Case Abortus
Case Abortus
ABORTUS INKOMPLIT
Pembimbing :
dr. H.M Saleh, Sp.OG
Disusun oleh :
Brillianda Yulita Putridita
03014034
1
LEMBAR PENGESAHAN
“Abortus inkomplit”
Dokter Pembimbing
dr. H.M Saleh, Sp.OG
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Suami
Nama : Tn. A
Umur : 23 tahun
Pendidikan : STM
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Agama : Islam
Alamat : Perum Citra Kebun Mas, karawang
Suku : Sunda
2.2 Anamnesis
5
2.2 Pemeriksaan Fisik
d. Status Generalis
• Kepala : Normocefali, deformitas (-)
• Mata CA (+/+), SI (-/-), edema palpebra -/-, pupil bulat, isokor,
reflex cahaya langsung dan tidak langsung +/+
• Hidung : Deformitas (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-)
• Telinga : normotia, simetris, deformitas (-), sekret (-), edema (-)
• Mulut : Hiperemis (-), sianosis (-)
• Leher : JVP 5+2cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
• Thoraks :
o Inspeksi : Tampak simetris dalam keadaan statis mau pun
dinamis, retraksi sela iga (-), iktus cordis tidak tampak.
o Palpasi :
o Paru: Vocal fremitus kanan dan kiri sama kuat
o Jantung: Iktus cordis teraba pada ICS IV 1 cm, medial
garis midclavicula sinistra
o Perkusi :
Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan hepar sulit
dinilai, batas paru-jantung kanan setinggi ICS 2-3 linea
parasternal dextra, batas paru-jantung ICS 4 linea
midclavicularis sinistra
6
o Auskultasi
o Paru : suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing
-/-
o Jantung : bunyi jantung I dan bunyi jantung II regular,
murmur (-), gallop (-)
• Abdomen:
- Auskultasi :Sulit dinilai karena hamil
- Perkusi :Sulit dinilai karena hamil
- Palpasi :Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
- Auskultasi :Sulit dinilai karena hamil
e. Status Obstetri :
F. Genitalia :
• Inspeksi : v/u tenang, perdarahan (+) aktif
• Io: tidak dilakukan
• VT: teraba jaringan pada kavum uteri, OUE menonjol
Hematologi (9/08/2018)
Hb 9,5
Eritrosit 3,28
Leukosit 14,05
Trombosit 237
Ht 29,2
MCV 89
MCH 29
MCHC 33
7
RDW-CV 11,9
BT 2
CT 10
Golongan darah A
Rhesus Positif
Hb Ag rapid Non-reaktif
Tes kehamilan Positif
GDS 114
2.5 RESUME
Seorang perempuan usia 20 tahun datang ke IGD Kebidanan
RSUD Karawang dengan keluhan keluar darah pada vagina sejak 2
hari SMRS. keluar darah yang menggumpal berwarna merah gelap.
Hamil G2P1A0. Pasien mengaku hamil 3 bulan. Pasien mengatakan
keluar darahnya semakin banyak, terdapat keluhan kencing
bercampur darah (+), pusing (+), lemas (+),Mulas hilang timbul(+) dan
nyeri perut (+). HPHT 7/4/2018. TP: 12/1/2019. UK: 10-11 minggu.
Gerakan janin dirasakan tidak aktif. Pemeriksaan fisik status generalis
didapatkan CA +/+, dan status obstretikus didapatkan pada inskpeksi
vagina-vulva terdapat perdarahan aktif. Pada pemeriksaan penunjang
lab ditemukan Hb 9,5 g/dL, eritrosit 3,28, leukosit 14,05.
8
2.7 Prognosis
Ibu :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Janin :
Ad vitam : ad malam
2.8 Follow up
N: 80x/menit
RR: 18x/menit
o
S: 37.0 C
St. generalis: CA (+/+).
St. obstetric: TFU (-)
I v/u: tenang, perdarahan aktif (+)
A Abortus inkomplit pada G2P1A0 hamil 10-11 minggu.
9
Hari rawat 2 (11/9/2018)
S Perdarahan sedikit, Mulas (-). Keluar lendir (-) keluar air air (-)
O KU: baik, compos mentis
TD: 110/80
N: 79x/menit
RR: 18x/menit
o
S: 36.5 C
St. generalis: dalam batas normal.
