Sejalan dengan konsep era globalisasi, maka sebagai konsekuensinya makin banyak
masalah yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan dalam persaingan usaha yang semakin
kompetitif dan kompleks tersebut. Keadaan ini menuntut para pimpinan atau manajemen
perusahaan untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini membuat pimpinan tidak dapat lagi secara
langsung mengawasi aktivitas perusahaan sehingga harus mendelegasikan sebagian tugas,
wewenang, dan tanggung jawab yang dipikulnya kepada pihak lain, yaitu auditor internal. Lebih
lanjut pimpinan/manajemen dituntut untuk menerapkan pengendalian intern yang tentunya akan
sangat berguna untuk mengamankan aset perusahaan. Variabel yang mempengaruhi efektivitas
pengendalian intern adalah kualitas jasa auditor internal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Mulyadi (1992) bahwa tugas seorang auditor internal adalah “menyelidiki dan menilai
pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi”.
Dalam proses pelaksanaan pemeriksaan intHall (1968, dalam Kalbers dan Fogarty, 1995)
mengklasifikasikan lima elemen profesionalisme individual yaitu (1) Meyakini pekerjaan mereka
mempunyai kepentingan, (2) Berkomitmen ke jasa barang publik, (3) Kebutuhan otonomi pada
persyaratan pekerjaan, (4) Mendukung regulasi mandiri untuk pekerjaan mereka, (5) Afiliasi
dengan anggota profesinya. Konsep profesionalisme Hall banyak digunakan oleh para peneliti,
diantaranya Morrow dan Goetz (1988) menguji profesionalisme para akuntan publik, Goetz,
Morrow dan Mc Elroy (1991) mengukur profesionalisme para akuntan publik dengan variabel
yang dikembangkan, serta Kalbers dan Fogarty (1995) yang menggunakan pandangan
profesionalisme yang lebih kompleks. Ketiga penelitian tersebut menunjukkan bukti empiris
hubungan variable anteseden (pengalaman) auditor internal dengan profesionalisme, juga dengan
variable konsekuensinya.
Menurut Ratliff. Profesionalisme dapat dilihat dan ditingkatkan dari tiga tingkatan yaitu:
a) Profesi internal audit secara umum. Pada tingkat ini, IIA (The Institute of Internal Auditors) telah
mengambil empat langkah penting dalam meningkatkan profesionalisme internal auditornya di
seluruh dunia. IIA telah memuat:
1) Pertanyaan tanggung jawab internal auditing. Pertama kali dibuat tahun 1977 dan terus menerus
mengalami perubahan terakhir tahun 1990. Pernyataan ini sebagai dasar umum mengenai
bagaimana anggaran dasar departemen internal auditing seharusnya dibuat, yang secara formal
mencakup peran dari otoritas organisasi mereka. Pernyataan ini mencakup 3 topik:
· Tujuan dan ruang lingkup internal auditing
· Tanggung jawab dan otoritas yang diberikan kepada fungsi internal auditing
· Independensi dari fungsi
2) Standar praktik profesional internal auditing. Dipublikasikan oleh IIA tahun 1978. Standar
terbagi atas 5 bagian umum yang mencakup berbagai aspek auditing dalam sebuah organisasi:
· Independensi
· Kemampuan profesional
· Lingkup kerja
· Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
· Manajemen bagian internal auditing
Standar tersebut bersifat minimum dan dapat diterapkan secara luas diberbagai jenis
perusahaan yang memiliki departemen internal audit.
