Anda di halaman 1dari 18

1.

Orang Utan Sumatera dan Kalimantan

Orang utan, baik itu yang hidup di pulau Sumatera atau Kalimantan juga
termasuk spesies yang sangat terancam punah. Menurut laporan IUCN,
selama 75 tahun terakhir populasi orang utan Sumatera telah mengalami
penurunan sebanyak 80%. Dalam kurun waktu 1998 dan 1999, laju
kehilangan tersebut dilaporkan mencapai sekitar 1000 orang utan per
tahun. Sementara itu, pada tahun 2004, ilmuwan memperkirakan bahwa
total populasi orangutan di Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia
maupun Malaysia terdapat sekitar 54 ribu individu. Kebalikan dari
orangutan Borneo, orang utan Sumatera mempunyai kantung pipi yang
panjang pada orang utan jantan.
2. Harimau Sumatera

Mungkin saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera tak lebih dari 300
ekor saja, sehingga menurut WWF spesies yang merupakan satu dari
enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini
dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis atau hewan langka yang
terancam punah (critically endangered). Warna kulit harimau Sumatera
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning
kemerah-merahan hingga oranye tua. Tubuhnya juga relatif paling kecil
dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini. Semakin
sempitnya luas habitat karena aktivitas pembukaan lahan, membuat
mereka semakin terancam punah.
3. Komodo

Habitat komodo (Varanus komodoensis) di alam bebas telah menyusut


akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo
sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini
dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman
nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi
mereka. Habitat utama kadal raksasa ini hanya ada di pulau Komodo,
Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Komodo
pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun 1910. Nama
hewan karnivora ini semakin dikenal dunia setelah tahun 1912 Pieter
Antonie Ouwens, direktur Museum Zoologi di Buitenzorg (kini Bogor),
menerbitkan paper tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil
ini.
4. Burung Jalak Bali

Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak
Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter
Rothschild, sebagai orang pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke
dunia pengetahuan pada tahun 1912. Jalak Bali hanya ditemukan di
hutan bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya
spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang
fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi undang-
undang. Untuk mencegah terjadi ancaman kepunahan yang makin erius,
sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program
penangkaran jalak Bali (Leucopsar rothschildi).
5. Badak Jawa dan Sumatera

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan Badak Jawa (Rhinoceros


sondaicus) juga menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan para
pecinta lingkungan. Badak sumatera (Sumatran rhino) dan Badak Jawa
(Javan rinho) merupakan dua dari 5 spesies badak yang masih mampu
bertahan dari kepunahan, selain badak india, badak hitam afrika, dan
badak putih afrika. Namun, kedua badak ini sudah masuk dalam kategori
sangat terancam atau critically endangered. Status konservasi critically
endangered ini disandangkan pada spesies badak di Indonesia sejak
1996.
6. Gajah Sumatera

Mungkin saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera tak lebih dari 300
ekor saja, sehingga menurut WWF spesies yang merupakan satu dari
enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini
dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis atau hewan langka yang
terancam punah (critically endangered). Warna kulit harimau Sumatera
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning
kemerah-merahan hingga oranye tua. Tubuhnya juga relatif paling kecil
dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini. Semakin
sempitnya luas habitat karena aktivitas pembukaan lahan, membuat
mereka semakin terancam punah.
7. Kanguru Pohon Wondiwoi

