Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari beberapa bahan batuan yang
direkatkan oleh material pengikat. Beton terbuat dari campuran butiran batu halus
dan kasar (agregat), semen dan air (Sutikno, 2014). Material alam umum
digunakan sebagai campuran dari beton adalah pasir, kerikil, semen dan air.
Namun, salah satu kelemahan beton adalah berat sendirinya yang cukup besar,
disebabkan oleh agregat yang menempati (60% - 75%) dari volume total beton
apabila dibandingkan dengan bahan campuran beton yang lain (Astanto, 2001).

Namun saat ini munculah berbagai inovasi baru seiring majunya teknologi
seperti beton ringan dan kuat menggunakan berbagai material tambahan yang bisa
dipakai untuk memperkuat beton ringan. Adapun beton ringan yang muncul
karena berbagai alasan salah satunya adalah karena sering terjadinya gempa-
gempa kuat yang terjadi beberapa tahun ini. Munculnya inovasi beton ringan
dikarenakan semakin ringan bobot bangunan maka semakin kecil pula beban
gempa yang dipikul. Di antara cara pembuatan beton ringan yang telah diterapkan
yaitu dengan memakai Styrofoam sebagai pengganti agregat kasar. Beberapa
nama produk yang telah dibuat: STYROFOAM T-MASS Tecnology (The Dow
Chemical Company, 2005) dan Sandwich Panel(Sarana Utama Sukses).1

Hal ini menunjukkan bahwa limbah Styrofoam dapat dimanfaatkan secara


optimal sebagai inovasi pada beton, sehingga lebih berdaya guna dan ramah
lingkungan. Hasil studi menunjukkan bahwa, limbah industri untuk bahan
campuran beton ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan dan mengurangi
biaya produksi beton (Simanjuntak, 2000).

1
Pemanfaatan Limbah Styrofoam Pada Pembuatan Beton Ringan (https://repository.unri.ac.id)
Tidak hanya menggunakan Styrofoam tapi kami juga menggunakan abu sekam
padi berlandaskan hasil penelitian (Yulianto, 2005) menunjukkan bahwa secara
umum beton ringan sekam padi yang tidak direndam menghasilkan kuat tekan
yang lebih tinggi daripada yang direndam. Beton ringan sekam padi untuk seluruh
variasi campuran dapat digunakan sebagai bahan bangunan khususnya untuk
elemen non struktural dan struktur ringan/sangat ringan. Regangan yang
dihasilkan jauh diatas beton normal (0,002-0,003) sehingga beton ringan sekam
padi lebih daktai (tidak getas).

Abu sekam padi diperoleh dari pembakaran kulit padi. Warna abu sekam padi
dari putih keabu-abuan sampai hitam, warna ini tergantung dari sumber sekam
padi dan suhu pembakaran. Jumlah sekam padi yang dihasilkan sekitar 20% - 33%
dari berat padi dan tiap tahunnya dihasilkan sekitar 137 juta ton. Sisa pembakaran
sekam padi yang berupa abu sekam memiliki kandungan silika yang tinggi, yaitu
94 - 96 % (Houston, 1972). Kandungan oksida silika (SiO2) yang tinggi
memberikan sifat pozzolanik yang baik pada abu sekam padi jika dimanfaatkan
sebagai bahan tambah parsial pada semen dan bermanfaat untuk peningkatan
kekuatan beton, mempunyai sifat pozzolan dan mengandung silika yang sangat
menonjol, bilsa unsur ini dicampur dengan semen akan menghasilkan kekuatan
yang lebih tinggi.

