Anda di halaman 1dari 24

2019

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

MELINDA PEBRIANTI

1801105057

1/1/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat, taufik, dan hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya secara sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat ketuntasan tugas mata kuliah landasan
pendidikan yang dibina oleh Ibu Nok Yeni Heryaningsih.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun, agar makalah yang kami buat ini dapat menjadi lebih baik
untuk kedepannya.

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional.................................................................. 3
B. Kelembagaan Pendidikan........................................................................................ 4
1. Jalur Pendidikan .................................................................................................. 4
2. Jenjang Pendidikan ............................................................................................. 5
C. Program dan Pengelolaan Pendidikan..................................................................... 7
1. Jenis Program Pendidikan ................................................................................... 7
D. Kurikulum Program Pendidikan ............................................................................. 9
a. Fungsi Kurikulum ............................................................................................. 11
b. Jenis Kurikulum ................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 20
B. Saran ..................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1, Pendidikan adalah


usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pada hakikatnya, pendidikan nasional merupakan suatu kekuatan (power).
Theodore Brameld (1965) menegaskan bahwa education is power, artinya bahwa
dengan pendidikan seseorang bisa menguasai dunia. Seiring dengan itu Francis
Bacon (Brameld, 1965) berpendapat bahwa “Knowledge is power”. Hal ini
diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW, yaitu: Barang siapa yang ingin
menghendaki dunia hendaknya menguasai ilmu, dan barang siapa yang ingin
menguasai dunia dan akhirat hendaknya menguasai ilmu. Dengan demikian
semakin yakin akan pentingnya pendidikan nasional dalam kehidupan bangsa dan
negara.
Menyadari akan posisi pendidikan nasional, maka visi pendidikan sebagaimana
yang tersurat dalam Penjelasan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat
dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah. Atas dasar visi tersebut diharapkan
pendidikan nasional dapat dijadikan suatu faktor yang sangat strategis dalam
membangun bangsa Indonesia di masa depan.

1
Terlepas dari persoalan yang ada di seputar praktik pendidikan nasional, bangsa
Indonesia berkepentingan menghadapi kompetisi global. Untuk itu, sistem
pendidikan nasional tetap menjadi tumpuan bangsa dan negara. Karena itulah perlu
diupayakan sebagai strategi menegakkan sistem pendidikan nasional menuju masa
depan Indonesia yang cerah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Sistem Pendidikan Nasional?


2. Apa saja kelembagaan pendidikan?
3. Bagaimana program dan pengelolaan dalam pendidikan?
4. Bagaimana sistem pendidikan nasional di Indonesia saat ini?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Sistem Pendidikan Nasional.


2. Untuk mengetahui apa saja kelembagaan dalam pendidikan.
3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai program dan pengelolaan
dalam pendidikan.
4. Untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan nasional di Indonesia
saat ini.

D. Manfaat

1. Memenuhi tugas mata kuliah landasan pendidikan.


2. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sistem pendidikan
nasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pendidikan Nasional

Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 2 yang dimaksud


dengan Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntunan
perubahan zaman.
Definisi Sistem Pendidikan, kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu
systema yang berarti cara atau strategi. Dalam bahasa Inggris yaitu system yang
berarti jaringan, susunan, cara. Sistem juga diartikan “suatu strategi atau cara
berpikir”.
Sedangkan kata pendidikan berasal dari kata Pedagogi yang berasal dari
bahasa Yunani yang jika dieja dua kata yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos
yang artinya membimbing. Dengan demikian, pendidikan dapat diartikan sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana
belajar agar para pelajar didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya
yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat. Sistem pendidikan adalah suatu
strategi atau cara yang akan dipakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif mengemukakan
gagasan atau ide-idenya dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya
untuk kehidupan bermasyarakat.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 3 yang dimaksud
Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Jadi, sistem pendidikan nasional adalah suatu sistem dalam suatu negara yang
mengatur pendidikan yang ada di negaranya yang bertujuan agar para pelajar dapat
secara aktif mengemukakan gagasan atau ide-idenya untuk mengembangkan

3
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. Kelembagaan Pendidikan

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada BAB VI membahas mengenai


jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

1. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.

b. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal dijelaskan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Pasal 26, bahwa Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara berstruktur dan berjenjang.
Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan nonformal berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan,
pengetahuan, dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.

