Anda di halaman 1dari 18

BIOKATALIS ATAU CO-KATALIS

Oleh
Siti Nurahima (1613140008)
Miftahul Jannah (1613142005)
Nurul Fadhillah Mutia (1613142007)
Rismah (1613140009)

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Biokatalis
atau Co-Katalis”. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki oleh kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada :
1. Dosen
2. Teman-teman
3. Semua orang yang terlibat
Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada
kami , baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah
ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya kami berharap
semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah
memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Makassar, November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB 1 . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................

B. Tujuan...................................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Biokatalis............................................................................................

B. Enzim sebagai Biokatalisator................................................................................

C. Pengertian Co-Katalisator.....................................................................................

D. Pengaplikasian Co-Katalisator..............................................................................

E. Kinetika dalam Reaksi Biokatalis.........................................................................

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN......................................................................................................

B.SARAN..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap makhluk hidup di bumi pasti tersusun atas sel-sel yang berperan aktif
dalam proses metabolisme. Dalam proses metabolisme ini tentunya membutuhkan
zat-zat seperti protein, karbohidrat, vitamin, dan bahan lainnya untuk membantu
proses metabolisme itu sendiri.
Suatu organisme hidup adalah rakitan menakjubkan dari reaksi kimia.
Masing-masing reaksi seolah berjalan sendiri tapi memberi sumbangan untuk
kehidupann organisme sebagai suatu kesatuan. Sel dalam tubuh tumbuhan mampu
mengatur lintasan – lintasan metabolik yang dikendalikannnya agar terjadi dan
dapat mengatur kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi suatu
katalisator dalam jumlah yang sesuai dan tepat pada saat dibutuhkan. Katalisator
inilah yang disebut dengan enzim.
Sebagai contoh proses metabolisme saat pembentukan urea yang nyatanya
membutuhkan suhu tinggi yang tidak mungkin manusia miliki.
Namun, karena adanya enzim yang merupakan katalisator biologis menyebabkan
reaksi-reaksi tersebut berjalan dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim
berperan dalam menurunkan energi aktivasi menjadi lebih rendah dari yang
semestinya dicapai dengan pemberian panas dari luar. Kerja enzim dengan cara
menurunkan energi aktivasi sama sekali tidak mengubah ΔG reaksi (selisih antara
energi bebas produk dan reaktan), sehingga dengan demikian kerja enzim tidak
berlawanan dengan Hukum Hess 1 mengenai kekekalan energi. Selain itu, enzim
menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia yang berlangsung
dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama beberapa minggu atau
bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi hanya dalam beberapa
detik di bawah pengaruh enzim di dalam tubuh.
Peran enzim sebagai biokatalisator sangat berpengaruh terhadap peristiwa-
peristiwa dalam tubuh. Hal ini karena enzim sebagai determinan yang menentukan
kecepatan berlangsungnya suatu peristiwa fisiologik, yang memainkan peranan
sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Sehingga, dalam keadaan-keadaan
tertentu kerja enzim akan mengalami perubahan. Dalam keadaan tubuh yang
kurang seimbang, atau tubuh yang kurang sehat, reaksi-reaksi yang terjadi di
dalam tubuh menjadi tidak seimbang. Hal ini disebabkan kerja enzim tidak
terkoordinasi dengan cermat. Sementara dalam keadaan sehat , semua proses
fisiologis akan berlangsung dengan baik serta teratur.
Enzim sendiri merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu
proses dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang.
sifat-sifat enzim pun sangat khas, salah satunya yaitu satu enzim hanya memiliki
satu substrat. Selain sifat, enzim juga memiliki klasifikasi, tata nama serta
spesifikasi tersendiri. Perananan enzim dalam tubuh manusia sangatlah besar.
Untuk itu, pemahaman selengkapnya tentang enzim akan dibahas dalam makalah
ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Biokatalis
2. Bagaimana Enzim sebagai Biokatalisator
3. Apa pengertian Co-Katalisator
4. Bagaimana pengaplikasian Co-Katalisator
5. Bagaimana Kinetika dalam Reaksi Biokatalis
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Biokatalis.
2. Untuk mengetahui bagaimana enzim sebagai Biokatalisator.
3. Untuk mengetahui pengertian Co-Katalisator.
4. Untuk mengetahui pengaplikasian Co-Katalisator.
5. Untuk mengetahui bagaimana Kinetika dalam Reaksi Biokatalis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Biokatalis (enzim)