3) Kode etik, Berisi kriteria perilaku profesionali dan penghargaan bahwa anggaran IIA
melaksanakan standar kompetensi moralitas dan kehormatan
4) Program sertifikasi, Pada tahun 1974, IIA mulai mensertifikasi internal auditor yang memenuhi
kriteria tertentu, program sertifikasi ini memberikan standar profesionalisme diantara mereka yang
mengaku internal auditor yang profesional
b) Departemen Internal Audit. Standar profesional internal audit mencakup dan mendiskusikan 3
cara yanng penting dalam meningkatkan profesionalisme:
1) Staffing yang baik
2) Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan disiplin yang diperlukan
3) Pengawasan pekerjaan audit yang baik
Empat pengukuran yang berhubungan dengan departemen internal audit adalah sebagai
berikuut:
1) Membuat anggaran yang baik. Standar mengatakan bahwa anggaran dasar seharusnya dalam
bentuk tertulis dan disetujui oleh manajemen dan dewan komisaris dan mencakup tujuan, otorisasi,
dan tanggung jawab departemen internal audit dalam organisasi. Isi dari anggaran dasar ini
seharusnya memasukkan topik-topik sebagai berikut:
· Pendirian fungsi internal audit
· Sasaran atau tujuan fungsi audit
· Otoritas yang diberikan kepada departemen internal audit
· Ruang lingkup kerja yang diotorisasikan kepada departemen internal audit
· Status organisasi departemen
· Standar kinerja yang dapat diterima bagi departemen
· Hubungan departemen secara administratif maupun pelaporan
· Tanggun jawab bagi penindaklanjutan temuan audit
· Persetujuan anggaran dasar oleh manajemen eksekutif dan komite audit
Pembuatan anggaran dasar dengan baik dapat meningkatkan dan memelihara tingkat
harapan integritas profesional dan kinerja yang tinggi dalam departemen. Hal tersebut juga dapat
meningkatkan status fungsi internal audit.
2) Menerapkan standar professional. Menurut ratiff (1996:75) standar yang dikeluarkan oleh IIA
merupakan suatu anjuran yang kuat namun tidak luas diterima, bahkan diakui juga bahwa dengan
menerapkan standar-standar ini profesionalisme auditor yang berada dalam departemen internal
audit dapat ditingkatkan.
3) Memelihara auditor inti yang professional. Dalam prakteknya dibeberapa perusahaan,
menggunakan departemen internal audit sebagai sekolah pelatihan manajemen, diamana beberapa
calon manajer dilatih dalam beberapa waktu (6 bulan – 3 tahun), untuk kemudian menempati
kedudukan manajemen ditempat lain dalam organisasi. Kadang-kadang ditemukan staf auditor
terdiri dari calon-calon manajer tersebut. Hal ini tentu saja dapat merusak kualitas dan
profesionalisme fungsi audit itu sendiri, maka kalaupun ada jumlahnya harus dibatasi.
4) Membuka kesempatan pelatihan yang baik. Pengembangan yang profesional, merupakan
tanggung jawab setiap internal auditor yang dapat didukung perusahaan dengan
menyelenggarakan program pelatihan di dalam perusahaan atau dengan mengirim anggota staf ke
program pelatihan di luar atau seminar-seminar.
c) Praktisi secara individual
Standar profesionalisme internal audit merinci 6 hal dimana internal auditor secara individu
dapat mengembangkan profesionalisme mereka, yaitu:
1) Kepatuhan pada kode etik
2) Mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan disiplin penting bagi kinerja internal audit
3) Mengembangkan keterampilan hubungan antara manusia dan komunikasi
4) Kelanjutan pendidikan dan karier mereka
5) Melakukan tugasnya secara profesional
6) Mengikuti program sertifikasi
Dua hal lain yang penting adalah penampilan profesional dan cara pembawaan diri yang
baik. Menurut Hall pada buku kerangan kalbers dan forgarty, 5 elemen profesionalisme yaitu:
1) Dedikasi terhadap profesi (Dedication to proffesion)
Seorang internal auditor yang profesional seharusnya memiliki dedikasi terhadap profesi yang
tinggi, ia akan senang dan terdorong melihat dedikasi dan idealisme teman seprofesinya dan
antusias, memiliki komitmen terhadap profesinya.
