PENDAHULUAN
Menurut Hendriana dan Soemarmo (2014: 9), selain memahami dan Commented [aa2]: SOURCE:
Hendriana, H. & Soemarmo, U. (2014). Penilaian
mengusasi konsep matematika, siswa akan terlatih bekerja mandiri, maupun Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.
bekerja sama dalam kelompok, bersikap kritis, kreatif, konsisten, berpikir logis,
sistematis, menghargai pendapat, jujur, percaya diri, dan bertanggungjawab.
Selanjutnya Cockroft (Shadiq, 2014: 3) menyatakan bahwa akan sulit ketika
seseorang hidup tanpa sedikitpun memanfaatkan matematika, “It would be very
difficult perhaps immposible to live a normal life in very many parts of the world
in the twentieth century without making use of mathematics of some kind”. Commented [aa3]: SOURCE:
Shadiq, F. (2014). Pembelajaran Matematika; Cara
Selanjutnya, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000: Meningkatkan Berpikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
1
2
2. Memiliki rasa ingin tahu, semangat belajar yang kontinu, rasa percaya
diri, dan ketertarikan pada matematika;
3. Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang
terbentuk melalui pengalaman belajar;
4. Memiliki sikap terbuka, objektif dalam interaksi kelompok maupun
aktivitas sehari–hari;
5. Memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan matematika dengan
jelas; …
(Mendikbud, 2016: 116–121)
Berdasarkan Permendikbud dan standar kemampuan matematika menurut
NCTM di atas, tentu betapa pentingnya semua kompetensi tersebut. Tak
terkecuali pada poin ke lima terkait komunikasi, siswa diharapkan memiliki
kemampuan mengomunikasikan gagasan matematika dengan jelas. Hal ini
penting karena dengan mengomunikasikan gagasan matematika dengan jelas, itu
artinya siswa mampu untuk menyatakan ide–ide atau pemikiran mereka, yang
mana hal ini menunjukkan pemahaman atau apa saja yang telah dipelajari oleh
siswa. Hal ini sejalan dengan NCTM (2000: 60) bahwa, “Communication is
essential part of mathematics and mathematics education. It is a way of sharing
ideas and clarifying understanding”. Tentu saja dalam mengomunikasikan
gagasan matematika ini berbeda dengan mengomunikasikan gagasan lain, hal ini
dikarenakan matematika memiliki bahasa tersendiri, yang mana kebanyakan
berupa simbol–simbol dan angka–angka, yang kemudian komunikasi ini disebut
dengan komunikasi matematis.
Meskipun demikian pentingnya, pembelajaran matematika belum
membuahkan hasil yang baik, pada kenyataannya hasil pembelajaran matematika
di Indonesia dianggap masih termasuk kategori rendah. Hal ini terlihat dalam
lingkup nasional, data yang diperoleh dari PAMER UN 2018 menyebutkan bahwa
nilai rata–rata Ujian Nasional mata pelajaran matematika untuk jenjang SMP
adalah 43,34 yang termasuk pada kategori D. Dalam lingkup internasional pun
Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara lain. Hal tersebut dibuktikan
dengan hasil studi Program for International Student Assessment (OECD, 2016: Commented [aa4]: SOURCE:
PISA 2015 Results (Volume I) Excellence and Equity in
386) tahun 2015 bidang matematika, Indonesia baru dapat menduduki peringkat Education. (2016). Diperoleh pada 8 September 2018, dari
http://www.oecd-ilibrary.org/deliver/
62 dari 70 negara. Terlepas dari peringkat Indonesia di internasional, dalam hasil 9789264266490en.pdf?itemId=/content/book/978926426
6490-en&mimeType=application/pdf.
PISA Matematika (OECD, 2016: 386) ditemukan bahwa presentase terbanyak
3
37,9% siswa masih berada di bawah level 1, artinya siswa masih belum mampu
menjawab pertanyaan yang informasi dan pertanyaannya diberikan dengan jelas,
yang mana soal PISA ini sendiri terfokus pada menganalisis, menalar, dan
mengomunikasikan matematika yang menekankan pada kemampuan keterampilan
dan kompetensi siswa yang diperoleh di sekolah dan digunakan pada kehidupan
sehari–hari (Agustyaningrum dan Widjajanti, 2013: 172). Sehingga dengan fakta
dalam PISA mengindikasikan masih kurangnya kemampuan–kemampuan
matematika tersebut. Prestasi belajar dalam PAMER UN pun merupakan hasil
dari proses belajar, jika proses pembelajaran dilakukan baik maka akan
menghasilkan output yang baik pula, dan demikian sebaliknya. Prestasi yang
kurang baik inilah yang mengindikasikan bahwa terdapat satu atau beberapa
kemampuan matematika yang belum tercapai. Dimungkinkan kemampuan
pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, dan atau
representasi matematika yang kurang.
