Anda di halaman 1dari 132

KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN

UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT)


PADA MANGGA GEDONG GINCU

OLEH
ELPODESY MARLISA
F051050041

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Kajian


Disinfestasi Lalat Buah Dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat
Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu” adalah benar merupakan hasil karya
saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Desember 2007

ELPODESY MARLISA
F051050041
RINGKASAN

ELPODESY MARLISA. Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap


Panas (vapor heat treatment) pada Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh:
ROKHANI HASBULLAH dan DADANG.

Mangga gedong gincu merupakan salah satu jenis buah andalan ekspor
Indonesia. Salah satu kendala ekspor yang dihadapi diantaranya tingginya
serangan hama/lalat buah sehingga mengakibatkan banyak buah tidak lolos
dalam proses karantina. Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan
diantaranya adalah perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan
perlakuan panas. Keefektifan metode perlakuan dingin dalam mengendalikan
hama pascapanen tergantung pada rendahnya suhu yang digunakan dan
lamanya waktu aplikasi. Metode ini menjadi kurang efektif karena beberapa buah
tidak tahan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama. Metode
iradiasi hingga saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor
keamanannya masih diragukan. Sementara metode fumigasi (seperti
menggunakan etilen bromida) yang telah diterapkan secara luas di seluruh dunia,
diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi kesehatan manusia, selain itu
juga merusak lapisan ozon. Oleh karena itu metode perlakuan panas menjadi
afternatif utama untuk proses disinfestasi. Beberapa perlakuan panas yang biasa
digunakan antara lain dengan menggunakan air panas (hot water treatment,
HWT), uap panas (vapor heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air
treatment, HAT) (Lurie, 1998).
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mempelajari proses
disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan tingkat mortalitas
fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan yang berbeda
dan mengamati daur hidup lalat buah (Bactrocera dorsalis); (2) mengkaji
pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu buah mangga gedong
gincu dan (3) menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap
panas pada mangga gedong gincu.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2007 di Laboratorium
AP4, TPPHP, dan LBP, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bahan utama yang
digunakan adalah mangga gedong gincu dan telur lalat buah (B. dorsalis).
Mangga diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon, Jawa Barat dan telur
lalat buah diperoleh dari pembiakan di laboratorium. Peralatan yang digunakan
adalah VHT chamber, hybrid recorder, chromameter Minolta CR-200, rheometer
model CR-300, gas analyzer Shimadzu, refraktometer, kurungan kayu dan lain-
lain. Penelitian tahap pertama adalah mengetahui tingkat mortalitas telur lalat
buah, dengan merendam telur lalat buah pada air panas bersuhu 40, 43, 46 dan
49 oC selama 30 menit dan pada suhu 46 oC selama 5, 10, 15, 20, 25 dan 30
menit. Penelitian tahap kedua adalah mempelajari pengaruh VHT dan pelilinan
terhadap mutu mangga gedong gincu. Tahap ini meliputi penentuan waktu
kondisioning, yakni waktu yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai
46,5 oC. VHT diaplikasikan selama 10, 20 dan 30 menit dan kontrol kemudian
dilakukan pelilinan dengan lilin lebah dengan konsentrasi 6%. Pengamatan
perubahan mutu setelah VHT dan pelilinan dilakukan setiap 4 hari sekali selama
28 hari masa simpan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas lalat buah B. dorsalis
mencapai 100% pada pemanasan selama 30 menit untuk suhu diatas 43 oC,
sedangkan pada suhu 46 oC tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit.
Selama masa simpan laju konsumsi O2 mengalami peningkatan pada masa
klimakterik (hari ke-6 dan 7). Laju konsumsi O2 terbesar adalah 63,7 ml
O2/kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O2/kg.jam (VHT 10 menit
dengan pelilinan). Susut bobot mengalami peningkatan selama masa simpan,
pada hari simpan terakhir susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan)
dan 27,8% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Sementara kekerasan mangga
gedong selama penyimpanan mengalami penurunan, nilai kekerasan tertinggi
pada akhir masa simpan adalah 0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46
kg/mm (VHT 20 menit tanpa pelilinan). Warna mangga gedong mengalami
perubahan dari hijau ke kuning, ini menandai terjadinya proses pematangan.
Kadar air dan nilai total padatan terlarut mengalami perubahan yang fluktuatif
selama penyimpanan. Vitamin C mengalami peningkatan selama penyimpanan.
Pada hari simpan ke-24, kandungan vitamin C tertinggi adalah adalah 36,03
mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 33,40 mg/100g (VHT 10 menit
tanpa pelilinan). Proses VHT pada mangga gedong gincu memberikan pengaruh
yang berbeda nyata pada laju respirasi, dan total populasi cendawan dan tidak
berpengaruh nyata pada susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut,
kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik. Pemberian lilin memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot dan total
populasi cendawan dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai
kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji
organoleptik. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, penurunan
kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air dan total populasi
cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna, vitamin C serta hasil uji
organoleptik.
Perlakuan VHT selama 20-30 menit pada suhu 46,5 oC cukup efektif
dalam membunuh telur lalat buah yang terinfestasi di dalam mangga dan apabila
diikuti dengan pelilinan mampu mempertahankan mutu mangga gedong gincu
selama 28 hari penyimpanan. Namun demikian perlu diteliti pengkombinasian
perlakuan VHT dengan perlakuan yang dapat menghambat serangan penyakit
mangga selama penyimpanan seperti penggunaan asap cair atau bahan kimia
alami lainnya yang diijinkan. Sementara untuk memperpanjang masa simpan
buah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti penggunaan penyerap etilen,
pengemasan dengan atmosfer termodifikasi (MAP) atau penyimpanan atmosfer
terkontrol (CAS)
ABSTRACT

ELPODESY MARLISA. Study on The Fruit Fly Disinfestation using Vapor Heat
Treatment on Gedong Gincu Mango. Under supervisors of ROKHANI
HASBULLAH and DADANG.

Export of Indonesian fruits is constrained by very tight quarantine


regulations. Fruits are attacked by Tephritidae fruit flies such as Bactrocera
dorsalis. To be accepted by importing market, fruits must be treated to kill fruit fly
eggs inside the fruit. Since the prohibition of chemical method for insect
disinfestation processes such as ethylene dibromide in 1984, heat treatment
method was developed as quarantine technology. One of the heat treatment
methods is vapor heat treatment (VHT). The objectives of this research were to
study mortality of fruit fly (Bactrocera dorsalis) and to study the responses of VHT
on quality of gedong gincu mango. Fruit fly mortality due to heat has been
investigated by immersing fruit fly eggs into heated water at temperatures 40, 43,
46 and 49 oC for 30 minutes and then at temperature 46 oC for 5, 10, 15, 20, 25
and 30 minutes. Gedong gincu mangoes were treated at temperature 46.5oC for
10, 20, 30 minutes and control then followed by waxing treatment. The results
showed that mortality has been achieved 100% at temperature more than 43 oC
for 30 minutes and at temperature 46 oC for more than 10 minutes. The results
show that VHT has significantly influenced the fruit respiration rates and fungi
population although without adversely affecting to the fruit quality and there were
no significant change in the fruit weight loss, hardness, color, soluble solid
content, water content, vitamin C and organoleptic test. VHT at temperature 46.5
o
C for 20 up to 30 minutes were effective to kill fruit flies inside mangoes and
VHT combined by waxing treatment were able to maintaining mango quality
during storage.

Keywords: fruit fly, disinfestation, vapor heat treatment, mango


© Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KAJIAN DISINFESTASI LALAT BUAH DENGAN PERLAKUAN
UAP PANAS (VAPOR HEAT TREATMENT)
PADA MANGGA GEDONG GINCU

Oleh
ELPODESY MARLISA

TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Tesis : Kajian Disinfestasi Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas
(Vapor Heat Treatment) Pada Mangga Gedong Gincu
Nama : Elpodesy Marlisa
NRP : F051050041

Disetujui
Komisi Pembimbing:

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah. M.Si Dr. Ir. Dadang, M.Sc


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Pascapanen,

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal ujian: 19 Desember 2007 Tanggal Lulus: 18 Januari 2008


PRAKATA

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rezki,
nikmat, kesempatan serta karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan baik.

Segala hambatan teknis maupun non teknis yang dihadapi pada masa
penelitian dan penyusunan tesis ini telah menjadi pengalaman dan merupakan
pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Oleh karena itu ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M. Si dan Dr. Ir. Dadang, M. Sc sebagai komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan, koreksi dan masukan mulai
dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian serta penyusunan tesis
ini.
2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro EN, M. Agr, yang telah bersedia menjadi penguji luar
komisi dan memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini.
3. Dr. Ir. I Wayang Budiastra, M. Agr, selaku ketua program studi Teknologi
Pascapanen, seluruh staf pengajar di program studi Teknologi Pascapanen,
yang telah mengajar dan mendidik penulis selama masa perkuliahan. Selain
itu rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi yang telah
membantu penulis selama masa penelitian.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada
Papa dan Mama, atas segala pengorbanan mereka hingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang master ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena
itu saran dan masukan sangat diharapkan. Namun demikian penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Desember 2007

ELPODESY MARLISA
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Desember 1981


sebagai anak sulung dari pasangan Drs. Mardias Ibrahim dan
Dra. Lismar Mahmud.

Tahun 2000 penulis menamatkan SMAN I Lubuk Basung dan


pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
ke program pascasarjana IPB pada tahun 2005 di Program Studi Teknologi
Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian.
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i


DAFTAR TABEL............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v
I. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4
A. Botani Tanaman Mangga ............................................................... 4
B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu .................................... 5
C. Respirasi ...................................................................................... 7
D. Penanganan Pascapanen Mangga................................................ 9
E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga ..................................... 20
F. Perlakuan Karantina ....................................................................... 23
G. Vapor Heat Treatment ................................................................... 29
III. METODE PENELITIAN............................................................................. 33
A. Waktu dan Tempat ......................................................................... 33
B. Bahan ............................................................................................. 33
C. Metode ........................................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 45
A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly ....................................................... 45
B. Mortalitas Lalat Buah...................................................................... 48
C. Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan Terhadap Mutu Buah .. 50
D. Uji Verifikasi dan Proses Disinfestasi Lalat Buah yang Optimum . 70
V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 75
A. Simpulan ....................................................................................... 75
B. Saran ............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77
LAMPIRAN ................................................................................................... 86

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan


mangga arumanis .......................................................................... 6
Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga ............ 7
Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g........................... 7
Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga.............................. 10
Tabel 5. Syarat mutu mangga ..................................................................... 12
Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong gincu untuk ekspor .......................... 12
Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan .................... 13
Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk
buah-buahan................................................................................... 17
Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu
pematangan.................................................................................... 18
Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah .......................... 25
Tabel 11. Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga
yang akan diekspor ke Jepang ...................................................... 31
Tabel 12. Hasil pengujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly pada
berbagai suhu selama 30 menit...................................................... 48
Tabel 13. Hasil pegujian mortalitas telur lalat buah oriental fruit fly
pada suhu 46 oC dengan berbagai lama perlakuan........................ 49
Tabel 14. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari
penyimpanan ke-0 .......................................................................... 66
Tabel 15. Total populasi cendawan pada mangga gedong gincu di hari
penyimpanan ke-12 ........................................................................ 67
Tabel 16. Optimalisasi VHT dan pelilinan terhadap parameter mutu mangga
gedong gincu .................................................................................. 72

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mangga gedong gincu .............................................................. 5


Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor............. 9
Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis) ......................................... 20
Gambar 4. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak
untuk proses karantina produk hortikultura................................. 32
Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah ................................. 34
Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah .................................................... 35
Gambar 7. Diagram alir pengujian mortalitas .............................................. 37
Gambar 8. Proses uji mortalitas .................................................................. 37
Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning .................................................. 38
Gambar 10. Diagram alir VHT ............................................................... 40
Gambar 11. Proses VHT pada mangga ....................................................... 41
Gambar 12. Munsell color chart ................................................................. 44
Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly.......................................................... 47
Gambar 14. Perkembangan suhu hasil pengukuran selama proses VHT .... 50
Gambar 15. Sebaran suhu hasil ukur dan hasil duga selama proses VHT ... 51
Gambar 16. Laju konsumsi O2 selama penyimpanan .................................... 52
Gambar 17. Laju konsumsi O2 mangga gedong pada hari ke-15 ................. 53
Gambar 18. Laju produksi CO2 selama penyimpanan .................................. 54
Gambar 19. Laju konsumsi CO2 mangga gedong pada hari ke-14 ............... 55
Gambar 20. Peningkatan susut bobot mangga selama penyimpanan .......... 55
Gambar 21. Nilai susut bobot manga gedong pada hari ke-24. .................... 56
Gambar 22. Penurunan kekerasan mangga selama penyimpanan .............. 57
Gambar 23. Nilai kekerasan mangga gedong pada hari ke-24 ..................... 58
Gambar 24. Perubahan warna (nilai a) selama penyimpanan ...................... 59
Gambar 25. Perubahan warna (nilai b) selama penyimpanan ...................... 60
Gambar 26. Warna mangga hari simpan ke-0 pada Munsell chart ............... 60
Gambar 27. Warna mangga hari simpan ke-12 pada Munsell chart ............. 60
Gambar 28. Perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan ............ 62
Gambar 29. Total padatan terlarut pada hari ke-20 ...................................... 62
Gambar 30. Perubahan kadar air selama penyimpanan ............................... 64
Gambar 31. Kadar air mangga gedong hari ke-20 ........................................ 64
Gambar 32. Peningkatan kandungan vitamin C selama peyimpanan ........... 65

iii
Gambar 33. Penyakit antraknosa (A) dan stem end rot (B) .......................... 68
Gambar 34. Identifikasi cendawan pada hari simpan ke-12 .......................... 69
Gambar 35. Skor uji organoleptik pada hari ke-12 ........................................ 70
Gambar 36. Hasil uji verifikasi ....................................................................... 71
Gambar 37. Kondisi mangga pada hari penyimpanan ke-16 ......................... 74
Gambar 38. Kondisi mangga pada hari penyimpanan ke-24 ......................... 74

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-8... 86


Lampiran 2. Kondisi mangga gedong gincu pada hari peyimpanan ke-12 .. 86
Lampiran 3. Penetrasi panas selama proses VHT pada mangga
gedong gincu ............................................................................ 87
Lampiran 4. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada berbagai
suhu selama 30 menit............................................................... 90
Lampiran 5. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada suhu 46 oC
dengan beberapa lama perlakuan ............................................ 91
Lampiran 6. Hasil running SAS untuk model matematika logistik ................ 92
Lampiran 7. Sidik ragam laju konsumsi O2 mangga gedong gincu
selama penyimpanan................................................................ 93
Lampiran 8. Sidik ragam laju produksi CO2 mangga gedong gincu
selama penyimpanan................................................................ 96
Lampiran 9. Sidik ragam peningkatan susut bobot mangga gedong
gincu selama penyimpanan ..................................................... 99
Lampiran 10. Sidik ragam penurunan kekerasan mangga gedong gincu
selama penyimpanan................................................................ 100
Lampiran 11. Sidik ragam perubahan warna (a) mangga gedong gincu
selama penyimpanan................................................................ 102
Lampiran 12. Sidik ragam perubahan warna (b) mangga gedong gincu
selama penyimpanan ............................................................... 104
Lampiran 13. Sidik ragam perubahan total padatan terlarut mangga
gedong gincu selama penyimpanan ........................................ 106
Lampiran 14. Sidik ragam perubahan kadar air mangga gedong gincu
selama penyimpanan................................................................ 108
Lampiran 15. Sidik ragam perubahan vitamin C mangga gedong
gincu selama penyimpanan ..................................................... 110
Lampiran 16. Hasil uji statistik Orgenoleptik pada hari ke-12 ...................... 111
Lampiran 17. Uji lanjut Duncan peningkatan susut bobot mangga
gedong gincu selama penyimpanan ......................................... 121
Lampiran 18. Uji lanjut Duncan penurunan kekerasan mangga
gedong gincu selama penyimpanan. ........................................ 112
Lampiran 19. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai b) mangga
gedong gincu selama penyimpanan ......................................... 113
Lampiran 20. Uji lanjut Duncan perubahan warna (nilai a) mangga
gedong gincu selama penyimpanan ........................................ 114
Lampiran 21. Uji lanjut Duncan perubahan total padatan terlarut
mangga gedong gincu selama penyimpanan ........................... 115

v
Lampiran 22. Uji lanjut Duncan perubahan kadar air mangga
gedong gincu selama penyimpanan ......................................... 117
Lampiran 23. Uji lanjut Duncan perubahan vitamin C mangga
gedong gincu selama penyimpanan ......................................... 118

vi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komoditas hortikultura Indonesia sangat potensial untuk diekspor,


mengingat banyaknya jumlah dan ragam jenis hortikultura yang dapat tumbuh di
Indonesia seperti mangga, pisang, jeruk, pepaya dan nenas. Mangga (Mangifera
indica) merupakan salah satu produk hortikultura penting yang berperan sebagai
sumber vitamin dan mineral, sumber pendapatan dan lapangan kerja serta salah
satu penghasil devisa negara. Mangga gedong gincu adalah salah satu buah
yang menjadi andalan ekspor, karena dapat diterima dengan baik di pasar
dengan harga jual cukup tinggi. Pangsa ekspor mangga dari Indonesia terutama
adalah negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur. Pada tahun 2004 jumlah
impor tertinggi dilakukan oleh negara Hongkong sebanyak 32,196 ton, kemudian
Singapura mengimpor 24,966 ton dan Malaysia mengimpor sebanyak 11,389
ton. Pengimporan mangga pada tahun 2005 mengalami peningkatan, dengan
pengimporan terbesar dilakukan oleh negara Saudi Arabia sebanyak 205,772
ton, lalu Uni Emirat Arab sebanyak 186,753 ton dan Singapura sebesar 141,482
ton (Deptan, 2007a).

Produktivitas mangga di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuasi,


produksi pada tahun 2004 adalah sebesar 1 437 665 ton, pada tahun 2005
menurun menjadi 1 412 884 ton, dan tahun 2006 sebesar 1 621 997 ton (Deptan,
2007b). Beberapa kendala ekspor yang dihadapi diantaranya adalah tingginya
serangan lalat buah yang menyebabkan buah tidak lolos dalam proses karantina.
Sekitar 78 spesies Dacus spp. ditemukan di Indonesia dan menyerang sekitar
75% buah-buahan seperti mangga, belimbing, nenas, semangka, mentimun,
jeruk, dan durian (Sutrisno, 1991). Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah ini
mencapai 10-30% bahkan pada populasi tinggi kerusakan yang ditimbulkannya
mencapai 100% (Deptan, 2003). Dalam pasar domestik, buah yang terinfestasi
lalat buah selain mendatangkan kerugian karena menurunnya mutu, juga
memberi andil yang cukup besar dalam penyebaran hama dan penyakit buah-
buahan di tanah air sehingga sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu buah-buah
yang akan diekspor harus dikarantina terlebih dahulu di negara asalnya untuk
menjamin tidak terjadinya penyebaran hama penyakit di negara tujuan ekspor.
Penguasaan teknologi karantina terutama dalam proses disinfestasi hama dan
penyakit menjadi kebutuhan mendasar bagi negara penghasil buah-buahan

-1-
tropika seperti Indonesia. Teknologi karantina belum banyak dikembangkan di
Indonesia meskipun buah-buahan dan sayuran Indonesia berpotensi untuk
dipasarkan di pasar internasional.

Beberapa teknologi karantina yang biasa digunakan diantaranya adalah


perlakuan dingin (cold treatment), iradiasi, fumigasi dan perlakuan panas.
Keefektifan perlakuan dingin dalam mengendalikan lalat buah tergantung pada
rendahnya suhu yang digunakan dan lamanya waktu aplikasi. Hal ini menjadi
kurang efektif karena beberapa buah terutama buah-buahan tropis tidak tahan
pada suhu udara yang terlalu rendah dan dalam waktu yang lama, sehingga
mengalami kerusakan dingin (chiling injury). Sedangkan metode iradiasi hingga
saat ini belum dapat diterima konsumen secara luas karena faktor keamanannya
yang masih diragukan. Sementara metode fumigasi yang telah diterapkan secara
luas di seluruh dunia, diketahui menyisakan residu yang tidak aman bagi
kesehatan manusia, selain itu juga beberapa bahan fumigasi dapat merusak
lapisan ozon.

Penggunaan metode perlakuan panas pada buah-buahan dan sayuran


sangat berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beberapa metode
yang biasanya digunakan adalah hot water treatment (HWT), hot air treatment
(HAT), dan vapor heat treatment (VHT). Kelebihan metode VHT dibandingkan
metode perlakuan panas yang lainnya adalah dapat memperkecil resiko
kerusakan akibat panas, sehingga mencegah terjadinya penurunan mutu.

B. Tujuan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari proses


disinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu menggunakan metode VHT.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Mengamati daur hidup lalat buah dan menentukan tingkat mortalitas
fase telur lalat buah pada beberapa suhu dan lama pemanasan.