Cara yang dipilih dalam pembuatan beton ini adalah memproses dan
memanfaatkan Styrofoam dan batu apung sebagai mix agregat, menggunakan Fly
ash dan abu sekam padi sebagai mix semen, karena sesuai prinsip bahwa fungsi
agregat adalah pengisi di dalam campuran beton. Dalam jangka panjang,
mengolah dan menggunakan Styrofoam bekas sebagai agregat beton ringan non-
struktural, dapat berarti ikut melestarikan batuan alam karena mengurangi
kebutuhan untuk menambang agregat alami yaitu batu dan pasir. (Giok Swan,
2014).
1.2.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1.2.1 Apakah dengan mensubtitusi agregat kasar pada beton ringan dengan
batu apung dan limbah Styrofoam mampu menghasilkan beton ringan
dan berat jenis < 1900 kg/m3?
1.2.2 Bagaimana pengaruh beton dengan abu sekam padi dan Fly ash sebagai
substitusi semen terhadap ketepatan mutu f’c 30 MPa?
1.2.3 Bagaimana kelebihan dari karakteristik yang dimiliki oleh abu sekam
padi dan limbah Styrofoam sebagai bahan campuran beton?
1.3. TUJUAN
Berdasarkan masalah yang rumuskan di atas, tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh subtitusi bahan Styrofoam dalam campuran
beton ringan non - struktural.
1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh beton dengan abu sekam padi dan Fly ash
sebagai substitusi semen terhadap ketepatan mutu f’c 30 MPa.
1.3.3 Untuk mengetahui kelebihan dari karakteristik yang dimiliki oleh abu
sekam padi dan limbah Styrofoam sebagai bahan campuran beton.
1.4. MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Bagi pemerintah; dapat memberikan masukan dalam penanganan
limbah memanfaatkan limbah Styrofoam dan abu sekam padi untuk
mereduksi jumlah limbah.
1.4.2 Bagi masyarakat, dapat memberi informasi mengenai pemanfaatan
limbah Styrofoam dan abu sekam padi dalam pembuatan beton ringan
sehingga masyarakat dapat memanfaatkan limbah Styrofoam dan abu
sekam padi dengan bijak.
1.4.3 Bagi akademisi, dapat memberikan informasi dan motivasi untuk
mengembangkan riset yang ada mengenai limbah terutama limbah
Styrofoam dan abu sekam padi dalam pembuatan beton ringan yang
memenuhi persyaratan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton

Menurut SNI-03-2847-2002, pengertian beton adalah campuran antara semen


portland atau semen hidraulik lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan
atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton disusun dari agregat
kasar dan agregat halus. Agregat halus yang digunakan biasanya adalah pasir alam
maupun pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu, sedangkan agregat kasar
yang dipakai biasanya berupa batu alam maupun batuan yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu.

Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus
(pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara.
Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedimikian rupa, sehingga
menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan
rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis (Sutikno, 2003:1).

Tri Mulyono (2005) dalam bukunya menjelaskan bahwa beton merupakan


fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland
cement), agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah (admixture atau
additive). Menurut SNI-03-2847-2002, pengertian beton adalah campuran antara
semen portland atau semen hidraulik lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air,
dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton disusun dari
agregat kasar dan agregat halus. Agregat halus yang digunakan biasanya adalah pasir
alam maupun pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu, sedangkan agregat
kasar yang dipakai biasanya berupa batu alam maupun batuan yang dihasilkan oleh
industri pemecah batu.
Skema bahan susun beton dapat digambarkan pada Gambar 2.1.

SEMEN
PASTA
AIR SEMEN

BETON

S
PASIR
AGREGAT S
KERIKIL

S
Gambar 2.1. Skema Bahan Susun Beton
(Asroni,Ali.2010)
Struktur bangunan sebagian terbuat dari beton. Beton juga memiliki
keunggulan dan kekurangan yang perlu ditimbangkan. Keunggulan dari
penggunaan beton dalam sebuah bangunan yaitu :

a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.


b. Mampu memikul beban yang berat sekaligus.
c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
d. Biaya pemeliharaan atau perawatan sangat sedikit, bahkan tidak ada.

Kekurangan dari penggunaan beton dalam sebuah bangunan, yaitu :

a. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Nilai kuat
tarik beton berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya.
b. Kekurangan tersebut perlu diberi baja tulangan (Mulyono,Tri.2004).
c. Konstruksi dari beton itu berat sekitar 2400 kg/m3. Sehingga jika dipakai
pada bangunan harus menempatkan pondasi yang cukup besar dan kuat.
d. Untuk memperoleh hasil beton dengan mutu yang baik, perlu biaya
pengawasan sendiri dan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
e. Konstruksi beton tidak dapat dipindah, jika dibongkar maka beton menjadi
tidak berguna.
f. Memiliki daya pantul suara yang besar.
2.2 Beton Ringan

Beton ringan merupakan beton yang mempunyai berat jenis beton


yang lebih kecil dari beton normal. Pada dasarnya, semua jenis beton
ringan dibuat dengan kandungan rongga dalam beton dengan jumlah
besar. Menurut SNI-03-2847-2002, beton ringan adalah beton yang
mengandung agregat ringan dan mempunyai berat jenis tidak lebih dari
1900 kg/m3. Oleh karena itu, berdasarkan cara mendapatkan beton ringan
menurut Tjokrodimuljo (1996), beton ringan dapat dibedakan menjadi 3
jenis dasar sebagai berikut:

1. Beton agregat ringan.


2. Beton busa.
3. Beton tanpa agregat halus (non pasir).
Menurut Tjokrodimuljo (2003), beton ringan adalah beton yang
mempunyai berat jenis beton antara1000-2000 kg/m3. Berdasarkan berat
jenis dan pemakaiannya beton dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2.1.

