Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

INNOVATION CONCRETE FESTIVAL


(ICF) 2016

Beton Cinta Sunrise

Pengaruh Substitusi Agregat Kasar Batu Apung dan Inovasi Limbah


Styrofoam dalam Campuran Beton Ringan Non - Struktural

SUNRISE (2)

SELVIA PUTRI ROHMANIYAH


MAULIDYAH FIRDAUSA HUDA
FARHAN RABBANI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


KOTA SURABAYA
2016
2
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Daftar Isi iii
Abstrak v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beton 4
2.2. Beton Ringan Non Struktural 4
2.3. Abu Terbang (Fly Ash) 6
2.4. Batu Apung (Pumice Stone) 8
2.5. Bahan Inovasi Styrofoam 8
2.6. Coating 9
2.7. Kuat Tekan Beton 9
BAB III METODE PERENCANAAN
3.1. Metode Pembuatan 11
3.2. Pemilihan Bahan 12
3.3. Pengujian & Coating 12
3.4. Persiapan Material 12
3.5. Mix Design dan Benda Uji 13
3.6. Pembuatan Benda Uji 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Uji Material 14
4.1.1. Uji Material Semen 14
4.1.2. Uji Material Pasir 15
4.1.3. Uji Material Kerikil 16
4.2. Inovasi Bahan 17

3
4.2.1. Styrofoam 17
4.2.2. Fly Ash 18
4.3. Perhitungan Mix Design 19

4.3.1. Perhitungan Komposisi Pembuatan Beton Ringan 19


3
4.3.2. Kebutuhan Bahan per m 21
4.3.3. Substitusi Material dalam Mix Design Beton Ringan 22
4.3.4. Kebutuhan Material dalam 1 silender 22
4.4. Perbandingan RAB 23
4.4.1. Rencana Anggaran Biaya Material 23
4.4.2. Kebutuhan Material Beton Normal dengan Inovasi 23
4.5. Pengaplikasian Beton 24
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan 25
5.2. Saran 25
DAFTAR PUSTAKA vi

4
Pengaruh Substitusi Agregat Kasar Batu Apung dan Inovasi Limbah
Styrofoam dalam Campuran Beton Ringan Non - Struktural

Selvia Putri Rohmaniyah., Maulidyah Firdausa Huda., Farhan Rabbani


Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Kampus
Ketintang Jl. Ketintang, Surabaya 60231 selvia.rohmaniyah@yahoo.com,
maulidyahfirdausa360@gmail.com, fairan39@gmail.com

Abstrak : Berkembangnya dunia konstruksi,dikarenakan semakin bertambahnya


jumlah penduduk. Hal ini meningkatkan banyaknya kerusakan lingkungan dimuka
bumi ini. Salah satunya dengan memunculkan inovasi substitusi bahan agregat
dalam pembuatan beton. Salah satunya styrofoam, dikarenakan banyaknya
limbah styrofoam yang terbuang di lingkungan dan meningkatkan permasalahan
kerusakan di muka bumi ini. Selain itu, dilihat dari sisi negatif limbah styrofoam.
Adanya inovasi bahan agregat kasar dari styrofoam turut membantu menciptakan
permasalahan ramah lingkungan. Penambahan 8 % styrofoam dan 80% batu
apung dari keseluruhan berat agregat kasar mampu menurukan berat jenis beton
sekitar 5,19 % dari berat jenis beton tanpa penambahan styrofoam. Metode yang
digunakan dalam perencanaan mix design ini adalah metode DOE (Department
of Environtment). Dalam pembuatan beton ringan ini direncanakan f”c (kuat
tekan pengujian) 18 MPa atau setara dengan K-225. Setelah memenuhi syarat
mutu yang ditentukan selanjutnya dilakukan pembuatan benda uji silinder dengan
ukuran 15/30. Dengan substitusi fly ash sebesar 20% dari jumlah berat semen,
batu apung sebesar 80% dan Styrofoam sebesar 8% dari jumlah berat kerikil.
Hasil dari simulasi perhitungan diprediksi beton ringan memiliki berat jenis
3 3
sebesar 1763,40 kg/m (< 1900 kg/m ). Diharapkan adanya penelitian lanjutan
dari inovasi beton dengan subtitusi bahan styrofoam dan fly ash ini.

Kata Kunci : Batu Apung, Styrofoam, Fly Ash, Berat jenis Beton, Beton ringan,
Metode DOE, kuat tekan.

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kemajuan teknologi pada masa ini diikuti dengan bertambahnya jumlah
penduduk Indonesia yang menuntut meningkatnya kebutuhan di bidang
konstruksi, baik sarana prasarana umum maupun kebutuhan rumah tinggal.
Pertambahan angka pertumbuhan penduduk di Indonesia membuat lahan-
lahan hijau habis dibabat untuk pembangunan hunian manusia secara berkala.
Pembangunan infrastruktur yang semakin tidak terkendali setiap tahunnya
dibuat agar setiap individu memiliki hak atas kenyamanan bertempat tinggal.
Seiring dengan hal tersebut, kebutuhan bahan material penyusun konstruksi
akan meningkat.
Dalam dunia teknik sipil, inovasi banyak dilakukan pada pembuatan
beton. Beton merupakan komponen buatan dari gabungan material alam yang
diaduk dengan komposisi tertentu untuk mendapatkan kekuatan tekan yang
diinginkan. (Gatut Susanta:53). Material alam umum digunakan sebagai
campuran dari beton adalah pasir, kerikil, semen dan air. Namun, salah satu
kelemahan beton adalah berat sendirinya yang cukup besar, disebabkan oleh
agregat yang menempati (60% - 75%) dari volume total beton apabila
dibandingkan dengan bahan campuran beton yang lain (Astanto, 2001). Beton
ringan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Saat ini, beton tidak hanya dijadikan sebagai bahan konstruksi elemen
struktur, melainkan juga digunakan sebagai bahan konstruksi elemen non
struktur. Kemajuan teknologi dalam bidang konstruksi membuat para peneliti
menciptakan beton ringan yang digunakan untuk elemen non struktur.
Dalam campuran beton secara tradisional, batu apung sering dipakai
sebagai agregat kasar pada campuran beton untuk pembuatan elemen struktur
ringan. Studi terkait pemanfaatan batu apung pada beton dilaporkan
mempunyai berat jenis yang memenuhi syarat yaitu diperoleh massa jenis
1850 kg/m3. Selain itu potensi ketersediaan menunjukkan bahwa batu apung
dapat dimanfaatkan secara optimal (Gusti Putu Raka, 2010).