(2) Mengkaji pengaruh perlakuan panas dan pelilinan terhadap mutu


buah mangga gedong gincu

(3) Menentukan suhu dan waktu optimum dalam proses perlakuan uap
panas pada mangga gedong gincu

-2-
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Mangga

Mangga merupakan tanaman pendatang yang berasal dari India,


kemudian menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tinggi pohon mangga
dapat mencapai 15-20 m, dengan diameter tajuk 7-15 m. Faktor suhu,
kelembaban, air dan ketinggian tempat sangat mempengaruhi produktivitasnya.
Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga dapat hidup baik di dataran
rendah sampai ketinggian 500 dpl. Kemiringan tanah tidak boleh lebih dari 15º.
Tipe iklimnya kering, curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan tingkat penyinaran
50-80%. Kondisi bulan kering yang diperlukan mangga adalah 4-8 bulan/tahun.
Tanah yang cocok untuk budidaya mangga adalah tanah lempung berpasir dan
tanaman ini tahan terhadap kekeringan. Derajat keasaman tanah (pH tanah)
ideal untuk tanaman mangga adalah 5,5-6,0 dan suhu udara optimum 25-27 oC.
Suhu udara yang rendah dapat merangsang pembungaan namun tidak baik
untuk perkembangan buahnya (Sunarjono, 1998). Menurut Surachmat (1985),
mangga gedong gincu temasuk:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica L.

Tanaman mangga berbuah bersamaan dengan musim kemarau.


Tanaman mangga akan berbunga 1-1,5 bulan sesudah kemarau dimulai dan
buah matang 3-4 bulan kemudian. Bila musim kemaraunya kering hasil produksi
akan lebih baik, sehingga daerah dengan musim kering yang panjang baik
digunakan untuk berkebun mangga. Untung (1999) mengemukakan bahwa
mangga arumanis dan manalagi merupakan kultivar mangga yang cocok tumbuh
pada kondisi kering. Sementara kultivar mangga yang tahan terhadap kondisi
basah adalah seperti gedong gincu dan indramayu.

-3-
Buah mangga berukuran relatif besar, bentuknya bulat sampai lonjong,
bijinya gepeng dibungkus oleh daging yang tebal dan lunak serta enak dimakan.
Mangga tersusun atas 11-18% kulit, 14-22% daging dan 60-75% biji (Verheij dan
Coronel, 1997). Produksi mangga antara 25-1000 buah per pohon tergantung
varietas, umur, tempat tumbuh, dan kondisi iklim. Umumnya tanaman mangga
dapat dipanen pada bulan September sampai Desember. Satuhu (1999)
menyatakan bahwa musim mangga di Indonesia pada bulan Agustus sampai
Desember untuk mangga arumanis, golek dan manalagi, sedangkan Juni dan
Juli untuk mangga gedong gincu.

B. Karakteristik Buah Mangga Gedong Gincu

Jenis mangga gedong ada dua macam yaitu mangga gedong biasa dan
mangga gedong gincu (Gambar 1). Mangga gedong biasa berbentuk bulat, letak
tangkai di tengah, pangkal buah miring, sedikit berlekuk, pucuk buah bulat dan
sedikit pecah. Berat rata-rata 300 g dan berukuran 9,4 cm x 7,4 cm x 6,1 cm.
Kulit buah tebal, halus, berlilin, bintik-bintik agak jarang dan berwarna putih
kehijauan. Warna daging buah masak kuning jingga. Daging buah tebal, kenyal,
berserat halus sekali, kandungan air banyak, beraroma harum dan khas, serta
rasanya manis segar.

Gambar 1. Mangga gedong gincu.

-4-
Bijinya besar berukuran 7,9 cm x 4,5 cm x 2,3 cm dan sebagian biji berserat
pendek (Satuhu, 1999). Buah mangga gedong gincu memiliki warna daging
merah kekuningan. Bentuk buah hampir bulat dengan panjang 10 cm dan
lebarnya 8 cm. Bobot buah rata-rata 200-250 g dan kulit tipis serta halus. Daging
buah tebal, berwarna kuning kemerahan, berserat, beraroma harum dan rasanya
manis (Satuhu, 1999).
Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga
gedong biasa ataupun mangga lainnya, karena mangga ini memiliki aroma lebih
tajam, kulit buah berwarna merah menyala (disukai konsumen luar negeri). Pada
Tabel 1 ditampilkan beberapa keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan
mangga arumanis.

Tabel 1. Karakteristik keunggulan mangga gedong gincu dibandingkan mangga


arumanis
Karakteristik buah Mangga gedong gincu Mangga arumanis
Bentuk buah Bulat Jorong berparuh sedikit
dan pucuk runcing
Warna pangkal buah Merah keunguan Hijau kekuningan
Warna Pucuk buah Hijau kekuningan Hijau kebiruan
Aroma buah Harum menyengat kuat Harum
Rasa buah Manis Manis
Bobot buah 200-250 g 450 g
(Sumber: Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Keunggulan yang dimiliki gedong gincu menyebabkan mangga ini diminati


oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar
negeri. Rachmiyanti (2006) melaporkan harga jual mangga gedong gincu
berfluktuasi, dimana supply buah berlebih maka harga akan rendah, begitu pula
sebaliknya dimana supply buah sedikit maka harga jual tinggi. Harga jual
mangga gedong gincu di petani saat musim panen yaitu sekitar Rp 6.000/kg,
yang terjadi pada pertengahan bulan Desember, sedangkan harga jual petani
tertinggi pada bulan September – Oktober berkisar antara Rp 18.000-21.000/kg.
Pada kondisi supply stabil harga mangga berkisar antara Rp 9.500-13.000/kg
ditingkat petani.

Buah mangga mengandung nutrisi yang cukup tinggi sehingga baik untuk
dikonsumsi dengan komposisi nutrisi yang berbeda-beda tergantung varietasnya.
Selama mengalami pematangan, beberapa varietas mangga mengalami

-5-
perubahan fisiko-kimia seperti yang tertera pada Tabel 2 sementara pada Tabel
3 ditampilkan komposisi gizi beberapa varietas mangga.
Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimiawi beberapa varietas mangga matang
Jenis mangga
Kandungan
Gedong Arumanis Cengkir
o
Total padatan terlarut ( brix) 16,0-7,8 14,8-16,6 13,0-15,0
Total asam (%) 0,12-0,49 0,22-0,56 0,26-0,88
Total gula (g/100g) 14,80 11,40 11,50
Zat pati (g/100g) 8,80 7,40 7,60
Vit. C (g/100g) 36,2-96,2 22,0-46,9 37,8-58,2
Kadar air (%) ±82,9 ±81,1 ±84,3
(Sumber: Sabari, 1989).

Tabel 3. Komposisi gizi beberapa jenis mangga per 100g


Jenis mangga
Kandungan
Gedong Indramayu Arumanis
Energi (kal) 44 72 46
Protein (g) 0,7 0,8 0,4
Lemak (g) 0,2 0,2 0,2
Karbohidrat (g) 11,2 18,7 11,9
Kalsium (g) 13,0 13,0 15,0
Fosfor (mg) 10,0 10,0 9,0
Besi (mg) 0,2 1,9 0.2
Vit. A (RE) 2528 447 185
Vit. C (mg) 9,0 16,0 6,0
Vit. B1 (mg) 0,08 0,06 0,08
Air (g) 87,4 80,2 86,6
(Sumber: Direktorat Gizi, 1981).

C. Respirasi

Mangga masih melakukan proses respirasi dan transpirasi setelah dipetik


(Soesarsono, 1998). Proses respirasi dan transpirasi sepenuhnya tergantung
pada kandungan bahan dan kelembaban komoditas tersebut (Wills et al., 1981).
Menurut Pantastico (1986), laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk
mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semangkin tinggi laju
respirasi, semakin pendek umur simpan.

Respirasi memerlukan oksigen untuk pembakaran senyawa


makromolekul seperti karbohidrat, lemak, protein yang menghasilkan CO2 dan

-6-
H2O serta sejumlah energi (Winarno dan Aman, 1981). Selama proses respirasi
terjadi perubahan fisik, kimia, dan biologi misalnya proses pematangan,
pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging
buah dan pengurangan bobot. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah dan
sayuran akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang
ditandai dengan hilangnya zat gizi dan faktor mutu buah tersebut. Respirasi
yang merupakan pembongkaran oksidatif bahan-bahan komplek, yang terdapat
di dalam sel menjadi molekul yang sederhana, disamping terbentuknya energi
dan juga dihasilkan molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesa
(Wills et al., 1981). Umumnya respirasi aerob pada buah tropis digambarkan
dengan reaksi berikut:

C6H12O6 + 6O2 Æ 6CO2 + 6H2O + 678kal

Ryall dan Pentzer (1982) menyatakan bahwa tiap buah yang berbeda
mempunyai kecepatan dan pola respirasi yang berbeda pula sesuai dengan jenis
dan tingkat kedewasaan buah (maturation). Berdasarkan pola respirasinya, buah
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan non klimakterik.
Buah-buahan klimakterik menurut Pantastico (1986) adalah buah yang
mengalami kenaikan produksi CO2 secara mendadak, kemudian mengalami
penurunan yang cepat. Demikian juga menurut Haard (1976), buah-buahan yang
mengalami kenaikan dalam respirasi digolongkan ke dalam buah-buahan
klimakterik. Klimakterik sedikit banyak berhubungan dengan perubahan flavour,
tekstur, warna yang erat hubungannya dengan kematangan buah. Biale dan
Young (1981) menambahkan bahwa peningkatan laju respirasi pada buah
klimakterik terjadi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah non klimakterik
tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase pemasakan.

Buah mangga termasuk buah-buahan klimakterik sehingga walaupun


dipanen masih muda, akan matang dalam masa pemeraman. Untuk
menghasilkan buah dengan mutu yang baik, buah harus dipanen dengan tingkat
ketuaan yang cukup, buah yang dipetik sebelum umur petik optimal, setelah
matang akan mempunyai rasa buah yang hambar dan kurang enak serta warna
buah yang tidak menarik, tampak kusam dan tidak cerah. Menurut Krishnamurthy
(1973), respirasi buah mangga mencapai puncaknya 2-5 hari setelah pemanenan
pada saat buah masih keras dan berwarna hijau atau saat permulaan terjadinya
perubahan warna. Pada periode-periode selanjutnya kecepatan respirasi akan

-7-
menurun. Laju respirasi buah mangga dapat dibagi menjadi 4 periode yaitu,
praklimakterik, klimakterik, puncak klimakterik dan periode kelayuan atau
senescene. Menurut Phan et al. (1986) laju respirasi buah dan sayuran
dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi
respirasi adalah tinggkat perkembangan, ukuran produk, jenis jaringan dan
lapisan alamiah seperti lilin, ketebalan kulit dan sebagainya. Sementara faktor
luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas CO2 dan O2 yang
tersedia, zat-zat pengatur tumbuh, dan kerusakan yang ada pada buah.

D. Penanganan Pascapanen Mangga

Penanganan pascapanen yang tepat diperlukan untuk mengurangi susut


dan mempertahankan mutu buah-buahan setelah dipanen. Penanganan
pascapanen perlu dilakukan segera semenjak buah itu dipanen, diimbangi
dengan penerapan teknologi dengan memperhatikan nilai ekonomi komoditas
(Budiastra dan Purwadaria, 1993). Setyadjid dan Sjaifullah (1992) menyatakan
kerusakan pascapanen buah mangga diperkirakan mencapai 30%. Kerusakan
pascapanen disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak tepat
misalnya: teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang tidak baik,
pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang
diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit.

Panen

Sortasi dan pencucian


Tidak layak jual
Pemutuan/grading
Pasaran dalam negeri
Mutu I (Mutu II, III dan IV)
Pelilinan

Labeling & Pengemasan

Penyimpanan

Pematangan buatan

Gambar 2. Diagram alir proses pascapanen mangga untuk ekspor.

-8-
1. Panen

Pemanenan merupakan kegiatan pascapanen untuk mengumpulkan buah


secepat mungkin dari lahan pertanaman pada tingkat ketuaan yang tepat (Broto,
1993). Untuk menghasilkan mangga dengan mutu yang baik, pemanenan buah
mangga harus dilakukan pada saat yang tepat dan dengan cara yang baik dan
tepat. Tingkat ketuaan buah dapat didasarkan kepada umur buah, bentuk buah,
tangkai buah, lapisan lilin dan lentisel pada permukaan kulit buah. Umur buah
(Tabel 4) ditentukan dan dihitung mulai bunga mekar.

Tabel 4. Umur petik optimal beberapa varietas mangga


Varietas Umur petik (hari)
Gedong gincu 90-107
Arumanis 90-107
Golek 78-85
Manalagi 80-85
(Sumber: Satuhu, 1999).

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengusahaan buah mangga


adalah sulitnya menentukan tingkat ketuaan buah mangga yang tepat untuk
dipetik (Haryati, 1991). Padahal pemanenan yang dilakukan akan mempengaruhi
mutu buah yang dihasilkan, sehingga tingkat ketuaan sewaktu panen merupakan
faktor terpenting yang mempengaruhi mutu buah mangga. Pemanenan biasanya
dilakukan secara manual dengan memanjat pohon mangga, atau menggunakan
galah yang diberi jaring diujungnya agar buah mangga tidak terhempas ke tanah.
Bila pemanenan buah menggunakan gunting, setidaknya 10 cm dari tangkai
harus dipertahankan. Dengan demikian getah yang sangat lekat dan mudah
mengalir pada buah mangga yang baru dipetik, tidak akan mengotori buah. Buah
mangga, khususnya varietas berwarna hijau di Indonesia, banyak sekali
mengalirkan lateks atau getah dari tangkai yang baru dipotong.

2. Sortasi dan Pencucian

Sortasi dan pemutuan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan


setelah panen yang umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan. Tujuan
sortasi dalam pascapanen mangga adalah untuk memisahkan buah yang layak
dan tidak layak untuk dipasarkan. Disamping itu sortasi juga dilakukan untuk
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau pasar.

-9-
Dengan demikian sortasi merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan
buah agar tetap bermutu baik hingga sampai ke tangan konsumen (Broto, 1993).
Setelah sortasi dilakukan buah mangga dicuci terlebih dahulu untuk
membersihkan kotoran dan sisa getah yang masih menempel pada permukaan
kulit buah. Pencucian biasanya dilakukan dengan meletakkan mangga pada
konveyor yang melewati semprotan air selama lebih kurang 20 menit. Pencucian
dilakukan dengan hati-hati agar getah terbuang dan tidak mengalir pada kulit
buah, bahkan pada mangga kensington pekerja harus menggunakan sarung
tangan agar getah tidak merusak kulit. Penambahan detergen atau cairan
pembersih seperti klorin biasanya sering dilakukan pada berbagai packing house.

3. Pemutuan

Pemutuan dilakukan untuk memisahkan produk berdasarkan mutu yaitu,


warna, bentuk, berat, tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan asing
(Budiastra dan Purwadaria, 1993). Mangga Gedong gincu dapat diklasifikasikan
berdasarkan beratnya. Mangga dikatakan besar jika beratnya > 250g, sedang
jika beratnya 200-250 g, kecil jika beratnya 150-199 g, dan sangat kecil jika
beratnya 100-149 g. Keseragaman kualitas dapat diperoleh dengan menerapkan
standar mutu produk. Menurut Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2004) standar
mutu yang berlaku sacara nasional adalah menurut Standar Nasional Indonesia,
SNI 01-3164-1992 (Tabel 5), dimana syarat mutu minimal dan tingkat toleransi
kriteria mutu mangga yang masih diperbolehkan untuk dipasarkan yaitu: (1) buah
mangga yang utuh, tidak terbelah atau terkelupas, (2) kekerasan buah cukup, (3)
penampakan segar, (4) keadaan baik, tidak busuk, layak dikonsumsi, (5) bersih
dan bebas dari benda asing, (6) bebas dari bercak atau noda hitam pada
permukaan kulit, (7) bebas dari tanda-tanda memar, (8) bebas dari kerusakan
yang disebabkan oleh hama penyakit, (9) bebas dari bau dan rasa asing, (10)
tingkat perkembangan buah cukup dan menjamin tercapainya proses
pematangan yang sempurna.

- 10 -
Tabel 5. Syarat mutu mangga
Karakteristik Mutu I Mutu II
Keseragaman varietas Seragam Seragam
Tingkat ketuaan Tua tapi tidak matang Tua agak matang
Kekerasan Keras Cukup keras
Keseragaman ukuran Seragam Kurang seragam
Mangga cacat, % maks 0 0
Kadar kotoran Bebas Bebas
Mangga busuk, % maks 0 0
Panjang tangkai, maks 1 cm 1 cm
(Sumber: SNI 01-3164-1992).

Beberapa syarat mutu yang harus dipenuhi oleh mangga untuk tujuan
ekspor (Tabel 6) adalah: permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak berlubang,
tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda ”scab”), bebas dari
luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan
bentuk normal. Beberapa syarat mutu tambahan untuk mangga yang akan
diekspor yaitu matang fisiologis, kolorisasi kuning 30-50%, tingkat kematangan
merata, berat dan ukuran seragam berdasarkan varietasnya.

Tabel 6. Syarat mutu mangga gedong untuk ekspor


Karakteristik Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V Mutu VI
Permukaan 100% 100% 100% 100% 100% 100%
kulit mulus mulus mulus mulus mulus mulus
Persen cacat 0 0 0 0 0 0
Penyakit Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas
pascapanen
Bentuk Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Berat buah (g) > 350 g 300-349 275-299 250-274 225-249 200-224
(Sumber: Satuhu, 1999).

4. Pelilinan

Pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran befungsi


sebagai pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan
oksigen untuk respiras untuk menekan respirasi dan transpirasi sehingga
komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai jualnya dapat
dipertahankan. Roosmani (1975) menyatakan bahwa konsentrasi emulsi lilin
tertentu dapat memperpanjang masa simpan beberapa komoditas hortikultura.

- 11 -
Pemberian lapisan lilin cukup penting, khususnya bila terdapat luka-luka
atau goresan kecil pada permukaan buah. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat
ditutupi oleh lapisan lilin. Dalam pelilinan diupayakan agar pori-pori kulit buah
tidak tertutupi sama sekali untuk mencegah kondisi anaerob di dalam buah, yang
dapat mengakibatkan terjadinya fermentasi sehingga mempercepat kebusukan
(Akamine et al., 1986).

Lapisan lilin yang digunakan umumnya menggunakan lilin lebah yang


dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12%, dengan syarat lilin
tersebut tidak mempengaruhi bau dan flavor dari komoditas yang akan dilapisi,
mudah kering, tidak lengket, mudah diperoleh, tidak bersifat racun dan murah
harganya. Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah (hasil sekresi
dari lebah madu), karnauba (dari pohon palem) dan spermaceti (dari kepala ikan
paus). Akamine et al. (1986) menyatakan dalam pembuatan emulsi lilin tidak
boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air
tersebut dapat merusak emulsi lilin. Pemberian lilin dapat dilakukan dengan
teknik pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pelapisan lilin
sebaiknya dilakukan menggunakan mesin untuk menghasilkan pelapisan yang
merata.

Pelilinan terhadap buah jeruk segar pertamakali dikenal sejak abad 12-13
oleh bangsa Cina. Pelapisan lilin pada saat itu tanpa memperhatikan adanya
efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan lilin yang terbentuk terlalu
tebal, mengakibatkan respirasi anaerob dan menghasilkan jeruk yang masam
dan busuk. Roosmani (1975) melakukan percobaan menggunakan mangga
indramayu, apel malang, jeruk siam dan tomat varietas money maker
menggunakan emulsi lilin yang mengandung 6, 8 dan 9 % solid untuk
mengetahui pengaruh pelilinan terhadap hortikultura di Indonesia (Tabel 7).

Tabel 7. Perbandingan umur simpan beberapa buah-buahan

Daya simpan (hari)


Jenis buah
Tanpa pelilinan Dengan pelilinan
Apel malang 12 30
Jeruk siam 10 21
Mangga indramayu 6 12
Tomat 20 50-60
(Sumber: Roosmani, 1975).

- 12 -
Pada buah mangga pelilinan juga biasa diterapkan, berdasarkan SPO
mangga arumanis dijelaskan bahwa untuk membuat emulsi lilin standar 12 %
terlebih dahulu diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g, triethanol amin 40 g
dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai mencair, kemudian
dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam oleat,
triethanolamin dan air panas, larutan diblender kurang lebih dari 2-5 menit agar
tercampur dengan sempurna kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat
digunakan setelah proses pendinginan selesai dilaksanakan. Berdasarkan
pengetahuan ini dan sesuai dengan kemajuan teknologi maka pelilinan terhadap
berbagai komoditas hortikultura terus berkembang. Menurut Roosmani (1975)
emulsi lilin optimum untuk buah mangga adalah pada konsentrasi 6%.

5. Pengemasan

Pengemasan hortikultura adalah salah satu usaha untuk menempatkan


komoditas segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga
menjaga supaya mutunya tetap atau hanya mengalami penurunan mutu yang
masih dapat diterima oleh konsumen sampai akhir dengan nilai pasar yang tetap
tinggi. Tujuan pengemasan buah adalah: melindungi buah dari luka,
memudahkan dalam pengelolaan suhu, mencegah kehilangan air,
mempermudah dalam perlakuan khusus dan memberikan estetika yang menarik
bagi konsumen (Broto, 1993).

Pengemasan mempunyai peran yang cukup strategis dalam pemasaran


produk, baik dari segi menjaga kualitas produk, penanganan selama transportasi
maupun sebagai sebagai daya tarik bagi konsumen. Disamping itu pengemasan
berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk agar
mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, wadah atau pembungkus
berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu, bentuk warna
dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya.