Jenis Beton Berat Jenis Beton Pemakaian


(Kg/m3)
Beton sangat ringan <1000 Non struktur

Beton ringan 1000-2000 Struktur ringan

Beton normal 2300-2500 Struktur

Beton berat >3000 Prisai sinar X

Sumber: Tjokrodimuljo, K (2003)

Menurut SK SNI 03-3449-2002 beton yang memakai agregat


ringan atau campuran agregat kasar ringan dan pasir alami sebagai
pengganti agregat halus ringan dengan ketentuan beton dengan berat
jenis di bawah 1850 kg/m3 dan harus memenuhi ketentuan kuat tekan
dan kuat tarik belah beton ringan dengan tujuan structural kuat tekan
minimum 17,24 MPa dan maksimum 41,36 MPa.Sedangkan beton
isolasi adalah beton ringan yang mempunyai berat isi kering oven
maksimum 1440 kg/m3. Dengan kuat tekan maksimum 17,24 MPa dan
kuat tekan minimumnya adalah 6,68 MPa. Tabel 2.2.

Tabel 1.2. Jenis-jenis Beton Ringan Berdasarkan Kuat Tekan, Berat


Beton, dan Agregat Penyusunnya.

Konstruksi Beton Beton Ringan Jenis Agregat

Ringan Ringan
Kuat Tekan Berat Isi

(MPa) Kg/m3

Struktural Agregat yang


dibuat melalui
 Minimum  17,24  1400
proses pemanasan
 Maksimum  41,36  1850
batu serpih, batu
apung, batu sabak,
terak besi atau abu
terbang;

Struktural Ringan Agregat mangan


alami seperti scoria
 Minimum  6,89  800
dan batu apung
 Maksimum  17,24  1400

Struktural:
_ _
Minimum
Perit atau vemikulit
Sangat ringan _ 800
sebagai isolasi:
Maksimum

Sumber: SK SNI 03-3449-2002


2.3 Batu Apung (Pumice Stone)

Batu apung memiliki warna abu-abu, putih, abu-abu kebiruan, abu-


abu gelap dan dalam keadan kering dapat mengapung di atas air. Batu apung
(pumice stone) mempunyai sifat fisik dengan bobot isi ruang berkisar antara
480 sampai 960 Kg/cm³. Kadar penyerapan air pada batu apung adalah
16,67%. Berat jenis batu apung yaitu 0,8 gr/cm3 (Setia Graha, 2012).

Kadar optimum batu apung 20% menyebabkan penurunan density


beton agregat ringan sebesar 22% dibandingkan dengan beton agregat
normal yaitu dari 2359 kg/m3 menjadi 1850 kg/m3. Kadar optimum
substitusi parsial batu apung pada beton agregat ringan batu apung adalah
20% dari berat agregat kasar dengan kuat tekan dan kuat tarik belah sebesar
39,24 MPa dan 4,05 MPa. Kondisi campuran beton agregat ringan
memerlukan tambahan 20% Fly ash , additive sika Ln 1,5%
dan sika Vz 0,4% dengan permukaaan batu apung dilapisi pasta semen.
(Dionisius Tripriyo AB, Gusti Putu Raka dan Tavio, 2010).