6
Pertumbuhan angka penduduk juga menyebabkan konsumsi pangan
masyarakat meningkat. Berbagai macam jenis sampah dari limbah domestik
pun meningkat. Limbah-limbah tersebut ada yang dapat dengan mudah
terurai dan ada yang sulit terurai. Salah satu limbah yang sulit terurai adalah
limbah styrofoam. Styrofoam dikenal sebagai salah satu dari busa polystyrene
yang dipadatkan dan biasa digunakan untuk wadah pembungkus makanan
yang dianggap lebih tahan lama dan membungkus barang elektronik.
Cara yang dipilih dalam pembuatan beton ini adalah memproses dan
memanfaatkannya sebagai agregat untuk membuat beton ringan non-
struktural, karena sesuai prinsip bahwa fungsi agregat adalah pengisi di dalam
campuran beton. Dalam jangka panjang, mengolah dan menggunakan
styrofoam bekas sebagai agregat beton ringan non-struktural, dapat berarti
ikut melestarikan batuan alam karena mengurangi kebutuhan untuk
menambang agregat alami yaitu batu dan pasir. (Giok Swan, 2014)
Hal ini menunjukkan bahwa limbah styrofoam dapat dimanfaatkan secara
optimal sebagai inovasi pada beton, sehingga lebih berdaya guna dan ramah
lingkungan. Hasil studi menunjukkan bahwa, limbah industri untuk bahan
campuran beton ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan dan
mengurangi biaya produksi beton (Simanjuntak,2000).
Pada saat ini telah dikembangkan beton ringan yang dibuat dari
campuran air, semen, pasir, dan styrofoam atau yang dikenal dengan gabus
putih. Beton yang dibuat dengan penambahan styrofoam dapat disebut beton-
styrofoam (styrofoam concrete) yang disingkat Styrocon (Ida Bagus Dharma
Giri, 2008). Penggunaan styrofoam dalam beton ringan dapat dianggap
sebagai rongga udara, namun styrofoam memiliki butiran yang kedap air.
Beton dengan styrofoam berat satuannya dapat dibuat hingga jauh lebih kecil
dibandingkan dengan beton normal.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah dengan mensubtitusi agregat kasar pada beton ringan dengan
batu apung dan limbah styrofoam mampu menghasilkan beton ringan
3
dan berat jenis < 1900 kg/m ?

7
1.2.2 Bagaimana hubungan antara persentase penambahan butiran styrofoam
dalam campuran beton terhadap berat jenis beton?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengaruh subtitusi bahan styrofoam dalam campuran
beton ringan non - struktural.
1.3.2 Mengetahui hubungan antara berat jenis beton dengan persentase
penambahan butiran styrofoam.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi pemerintah, dapat memberikan masukan dalam penanganan
limbah memanfaatkan styrofoam untuk mereduksi jumlah limbah
1.4.2 Bagi masyarakat, dapat memberi informasi mengenai pemanfaatan
styrofoam dalam pembuatan beton ringan sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan limbah styrofoam dengan bijak.
1.4.3 Bagi akademisi, dapat memberikan informasi dan motivasi untuk
mengembangkan riset yang ada mengenai limbah terutama styrofoam
dalam pembuatan beton ringan yang memenuhi persyaratan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton
Tri Mulyono (2005) dalam bukunya menjelaskan bahwa beton
merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen
hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan
tambah (admixture atau additive). Menurut SNI-03-2847-2002, pengertian
beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lainnya,
agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat. Beton disusun dari agregat kasar dan agregat halus.
Agregat halus yang digunakan biasanya adalah pasir alam maupun pasir yang
dihasilkan oleh industri pemecah batu, sedangkan agregat kasar yang dipakai
biasanya berupa batu alam maupun batuan yang dihasilkan oleh industri
pemecah batu.
Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat
halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-
rongga udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan
sedimikian rupa, sehingga menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan,
memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis
(Sutikno, 2003:1).
Beton normal dengan kualitas yang baik yaitu beton yang mampu
menahan kuat desak/hancur yang diberi beban berupa tekanan dengan
dipengaruhi oleh bahan-bahan pembentuk, kemudahan pengerjaan
(workability), faktor air semen (F.a.s) dan zat tambahan (admixture) bila
diperlukan (Alam, dkk).