4
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan
hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi,
bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.

c. Pendidikan Informal
Pendidikan Informal dijelaskan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Pasal 27. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pendidikan informal
diselenggarakan terutama dari keluarga. Keluarga merupakan tahapan pertama
yang dilalui seorang anak dalam mengarungi pendidikan, contohnya seperti
pengenalan Tuhan, budi pekerti, etika, sopan santun, dan moral . Hasil
pendidikan informal dapat diakui sama dengan pendidikan formal dan
pendidikan informal.

2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.

d. Pendidikan Anak Usia Dini


Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya

5
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/atau informal. Pada jalur pendidikan formal berbentuk
Taman Kanan-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat. Pada jalur nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman
Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pada jalur
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan
oleh lingkungan.

e. Pendidikan Dasar
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada BAB VI Pasal 17
menjelaskan mengenai Pendidikan Dasar. Pendidikan Dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

f. Pendidikan Menengah
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada BAB VI Pasal 18
menjelaskan mengenai Pendidikan Menengah. Pendidikan menengah
merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Atas
(SMA) atau Madrasah Aliyah (MA). Pendidikan menengah umum
dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar
lebih lanjut di perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Sedangkan
pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Pendidikan
menengah umum dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada

6
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia
industri/dunia usaha, dan ketenagakerjaan baik secara nasional, regional
maupun global.

g. Pendidikan Tinggi
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada BAB VI Pasal 19
menjelaskan mengenai Pendidikan Tinggi. Pendidikan tinggi merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

C. Program dan Pengelolaan Pendidikan

1. Jenis Program Pendidikan


Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu satuan pendidikan.

a. Pendidikan Umum
Pendidikan Umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang
mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas (SMA).

b. Pendidikan Kejuruan
Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan
pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah
Menengah Kejuruan ini memiliki berbagai macam spesialisasi keahlian
tertentu.

7
c. Pendidikan Akademik
Pendidikan Akademik merupakan pendidikan tinggi yang diarahkan terutama
pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni tertentu yang mencakup program pendidikan sarjana, magister,
dan doktor.

d. Pendidikan Profesi
Pendidikan Profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan
keahlian khusus. Lulusan pendidikan profesi akan mendapatkan gelar profesi.

e. Pendidikan Vokasi
Pendidikan Vokasi merupakan pendidikan tinggi yang menunjang pada
penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan Diploma
(diploma 1, diploma 2, diploma 3, dan diploma 4) yang serata dengan program
pendidikan akademik strata 1. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan
gelar vokasi.

f. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan Keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi
yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama
dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan keagamaan dijelaskan pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
pada BAB VI Pasal 30. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh
pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan
diniyah, pesantren, Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Ibtidaiyah (MI),
dan bentuk lain yang sejenis.

8
g. Pendidikan Khusus
Pendidikan Khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik yang berkebutuhan khusus atau peserta didik yang memiliki kecerdasan
luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah
biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).
Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 32 Ayat 1 bahwa
pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisika,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki kecerdasan bakat istimewa.

D. Kurikulum Program Pendidikan


Menurut Undang-Undang Dasar No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 19, Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pengembangan kurikulum dilakukan
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan:

a. peningkatan iman dan takwa;


b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan

9
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:

a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan;
j. muatan lokal.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan


relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah.

Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.

Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang


bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap
program studi.