Rupanya, Kanguru bukan hanya milik Australia saja, karena Indonesia


juga memilikinya. Kanguru Pohon Wondiwoi namanya, merupakan salah
satu spesies hewan langka endemik yang hidup di Pulau Papua.
Berdasarkan spesimen yang ditemukan Ernst Mayr, hewan yang memiliki
nama ilmiah Dendrolagus mayri ini diperkirakan mempunyai berat sekitar
9,25 kg. Bulunya berwarna hitam suram dengan beberapa bagian yang
berwarna kekuningan. Daerah pantat dan tungkai berwarna kemerahan
dengan ekor keputihan. Populasi pasti Kanguru Pohon Wondiwoi memang
tidak pernah diketahui secara pasti. Namun menurut IUCN Red List,
diperkirakan jumlah populasi kanguru pohon ini sekitar 50 ekor individu
saja. Hal inilah yang membuat pihak IUCN Red List memasukkan Kanguru
Pohon Wondiwoi atau Wondiwoi Tree-kangaroo sebagai spesies Critically
Endangered atau spesies yang sangat terancam punah (Kritis).
8. Anoa
Anoa merupakan hewan endemik pulau Sulawesi, tepatnya di provinsi
Sulawesi Tenggara. Hewan ini termasuk fauna peralihan (Asiatic –
Australis). Hewan yang dikategorikan sebagai hewan langka ini sudah di
ambang kepunahan sejak tahun 1960-an. Bahkan, selama satu dekade
terakhir jumlah populasinya semakin menurun drastis. Diperkirakan saat
ini jumlahnya tidak lebih dari 5.000 ekor di alam bebas. Ancaman
kepunahan memang tak lepas dari perilaku masyarakat yang sering
memburunya untuk diambil kulit, tanduk, serta dagingnya. Ada dua
spesies binatang ini, yaitu anoa dataran rendah dan anoa pegunungan.
Maskot provinsi Sulawesi Tenggara ini hidup di dalam hutan yang masih
rimbun dan sulit didekati manusia. Itu sebabnya hewan ini tidak bisa
menjadi hewan ternak, karena tidak bisa dijinakkan.
9. Monyet Hitam Sulawesi

Kera Hitam Sulawesi atau dalam bahasa ilmiah disebut Macaca nigra atau
sering juga disebut monyet berjambul merupakan salah satu dari sekian
jenis perimata yang keberadaannya mulai langka dan terancam
mengalami kepunahan. Kera Hitam Sulawesi merupakan satwa endemik
pulau Sulawesi, tepatnya di daerah provinsi Sulawesi Utara. Ciri utama
yang pada monyet ini adalah jambul di atas kepalanya. Dalam bahasa
Inggris primata langka ini disebut dengan beberapa nama diantaranya
Celebes Crested Macaque, Celebes Black ape, Celebes Black Macaque,
Crested Black Macaque, Gorontalo Macaque, dan Sulawesi Macaque.
Sementara itu, kera ini oleh masyarakat setempat biasa dipanggil
dengan Yaki, Bolai, Dihe. Dalam bahasa latin (ilmiah) Kera Hitam
Sulawesi dinamai Macaca nigra yang bersinonim dengan Macaca lembicus
(Miller, 1931) Macaca malayanus (Desmoulins, 1824). Kera hitam
sulawesi ini semakin hari keberadaannya semakin langka dan terancam
punah. Bahkan oleh IUCN Redlist digolongkan dalam status konservasi
Critically Endangered (Krisis).
10. Pesut Mahakam

Pesut mahakam atau dalam bahasa Latin disebut Orcaella brevirostris


adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar
yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, populasi hewan
tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia
yang terancam punah. Ilmuwan internasional mengklasifikasikan populasi
Pesut Mahakam di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, dalam kondisi
sangat terancam punah. Banyak faktor yang mempengaruhi populasi
pesut. Jumlah pasokan makanan yang makin berkurang di alam, lalu
lalang kapal ponton di kawasan habitatnya, serta penggunaan racun oleh
nelayan setempat menjadi biang kerok berkurangnya populasi ikan pesut.
11. Macan Tutul Jawa
Harimau Jawa telah lama punah, dan spesies sejenis yang masih ada di
tanah Jawa adalah Macan Tutul Jawa atau dalam bahasa Latin disebut
Panthera pardus melas. Hewan langka yang menjadi ikon provinsi Jawa
Barat ini merupakan satwa endemik pulau Jawa dan menjadi bagian dari
sembilan subspesies Macan Tutul (Phantera pardus) di dunia. Macan Tutul
Jawa yang telah dikategorikan dalam status konservasi “Critically
Endangered” mempunyai dua jenis variasi, yaitu Macan Tutul berwarna
terang dan Macan Tutul berwarna hitam yang biasa disebut dengan
Macan Kumbang. Meskipun berwarna berbeda, kedua kucing besar ini
adalah subspesies yang sama. Menurut laporan dari IUCN, jumlah Macan
Tutul Jawa yang masih hidup tak lebih dari 300 ekor di habitatnya.
12. Kura-kura Paruh Betet

