliki spesifikasi campuran aspal yang berbeda.
Penelitian oleh Hainin, dkk (2016) menghasilkan kesimpulan bahwa :
1. Kepadatan maksimum didapatkan dengan menyesuaikan gradasi agregat dan
kondisi pemadatan. Setiap gradasi memiliki kebutuhan gaya pemadatan berbeda.
2. Suhu mempengaruhi hubungan rasio t/NMAS dan kepadatan saat pemadatan
perkerasan.
3. Pemadatan menggunakan roller dapat menyebabkan kerusakan apabila suhu
perkerasan di bawah 80℃.
4. Kemudahan pekerjaan dan pemadatan akan meningkat apabila tebal perkerasan
meningkat.
5. Ketebalan perkerasan berhubungan dengan kecepatan penurunan suhu. Semakin
tebal perkerasan maka kecepatan penurunan suhu rendah.
Zhang, dkk (2017) mengatakan bahwa salah satu pengujian kerataan hasil
pemadatan diuji dengan uji masa jenis dan rongga udara. Kerataan pemadatan
sangat penting karena kerataan dapat mencegah segregasi gradasi, segregasi suhu,
dan pemadatan yang jelek. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang, dkk (2017)
bertujuan untuk mencari cara mendeteksi kerataan hasil pemadatan.
Material yang digunakan untuk penelitian adalah campuran aspal AC-13 dan
AC-20 dengan perbedaan gradasai. Campuran aspal dipadatkan dengan kondisi
suhu berbeda dan wheel roller. Percobaan ini akan menghasilkan indeks kepadatan
yang berupa Sr, SR, k, dan h. Keempat indeks tersebut dapat mencerminkan kerataan
hasil pemadatan. Hasil dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Parameter pemadatan yang berubah akan memberikan perubahan hasil pada
kepadatan. Parameter tersebut seperti suhu dan jumlah lintasan.
2. Kualitas kerataan distribusi kepadatan dapat dicari dengan standar deviasi dari
indeks Sr dan SR. Konsistensi kerataan distribusi kepadatan dapat dilihat dari
statistik pada indeks k dan h.
3. Kepadatan dibagi menjadi 3 berdasar rongga udara, yaitu kepatan tinggi, sedang,
dan rendah.
11

Bab 3

Landasan Teori
3.1 Job Mix Formula
Job mix formula merupakan perencanaan campuran aspal (Hot Mix Asphalt).
Hot Mix Asphalt (HMA) terdiri dari 2 bahan, yaitu agregat dan bitumen. Job mix
formula dilakukan di laboratorium, menggunakan 3 metode (Engineering, 2013).
Hasil yang didapat dari job mix formula.

3.1.1. Mix Design


Mix design umumnya dibedakan menjadi 3 cara, yaitu marshall mix design,
hvvem method, dan superpave method.
a. Marshall Mix Design
Marshall mix design merupakan prosedur pembuatan HMA yang ditemukan
oleh Marshall. Mix design yang ditemukan oleh Marshall menggunakan penentuan
jumlah rongga udara dan jumlah rongga yang memenuhi aspal (VFA). Pada
awalnya marshall mix design digunakan untuk perkerasan jalan, U.S. Army Corps
of Engineering mengadaptasi marshall mix design untuk keperluan lapangan udara.
Metode yang digunakan untuk lapangan udara mengalami modifikasi pada bagian
kriteria.
Marshall mix design menggunakan ASTM D1559 untuk menentukan rentan
jumlah bitumen yang digunakan. Gaya pemadatan bergantung beban roda pesawat
rencana. Hasil dari pencampuran bitumen dan agregat diuji lalu diplotkan pada
kurva. Hasil pengujian berupa 1) density versus asphalt content , 2) percent air
voids versus asphalt content , 3) percent VFA versus asphalt content , 4) marshall
stability versus asphalt content , 5) vlow value versus asphalt content. Percobaan
campuran aspal akan menghasilan 4 indikator yang akan diambil reratanya.
Keempat indeks tersebut merupakan masa jenis maksimal, 4 persen rongga udara,
75 persen VFA, dan nilai marshall stability maksimal. Hasil dari pengujian
indikator tersebut dicocokan dengan batas rongga udara dan VFA minimum, nilai
marshall stability minimum , dan flow tidak melebihi batas maksimal.
12

b. Hveem Method
Hvvem method dikembangkan oleh F.N. Hveem. Indikator pengujian
campuran aspal yang digunakan oleh Hvvem method sama dengan indikator yang
digunakan dalam Marshall mix design. Tahap yang digunakan untuk menentukan
campuran aspal sebagai berikut : 1) stabilitas merupakan hal yang utama dalam
penentuan permukaan agregat, 2) kadar aspal ditentukan oleh luas permukaan,
tekstur, dan porositas dari agregat dan kekerasan aspal , 3) jika dibutuhkan, rongga
udara berjumlah 4 persen untuk menghindari bleeding. Hveem method
menggunakan kneading compaction (ASTM D1561) dalam percobaan mix design.
c. Superpave Method
Superpave method merupakan metode campuran aspal yang paling baru.
Superpave method dikembangkan sekitar tahun 1990 oleh Strategic Highway
Research Program (SHRP). Superpave method tetap memperhitungkan desain
volume dan uji performa.
Volume mix design memiliki tahap sebagai berikut : (a) pemilihan bahan, (b)
pemilihan struktur agregat, (c) pemilihan kadar aspal, dan (d) ketahanan air.