Berdasarkan laporan hasil UN 2018, penulis juga menemukan bahwa nilai
rata–rata ujian nasional tahun 2018 mata pelajaran matematika di SMP Negeri 10
Surakarta adalah 65,10, nilai ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa juga
masih belum memenuhi Kriteria Kentuntasan Minimal yang telah ditetapkan
pihak sekolah yaitu 70. Sebagian besar siswa juga dianggap masih mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal–soal terkait hubungan antara sudut pusat dan
sudut keliling lingkaran, hal ini diketahui melalui daya serap siswa pada UN 2018
yang merupakan presentase pencapaian rendah di SMP Negeri 10 Surakarta.
Dengan kemampuan yang diuji “menghitung besar sudut keliling ADB, jika besar
sudut BOC diketahui” dengan presentasi siswa benar menjawab adalah 47,22%.
Submateri tersebut merupakan bagian dari materi lingkaran. Ketidakmampuan
siswa menyelesaikan soal pada materi lingkaran dapat disebabkan adanya
beberapa standar kemampuan matematika yang belum optimal, seperti yang telah
diungkapkan pada paragraf–paragraf sebelumnya.
Selanjutnya, berdasarkan pengamatan penulis di SMP Negeri 10 Surakarta
tanggal 29 Agustus 2018 di salah satu kelas VIII, penulis menemui keadaan
dimana siswa belum mampu memahami dan menerjemahkan apa yang dimaksud
4
belum menjawab tujuan dari soal, hal ini mengindikasikan pula bahwa siswa
belum memahami maksud soal atau belum melakukan langkah yang terstruktur
dalam menyelesaikan permasalahan. Juga siswa terkadang tidak menuliskan
jawaban dengan lengkap seperti menuliskan satuan, padahal hal ini penting karena
merupakan salah satu bahasa matematis. Berdasarkan beberapa uraian paragraf di
atas, kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa masih kurang memuaskan.
Shadiq (Agustyaningrum & Widjajanti, 2013: 172) mengungkapkan Commented [aa5]: CEK ULANG Ada di artikel di internet
Abu (2010: 375) pada siswa tingkatan 4 Menengah Atas (tingkatan pendidikan di
Malaysia) dengan meteri statistika, menyatakan bahwa model Problem Based
Learning menunjukkan efek positif terhadap keterampilan komunikasi matematis,
dengan pernyataan “many positive effects of PBL such as being a better problem
solver, showing effective verbal and written communication skills and being able
to work collaboratively are also shown in this study”.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk
aktif dalam proses pembelajaran, baik itu aktif pemikirannya maupun aktif
mengomunikasikannya. Dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah yang
digunakan adalah masalah dunia nyata (kehidupan sehari–hari) yang tentunya
siswa dapat memahami bahwasanya materi yang dipelajari memanglah
bermanfaat untuk kehidupannya. Model pembelajaran ini melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran serta dalam proses memahami makna pada
masalah sehingga dapat terjadi interaksi antar siswa dan interaksi antar siswa
dengan guru, akibatnya dapat menciptakan suasana yang menyenangkan.
7
salah satu pokok hal penting dalam komunikasi matematis tertulis. Pada dasarnya Commented [aa9]: ‼
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Ada kemungkinan bahwa rendahnya kemampuan matematis siswa
disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat,
kurang adanya kegiatan yang mengoptimalkan kegiatan oleh siswa. Terkait
dengan masalah ini, muncul pertanyaan apakah dengan mengganti model
pembelajaran maka kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa menjadi
lebih baik. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang membandingkan model
Problem Based Learning dan model pembelajaran langsung pada materi
lingkaran
2. Perbedaan kemandirian belajar matematika siswa memberikan pengaruh
terhadap kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa. Rendahnya
kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa mungkin disebabkan oleh
rendahnya kemandirian belajar matematika siswa. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian apakah tingkat kemandirian belajar matematika siswa
memengaruhi komunikasi belajar matematika siswa pada materi lingkaran.
3. Kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang rendah dimungkinkan
disebabkan oleh model pembelajaran yang tidak ditunjang oleh kemandirian
belajar matematika siswa yang baik selama proses pembelajaran, sehingga
perlu diteliti apakah benar terdapat hubungan bersama antara model
pembelajaran dengan kemandirian belajar matematika siswa terhadap
kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa.
11
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka peneliti membatasi masalah
penelitian pada hal–hal berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Problem Based Learning pada kelas eksperimen dan model pembelajaran
langsung pada kelas kontrol.
