Penyusun:
Pembimbing:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “Morbus Hansen”
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang ilmu Kulit dan Kelamin
dalam menyelesaikan Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
Laporan kasus ini dibuat selain tugas, juga semoga dapat membantu teman
sejawat yang ingin mengetahui tentang “Morbus Hansen” dan juga membantu
penulis dalam mempelajari lebih dalam tentang “Morbus Hansen”.
Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Direktur RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, atas kesempatan yang
diberikan sehingga saya dapat menimba ilmu dirumah sakit ini.
3. dr. Wind Faidati, Sp.KK selaku Kepala Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin di
RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik.
4. dr. Kurniati, Sp.KK selaku dokter pembimbing saya dan teman-teman
saya.
5. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moril, materil,
maupun spiritual.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan
kepanitraan klinik pada khususnya, serta masyarakat pada umumnya.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul...................................................................................... i
2.3. Epidemiologi............................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
No. RM : 725367
1.2. ANAMNESA
1
Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan tidak pernah sakit
pasien.
Status generalis
GCS : 4-5-6
Tanda vital :
Suhu : 36.50C
2
Kepala / Leher
lagoftalmus (-/-)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
3
Deformitas digiti V sinistra
Status dermatologis :
regional tubuh
4
Gambar 1.1 Regio Manus Sinistra tampak atrofi otot tenar dan hipotenar di sertai deformitas
pada digiti V
1.4. DIAGNOSIS
b. Skleroderma sistemik
a. Planning diagnostic
b. Medikamentosa
5
c. Non medikamentosa
d. KIE
perawatan.
1.7. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga
Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah
menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini
adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran
pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa di amati dari luar.
2.2. ETIOLOGI
bernafas atau batuk. Masa inkubasi bakteri tersebut di dalam tubuh manusia
tergantung daya tahan tubuh tiap individu, tetapi WHO menyatakan masa
7
2.3. EPIDEMIOLOGI
pada tahun 2014 setelah India dan Brazil. Jawa Timur menduduki peringkat
pertama pada tahun 2015 dengan jumlah kasus kusta yang tercatat 3.952
kasus dengan PB 256 kasus dan MB 3.696 kasus sedangkan prevalensi 1,02
per 100.000 penduduk. Jawa Timur termasuk wilayah endemis penyakit kusta
Kasus baru kusta provinsi Jawa Timur tahun 2014, kasus terbanyak
Jember 294 kasus dan Kota Surabaya sebanyak 176 kasus. Surabaya
sekitar 3 juta orang. Pada tahun 2014 masih terdapat kasus kusta yang cukup
2.4. PATOGENESIS
kedalam tubuh manusia tidak diketahui secara pasti. Dua rute masuknya
penyakit ini.4
imunologi yang memadai dan onset yang lambat dari timbulnya penyakit
8
tersebut. Periode inkubasi tercepat terjadi selama beberapa minggu dan yang
yang terinfeksi.4
2.5. HISTOPATOLOGI
makrofag yang berbeda, sel epiteloid dan giant cells, dan didominasi oleh sel
T CD4+ di area lesi tersebut. Pasien menunjukkan respon imun positif kuat
IFN-, dan tes kulit positif ( Tes Lepromin). Pasien lepromatosa datang
dengan beberapa lesi kulit yang di dominasi oleh sel T CD8+ , tidak
basil dari pasien yang terdiagnosis lepromatosis dapat mencapai 1012 bakteri
dengan respon Th2 yang dominan dan titer antibodi Micobakterium leprae
yang tinggi.4
9
2.6. GEJALA KLINIS
mungkin mati rasa dan terlihat pudar (lebih terang dari kulit
sekitarnya),
Saraf yang membesar (terutama disiku dan lutut dan sisi leher)
saraf wajah)
Hidung tersumbat
Mimisan
10
b. Keterlibatan dan komplikasi pada saraf
Jaringan kulit dan batang saraf sering menjadi target sasaran dari
dapat terjadi pada tingkat kutis (dimana ujung saraf terinfeksi), pada
tingkat saraf bagian subkutan, dan pada tingkat batang saraf. Fungsi
kelumpuhan dan atrofi otot juga dapat terjadi bila infeksi tersebut
menyerang bagian saraf. Saraf perifer adalah saraf yang paling sering
Pada kasus ini terjadi infeksi pada saraf ulnarisnya. Saraf ulnaris ini
olecranon. Bila hal tersebut tidak segera ditangani, maka akan terjadi
kerusakan saraf yang lebih fatal ditandai dengan hilangnya sensasi rasa
(Sensorik) serta terjadi atrofi otot yang progresif pada hipotenar. Seiring
11
tangan yang berbentuk cakar atau sebutannya Ulnar Claw. Tanpa
Gambar 2.1 Ulnar claw. Jari kempat dan kelima fleksi dikarenakan kerukasan
asimetris
12
Batas bercak Tegas Kurang tegas
leonina), ginekomasti
pada laki-laki
2.7. PENATALAKSANAAN
a. Nonmedikamentosa7
- Benda panas
- Benda tajam
tajam, dengan memakai kaos tangan tebal atau alas kain dan
lain mengerjakan bagian yang berbahaya bagi tangan yang mati rasa
Merawat Luka : Jika ada luka, memar atau lecet sekecil apapun,
13
2. Untuk jari tangan yang bengkok
Jika dibiarkan bengkok, maka jari tangan akan kaku dan otot akan
memendek sehingga jari akan menjadi lebih kaku dan tidak dapat
kali
- Pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya
tidak kaku
- Atau jika ada kelemahan pada jari, kuatkan dengan cara taruh
kali. Ikat jari dengan 2-3 karet gelang, lalu pisahkan dan
b. Medikamentosa7
14
1. Pasien Pausibasiler (PB)
Dewasa
6-9 bulan.