2) Tanggung jawab social (Social obligation)
Seorang internal auditor yang profesional memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial yang
tinggi, bahwa profesinya sangat penting bagi tanggung jawab sosial yang tinggi, bahwa profesinya
menuntut kekhususan sehingga segala keputusan mengenai profesinya tidak dapat dibuat oleh
sembarang pihak.
3) Tuntutan ekonomi (Demand for autonomy)
Seorang internal auditor yang profesional akan selalu mendambakan otonomi yang sebesar-
besarnya guna memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih independen terhadap
organisasinya dan memiliki kesadaran penuh bahwa profesinya tidak dapat dibuat oleh sembarang
pihak.
4) Percaya pada pengaturan sendiri (Believe in self regulation)
Seorang internal auditor yang profesionalismenya dari kesungguhan bahwa sebagai suatu profesi
internal audit memiliki standar yang penting untuk diterapkan dan menyadari bahwa standar
tersebut merupakan ukuran minimum yang dapat berlaku didalam organisasi manapun juga dan
penegakkan standar perlu dilakukan dan dijadikan suatu tolak ukur agar profesionalisme internal
auditor dapat lebih diandalkan.
5) Perkumpulan profesi (profesional Community Affiliation)
Seorang internal auditor yang profesional harus menyadari penuh pentingnya untuk menambah
ilmu, pengetahuan, serta informasi mengenai hal-hal yang berkenan dengan profesinya dan akan
berusaha mendapatkannya melalui buku-buku, jurnal-jurnal, atau berpartisipasi dalam seminar-
seminar dan pertemuan-pertemuan dengan rekan seprofesi dari perusahaan lain dan mendukung
penuh kumpulan profesi yang ada.
2. Kualitas Profesional Audit Internal
Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup berarti pada awal abad 21, sejak
munculnya kasus Enron & Worldcom yang menghebohkan kalangan dunia usaha. Meskipun
reputasi audit internal sempat terpuruk oleh berbagai kasus kolapsnya beberapa perusahaan
tersebut yang melibatkan peran auditor, namun profesi auditor internal ternyata semakin hari
semakin dihargai dalam organisasi. Saat ini profesi auditor internal turut berperan dalam
implementasi Good Corporate Governance (GCG) di perusahaan maupun Good Government
Governance (GGG) di pemerintahan. Good governance merupakan pengambilan keputusan dalam
pengelolaan sumber daya melalui proses yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan,
akuntabel, dan efektif dalam pelayanan publik. Jadi, menurutnya ada beberapa karakteristik pada
tata kelola yang baik. Di antaranya ialah fokus pada tujuan organisasi dan manfaatnya bagi
masyarakat; pelaksanaan secara efektif dengan tupoksi yang jelas; mempromosikan nilai-nilai
untuk seluruh organisasi dan menunjukkan nilai-nilai good governance melalui perilaku;
mengambil keputusan yang transparan dan mengelola resiko; mengembangkan kapasitas dan
kapabilitas lembaga agar efektif; dan mempertimbangkan seluruh stakeholder dan menyusun
pertanggungjawaban yang realistis.
Kesesuaian dengan standar profesi, Hiro Tugiman (1997:29) berpendapat bahwa: “para
pemeriksa internal harus mematuhi standar profesional dalam melakukan pemeriksaan”. Kode etik
menetapkan standar profesi dan menetapkan dasar bagi pelaksanaanya. Kode etik menghendaki
standar yang tinggi bagi kejujuran, sikap objektif, ketekunan, dan loyalitas, yang harus dipenuhi
oleh internal auditor.
Pendidikan berkelanjutan, Hiro Tugiman (1977:31) berpendapat bahwa: “para pemeriksa
internal harus meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan”.