2.2. Beton Ringan Non – Struktural


Beton ringan merupakan beton yang memiliki berat jenis beton yang
lebih kecil dari beton normal pada umumnya. Pada dasarnya, semua jenis
beton ringan dibuat dengan kandungan rongga dalam beton dengan jumlah
besar. Menurut SNI-03-2847-2002, beton ringan adalah beton yang
mengandung agregat ringan dan mempunyai berat jenis tidak lebih dari 1900

9
kg/m3. Penggunaan beton ringan, dibandingkan beton umum lainnya
dikarenakan peninjauan dari sisi struktur akan lebih ringan, sehingga beban
konstruksi lebih ringan, dan dari sisi ekonomis akan meminimalkan biaya
produksi. Berdasarkan cara mendapatkan beton ringan menurut
Tjokrodimuljo (1996), beton ringan dapat dibedakan menjadi 3 jenis dasar
sebagai berikut:
1. Beton agregat ringan.
2. Beton busa.
3. Beton tanpa agregat halus (non pasir).
3
Berat jenis agregat ringan sekitar 1900 kg/m atau berdasarkan
3
kepentingan penggunaan strukturnya berkisar antara 1440 – 1850 kg/m ,
dengan kekuatan tekan umur 28 hari lebih besar dari 17.2 Mpa (Tri Mulyono,
2005). Menurut Tjokrodimuljo (2003), beton ringan adalah beton yang
mempunyai berat jenis beton antara 1000-2000 kg/m3. Berdasarkan berat
jenis dan pemakaiannya beton dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok seperti yang ditunjukan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Jenis-jenis Beton Berdasarkan Berat Jenis dan Pemakaiannya
Jenis-jenis Beton
Berdasarkan Berat Jenis Berat Jenis Beton
Pemakaian
dan Pemakaiannya Jenis (kg/m3)
Beton
Beton sangat ringan < 1000 Non struktur
Beton ringan 1000-2000 Struktur ringan
Beton normal 2300-2500 Struktur
Beton berat > 3000 Perisai sinar X
Sumber: Tjokrodimuljo, K (2003)

Menurut SK SNI 03-2847-2002 beton yang memakai agregat ringan atau


campuran agregat kasar ringan dan pasir alami sebagai pengganti agregat
halus ringan dengan ketentuan beton dengan berat jenis di bawah 1900 kg/m3
dan harus memenuhi ketentuan kuat tekan dan kuat tarik belah beton ringan
dengan tujuan struktural kuat tekan minimum 17,24 MPa dan maksimum
41,36 MPa.

10
Tabel 1.2 Jenis-jenis Beton Ringan Berdasarkan Kuat Tekan, Berat Beton,
dan Agregat Penyusunnya.
Beton Ringan
Konstruksi Beton Kuat
Berat Isi Jenis Agregat Ringan
Ringan Tekan
3
(kg/m )
(MPa)
Struktural  Agregat yang dibuat
• Minimum 17,24 1400 melalui proses pemanasan
• Maksimum 41,36 1850 batu serpih, batu apung,
batu sabak, terak besi atau
abu terbang;
Struktural ringan
 Agregat mangan alami
• Minimum
seperti scoria atau batu
• Maksimum 6,89 800
apung
17,24 1400
Struktur sangat
ringan, sebagai 800 Pendit atau vermikulit
isolasi, maksimum
Sumber : SK SNI 03-3449-2002

2.3. Fly ash (Abu Terbang)


(Paul Nugraha, 2007) menjelaskan dalam bukunya bahwa fly ash (abu
terbang) adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang
tidak terpakai. Limbah dari pembakaran batu bara ini biasanya digunakan
sebagai pembangkit listrik tenaga uap. Abu terbang juga dihasilkan dari sisa
pembakaran pabrik kertas maupun pabrik kimia. Sekitar 75 – 90 % abu yang
keluar dari cerobong asap dapat ditangkap oleh sistem elektrostatik
precipator. Sisa yang lain didapat didasar tungku (bottom ash). Mutu fly ash
tergantung pada kesempurnaan proses pembakarannya.
Dari beberapa penelitian telah dicoba bahwa semen yang dicampur
dengan fly ash kuat tekannya pada umur tua, lebih dari 28 hari, kuat tekannya
lebih tinggi dibandingkan pada beton tanpa fly ash. Beberapa penelitian
menyatakan beton yang dicampur dengan fly ash 10 % dan 20 % dan dirawat

11
dalam uap yang kemudian diuji pada umur 3, 7, 14 ,dan 28 hari menunjukkan
kuat tekannya meningkat. Tetapi sampai umur 28 hari belum ada yang sama
atau melebihi kuat tekan beton tanpa menggunakan fly ash.
Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash)
mempunyai butiran yang halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili micron)
5-27 %. Fly ash umumnya berbetnuk bola padat atau berongga. Abu terbang
memiliki densitas 2,23 gr/cm3, dengan kadar air sekitar 4%. Fly ash memiliki
specific gravity antara 2,15-2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Ukuran
partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari
0,075 mm. Fly ash memiliki luas area spesificnya 170-1000 m2/kg. Ukuran
partikel rata-rata abu terbang batu bara jenis sub bituminous 0,01
mm – 0,015 mm, luas permukaannya 1-2 m2/g, bentuk partikel mostly
spherical, yaitu sebagian besar berbentuk bola, sehingga menghasilkan
kelecakan yang lebih baik (Nugroho, P dan Antoni, 2007). Berdasarkan ACI
(Manual of concrete Practice 1993 Part I 226.3R-3), Fly ash dapat dibedakan
menjadi 3 jenis:
2.3.1.1. Kelas C
Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari
pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda).
Untuk fly ash tipe C, kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 50%. Kadar
CaO mencapai 10 %. Dalam campuran beton, jumlahan fly ash
yang digunakan sebanyak 15%-35% dari berat silinder.
2.3.2. Kelas F
Fly ash tipe F mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang
dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batubara. Fly
ash tipe F mempunyai kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 > 70%. Kadar
CaO fly ash tipe F kurang dari 5 %. Dalam campuran beton,
jumlahan fly ash yang digunakan sebanyak 15%-25% dari berat
silinder.
2.3.3. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan
antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff, dan abu

12
vulkanik, baik yang diproses melalui pembakaran atau tidak
melalui proses pembakaran.