Berdasarkan bahan yang digunakan, kemasan transportasi untuk mangga


umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak
karton. Kemasan konsumen umumnya dilakukan di tingkat pedagang eceran.
Seperti halnya pada apel dan pear, buah mangga dilakukan pengemasan
individual menggunakan kemasan jala busa dan kertas tipis.

- 13 -
6. Penyimpanan

Tujuan penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu produk


sehingga masa simpannya dapat diperpanjang. Selain untuk memperpanjang
daya guna mangga dan dalam keadaan tertentu dapat mempertahankan
mutunya, menghindari banjirnya produk mangga dipasaran, menjaga ketersedian
mangga sepanjang tahun sehingga dapat membantu pemasaran yang teratur
sehingga meningkatkan keuntungan produsen.

Penyimpanan dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan


metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan
dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan
karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang/cendawan dan khamir). Mangga yang
akan disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan
lainnya. Memar dan kerusakan mekanis bukan hanya menyebabkan bentuk dan
rupa produk menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi
organisme pembusuk untuk masuk dan merusak bahan. Sehingga produk
tersebut akan mengalami lebih banyak dan lebih cepat busuk, serta
menyebabkan kehilangan air. Buah yang memar akan mengalami penyusutan
empat kali lebih besar dari pada buah yang utuh.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka penting dijaga agar suhu
ruang penyimpanan relatif tetap. Jika kelembaban rendah maka akan terjadi
pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses
pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban
nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada
beberapa jenis sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban
sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat
dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban
yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap
pertumbuhan mikroba. Selain itu dibutukan sirkulasi udara yang cepat terutama
pada waktu bahan baru dimasukkan, untuk menghilangkan panas lapang.
Setelah panas lapangan dihilangkan dari bahan, maka kecepatan sirkulasi udara
tidak perlu terlalu besar. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang
panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.

Selama penyimpanan diperlukan suhu yang tepat karena ada


kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu rendah (chiling injury).

- 14 -
Buah-buahan tropika pada umumnya sensitif pada suhu dingin (Kays, 1991).
Chiling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum
yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan
warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal. Kays
(1991) menerangkan bahwa suhu chiling injury pada mangga adalah 10-13oC.
Apandi (1984) menerangkan bahwa suhu 7-13 oC adalah suhu chiling injury
untuk penyimpanan mangga, sedangkan Broto (2003) menerangkan bahwa suhu
chiling injury untuk penyimpanan mangga adalah 5-20 oC dan untuk mencegah
terjadinya chiling injury pada penyimpanan mangga gedong yang disimpan pada
suhu 10 oC, diperlukan adaptasi selama sehari pada suhu 15 oC.

USDA (1968) mempublikasikan kisaran suhu untuk penyimpanan mangga


adalah pada 13 oC selama 2-3 minggu. Satuhu (2000) menjelaskan bahwa
mangga yang disimpan pada suhu 15-20 oC dapat bertahan selama 22 hari.
Menurut Pantastico (1986), lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga
tergantung varietasnya, yaitu 2,5 hingga 6 minggu. Mangga arumanis dapat
simpan pada suhu kamar selama 14 hari (Yuniarti, 1980) dan selama 15 hari
pada suhu 15 oC (Sahirman et al., 1994); mangga indramayu dapat disimpan
selama 36 hari pada suhu 10 oC (Hadi, 1987) dan mangga cengkir dapat
disimpan selama 15 hari pada suhu 10 oC (Pratikno dan Sosrodihardjo, 1989).
o
Ratule (1999) menyimpulkan bahwa suhu 10 C adalah suhu optimum
penyimpanan mangga arumanis yang terolah minimal berlapis edibel dengan
penyimpanan atmosfer terkontrol. Broto (2003) menerangkan bahwa mangga
gedong dapat disimpan selama 4 minggu pada suhu 10 oC setelah sebelumnya
o
dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15 C selama sehari. Saat
dikeluarkan dari ruang penyimpanan mangga tersebut masih dapat matang
normal serta bermutu baik dalam waktu 2-3 hari pada suhu ruang (28-30oC).
Sakai et al. (1988) mengemukakan bahwa penyimpanan mangga dapat
dilakukan pada 4 variasi suhu yang berbeda yaitu: penyimpanan pada suhu 9-
10oC, pematangan pada suhu 21-24 o
C; penyimpanan pada suhu 7 o
C,
o
pematangan pada suhu kamar; penyimpanan pada suhu 15-17,8 C,
o
pematangan pada suhu 21-24 C dan penyimpanan dan pematangan pada suhu
dibawah 26,1 oC. Umumnya penyimpanan pada suhu 12oC dengan RH 85-95%
merupakan kondisi yang optimum untuk mangga (Kader , 1992).

Penerapan teknologi lain seperti pelilinan, pengemasan dengan plastik


film maupun pengaturan lingkungan atmosfir tidak memberikan hasil yang

- 15 -
memuaskan bila tanpa pendinginan. Penyimpanan dengan pengaturan
lingkungan atmosfir dimaksudkan untuk memberikan kondisi atmosfir disekitar
produk yang berbeda dengan kondisi atmosfir udara normal, biasanya dengan
meningkatkan kandungan karbondioksida dan atau menurunkan kandungan
oksigen. Kondisi atmosfir ini dapat menekan laju respirasi sehingga masa simpan
dapat diperpanjang.

Penyimpanan dengan teknik Modified Atmosphere Package (MAP)


adalah penyimpanan dengan cara pengemasan menggunakan plastik film yang
memiliki tingkat permeabilitas terhadap O2 dan CO2 tertentu sehingga
menghasilkan konsentrasi gas di dalam kemasan (O2 dan CO2) sesuai yang
direkomendasikan untuk produk yang dikemas (Tabel 8). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan antara lain adalah faktor
produk yang dikemas (varietas, berat, respirasi), faktor bahan pengemas (jenis
film plastik, ketebalan, luas permukaan, nilai permeabilitas) dan faktor lingkungan
(suhu dan kelembaban ruang penyimpan).

Pada Controlled Atmosphere Storage (CAS), komposisi gas di dalam


ruangan penyimpanan diatur secara terus-menerus dengan menambahkan atau
mengurangi gas-gas tertentu sehingga diperoleh komposisi sesuai yang
direkomendasikan untuk produk yang disimpan. Sedangkan pada “hypobaric
atmosphere”, penyimpanan produk dilakukan pada tekanan rendah sehingga
kandungan oksigen menjadi sangat terbatas.

Tabel 8. Komposisi gas optimum yang direkomendasikan untuk buah-buahan


Suhu Komposisi gas (%) Aplikasi secara
Jenis buah simpan (oC) komersial
O2 CO2
Alpukat 5-13 2-5 3-10 Terbatas
Pisang 12-15 2-5 2-5 Dikomersialkan
Jeruk 5-10 5-10 0-5 Tak komersial
Mangga 10-15 3-5 5-10 Terbatas
Pepaya 8-13 2-5 5-10 Tak komersial
(Sumber: Kader , 1992).

7. Pematangan buatan

Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi


permintaan pasar akan buah yang masak optimum pada suatu periode yang

- 16 -
terjadwal, baik dalam mempercepat atau memperlambat proses pematangan
buah tersebut. Beberapa keuntungan dari proses pematangan buatan ini adalah,
warna yang seragam dan maksimal, memperkecil terjadinya pengeriputan karena
jangka waktu buah menjadi matang dan siap dipasarkan lebih singkat, sehingga
presentase kehilangan airnya lebih kecil, modal kembali lebih cepat karena pada
saat yang ditentukan petani atau pedagang bisa menjual buah matang dari pada
buah dibiarkan matang secara alami, memberikan keleluasaan pedagang besar
atau pengencer dalam menjual buah matang yang dinginkan pembeli,
mendapatkan keuntungan dari harga yang lebih tinggi pada awal, akhir atau luar
musim mangga (Broto, 2003). Secara teoritik, pengontrolan pematangan buatan
dilakukan dengan perlakuan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat
tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada buah-buahan tersebut. Suhu
ruangan pematangan yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan fisiologis pada
buah. Buah yang diperam pada suhu tinggi akan berwarna kusam dan daging
buah rusak. Sedang pada suhu rendah, pematangan akan berlangsung lama.
Broto (2003) menyarankan suhu terbaik untuk proses pematangan adalah 21-25
o
C.

Metode lain untuk mengontrol pematangan adalah dengan memberikan


bahan kimia tertentu yang berefek fisiologis terhadap buah-buahan (Tabel 9).
Sugiyono (1999) menerangkan bahan-bahan kimia yang mempercepat
pematangan misalnya karbit, gas etilen, gas asetilen dan daun-daun yang
banyak memproduksi etilen, misalnya daun gamal. Etilen adalah suatu senyawa
hidrokarbon tak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas, tak berwarna
dengan sedikit berbau manis, diproduksi secara alami sebagai hormon
pematangan pada beberapa buah seperti mangga, pisang, pepaya dan
sebagainya.

Tabel 9. Pematangan buah mangga dengan berbagai bahan pemicu


pematangan
Varietas Bahan pemicu Takaran dan cara Hasil
Arumanis Karbit 0,6 g/kg buah Matang 3 hari lebih awal
Cengkir Asetilen 500 ppm, 24 jam Matang 3 hari lebih awal
Asetaldehida 5%, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal
Asetilen 500 ppm, degreening Matang 2 hari lebih awal
Gedong
Etanol 10, direndam 10 detik Matang 3 hari lebih awal
Etilen 50 ppm, degreening Matang 4 hari lebih awal
(Sumber: Broto, 2003).

- 17 -
Dengan kelembaban tinggi, konsentrasi optimal untuk pematangan
mangga gedong menggunakan etilen, dan asetilen secara terus menerus pada
suhu kamar masing-masing sebesar 50 ppm dan 500 ppm. Sementara mangga
cengkir juga memerlukan 500 ppm asetilen. Seymor dan Tucker (1993)
menerangkan bahwa konsentrasi dan waktu pemberian etilen adalah khas untuk
setiap jenis buah. Penggunaan 100 ppm etilen selama 24-48 jam pada suhu 20
o
C untuk menyeragamkan masaknya mangga. Penggunaan gas asetilen dari
kalsium karbida juga dapat diaplikasikan pada ruangan tertutup selama 24 jam
dan suhu 20-25 oC dengan RH 90-95% serta konsentrasi gas 10-100 ppm
(0,001-0,01%) etilen dan 1000 ppm asetilen (Kader, 1992)

Buah mangga yang telah tua dapat masak pada suhu 21 - 240C dan
kelembaban 85 - 90%. Pada proses masaknya buah khlorofil (warna hijau)
berkurang dan terjadi pembentukan antosianin dan karotenoida dalam kulit dan
daging. Etilen dapat digunakan untuk mempercepat dan lebih menyeragamkan
o
masaknya buah (100 ppm etilen selama 24 - 48 jam pada suhu 20 C).
Menjadikan buah masak dapat dilakukan di tempat pengangkutan bila waktu
transit kurang dari 5 hari atau di tempat penerimaan bila waktu transit lebih dari 5
hari.

Selain itu pematangan juga dapat ditunda untuk memperpanjang masa


simpan buah, dilakukan dengan melakukan penyerapan etilen menggunakan
’ethylene absorber’. Pantastico (1986) menyatakan bahwa pengeluaran C2H4
secara paksa dengan menggunakan kemasan hampa udara menyebabkan
terhambatnya pematangan yang cukup lama. Hal ini membuktikan bahwa
penghisapan sebagian besar C2H4 dari dalam buah dapat mengurangi kadar
etilen tersebut sampai tingkat fisiologi tidak aktif. Scott et al. (1968)
mengembangkan bahan yang lebih praktis, yaitu kalium permanganat (KMnO4)
pada vermikulit untuk menyerap etilen. Menurut Abeles (1973), etilen dapat
dioksidasi dengan KMnO4 dan merubahnya menjadi bentuk etilen glikol dan
Mangan dioksida. KMnO4 bersifat tidak mudah menguap sehingga dapat
disimpan bersama buah tanpa menimbulkan kerusakan.

E. Hama dan Penyakit Pascapanen Mangga

Lalat buah yang menyerang buah mangga di Indonesia termasuk ke


dalam spesies Bactrocera dorsalis atau dikenal dengan nama Oriental fruit fly.

- 18 -
Lalat buah termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Diptera, sub
Ordo Cyclorrhapha dan famili Tephritidae (Trypetidae) (Borror, 1981). Di
Indonesia telah diketahui sekitar lima genus lalat buah dari sekitar 12 genus yang
ada, kelimanya adalah Anastrepha, Bactrocera, Ceratitis, Rhagolestis dan Dacus
(Nugroho, 1997). Pada beberapa jenis buah-buahan lalat buah dianggap sebagai
hama utama (White dan Elson, 1992). Mediteranian fruit fly (Ceratitis capitata),
Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis), Queensland fruit fly (Bactocera tryoni),
melon fly (Bactrocera curcubitae), codling moth (Cydia pomonella) adalah hama
yang sangat merugikan dan negara yang diketahui memiliki jenis-jenis hama ini
tidak diijinkan melakukan impor buah-buah yang menjadi inang hama ini ke
Jepang (Plant Protection Division, 1997).

Betina Jantan

Gambar 3. Oriental fruit fly (Bactrocera dorsalis).


Oriental fruit fly adalah salah satu lalat buah yang paling merugikan di
Asia Timur dan pasifik dan menyerang bermacam-macam buah-buahan (Allwood
et al., 1999 di dalam Hou et al., 2006). Lalat ini juga dalam pengawasan yang
ketat oleh pemerintah sehubungan dengan besarnya kehilangan ekonomi yang
disebabkan oleh spesies ini di banyak negara, hal ini juga menjadi pembatas
utama dalam perdagangan dan perkembangan ekonomi (Aluja dan Liedo, 1993
di dalam Hou et al., 2006).

Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa
dan imago. Telur diletakkan di dalam atau di bawah kulit buah oleh lalat buah
betina, tempat peletakannya ditandai oleh cekungan/titik kecil berwarna gelap
pada komoditas yang terserang. Imago lalat buah meletakan telur antara 2-15
butir setiap periode. Setiap lalat betina mampu meletakan sekitar 800 butir telur

- 19 -
selama masa peletakan telur, telur tersebut akan menetas kira-kira dua hari
setelah diletakkan oleh induknya (Nugroho, 1997). Bahkan menurut Pena dan
Mohyuddin (1997) lalat betina Anastrepha fraterculus dapat meletakkan
sebanyak 200-400 telur dan B. Dorsalis sebanyak 1200-1500 telur. Telur
berwarna putih bening sampai kuning krem dan berubah menjadi lebih tua
mendekati saat menetas. Bentuk dan ukuran telur bervariasi, tergantung
spesiesnya. Pada umumnya telur berbentuk bulat panjang seperti pisang dengan
ujung meruncing. Panjang telur lalat buah sekitar 1,2 mm dengan lebar 0,2 mm
tergantung spesiesnya (White dan Elson-Haris, 1992).

Fase larva merupakan fase yang merusak karena aktivitasnya dalam


jaringan buah. Larva keluar dari telur yang diletakkan di dalam inang, daging
inang dikoyak oleh larva dengan menggunakan alat pada mulutnya yang berupa
kait tajam sambil mengeluarkan enzim perusak. Enzim tersebut berfungsi
melunakan daging inang sehingga mudah dihisap dan dicerna mengakibatkan
buah bewarna coklat dan tidak menarik serta terasa pahit atau bahkan rusak dan
hancur. Enzim tersebut juga mempercepat pembusukan dan pada tahap
selanjutnya mengeluarkan aroma kuat yang diduga berasal dari senyawa
alkohol. Setelah melewati masa instar tiga lalat buah meninggalkan inangnya,
dan dalam waktu yang tidak terlalu lama masuk ke dalam pori-pori tanah untuk
menjadi pupa. Lalat buah melewati tiga instar dalam waktu 7-10 hari hingga
membentuk pupa. Pupa (kepompong) lalat buah berada di dalam puparium yang
berbentuk tong dan berwarna coklat tua. Perkembangan pupa membutuhkan
waktu sekitar 18 hari dan lamanya dipengaruhi kondisi lingkungan. Setelah
proses metamorposis selesai lalat buah dewasa keluar dari permukaan tanah,
mereka mengeraskan sayapnya terlebih dahulu sebelum terbang (Smith, 1989 di
dalam Hou et al., 2006).

Hou et al. (2006) melaporkan bahwa pupa tidak ditemukan pada


permukaan tanah dengan kelembaban 0-70%, dan lebih dari 50% pupa
ditemukan pada permukaan tanah dengan kelembaban 80, 90, dan 100%.
Kebanyakan larva menjadi pupa di kedalaman 4 cm dari permukaan tanah, larva
bergerak ke kedalaman lebih dari 4 cm pada tanah yang menerima terlalu
banyak atau terlalu sedikit air. Lalat buah dewasa muncul paling cepat pada
tingkat kelembaban tanah 30% dan muncul paling lama pada tanah dengan
tingkat kelembaban 70%.

- 20 -
Penyakit pascapanen pada mangga dapat dibedakan berdasarkan
waktu terjadinya infeksi patogen, yaitu penyakit yang disebabkan patogen yang
menginfeksi buah saat buah telah dipanen dan yang menginfeksi sejak buah
masih di pohon yang gejalanya kemudian berkembang saat buah dalam
penyimpanan (Yulianingsih, 1995). Cendawan merupakan salah satu mikroba
penyebab penyakit pascapanen pada buah-buahan sehingga mempercepat
terjadinya penurunan mutu. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Wills et al.
(1981), cendawan dan bakteri dapat menyebabkan penyakit pascapanen buah
dan sayur. Dodd et al. (1997) menyatakan bahwa antraknosa merupakan
penyakit pascapanen utama pada mangga di seluruh dunia, yang disebabkan
oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides, dimana perkembangannya
berkaitan erat dengan curah hujan sewaktu di lapangan. Penyakit ini dapat
menyerang daun, bunga dan buah. Pada buah terlihat gejala khas yaitu bercak-
bercak hitam pada bagian kulit yang sedikit demi sedikit melekuk dan bersatu
dan daging buah membusuk. Selain itu salah satu penyakit yang sering ditemui
adalah busuk pangkal buah (stem end rot). Penyakit ini dapat disebabkan oleh
beberapa cendawan seperti Lasiodiplodia theobromae, Dothiorella dominicana,
Pestalotiopsis mangiferae. Buah yang terinfeksi, terdapat bercak yang pada
awalnya terjadi di sekitar ujung tangkai buah. Bercak berwarna gelap kemudian
berubah menjadi bercak coklat kehitaman, berbatas tidak teratur. Pada kondisi
lembab pembusukan buah terjadi sangat cepat, dalam waktu 2-3 hari seluruh
kulit buah menjadi busuk, daging buah berwarna coklat tua, lunak dan
mengandung cairan berwarna gelap.

F. Perlakuan Karantina

Untuk memenuhi aturan perdagangan dengan negara pengimpor dan


untuk menghambat penyebarluasan hama dan penyakit, maka prosedur
karantina dalam kegiatan ekspor-impor mutlak diperlukan. Perlakuan karantina
bertujuan untuk mematikan semua fase serangga, mulai dari telur sampai
serangga dewasa yang mungkin ada. Berdasarkan media yang digunakan untuk
mengendalikan infestasi serangga, perlakuan karantina dapat dikelompokan
menjadi 3 macam, yakni perlakuan kimia menggunakan fumigan seperti
fungisida, insektisida dan lain-lain; perlakuan fisik seperti penggunaan
temperatur (tinggi atau rendah), penggunaan efek gelombang frekwensi tinggi,
iradiasi dan lain-lain; dan kombinasi antara perlakuan kima dan fisik. Metode-

- 21 -
metode tersebut digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis spesies hama
tanaman dan tumbuhan berdasarkan standar dan aturan dari setiap negara yang
menggunakannya. Secara umum semua metode-metode tersebut cukup
memuaskan jika diaplikasikan sesuai aturan.

1. Perlakuan Dingin (Cold treatment)

Metode ini pada dasarnya diaplikasikan pada saat penyimpanan dengan


temperatur yang rendah untuk mengendalikan serangga. Metode ini sudah mulai
diterapkan sejak tahun 1900, dan telah lama diterapkan untuk mengontrol lalat
buah. Keuntungan dari penggunaan teknologi ini adalah bisa diselaraskan
sebagai penyimpanan dan kerusakan atau penurunan mutu produk cenderung
lebih kecil dibandingkan penggunaan heat treatment dan prosedurnya lebih
mudah dilakukan dan dikontrol. Penyimpanan dingin biasanya dilakukan pada
suhu 10 oC hingga -2 oC. Penyimpanan pada temperatur dibawah suhu -18 oC
disebut dengan penyimpanan beku. Sementara jika disimpan pada suhu diatas
10 oC disebut penyimpanan biasa. Sebagai metode disinfestasi pada buah dan
sayuran, temperatur harus disesuaikan untuk menghindari kebekuan produk
selama proses perlakuan. Titik beku untuk buah adalah -1- -2 oC dan untuk
sayuran adalah pada suhu -0,5- -1 oC. Untuk menghemat waktu pengaplikasian
temperatur 0 oC sering digunakan untuk membunuh serangga. Namun demikian
keefektifan metode ini dalam mengontrol serangga sangat tergantung pada
lamanya perlakuan, dan biaya operasinya cenderung mahal. Perlakuan dingin
(cold treatment) tidak dapat diaplikasikan pada mangga karena mangga tidak
toleran terhadap temperatur rendah yang dibutuhkan untuk disinfestasi.