Dalam bahasa Inggris kura-kura hutan sulawesi yang endemik pulau


Sulawesi ini disebut sebagai Sulawesi Forest Turtle. Sedangkan resminya,
hewan langka ini mempunyai nama latin yaitu Leucocephalon yuwonoi
yang bersinonim dengan Geoemyda yuwonoi dan Heosemys yuwonoi.
Kura-kura hutan Sulawesi ini sering juga dikenal dengan nama kura-kura
paruh betet. Pemberian julukan nama tersebut dikarenakan bentuk
mulutnya yang unik seperti burung betet. Kura-kura hutan Sulawesi
(kura-kura paruh betet) ini termasuk dalam salah satu dari 7 jenis reptil
paling langka di Indonesia. Bahkan termasuk dalam daftar The World’s 25
Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles—2011 yang
dikeluarkan oleh Turtle Conservation Coalition. Sebelumnya kura-kura
hutan sulawesi digolongkan dalam genus Heosemys, namun sejak tahun
2000 dimasukkan dalam genus tunggal Leucocephalon. Kata ‘yuwonoi’
dalam nama ilmiahnya merujuk pada Frank Yuwono yang kali pertama
memperoleh spesimen pertama kura-kura hutan sulawesi ini di pasar di
Gorontalo Sulawesi.
13. Elang Flores
Elang flores atau Nisaetus floris merupakan jenis elang berukuran besar
sekitar 71 – 82 cm yang turut memperkaya keragaman burung di
nusantara. Meskipun namanya elang flores, burung ini juga dapat
dijumpai juga di Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil Satonda dan
Rinca, selain tentu saja di Pulau Flores, Nusa Tenggara. Kecenderungan
populasi elang flores yang terus menurun membuat Badan Konservasi
Dunia IUCN menetapkannya sebagai jenis “satu langkah menuju
kepunahan” (Critically Endangered/CR). Jumlah individu dewasa di
seluruh persebarannya diperkirakan sekitar 100 pasang dengan daerah
jelajah sekitar 10.000 kilometer persegi. Ciri elang ini adalah tubuh
bagian bawahnya berwarna putih, hidup di kawasan hutan dataran rendah
dan submontana hingga ketinggian 1.000 mdpl. Teknik memangsanya
yang mudah terlihat adalah berburu dari tenggeran dan terbang
mengangkasa memanfaatkan aliran udara panas.
14. Ekidna Moncong Panjang Barat

Ekidna Moncong Panjang Barat (Zaglossus bruijnii) atau yang dalam


bahasa Inggris biasa disebut dengan Western Long-beaked Echidna
merupakan hewan endemik yang berasal dari Papua, dan Australia
(punah) yang hidup di ketinggian 1300-4000 mdpl. Habitatnya adalah
padang rumput alpin dan hutan yang lembap. Ekidna merupakan hewan
mammalia yang bertelur (ordo Monotremata) yang masih bertahan hidup
hingga sekarang di samping platipus (Ornithorhynchus anatinus).
Sebagaimana dengan platipus, Ekidna termasuk hewan yang aneh.
Ekidna menjadi aneh lantaran hewan mamalia selayaknya harimau
ataupun tarsius tetapi ekidna tidak melahirkan anaknya melainkan
bertelur.
15. Kodok Pohon Ungaran

Philautus jacobsoni atau biasa disebut Katak Pohon Ungaran. Memiliki


status Critically endangered (hampir punah) dan masuk dalam daftar The
IUCN Red List of Threatened Species tahun 2008. Dalam pernyataannya,
Philautus jacobsoni dinyatakan hampir punah dengan alasan daerah yang
menjadi habitatnya kurang dari 10 km2, semua individu dari jenis katak
ini hanya terdapat di Gunung Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
16. Burung Trulek Jawa