2.4. Batu Apung (Pumice Stone)


Batu apung memiliki warna abu-abu, putih, abu-abu kebiruan, abu-abu
gelap dan dalam keadan kering dapat mengapung di atas air. Batu apung
(pumice stone)mempunyai sifat fisik dengan bobot isi ruang berkisar antara
480 sampai 960 Kg/cm³. Kadar penyerapan air pada batu apung adalah 16,67
3
%. Berat Jenis batu apung yaitu 0,8 gr/cm (Setia Graha, 2012).
Kadar optimum batu apung 20% menyebabkan penurunan density beton
agregat ringan sebesar 22% dibandingkan dengan beton agregat normal yaitu
dari 2359 kg/m3 menjadi 1850 kg/m3.Kadar optimum substitusi parsial batu
apung pada beton agregat ringan batu apung adalah 20% dari berat agregat
kasar dengan kuat tekan dan kuat tarik belah sebesar 39,24 MPa dan 4,05
MPa. Kondisi campuran beton agregat ringan memerlukan tambahan 20% fly
ash, additive sika Ln 1,5% dan sika Vz 0,4% dengan permukaaan batu apung
dilapisi pasta semen. (Dionisius Tripriyo AB, Gusti Putu Raka dan Tavio,
2010).

2.5. Bahan Inovasi Styrofoam


Styrofoam merupakan bahan yang kita temui sehari-hari, biasanya dalam
bentuk pembungkus barang elektronik. Bahan ini biasanya, sering dibuang
oleh masyarakat ke lingkungan. Padahal limbah styrofoam ini memiliki
kandungan berbahaya bila dibuang ke lingkungan. Adanya permasalahan ini,
kelompok kami ingin membuat inovasi dari bahan styrofoam, guna
memperkecil pembuangan limbah ke lingkungan.
Menerut (Irdhiani, 2008) Styrofoam dikenal sebagai salah satu dari busa
polystyrene yang dipadatkan dan biasa digunakan untuk membungkus barang

elektronik. Polystyrene sendiri dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2), yang


mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara tidak
teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Penggabungan acak benzena
mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus, sebagai hasilnya
polyester mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai

13
bentuk plastik yang cukup regas. Polystyrene merupakan bahan yang baik
ditinjau dari segi mekanis maupun suhu namun bersifat agak rapuh dan lunak
o
pada suhu di bawah 100 C (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat
sampai 1050 kg per 1 m3, kuat tarik sampai 40 MN/m2, modulus lentur
sampai 3 GN/m2, modulus geser sampai 0.990 GN/m2 dan angka poisson
0.330 (Crawford, 1998).

2.6. Coating
Coating merupakan perbaikan permukaan batu apung dengan
menggunakan pasta semen. Bahan coating menggunakan air dan semen
dengan perbandingan 1:1 dari berat semen. Bahan coating kemudian
dicampur dengan batu apung kurang lebih selama 3 menit. Hasil campuran
tersebut dikeringkan di suhu kamar selama kurang lebih 3 minggu agar semen
tersebut mengeras sehingga tidak mempengaruhi faktor air semen. Pengujian
absorpsi dilakukan untuk mengetahui perubahan permukaan berpori batu
apung sebelum dan sesudah coating. Hasi pengujian absorpsi sebelum coating
sebesar 36,07% dan sesudah coating sebesar 11,85%.

2.7. Kuat Tekan Beton


Kekuatan maksimal beton hanya terletak pada kuat tekan yang tinggi dan
beton juga menghasilkan kuat tarik tapi sangat kecil kira-kira 10 % dari kuat
tekannya. Jadi yang perlu mendapat perhatian maksimal pada kekuatan beton
hanya kuat tekannya, apabila kuat tekannya tinggi, maka sudah tentu sifat-
sifat yang lain juga baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton
adalah faktor air semen, sifat dan kualitas bahan, perbandingan bahan susun,
slump, cara pengerjaan, dan perawatan beton. (SNI-03-1974-1990).
Kuat tekan beton adalah besarnya beban maksimum persatuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton ditentukan oleh
perbandingan semen, agregat halus, air, dan berbagai jenis bahan tambahan
(Tjokrodimuljo, 1996). Perbandingan air dengan semen merupakan faktor
utama dalam menentukan kuat tekan beton, kuat tekan beton dapat dihitung
dengan

14
f’c: P ( N ) ...................................................................................(1)
A mm2

f’c : Kuat tekan beton pada umur 14/28 hari (MPa).


P : Beban maksimum (N)
2
A : Luas penampang benda uji (mm )

15
BAB III
METODE PERENCANAAN

3.1. Metode Pembuatan

Mulai

Persiapan Material

Batu Apung Styrofoam Fly ash

Mix Design

(Desain Campuran)

Kerikil = 0,43 kg Pasir = 4,45 kg Air =1,55 liter Semen = 1,95 kg

Styrofoam = 0,29 kg Fly ash = 0,52 kg

Batu Apung = 2,69 kg

Benda Uji

Silinder 15/30

16
3.2. Pemilihan Bahan
Pada tahap ini dilakukan pemilihan bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan beton seperti biasa yaitu Semen OPC (Ordinary Portland
Cement), Pasir lumajang, Kerikil pecah ukuran 20mm, dan Air.
Namun pemilihan bahan yang dipilih juga harus memperhatikan
pemanfaatan material lokal. Material lokal substitusi tersebut adalah dengan
penambahan Batu Apung, Abu terbang (fly ash) dan Styrofoam.
Batu Apung = Sebagai bahan substitusi kerikil, karena memiliki
kesamaan karakteristik fisik bahan yang keras dan mempunyai kelebihan
berat jenis lebih ringan daripada kerikil. Potensi ketersediaan batu apung,
mampu dimanfaatkan secara optimal.
Styrofoam dipilih sebagai bahan substitusi sebagian kerikil karena
Styrofoam ini memiliki berat jenis yang lebih ringan dibandingkan dengan
3
kerikil demi untuk mencapai beton ringan dengan berat jenis < 1900 gr/cm .
Abu terbang (fly ash) digunakan sebagai bahan tambahan dari semen
karena berfungsi sebagai perekat sama halnya dengan semen dengan
kandungan CaO, SiO2 , Al2O3 , Fe2O3 yang hampir sama dengan semen
serta butiran fly ash yang lebih kecil dibandingkan dengan semen dapat
membantu menutupi lubang / pori-pori pada kerikil dan dapat meningkatkan
kuat tekan beton.