2. Fumigasi

Teknologi fumigasi sudah dikenal sejak lama dan telah diaplikasikan


secara luas diberbagai negara di seluruh dunia. Fumigan yang digunakan
diantaranya metil bromida, aluminum pospin, hidrogen sianida, karbondioksida
dll. Fumigasi dilakukan pada ruang tertutup dengan dosis dan aturan tertentu
dimana komoditas ditempatkan. Salah satu keunggulan fumigasi adalah dapat
diaplikasikan pada komoditas dalam jumlah besar secara bersamaan sehingga
dapat menghemat waktu.

Metil bromida adalah salah satu fumigan yang sudah umum


dipergunakan, karena dapat mengontrol berbagai spesies serangga secara
efektif, tidak mudah meledak dan relatif aman digunakan. Selain itu juga dapat

- 22 -
diaplikasikan pada suhu rendah. Namun demikian metil bromida terbukti dapat
merusak lapisan ozon. Selain itu residu yang ditinggalkannya pada komoditas
yang difumigasi disinyalir berbahaya bagi kesehatan. Alumunium pospin
umumnya digunakan untuk memfumigasi serangga di gudang-gudang
penyimpanan biji-bijian. Bentuknya dapat berupa tablet atau tepung. Hidrogen
sianida adalah gas fumigan yang biasa digunakan pada komoditas perishable
seperti, buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga potong. Sementara itu
karbondioksida tidak meninggalkan residu pada produk yang difumigasi. Selain
itu cukup efektif untuk mengontrol beberapa hama pada gudang-gudang
penyimpanan biji-bijian dengan waktu apikasi yang tidak terlalu lama. Namun
fumigan ini tidak dapat mengontrol pupa serangga beras secara efektif.

3. Iradiasi

Penggunaan radiasi dosis rendah dapat memperlambat pematangan


buah-buahan, mengontrol cendawan serta dapat memperpanjang umur simpan.
Pematangan pisang, pepaya dan mangga dapat ditunda dengan mengiradiasi
dengan 0,25-1 kGy. Stroberi yang biasanya selalu diserang oleh cendawan
Botritis dapat diperpanjang umur simpannya selama 14 hari dengan
o
meradiasinya dengan 2-3 kGy dan kemudian disimpan pada suhu 10 C. Iradiasi
0,15-0,3 kGy pada jeruk, mangga dan pepaya dapat mengontrol serangan lalat
buah. Stroberi lebih tahan terhadap iradiasi dibandingkan buah-buahan lainnya,
beberapa varietas dapat toleran hingga dosis 4 kGy.

Pada tahun 1986, Food and Drug Administration (FDA) mengijinkan


penerapan radiasi hingga 1 kGy (100 krad) pada buah dan sayuran. Dimana
tujuanya adalah untuk memperpanjang masa simpan dan memperlambat proses
pembusukan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dosis 0,75 kGy dapat
mensterilkan serangga dan dosis yang lebih besar dari 1 kGy dapat mengontrol
pembusukan. Tahun 1996 United States Departement of Agriculture (USDA) dan
Animal and Plan Health Inspection Service (APHIS) menyatakan iradiasi legal
segai salah satu perlakuan karantina untuk mengontrol lalat buah. Kemudian ada
tahun 1997 peraturannya dikeluarkan uleh USDA dan APHIS untuk mengiradiasi
pepaya, carambola, dan litchi sebagai salah satu perlakuan pitosanitari.

- 23 -
Tabel 10. Dosis radiasi minimum untuk berbagai lalat buah

Jenis Nama latin Dosis radiasi


minimum (Gy)
Oriental fruit fly Bactrocera dorsalis 250
Mediterranean fruit fly Ceratitis capitata 225
Melon fly Bactrocera cucurbitae 210
Caribbean fruit fly Anastrepha suspensa 150
Mexican fruit fly Anastrepha ludens 150
West Indian fruit fly Anastrepha obliqua 150
Sapote fruit fly Anastrepha serpentina 150
Queensland fruit fly Bacterocera tryoni 150
- Bactrocera jarvisi 150
Malaysian FF Bactrocera latifrons 150
Mango seed weevil Sternochetus mangiferae 300
(Sumber: USDA, 1996).

Walaupun pada beberapa artikel disebutkan dibutuhkan dosis 1-2 kGy


untuk membunuh telur, larva dan pupa Melon, Oriental dan Mediteranean fruit fly
dengan cepat. Pada Queensland fruit fly dibutuhkan dosis 0,80 kGy dimana
banyak buah-buahan yang mengalami perubahan kualitas pada dosis tersebut.
Selain itu dikhawatirkan proses radiasi akan menyebabkan mutagen pada produk
yang diradiasi sehingga membahayakan kesehatan ketika dikonsumsi. Oleh
karena itu iradiasi hanya diijinkan di beberapa negara tertentu.

Selain itu, iradiasi juga menyebabkan beberapa penurunan kualitas pada


beberapa jenis buah-buahan tertentu. Ionisasi menyebabkan perubahan kimia
pada komponen dinding sel seperti selulosa, hemi selulosa dan pektin sehingga
dinding sel menjadi lunak karena kehilangan kalsium. Hal ini umumnya terjadi
pada dosis radiasi 6 kGy atau lebih, bahkan pada level yang lebih tinggi
kehilangan kalsium mencapai 80% atau lebih. Akibatnya buah menjadi sangat
bermasalah ketika dalam proses transportasi karena daging buah menjadi cepat
sekali melunak. Pada transportasi normal sebagaimana buah yang tidak
diradiasi, terjadi kerusakan yang tidak dapat diterima pada buah yang diiradiasi
setibanya ditempat tujuan. Kehilangan kalsium memegang peranan penting
dalam terjadinya pelunakan pada buah dan sayuran. Selain itu buah-buahan
diradiasi menjadi lebih sensitif terhadap suhu dingin, sehingga memudahkan
terjadinya chiling injury, seperti yang dijumpai pada pisang, lemon, jeruk dan
tomat setelah diradiasi dengan dosis dibawah yang diijinkan.

- 24 -
Iradiasi pada jeruk australia, washington dan valencia tidak dapat lebih
dari dosis 0,30 kGy, karena dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan
kulit buah. Jeruk California yang diiradiasi dengan 0,35-0,50 kGy mengalami
kerusakan kulit dan perubahan rasa setelah diradiasi. Laporan lain menyebutkan
bahwa iradiasi jeruk pada dosis 0,50 kGy menyebabkan perubahan warna dan
rasa setelah 2-4 minggu penyimpanan. Demikian juga dengan iradiasi terhadap
anggur Marsh tanpa biji dengan dosis 0,25-0,50 kGy menyebabkan perubahan
yang siknifikan pada rasa. Dan banyak survey menunjukan bahwa jeruk tidak
tahan pada radiasi lebih dari 0,50 kGy, sementara cendawan penyebab penyakit
pascapanen pada jeruk membutuhkan dosis radiasi hingga 3 kGy. Demikian juga
pada buah cherry, aprikot dan peach dibutuhkan dosis radiasi lebih dari 2 kGy
untuk mengontrol pertumbuhan cendawan Monilia fructicola yang menyebabkan
penyakit brown rot.

4. Perlakuan panas (heat treatment)

Teknologi karantina diperlukan dalam rantai pemasaran komoditi yang


merupakan inang dari suatu hama penyakit dari daerah yang terinfestasi ke
daerah yang tidak terinfestasi yang bertujuan untuk mencegah penyebaran hama
penyakit tersebut (Armstrong dan Couey, 1989). Dalam beberapa tahun terakhir
terjadi peningkatan dalam penggunaan metode perlakuan panas (heat treatment)
sebagai salah satu teknologi karantina setelah adanya pelarangan penggunaan
senyawa kimia seperti etilen bromida untuk proses disinfestasi hama dan
pengendalian penyakit sejak tahun 1984 (Couey, 1989; Heard et al., 1992;
Heather et al., 1997; Lurie, 1998).

Saat ini perlakuan panas digunakan sebagai perlakuan bebas residu


untuk mendisinfestasi mangga diseluruh dunia seperti Pilipina (Merino et al.,
1985; Thailand (Unahawutti et al., 1992) dan USA (Sharp, 1986; Mangan dan
Ingle, 1992). Perlakuan panas pada pascapanen buah-buahan/sayuran
dimaksudkan untuk membunuh serangga atau lalat buah maupun cendawan
pada buah-buahan/sayuran seperti antraknosa dan busuk pangkal buah (stem
end rot) tanpa menyebabkan kerusakan pada buah itu sendiri.

Beberapa metode penggunaan panas dalam proses karantina antara lain


dengan menggunakan air panas (hot water treatment, HWT), uap panas (vapor
heat treatment, VHT) dan udara panas (hot air treatment, HAT) (Couey, 1989;
Paull, 1990; Lurie, 1998). Proses disinfestasi pada buah dilakukan dengan cara

- 25 -
memanaskan buah pada suhu tertentu selama periode waktu tertentu yang
bertujuan untuk membunuh lalat buah atau mengendalikan penyakit seperti
antraknosa dan stem end rot tanpa menyebabkan kerusakan pada buah itu
sendiri.

Perlakuan panas sebagai salah satu teknologi karantina cukup efektif


untuk mengatasi masalah hama penyakit pascapanen. Tetapi penggunaan suhu
yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan mutu
produk. Pengaruh perlakuan panas terhadap suatu produk berbeda-beda,
tergantung pada kultivar, ukuran dan bentuk, serta kematangan dan metode
yang digunakan. Oleh karena itu faktor suhu dan lama perlakuan sangat
menentukan agar tujuan untuk membunuh lalat buah pada berbagai stadia
tercapai tanpa merusak mutu produk itu sendiri.

Kerusakan produk hortikultura karena kelebihan panas disebut heat


injury. Gejala umumnya berupa pencoklatan (browning) pada kulit dan terjadinya
penguningan pada sayuran hijau seperti ketimun. Kerusakan internal yang
terjadi diantaranya adalah pelunakan abnormal dan penghitaman pada daging
buah, misalnya pada buah leci.

Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air


bersuhu 50 - 60°C sampai 10 menit, tetapi pada waktu yang lebih singkat telah
dapat membunuh larva-larva penyebab penyakit pada komoditas tersebut.
Pencelupan buah-buahan dalam air panas pada suhu 46°C membutuhkan waktu
90 menit dan perlakuan panas dengan uap panas menggunakan suhu 40 - 50°C
sudah dapat membunuh telur serangga yang terinfestasi pada buah atau
sayuran. Pencegahan kebusukan akibat jamur dapat dilakukan dalam hitungan
menit pada suhu diatas 50°C.

Hot water treatment (HWT) adalah dengan mencelupkan komoditas ke


dalam air panas pada suhu dan waktu tertentu, tergantung kepada varietas, jenis
dan stadia serangga yang akan dibasmi (APHIS, 1993). Air panas merupakan
media yang efektif untuk menghantarkan panas secara seragam ke seluruh
bagian buah dalam waktu yang tidak terlalu lama (Couey, 1989). Untuk buah-
buahan yang bersifat perishable, pemanasan dapat dilakukan hingga suhu pusat
buah mencapai 43-46,7 oC selama 35-90 menit. Variasi tergantung kepada jenis
dan stadium hama yang ditargetkan dan varietas buah. Metode HWT juga dapat
mengontrol penyakit pascapanen seperti antraknosa dan stem end rot (Couey,

- 26 -
1989 dan Mc Guire, 1991). Pencelupan komoditas non-food perishable seperti
bunga ke dalam air panas dengan suhu 43,3-49 oC selama 6 menit hingga 1 jam
efektif untuk membunuh serangga dan tidak merusak kualitas produk (Hara et
al., 1994). Saat ini HWT digunakan pada mangga yang terinfestasi Mediteranean
fruit fly dan beberapa lalat buah dari jenis Anastrepha, yang diimpor dari
Meksiko, Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan ke Amerika Serikat.
Perendaman jeruk pada suhu 45°C selama 42 menit dapat mengurangi
pembusukan yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides, Penicillium
digitatum dan Penicillium italicum. Pada mangga ’Irwin’, HWT memberikan hasil
yang terbaik pada suhu 47,2°C selama 90 menit, dalam hal ini suhu pusat
mangga mencapai 46,5°C. HWT pada ubi jalar varietas Siroyutaka dan CIP
menggunakan suhu 47,5°C selama 30 menit mencapai hasil yang optimum.
Perendaman paprika pada suhu 50°C selama 3 menit dapat menghambat
pertumbuhan jamur hitam dan jamur abu-abu. Tetapi perendaman pada suhu
50°C selama 5 menit atau pada suhu 55°C selama 1 menit atau lebih dapat
mengakibatkan retak-retak pada kulit buah. HWT pada suhu 46,5°C selama 20
menit memberikan hasil terbaik dalam mempertahankan mutu tomat dan dapat
menekan chiling injury pada penyimpanan dingin. Kesuksesan penerapan hot
water treatment sebagai pada karantina mangga juga dikembangkan pada
pepaya (Couey dan Hayes, 1986), jambu biji (Gould dan Sharp, 1992) dan
pisang (Armstrong, 1982). Namun demikian metode ini tidak direkomendasikan
untuk anggur, belimbing, plum, dan peach karena dapat merusak mutu buah
(Hallman, 1991; Hallman dan Sharp, 1990).

Penggunaan perlakuan udara panas (hot air treatment/HAT) juga


digunakan sebagi salah satu perlakuan karantina. Pemanasan dengan udara
o
hingga suhu 40-50 C selama kurang dari 8 jam dapat digunakan untuk
mengontrol lalat buah pada buah-buahn tropik (Armstrong et al., 1989).
Kondensasi pada permukaan buah atau pada ruang perlakuan dihindari dengan
menjaga titik embun 2-3 oC di bawah temperatur bola kering. Hal ini akan
mengontrol kelembaban relatif ruangan sehingga menghindari kondensasi pada
ruang perlakuan dan pada permukaan buah yang ditreatment.

Buah-buahan yang memperlihatkan toleransi dengan udara panas adalah


mangga (Mangan dan Ingle, 1992; Miller et al., 1991 dan Sharp, 1992), anggur
(McGuire, 1991; Sharp, 1989), jeruk (Sharp and McGuire, 1996), carambola

- 27 -
(Sharp and Hallman, 1992), persimon (Lay-yee, 1994) dan pepaya (Armstrong et
al., 1989). Namun demikian perlakuan udara panas tidak direkomendasikan
pada buah alpukat, lychee dan nectarine. USDA-APHIS telah menggunakan
perlakuan HAT pada pepaya, mangga, dan anggur (APHIS, 1993). Metode ini
efektif digunakan untuk mengendalikan lalat buah seperti lalat buah Meksiko
pada anggur dari Meksiko, lalat buah Mediteranean, Oriental dan Melon fly pada
pepaya dari Hawaii serta lalat buah Meksiko, West Indian dan lalat buah hitam
pada mangga dari Meksiko.

G. Vapor Heat Treatment/VHT

VHT merupakan penggunaan uap panas jenuh pada komoditas


hortikultura pada suhu dan waktu tertentu untuk membunuh hama yang
terinfestasi di dalamnya (APHIS, 1993). Tergantung pada ukuran dan varietas
buah, perlakuan karantina pada buah-buahan menggunakan uap panas adalah
pada kisaran suhu antara 46-47 oC (Jacobi et al., 1995; Jacobi and Giles, 1997;
Jacobi and Wong, 1992; Ponce de Leon et al., 1996; Sharp, 1986). Penggunaan
uap panas dengan kelembaban lebih dari 90% digunakan oleh USDA-APHIS
pada buah clementine, anggur, jeruk dan mangga yang diimpor untuk
mendisinfestasi mexican fruit fly demikian juga pada paprika, terong, pepaya,
tomat, zuchini dan markisa yang diimpor dari area yang terinfestasi Oriental dan
Melon fly (APHIS, 1993). Dilaporkan juga bahwa VHT juga efektif diaplikasikan
pada karambola (Hallman, 1990), anggur (Miller et al., 1991). Beberapa peneliti
lain juga menyatakan bahwa metode VHT efektif membunuh serangga codling
meth pada cherry (Neven dan Micham, 1996), Caribbean fly, aphid, dan thrips
pada bunga potong dan mealybug (Hansen et al., 1992). Pada saat ini fasilitas
komersial VHT untuk mangga telah beroperasi di Okinawa, Pilipina, Thailand,
USA dan Australia (Suganawa et al., 1987; Merino et al., 1985; Unahawutti et al.,
1986; Heater et al., 1997).

Dalam prakteknya, penggunaan panas pada mangga dengan metode


VHT dilakukan pada suhu buah (dekat biji) 46,5oC selama 10-30 menit dan
terbukti efektif untuk membunuh lalat buah jenis Oriental fruit fly dan Melon fruit
fly dari mangga ‘Nang Klangwan’ (Thailand) dan mangga ‘Irwin’ (Taiwan dan
Okinawa) serta mampu mengendalikan penyakit stem end rot dari mangga
‘Kensington’ (JFTA, 1996; Coates et al., 1996; Rokhani et al., 2001). Rokhani et
al. (2001) melaporkan bahwa dengan metode VHT pada mangga Irwin yang

- 28 -
diproduksi di Okinawa tahan pada suhu 46,5oC selama 30 menit. Proses tersebut
cukup efektif dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan stem end
rot pada mangga serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21 hari
penyimpanan pada suhu 13oC.

Semua komoditas buah-buahan dari Hawaii yang terserang oleh Oriental


fruit fly, Melon fly, dan Mediterranean fruit fly harus didisinfeksi terlebih dahulu
sebelum di ekspor ke USA, Jepang dan beberapa negara lainnya yang diketahui
tidak memiliki spesies hama ini. Untuk buah-buahan yang diimpor dari Philipina
pemerintah Australia mengharuskan penerapan VHT dengan suhu 46 oC selama
10 menit, untuk membunuh semua stadium lalat buah, Bactrocera cucurbitae, B.
occipotalis dan B. philipiniensis (Australian Quarantine & Inspection Service,
1999). Dua metode yang non kimia yang digunakan untuk membunuh Oriental
dan Mediteranean fruit fly yang terinfestasi di dalam pepaya Hawaii adalah
dengan pencelupan berulang ke dalam air panas dan penggunaan uap panas.
Pada pencelupan ulang ke dalam air panas, terlebih dahulu buah dicelupkan ke
dalam air bersuhu 42oC selama 30 menit kemudian dicelupkan kembali ke dalam
air bersuhu 49oC selama 20 menit (Hardenburg et al., 1986). Untuk penggunaan
uap panas, buah ditempatkan dalam ruang bersuhu 43,3 oC selama 6-8 jam
untuk memperbaiki toleransi panasnya, lalu dipanaskan pada lingkungan uap
jenuh selama 4 jam atau lebih hingga suhu buah menjadi 47,2 oC, lalu buah
didiinginkan dengan air mengalir selama beberapa jam sebelum dikemas
(Akamine, 1976).

Perlakuan panas juga efektif mengontrol penyakit yang disebabkan


Phytophthora citrophthora pada lemon, Rhizopus dan Molinia pada peach,
Colletrotichum gloesporioides pada mangga dan pepaya serta Gloesporium sp.
pada apel. Disinfektan dengan perlakuan panas (suhu 45°C selama 42 menit)
dapat menghilangkan spora dipermukaan, mengurangi viabilitas spora
Penicillium dan Colletotrichum, dan tidak merusak lapisan lilin ataupun kualitas
buah. VHT pada suhu 47 - 49°C dapat mengontrol pertumbuhan Colletotrichum
gloeosporioides pada mangga. Sedangkan VHT pada suhu 46,5°C selama 10 -
30 menit dapat mengontrol penyakit stem end rot pada mangga ’Kensington’.
Perlakuan panas dengan metode VHT pada suhu 38°C selama 3 hari sebelum
penyimpanan dapat mencegah busuk pada tomat yang disebabkan oleh jamur

- 29 -
Botrytis cinerea. Tabel 11 memperlihatkan pedoman karantina untuk buah
mangga yang akan diekspor ke Jepang.

Tabel 11. Pedoman karantina dengan perlakuan panas pada mangga yang akan
diekspor ke Jepang

Negara asal (Kultivar) Target lalat buah Perlakuan standar


Australia Ceratitis capitata VHT
(Kensington) Suhu 47,5oC selama 15 menit.

Pilipina Dacus tryoni VHT


(Manila Super) Suhu 46,0oC selama 10 menit.

Taiwan D. dorsalis VHT


(Irwin, Harden) D. cucurbitae Suhu 46,5oC selama 30 menit.

Tailand D. dorsalis VHT


(Nam Dorkmai, Rad, D.cucurbitae Naikkan suhu dari 43,0 oC ke
Pimsen Daeng) 47,0 oC secara bertahap
selama 20 menit.

(Nang Klangwan) D.dorsalis VHT


D.cucurbitae Naikkan suhu dari 43,0 oC ke
47,0 oC secara bertahap
selama 20 menit.

atau

D. dorsalis Suhu pusat buah 46,5oC


D.cucurbitae selama 10 menit.
(Sumber: Plant Protection Division, 1997).