Burung Trulek Jawa (Vanellus macropterus) merupakan salah satu jenis


burung endemik Jawa yang memiliki habitat utama di wilayah rawa yang
luas, seperti padang rumput luas yang banjir saat musim hujan. Menurut
data IUCN terbaru tahun 2013, jumlah populasi Trulek Jawa ini sangat
kecil, diasumsikan kurang dari 50 individu saja. Mengerikan bukan?
Jumlah populasi yang dimungkinkan menurun ini, disebabkan oleh
gangguan manusia dan konversi habitat untuk budidaya dan pertanian,
serta perburuan. Sejalan dengan itu, menurut data IUCN, dinyatakan
bahwa ancaman kepunahan Trulek Jawa ini adalah masalah lahan dari
habitat asli yang telah dialihfungsikan menjadi wilayah agro-industry
farming atau lahan pertanian dan menjadi daerah budidaya air tawar,
yaitu tambak.
17. Kakatua Jambul Kuning

Jenis burung yang semakin terancam kelestariannya adalah burung


Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya disebut Cacatua
sulphurea. Daerah sebaran kakatua-kecil jambul-kuning adalah
Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Bali, dan Timor, di tempat yang masih
terdapat hutan-hutan primer dan sekunder. Menurut Kepala Balai
Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa Tengara Barat Dr Ir
Widada MM, seperti dikutip dari Republika, mengungkapkan populasi
burung Kakatua Jambul Kuning yang hidup di alam liar di daerah NTB
saat ini tersisa 145 ekor. Bahkan, lanjut Widada, burung Kakatua jambul
kuning telah dinyatakan hewan langka yang masuk kategori kritis oleh
lembaga konservasi dunia (IUCN), karena jumlahnya yang semakin
sedikit.
18. Simakobu
Simakobu adalah monyet berhidung pesek yang status populasinya paling
mengkhawatirkan dan orang jarang bahkan tidak mengenalnya.
Simakobu adalah spesies monoleptik dimana binatang ini tidak memiliki
‘saudara’ dalam marganya. Russel A. Mittermeier, Presiden Conservation
International (CI) juga menambahkan bahwa Simakobu merupakan satu-
satunya monyet pemakan daun yang mempunyai ekor melingkar pendek
dan mempunyai hidung tumpul seperti halnya monyet emas atau monyet
berhidung pesek. Simakobu atau yang bernama ilmiah Simias concolor ini
menjadi penting karena statusnya dalam IUCN yang dikategorikan
sebagai spesies yang Critically Endangered atau status konservasi tingkat
keterancaman tinggi (hewan langka) dan dicap sebagai ‘The World’s 25
Most Endangered Primates’. Hal ini terjadi karena populasi monyet ekor
babi selama 10 tahun terakhir mengalami penurunan hingga 80%.
19. Beruk Mentawai

Selain Simakobu, kawasan Mentawai juga dihuni spesies primata lainnya.


Orang lokal menyebutnya Bokoi atau bokkoi (Macaca pagensis). Mereka
adalah sejenis monyet yang menyebar terbatas (endemik) di Kepulauan
Mentawai, lepas pantai barat Sumatera. Nama itu adalah sebutan yang
sering digunakan oleh penduduk Kepulauan Mentawai untuk menyebut
hewan tersebut. Nama lainnya adalah beruk mentawai, sedangkan dalam
Bahasa Inggris disebut dengan nama Pagai Island Macaque. Epitet
spesifiknya, yaitu pagensis, berarti “berasal dari Pagai”; merujuk kepada
pulau-pulau Pagai di Kepulauan Mentawai sebagai habitat asal beruk ini
yang kian terancam punah.
20. Tarsius Siau
Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari
famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes.
Tarsius mempunyai tubuh kecil dengan mata yang sangat besar; tiap bola
matanya berdiameter sekitar 16 mm dan keseluruhan berukuran sebesar
otaknya. Kaki belakangnya juga sangat panjang. Sampai saat ini populasi
Tarsius cenderung mengalami penurunan (IUCN, 2012). Perkiraan
kepadatan populasi Tarsius di Tangkoko adalah 156/km2 (Gursky, 1997).
Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam (internal)
maupun dari luar (eksternal). Faktor luar (eksternal) yang mempengaruhi
Tarsius antara lain adalah lingkungan(habitat,sarang, jenis vegetasi),
iklim (suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan curah hujan), predator
(kucing hutan, ular dan manusia), dan pakan.
21. Gagak Banggai