Enzim atau fermen (dalam bahasa yunani, en = di dalam dan zyme = ragi)
adalah senyawa organik yang tersusun atas protein, dihasilkan oleh sel, dan
berperan sebagai biokatalisator dalam reaksi kimia. Enzim adalah biokatalisator
organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma, yang terdiri atas
protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein, berfungsi sebagai
senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi
kimia. Enzim sebagai biokatalis merupakan senyawa protein yang disintesiskan di
dalam sel dan ikut serta dalam reaksi-reaksi biokimia. Hampir semua enzim
merupakan protein.
Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.
Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut
sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul
yang berbeda, disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan
enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Dari hasil penelitian para ahli biokimia ternyata banyak enzim mempunyai
gugus bukan protein (kofaktor), jadi termasuk golongan protein majemuk. Enzim
semacam ini (holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan
protein (kofaktor). Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein, dan
merupakan bagian yang paling utama dari enzim. Kofaktor ada yang terikat kuat
pada protein (protestik), ada pula yang tidak begitu kuat
ikatannya (koenzim). Sebagai contoh enzim katalase terdiri atas protein dan
ferriprotorfirin. Ada juga enzim yang terdiri dari protein dan logam, misalnya
askorbat oksidase adalah protein yang mengikat tembaga.
B. Enzim sebagai Biokatalisator
1. Fungsi enzim
Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk suatu proses biokimia yang
terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi
108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada suatu reaksi tersebut dilakukan tanpa
katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping
mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.
Oleh karena itu, enzim mempunyai peranan yang sangat penting dalam
reaksi metabolisme. Peranan enzim dalam reaksi metabolisme adalah sebagai
Biokatalisator yaitu meningkatkan kecepatan reaksi kimia dengan menurunkan
energi aktivasinya tetapi tidak ikut bereaksi.
2. Cara kerja enzim
a. Kompleks enzim substrat
Telah dijelaskan bahwa suatu enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya
bekerja pada satu reaksi saja. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat
harus ada hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat. Oleh karena itu
tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara
substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat
atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat
dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila
bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila
substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung
pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi
terhadap substrat. Ini adalah penjelasan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan
terhadap substrat tertentu.
Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya
kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang
bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah
terjadi.
1) Lock and key (gembok dan kunci)
Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan
enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif
(active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat
berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai
gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks
enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali
pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok. Jika enzim
mengalami denaturasi (rusak) karena panas, maka bentuk sisi aktif berubah
sehingga substrat tidak sesuai lagi.
2) Teori Kecocokan Induksi (Daniel Koshland)
Menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat
berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian
rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling
melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel.
b. Persamaaan Michaelis – Menten
Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan hipotesis
bahwa dalam reaksi enzim terjadi dahulu kompleks enzim-substrat yang kemudian
menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali. Secara sederhana hipotesis
Michaelis dan Menten berkesimpulan bahwa kecepatan reaksi tergantung pada
konsentrasi kompleks enzim-substrat [ES], sebab apabila tergantung pada
konsentrasi substrat [S], maka penambahan konsentrasi substrat akan
menghasilkan pertambahan kecepatan reaksi yang apabila digambarkan akan
merupakan garis lurus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi enzim
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu:
1) Konsentrasi enzim, pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
2) Konsentrasi Substrat, hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan
kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi
kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Dengan
demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini
menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi
substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh
dengan substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrat
tidak menyebabkan bertambah besarnya kosentrasi kompleks substrat, sehingga
jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar.
3) Suhu, pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Di samping itu, karena enzim
adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi, sehingga bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian
konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun
menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan
kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat terjadinya denaturasi akan
mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh yang berlawanan,
maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu
proses reaksi yang menggunakan enzim tersebut.
4) pH, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungan. Enzim dapat berbentuk
ion positif, ion negative atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian
perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektifitas bagian aktif
enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Tinggi rendahnya pH juga
dapat menyebabkan denaturasi yang dapat menurunkan aktifitas enzim, sehingga
diperlukan suatu pH optimum yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi enzim
yang paling tinggi.
5) Produk/hasil reaksi (dapat menghambat enzim)
6) Zat penggiat (aktivator), misalnya logam alkali, logam alkali tanah, Mn, Mg, dan
Cl.
7) Zat penghambat (Inhibitor), yaitu molekul atau ion yang dapat menghambat
reaksi pembentukan kompleks enzim-substrat. Hambatan yang dilakukan oleh
inhibitor dapat berupa hambatan tidak revesibel atau hambatan revesibel.
a) Hambatan Revesibel
Hambatan revesibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak
bersaing.
- Hambatan bersaing.
Hambatan bersaing disebabkan karena ada molekul mirip dengan substrat,
yang dapat pula membentuk kompleks, yaitu kompleks enzim inhibitor (EI)
pembentukan kompleks ES, yaitu melalui penggabungan inhibitor dengan enzim
pada bagian aktif enzim. Dengan demikian terjadi persaingan antara inhibitor
dengan substrat terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi sebagai berikut :
E + S -------------- ES
E + I --------------- EI
Inhibitor yang menyebabkan hambatan bersaing disebut inhibitor bersaing.
Inhibitor ini menghalangi terbentuknya kompleks ES dengan cara membentuk
kompleks EI dan tidak dapat membentuk hasil reaksi ( P).
E + S -------------- ES ------------ E + P (membentuk hasil reaksi)
E + I -------------- EI ------------ ( tidak terbentuk hasil reaksi)
Dengan demikian adanya inhibitor bersaing dapat mengurangi peluang
bagi terbentuknya kompleks ES dan hal ini menyebabkan berkurangnya kecepatan
reaksi.
- Hambatan tak bersaing
Hambatan tidak bersaing ( non competitive inhibition ) tidak di pengaruhi
oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya (inhibitor
tidak bersaing). Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim di luar
bagian aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim ini terjadi pada enzim
bebas, atau pada enzim yang telah mengikat substrat yaitu kompleks enzim
substrat.
E + I ----------- EI
ES + I ------------ ESI
b) Hambatan tidak reversibel
Hambatan tidak reversibel ini dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak
reversibel dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan
berubahnya bentuk enzim. Dengan demikian mengurangi aktivitas katalik enzim
tersebut. Reaksi ini berlangsung tidak reversibel sehingga menghasilkan produk
reaksi dengan sempurna.
8) Hambatan Alosterik
Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik dinamakan hambatan alosterik,
sedangkan inhibitor yang menghambat dinamakan inhibitor alosterik. Bentuk
molekul inhibitor alosterik berkaitan dengan enzim pada tempat diluar bagian
aktif enzim. Dengan demikian, hambatan ini tidak akan dapat diatasi dengan
penambahan sejumlah besar substrat. Terbentuknya ikatan antara enzim dengan
inhibitor mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami
perubahan bentuk. Akibatnya ialah penggabungan substrat pada bagian aktif
enzim terhambat.
- Inhibitor/penghambat kompetitif, produk (sebagai zat inhibitor) berkompetisi
dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Dapat diatasi dengan
menambahkan konsentrasi substrat.
- Inhibitor/penghambat alosterik (non-kompetitif), produk (sebagai zat inhibitor)
berikatan pada bagian enzim selain sisi aktif enzim yang disebut sisi alosterik dan
menyebabkan sisi aktif berubah sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan
enzim.
C. Pengertian Co-Katalisator
Co-katalis merupakan zat yang digunakan untuk mempercepat reaksi yang
terjadi dan Co-Katalis dalam biokimia (koenzim) adalah kofaktor berupa molekul
organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke
enzim lainnya. Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina
trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion hidrida (H–) yang dibawa
oleh NAD atau NADP+, gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A, formil,
metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat, dan gugus metil yang
dibawa oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina,
dan asam folat adalah vitamin.
Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat
dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder.
Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH.
Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam
sel. Contohnya, NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-
adenosilmetionina melalui metionina adenosiltransferase.
D. Pengaplikasian Co-Katalis
 Diantara banyak oksida logam transisi, katalis kobalt oksida telah terbukti
memiliki kinerja katalitik yang baik pada beberapa reaksi diantaranya reaksi
oksidasi hidrokarbon-brominasi (Mei dkk., 2016), dekomposisi N2O (Sui,
dkk., 2017), epoksidasi alkena (Li, dkk., 2017) dan eliminasi formaldehid (Lu,
dkk., 2017). Namun, aktivitas katalitik, selektifitas produk, dan stabilitas
katalis kobalt oksida perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Pada katalis heterogen, luas permukaan mempengaruhi kinerja katalis. Tetapi
sisi aktif katalis merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan
luas permukaan. Cara mudah untuk memperbanyak jumlah sisi aktif katalis
pada permukaan yang luas adalah dengan mendispersikan sisi aktif katalis
pada material pendukung melalui Metode Impregnasi.
 CuO/ZnO/Al2O3 adalah katalis oksida logam kompleks yang dipakai pada
reaksi hidrogenasi CO2 menjadi metanol. Pembuatan, karakterisasi, uji
aktivitas dan selektivitas katalis telah dilakukan oleh banyak peneliti. Metode
preparasi yang menghasilkan katalis CuO/ZnO/Al2O3 dengan karakter yang
baik adalah metode kopresipitasi [1]. Untuk katalis multi komponen, metode
ini dapat menghasilkan campuran yang sempurna dan ukuran partikel katalis
yang lebih kecil sehingga mampu memberikan dispersi inti aktif yang tinggi
guna menunjang aktivitas katalis[2].
Metode yang telah dipergunakan untuk karakterisasi katalis CuO/ZnO/Al2O3
adalah: BET (Brunauer Emmet Teller), FTIR (Fourier Transform Infra Red),
SEM (Scanning Electron Microscopy), dan penentuan disperse inti aktif.
 Katalis Asam-Basa
Katalis asam-basa sangat berperan dalam perkembangan kinetika kimia.
Awal penelitian kinetika reaksi yang dikatalisis dengan suatu asam atau basa
bersamaan dengan perkembangan teori dissosiasi elektrolit, dimana Ostwald dan
Arrhenius membuktikan bahwa kemampuan suatu asam untuk mengkatalisis
reaksi tersebut adalah tidak bergantung pada sifat asal anion tetapi lebih
mendekati dengan sifat konduktivitas listriknya. Penelitian lain yang
menggunakan katalis asam basa antara lain Kirrchoff yang meneliti hidrolisis pati
oleh pengaruh asam encer, Thenard yang meneliti dekomposisin hidrogen
peroksida oleh pengaruh basa dan Wilhelmy yang meneliti tentang inversi tebu
yang dikatalisis dengan asam.
 Katalis Ziegler-Natta
Katalis Ziegler-Natta ditemukaan poleh Ziegler pada tahun 1953 yang
digunakan untuk polimerisasi etana, yang selanjutnya pada tahun 1955 Natta
menggunakan katalis tersebut untuk polimerisasi propena dan monomer jenuh
lainnya. Katalis Ziegler-Natta dapat dibuat dengan mencampurkan alkil atau aril
dari unsur golongan 11-13 pada susunan berkala, dengan halida sebagai unsur
transisi.Saat ini katalis Ziegler-Natta digunakan untuk produksi masal polietilen
dan polipropilen.
Katalis Friedle-Crafts
Pada tahun 1877 Charles Friedel dan James M.Crafts mreakukan
penelitian tentang pembuatan senyawa amil iodida dengan mereaksikan amil
klorida dengan aluminium dan yodium yang ternyata menghasilkan hidrokarbon.
Selanjutnya mereka menemukan bahwa pemakaian aluminium klorida dapat
menggantikan alumunium untuk menghasilkan hidrokarbon. Dengan demikian
Friedel dan Crafts merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa
keberadaan logam klorida sangat penting sebagai reaktan atau katalis. Hingga saat
ini penerapan kimia Friedel-Crafts sangat luas terutama di industri kimia.
 Katalis dalam Reaksi Metatesis
Pada tahun 1970 Yves Chauvin dari Institut Francais du Petrole dan Jean-
Louis Herrison menemukan katalis logam karbena (logam yang dapat berikatan
ganda dengan atom karbon membentuk senyawa), atau dikenal juga dengan istilah
metal alkilidena. Melalui senyawa logam karbena ini, Chauvin berhasil
menjelaskan bagaimana susunan logam berfungsi sebagai katalis dalam suatu
reaksi dan bagaimana mekanisme reaksi metatesis. Metatesis dapat diartikan
sebagai pertukaran posisi atom dari dua zat yang berbeda. Contohnya pada reaksi
AB + CD -> AC + BD, B bertukar posisi dengan C.
 Katalis Grubbs
Perkembangan penemuan Chauvin dan Schrock terjadi tahun 1992 ketika
Robert Grubbs dan rekannya Grubbs berhasil menemukan katalis metatesis yang
efektif, mudah disintesis, dan dapat diaplikasikan di laboratorium secara baik.
Mereka menemukan tentang logam rutenium tantalum, tungsten, dan
molybdenum (komplek alkilidena) sebagai logam yang paling cocok sebagai
katalis. Katalis menjadi standar pembanding untuk katalis yang lain. Penemuan
katalis Grubbs secara tidak langsung menambah peluang kemungkinan sintesis
organik di masa depan.
 Reaksi Autokatalisis
Fenomena autokatalisis terjadi karena adanya pengaruh produk