Temperatur kritis yang menyebabkan kematian pada serangga


tergantung pada spesiesnya, lama perlakuan, dan faktor lain seperti kelembaban
(RH) dan konsentrasi O2. Kematian serangga pada suhu tinggi dapat disebabkan
oleh inaktifasi enzim, pengumpalan protein, ketidakseimbangan metabolisme,
produksi toksin, perubahan tingkat lemak pada dinding sel dan kombinasi dari
faktor-faktor tersebut. Pada suhu tinggi, konsumsi O2 serangga meningkat,
serangga akan sulit bergerak yang dikenal dengan istilah “heat stupor” kemudian
diikuti dengan kematian. Selain itu karena serangga hidup di dalam daging buah
kematian juga dapat disebabkan karena suhu tinggi menyebabkan peningkatan
respirasi buah, sehingga konsentrasi O2 di dalam sel menurun dan konsentrasi
CO2 meningkat. Evaporasi pada telur dan imago meningkat pada suhu tinggi
(pada perlakuan HWT dan VHT) menyebabkan mencairnya wax pada lapisan
chorion pada telur dan kutikula pada imago.

- 30 -
Menurut Niven, (2000) perubahan ekstrim suhu (misal pada saat
perlakuan karantina setelah panen) dapat menimbulkan respon metabolisme
yang berbeda. Pada beberapa jenis serangga responnya dapat berupa
peningkatan metabolisme anaerob seperti yang terjadi pada larva Cochliomyia
macellaria yang menghasilkan penyingkatan polyols dan polipospat. Enzim juga
merupakan salah satu yang sangat terpengaruhi dengan adanya perbedaan
suhu ini. Perubahan suhu mempengaruhi ikatan pada enzim sehingga
mempengaruhi metabolismenya seperti perubahan katalisasi enzim yang
menyebabkan kekurangan energi, aktivasi, perubahan fluiditas pada lapisan
membran pospolipid. Respon-respon ini akan semakin kritis pada suhu diatas 40
o
C. Pada Gambar 4 ditampilkan hubungan suhu dan lama perlakuan panas
terhadap mortalitas lalat buah dan toleransi buah pada perlakuan panas.

35

30 Garis maksimum
kerusakan buah

25
Daerah aplikasi
perlakuan panas
20

15

10 Garis minimum
mortalitas 100 %

5
46 47 48 49 50 51 52

Gambar 4. Hubungan antara suhu dan lama perlakuan yang layak untuk proses
karantina mangga (Sumber: JFTA, 1996).

- 31 -
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2007 di Laboratorium


AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plant); Laboratorium TPPHP
(Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian) dan Laboratorium Lingkungan dan
Bangunan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah mangga gedong gincu
yang berukuran 200-350 g yang diperoleh dari petani mangga di daerah Cirebon,
Jawa Barat. Telur lalat buah Oriental fruit fly diperoleh dengan melakukan
pembiakan (rearing) di laboratorium.

Peralatan yang digunakan adalah VHT chamber untuk melakukan proses


VHT, hybrid recorder untuk memantau perkembangan suhu selama proses VHT
berlangsung, chromameter Minolta CR-200 untuk mengukur warna, rheometer
model CR-300 untuk mengukur kekerasan, gas analyzer Shimadzu untuk
mengukur konsentrasi O2 dan CO2, refraktometer untuk mengukur total padatan
terlarut, timbangan, oven, ruang pendingin, kurungan kayu berukuran
(40cmx40cmx40cm); kurungan mika dengan tinggi 35 cm dan diameter 34 cm;
kain kasa; water bath untuk melakukan uji mortalitas, kaca pembesar, dus
pengemas dan berbagai alat bantu lainnya.

C. Metode

Tahap I: Mortalitas Lalat Buah

Penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui tingkat mortalitas lalat


buah pada fese telur pada beberapa suhu dan waktu perlakuan panas yang
berbeda. Untuk mendapatkan telur yang akan digunakan pada pengujian
mortalitas, dilakukan pembiakan lalat buah di laboratorium. Diagram alir proses
pembiakan ditampilkan pada Gambar 5 dan foto-foto proses pembiakan lalat
buah di laboratorium diperlihatkan pada Gambar 6.

- 32 -
Pepaya masak

Isolasi (±3 hari)

≠ terinfestasi Terinfestasi

Isolasi (± 30-40 hari)

Identifikasi Pepaya dipotong dua

≠ B. dorsalis B. dorsalis
Dilubangi
Dimasukan ke kurungan kayu

Diletakkan di wadah

Inang buatan diletakkan


di dalam kurungan

Setelah 2 hari inang diganti

Inang yang telah diteluri diisolasi kembali

Lalat buah dewasa

Pemindahan ke dalam kurungan kayu

Gambar 5. Diagram alir proses pembiakan lalat buah.

- 33 -
Gambar 6. Proses pembiakan lalat buah.

Pembiakan lalat buah dilakukan pada suhu ruang 27-29oC dan RH 75-
85%. Buah yang digunakan adalah pepaya masak yang diambil dari kebun
pepaya Tajur I, Seameo Biotrop, Tajur, Bogor. Pepaya yang telah matang
diisolasi dengan menempatkannya pada kurungan mika dan toples plastik, pada
dasarnya ditaburi serbuk gergaji yang telah disterilkan untuk mengindari
tergenangnya air karena proses pembusukan buah. Serbuk gergaji yang
digunakan telah disterilkan pada suhu 120 oC selama sedikitnya 2 jam, atau
dibekukan selama 2 malam untuk membunuh hewan lain. Setelah 3 hari buah
yang terlihat terinfeksi lalat buah ditandai dengan terjadinya proses pelunakan
dan pembusukan yang lebih cepat, dilanjutkan proses isolasinya hingga 30-40
hari.

Lalat buah yang dihasilkan diidentifikasi dan dipisahkan ke dalam


kurungan kayu yang berukuran lebih besar. Hal ini bertujuan untuk
memisahkannya dari lalat buah lain atau hama lain yang mungkin terbawa.
Pemindahan ini dilakukan dengan hati-hari agar lalat tidak stress dan mati. Hal
yang perlu diperhatikan adalah kepadatan populasi ditiap kurungan, karena
populasi yang terlalu padat dapat menimbulkan stress dan kematian;

- 34 -
menyediakan makanan yang cocok dan menghindari suhu diatas 30 oC. Lalat
dewasa dipelihara dan dikembangbiakkan di dalam kurungan kayu. Pakan yang
diberikan berupa air gula yang disajikan dengan wadah yang dialasi kertas tisu.
Air diganti setiap hari untuk menjaga kebersihan kurungan. Selain itu juga
disediakan inang berupa pepaya utuh (whole fruit) yang diletakkan di dalam
kurungan. Peletakkan inang ini adalah untuk media bertelur bagi lalat betina.
Inang diganti setiap 2 hari sekali, inang yang telah diteluri kembali di isolasi untuk
memperbanyak populasi lalat buah.

Mortalitas Lalat Buah

Uji mortalitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan panas lalat buah


pada fase telur. Respon kematian serangga sewaktu proses pencelupan air
panas akan sama dengan respon mortalitasnya dalam jaringan buah. Dari proses
ini akan diketahui suhu dan waktu yang dapat menyebabkan mortalitas mencapai
100%.

Setelah populasi lalat buah cukup banyak (±150 pasang) pengumpulan


telur dilakukan dengan meletakkan inang buatan yang daging buahnya telah
dikikis dan ditinggalkan setipis mungkin. Lalu pada permukaan buah dibuat
lubang-lubang kecil menggunakan jarum (diameter 1 mm), untuk memudahkan
lalat buah betina meletakkan telurnya. Lubang dibuat sebanyak mungkin
(tergantung jumlah lalat betina dewasa). Inang diletakkan di dalam cawan Petri
yang dialasi kertas tisu pada bagian bawahnya, kemudian dimasukkan ke dalam
kurungan kayu. Keesokan harinya inang diambil dan diganti dengan yang baru.
Inang yang telah diteluri dibelah dua agar telur-telur yang menempel pada bagian
dalamnya terlihat dengan jelas. Selanjutnya telur dihitung dan diambil
menggunakan spatula, telur ditampung pada saringan yang pada bagian
bawahnya diberi kain tipis berwarna hitam untuk mempermudah perhitungan.
Selama proses tersebut saringan dibiarkan terendam air setinggi ± 0,5 cm, agar
telur-telur tidak kering. Setelah itu dilakukan uji mortalitas (Gambar 7) dan foto
proses pengujian mortalitas diperlihatkan pada Gambar 8.

Pengujian ini dilakukan dengan mencelupkan 20 butir telur/perlakuan ke


dalam air panas. Kondisi yang dicobakan adalah:

a. Pencelupan pada suhu 46 oC dengan variasi waktu (5, 10, 15, 20 dan 30
menit).
b. Pencelupan selama 30 menit dengan variasi suhu (40, 43, 46 dan 49 oC).

- 35 -
Telur

Pemanasan

• 30 menit (40, 43, 46 dan 49 oC)


• Suhu 46 oC (5, 10, 15, 20, 25, 30 menit)

Pembiakan

Menetas Tak menetas

Hidup Mati

Gambar 7. Diagram alir proses pengujian mortalitas lalat buah.

Gambar 8. Proses pengujian mortalitas lalat buah.

Setelah itu telur dibiarkan menetas dengan mengiolasinya pada media


makanan buatan (artificial diet). Media buatan berupa pepaya masak yang telah
diblender yang terlebih dahulu disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam agar
terjadi pembentukan gel. Makanan seberat 100-200 g ditempatkan pada wadah

- 36 -
plastik kecil dengan ketebalan 1-2 cm. Setelah telur dimasukkan wadah plastik
ditutup bagian atasnya agar kelembabannya tidak hilang dan menghindarkannya
dari cahaya yang dapat memicu pertumbuhan cendawan serta mencegah
hinggapnya lalat lain. Setelah 6-7 hari telur yang berhasil menetas menjadi larva
terlihat berloncatan di dalam wadah dan dihitung sebagai telur yang dapat
bertahan hidup.

Tahap II: Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan terhadap Mutu Buah

Penentuan waktu kondisioning

Sebelum dilakukan kajian pengaruh panas terhadap mutu mangga,


terlebih dahulu ditentukan waktu kondisioning. Waktu kondisioning adalah waktu
yang dibutuhkan hingga suhu pusat mangga mencapai suhu yang diinginkan.
Mangga yang diuji dipasangi termokopel yang terhubung dengan hybrid recorder
untuk memantau penetrasi suhu selama proses VHT. Proses penentuan waktu
kondisioning diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Penentuan waktu kondisioning.

Untuk menggambarkan penetrasi panas yang terjadi pada mangga


gedong selama proses VHT digunakan beberapa model matematika non-linier
yakni model logistik, rumus umumnya adalah:

- 37 -
A
Tθ =
(1 + B exp(− kθ ))
Pada metode VHT pemanasan buah terjadi secara konduktif dimana panas pada
permukaan buah akan berpenetrasi hingga ke pusat buah. Hansen (1992)
mengembangkan beberapa model matematika untuk menduga penetrasi panas
pada buah dan sayur selama proses karantina, dan dilaporkan bahwa model
terbaik adalah model logistik. Demikian pula menurut Rokhani (2002), model
terbaik dalam menduga suhu pusat mangga Irwin yang di VHT adalah model
logistik.

Proses VHT

Mangga dibawa dari kebun menggunakan peti kayu yang dialasi kertas
koran untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis dan diangkut
menggunakan mobil berpendingin. Setiba di laboratorium dilakukan sortasi untuk
mendapatkan ukuran yang sesuai. Lalu mangga dicuci untuk menghilangkan
getah dan kotoran yang menempel pada permukaan kulit buah. VHT diberikan
pada buah mangga dengan suhu chamber 46,5 oC dengan lama perlakuan 0, 10,
20, dan 30 menit setelah suhu pusat mangga gedong mencapai suhu 46 oC.
Setelah proses perlakuan panas mangga segera didinginkan dengan air yang
mengalir hingga suhu kembali menjadi normal. Kemudian mangga dikeringkan
dengan cara mengangin-anginkannya. Setelah kering dilakukan proses pelilinan
dan tanpa pelilinan. Mangga yang dililin kembali dikeringanginkan, setelah
permukaan buah benar-benar kering, kemudian dilakukan pengemasan. Diagram
alir proses VHT dan pelilinan diperlihatkan pada Gambar 10 dan foto selama
proses VHT ditampilkan pada Gambar 11.

- 38 -
Panen

Sortasi

Pemutuan

VHT pada suhu 46,5 oC


Perlakuan: 10, 20, dan 30 menit dan kontrol

Pendinginan dengan air yang mengalir

Tanpa pelilinan Pelilinan

Pengemasan dengan dus

Penyimpanan pada suhu 13 oC

Pengukuran respirasi dan pengamatan mutu


(susut bobot, kadar air, warna, kekerasan, total padatan terlarut,
uji vitamin C, jumlah populasi cendawan dan uji organoleptik)

Gambar 10. Diagram alir proses VHT pada mangga.

- 39 -
Gambar 11. Proses VHT pada mangga.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial RAL dengan dua


faktor. Faktor pertama adalah lama VHT dengan 4 taraf percobaan (10, 20, 30
menit dan kontrol) dan faktor kedua adalah pelilinan dengan dua taraf (pelilinan
dan tanpa pelilinan). Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Untuk
melihat pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam (anova) dengan
program SAS R. 6.12. Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan. Model Linearnya adalah:

Yij = μ + α i + β j + (αβ )ij + ε ijk

dimana,

i = 1,2,3, dan p
j = 1, 2, 3, dan n
Yijk = Respon setiap parameter yang diamati
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama lama VHT
βj = Pengaruh utama pelilinan
(αβ)ij = Komponen interaksi dari lama VHT dan pelilinan
εijk = Pengaruh galat percobaan

- 40 -
Pengamatan mutu

Mangga gedong yang telah diberi perlakuan panas disimpan dalam ruang
pendingin bersuhu 13-15 oC dengan RH >70%, menggunakan karton yang diberi
partisi pada bagian dalamnya. Perubahan mutu diamati setiap 4 hari sekali
hingga 28 hari penyimpanan. Parameter mutu yang diamati adalah: laju
respirasi, susut bobot, kadar air, warna, kekerasan, total padatan terlarut, uji
vitamin C, jumlah populasi cendawan dan uji organoleptik.

a. Laju respirasi

Laju respirasi mangga diukur menggunakan gas analyzer. Untuk mengukur


respirasi sebanyak 3 buah mangga (seberat ± 800-900g) ditempatkan pada
toples kaca tertutup dan disimpan di dalam lemari pendingin bersuhu 13-15oC
dengan RH >70%.
Dua buah selang yang dihubungkan dengan alat pengukur gas Analyzer
Shimadzhu disambungkan dengan dua buah selang yang terpasang ditutup
toples untuk melewatkan gas CO2 dan O2. Pengukuran respirasi dilakukan 2 jam
sekali hingga laju respirasi menurun. Setiap pengamatan dilakukan 2 kali
ulangan.Data yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung laju
respirasi dengan rumus:

R =V × dx
W dt

Dimana: R = Laju respirasi (ml. CO2/kg.jam dan ml.O2/kg.jam)


V = Volume bebas wadah (cm3)
W = Berat sampel (kg)
dx = Laju perubahan konsentrasi O2 dan CO2 (%/jam)
dt

b. Kekerasan

Pengukuran kerasan dilakukan menggunakan alat Sun Rheometer tipe


CR-300 DX yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman
penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/mnt dan diameter probe
5 mm. Pengukuran dilakukan pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah. Nilai
yang ditunjukan alat merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan kg/mm.

- 41 -
c. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter


(Minolta tipe CR-200) dengan metode Hunter dan Munsell Color. Pengukuran
dilakukan dengan cara menempelkan alat sensornya pada permukaan kulit dan
daging mangga. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan bawah
buah; pengukuran dilakukan sebanyak 3 ulangan pada setiap pengamatan. Nilai
Y, y dan x yang diperoleh kemudian konversi dengan rumus ke dalam nilai L, a
dan b serta chroma. Nilai Hunter L menunjukkan kecerahan (lightness) yang
bergerak dari 0-100. Nilai Hunter a menunjukkan warna kromatik campuran
merah hijau yang nilainya bergerak dari positif (0-100) untuk warna merah
sampai negatif (0-80) untuk warna hijau. Nilai Hunter b menunjukkan warna
kromatik campuran biru kuning yang nilainya bergerak dari positif (0-70) untuk
warna kuning sampai negatif (0-70) untuk warna biru. Nilai hunter a dan b
merupakan indikasi perubahan warna hijau ke merah/kuning. Nilai a negatif
menunjukkan warna hijau nilai a positif menunjukkan warna merah-kuning
sementara nilai b positif menunjukkan warna kuning sedangkan nilai b negatif
menunjukkan warna biru. Konversi nilai Y, x, z ke dalam L, a, b dengan
menggunakan rumus sbb:

Y=y
X= Y(x/y)
Z= Y((1-x-y)/y)

Dimana:

L = 10 Y
a = [17.5(1.02 X − Y )] / Y
b = [7.0(Y − 0.847 Z )] / Y

Chroma = (a 2
+ b2 )
Menurut Mohsenin (1984), metode Munsell merupakan metode
berdasarkan tiga notasi Munsell yaitu Hueo (hijau, merah, biru, kuning), value
(nilai L atau kecerahan yang bergerak dari dark atau gelap sampai light/bright
atau cerah), dan chroma (saturasi atau tingkat kandungan warna yang bergerak
dari weak atau muda sampai vivid/strong atau tua). Nilai dari notasi tersebut
kemudian diplotkan pada Munsell color chart (Gambar 12).

- 42 -
Gambar 12. Munsell color chart.

d. Susut bobot

Penghitungan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan


bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai dengan akhir penyimpanan. Untuk
mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:

Wo − Wt
SusutBobot = x100%
Wo

Dimana: Wo = bobot bahan awal penyimpanan


Wt = bobot bahan akhir penyimpanan

e. Kadar air

Pengukuran terhadap kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC,


1984). Bahan ditimbang sebanyak 10 g di dalam cawan alumunium yang telah
dikeringkan dalam oven selama 15 mnt pada suhu 100-102oC. Lalu dimasukan
o
ke dalam oven dengan suhu 100-102 C sampai beratnya konstan,
perhitungannya:

BA
KA = x100%
BA + BK

Dimana: BA= berat air dalam bahan, BK= berat kering mutlak

f. Uji vitamin C

Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan menggunakan metode


titrasi (Ranganna, 1977). Sampel sebanyak 10 g ditimbang, ditambahkan dengan
HPO3 6% sebanyak 50 ml, diaduk/diblender kemudian diencerkan hingga 100 ml
dan disaring. Bila hasil saringannya masih keruh dilakukan sentrifuge, diambil ±5

- 43 -
ml dan ditambahkan larutan dye (Dichlorofenol indofenol) ± 5-10ml (sampai
warna merah). Setengah menit dari penambahan larutan dye tersebut dimasukan
ke spektrofotometer dan nilainya dapat dibaca. Panjang gelombang absorban
yang digunakan 518 nm. Selanjutnya kandungan vitamin C dapat dihitung
dengan rumus:
g Vit. C/100g sampel = (a x b)/(cxd)

a = Konsentrasi asam askorbat dari kurva standar x volume larutan


b = Volume larutan yang dibuat x 100
c = ml larutanx1000 yg diukur
d = Berat/vol sampel

g. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer. Buah mangga


dihancurkan kemudian dan diteteskan pada prisma refraktometer. Indeks refraksi
sebagai total padatan terlarut ditentukan dengan melihat angka yang tertera pada
alat dengan satuan oBrix.

h. Uji organoleptik

Dilakukan uji kesukaan meliputi warna, rasa, tekstur dan penampakan


atau kesegaran dengan menggunakan 15 orang panelis. Bahan yang telah diberi
kode disajikan secara acak. Panelis diminta untuk memberikan penilaian
berdasarkan skala mutu hedonik/kesukaan yang berkisar antara 1-5. Dimana
(1): sangat tidak suka; (2): tidak suka; (3): biasa; (4): suka; (5): sangat suka.

i. Populasi cendawan

Populasi cendawan dihitung dengan metode Standar Plate Count (SPC)


dengan media PDA (Potato Dextrose Agar). Sampel dihancurkan dan diambil
sebanyak 25 g lalu dilakukan seri pengenceran bertingkat, 1:10, 1:10-2, 1:10-3,
1:10-4, 1:10-5. Kemudian sampel ditanam pada media PDA dengan metode
cawan tuang, yakni dengan mengambil 1 ml suspensi dari tiap pengenceran dan
dimasukan ke dalam cawan petri steril (9 cm), kemudian dituangi media PDA
dengan suhu 47oC-50oC sebanyak 10-15 ml dan ditutup. Setelah itu diinkubasi
pada suhu ruang selama ±7 hari dan dihitung koloni cendawannya.

- 44 -
Tahap III: Proses disinfestasi lalat buah yang optimum

Proses ini bertujuan untuk melihat keefektifan metode VHT dalam


mendisinfestasi lalat buah. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahap
sebelumnnya, diperoleh suhu dan waktu perlakuan yang tepat, yang
menimbulkan mortalitas 100% terhadap lalat buah tetapi tidak menyebabkan
kerusakan panas serta penurunan mutu lainnya terhadap mangga.