Para auditor berkewajiban meneruskan pendidikannya dengan tujuan meningkatkan
keahliannya. Mereka harus berusaha memperoleh informasi tentang kemajuan dan perkembangan
baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik audit. Pendidikan lebih lanjut dapat diperoleh
melalui keanggotaan dan berpartisipasi dalam perkumpulan profesi, kehadiran dalam berbagai
konfrensi, seminar, kursus yang diadakan oleh suatu universitas, program pelatihan yang
dilaksanakan oleh organisasi (in-house training programs) dan berpartisipasi dalam proyek
penelitian. Pendidikan berkelanjutan juga bertujuan untuk memperoleh sertifikat qualified internal
auditor (QIA).
Ketelitian profesional, Hiro Tugiman (1977:31) berpendapat bahwa”pemeriksa internal
harus melaksanakan ketelitian profesional yang sepantasnya dalam melakukan pemeriksaan”.
a) Ketelitian profesional sepantasnya menghendaki penerapan ketelitian dan kecakapan yang secara
patut diduga akan dilakukan oleh seorang auditor yang bijaksana dan kompeten, dalam keadaan
yang sama atau mirip. Karenanya, ketelitian profesional haruslah sesuai dengan tingkat kesulitan
audit yang sedang dilaksanakan. Dalam menerapkan ketelitian profesional yang sepantasnya,
internal auditor harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan
dengan sengaja, kesalahan atau error, kelalaianm ketidakefektivan, pemborosan, ketidakefisienan,
dan konflik kepentingan. Mereka harus mengidentifikasi kontrol yang lemah dan
merekomendasikan perbaikan untuk menciptakan kesesuaian dengan berbagai prosedur dan
praktek yang sehat.
b) Ketelitian yang selayaknya menghendaki suatu ketelitian yang kompoten bukanlah pelaksanaan
yang harus sempurna, tanpa ada kesalahan, atau hasilnya luar bisa. Ketelitian yang selayaknya
mewajibkan internal auditor melakukan pengujian dan melakukan verifikasi terhadap suatu
lingkup yang pantas dan tidak harus melakukan audit secara mendetail atau terperinci terhadap
seluruh transaksi. Karenanya, auditor tidaj dapat memberikan jaminan mutlak bahwa didalam
organisasi tidak terdapat suatu ketidaksesuaian atau ketidakberesan. Walau demikian,
kemungkinan terjadinya ketidakberesan atau ketidaksesuaian secara material haruslah
dipertimbangkan atau diperhatikan pada saat internal auditor melaksanakan tugas audit.
c) Apabila internal auditor mencurigai atau menduga telah terjadi pelanggaran, pejabat yang
berwenang di dalam organisasi haruslah diberitahu. Auditor dapat merekomendasikan apakah
perlu melakukan penyelidikan atas keadaan tersebut. Kemudian, auditor harus mereview atau
meninjau untuk meyakinkan apakah tanggung jawab bagian internal audit telah dipenuhi.
d) Melaksanakan kegiatan profesional yang selayaknya berarti menggunakan kecakapan dan
penilaian audit yang pantas pada saat melakukan pemeriksaan.
e) Ketelitian profesional yang selayaknya mencakup mengadakan evaluasi atas standar pekerjaan
atau operasi yang telah ditetapkan dan menentukan apakah standar tersebut diterima dan dapat
dipenuhi. Apabila suatu standar dianggap samar atau tidak jelas, harus segera dilakukan penafsiran
oleh pihak yang berwenang. Apabila berwenang menafsirkan atau menentukan standar pekerjaan
atau operasi, internal auditor harus membuat kesepakatan dengan pihak yang diperiksa tentang
standar yang akan dipergunakan untuk mengukur pelaksanaan operasi atau pekerjaan.
Katalog kriteria berikut ini sering digunakan untuk menilai kualitas profesional suatu
jabatan :
a) Pelayanan kepada publik.
b) Pelatihan khusus berjangka panjang.
c) Menaati kode etik.
d) Menjadi anggota asosiasi dan menghadiri pertemuan-pertemuan.
e) Publikasi Jurnal yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian praktik.
f) Menguji pengetahuan para kandidat auditor bersertifikat.
g) Lisensi oleh negara atau sertifikat oleh dewan.