3.3. Pengujian & Coating


Selanjutnya dilakukan uji test berat jenis dan kadar air dari material batu
apung dan styrofoam guna mengetahui berat volume beton ringan dan
penyerapan air. Untuk mengatasi bentuk fisik batu apung yang keropos
dilakukan proses campuran semen dan air (Coating) (Dionisius Tripriyo AB,
Gusti Putu Raka dan Tavio, 2010). Tetapi dalam perencanaan ini, beton kami
menggunakan coating semen dan air dimana mampu mengurangi kadar
penyerapan air pada batu apung.

3.4. Persiapan Material


Pada tahap ini seluruh peralatan dan bahan disiapkan terlebih dahulu agar
penelitian bisa berjalan lancar. Berikut bahan yang digunakan :

17
a. Semen OPC (Ordinary Portland Cement)
b. Pasir lumajang
c. Kerikil ukuran maksimum 20mm.
d. Air
e. Batu Apung
f. Styrofoam butir
g. Abu terbang (fly ash)

a. Ayakan pasir
b. Cawan
c. Kerucut Terpancung
d. Cetok
e. Timbangan
f. Pemadat
g. Gelas ukur
h. Selang
i. Mesin aduk
j. Cetakan silinder 15/30

3.5. Mix Design dan Benda Uji


Dilakukan perencanaan komposisi mix design beton dengan metode
DOE (Department of Environtment), sehingga dihasilkan komposisi seperti
pada bagian alur diatas dan dibuat benda uji silinder dengan ukuran 15/30.

3.6. Pembuatan Benda Uji


Metode yang digunakan dalam perencanaan mix design adalah DOE
(Department of Environtment). Dalam pembuatan ini direncanakan f”c 18
MPa atau setara dengan K-225. Setelah memenuhi syarat mutu yang
ditentukan selanjutnya dilakukan pembuatan benda uji. Dengan substitusi fly
ash sebesar 20% dari jumlah berat semen, batu apung sebesar 80% dan
Styrofoam sebesar 8% dari jumlah berat kerikil.

18
Bab IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Uji Material


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui harga berat jenis yang akan
digunakan untuk pembuatan beton ringan ini. Berat jenis ini nantinya akan
mempengaruhi berat volume mix design beton yang akan dibuat.

4.1.1 Uji Material Semen


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis semen yang
akan digunakan. Berat jenis ini nantinya akan mempengaruhi berat
volume mix design beton yang akan dibuat. Pengujian dilakukan
menggunakan tiga sampel semen dengan berat masing-masing sampel
125 gr.
Tabel 4.1 Pengujian Berat Jenis Semen
Pengujian Rata-
No. Uraian Satuan
I II III Rata
1. Berat Semen (A) gram 125 125 125 125
2. Berat picnometer +
gram 201 212 212 211
minyak tanah (B)
3. Berat picnometer +
minyak tanah + semen gram 303 305 305 304
(C)
Berat Jenis =
3
gr/cm 3,13 3,13 3,13 3,13
0,8xA/(A-(C-B))

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, bahwa berat jenis


semen yang digunakan dalam material beton adalah sebesar 3,13
gr/cm3.
Berat jenis semen portland yang memenuhi standar adalah 3 – 3,2
gram/cm3. Maka berat jenis semen portland telah memenuhi standar
yang ditentukan, karena hasil uji berada di antara berat yang menjadi
syarat berat jenis semen.

19
4.1.2 Uji Material Pasir
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis kering
permukaan jenuh dan penyerapan pasir yang akan digunakan. Berat
jenis ini nantinya akan mempengaruhi berat volume mix design beton
yang akan dibuat. Pengujian dilakukan menggunakan tiga sampel
pasir dengan berat masing-masing sampel 250 gr. Tabel 4.2 Pengujian Berat
Jenis Pasir

Pengujian Rata-
No. Uraian Satuan
I II III Rata
1. Berat Pasir SSD (A) Gram 250 250 250 250
Berat picnometer + air
2. Gram 344 354 360 353
suling (B)
Berat picnometer + air
3. Gram 503 508 515 304
+ pasir (C)
3
Berat Jenis = A/(B+A-C) gr/cm 2,75 2,60 2,63 2,66
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, bahwa berat jenis pasir
3
yang digunakan dalam material beton adalah sebesar 2,662 gr/cm .
Berat jenis pasir yang memenuhi standar adalah 2,0 – 3,0
3
gram/cm . Maka berat jenis pasir telah memenuhi standar yang
ditentukan, karena hasil uji berada di antara berat yang menjadi syarat
berat jenis pasir.
Tabel 4.3 Pengujian Penyerapan Pasir
Pengujian Rata-
No. Uraian Satuan
I II III Rata
1. Berat Pasir SSD (A) Gram 250 250 250 250
Berat pasir kering oven
2. Gram 248 247 245 247
(B)

3
Penyerapan = A-B/B x 100% gr/cm 0,81% 1,21% 2,04% 1,35%

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, bahwa penyerapan


pasir yang digunakan dalam material beton adalah sebesar 1,35 %.

20
Penyerapan pasir yang memenuhi standar adalah < 5%. Maka
penyerapan pasir telah memenuhi standar yang ditentukan, karena
hasil uji berada dibawah dari presentasi syarat penyerapan pasir.