Mangga diinfestasi secara alami dengan meletakkannya ke dalam


kurungan lalat. Populasi lalat pada setiap kurungan sekitar 150 pasang. Sehari
setelah itu mangga diambil dan diberi VHT. Kemudian mangga diisolasi selama 7
hari pada suhu ruang, untuk melihat dan menghitung telur yang berhasil menetas
menjadi larva. Telur yang menetas menjadi larva dikategorikan hidup.

- 45 -
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daur Hidup Oriental Fruit Fly

Untuk mendapatkan telur yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian


tingkat mortalitas terhadap panas, lalat buah diisolasi dari buah yang sudah
terinfestasi dari lapangan. Pemeliharaan dilakukan untuk meningkatkan dan
menstabilkan populasinya hingga dapat menyediakan jumlah telur yang cukup.
Lalat buah mempunyai empat fase metamorfosis (Gambar 13), yaitu telur, larva,
pupa dan imago.

Telur Larva

Imago Pupa

Gambar 13. Daur hidup oriental fruit fly.

Telur berbentuk lonjong dan berwarna putih. Telur diletakkan secara


berkelompok 2-15 butir. Dalam 1-2 hari telur-telur tersebut menetas menjadi
larva. Larva berwarna putih kekuningan dan berbentuk bulat panjang dan salah
satu ujungnya meruncing serta memiliki titik hitam, panjangnya berkisar 7-10
mm. Larva terdiri dari tiga instar dan lama fase larva adalah 6-9 hari. Setelah itu
larva akan berubah menjadi pupa. Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval.
Panjangnya kira-kira 5 mm dengan lama fase pupa 4-12 hari. Kemudian pupa
menetas menjadi imago. Panjang imago 7-10 mm, berwarna belang kuning dan
hitam dan pada bagian abdomen memiliki garis vertikal membentuk huruf T.
Sayapnya transparan dan bergaris hitam. Lalat betina memiliki ujung abdomen

- 46 -
runcing yang berfungsi sebagai alat untuk meletakkan telur, sementara abdomen
lalat jantan membulat.

B. Mortalitas Lalat Buah

Keberhasilan penerapan perlakuan panas tergantung pada


keseimbangan antara toleransi panas komoditas yang diberi perlakuan panas
dengan toleransi panas serangga yang akan ditargetkan. Uji mortalitas bertujuan
untuk mengetahui ketahanan panas lalat buah pada fase telur, sehingga dapat
digunakan sebagai pemodelan dalam sistem karantina. Karena respon kematian
serangga sewaktu proses pencelupan dengan air panas akan sama dengan
respon mortalitasnya dalam jaringan buah. Dari uji mortalitas yang telah dirata-
rata ditampilkan pada Tabel 12 dan hasil uji mortalitas sebelum dirata-rata dapat
dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 12. Hasil pengujian mortalitas telur pada beberapa suhu


selama 30 menit.
Suhu Jumlah telur Hidup Mati Mortalitas
(oC) (butir) (ekor) (ekor) (%)
Kontrol 20 20 0 0
40 20 3 17 85
43 20 0 20 100
46 20 0 20 100
49 20 0 20 100

Hasil pengujian menunjukkan bahwa mortalitas telur mencapai 85% pada


perendaman dengan suhu 40 oC selama 30 menit. Mortalitas 100% tercapai
pada perendaman dengan air bersuhu 43oC selama 30 menit sehingga suhu
diatas ≥ 43 oC dipastikan sudah dapat menimbulkan mortalitas 100%.

Selanjutnya dipilih suhu 46 oC untuk melakukan pengujian yang lebih


terperinci terhadap mortalitas telur lalat buah terhadap panas dengan
o
memvariasikan lama perendamannya. Suhu 46 C selain sudah dapat
mengakibatkan mortalitas 100%, juga karena merupakan suhu yang
direkomendasikan untuk perlakuan mangga dengan metode VHT. Karena
perlakuan karantina pada mangga menggunakan metode VHT atau HWT adalah
pada kisaran suhu antara 46-47 oC tergantung pada ukuran dan varietas buah,
(Jacobi et al., 1995; Jacobi and Giles, 1997; Jacobi and Wong, 1992; Ponce de
Leon et al., 1996; Sharp, 1986). Hasil pengujian mortalitas telur lalat buah pada

- 47 -
suhu 46 oC pada berbagai lama pemanasan yang telqah dirata-rata ditampilkan
pada Tabel 13 dan hasil pengujian sebelum dirata-rata dapat dilihat pada
Lampiran 2.

Tabel 13. Hasil pengujian mortalitas telur pada air bersuhu


46-46,5oC dengan beberapa lama perendaman

Waktu Jumlah telur Hidup Mati Mortalitas


(menit) (butir) (ekor) (ekor) (%)
0 20 20 0 0
5 20 5 15 75
10 20 0 20 100
15 20 0 20 100
20 20 0 20 100
25 20 0 20 100
30 20 0 20 100

Perendaman selama 5 menit pada air bersuhu 46 oC mengakibatkan tingkat


mortalitas 75% pada telur sementara lama perendaman ≥ 10 menit sudah
mengakibatkan tingkat mortalitas 100% pada telur-telur yang diberi perlakuan.

Heather et al. (1997) melaporkan pada pengujian lalat buah jenis


Queensland fruit fly dan Ceratitis capitata dengan suhu 43 dan 44 oC diketahui
bahwa fase telur lebih toleran terhadap panas. Demikan pula Heard et al. (1992)
o
melaporkan bahwa suhu 42,8 C sudah dapat mendisinfestasi mangga
kensington yang terinfestasi Queensland fruit fly, dan diketahui bahwa fase telur
memiliki toleransi panas yang paling tinggi dibandingkan fase lainnya. Selain itu
juga ditambahkan oleh Heather et al. (1997) bahwa pemberian panas selama 10
menit pada suhu 46,5 oC sudah dapat mengakibatkan mortalitas 100% pada
mediteranian fruit fly. Penggunaan VHT pada suhu pusat mangga mencapai 46,5
o
C selama 10-30 menit efektif untuk membunuh oriental fruit fly dan melon fruit fly
pada mangga nang klangwan dan mangga irwin dari Thailand, selain itu juga
dapat mengontrol penyakit stem end rot pada mangga kensington (JFTA, 1996).
Jacobi et al. (2000) menerangkan agar dapat lolos dari karantina pada berbagai
negara pengimpor mangga, perlakuan panas yang diberikan harus menimbulkan
tingkat mortalitas 99,9968% terhadap lalat buah yang ditargetkan. Informasi ini
selanjutnya akan digunakan sebagai informasi tambahan untuk melakukan
proses VHT pada mangga gedong.

- 48 -
C. Pengaruh Perlakuan Panas dan Pelilinan terhadap Mutu Buah

1. Waktu Kondisioning

Penentuan waktu kondisioning dimaksudkan untuk mengetahui berapa


lama waktu dibutuhkan hingga pusat mangga mencapai suhu yang diinginkan.
Dengan memasangkan termokopel pada setiap mangga yang diuji, maka
perkembangan suhu buah selama proses VHT dapat dipantau menggunakan
hybrid recorder. Data perkembangan suhu selama proses VHT diperlihatkan
o
pada Lampiran 3. Suhu pusat yang ingin dicapai adalah 46 C dengan
o
menggunakan suhu VHT chamber 46,5 C dan RH>90%. Perkembangan suhu
pada mangga gedong selama proses VHT ditampilkan pada Gambar 14.

65
Suhu mangga Suhu air Suhu ruang
60

55

50
Suhu ( C)
o

45

40

35

30

25
0 16 32 48 64 80 96 112
Waktu (menit)

Gambar 14. Perkembangan suhu buah mangga gedong gincu selama proses
VHT.

Untuk mendeskripsikan penyebaran suhu selama proses perlakuan


panas digunakan model matematika. Pada penelitian ini digunakan model
matematika logistik untuk menduga perkembangan suhu pada mangga gedong
selama proses VHT. Pada Gambar 15 ditampilkan grafik suhu hasil pengukuran
dan pendugaan menggunakan metode logistik selama proses VHT pada mangga
gedong. Data penetrasi suhu selama proses VHT diolah dengan program SAS
6.12 untuk mendapatkan model matematika logistik dan keluarannya ditampilkan
pada Lampiran 4. Maka persamaan yang didapatkan adalah Y =
47,18/(1+0,65*EXP(-0,04* X)) dengan R2= 0,991

- 49 -
50
Suhu ukur Suhu duga

45

40

Suhu ( C)
o

35

30

25
0 16 32 48 64 80 96 112
Waktu (menit)

Gambar 15. Perkembangan suhu hasil pengukuran dan pendugaan dengan


model logistik selama proses VHT pada mangga gedong gincu.

Suhu awal pada menit ke-1 hasil pengukuran adalah sebesar 28,4 oC
dimana hanya berselisih sebesar 0,6 oC dengan suhu hasil pendugaan (suhu
o
hasil pendugaan 29,0 C). Dari hasil pengukuran diketahui, bahwa waktu
kondisioning yang dibutuhkan mangga gedong gincu hingga suhu pusatnya
mencapai 46 oC adalah selama 82 menit (1 jam 22 menit). Hal ini hanya berbeda
2 menit dengan suhu hasil pendugaan, dimana dari hasil pendugaan suhu pusat
mangga 46 oC tercapai pada menit ke 80 (1 jam 20 menit). Secara keseluruhan
model logistik sudah dapat digunakan untuk menduga perkembangan suhu pada
mangga gedong gincu selama proses VHT dengan akurat. Hansen (1992)
mengembangkan beberapa model matematika untuk menduga penetrasi panas
pada buah dan sayur selama proses karantina, dan dilaporkan bahwa model
terbaik adalah model logistik. Demikian pula menurut Rokhani (2002), model
terbaik dalam menduga suhu pusat mangga Irwin yang di VHT adalah model
logistik.

2. Perubahan Mutu

Mangga gedong diberi perlakuan panas metode VHT pada suhu 46,5 oC
dengan RH ≥ 90% selama 10 menit, 20 menit, 30 menit dan kontrol. Kemudian
sebagian mangga diberi lapisan lilin (6%) dan sebagian tidak dililin. Mangga
disimpan pada suhu 13 oC dengan RH ≥70% menggunakan kemasan karton
yang diberi partisi pada bagian dalamnya. Pemberian partisi ini adalah untuk

- 50 -
menghindari gesekan sesama mangga dan untuk memperkecil kemungkinan
penyebaran penyakit yang mungkin terjadi selama masa penyimpanan. Untuk
mengetahui parameter proses yang memberikan hasil terbaik, dilakukan
pengamatan terhadap respirasi buah dan parameter mutu yang meliputi susut
bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, kadar air, vitamin C, total
populasi cendawan dan uji organoleptik.

Respirasi

Laju respirasi dinyatakan dalam laju konsumsi O2 dan produksi CO2.


Pada Gambar 16 disajikan laju konsumsi O2 mangga gedong selama
penyimpanan. Terjadi peningkatan konsumsi O2 pada hari penyimpanan ke-6
baik untuk mangga yang diberi lilin maupun untuk mangga yang tidak diberi lilin.
Peningkatan respirasi ini menandai fase klimakterik pada mangga. Selanjutnya
konsumsi O2 mengalami penurunan hingga hari ke-10. Peningkatan O2 yang
fluktuatif kembali terjadi pada hari ke-12 hingga akhir masa pengamatan, ini
terjadi karena adanya respirasi tambahan dari mikroorganisme seperti cendawan
yang ditandai dengan mulai munculnya gejala penyakit pada hari pengamatan
ke-12.
70
70
kontrol vht 10' vht 20' vht 30'
kontrol vht 10' vht 20' vht 30'
laju konsumsi O2(mlO2/kg-jam)

laju konsumsi O2 (mlO2/kg-jam)

60
60

50
50

40
40

30
30
Pelilinan Tanpa pelilinan
20 20
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (hari) Waktu (hari )

Gambar 16. Pengaruh lama VHT terhadap konsumsi O2 mangga gedong gincu
selama penyimpanan.

Pada hari penyimpanan ke-0 laju konsumsi O2 tertinggi adalah sebesar


44,6 ml O2/kg.jam (VHT 10 mnt tanpa pelilinan) dan 39,1 ml O2/kg.jam (VHT 30
menit dengan pelilinan). Pada masa klimakterik laju konsumsi O2 terbesar adalah
63,9 ml O2/kg.jam (VHT 30 menit tanpa pelilinan) dan 56,2 ml O2/kg.jam (VHT 10
menit dengan pelilinan). Mitcham dan Mc Donald (1993) melaporkan bahwa
respirasi mangga yang diberi perlakuan panas lebih tinggi dibandingkan kontrol
pada 6 hari pertama. Demikian juga yang dilaporkan oleh Irving et al. (1991),

- 51 -
dimana buah kiwi yang diberi perlakuan panas metode HWT pada suhu 50-54
o
C selama 8 menit memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Esguerra dan Lizada (1990) menambahkan bahwa terjadi peningkatan respirasi
pada mangga carabao yang diberi perlakuan panas metode VHT 46oC selama
10 menit.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama VHT


memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O2 pada hari
pengamatan ke-0, 1, 5, 12, 13, dan 15. Sementara pelilinan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O2 pada hari pengamatan ke-
0, 1, 8 dan 9. Interaksi antara perlakuan lama VHT dan pelilinan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi O2 pada hari ke-0, 1, 12, 13
dan 15.

Pemberian lilin dapat menekan laju respirasi dimana, mangga yang tidak
dililin memiliki laju konsumsi O2 yang lebih tinggi dibandingkan mangga yang
dililin. Pada hari ke-0, 1, 13 dan 15 mangga yang digunakan sebagai kontrol
memiliki laju konsumsi O2 paling tinggi sementara lama VHT tidak memiliki
pengaruh nyata terhadap laju konsumsi O2, walaupun demikian mangga yang
diberi VHT selama 20 menit memiliki laju respirasi terendah pada hari ke-0, 1 dan
15. Joyce dan Shorter (1994) juga menyatakan bahwa respirasi buah yang diberi
panas lebih rendah dibandingkan kontrol. Konsumsi O2 pada hari ke-15
diperlihatkan pada Gambar 17.
60
Laju konsumsi O2 (ml.O2/kg.jam)

VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan


50

40

30

20

10

0
10 20 30 kontrol
Lama VHT (menit)

Gambar 17. Laju konsumsi O2 mangga gedong gincu pada hari ke-15.

Gambar 18 menampilkan grafik laju produksi CO2 mangga gedong


selama 16 hari penyimpanan. Sama halnya dengan laju konsumsi O2, terjadi

- 52 -
peningkatan produksi CO2 pada hari 6-7 (klimakterik), laju produksi CO2 kembali
mengalami penurunan setelah berlalunya fase klimakterik. Untuk penyimpanan
ke-0 laju produksi CO2 tertinggi untuk mangga yang tidak dililin adalah pada VHT
selama 10 menit sebesar 47,1 ml CO2/kg.jam dan pada VHT selama 30 menit
42,8 ml CO2/kg.jam untuk mangga yang dililin. Pada puncak fase klimakterik
produksi CO2 tertinggi adalah sebesar 62,6 ml CO2/kg.jam (kontrol tanpa
pelilinan) dan 52,8 ml CO2/kg.jam (VHT 10 menit dengan pelilinan). Rokhani
(2002) juga melaporkan bahwa mangga irwin yang diberi perlakuan panas
memiliki laju yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.

70 70
kontrol vht 10' vht 20' vht 30'
kontrol vht 10' vht 20' vht 30'

laju produksi CO2(ml CO2/kg-jam)


laju produksi CO2 (ml CO2/kg-jam)

60 60

50 50

40 40

30 30

Pelilinan
Tanpa pelilinan
20 20
0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 18. Pengaruh lama VHT terhadap produksi CO2 mangga selama
penyimpanan.
Dari analisa sidik ragam (Lampiran 8), diketahui bahwa lama VHT
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi CO2 pada hari ke-
2, dan perlakuan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
produksi CO2 pada hari ke-0, 1 dan 2 sementara interaksi antara lama VHT dan
pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-0, 1, 2, 13 dan
14. Mangga yang digunakan sebagai kontrol memiliki laju produksi CO2 tertinggi
pada hari ke-2, dan mangga yang diberi VHT 20 menit dengan pelilinan memiliki
laju produksi CO2 terendah dibandingkan perlakuan lainnya, walaupun tidak ada
beda nyata diantara lama VHT 10, 20 dan 30 menit. Pada diagram di Gambar 19
ditampilkan laju produksi CO2 pada hari ke-14.

- 53 -
45
VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan

Laju produksi CO2 (ml.CO2/kg.jam)


40
35
30
25
20
15
10
5
0
10 20 30 kontrol
Lama VHT (menit)

Gambar 19. Laju produksi CO2 mangga gedong gincu pada hari simpan ke-14.

Laju respirasi merupakan petunjuk umur simpan buah sesudah panen


karena berhubungan dengan laju kemunduran mutu. Semakin rendah laju
respirasi maka semakin potensial buah tersebut disimpan dalam bentuk segar
(Pantastico, 1986). Terjadinya peningkatan atau penurunan laju respirasi setelah
perlakuan panas erat kaitannya dengan kerusakan sel yang terjadi selama
perlakuan. Klein dan Lurie (1990), melaporkan bahwa VHT dapat meningkatkan
ataupun menurunkan puncak respirasi buah-buahan klimakterik tergantung
seberapa lama penundaan yang terjadi setelah perlakuan. Jacobi et al. (1995)
melaporkan bahwa perlakuan panas tidak mempengaruhi waktu klimakterik pada
mangga kensington.

Susut Bobot

Mangga gedong mengalami peningkatan susut bobot selama


penyimpanan. Pada Gambar 20 ditampilkan grafik presentase peningkatan susut
bobot mangga gedong selama penyimpanan.

30 30
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
25 25

20 20
Susut (%)

Susut (%)

15 15

10 10

5 5
Pelilinan Tanpa pelilinan
0 0
0 4 8 12 16 20 24 28 0 4 8 12 16 20 24 28
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 20. Pengaruh lama VHT terhadap peningkatan susut bobot mangga
gedong selama penyimpanan.

- 54 -
Dari hasil pengamatan pada hari penyimpanan ke-4 susut bobot terbesar
adalah 1,8% (VHT 30 menit dengan pelilinan) dan 2,7% (VHT 20 menit tanpa
pelilinan). Pada akhir pengamatan yakni hari penyimpanan ke-28, didapatkan
susut bobot tertinggi 20,1% (kontrol dengan pelilinan) dan 27,8% (VHT 10 menit
tanpa pelilinan). Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa lama VHT
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kehilangan bobot
selama penyimpanan. Sementara pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap penurunan bobot mangga gedong selama masa simpan. Interaksi
antara lama VHT dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
hingga hari penyimpanan ke-20. Rokhani (2002) juga melaporkan bahwa
perlakuan panas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
susut bobot mangga irwin selama masa simpan. Hal serupa juga dilaporkan oleh
Sunagawa et al. (1987) di dalam Rokhani (2002), dimana susut bobot dari
mangga irwin tidak dipengaruhi oleh perlakuan VHT.

Dari uji Duncan (Lampiran 8) diketahui bahwa mangga yang tidak dililin
memiliki kehilangan bobot yang lebih tinggi dibandingkan mangga yang dililin.
Interaksi pelilinan dan lama VHT hingga hari simpan ke-16 dan 24, terlihat bahwa
mangga yang di VHT selama 20 menit dan dililin memiliki susut bobot terendah.
Pada diagram di Gambar 21 diperlihatkan penurunan bobot mangga gedong di
hari ke-24.
25
VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan
20
Susut bobot (%)

15

10

0
10 20 30 kontrol
Lama VHT (menit)

Gambar 21. Nilai susut bobot mangga gedong gincu pada hari ke-24.

Pantastico (1986) menjelaskan bahwa penurunan bobot dapat


disebabkan oleh terurainya glukosa menjadi CO2 dan air selama proses respirasi
walaupun jumlahnya kecil. Selain itu kehilangan bobot juga dihubungkan dengan
adanya penurunan kekerasan, sehingga ikatan antar sel di dalam buah manjadi

- 55 -
lebih lemah dan jaraknya meregang sehingga air-air bebas yang terdapat di
dalam buah menjadi mudah teruapkan (Bourne, 1979). Dikatakan pula oleh Wills
et al. (1981), faktor lain yang mempengaruhi kehilangan air pada buah dan
sayuran antara lain adalah luas/volume permukaan buah dan sayur itu sendiri,
lapisan alami permukaan buah serta kerusakan mekanik pada buah dan sayur
itu. Disamping itu Syarief dan Halid (1991) menjelaskan bahwa salah satu
penyebab susut bobot adalah proses respirasi dan proses transpirasi. Transpirasi
merupakan faktor dominan penyebab susut bobot. Proses transpirasi dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Roosmani (1975) juga
menerangkan bahwa pelapisan lilin juga dapat menekan respirasi dan transpirasi
sehingga komoditi tersebut memiliki umur simpan yang lebih lama dan nilai
jualnya dapat dipertahankan.

Kekerasan

Selama masa peyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mangga


gedong (Gambar 22). Kekerasan tertinggi pada hari ke-0 adalah 1,97 kg/mm
(kontrol dan VHT 10 menit dengan pelilinan) dan 2,01 kg/mm (VHT 10 dan 30
menit tanpa pelilinan). Pada hari penyimpanan ke-28, nilai kekerasan tertinggi
0,49 kg/mm (kontrol dengan pelilinan) dan 0,46 kg/mm (VHT 20 menit tanpa
pelilinan).
2.5 2.5
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
2.0 Pelilinan 2.0
Kekerasan (kg/mm)

Kekerasan (kg/mm)

Tanpa pelilinan
1.5 1.5

1.0 1.0

0.5 0.5

0.0 0.0
0 4 8 12 16 20 24 28 0 4 8 12 16 20 24 28
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

Gambar 22. Pengaruh lama VHT pada penurunan kekerasan mangga gedong
gincu selama penyimpanan.