10
a. Fungsi Kurikulum
a) Fungsi Penyesuaian
Memiliki arti sebagai kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri pada
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya, sebab lingkungan
bersifat dinamis atau berubah-ubah.
b) Fungsi Integrasi
Kurikulum di sini berarti bahwa kurikulum adalah alat pendidikan yang
dapat digunakan untuk menghasilkan individu-individu yang ulet dan
dapat terintegrasi dalam masyarakat.
c) Fungsi Diferensial
Di sini fungsi kurikulum adalah sebagai alat pelayanan terhadap berbagai
perbedaan yang dimiliki oleh para siswa.
d) Fungsi Persiapan
Fungsi kurikulum ini berarti bahwa kurikulum dapat menjadi alat
pendidikan yang dapat menyiapkan para siswa untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan selanjutnya dan menyiapkan mereka untuk terjun ke
masyarakat seandainya tidak melanjutkan pendidikannya.
e) Fungsi Pemilihan
Fungsi kurikulum ini dapat memberikan kesempatan bagi setiap siswa
untuk dapat disesuaikan dengan minat serta bakat mereka masing-masing.
f) Fungsi Diagnostik
Fungsi ini berarti bahwa kurikulum dapat menjadi alat untuk pendidikan
agar dapat mengarahkan dan memahami berbagai potensi serta
kekurangan yang dimiliki oleh setiap siswa.

11
b. Jenis Kurikulum
1) Kurikulum Nasional
Pada hakikatnya kurikulum berkembang secara dinamis dan evolusioner
seiring berputarnya waktu dan bergulirnya rentang kehidupan umat manusia
di muka bumi. Dalam sejarah perjalanan sejak kemerdekaan pada tahun
1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami sembilan kali
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam berbangsa dan bernegara. Perubahan Kurikulum Nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.

i. Masa Kemerdekaan
Pada masa ini kurikulum mengalami dua kali perubahan, yaitu pada tahun
1947 dan 1952. Kurikulum pertama pada awal kemerdekaan Republik
Indonesia dikenal dengan rencana pembelajaran (leer plan). Kurikulum ini
merupakan lanjutan dari kurikulum yang digunakan oleh Belanda karena
pada saat itu masih proses perjuangan merebut kemerdekaan, di mana
Belanda memformat pendidikan yang mengakomodasi kurikulum
berorientasi lokal. Kurikulum ini menekankan pada pembentukan karakter
manusia yang berdaulat.
Pada tahap selanjutnya pada tahun 1952 Kurikulum Nasional mengalami
penyempurnaan dari rencana pembelajaran menjadi Rencana
Pembelajaran Terurai. Ciri dari kurikulum ini adalah bahwa setiap rencana
pembelajaran dan isi pelajaran harus dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
ii. Masa Orde Lama
Pada tahun 1964, Pemerintah kembali menyempurnakan kurikulum di
Indonesia yang diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok

12
pikiran Kurikulum 1964 adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehinggga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karya, dan
moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmani.
Pada tahun 1968, Kurikulum 1964 kembali diperbaharui. Kurikulum 1968
ini lebih mewujudkan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD
1945 secara murni dan konsekuen.
iii. Masa Orde Baru
Pada masa orde baru, kurikulum mengalami tiga kali perubahan. Pertama,
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efisien
dan efektif. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Masa ini juga dikenal dengan
istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional
khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,
dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik dengan alasan guru dibuat
sibuk memenuhi rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
Kedua, kurikulum tahun 1984, dalam hal ini kurikulum diusung process
skill approach, di mana posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar,
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan semuanya dititikberatkan pada siswa. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA). Konsep CBSA mengalami banyak
penyimpangan dan pengurangan saat ditepkan secara nasional. Alhasil
banyak sekolah yang kurang mampu dalam menafsirkan CBSA.
Katiga, Kurikulum 1994. Kurikulum tersebut dirumuskan sebagai
penyempurnaan kurikulum sebelumnya dan bentuk penyesuaian dengan
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan

13
mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Hal ini bertujuan
untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerima materi
pelajaran lebih banyak.
iv. Masa Reformasi
Pada tahun 1999, Kurikulum 1994 dianggap terlalu sukar dan kurang
relevan degan tingkat perkembangan berpikir siswa dan kurang bermakna,
pelajaran yang disampaikan kurang berkaitan dengan aplikasi kehidupan
sehari-hari.
Pada masa selanjutnya, pada tahun 2004 diadakan penerapan kurikulum
baru yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK
ialah perangkat standar progrsm pendidikan yang dapat mengantarkan
siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan. KBK
tidak serta-merta ada pada kekuasaan pemerintah semata dalam penentuan
dan penggunaannya, melainkan masyarakat juga dilibatkan dalam proses
perancangannya ditambah dengan pemberian kepercayaan kepada guru
dalam perumusan kurikulum operasionalnya.
Dalam KBK ada empat kompetensi yang ingin dicapai dalam penerapan
kurikulum. Pertama kompetesni lulusan di mana keterampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan belajar pada suatu
jenjang tertentu. Kedua, kompetensi mata pelajaran rumusan kompetensi
siswa dalam bertindak dan berpikir setelah menyelesaikan mata pelajaran.
Ketiga, kompetensi rumpun mata pelajaran di mana siswa diharapkan
mempunyai keahlian dalam mengaitkan mata pelajaran satu dengan yang
lainnya. Keempat, kompetensi lintas kurikulum, yaitu kecakapan hidup
belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta
didik melalui pengalaman belajar.
Selanjutnya, pada tahun 2006 Kurikulum Nasional mengalami perubahan
kembali, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Ciri dari
kurikulum ini adalah di mana guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa

14
serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan Kerangka Dasar (KD),
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) setiap mata pelajaran
untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
Kurikulum KTSP sebagai lanjutan dari kurikulum sebelumnya, otonomi
kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan tetap diberlakukan,
sehingga dengan KTSP guru bener-benar digerakkan menjadi manusia
yang profesional dalam menjabarkan materi pelajaran, sarana dan
prasarana yang harus dimiliki oleh lembaga.
Kemudian, terjadi perbaharuan kurikulum dari kurikulum KTSP menjadi
kuriikulum 2013. Pada hakikatnya, kurikulum 2013 adalah kelanjutan dari
kurikulum berbasis kempetensi yang pernah digagas dalam Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terealisasikan
karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek
penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan
perilaku.

2) Kurikulum Muatan Lokal


Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, sosial budaya, dan
wajib dipelajari peserta didik di daerah itu. Dengan demikian, kedudukan
muatan lokal dalam kurikulum bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri,
tetapi mata pelajaran terpadu.
Muatan lokal diberikan secara terpadu dengan muatan inti atau nasional.
Dalam mata pelajaran tertentu, seperti kesenian, pendidikan olahraga dan
kesehatan, serta pendidikan keterampilan, muatan lokal dapat diberikan
sebagai bagian dari mata pelajaran itu dengan menggunakan waktu yang
telah disediakan bagi mata pelajaran yang bersangkutan.

15
3) Tujuan Kurikulum Muatan Lokal
Secara umum tujuan program pendidikan muatan lokal adalah
mempersiapkan murid agar mereka memiliki wawassan yang mantap
tentang lingkungannya serta sikap dan perilaku bersedia melestarikan dan
mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang
mendukung pembangunan setempat. Tujuan penerapan muatan lokal pada
dasarnya dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu tujuan langsung dan
tujuan tidak langsung. Tujuan langsung adalah tujuan dapat segera dicapai.
Sedangkan tujuan tidak langsung merupakan tujuan yang memerlukan
waktu relatif lama untuk mencapainya.
Tujuan langsung dari diajarkannya muatan lokal antara lain adalah bahan
pengajaran lebih mudah diserap oleh murid, sumber belajar di daerah dapat
lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, murid dapat menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan
masalah yang ditemukan di sekitarnya, murid lebih mengenal kondisi alam,
lingkungan sosial, dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.
Tujuan tak langsung adanya muatan lokal antara lain murid dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya, murid diharapkan dapat
menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya, murid menjadi akrab dengan
lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya
sendiri.

4) Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum Nasional


1. Fungsi Penyesuaian
Artinya sekolah berada dalam lingkungan masyarakat. Karena itu program-
program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan. Demikian pula
pribadi-pribadi yang ada dalam sekolah hidup dalam lingkungan, sehingga

16
perlu diupayakan agar pribadi dapat menyesuaikan diri dan akrab dengan
lingkungan.
2. Fungsi Integrasi
Artinya murid merupakan bagian integral dari masyarakat. Karena itu
muatan lokal harus berfungsi untuk mendidik pribadi-pribadi yang akan
memberikan sumbangan kepada masyarakat atau berfungsi untuk
membentuk dan mengintegrasikan pribadi kepada masyarakat.
3. Fungsi Perbedaan
Artinya adanya pengakuan atas perbedaan berarti pula memberi
kesempatan bagi pribadi untuk memilih apa yang diinginkannya. Karena
itu muatan lokal harus merupakan program pendidikan yang bersifat luwes,
yang dapat memberikan pelayanan terhadap perbedaan minat dan
kemampuan murid. Ini tidak berarti mendidik pribadi menjadi orang yang
individualistik tetapi muatan lokal harus dapat berfungsi mendorong
pribadi ke arah kemajuan sosialnya dalam masyarakat.

5) Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia Saat Ini


 Realita Sistem Pendidikan Nasional Dewasa ini

Mengingat luasnya cakupan sistem pendidikan nasional, pembahsan akan


lebih diarahkan kepada beberapa komponen, di antaranya:

1. Kemampuan, kesiapan dan komitmen peserta didik. Perubahan dan


dinamika sosial dan budaya terjadi dewasa ini berpengaruh secara
berarti terhadap kemampuan, kesiapan, dan komitmen peserta didik
dalam belajar. Kondisi ini belum sepenuhnya dijadikan landasan pijak
guru dalam mengembangkan program dan proses pendidikan dan
pembelajarannya, sehingga tidak bbisa dipungkiri bahwa kualitas
pendidikan belum sepenuhnya menggembirakan karena belum dapat
menjamin kepuasan stakeholders utamanya.
2. Kurikulum yang dijadikan acuna mengembangkan program pendidikan
nampaknya baru didasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan,

17
sebagaimana dinyatakan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No. 22 dan No.23. jika hanya dua standar ini yang dijadikan acuannya,
maka proses pendidikan belum dapat dijamin memiliki efektivitas yang
tinggi sebagaimana seharusnya.
3. Kualifikasi dan kompetensi guru masih under-qualifed. Jika mengacu
pada tuntutan undang-undang dan kualitas pendidikan yang diharapkan,
mayoritas kualifikasi dan kompetensi guru masih jauh dari yang
seharusnya.
4. Proses pembelajaran dan pendidikan yang ada cenderung masih di
bawah standar. Hal ini diperkuat bahwa proses pembelajaran dan
pendidikan cenderung hanya menuntut low level thinking skills,
misalnya lebih banyak menuntut hafalan. Dengan demikian proses
belajar lebih cenderung one-way traffic dan kurang melibatkan peserta
didik.
5. Ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan masih
terbatas dan belum tercukupi.

 Idealita Sistem Pendidikan Nasional

Sistem pendidikan nasiional sebaiknya dapat diwujudkan sebagaimana


dapat dirumuskan berikut ini:

1. Sistem pendidikan nasional yang digalakkan perlu ditekankan adanya


pembebasan dari diskriminasi perlakuan yang dilandasi oleh prinsip-
prinsip HAM, sehingga demokratisasi pendidikan dapat dijamin di
muka bumi Indonesia.
2. Kurikulum dalam praktik yang dibangun sebaiknya
mempertimbangkan beberapa aspek penting, tidak hanya bertumpu
pada standar-standar yang ada (standar isi dan standar kompetensi
lulusan), melainkan juga potensi dan kebutuhan peserta didik serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang.