3.1.2. Gradasi Agregat


Agregat merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk campuran aspal.
Agregat memiliki karakteristik dan sifat yang akan mempengaruhi kekuatan
campuran aspal (interactive, 2012). Gradasi agregat berpengaruh dalam kekerasan,
stabilitas, durabilitas, permeabilitas, kemudahan pekerjaan, ketahanan leleh,
ketahanan gesekan, dan kandungan air (Roberts, dkk, 1996). Gradasi agregat
ditentukan oleh kebutuhan pekerjaan seperti beban, lingkungan, material yang ada,
struktur, dan campuran. Umumnya gradasi dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Dense Grade
Gradasi yang memiliki kepadatan yang maksimal. Gradasi agregat ini
memiliki kurva yang hamper 45 derajat. Komposisi yang dihasilkan oleh gradasi
ini membuat kepadatan maksimal.
13

b. Open-Graded
Gradasi agregat memiliki sifat seragam, sehingga gradasi ini akan
mencipatkan rongga jika digunakan. Kegunaan gradasi ini adalah pembuatan lapis
drainase.
c. Gap-Graded
Gap-graded memiliki fungsi yang sama dengan dense graded, yaitu
menciptakan kepadatan maksimum. Gap-graded memiliki agregat yang lolos pada
saringan tengah sangat sedikit, sehingga agregat kecil akan mengisi rongga yang
disediakan agregat besar. Praktik gradasi ini akan lebih ekonomis, tetapi dapat
menyebabkan mesin mudah macet karena agregat halus terlalu banyak.

3.2 Pemadatan perkerasan


Interactive (2012) menyatakan bahwa pemadatan adalah kegiatan
mengurangi volume udara dan meningkatkan berat jenis di dalam perkerasan
menggunakan gaya eksternal (gaya statis atau dinamis). Selain meningkatan berat
jenis dan kepadatan, pemadatan meningkatan interlock antar agregat. Kegiatan
pemadatan adalah kegiatan penting untuk menentukan tingkat kekuatan dari sebuah
perkerasan.
Pekerjaan pemadatan dilakukan dengan tujuan kandungan udara menjadi 0%.
Kandungan udara 0% bisa dicapai jika pemadatan dilakukan di laboratorium,
sedangkan dalam praktik lapangan hal itu sulit. Pekerjaan di lapangan sulit
mencapai 0% kandungan udara karena kandungan udara terjadi akibat adanya ruang
dalam diantara partikel asphalt-coated. Engineering (2013) kandungan udara yang
terdapat dalam partikel asphalt-coated sulit untuk ditentukan volumenya. Jika hal
ini terjadi, yang dapat dilakukan adalah melakukan perbandingan antara bulk
specific gravity dan theoretical maximum density. Rumus untuk menentukan
jumlah kandungan udara (dalam persen) adalah kandungan udara (%) = 100[1 –
(bulk specific gravity/theoretical maximum specific gravity)]. Jika hasil
perbandingan antara bulk density dan therotical maximum density adalah 95%,
kandungan udara dalam HMA adalah 5%.
Hasil pekerjaan pemadatan dapat maksimal apabila memperhatikan 4 faktor
utama berikut. Keempat faktor tersebut adalah sifat HMA, lingkungan, kondisi
14

lokasi pengahamparan, dan peralatan yang digunakan. Poin – poin berikut akan
menjelaskan keempat faktor tersebut.

3.2.1 Sifat HMA

Karakteristik HMA dipengaruhi oleh bahan – bahan yang menyusunnya.


Bahan – bahan tersebut antara lain agegat, asphalt cement, dan karakteristik
campuran.
a. Agregat
Agregat merupakan bahan pengisi dari HMA. Engineering (2013) menyatakan
bahwa sifat agregat dan gradasi agregat berdampak pada kekerasan dan pemadatan.
Sifat agregat yang berupa kekerasan, bentuk, dan jumlah sudut dalam agregat
menentukan cara memadatkan. Sifat agegat yang keras membutuhkan pemadatan
yang lebih kuat daripada agregat yang bersifat lembek. Bentuk permukaan agregat
yang kasar mengakibatkan kekuatan yang digunakan untuk memadatkan lebih
besar. Jumlah sudut dalam agregat meningkatkan ketahanan terhadap gaya yang
bekerja dalam pemadatan.
Jenis – jenis gradasi agregat mempengaruhi kemudahan dalam pengerjaan.
Gradasi yang bersifat dense-graded merupakan gradasi agregat yang mudah untuk
dipadatkan. Gap-graded agregat memiliki kesukaran untuk dipadatkan melebihi
dense-graded. Finely graded mix merupakan gradasi agregat yang tersulit untuk
dipadatkan karena bahan campuran tersebut keci dan mampu mengisi ruang – ruang
kosong yang ada.
b. Asphalt cement
Bahan perekat untuk perkerasan lentur adalah asphalt cement. Ada dua faktor
asphalt cement yang berpengaruh dalam pemadatan HMA, yaitu jenis asphalt
cement dan suhu pencampuran.
c. Karakteristik campuran
Karakteristik HMA berhubungan dengan suhu penghamparan. Suhu
penghamparan yang sesuai akan memudahkan pemadatan dilaksanakan. Pemadatan
jenis asphalt yang sama pada suhu yang berbeda akan menghasilkan cara
pemadatan yang berbeda. Suhu yang lebih tinggi akan memudahkan proses
pemadatan.

Anda mungkin juga menyukai