St. obstetric: TFU (-)
I v/u: tenang, perdarahan aktif (-)
A Post kuret ec abortus inkomplit pada P1A1
10
BAB III
ANALISIS KASUS
Diagnosis pasien Ny. R adalah abortus inkomplit pada G2P1 hamil 10-11
minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan, penunjang
dan pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir pada usia
kehamilan 10-11 minggu, selain itu pasien mengatakan gerak janin dirasakan
tidak aktif yang menandakan pasien berisiko terjadinya abortus. Abortus
merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berusia
<20 minggu atau berat janin 500 gr. Mulas hilang timbul (+) darah (+) terjadi
kontraksi uterus, namun tidak ada tanda-tanda inpartu. Tidak dirasakan adanya
keluar jaringan dari jalan lahir. janin masih berada di cavum uteri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital, TD: 130/80 mmHg,
o
N: 96 x/menit, RR: 20x/menit, dan suhu 36,5 C menunjukan hemodinamik pasien
dalam keadaan baik dan stabil. Hal ini menyingkirkan diagnosis banding KET. Dari
pemeriksaan obstetric, TFU belum teraba dengan jelas, menyingkirkan diagnosis
banding mola hidatidosa. Inspeksi v/u: tenang, dengan sisa perdarahan aktif. Dari
VT didapatkan kanalis servikalis terbuka, OUE menonjol, teraba jaringan pada
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum sesuai dengan tanda dari
abortus inkomplit.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan hematologi
ditemukan Hb 9,5 g/dL karena masih terdapat sisa jaringan konsepsi yang belum
dikeluarkan, perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau
sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian
placental site masih terbuka, sehingga perdarahan berjalan terus.
Tatalaksana pada kasus ini direncanakan untuk dilakukan kuretase. Tujuan dilakukan
kuretase untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran dan bed rest.
Pasien juga direncanakan untuk dilakukan transfusi darah, sampai mencapai >10 g/dl.
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 DEFINISI
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang
sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan
1,3,4,5
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
4.2 ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri,
faktor ibu, dan faktor bapak, antara lain :
1. Kelainan Ovum
Menurut HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan
abortus spontan. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi
hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinan kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya
makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan
disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).
2. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi :
a. Kelainan genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus.
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari
3
embrio. Data ini berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada
trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa
aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis
atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana
3
kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi
3
fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma (dispermi). Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi (30% dari seluruh
trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan
sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang
3
sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir. Selain kelainan sitogenetik,
12
kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi
3
dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut. Sekitar
setengah dari kasus abortus adalah anembrionik atau tidak terdapat
elemen embrio, dapat disebut juga blighted ovum. Lima puluh persen
lainnya embrionik dengan kelainan pada zygot, embrio, fetus atau
plasenta, 25% di antaranya adalah enuploidi dan sisanya euploidi yaitu
mengandung kromosom normal.
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu
penyebab kelainan sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini
sering diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan struktur kromoson
pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas
3
dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa
mengganggu proses implantasi dan mengakibatkan abortus seperti
mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen yang abnormal
3
dan gangguan fungsi uterus. Gangguan genetik seperti Sindroma
Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma
elasticum merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat
3
abortus. Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell
anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus
3
dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.
b. Faktor nutrisi dan lingkungan:
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari
paparan obat, bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir
6
dengan abortus. faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan
peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus
1
euploid. Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari,
risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak
1
merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin
yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
6
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen
6
ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin. Meminum alkohol pada
8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus
13
1
spontan dan anomali fetus. Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada
wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat
pada konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak
1
minum.
Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg
caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada
mereka yang meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier
1
dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. Pada penelitian lain, wanita
hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko
1
abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada kontrol.