4.1.3 Uji Material Kerikil


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis kering
permukaan jenuh dan penyerapan kerikil yang akan digunakan. Berat
jenis ini nantinya akan mempengaruhi berat volume mix design beton
yang akan dibuat. Pengujian dilakukan menggunakan tiga sampel
kerikil dengan berat masing-masing sampel 2500 gr. Tabel 4.4
Pengujian Berat Jenis Kerikil
Pengujian Rata-
No. Uraian Satuan
I II III Rata
1. Berat kerikil SSD (A) gram 2500 2500 2500 2500
Berat kerikil dalam air
2. gram 1550 1500 1470 211
(B)
3
Berat Jenis = A/(A-B) gr/cm 2,63 2,5 2,43 2,52
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, bahwa berat jenis SSD
kerikil yang digunakan dalam material beton adalah sebesar 2,52
3
gr/cm .
Berat jenis kerikil yang memenuhi standar adalah 2,0 – 3,0
3
gram/cm . Maka berat jenis kerikil telah memenuhi standar yang
ditentukan, karena hasil uji berada di antara berat yang menjadi syarat
berat jenis kerikil.
Tabel 4.5 Pengujian Penyerapan Kerikil
Pengujian Rata-
No. Uraian Satuan
I II III Rata
1. Berat Pasir SSD (A) gram 2500 2500 2500 2500
Berat kerikil kering
2. gram 2448 2438 2456 211
oven (B)
3
Penyerapan = A-B/B x 100% gr/cm 2,12% 2,54 1,79 2,15
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, bahwa penyerapan
kerikil yang digunakan dalam material beton adalah sebesar 2,15%.

21
Penyerapan kerikil yang memenuhi standar adalah 1% - 5%.
Maka penyerapan pasir telah memenuhi standar yang ditentukan,
karena hasil uji berada diantara dari presentasi syarat penyerapan
kerikil.

4.2 Inovasi Bahan


Inovasi substitusi bahan campuran beton ringan yang dibuat saat
penelitian terdiri dari styrofoam dan fly ash. Berikut ini akan dijelaskan
sekilas mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan beton.

4.2.1 Styrofoam
(Erni Setyowati, 2014), Bahan dasar styrofoam berasal plastik
stirena co-polymer or stirena polpy. Penggunaan styrofoam sendiri
sering digunakan sebagai bungkus makanan cepat saji, pembungkus
barang elektronik, dll. Namun penggunaan styrofoam ini memiliki
dampak yang buruk bagi pengguna maupun untuk lingkungan kita.
Diantaranya dampak untuk kesehatan, dikarenakan adanya kandungan
bakteri dan virus dalam styrofoam tersebut. Selain itu, dampak bagi
lingkungan yakni menimbulkan polusi di udara dan berdampak pada
lapisan ozon yang menghasilkan global warming.
Sehingga dengan adanya penambahan styrofoam dalam
pembuatan beton ringan, akan meminimumkan berat beton tersebut.
Selain itu penggunaan styrofoam tersebut akan mengurangi dampak
yang akan ditimbulkan bagi tubuh dan lingkungan kita. Berikut tabel
4.5 penurunan berat beton, apabila ditambahkan per 8 % styrofoam.
Penambahan Styrofoam (%) Rata-rata berat per unit (kg/m3)
0 2170,139
10 2044,594
20 1996,871
30 1864,319
40 1854,874
(Sumber data : Eni Setyowati, 2014)

22
4.2.2 Fly ash
Fly ash merupakan material yang berbentuk butiran halus ringan,
bundar, tidak poros, mempunyai kadar kadar bahan semen yang tinggi
dan mempunyai sifat pozzolanik (dapat beraksi dengan kapur bebas
yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa
yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air).
Penambahan fly ash pada beton, memiliki beberapa kelebihan yakni :
memperbaiki kinerja workbility, mengurangi biaya pekerjaan beton,
mepertinggi kekuatan tekan beton, mengurangi porositas dan daya
serap air dalam beton. (Cain, 1994: 500-508). Berikut tabel hasil
pengujian kuat kuat tekan beton kubus pengganti semen dengan fly
ash 20 %.
Kuat Tekan
Setelah
Luas Beban Umur Dikonversikan
Berat fc’
tampang max max ke-28 hari
(gr) (Mpa)
2 2
(cm ) (cm ) (hari) fc’ Rata-
fc’
rata
(Mpa)
(Mpa)
7395 225 365 7 16,22 24,95
7345 225 370 7 16,44 25,28 26,54
7392 225 430 7 19,11 29,39
7555 225 520 14 23,11 26,25
7614 225 545 14 24,22 27,51 27,60
7661 225 575 14 25,56 29,04
7675 225 650 21 28,89 30,42
7681 225 670 21 29,78 31,36 30,58
7693 225 640 21 28,44 29,95
7690 225 785 28 34,89 34,05
7687 225 760 28 33,78 32,97 33,91
7670 225 800 28 35,56 34,70

23
(Sumber : Mardiono, Pengaruh Pemanfaatan Abu Terbang/ fly ash
dalam beton mutu tinggi)

4.3 Perhitungan Mix design


4.3.1 Perhitungan Komposisi Pembuatan Beton Ringan
Tabel Perhitungan Mix Design 4.7

No. Uraian Tabel/Grafik Nilai


2
225 kg/cm pada umur 28
1 Kuat tekan karakteristik Ditetapkan
hari bagian cacat 5%
2
2 Deviasi Standart PBI 50 kg/cm
2 2
3 Nilai tambah 1,64 x 50 kg/cm = 82kg/cm
Kekuatan rata-rata yang
2
4 225 + 82 = 307 kg/cm
hendak dicapai
5 Jenis semen Type I S 550
Jenis agregat
6 Agregat kasar Batu pecah
Agregat halus Pasir alami
7 Faktor air semen 0,623
Faktor air semen
8 PBI 1971 0,60
maksimum
9 Slump PBI 1971 5,0 - 12,5 cm
Ukuran agregat
10 20 mm
maksimum
3
11 Kadar air bebas 225 liter/m
3
12 Kadar semen 375 kg/m
13 Kadar semen maksimal -
3
14 Kadar semen minimal PBI 1971 325 kg/m
15 FAS yang ditentukan
16 Susunan butiran pasir Ditentukan Zone 2
49 % Agregat halus
17 Persen dibawah 4,76mm
51 % Agregat kasar