Dewasa
1 tablet lampren 50 mg
15
2.8. PROGNOSIS
dengan cepat dan mendapatkan terapi yang adekuat. Rekurensi dapat terjadi
16
BAB III
PEMBAHASAN
pada tahun 2015 halaman 1, dimana dalam jurnal tersebut menjelaskan mengenai
merupakan penyakit kronik yang menginfeksi sistem saraf perifer, kulit dan
mukosa, mata, otot dan kelenjar adrenal .2 Centers for Disease Control and
tergantung manifestasi dari bakteri tersebut. Gejalanya antara lain pada kulit dapat
pertumbuhan nodul pada kulit, kulit terasa tebal, kaku, dan kering.5 Pada
gangguan saraf dapat ditemukan gejala berupa kehilangan sensasi rasa karena
terganggunya fungsi saraf sensorik dan dapat terjadi atrofi pada otot yang
dipersarafi oleh saraf tersebut.5 Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan sulit
hilangnya sensasi rasa (Sensorik) pada jari tangan pasien dan atrofi pada otot tenar
dan hipotenar pasien. Jari tangan pasien juga sering terasa kaku dan sulit
digerakkan.
menetapkan klasifikasi Kusta (Morbus Hansen) dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe
17
pausibasiler dan multibasiler.7 Penentuan tipe tersebut berdasarkan beberapa
kategori antara lain jumlah bercak kusta, penebalan saraf tepi, kerokan jaringan
kulit, distribusi, permukaan bercak, batas bercak, mati rasa pada bercak,
7
deformitas. Pada pasien ini tidak ditemukan bercak-bercak pada kulitnya, oleh
sebab itu terdapat kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Namun, dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda khas yang dapat dijumpai pada
pasien kusta. Pada pasien ini ditemukan penebalan pada N. Ulnaris sinistra
dimana menunjukkan adanya infeksi pada saraf tersebut. Selain itu ditemukan
deformitas pada digiti v sinistra yang disertai dengan claw hands. Oleh sebab itu
pasien pada kasus ini dapat di klasifikasikan sebagai tipe pausibasiler karena
berupa darah lengkap, tes BTA, tes lepromin diharapkan dapat menegakkan
diagnosis secara pasti. Ketiga langkah meneggakkan diagnosis kusta tersebut telah
Penyakit kusta halaman 75 yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI. Adapun
diagnosis banding pada penyakit ini yang mana pada pasien tidak ditemukan
banding seperti penyakit kusta pada umumnya yaitu tinea korporis atau psoriasis
vulgaris. Namun adanya satu gejala khas pada pasien yaitu claw hands dapat
merujuk pada diagnosis banding yaitu carpal tunnel syndrome (CTS) dan sistemik
18
Leprosy halaman 35 yang menyatakan bahwa beberapa penyakit yang dapat
menjadi diagnosis banding dari kusta dengan gangguan saraf perifer antara lain
regimen obat dimana tiap tipe memiliki regimen obat yang berbeda dan lama
Penyakit Kusta halaman 100, pada pasien ini ditegakkan diagnosis Morbus
pausibasiler dan lama pengobatan yang diperlukan 6-9 bulan.7 Regimen obat yang
deformitas pada jari kelingking kiri disertai bentukan tangan khas yaitu claw
hands yang menandakan adanya kerusakan saraf pasien. Oleh sebab itu selain
pemberian obat yang adekuat, juga diperlukan terapi untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien agar fungsi jari-jari tangannya tidak menurun. Fisioterapi dapat
konsisten. Latihan tersebut juga dapat mengurangi risiko yang lebih lenjut yaitu
kerusakan tulang hingga kehilangan jari tangan. Oleh sebab itu apabila
secara adekuat maka prognosis untuk pasien ini adalah dubia ad bonam. Namun
tidak menutup kemungkinan kondisi seperti ini bisa kambuh lagi tergantung dari
19
DAFTAR PUSTAKA
(http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/inf
(Leprosy) : Signs and Symptoms. National Center for Emerging and Zoonotic
Infectious Diseases.
20
6. Talhari Carolina, MD, PhD, dkk. 2015. Clinic Aspect of Leprosy. Clinics and
21