2.4 Abu Terbang (Fly ash )

Fly ash /Abu Terbang adalah limbah padat yang terdiri dari
partikel-partikel halus yang muncul dengan gas buang pembakaran dan
diangkut dari ruang batubara pada pembangkit listrik tenaga uap. Pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) melakukan proses pembakaran batubara dengan cara
ditumbuk dan ditiup dengan udara ke ruang bakar boiler di mana ia segera
menyatu, menghasilkan panas dan memproduksi residu mineral cair. Tabung
boiler mengekstrak panas dari boiler pendinginan gas buang dan menyebabkan
residu mineral cair yang mengeras dengan membentuk abu. Partikel abu kasar
disebut sebagai bottom ash atau slag jatuh ke bagian bawah ruang pembakaran,
sementara ringan partikel abu halus disebut Fly ash tetap
tersuspensi dalam gas buang. Sebelum melelahkan gas buang Fly ash
dihapus oleh perangkat kontrol emisi partikulat seperti debu elektrostatis atau
rumah kantong kain filter. Jadi sisa hasil pembakaran dengan batubara
menghasilkan abu yang disebut dengan Fly ash dan bottom ash.
Batubara sebagai bahan bakar yang digunakan di PLTU. Dengan akibat
naiknya harga minyak, maka banyak perusahaan yang beralih menggunakan
batubara sebagai bahan bakar untuk menghasilkan steam (uap). Dengan
menggunakan batubara itu sebuah peridustian menciptakan limbah dari batu
baru yang berupa Fly ash dan bottom ash. Fly ash ini
paling sering digunakan sebagai pozzolan dalam aplikasi PCC. Pozzolans
adalah bahan mengandung silika atau silika dan alumina, yang dalam bentuk
halus yang terpisah dan di hadapan air, bereaksi dengan kalsium hidroksida
pada suhu biasa menghasilkan senyawa semen. oleh karena itu Fly ash
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan beton.

SNI 03-64414-2002 mendefinisikan pengertian Fly ash abu


terbang sebagai limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembangkit
tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozzolan. Peraturan
pemerintah nomor 85 tahun 1999 menyatakan bahwa Fly ash
merupakan limbah dari pembakaran batu bara yang dikategorikan sebagai
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Komposisi dari Fly ash sebagian besar terdiri dari silikat


dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3) dan kalsium (CaO), serta
magnesium, potassium, sodium, titanium, sulfur, dalam jumlah yang kecil.
Komposisinya tergantung dari tipe batu bara. Fly ash sebagai
bahan pozzolan mempunyai arti antara lain; merupakan bahan yang
mengadung senyawa silika/ silika dan alumina, tidak mempunyai kemampuan
mengikat (non cementitious), mempunyai bentuk yang sangat halus sehingga
dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida untuk membentuk suatu bahan yang
mempunyai sifat mengikat (cementitious). Berdasarkan SK SNI S-15-1990-F
Fly ash dikelompokkan menjadi tiga kelas sebagai berikut;

a. Fly ash kelas F


Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang
dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batubara (bitumminous).
Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%
Kadar CaO < 10% (ASTM 20%, CSA 8%)
Kadar karbon (C) berkisar antara 5% -10% Fly ash kelas F
disebut juga low-calcium Fly ash , yang tidak mempunyai sifat
cementitious dan hanya bersifat pozolanic.
b. Fly ash kelas C
Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari
pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda / sub-
bitumminous). Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%. Kadar CaO > 10%
(ASTM 20%, CSA menetapkan angka 8-20% untuk tipe CI dan di atas 20%
untuk CH ) Kadar karbon (C) sekitar 2%. Fly ash kelas C disebut juga
high-calcium Fly ash Karena kandungan CaO yang cukup tinggi,
Fly ash tipe C mempunyai sifat cementitious selain juga sifat
pozolan. Oleh karena Fly ash tipe C mengandung kadar CaO yang cukup tinggi
dan mempunyai sifat cementitious, jika terkena air atau kelembaban, akan
berhidrasi dan mengeras dalam waktu sekitar 45 menit.
c. Fly ash kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain
tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa
diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu
juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.
Adapun sifat fisik dari abu terbang (Fly ash ) berdasarkan SNI
03-2460-1991 sebagai berikut :
 Warna
Abu terbang berwarna abu-abu, bervariasi dari abu-abu muda sampai abu-
abu tua. Makin muda warnanya sifat pozolannya makin baik. Warna
hitam yang sering timbul disebabkan karena adanya karbon yang dapat
mempengaruhi mutu abu terbang.
 Komposisi
Unsur pokok abu terbang adalah silikon dioksida SiO2 (30% -
60%), aluminium oksida Al2O3 (15% - 30%), karbon dalam
bentuk batu bara yang tidak terbakar (bervariasi hingga 30%),
kalsium oksida CaO (1% - 7%) dan sejumlah kecil magnesium
oksida MgO dan sulfur trioksida SO3.
 Sifat pozolan
Sifat pozolan adalah sifat bahan yang dalam keadaan halus dapat bereaksi
dengan kapur padam aktif dan air pada suhu kamar (24°C - 27°C)
membentuk senyawa yang padat tidak larut dalam air. Abu terbang
mempunyai sifat pozolan seperti pada pozolan alam, mempunyai waktu
pengerasan yang lambat. Hal ini dapat diketahui dari daya ikat yang
dihasilkan apabila dicampur dengan kapur. Kehalusan butiran abu terbang
mempunyai pengaruh pada sifat pozolan, makin halus makin baik sifat
pozolannya.
 Kepadatan (density)
Kepadatan abu terbang bervariasi, tergantung pada besar butir dan hilang
pijarnya. Biasanya berkisar antara 2,43 gr/cc hingga 3 gr/cc. Luas
permukaan spesifik rata-rata 225 m2/kg - 300 m2/kg. Ukuran butiran yang
kecil kadang-kadang terselip dalam butiran besar yang mempunyai fraksi
lebih besar dari 300 μm.
 Hilang pijar
Hilang pijar menentukan sifat pozolan abu terbang. Apabila hilang pijar
10% - 20% berarti kadar oksida kurang, sehingga daya ikatnya kurang, yang
berarti sifat pozolannya kurang.