Burung Gagak Banggai atau Corvus unicolor sempat dinyatakan telah


punah, kemudian tahun 2007 lalu kawanan spesies ini terlihat kembali di
alam liar dengan jumlah terbatas. Hal inilah yang mendasari bahwa
kondisi spesies ini termasuk satwa dilindungi dan terancam punah. Gagak
banggai merupakan salah satu jenis burung endemik Sulawesi. Burung ini
sebarannya terbatas hanya pada daerah Kepulauan Banggai. Gagak
Banggai berukuran kurang lebih 39 cm dengan corak tubuh berwarna
hitam dengan iris pucat, ekor yang pendek, berkaki gelap dan leher
mungkin menunjukkan kemilau cokelat kusam. Selain itu suara kicauan
burung memberikan 3-4 catatan berderit peluit Kruik, Kruik, Kruik, Kruik,
yang berlangsung 2-3 detik.
22. Burung Kacamata Sangihe

Burung Kacamata Sangihe atau Zosterops nehrkorni merupakan salah


satu satwa (aves) yang telah ditetapkan sebagai burung langka, dan
berada dalam kategori status critically endangared oleh IUCN. Hal ini
tidak lain disebabkan karena habitat burung kacamata sangihe yang
sangat sempit dan adanya perburuan liar karena burung ini memiliki
suara kicauan yang indah. Bahkan pada tahun 1999 burung ini sempat
dinyatakan punah oleh para peneliti dikarenakan kicauannya tidak
terdengar lagi di Gunung Sahendaruman dan Gunung Sahengbalira di
pulau Sangihe. Namun sayangnya, burung yang disebut mata mawiera
oleh penduduk setempat ini belum didaftarkan sebagai burung yang
dilindungi oleh pemerintah Republik Indonesia (RI). Hal ini dibuktikan
dengan tidak dicantumkannya nama burung kacamata sangihe pada
lampiran PP No. 7 tahun 1999.
23. Burung Hantu (Celepuk) Siau

Celepuk siau (Otus siaoensis) adalah salah satu burung langka yang
masuk dalam kategori terancam punah di dunia. Burung celepuk siau
merupakan burung endemik yang hanya terdapat di sebuah pulau kecil
bernama “Siau” di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Sesuai
dengan namanya, Celepuk siau merupakan anggota burung hantu (ordo
Strigiformes) yang dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai Siau
Scops-owl. Sedangkan dalam nama ilmiah (latin) celepuk ini diberi nama
Otus siaoensis. Populasi burung endemik ini tidak diketahui dengan pasti,
namun berdasarkan persebarannya yang hanya terbatas di pulau dan
penampakan langsung yang jarang sekali, celepuk siau dikategorikan oleh
IUCN Redlist dalam status konservasi Kritis (Critically Endangered) sejak
tahun 2000. CITES juga memasukkan celepuk ini dalam Apendix II sejak
1998.
24. Katak Merah atau Katak Api

Kodok Merah atau dalam bahasa latinnya Leptophryne cruentata


merupakan jenis kodok endemik yang hanya ditemukan di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-
Salak. Kodok Merah pun menjadi salah satu hewan langka yang terancam
punah. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian IUCN Redlist
mencatatnya dengan status Critically Endangered(Kritis). Meskipun di
Indonesia sendiri Kodok ini luput dari daftar satwa yang dilindungi. Kodok
Merah sering kali disebut juga sebagai Katak Darah. Kodok Merah dalam
bahasa Inggris disebut sebagai Bleeding Toad atau Fire Toad. Sedangkan
dalam bahasa latin (nama ilmiah) hewan ini disebut Leptophryne
cruentata. Nama latinnya ini mempunyai arti kurang lebih ‘berdarah’.
25. Burung Tokhtor Sumatera
Burung Tokhtor Sumatera memiliki nama latin carpococcyx viridis adalah
burung endemik pulau Sumatera yang termasuk di dalam 18 burung
sangat langka di indonesia. Burung tokhtor sumatera telah terdaftar
sebagai salah satu satwa yang langka yaitu status konservasi dengan
keterancaman sangat tinggi. Jumlah populasinya diperkirakan tak sampai
mencapai 300 ekor. Burung tokhtor sumatera dulu sudah dianggap telah
punah karena sejak terdiskripsikan pada tahun 1916 tak pernah
ditemukan lagi. Kemudian pada November tahun 1997 seekor tokhtor
sumatera sukses difoto untuk pertama kalinya oleh Andjar Rafiastanto.
26. Rusa Bawean