24
Berat jenis gabungan
18 (0,85 + 1,81) = 2,66
agregat
3
19 Berat jenis beton 1763,40 kg/m
Kadar Agregat
3
20 1163,40 kg/m
gabungan
3
21 Kadar Agregat halus 645,60 kg/m
3
22 Kadar agregat kasar 517,80 kg/m
Semen Pasir Kerikil Air
Banyak bahan tiap 1
225
3
m campuran 375 kg 645,60 kg 517,80 kg
liter
 Berat jenis Relatif Agregat Gabungan

 Kadar Agregat Gabungan

= 1900 - 375 - 225


= 1300 kg
 Kadar Agregat Halus

= 49 % x 1300
= 637 kg
 Kadar Agregat Kasar

= 51 % x 1300
= 663 kg
 Jumlah air dalam Agregat Halus
Absorbsi agregat halus (A) = 0,5 %
Kadar air agregat halus (KA) = 1,85 %
( )

Jumlah air dalam agregat halus =


( – )
=

= - 8,60 kg

25
 Jumlah Air dalam Agregat Kasar
Absorbsi agregat kasar (A)
= 8,1 %
Kadar air Agregat Kasar (KA)
= 30 %
Jumlah Air dalam Agregat Kasar = ( )

= ( – )

= - 145,197 kg

4.3.2 Kebutuhan Bahan per m3


a. Agregat Halus = Kadar AH – Jumlah air dalam agregat halus
= 637 + 8,60
= 645,60 kg
b. Agregat Kasar = Kadar AK + Jumlah air dalam agregat kasar
= 663 – 145,197 kg
= 517, 80 kg
c. Semen = Kadar semen
= 375 kg
d. Air = 225 kg
Dari proporsi campuran yang di dapat ditabelkan, sehingga beton
3
dengan berat jenis dibawah 1900 kg/m dapat dikontrol :
Berat proporsi Volume
3
Jenis Bahan BJ (kg/m ) 3 3
kg/m (m )
Semen 3150 375 0,119
Pasir 1400 645,60 0,461
Batu kerikil 1800 517,80 0,288
Air 1000 225 0,225
3 3
Total 1763,40 kg/m 1,093 m

3 3
Berat Jenis Total = 1763,40 kg/m < 1900 kg/m .................. (Ok)

26
4.3.3 Subtitusi Material Dalam Mix Design Beton Ringan
Dalam perencanaan beton inovasi ini direncanakan dengan mereduksi
semen dengan fly ash sebesar 20% dan mensubstitusi agregat kasar
dengan batu apung sebesar 80% serta styrofoam sebesar 8%. Semen
yang dibutuhkan sebagai berikut :
3
Fly ash = 375 kg x 20% = 75 kg/m
3
Semen = 375 -75 = 300 kg/m

3
Styrofoam = 517,80 x 8% = 41,42 kg/m
3
Kerikil = 517,80 – 51,78 = 62,14 kg/m

4.3.4 Kebutuhan Material dalam 1 silinder


Perhitungan british standart :
Volume silinder
V=
=
3
= 0,0053 m
Komposisi tiap material
Batu Apung = 0,005 x 414,24 kg = 2,07 kg
Styrofoam 8 % = 0,0053 x 41,42 kg = 0,22 kg
Fly ash 20 % = 0,0053 x 75 kg = 0,40 kg
Semen = 0,0053 x 300 kg = 1,50 kg
Pasir = 0,0053 x 645,60 kg = 3,42 kg
Kerikil = 0,0053 x 62,14 kg = 0,33 kg
Air = 0,0053 x 225 ltr = 1,19 ltr
Safety 30%
Batu Apung = 2,07 kg x 30% = 0,62 kg
Styrofoam 8 % = 0,22 kg x 30% = 0,07 kg
Fly ash 20 % = 0,40 kg x 30% = 0,12 kg
Semen = 1,50 kg x 30% = 0,45 kg
Pasir = 3,42 kg x 30% = 1,03 kg
Kerikil = 0,33 kg x 30% = 0,10 kg

27
Air = 1,19 ltr x 30% = 0,36 liter
Jadi komposisi tiap material
Batu Apung = 2,07 kg + 0,62 kg = 2,69 kg
Styrofoam 8 % = 0,22 kg + 0,07 kg = 0,29 kg
Fly ash 20 % = 0,40 kg + 0,12 kg = 0,52 kg
Semen = 1,50 kg + 0,45 kg = 1,95 kg
Pasir = 3,42 kg + 1,03 kg = 4,45 kg
Kerikil = 0,33 kg + 0,10 kg = 0,43 kg
Air = 1,19 ltr + 0,36 ltr = 1,55 ltr
Penggunaan mix design dari beton ringan ini ditujukan untuk
pembangunan gedung bertingkat. Seperti dalam pembangunan
dinding dan plat pondasi.