Eating disorder seperti anorexia dan bulimia nervosa
dihubungkan dengan subfertilitas, prematuritas dan IUGR.
c. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
3
Diantaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA
adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita
3
SLE. Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan
3
3 pada SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus
berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan
3
berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid. Selain SLE,
antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia,
3
IUGR, dan prematuritas. Dari international consensus workshop pada
3
tahun 1998, klasifikasi APS adalah:
1) trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri,
venosa atau kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler,
3
dan histopatologi)
2) komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang
tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu
atau lebih kematian janin di mana gambaran sonografi normal/
satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal
dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi
3
plasenta yang berat)
14
3) kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang
atau tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih
3
dari 1 atau sama dengan 6 minggu)
4) antibodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT,
dan CT, kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan
dengan plasma platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes
3
dengan pertambahan fosfolipid)
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih
dari 33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus
berulang, ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan
3
oklusi vaskular.
3. Kelainan Sirkulasi plasenta :
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi,
toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan end ateritis villi korialis karena
hipertensi menahun.
4. Penyakit pada ibu :
15
infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella
3
zoster.
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak
pada kejadian abortus:
1) Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma
3
urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.
3
2) Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.
3
3) Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.
3
4) Spirokaeta: treponema pallidum.
• Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain
• Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasio kordis, penyakit paru
berat, anemi gravis.
• Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid,
kekurangan vitamin A, C atau E, diabetes melitus
• Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi
16
6. Inkompetensi cervix
Cervix longgar (tidak sempit lagi) sehingga mudah janin jatuh/ tidak tertahan
di dalam. Penyebabnyan curettage (krn perlukaan, infeksi) dan operasi
konisasi (cervix diangkat)
7. Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus,
sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
8. Penyakit bapak: Umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi,
dekompensasi cordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin,
Pb, dll) sinar rontgen, avitaminosis.
9. Kontrasepsi: Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada
1
salep dan jeli kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus. Namun,
jika pada kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine
device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik
1
akan meningkat dengan signifikan.
4.3 FREKUENSI
Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%. Namun
demikian, frekuensi seluruh keguguran sukar ditentukan karena abortus buatan
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi. Juga karena sebagian
keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak
7
datang ke dokter atau rumah sakit.
• Makin tua umur, abortus makin sering terjadi. Demikian juga dengan semakin
banyak anak, abortus juga akan semakin sering terjadi. Semakin tua umur
kehamilan, kemungkinan abortus makin kecil
• Wanita < 20 tahun à abortus 12%
Wanita > 40 tahun à abortus 26%
17
4.4 PATOGENESIS
Pada permulaan, terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitar, jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan
mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap
1
sebagai benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan
fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut
1
blighted ovum. Pada kehamilan dibawah 8 minggu hasil konsepsi dikeluarkan
seluruhnya, karena vili korealis belum menembus desidua terlalu dalam sedangkan
pada kehamilan 8-14 minngu telah masuk agak dalam sehingga sebagian keluar dan
8
sebagian lagi akan tertingga karena itu akan terjadi banyak perdarahan.
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus
yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
1
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal. Kulit akan
1
tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. Bisa juga apabila
cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang akan
1
membentuk fetus compressus. Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering
1
dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.
4.5 KLASIFIKASI
Abortus dapat dibagi atas dua golongan :
1
o Abortus Spontan
abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor
alamiah.
o Abortus Provakatus (induced abortion)
abortus yang disengaja, baik dengan mengunakan obat-obatan ataupun
alat-alat.
• Abortus Medisinalis
abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis).
• Abortus Kriminalis atau tidak aman
abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
18
KLINIS ABORTUS SPONTAN
4,5,6
Dapat dibagi menjadi :
1. Abortus Imminens ( Threatened abortion, Abortus mengancam )
adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi serviks. Perdarahan ini harus dibedakan dengan
perdarahan implantasi yang dapat berlangsung selama beberapa hari
sampai hitungan minggu. Perbedaannya, pada abortus perdarahan
dimulai terlebih dahulu kemudian diikuti dengan nyeri perut selama
beberapa jam sampai beberapa hari berikutnya dan nyeri pinggang yang
menetap.
Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan :
a) Perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih
tertutup dan janin masih dalam intrauterine timbul pada pertengahan
trimester pertama
b) Perdarahan biasanya sedikit, hal ini dapat terjadi beberapa hari.
c) Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai
perdarahan.