Rusa Bawean yang dalam bahasa Latinnya Axis kuhlii merupakan hewan
endemik yang hidup di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa
Timur. Jenis rusa ini merupakan rusa yang populasinya semakin langka
dan terancam kepunahan. Rusa Bawean merupakan hewan langka yang
hidup nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Menyukai habitat
di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian
hingga 500 mdpl. Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil
dibandingkan rusa jenis lainnya. Rusa Bawean mempunyai tinggi tubuh
antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa ini
mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk
rusa jantan. Selain itu, ciri lain dari rusa ini adalah memiliki ekor
sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor
bagian dalam. Rusa ini mempunyai kecepatan berlari yang sangat cepat
dan cerdik.
27. Kodok Sumatera

Kodok Sumatera atau nama latinnya Duttaphrynus sumatranus


merupakan satwa amfibi paling langka di Indonesia, bersama dengan
Kodok Merah (Leptophryne cruentata) dan Kodok Pohon Ungaran
(Philautus jacobsoni). Kodok-kodok tersebut menyandang status Critically
Endangered dari IUCN Red List. Diketahui kodok endemik ini hanya
mendiami daerah ‘Lubuk Selasih’ di sekitar Gunung Talang di perbatasan
tiga kabupaten, Padang Pariaman, Solok dan Pesisir Selatan, provinsi
Sumatera Barat. Berbagai ancaman seperti kerusakan habitat dan alih
fungsi lahan menjadi lahan pertanian serta pendangkalan sungai diduga
berpengaruh besar pada tingkat keterancaman kodok endemik Indonesia
ini.
28. Merak Hijau

Merak hijau atau bahasa Latinnya Pavo muticus merupakan salah satu
burung dari tiga spesies merak. Seperti burung-burung lainnya yang
ditemukan di suku Phasianidae, merak hijau mempunyai bulu yang indah.
Bulu-bulunya berwarna hijau keemasan. Burung betina berukuran lebih
kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengkilap, berwarna hijau
keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung jantan dewasa
berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai 300 cm, dengan
penutup ekor yang sangat panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul
tegak. Merak hijau terdapat di kepulauan Jawa dan statusnya dilindungi
oleh undang-undang karena sebagai hewan langka.

29. Hiu Sentani

Pristis microdon

Hiu Gergaji atau bahasa ilmiahnya Pristis microdon adalah spesies ikan
yang hidup di lautan Indo-Pacific serta dapat juga hidup di sungai untuk
melakukan siklus hidupnya. Pada musim hujan antara bulan Desember-
Maret, ikan ini akan hidup di sungai air tawar. Sedangkan ketika
memasuki musim kering (Mei-Oktober), ikan hiu sentani akan lebih suka
tinggal di muara atau teluk yang menyerupai habitat air laut. Selain di
Australia, ikan ini juga menyebar ke Kalimantan, Papua, Vietnam, India,
Madagascar dan Afrika timur. Di Indonesia sendiri ikan hiu gergaji (Pristis
microdon) ini menjadi salah satu hewan endemik yang terdapat di Danau
Sentani, Papua. Jumlahnya yang menyusut membuat spesies ini masuk
dalam satwa yang patut dilestarikan.

30. Ikan Arwana Irian


Sceloropages leichartidti

Arowana Irian memiliki bentuk tubuh dengan sisik yang berwarna-warni


yang akan menambah pesonanya sehingga kelihatan cantik dan anggun.
Banyak pecinta ikan yang memburu spesies ini sebagai ikan hias.
Populasinya yang terbatas menjadikan ikan ini sebagai salah satu satwa
yang dilindungi. Jadi, tidak sembarang pihak bisa memelihara ikan ini.
Bentuk tubuh arwana irian (Sceloropages leichartidti) comperessed, lebar,
dan tebal. Bagian tubuhnya terdapat bercak merah atau kuning dan
warna sirip dan tubuhnya didominasi dengan warna hijau tua. Arwana
irian yang berkualitas baik memiliki sirip dan sisiknya yang utuh,
sungutnya tidak patah maupun tertekuk, bola mata bening dan tidak
menderita juling

Anda mungkin juga menyukai