mengkatalisis reaksi. Sebagai contoh reaksi A P, laju reaksi dapat
dinyatakan sebagai :
v = k [A] [P]
sehingga laju reaksi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi produk
(Fatimah, 2013: 83).
E. Kinetika dalam reaksi Biokatalis
Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E)
mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P). Kinetika enzim
menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya
menjadi produk. Pada tahun 1902, Victor Henri mengajukan suatu teori kinetika
enzim yang kuantitatif, namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian
pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah
Peter Lauritz Sorensen menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan
konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909, kimiawan Jerman Leonor
Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada,
Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi
persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama “Kinetika Henri-
Michaelis-Menten” (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika Michaelis-
Menten). Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G.E. Briggs
dan J.B.S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih
digunakan secara meluas sampai sekarang .
Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang
reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim
secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-
kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi
reaksi kimia dan melepaskan produk.
Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi
per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh
enzim orotidina 5-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun
untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut
ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi
bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang
tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan
aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung
meningkatkan aktivitasnya.
Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik,
konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau
menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping.
Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat,
semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks substrat-enzim ES.
Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan
dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim
yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah
substrat yang diperlukan untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah
penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km), yang
merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai
setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-
beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan
substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang
merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per
detik.
Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hokum aksi massa, yang
diturunkan berdasarkan asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong
secara termodinamik. Namun, banyak proses-proses biokimia dan selular yang
menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan makromolekuler
(macromolecular crowding), perpisahan fase enzim/ substrat/ produk, dan
pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi. Pada situasi seperti ini, kinetika
Michaelis-Menten fractal dapat diterapkan.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
- Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di
dalam protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang
berikatan dengan protein, berfungsi sebagai senyawa yang mempercepat
proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia.
- Secara umum enzim berfungsi sebagai katalis dan memiliki peranan penting
dalam reaksi metabolisme, yaitu sebagai biokatalisator dan modulator. Untuk
dapat bekerja pada suatu zat atau substrat harus ada hubungan atau kontak
antara enzim dengan substrat (kompleks enzim-substrat).
- Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor
gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya.

2. Saran
Dalam pembuatan makalah, membutuhkan bahan yang cukup banyak
sehingga cukup sulit untuk memahami materi sebagai bahan makalah. Dan dengan
mempelajari makalah yang singkat ini diharapkan kita dapat mengetahui apa itu
enzim.
DAFTAR PUSTAKA

A’Yuni, Qurrota. 2017. Desain Dan Karakteristik Permukaan Kobalt Oksida Pada
Pendukung Katalis. Journal of Research and Technology. Vol. 3 No. 1

Fatimah, Is. 2013. Kinetika Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nasikin, M., Agustina Eliyanti dan David Arto. 2004. Karakterisasi Katalis
CuO/ZnO/Al2O3 Dengan Temperature Programmed Desorption (TPD).
Jurnal Teknologi. ISSN 0215-1685.

Syam, Burhanuddin dan Hendri Widiyandari. 2014. Sintesis film Tungsten Oksida
(Wo3) dengan penambahan metal Co-katalis Besi (Fe) dan aplikasinya
pada peningkatan aktivitas Fotokatalitik degradasi zat warna methylene
Blue Menggunakan cahaya matahari. Younster Physics Journal. Vol 2 no
1

Anda mungkin juga menyukai