Tidak ditemukan kelainan pada serviks dan serviks tertutup
Pemeriksaan penunjang:
a) Pemeriksaan hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin
kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran
1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya
adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka
prognosisnya dubia ad malam.
b) USG: untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui
keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.
Diperhatikan juga ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai
dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan
gerakan janin diperhatikan disamping ada atau tidaknya pembukaan
kanalis servikalis.
17
19
Penatalaksanaan
a) Tirah baring
b) Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik
(salbutamol atau indometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
c) Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau
melakukan hubungan seksual
d) Bila reaksi kehamilan 2x berturut-turut negative, maka sebaiknya
uterus dikosongkan (kuret)
2. Abortus Insipien (Inevitable abortion, Abortus sedang berlangsung) ialah
peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus.
Ditandai dengan adanya :
a) robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks
b) terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi
c) perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar
gumpalan darah.
d) nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim
kuat.
20
• Berikan ergometrin 0,2 mg I.M yang diulangi 15 menit kemudian jika
perlu ATAU Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan dapat
diulang setelah 4 jam jika perlu
• Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
• Bila kehamilan > 16 minggu tunggu ekspulsi spontan kemudian dilakukan
evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika evakuasi
tidak dapat dilakukan segera lakukan :
o Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai 8 tetes
sampai 40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus sampai
terjadi pengeluaran hasil konsepsi
o Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
o Lakukan Pemantauan Pasca Abortus
3. Abortus Kompletus
ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua dan fetus)
telah keluar melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong. Tanda dan
gejala serviks menutup, rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan
amenorea, gejala kehamilan tidak ada, uji kehamilan negative, besar uterus
tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan penunjang:
a) tes urin kehamilan masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus
b) USG: biasanya tidak diperlukan bila pemeriksaan klinis sudah
memadai.
Penatalaksanaan
• Tidak perlu evakuasi lagi
• Observasi untuk melihat perdarahan banyak/tidak.
• Lakukan Pemantauan Pasca Abortus
21
• Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus
600mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan tranfusi darah.
4. Abortus Inkompletus
ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Gejala Klinis :
• Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas
• Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya berupa stolsel (darah
beku).
• Sudah ada keluar fetus atau jaringan
• Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi
didapati kanalis servikalis terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa
jaringan pada kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang
berukuran lebih kecil dari seharusnya.
USG: hanya dilakukan bila ragu dengan diagnosis secara klinis. Yang
didapatkan dalam USG adalah besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri
tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
22
Gambar. Kuretase digital
5. Missed Abortion
ialah berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan
hasil konsepsi tertahan dalam uterus 8 minggu atau lebih Gejala Klinis
- Ditandai dengan kehamilan yang normal dengan amenorrhea,
dapat disertai mual dan muntah
- Pertumbuhan uterus mengecil dengan fundus yang tidak
bertambah tinggi.
- Mamae menjadi mengecil
- Gejala-gejala kehamilan menghilang diiringi reaksi kehamilan menjadi
negative pada 2-3 minggu setelah fetus mati.
- Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada darah sedikit
- Pasien merasa perutnya dingin dan kosong
23
c) Pemeriksaan koagulasi perlu dilakuakn sebelum tindakan evakuasi dan
kuretase bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu
karena kemungkinan akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Penatalaksanaan
i. pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila
serviks uterus memungkinkan.
ii. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu
dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku, dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau
mematangkan kanalis servikalis. Caranya antara lain:
- infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam
500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk
mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
- Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan 1 hari, dan kemudian
induksi diulangi. Biasanya maksimal 3 kali.
- Diberikan mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini akan
terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium
serviks sehingga tindakan evakuasi dan
kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri.
Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi
ini, dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
iii. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah
segar atau fibrinogen
iv. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dan antibiotika.
24
6. Abortus Habitualis
ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penyebab
abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan
reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphosite
trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau
tidak ada, maka akan terjadi abortus.
Salah satu penyebab lain yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks,
yaitu keadaan dimana serviks uteri tidak dapat menerima beban untuk tetap
bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim
dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh
trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga
diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis:
- Dapat ditegakkan dengan anamnesis cermat.
- Pemeriksaan dalam/inspekulo: dinilai diameter kanalis servikalis dan
didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm.