3
4.4 Perbandingan RAB/ m
4.4.1 Rencana Anggaran Biaya Material
3
Perhitungan biaya material m adalah sebagai berikut :
Harga
No Bahan Satuan Satuan Jumlah Total
(Rp)
Semen Gresik 50
1. Kg 1300 375 kg Rp487.500,00
kg
2. Pasir Lumajang Kg 400 645,60 kg Rp258.240,00
3. Kerikil Kg 175 517,80 kg Rp90.615,00
4. Air Liter 5 225 liter Rp1.125,00

Total Rp837.480,00

3
Didapatkan harga per m beton normal sebesar Rp. 837.480,00

4.4.2 Kebutuhan Material Beton Normal dengan Inovasi


Harga
No Bahan Satuan Satuan Jumlah Total
(Rp)
1. Semen Gresik Kg 1300 300,00 kg Rp 390.000,00

28
50 kg
2. Pasir Lumajang Kg 400 645,60 kg Rp 258.240,00
3. Kerikil Kg 175 62,14 kg Rp 10.874,50
4. Fly ash Kg 400 75,00 kg Rp 30.000,00
5. Air Liter 5 225 liter Rp 1.125,00
6. Styrofoam butir Kg 0 41,42 kg Rp 0,00
7. Batu Apung Kg 5000 2,07 kg Rp 10.350,00
Total Rp 700.589,50
3
Didapatkan harga per m beton ringan dengan inovasi sebesar Rp.
700.589,00.
3
Dari hasil RAB per m diatas dapat disimpulkan bahwa beton
harga beton inovasi bahan lebih murah Rp. 136.890,50. Sehingga
dengan harga yang lebih murah dapat dipertimbangkan untuk
pembuatan beton ringan.

4.5 Pengaplikasian Beton


Pada zaman modern seperti ini tidaklah mudah mendapatkan bahan yang
murah namun memiliki kualitas yang tinggi, sehingga diperlukan beberapa
penelitian untuk mengetahui bahan yang murah dan ramah lingkungan namun
dapat digunakan substitusi bahan campuran beton.
Perencanaan beton ringan dapat diaplikasikan pada penggunaan panel
dinding, hal ini dikarenakan pada pemasangan panel dinding tidak
memerlukan kolom praktis karena sudah diperkuat dengan tulangan besi.
Selain itu, dapat mengurangi beban yang diterima struktur utama
dibandingkan menggunakan bata konvensional.
Selain itu, untuk penggunaan beton ringan juga diaplikasikan pada dinding
lift, tempat parkir gedung bertingkat, dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dari
keuntungannya dari sisi kekuatan dibandingkan menggunakan bata
konvensional pada umumnya.

29
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan dapat disimpulkan

bahwa styrofoam dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2), yang mempunyai


gugus phenyl (enam cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur
sepanjang garis karbon dari molekul. Penambahan 8% styrofoam dari
keseluruhan berat agregat kasar mampu menurukan berat jenis beton sekitar
5,19 % dari berat jenis beton tanpa penambahan styrofoam. Selain itu abu
terbang (fly ash) mempunyai butiran yang halus, yaitu lolos ayakan No. 325
(45 mili micron) 5-27 %. Abu terbang memiliki densitas 2,23 gr/cm3, dengan
kadar air sekitar 4%. berongga (ACI Committee 226). Dengan substitusi fly
ash sebesar 20% dari jumlah berat semen, batu apung sebesar 80% dan
styrofoam sebesar 8% dari jumlah berat kerikil, hasil dari simulasi
perhitungan diprediksi beton ringan memiliki berat jenis sebesar 1763,40
3 3
kg/m (< 1900 kg/m ). Dengan demikian pemilihan kombinasi batu apung,
styrofoam dan fly ash dinilai tepat terutama dalam meminimalkan berat jenis
beton. Berdasarkan perhitungan harga RAB diatas, dapat disimpulkan bahwa
harga beton inovasi lebih murah Rp. 136.170,00. Sehingga dengan harga yang
lebih murah dapat dipertimbangkan untuk pembuatan beton ringan.

5.2. Saran
Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai subtitusi bahan batu
apung, styrofoam dan fly ash dalam pembuatan beton ringan, sehingga dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif pembuatan pada beton ringan non
struktural dan ramah lingkungan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Astanto, Triono Budi. 2001. Konstruksi Beton Bertulang. Yogyakarta:


Kanisius.
Graha, Setia. 2012. Batuan dan Mineral. Serang: Pustaka Setia.
Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Nugraha, Paul dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Sutanta, Gatut. 2007. Panduan Lengkap Membangun Rumah. Bogor:
Griya Kreasi.
Sutikno. 2003. Teknologi Beton. Surabaya: Teknik Sipil Universitas Negeri
Surabaya
SK SNI T-03-3449-2002. (2002). Tata Cara Rencana Pembuatan Campuran
Beton Ringan dengan Agregat Ringan.
Giri, Ida Bagus Dharma., I Ketut Sudarsana., dan Ni Made Tutarani. 2008.
Kuat Tekan Dan Modulus Elastisitas Beton Dengan Penambahan
Styrofoam (Styrocon). Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Volume 12, Nomor 1.
Diakses dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jits/article/view/3480 pada
17 September 2016.
Erni Setyowati. 2014. Eco-Building Material of Styrofoam Waste and Sugar
Industry Fly-ash Based on Nano-Technology. Diakses dari
http://www.sciencedirect.com/.htm/ pada 16 September 2016.

Irdhiani. 2008. Pemanfaatan Beton Styrofoam Ringan Sebagai Pengganti Tanah


Urug Pada Raft Footing Untuk Meningkatkan Jumlah Beban Di Atas
Tanah Lunak. SMARTek. Volume 6, Nomor 1. Diakses dari
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/SMARTEK/article/viewFile/46
2/399 pada 17 September 2016.

Swan, Cecilia Lauw Giok dan Buen Sian. 2014. Penelitian Beton Ringan
Non-Struktural dengan Agregat Styrofoam Bekas. Research Report –
Engineering Science. Volume 1. Diakses dari
http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/view/771/755 pada
25 September 2016.

31
Tripriyo AB, Dionisius., I Gusti Putu Raka., dan Tavio. 2010. Beton Agregat
Ringan dengan Substitusi Parsial Batu Apung sebagai Agregat Kasar.
Digital Library Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Diakses dari
http://digilib.its.ac.id/ITS-Article-3400011000179/136.coarse-agregat
pada 25 September 2016.

32

Anda mungkin juga menyukai