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 9) diketahui bahwa lama VHT


memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari penyimpanan ke-8, dimana
hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa VHT 10 memiliki nilai
kekerasan tertinggi, diikuti oleh kontrol, VHT selama 30 dan 20 menit. Pelilinan
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap penurunan kekerasan

- 56 -
mangga gedong selama penyimpanan sementara interaksi antara pelilinan dan
lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-24, dimana
mangga yang digunakan sebagai kontrol dan tidak dililin memiliki kekerasan
tertinggi, diikuti oleh VHT selama 20, 30 dan 10 menit, tetapi tidak terdapat
perbedaan diantara lama VHT. Pada Gambar 23 ditampilkan penurunan
kekerasan pada hari ke-24 uji Duncannya ditampilkan pada Tabel 16.
0.6
VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan
0.5
Kekerasan (kg/mm)

0.4

0.3

0.2

0.1

0
10 20 30 kontrol
Lama VHT (menit)

Gambar 23. Nilai kekerasan mangga gedong gincu pada hari ke-24.

Rokhani (2002) melaporkan bahwa mangga irwin yang diberi HWT


memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Klein dan Lurie juga
menemukan hal yang sama pada apel varietas anna dan granny smith, dimana
apel yang diberi perlakuan panas 38 oC selama 4 hari memiliki kekerasan yang
lebih tinggi dibanding kontrol. Perlakuan panas metode HWT dengan suhu 46 oC
juga dilaporkan dapat mempertahankan kekerasan pada pepaya (Chan et al.,
1981). Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena terhambatnya atau terpicunya
hidrolisis pektin karena perlakuan panas sehingga dapat memperlambat ataupun
mempercepat aktifitas enzim dalam mendegradasi dinding sel (Smith, 1989).

Nilai kekerasan yang semakin lama semakin menurun disebabkan


karena mangga mengalami pematangan/pelunakan. Pematangan terjadi karena
sebagian protopektin yang tidak larut dalam air berubah menjadi pektin yang larut
dalam air, sehingga menurunkan kohesi dinding sel yang mengikat sel yang satu
dengan sel yang lainnya sehingga buah menjadi lunak (Winarno dan
Wiranatakusumah, 1981). Menurut Winarno (1997), protopektin merupakan
istilah untuk senyawa pektin yang banyak terdapat dalam jaringan tanaman
muda dan bila dipanaskan di dalam air yang mengandung asam, protopektin
dapat diubah menjadi pektin yang dapat terdepresi dalam air sehingga buah

- 57 -
menjadi empuk. Kekerasan buah mangga berhubungan dengan struktur dan
tekstur buah yaitu kulit dan daging. Tucker (1993) menambahkan bahwa
penurunan kekerasan buah dapat meningkat selama pemeraman yang
disebabkan oleh 3 mekanisme yaitu, penurunan tekanan turgor, degradasi
(perombakan zat tepung) dan pemecahan dinding sel buah. Penurunan tekanan
turgor sel pada umumnya disebabkan penurunan komposisi dinding sel, terjadi
karena adanya senyawa penyusun dinding sel menjadi fraksi yang berat
molekulnya lebih rendah dan larut di dalam air.

Warna

Warna biasanya digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas buah


yang akan dikonsumsi. Perubahan warna pada kulit mangga dari hijau ke kuning
menandai terjadinya proses pemasakan buah. Pada Gambar 24 dan 25
diperlihatkan grafik perubahan warna pada mangga gedong selama
penyimpanan berdasarkan perubahan nilai a dan b. Selama masa simpan
mangga gedong nilai a cenderung bergerak dari nilai negatif ke nilai positif yang
menandai perubahan warna dari hijau ke kuning. Pada hari ke-0 nilai a tertinggi
adalah -20,92 (VHT 20 menit dengan pelilinan) dan -20,73 (VHT 30 menit tanpa
pelilinan). Hari pengamatan ke-12 dimana mangga sudah matang, nilai a tertinggi
adalah 5,21 (VHT 10 menit dengan pelilinan).

15
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
15
10 10
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'

5 5
0 0
nilai a

Nilai a

0 4 8 12 16 20 24 28 0 4 8 12 16 20 24 28
-5 -5
-10 -10

-15 -15

-20 Pelilinan -20 Tanpa pelilinan

-25 -25
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 24. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan warna (nilai a) mangga
gedong gincu selama penyimpanan.

- 58 -
55 55
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30' Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
50 50

45 45

40 40

nilai b
nilai b
35 35

30 30

25 25

20 20
Tanpa pelilinan
Pelilinan
15 15
0 4 8 12 16 20 24 28 0 4 8 12 16 20 24 28
Waktu (Hari) Waktu (Hari)

Gambar 25. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan warna (nilai b) mangga
gedong gincu selama penyimpanan.

Nilai b selama masa penyimpanan cenderung mengalami peningkatan


dan kemudian mengalami penurunan pada hari pengamatan ke-24 dan 28. Pada
hari pengamatan ke-0, nilai b tertinggi adalah 42,45 (VHT 20 menit dengan
pelilinan) dan 38,37 (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Di hari pengamatan ke-12,
nilai b tertingginya adalah 48,13 (VHT 30 menit dengan pelilinan). Pada Gambar
26 dan 27 diperlihatkan hasil plotting nilai a dan b mangga gedong pada grafik
warna Munsell pada hari penyimpanan ke-0 dan 12.

Gambar 26. Warna mangga gedong gincu pada hari ke-0.

- 59 -
Gambar 27. Warna mangga gedong gincu pada hari ke-12.
Dari analisa sidik ragam (Lampiran 11 dan 13) diketahui bahwa lama VHT
perlakuan, pelilinan, dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap perubahan nilai a selama penyimpanan. Lama
VHT juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan
nilai b tetapi pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari
simpan ke-0, 16 dan 24. Interaksi antara lama VHT dan pelilinan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-16 dan 20, dimana VHT selama 30
dan 20 menit memiliki nilai b tertinggi berturut-turut. Dari perubahan nilai a dan b
ini cenderung terlihat bahwa mangga yang di VHT menjadi kuning lebih cepat
dibandingkan mangga yang digunakan sebagai kontrol. Juga didapati bahwa
VHT selama 10, 20 dan 30 menit belum menimbulkan gejala heat injury pada
kulit mangga gedong. Uji lanjut Duncan-nya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan
14. Rokhani (2002) juga mendapatkan hasil yang serupa, dimana lama perlakuan
panas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perubahan
warna mangga irwin selama masa penyimpanan.

Walau demikian, pada beberapa jenis mangga ditemukan bahwa


perlakuan panas mempercepat kematangan dan penguningan mangga, namun
mekanismenya belum dapat dideskripsikan, hal tersebut kemungkinan
berhubungan dengan cepatnya sintesis karotenoid, degradasi klorofil dan sintesis
dinding sel yang diikuti dengan degradasi enzim seperti poligalakturonase
(Jacobi et al., 2000). Proses perubahan kulit mangga dari warna hijau menjadi
kuning disebabkan terdegradasinya klorofil tanpa atau dengan sedikit

- 60 -
pembentukan karatenoid. Pigmen karoten adalah pigmen yang stabil pada kulit
buah mangga tetapi penampakannya tertutup oleh klorofil. Dengan
terdegradasinya klorofil selama pematangan, maka pigmen karoten nampak
sehingga menyebabkan mangga berwarna kuning (Wills et al., 1981).

Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut (TPT) diukur dengan refraktometer, bagian terbesar


dari TPT ini adalah kandungan total gula dalam buah, sehingga banyaknya TPT
yang terukur merupakan gambaran banyaknya kandungan gula total pada
mangga yang diukur. Perubahan TPT mangga gedong selama penyimpanan
ditampilkan pada grafik di Gambar 28. Kandungan TPT cenderung mengalami
peningkatan, namun demikian perubahannya fluktuatif, hal ini dapat juga
disebabkan kurang seragamnya tingkat kematangan mangga selain itu
pengukuran juga dilakukan pada buah yang berbeda pada setiap kali
pengamatan.
19
19
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
Kontrol VHT 10' VHT 20' VHT 30'
18 18
Total padatan Terlarut (%)
Total Padatan Terlarut (%)

17 17
16 16
15 15

14 14

13 13 Tanpa pelilinan
Pelilinan
12 12
0 4 8 12 16 20 24 28 0 4 8 12 16 20 24 28
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 28. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan TPT mangga gedong
gincu selama penyimpanan.
o
Nilai TPT tertinggi pada hari ke-0 adalah 13,67 brix (VHT 20 menit
o
dengan pelilinan) dan 15,00 brix (kontrol tanpa pelilinan). Analisa sidik ragam
(Lampiran 15) menunjukkan bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang
berbeda nyata pada hari ke-24, dimana VHT 30 menit memiliki nilai TPT tertinggi,
Namun pelilinan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
perubahan TPT selama penyimpanan. Interaksi antara pelilinan dan lama VHT
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-0 dan 20. Mangga yang
digunakan sebagai kontrol dan VHT 10 menit tanpa pelilinan memiliki kandungan
TPT tertinggi pada hari ke-0 dan 20. Hasil uji lanjut Duncan ditampilkan pada
Lampiran 21. Pada diagram di Gambar 29 diperlihatkan nilai TPT mangga
gedong pada hari ke-20 dan uji Duncannya dapat dilihat pada Lampiran 16.

- 61 -
18
18 VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan

Total padatan terlarut ( brix)


17

o
17
16
16
15
15
14
14
10 20 30 kontrol
Lama VHT (menit)

Gambar 29. Nilai total padatan terlarut mangga gedong gincu pada hari ke-20.

Jacobi dan Wong (1992) melaporkan bahwa perlakuan panas secara


VHT dan HWT tidak mempengaruhi perubahan mutu dan kimia yang terjadi pada
beberapa kultivar mangga. Rokhani (2002) juga menyatakan bahwa perlakuan
panas tidak berpengaruh nyata pada perubahan TPT mangga irwin yang diberi
perlakuan panas hingga hari penyimpanan ke-14. Hal serupa juga dilaporkan
oleh Suganawa et al. (1987) bahwa perubahan TPT mangga irwin tidak
dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan panas metode VHT. Demikian juga
yang dijelaskan oleh Jacobi et al. (1995) perlakuan panas metode VHT suhu
47oC selama 30 menit tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada
perubahan TPT mangga, begitu juga dengan perlakuan panas metode HAT
dengan suhu 46,5 oC selama 10 menit (Jacobi dan Gilles, 1997).
Peningkatan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan mangga
gedong dapat disebabkan oleh adanya perubahan pati di dalam buah mangga
menjadi gula. Gula-gula yang terbentuk akan digunakan sebagai energi untuk
respirasi. Menurut Apandi (1984), selama pematangan kandungan gula
bertambah akibat adanya proses hidrolisa pati, zat pati terhidrolisa seluruhnya
menjadi sukrosa (Leley et al., 1943). Menurut Krishnamurthy (1973), pada
penyimpanan suhu ruang antara hari ke-3 dan ke-4, kandungan pati buah
mangga hilang secara sempurna dan TPT buah menjadi bertambah. Penurunan
TPT buah mangga selama penyimpanan mungkin disebabkan adanya
penguraian sukrosa oleh enzim invertase menjadi gula-gula sederhana seperti
glukosa, fruktosa, sakarosa dan monosakarida lainnya seperti dikemukakan oleh
Pantastico (1975).

- 62 -
Kadar Air

Selama masa simpan kadar air mangga cenderung mengalami


penurunan secara fluktuatif. Pada Gambar 30 diperlihatkan perubahan kadar air
selama penyimpanan. Mangga yang dililin mengalami perubahan yang lebih
seragam dibandingkan dengan mangga gedong yang tidak dililin.

90 90
KONTROL VHT 10' VHT 20' VHT 30' KONTROL VHT 10' VHT 20' VHT 30'
Kadar air (%)

85 85

Kadar air (%)


80 80

Pelilinan Tanpa pelilinan


75 75
0 4 8 12 16 20 24 28 0 4 8 12 16 20 24 28
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 30. Pengaruh lama VHT terhadap perubahan kadar air mangga gedong
gincu selama penyimpanan.

Pada penyimpanan hari ke-0 nilai kadar air tertinggi adalah 87,7%( VHT
10 menit dengan pelilinan) dan 87,3% (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Pada
akhir masa simpan (hari ke-28) kadar air tertinggi adalah 84,6% kontrol dengan
pelilinan) 84,3% (VHT 30 menit tanpa pelilinan). Dari hasil analisa sidik ragam
(Lampiran 17) diketahui bahwa lama VHT memberikan pengaruh yang berbeda
nyata pada hari ke-0 dan pelilinan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
pada hari pengamatan ke-0 dan 8. Sementara interaksi antara lama VHT dengan
pelilinan memberikan pengaruh nyata pada hari ke-0 dan 20. Uji lanjut Duncan
(Lampiran 18) memperlihatkan bahwa mangga yang tidak dililin memiliki kadar
air lebih tinggi pada hari pengamatan ke-0 dan 8 dan VHT 30 menit memiliki
kadar air tertinggi pada hari ke-0, namun demikian tidak terdapat perbedaan
diantara lama VHT. Dari hasil interaksi pemberian lilin dan lama VHT terlihat
bahwa VHT 20 dan 30 menit tanpa pelilinan memiliki nilai kadar air tertinggi pada
hari ke-0 dan 20. Pada Gambar 31 ditampilkan nilai kadar air pada hari ke-20.

- 63 -
86
VHT dengan pelilinan VHT tanpa pelilinan
85
84

Kadar air (%)


83
82
81
80
79
78
10 20 30 kontrol
Lama VHT (menit)

Gambar 31. Nilai kadar air mangga gedong gincu pada hari ke-20.
Rokhani (2002) juga melaporkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
berbeda nyata pada perubahan kadar air mangga irwin setelah mendapat
perlakuan panas. Kadar air merupakan faktor penting dalam penyimpanan,
terutama pada penyimpanan bahan-bahan segar, karena kadar air akan
berpengaruh pada konsistensi bahan dan berpengaruh terhadap keawetan
bahan pangan tersebut. (Winarno et al., 1997). Setelah pemetikan buah masih
mempunyai kadar air yang tinggi kemudian akan terus menurun sampai
pemasakan (Pantastico, 1986).

Vitamin C

Grafik perubahan kandungan vitamin C pada mangga gedong selama


penyimpanan ditampilkan pada Gambar 32. Selama penyimpanan terjadi
peningkatan kandungan vitamin C.

40 40
kontrol VHT 10 ' VHT 20' VHT 30'
kontrol VHT 10 ' VHT 20' VHT 30'
35 35
total vit C (%)
total vit C (%)

30 30

25 25

20 Pelilinan 20
Tanpa pelilinan
15 15
0 8 16 24 0 8 16 24
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 32. Pengaruh lama VHT terhadap peningkatan kandungan vitamin C


pada mangga gedong gincu selama.

Pada hari ke-0, kandungan tertinggi vitamin C adalah 21,52 mg/100g pada
mangga yang mendapat VHT selama 20 menit, baik untuk mangga yang dililin

- 64 -
maupun tidak dililin. Pada pengamatan hari ke-24, kandungan vitamin C
meningkat tertinggi adalah 36,03 mg/100g (VHT 10 menit dengan pelilinan) dan
33,40 mg/100g (VHT 10 menit tanpa pelilinan). Dari hasil analisa sidik ragam
(Lampiran 19) didapatkan bahwa, lama VHT tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata pada perubahan kandungan vitamin C mangga gedong selama
penyimpanan kecuali pada hari pengamatan ke-0, dimana mangga yang
mendapatkan VHT selama 30 menit memiliki kandungan vitamin C tertinggi
(21,56 mg/100g) sementara pemberian lilin tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata pada perubahan kandungan vitamin C selama penyimpanan. Dari
uji lanjut Duncan (Lampiran 20) terlihat bahwa lama VHT 10, 20 30 menit tidak
berpengaruh kecuali terhadap kontrol. Interaksi antara perlakuan pelilinan
dengan lama VHT juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada
kandungan vitamin C.

Vitamin terpenting yang dikandung oleh sayur dan buah adalah vitamin C
dan lebih dari 90% kebutuhan manusia akan vitamin C disuplai dari buah dan
sayur. Kandungan vitamin C pada buah-buahan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti perbedaan genotip, kondisi iklim, cara budi daya, tingkat
kematangan dan metode pemanasan serta penanganan pascapanen.
Pengaturan temperatur setelah panen sangat penting untuk mempertahankan
kandungan vitamin C pada buah-buahan. Kehilangan vitamin C akan sejalan
dengan peningkatan temperatur, rendahnya RH, kerusakan fisik, chilling injury,
panjangnya masa simpan dan tingginya tingkat CO2 (Lee dan Kader, 2000).
Mangga yang matang merupakan sumber vitamin C, B1 dan B2 serta pro vitamin
A (Mukherjee, 1957).

Populasi Cendawan

Pada hari ke-0 ditemukan 3 koloni Colletotrichum gloeosporioides dan


Pestalotiopsis mangiferae penyebab penyakit antraknose dan stem end rot
pada mangga yang tidak diberi perlakuan panas, sementara pada mangga yang
diberi perlakuan panas tidak ditemukan adanya cendawan (Tabel 14). Dari hasil
tersebut terlihat bahwa pemberian panas mampu mengendalikan total populasi
cendawan pada mangga gedong di hari penyimpanan ke-0.

- 65 -
Tabel 14. Total populasi cendawan mangga gedong gincu segera
setelah VHT
Populasi cendawan
Cendawan (koloni/g bobot basah)
Kontrol VHT
C. gloeosporioides 3 -
P. mangiferae 3 -

Di hari ke-12 mulai terlihat bintik hitam kecil yang merupakan gejala awal
serangan penyakit antraknose pada mangga. Ditemukan 4 spesies cendawan
dan 3 diantaranya adalah patogen penyebab penyakit kecuali cendawan
Cladosporium cladosporoides (Tabel 15). Mangga yang digunakan sebagai
kontrol memiliki tingkat populasi cendawan yang paling tinggi, dimulai dari C.
gloeosporioides sebanyak 1000 koloni pada mangga yang dililin dan 11.633
pada mangga yang tidak dililin. Lasiodiplodia theobromae 217 koloni pada
mangga yang dililin dan pada mangga yang tidak dililin populasinya mencapai
1300 koloni. Cendawan P. mangiferae mempunyai populasi 14 koloni pada
mangga yang dililin dan 5 koloni pada mangga yang tidak dililin. Pada mangga
gedong yang diberi perlakuan VHT jumlah koloni cendawan <100 koloni, kecuali
untuk cendawan C. gloeosporioides pada mangga yang diberi VHT selama 20
menit dan tidak dililin.

Tabel 15. Total populasi cendawan mangga gedong gincu pada hari
penyimpanan ke-12
Populasi cendawan
(koloni/g bobot basah)
Cendawan Kontrol VHT 10’ VHT 20’ VHT 30’
P TP P TP P TP P TP
C. cladosporoides - - 10 - - 2 2 2
C. gloeosporioides 1.000 11.633 - 90 45 373 - 70
P. mangiferae 14 5 - - 5 - - -
L. theobromae 217 1.300 - 28 - 17 - 9
Ket: P= pelilian; TP= tanpa pelilinan

Diketahui bahwa pemberian lilin dan pemberian panas mampu


mengendalikan serangan cendawan penyebab penyakit antraknosa dan stem
end rot pada mangga gedong. Dimana mangga yang dililin dan diberi perlakuan
panas memiliki tingkat serangan cendawan yang lebih rendah. Rokhani (2002)
juga melaporkan bahwa perlakuan panas metode VHT dan HWT dapat

- 66 -
memperlambat perkembangan penyakit antraknosa (cendawan C.
gloeosporioides) dan stem end rot (cendawan Dothiorella dominicana).

Berdasarkan hasil identifikasi cendawan (Gambar 34) dan gejala


serangan penyakit yang timbul (Gambar 33), diketahui bahwa mangga gedong
mendapat serangan antraknose yang cukup parah, diikuti dengan serangan
penyakit stem end rot.

Colletotrichum gloeosporioides Pestalotiopsis mangiferae Lasiodiplodia


Gambar 33. Cendawan patogen yang ditemukan pada mangga gedong gincu
pada hari ke-12.

Gambar 34. Penyakit antraknose (A) dan stem end rot (B).

Setelah gelaja awal penyakit muncul pada hari penyimpanan ke-12, semakin
lama penyimpanan gejala serangan semakin meluas. Terutama pada mangga
gedong yang digunakan sebagai kontrol dan tidak dililin. Pada mangga yang di-
VHT juga terjadi peningkatan serangan penyakit selama penyimpanan, namun

- 67 -
penyebarannya tidak secepat pada mangga gedong yang tidak diberi perlakuan
panas. Terlihat bahwa lama perlakuan panas metode VHT memberikan
pengaruh terhadap kecepatan penyebarluasan penyakit. Menurut Sulusi et al.
(1993) bahwa tingkat kematangan buah juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan gejala serangan cendawan pascapanen seperti Colletotrichum
gloeosporioides dan Lasiodiplodia theobromae. Perlakuan panas dilaporkan
dapat mengendalikan perkembangan penyakit antraknosa pada mangga, secara
umum perendaman dengan air bersuhu 50-55 oC setidaknya selama 5 menit,
namun demikian hal ini tergantung pada toleransi panas kultivar mangga dan
sensitifitas strain C. gloeosporioides terhadap panas. Coates et al. (1996)
melaporkan perlakuan panas metode VHT pada suhu 46 oC selama 24 menit
atau pada suhu 48 oC selama 8 menit dapat mengontrol penyakit antraknosa.