18
3. Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan perlu terus diupayakan seiring dengan tuntutan guru,
dosen, dan pendidik lainnya sebagai tenaga profesi,
4. Proses pembelajaran dan pendidikan yang efektif hendaknya lebih
didorong untuk mengutaman berpikir kreatif daripada berpikir
konformis, menekankan cooperative learning daripada competitive
learning.
5. Standar sarana dan prasarana pendidikan untuk semua jenjang dan jenis
pendidikan perly segera dirumuskan yang selanjutnya perlu diupayakan
perwujudannya guna menunjang pencapaian pendidikan yang bermutu.

Lalu, bagaimana sistem pendidikan di Indonesia dapat menciptakan anak


bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup yang krisis
sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah
kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih
ditunjukkan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumber daya
alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan
sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Pada dasarnya sebuah sistem pendidikan dibuat untuk mempermudah


pendidikan itu sendiri. Tetapi, kenyataannya sekarang sistem yang ada saat
ini terkesan ada indikasi sedikit mempersulit keadaan. Indikasi itu muncul
bukan hanya karena sistem pendidikan yang ada pada saat ini tidak baik,
melainkan oknum-oknum yang menjalankan sistem tersebut yang
kualitasnya belum merata dan sama baiknya. Jadi, seharusnya sistem
pendidikan di Indonesia itu bersifat objektif dalam berbagai aspek (dalam
hal ini adalah sistem pendidikan di Indonesia). Kemudian setelah sistem itu
dibuat secara objektif, orang-orang yang menjalankan sistem itu haruslah
berkualitas, sehingga tercipta sebuah sistem yang berjalan dengan baik dan
kondisi yang baik pula.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pendidikan nasional adalah suatu sistem dalam suatu negara yang
mengatur pendidikan yang ada di negaranya agar dapat mencerdaskan kehidupan
bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum dalam masyarakat. Sistem
pendidikan nasional mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang.
Jenjang pendidikan diawali dari jenjang pendidikan dasar untuk memberikan
pembelajaran dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat dan berupa
prasyarat untuk mengikuti pendidikan menengah yang diselenggarakan di SLTA.
Pendidikan menengah berfungsi memperluas pendidikan dasar dan mempersiapkan
peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Melihat luasnya tujuan yang ingin dicapai, banyaknya komponen yang terlibat
serta terbatasnya sarana pendukung dalam proses pelaksanaan sistem pendidikan
nasional, realisasi sistem pendidikan nasional telah diletakkan sebagai titik acuan
dalam usaha melakukan perbaikan lebih lanjut.

B. Saran
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional terutama di Indonesia hendaknya
ditingkatkan kembali guna tercipta peserta didik yang berkualitas dan kompeten.
Selain itu, dianjurkan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
memajukan pendidikan di Indonesia. Kepada Pemerintah diharapkan agar dalam
pembuatan sistem pendidikan nasional ini hendaknya melibatkan pihak-pihak yang
ikut berpartisipasi dalam memajukan pendidikan nasional.

20
DAFTAR PUSTAKA

A.Siswanto. 2014. Sowing The Seed of Liberation: Sistem Pendidikan Nasional,


Tinjauan Kritis. https://asiswanto.net/?page_id=1694. Diakses pada tanggal 30
Oktober 2018.

Basari, Achmad. 2014. Penguatan Kurikulum Muatan Lokal Dalam Pembelajaran


di Sekolah Dasar. Jakarta.

Depdikbud. 1989. UU RI No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional beserta


Penjelasannya. Jakarta: Balai Pustaka.

Kemendiknas. 2012. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/jenis-program-
pendidikan.html?m=1/30 Oktober 2018.

http://www.rumahbangsa.net/2014/07/sistem-pendidikan-di-indonesia-saat-
ini.html?m=1/30 Oktober 2018.

https://www.academia.edu/9859470/Perkembangan_Kurikulum_Nasional_
dan_Muatan_Lokal, Upload by Adilla Putri. Diakses pada tanggal 30 Oktober
2018.

www.kompasiana.com/mudazila./552b200cf17e611f73d623e5/kurikulum-
nasional/31 Oktober 2018.

https://idtesis.com/kurikulum-nasional-dan-lokal/1 November 2018.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia/04 November 2018.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_2013/04 November 2018.

21

Anda mungkin juga menyukai