2.5. Bahan Inovasi Styrofoam


Styrofoam merupakan bahan yang kita temui sehari-hari, biasanya
dalam bentuk pembungkus barang elektronik. Bahan ini biasanya, sering
dibuang oleh masyarakat ke lingkungan. Padahal limbah Styrofoam ini
memiliki kandungan berbahaya bila dibuang ke lingkungan. Adanya
permasalahan ini, kelompok kami ingin membuat inovasi dari bahan
Styrofoam, guna memperkecil pembuangan limbah ke lingkungan.

Menurut (Irdhiani, 2008) Styrofoam dikenal sebagai salah satu dari


busa polystyrene yang dipadatkan dan biasa digunakan untuk membungkus
barang elektronik. Polystyrene sendiri dihasilkan dari styrene
(C6H5CH9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang
tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul.
Penggabungan acak benzena mencegah molekul membentuk garis yang
sangat lurus, sebagai hasilnya polyester mempunyai bentuk yang tidak tetap,
transparan dan dalam berbagai bentuk plastik yang cukup regas. Polystyrene
merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun
bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu di bawah 100oC (Billmeyer, 1984).
Polystyrene memiliki berat sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai 40
MN/m2, modulus lentur sampai 3 GN/m2, modulus geser sampai 0.990
GN/m2 dan angka poisson 0.330 (Crawford, 1998).

2.6 Abu Sekam Padi

Abu sekam padi merupakan hasil dari sisa pembakaran sekam padi,
Abu sekam padi merupakan salah satu bahan yang potensial digunakan di
Indonesia karena produksi yang tinggi dan penyebaran yang luas. Bila abu
sekam padi dibakar pada suhu terkontrol, abu sekam yang dihasilkan dari sisa
pembakaran mempunyai sifat pozzolan yang tinggi karena mengandung silika.

Selama proses perubahan sekam padi menjadi abu, pembakaran


memghilangkan zat-zat organik dan meninggalkan sisa yang kaya akan
silika.perlakuan panas pada sekam menghasilkan perubahan struktur yang
berpengaruh pada dua hal. Yaitu tingkat aktivitas pozzolan dan kehalusan
butiran abunya.

Komposisi kimia abu sekam padi adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3. Komposisi kimia abu sekam padi

NO KOMPONEN PERSENTASE
KOMPOSISI (%)
1 SiO2 94,5
2 AlO3 1,05
3 Fe2O3 1,05
4 CaO 0,25
5 MgO 0,23
6 SO4 1,13
7 CaO (bebas) -
8 Na2O 0,78
9 K2O 1
Dari tabel diatas, terlihat bahwa abu sekam padi mempunyai
kandungan silika hingga 94%. Komposisi silika yang cukup besar pada
abu sekam padi, membuat abu sekam padi menjadi bersifat pozzolan yang
bila dicampur dengan semen menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi.

2.7 Coating

Coating merupakan perbaikan permukaan batu apung dengan


menggunakan pasta semen. Bahan coating menggunakan air dan semen dengan
perbandingan 1:1 dari berat semen. Bahan coating kemudian dicampur dengan
batu apung kurang lebih selama 3 menit. Hasil campuran tersebut dikeringkan di
suhu kamar selama kurang lebih 3 minggu agar semen tersebut mengeras sehingga
tidak mempengaruhi faktor air semen. Pengujian absorpsi dilakukan untuk
mengetahui perubahan permukaan berpori batu apung sebelum dan sesudah
coating. Hasi pengujian absorpsi sebelum coating sebesar 36,07% dan sesudah
coating sebesar 11,85%.