2. Keadaan siswa yang ditinjau peneliti adalah kemandirian belajar matematika.
Dalam hal ini kemandirian belajar matematika siswa akan dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu kemandirian belajar matematika tinggi, kemandirian belajar
matematika sedang, dan kemandirian belajar matematika rendah.
3. Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam penelitian ini dibatasi pada
kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Surakarta tahun pelajaran 2018/2019 pada materi lingkaran.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Manakah yang memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis yang
lebih baik antara siswa yang memperoleh model Problem Based Learning
atau siswa yang memperoleh model pembelajaran langsung pada materi
lingkaran?
2. Manakah yang memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis yang
lebih baik antara siswa yang memiliki kemandirian belajar matematika tinggi,
sedang, atau rendah pada materi lingkaran?
3. Pada masing–masing model pembelajaran, manakah yang memiliki
kemampuan komunikasi matematis tertulis yang lebih baik antara siswa yang
memiliki kemandirian belajar matematika tinggi, sedang, atau rendah pada
materi lingkaran?
4. Pada masing–masing kemandirian belajar matematika, manakah yang
memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis yang lebih baik antara
12
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui manakah yang memiliki kemampuan komunikasi
matematis tertulis yang lebih baik antara siswa yang memperoleh model
Problem Based Learning atau siswa yang memperoleh model pembelajaran
langsung pada materi lingkaran.
2. Untuk mengetahui manakah yang memiliki kemampuan komunikasi
matematis tertulis yang lebih baik antara siswa yang memiliki kemandirian
belajar matematika tinggi, sedang, atau rendah pada materi lingkaran.
3. Untuk mengetahui pada masing–masing model pembelajaran, manakah yang
memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis yang lebih baik antara
siswa yang memiliki kemandirian belajar matematika tinggi, sedang, atau
rendah pada materi lingkaran.
4. Untuk mengetahui pada masing–masing kemandirian belajar matematika,
manakah yang memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis yang
lebih baik antara siswa yang memperoleh model Problem Based Learning
atau model pembelajaran langsung pada materi lingkaran.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah teori
pembelajaran matematika yang berkaitan dengan model pembelajaran
langsung, model Problem Based Learning, kemandirian belajar matematika
siswa, serta pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi matematis tertulis
siswa.
13
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Sebagai bahan masukan, pembanding, dan referensi dalam
mengkaji masalah serupa maupun penelitian lebih lanjut dengan subjek
yang berbeda.
b. Bagi Guru
Apabila nantinya model Problem Based Learning dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa maka,
model ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran yang sesuai.
c. Bagi Siswa
Melalui model Problem Based Learning, diharapkan kemampuan
komunikasi matematis tertulis siswa meningkat sehingga secara langsung
dapat meningkatkan kemampuan matematika serta merta hasil belajar
siswa.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, N. I., Tarmizi, R. A., & Abu, R. (2010). The Effects of Problem Based
Learning on Mathematics Performance and Affective Attributes in
Learning Statistics at Form Four Secondary Level. Procedia Social and
Behavioral Sciences 8, 370–376.
Agustyaningrum, N. & Widjajanti, D. B. (2013). Pengaruh Pendekatan CTL
dengan Setting Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematis, Kepercayaan Diri, dan Prestasi
Belajar Matematika Siswa SMP. Pythagoras: Jurnal Pendidikan
Matematika, 8 (2), 171–180.
Sari, L. S. P. & Rahadi, M. (2014). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah
Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matrematika Mucharafa, 3 (3),
143–150.
Fahradina, N., Ansari, B. I., & Saiman. (2014). Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan
menggunakan Model Investigasi Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika,
1 (1), 54–64.
Hendriana, H. & Soemarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika.
Bandung: PT Refika Aditama.
Mendikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21
Tahun 2013. Commented [aa10]: Diperoleh pada 5 September 2018,
dari http://bsnp-indonesia.org/wp-content/uploads/2009/06/
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Permendikbud_Tahun2016_Nomor021_Lampiran.pdf
Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: The National
Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Ibadjournals. (2018). Aplikasi Hasil UN 2018: Pamer 18 Update Terbaru.
Diperoleh pada 14 Desember 2018, dari
https://ibadjournals.blogspot.com/2018/12/aplikasi-hasil-un-2018-pamer-
18-update.html.
OECD. (2016). PISA 2015 Results (Volume I) Excellence and Equity in
Education. Paris: OECD Publishing.
Qohar, A. & Sumarmo, U. (2013). Improving Mathematical Communication
Ability and Self Regulation Learning Of Yunior High Students by Using
Reciprocal Teaching. IndoMS. J.M.E, 4 (1), 59–74.
Rusman. (2014). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah. Edutech, 1 (2), 211–
230.
Sari, D. F. (2014). Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write dan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan ditinjau dari
15