25
dengan benang sutera/mersilenen yang tebal dan simpul baru dibuka
setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.
• Merokok dan minum alcohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
• Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada
sesudahnya.
7. Abortus Infeksius
ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital
Diagnosis :
- Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang
telah ditolong di luar rumah sakit.
- Pemeriksaan : Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan,
dan sebagainya.
- tanda – tanda infeksi yakni kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5 derajat
Celcius, kenaikan leukosit dan discharge berbau pervaginam, uterus
besar dan lembek disertai nyeri tekan.
Penatalaksanaan
- Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
- Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan
pembiakan da uji kepekaan obat)
o Berikan suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam o
Berikan suntikan streptomisin 500mg setiap 12 jam o Atau
antibiotika spektrum luas lainnya.
- Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan
dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi
3. Septic Abortion
Ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin
ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
Diagnosis septic abortion ditegakan jika didapatkan tanda – tanda sepsis,
seperti nadi cepat dan lemah, syok dan penurunan kesadaran.
26
Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan jenis
antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil
pembiakan dan uji kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah ada tanda
perforasi atau akut abdomen.
4.6 DIAGNOSIS
Anamnesis
Tiga gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di
perut bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung, bokong dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang
7
tidak tinggi. Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi
yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore
6
pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT. Perdarahan
pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan
yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin
atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di
6
daerah atas simpisis.
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol,
tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil
6
alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus diperhatikan. Riwayat
kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui
7
jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.
Pemeriksaan Fisik
4
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit. Palpasi
abdomen dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen
dengan pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai
4
usia gestasi, dan konsistensinya. Pada pemeriksaan pelvis, dengan
menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau
tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat
4
menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina. Pemeriksaan fisik pada
4
kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:
27
Gejala dan
Perdarahan Serviks Uterus Diagnosis
tanda
28
Gambar. Algorithm for the management of spontaneous pregnancy loss.
(hCG = human chorionic gonadotropin.)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus:
1. Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah janin
masih hidup atau tidak, serta menentukan prognosis
2. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.
3. Tes kehamilan.
4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.
DIAGNOSIS BANDING
1. KET : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus, perdarahan banyak
sampai menimbulkan klinis shock dan perdarahan intraabdomen.
2. Mola Hidantidosa : uterus biasanya lebih besar dari usia gestasi dan muntah
lebih sering.
3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus
uteri, dsb.
29
4
4.7 PEMANTAUAN PASCA ABORTUS.
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang
biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang
diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya
adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat
mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya
setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah.Kecuali bila
ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau
infeksi.Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari.Pasien dianjurkan kembali
ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah
perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk
mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien
menandatangani surat persetujuan tindakan.
4.8 KOMPLIKASI ABORTUS
6
1) Perdarahan.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan.Perdarahan
yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni
uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga
koagulopati.
6
2) Perforasi.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi.Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.
6
3) Syok.
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat.Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis
30
sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan
segera.
6
4) Infeksi.
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,
sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram
negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua.Pada
abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium,
tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap
infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus,
Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah
Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk
gas.
7
5) Efek anesthesia.
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi
yang berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical
blok sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan
intravaskular yang tidak disengaja pada paraservikal blok akan
mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest
dan kematian.
7
6) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester
perlu curiga DIC.Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.
31
6
4.9 PROGNOSIS
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya.Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.Pada wanita keguguran
dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar
40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi
spontan yang tidak jelas.
BLIGHTED OVUM
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi
tidak ada bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga
merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah
pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi
pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun
laboratorium hasilnya pun positif.
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.Namun akibat
berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang
sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan.Meskipun demikian
plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG
(human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada
indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil
konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala
kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi
positif. Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted
ovum.
Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila telah
melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Namun tindakan tersebut baru bisa
dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat itu diameter kantung
kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari
situ juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin.
Karena gejalanya yang tidak spesifik, maka biasanya blighted ovum baru
ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan.
Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti hamil, dapat disebabkan hamil
anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau penyakit usus.
32
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses
pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus, penyakit
kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar beta HCG
serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat
menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri
semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisa
untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika
karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang.Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
35