2.8 Kuat Tekan

Kekuatan maksimal beton hanya terletak pada kuat tekan yang tinggi dan
beton juga menghasilkan kuat tarik tapi sangat kecil kira-kira 10 % dari kuat
tekannya. Jadi yang perlu mendapat perhatian maksimal pada kekuatan beton
hanya kuat tekannya, apabila kuat tekannya tinggi, maka sudah tentu sifat-sifat
yang lain juga baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah
faktor air semen, sifat dan kualitas bahan, perbandingan bahan susun, slump, cara
pengerjaan, dan perawatan beton. (SNI-03-1974-1990).

Kuat tekan beton adalah besarnya beban maksimum persatuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu
yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton ditentukan oleh perbandingan
semen, agregat halus, air, dan berbagai jenis bahan tambahan (Tjokrodimuljo,
1996). Perbandingan air dengan semen merupakan faktor utama dalam
menentukan kuat tekan beton, kuat tekan beton dapat dihitung dengan
P N
f’c: ( ) ................................................................................... (1)
A mm2

f’c : Kuat tekan beton pada umur 14/28 hari (MPa).

P : Beban maksimum (N)

A : Luas penampang benda uji (mm2)


BAB III

DESKRIPSI KARYA

3.1 Metode Pengambilan Data

3.1.1 Metode Penentuan Material Penyusun Beton

a. Semen Dalam penelitian ini semen yang digunakan adalah


semen OPC ( Ordinary Portland Cement ) yang didapat dari salah satu
perusahaan yang ada di Surabaya yaitu PT. Varia Usaha Beton.

b. Agregat Halus Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini


yaitu pasir yang didapat dari salah satu toko bangunan di daerah Surabaya.
Dari uji material yang telah dilakukan di Laboratorium Beton Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.

c. Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini


yaitu batu apung yang didapat dari salah satu toko di daerah Perak,
Surabaya dan Styrofoam yang didapat dari limbah. Batu apung yang
digunakan pada penelitian ini terlebih dahulu dilapisi oleh semen dan air
atau disebut dengan coating untuk mencegah penyerapan air oleh batu
apung. Dari uji material yang telah dilakukan di Laboratorium Beton
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.

d. Air Air yang digunakan pada pembuatan beton ini adalah air
yang berasal dari PDAM yang ada di Laboratorium Beton Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya.

e. Abu sekam padi diperoleh dari perusahaan padi yang ada di


Surabaya. Abu sekam padi yang disiapkan sudah berupa abu yang telah
dibakar pada suhu terkontrol, abu sekam yang dihasilkan dari sisa
pembakaran mempunyai sifat pozzolan yang bila dicampur dengan semen
menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi.
3.2 Identifikasi Masalah
Masalah yang diangkat oleh penulis pada penelitian ini adalah penentuan
rancangan campuran yang tepat dan penggunaan bahan yang minimum semen
untuk membuat beton ringan, berupa 1 benda uji berbentuk silinder dengan
menggunakan abu sekam dan fly ash sebagai pengganti semen, sedangkan agregat
kasar berupa batu apung dan styrofoam , agar mencapai f’c yang disyaratkan pada
umur 28 hari sebesar 30 MPa atau setara dengan K-375.

3.3 Deskripsi Singkat Karya

Beton ringan pada penelitian ini menggunakan material penyusun yang


ramah lingkungan dan mudah ditemukan khususnya di Kota Surabaya. Beton
ringan pada penelitian ini menggunakan abu sekam padi, yang dapat ditemukan
dengan mudah di daerah Surabaya. Abu sekam digunakan sebagai bahan
tambahan dari semen karena reaktivitas antara silika dalam abu sekam padi
dengan kalsium hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh pada
peningkatan mutu beton dan abu sekam padi mempunyai kandungan silika hingga
94%. Komposisi silika yang cukup besar pada abu sekam padi, membuat abu
sekam padi menjadi bersifat pozzolan yang bila dicampur dengan semen
menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi. Selain itu, untuk mendapatkan beton
ringan maka agregat kasar yang digunakan berupa batu apung dan styrofoam.
Styrofoam dipilih sebagai bahan substitusi sebagian kerikil karena styrofoam ini
memiliki berat jenis yang lebih ringan dibandingkan dengan kerikil demi untuk
mencapai beton ringan dengan berat jenis < 1900 gr/cm3. Sedangkam batu apung
pada penelitian ini terlebih dahulu dilapisi semen dengan cara coating untuk
mencegah penyerapan air oleh batu apung, sehingga kuat tekan meningkat.

3.4 Mix Design Benda Uji

3.4.1 Perhitungan Komposisi Pembuatan Beton Ringan

 Kekuatan beton rata rata pada mix design ini di targetkan kekuatan yang
hendak di capai adalah beton dengan kekuatan 30 mpa
 Penentuan nilai w/c : dari grafik yang ada dan penggunaan agregat yang
ada. Dihasilkan kadar air semen bebas adalah 0,48.
 Jenis semen : pada campuran beton kuat tekan ini di gunakan semen
originaly portland semen
 Jenis agregat :
 Agregat kasar : batu kerikil
 Agregat halus : pasir alami
 Penentuan nilai slump : ditetapkan nilai slump 75-150 mm
 Ukuran agregat maksimum : di tetapkan sebesar 20 mm
 Penentuan kadar air bebas :
Data :
 Slump rencana : 75 – 150 mm
 Ukuran aggregat maksimal : 20 mm

Agregat kasar adalah pecah dan agregat halus adalah alami :

Tabel 3.1. Komposisi agregat kasar dan agregat halus

Slump 0 – 10 10 – 30 30 – 60 60 – 100
Ukuran Tipe
agregat agregat
maks.
10 Tak pecah 150 180 205 225
Pecah 180 205 230 250
20 Tak pecah 135 160 160 195
Pecah 170 190 190 225
30 Tak pecah 115 140 160 175
Pecah 155 175 190 205
Dari tabel di peroleh nilai kadar air bebas :

KAB = 2/3 AH + 1/3 AK

= 2/3 195 + 1/3 225 = 201 kg

 Penentuan kadar semen


Kadar semen telah di tentukan sebanyak 325 kg / m3
 Presentase agregat halus
Dari pengujian analisa saring di peroleh :
agregat halus masuk zone 2
Faktor air semen : 0,48
Slump rencana : 75 – 150 mm
Dari grafik diatas di peroleh prosentase agregat halus : 47%, sehingga
agegat kasarnya sebesar 53 %
 Berat jenis relatif aggregat gabungan
BJ = 1900 kg/m3
 Kadar agregat gabungan
KAG = Bj beton – kadar semen – kadar air bebas
= 1900 – 325 – 201
= 1374 kg
 Kadar agregat halus :
KAH = prosentase AH X kadr agregat gabungan
= 47 % x 1374 = 645,78 kg
 Kadar agregat kasar
KAK = Prosentase AK x kadar Agregat Gabungan
= 53 % x 1374 = 728,22 kg
 Jumlah air dalam agregat halus
Absorbsi agregat halus (A) = 0,5 %
Kadar air agregat halus = 1,85 %
Jumlah air dalam agregat halus = (A – KA) X (KAH)
100
= (0,5-1,85) X 645,78
100
= - 8,716 kg

 Jumlah air dalam agregat kasar


Absorbsi agregat halus (A) = 8,1 %
Kadar air agregat halus = 30 %
Jumlah air dalam agregat halus = (A – KA) X (KAK)
100
= (8,1-30) X 728,22
100
= - 159,48 kg

3.4.2 Kebutuhan Bahan per m3

 Agregat halus = kadar AH – Jumlah air dalam agregat halus


= 645,78 + 8,716
= 654,498
 Agregat kasar = 728,22 – 159,48
= 568,74
 Semen = 325
 Air = 201

Dari proporsi campuran yang di hasilkan, dapat di tabelkan


sehingga beton dengan berat jenis di bawah 1900 kg/m3 dapat di
kontrol :

Tabel 3.2. Campuran pada beton

Jenis Bahan BJ Berat proporsi Volume


Semen 3150 325 0,103
Pasir 1400 654,498 0,467
Kerikil 1800 568,74 0,315
Air 1000 201 0,201
Total 1749,238 1,086

3.4.3 Subtitusi Material Dalam Mix Design Beton Ringan

Dalam perencanaan beton ringan ini di rencanakan dengan


mereduksi semen dengan Fly ash sebesar 50% dan abu sekam
sebesar 20 %, mensubtitusi agrekat kasar dengan batu apung 75% dan
Styrofoam 8%.

 Semen
Semen yang di butuhkan sebagai berikut :
Fly ash = 325 x 50 % = 162,5 kg/m3
Abu sekam = 325 x 20 % = 65 kg/m3
Semen = 325 – 162,5 – 65 = 97,5 kg/m3
 Agregat kasar
Batu apung = 568,74 x 75 % = 426,55
Styrofoam = 568,74 x 8 % = 45,499
Kerikil = 568,74 – 426,55 – 45,499 = 96,691

3.4.4 Kebutuhan Material dalam 1 silinder


Perhitungan britis standart :

Volume silinder :

V = ∏ x r2 x t

= 3,14 x 0,075 2 x 0,3

= 0,0053 m3

Komposisi tiap material :

Semen = 0,0053 x 97,5 = 0,516 kg

Fly ash = 0,0053 x 162,5 = 0,861 kg

Abu sekam = 0,0053 x 65 = 0,344 kg

Kerikil = 0,0053 x 96,691= 0,512 kg

Styrofoam = 0,0053 x 45,499= 0,241 kg

Batu apung = 0,0053 x 426,55= 2,261 kg

Pasir = 0,0053 x 654,498= 3,468 kg

Air = 0,0053 x 201 = 1,065 liter


BAB IV
RENCANA ANGGARAN BIAYA

4.1 Estimasi Biaya Pembuatan 1 Benda Uji


Berdasarkan pada identifikasi masalah dalam penelitian ini, untuk
membuat inovasi beton ringan berserat berupa 1 benda uji berbentuk silinder
dengan menggunakan abu sekam, fly ash dan agregat kasar berupa batu apung dan
styrofoam memerlukan estimasi biaya sebesar (yang tertera pada Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya Material Untuk 1 Silinder Beton Inovasi

No Bahan Satuan Harga satuan (Rp) Jumlah Total


1. Opc Kg 1.250 0,516 kg Rp 645
2. Pasir Kg 400 3,468 kg Rp 1.387
3. Kerikil Kg 175 0,512 kg Rp 90
4. Flyash Kg 400 0,861 kg Rp 344
5. Air Liter 5 1,065 liter Rp 5
6. Abu sekam Kg 0 0,344 kg Rp 0
7. Batu apung Kg 5000 2,261 kg Rp 11
8. Styrofoam Kg 0 0,241 kg Rp 0
Total Rp 2.482

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui biaya untuk membuat 1 silinder


beton inovasi memerlukan biaya sebesar Rp 2.482, atau untuk 1m3 beton ringan
memerlukan biaya sebesar ( 1/0,0053) x 2.482 = Rp 468.302.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Rancangan campuran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Berdasarkan perhitungan mix design kuat tekan beton 30 MPa yang


direncanakan pada umur 28 hari pada kondisi jenuh kering permukaan (SSD)
didapat perbandingan proporsi material Semen : Pasir : Batu Apung dalam
perbandingan berat 1 : 1,75 : 1,35.

b. Komposisi campuran beton dengan kuat tekan rencana 30 MPa pada umur 28
hari untuk 1 benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm
sebagai berikut:

a. Air : 1,065 liter

b. Semen OPC : 0,516 kg

c. Pasir : 3,468 kg

d. Batu Apung : 2,261 kg

e. Abu sekam : 0,344 kg

f. Fly ash : 0,861 kg

g. Styrofoam : 0,241 kg

2. Estimasi biaya yang diperlukan dalam pembuatan 1 silinder beton inovasi


memerlukan biaya sebesar Rp 2.482, atau untuk 1m3 beton ringan memerlukan
biaya sebesar ( 1/0,0053) x 2.482 = Rp 468.302.
5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai proporsi abu sekam dan fly
ash yang ditambahkan pada beton ringan untuk menghasilkan kuat tekan yang
lebih tinggi.

2. Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai subtitusi bahan batu apung,


Styrofoam, abu sekam dan fly ash dalam pembuatan beton ringan, sehingga dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif pembuatan pada beton ringan non struktural
dan ramah lingkungan.

3. Perlu adanya perwujudan nyata untuk mengaplikasikan beton ringan pada


bangunan konstruksi sehingga dapat menambah ilmu dan praktik mengenai
pembelajaran mengenai beton ringan berserat.

Anda mungkin juga menyukai