Awal infeksi Colletotrichum gloeosporioides biasanya terjadi saat buah


masih di pohon. Setelah melakukan penetrasi, patogen akan bertahan beberapa
lama dalam keadaan dorman menunggu kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangan lebih lanjut (infeksi laten). Infeksi ini dapat berkembang
menjadi aktif setelah terjadi infeksi melalui luka pada kulit buah atau kontak
langsung dengan buah yang sudah terinfeksi. Infeksi yang secara laten akan aktif
berkembang pada saat buah mulai matang, yang ditandai dengan adanya bercak
kecil pada kulit buah sebagai gejala awal bercak antraknosa. Bercak ini akan
berkembang dan meluas, yang terdiri dari aservulli berwarna coklat kehitaman
dengan tetesan bewarna krem atau orange yang merupakan kumpulan
konidianya. Pada tingkat serangan berat, bercak antraknosa ini dapat menutupi
seluruh permukaan buah dan berlanjut dengan busuknya buah.
Cendawan Lasiodiplodia theobromae (Gambar 34) biasanya menginfeksi
buah setelah panen, selama pengangkutan atau selama penyimpanan. Gejala
awal serangan berupa bercak kecil yang bewarna violet dan kemudian terus
berkembang menjadi coklat terang dan akhirnya akan berwarna hitam, yang
terdapat pada bagian sekitar tangkai buah. Busuk yang terjadi tampak lunak dan
berair. Penyebaran penyakit ini akan diperparah oleh cendawan Pestalotiopsis
mangiferae (Gambar 34), sehingga penyakit menyebar dengan cepat. Perlakuan
o
panas metode HWT pada suhu 50-55 C yang dikombinasikan dengan
-1
penambahan Benomyl (850mgl ) selama 5-10 menit mampu mengontrol
perkembangan penyakit stem end rot pada beberapa jenis mangga (Dodd et al.,
1991).

- 68 -
Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen


terhadap mangga gedong yang diberi perlakuan dibandingkan terhadap kontrol.
Uji organoleptik ini dilakukan terhadap 15 orang panelis. Nilai-nilai yang diperoleh
diolah menggunakan metode non parametrik Kruskal-Wallis test, hasil ujinya
dapat dilihat pada Lampiran 21.
Mangga gedong masak penuh pada hari ke-12 dimana ditandai dengan
peningkatan kadar gula, vitamin C, perubahan warna menjadi kuning serta
melembutnya tekstur daging buah. Pada Gambar 35 ditampilkan diagram hasil uji
organoleptik setelah diolah dengan metode non parametrik Kruskal-Wallis. Untuk
uji organoleptik pada hari simpan ke-12, nilai tertinggi adalah pada mangga yang
diberi perlakuan VHT selama 30 menit dengan pelilinan untuk warna dan aroma
(72,43 dan 72,90) dan untuk rasa dan tekstur nilai tertinggi adalah pada mangga
yang digunakan sebagai kontrol tanpa pelilinan (90,47 dan 73,03).
5 5
Dililin Tanpa lilin Dililin Tanpa lilin
4
4
4

4 3
Nilai aroma
Nilai warna

3
4
2

4 2

1
4 1

0
3
kontrol 10 20 30
kontrol 10 20 30
Lama VHT (menit)
Lama VHT (menit)

5 5
5 Dililin Tanpa Lilin Dililin Tanpa lilin
4 4

4
4
Nilai tekstur

3
Nilai rasa

3 4
2
2 4
1
4
1
0
3
kontrol 10 20 30
kontrol 10 20 30
Lama VHT (menit) Lama VHT (menit)

Gambar 35. Skor uji organoleptik mangga gedong gincu pada hari ke-12.

Dari hasil uji organoleptik terlihat bahwa pemberian lilin tidak memberikan
pengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis. Demikian juga hasil uji lanjut
memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara mangga yang diberi
perlakuan panas dengan mangga yang tidak diberi perlakuan terhadap tingkat

- 69 -
kesukaan panelis yang mencakup warna, aroma, rasa dan tekstur. Hal serupa
juga dilaporkan oleh (Merino et al., 1985; Unahawutti et al., 1986; Jacobi et al.,
1995) bahwa, hasil organoleptik menunjukkan pemberian panas tidak
mempengaruhi rasa, aroma, pH, TPT dan total asam pada mangga.

D. Proses Disinfestasi Lalat Buah yang Optimum


Dari dua tahap penelitian sebelumnya diperoleh data bahwa perlakuan
panas dengan suhu 46 oC dapat menimbulkan tingkat mortalitas 100% pada telur
oriental fruit fly. Dimana diketahui bahwa fase telur merupakan fase yang paling
toleran terhadap panas dibandingkan fase lainnya. Penelitian terhadap
perubahan mutu mangga gedong setelah di VHT juga diketahui bahwa mangga
geong masih toleran terhadap perlakuan panas metode VHT hingga selama 30
menit. Untuk melihat keefektifan metode VHT dalam mendisinfestasi lalat buah
yang terinfestasi pada mangga gedong maka dilakukan uji verifikasi.

Mangga gedong dinfestasi langsung dengan lalat oriental fruit fly dengan
cara meletakkan mangga ke dalam kurungan lalat. Masing-masing kurungan
diberi 1 mangga dengan populasi lalat jantan dan betina ± 250 ekor/kurungan.
Setelah 1 hari di dalam kurungan mangga diambil dan diberi VHT pasa suhu 46,5
o
C selama 0, 10, 20, dan 30 menit, kemudian diisolasi. Untuk memastikan bahwa
lalat melakukan infestasi dengan meletakkan telurnya pada mangga gedong
yang digunakan sebagai inang, sebelumnya mangga dikupas terlebih dahulu,
dan ditemukan adanya telur.

Pada Gambar 36 diperlihatkan hasil uji verifikasi mangga gedong setelah


6 hari isolasi.

Gambar 36. Hasil uji verifikasi mangga gedong; yang diberi perlakuan panas
(kiri) dan kontrol (kanan).

- 70 -
Setelah diisolasi selama 6 hari terlihat bahwa pada mangga gedong yang
digunakan sebagai kontrol terdapat larva dari oriental fruit fly. Sementara pada
mangga yang diberi perlakuan panas tidak terdapat larva yang menandakan
bahwa telur yang terinfestasi di dalam mangga tidak berkembang/mati.

Dari berbagai pengamatan mutu mangga gedong selama penyimpanan


diketahui bahwa laju respirasi secara umum dipengaruhi oleh pemberian lilin,
dimana mangga yang dililin memiliki laju respirasi yang lebih rendah
dibandingkan mangga yang tidak dililin. Lama VHT mempengaruhi respirasi pada
beberapa hari pengamatan tertentu, dimana didapatkan dua hal; mangga yang
di-VHT memiliki laju respirasi yang lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan
kontrol. Seperti yang dijelaskan oleh Klein dan Lurie (1990), bahwa perlakuan
panas (dengan kelembaban tinggi dan udara bersuhu tinggi) dapat meningkatkan
ataupun menurunkan puncak respirasi buah-buahan klimakterik tergantung
seberapa lama penundaan yang terjadi setelah perlakuan. Namun demikian
pengaruh yang terjadi belum menimbulkan gangguan atau ketidaknormalan
respirasi dan mangga dapat matang secara sempurna seperti kontrol. Pada
beberapa kali pengamatan didapatkan bahwa pemberian VHT selama 20 menit
yang dikombinasikan dengan pelilinan, memiliki laju respirasi yang lebih rendah
dibandingkan perlakuan lainnya.

Tabel 16. Pengaruh lama VHT dan pelilinan terhadap mutu mangga gedong
gincu
Parameter mutu
Perlakuan Susut bobot TPT Kadar Air Kekerasan
(%) (o brix) (%) (kg/mm)
VHT 10’ 11,80 ± 1,15 c 15,31 ± 0,38 b 84,33 ± 0,55 a 0,39 ± 0,03 bcd
VHT 20’ 10,16 ± 3,00 c 16,36 ± 0,38 ab 82,70 ± 0,95 ab 0,36 ± 0,04 d
Pelilinan VHT 30’ 13,56 ± 2,69 c 16,44 ± 0,89 ab 82,83 ± 0,86 ab 0,46 ± 0,01 abc
Kontrol 11,70 ± 0,76 c 15,42 ± 0,79 b 83,96 ± 1,06 a 0,50 ± 0,05 a
VHT 10’ 20,70 ± 1,41 a 17,24 ± 1.16 a 82,43 ±1,35 ab 0,37 ± 0,07 cd
VHT 20’ 19,40 ± 4,85 a 16.26 ± 1,26 ab 83,60± 1,64 ab 0,49 ± 0,08 ab
Tanpa VHT 30’ 18,96 ± 4,32 a 15,02 ± 0,42 b 84,60 ± 0,36 a 0,40 ± 0,01 bcd
pelilinan
Kontrol 17,96 ± 1,15 ab 16,57 ± 1,27 ab 81,33 ± 2,02 b 0,39 ± 0,05 bcd
Hari ke- 24 20 20 24
Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05.

Pemberian lilin juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap


kehilangan bobot mangga gedong selama penyimpanan. Dimana mangga yang
dililin memiliki susut bobot yang lebih rendah dibandingkan mangga yang tidak

- 71 -
dililin. Sementara itu lama pemberian VHT tidak memiliki pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kehilangan bobot mangga gedong selama penyimpanan,
interaksi dari perlakuan pelilinan dan lama VHT memberikan susut bobot
terendah hingga hari ke-16 dan 24 yaitu pada mangga yang diberi VHT selama
20 menit dan pelilinan.

Dari pengamatan penurunan kekerasan mangga gedong selama


penyimpanan, didapati bahwa pelilinan tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap penurunan kekerasan. Demikian juga dengan lama VHT
hanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari pengamatan ke-8.
Dimana VHT selama 10 menit memiliki nilai kekerasan tertinggi, namun ini tidak
berbeda dengan kontrol. Interaksi antara pelilinan dan lama VHT berpengaruh
nyata pada hari pengamatan ke-24.

Dari pengukuran warna selama penyimpanan mangga gedong.


Pemberian lilin, lama VHT dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap perubahan warna (nilai a). Untuk perubahan warna
(nilai b) pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada hari ke-
0, 16 dan 24 namun lama VHT belum memberikan pengaruh yang bebeda nyata.
Interaksi antara perlakuan pelilinan dan lama VHT memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perubahan nilai b pada hari ke-16 dan ke-20. dimana
pada VHT selama 30 dan 20 menit memiliki nilai b tertinggi pada kedua
pengamatan tersebut berturut-turut. Dari pengamatan secara visual terlihat
bahwa mangga masih toleran pada pemberian VHT selama 10, 20 dan 30 menit
dengan tidak munculnya gejala heat injury pada permukaan buah.

Uji total populasi cendawan pada hari ke-0 dan ke-12 memperlihatkan
bahwa pemberian lilin dan VHT memberikan pengaruh yang nyata terhadap total
populasi cendawan. Dimana mangga yang dililin dan diberi VHT dapat
diperlambat laju pertumbuhan cendawannya. Pada Gambar 37 dan 38
ditampilkan penampakan mangga gedong secara visual pada hari ke-16 dan 24
sedangkan penampakan secara visual untuk hari ke-8 dan ke-12 dapat dilihat
pada Lampiran 22.

Dari pengamatan total padatan terlarut, kadar air dan kandungan vitamin
C secara umum tidak ada pengaruh yang berbeda nyata untuk perlakuan
pelilinan, lama pemberian VHT dan interaksi keduanya. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa perlakuan yang diberikan terutama VHT selama 10, 20

- 72 -
dan 30 menit belum mempengaruhi kandungan total padatan terlarut, kadar air
dan vitamin C mangga gedong selama penyimpanan.

Gambar 37. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-16.

Gambar 38. Kondisi mangga gedong gincu pada hari penyimpanan ke-24.

- 73 -
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
1. Lalat buah Bactrocera dorsalis mengalami metamorfosis sempurna
melalui fase telur selama ± 1-2 hari, larva ± 6-9 hari, pupa 4-12 hari dan
fase imago.

2. Mortalitas lalat buah B. dorsalis mencapai 100% pada pemanasan


selama 30 menit dan suhu diatas 43 oC, sedangkan pada suhu 46 oC
tercapai pada pemanasan minimal selama 10 menit.

3. Mangga gedong gincu membutuhkan waktu kondisioning 82 menit hingga


suhu pusat mencapai 46 oC dan penetrasi panas selama proses VHT
dapat digambarkan secara matematis menggunakan model logistik
dengan rumus umum Y=47,18/(1+0,65*exp(-0,04*X)).

4. Pemberian lilin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju


respirasi, susut bobot dan total populasi cendawan dan tidak berpengaruh
nyata terhadap perubahan nilai kekerasan, warna, total padatan terlarut,
kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik.
o
5. Perlakuan panas pada suhu 46,5 C pada mangga gedong gincu
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju respirasi,
penurunan kekerasan, dan total populasi cendawan dan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada susut bobot, warna, total
padatan terlarut, kadar air dan vitamin C serta hasil uji organoleptik.

6. Interaksi antara perlakuan pelilinan dengan lama VHT memberikan


pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju respirasi, susut bobot,
penurunan kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut, kadar air
dan totap populasi cendawan dan tidak berbeda nyata terhadap warna,
vitamin C serta hasil uji organoleptik.

7. Perlakuan VHT selama 20-30 menit sudah dapat mendisinfestasi lalat


buah dan tidak menyebabkan penurunan mutu mangga gedong gincu
selama penyimpanan.

- 74 -
SARAN
1. Perlu dipelajari pengkombinasian perlakuan VHT dengan perlakuan yang
dapat menghambat serangan penyakit mangga selama penyimpanan
seperti penggunaan asap cair atau bahan kimia alami lainnya yang
diijinkan.

2. Untuk memperpanjang masa simpan buah perlu dilakukan penelitian lebih


lanjut seperti penggunaan penyerap etilen, pengemasan dengan atmosfer
termodifikasi (MAP) atau penyimpanan atmosfer terkontrol (CAS).

- 75 -
DAFTAR PUSTAKA

Abeles FB. 1973. Ethylene in Plant Biology. Academic Press. New York. Apandi,
M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni. Bandung.
Allowood, A. J., A. et al. 1999. Host plan records for fruit fies (Diptera:
Tephriditidae) in South East Asia. Raffles Bull. Zool. Suppl. 7:1-92.
Aluja, M. and P. Liedo (eds). 1993. Fruit Flies, Biology and Management.
Springer-Verlag, New York, USA. 492pp.
Akamine, E. K. et al. 1986. Kegiatan-kegiatan Dalam Gudang Pengemasan. Di
dalam Pantastico, Er. B. (ed). Fisiologi Pascapanen. Terjemahan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
APHIS. 1993. Plant Protection and Quarantine Treatment Manual. United States
Department of Agriculture. Animal and Plant Health Inspection
Service.
APHIS. 1996. The application of irradiation to phytosanitary problems. USDA
Fed. Reg. 16:24433-24439.
Armstrong J. W. 1982. Development of a hot-water immersion quarantine
treatment for Hawaiian grown 'Brazilian' bananas. J. Econ. Entomol.
75:787-790.
Armstrong J. W, Hansen J. D, Hu B. K, and Brown S. A. 1989. High-temperature,
forced-air quarantine treatment for papayas infested with Tephritid
fruit flies (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol. 82(6): 1667-1674.
Armstrong, J. W. and H. M. Couey, 1989. Fruit disinfestation. In Robinson and
Hooper (eds). Fruits Flies, Their Biology, Natural Enemies and
Control. Volume 3B. Elsevier. Tokyo.
Australian Quarantine& Inspection Service. 1999. Final Import Analysis on The
Proposal to Change the Treatment for Mango (Mangifera indica L.)
Fruit From The Republic of Philippines. Australian Quarantine&
Inspection Service. Canberra ACT 2601. Australia.
Biale, J. B. dan R. E. Young. 1981. Respiration and Ripening in Fruit,
Restrospect and Prospect. Didalam Friend, J dan M.J.C Rhodes
(eds.). Recent Advance in the Biochemeistry of Fruit and
Vegetable. Academic Press, London, New York.
Borror, D. J., Dwigth D., C.A Triplehorn.1981. An Introduction to Study of Insect.
Edisi ke-5. New york. Saunders College Publisher.
Bourne, M. C. 1976. Texture of Fruits and Vegetables. Di dalam De Man, J. M.,
Voise, P.W., Rasper, V. F dan Stanley, D. W. (eds.). Rheology dan
Texture in Food Quality. The AVI Pub. Co. Inc. Wesport,
Connecticut.
Broto, W. 1993. Metode Penanganan segar buah-buahan dan sayuran dalam
skala industri. Info Hortikultura 1 (1):26-37.
Broto, W. 2003. Mangga, Budidaya, Pascapanen dan Tataniaganya. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

- 76 -
Budiastra, W dan Purwadaria, H. K. 1993. Penanganan pascapanen sayuran dan
buah-buahan dalam rumah pengemasan. Makalah Pelatihan
Pascapanen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor, 10-15 Mei 1993.
Chan, H. T., Tam, S. Y. T., Seo, S. T. 1981. Papaya polygalacturonase and its
role in thermally injured ripening fruit. J. Food Science. 46: 190-197.
Coates, L.M., A.W. Cooke and J.R. Dean. 1996. The response of mango stem
end rot pathogens to heat. Proceeding in 5th International Mango
Symposium. Tel Aviv, Israel, September 1-6.
Couey, H.M. and C.F. Hayes. 1986. Quarantine procedure for Hawaiian papaya
using fruit selection and a two-stage hot-water immersion. J. Econ.
Entomol. 79:1307-14.
Couey, H.M. 1989. Heat treatment for control of postharvest diseases and insect
pests of fruits. HortScience 24, 198-202.
Departemen Pertanian. 2007a. Basis data pertanian.
http://database.deptan.go.id/eksim/eksporKomoditi.asp
1 Desember 2007.
Departemen Pertanian. 2007b. Basis data pertanian.
http://database.deptan.go.id/bdspweb/bdsp2007/hasil_kom.asp
22 Oktober 2007.
Departemen Pertanian. 2003. Statistik Pertanian 2002. Jakarta. Departemen
Pertanian Republik Indonesia.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar
Komposisi Makanan. Bharata. Jakarta.
Ditjen Bina Produsksi Hortikultura. 2004. Buku Tahunan Hortikultura 2003,
Sentra Tanaman Buah. Departemen Pertanian. Dirjen Bina
Produksi Hortikultura. Jakarta.
Dodd, J. C., Prusky, D., Jeffires, P., 1997. Fruits disease. In: Litz, R. E. (eds.).
The mango: Botany, Production and Uses. CAB International,
Wallingford, Oxon, United Kingdom, pp. 257-280.

Food and Drug Administration, 1986. Irradiation in the production,


processing, and handling of foods: final rules. Fed. Reg., 51:
13375-13399.
Gould W.P and Sharp J.L. 1992. Hot-water immersion quarantine treatment for
guavas infested with Caribbean fruit fly (Diptera: Tephritidae). J.
Econ. Entomol. 85(4):1235-1239.
Haard, N. F. 1976. Characteristic of Edible Plant Tissue. Di dalam Fennema
(eds.). Principles of Food Science. Marcel Dekker Inc. New York.
Hadi, H. S. 1987. Kajian Perubahan Sifat Fisiko Kimia Buah Mangga Varietas
Indramayu selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.
Hallman G. J. 1989. Quality of Carambolas subjected to hot water immersion
quarantine treatment. Proc. Fla. State Hort. Soc. 102:155-156.
Hallman G. J. 1990. Vapor-heat treatment of carambolas infested with Caribbean
fruit fly (Diptera:Tephritidae). J. Econ. Entomol. 83(6):2340-2342.

- 77 -
Hallman G. J. 1991. Quality of carambolas subjected to postharvest hot-water
immersion and vapor heat treatments. HortScience 26(2):286-287.
Hallman G. J and Sharp J. L. 1990. Mortality of Caribbean fruit fly (Diptera:
Tephritidae) larvae infesting mangoes subjected to hot-water
treatment, then immersion cooling. J. Econ. Entomol. 83(6): 2320-
2323.
Hansen, J. D. 1992. Heating curve models of quarantine treatments against
insect pest. J. Encon. Entomol. 85, 1846-54.
Hansen JD, Hara AH, and Tenbrink VL. 1992. Vapor heat: a potential treatment
to disinfest tropical cut flowers and foliage. HortScience 27(2):139-
143.
Hardenburg. R. E., A. E. Watada and C.Y. Wang.1986. The Commercial Storage
od Fruit, Vegetable and Florist and Nursery Stocks. USDA,
Agriculture Research Service. Agriculture Handbook. No. 66.
Heard, T. A., N.W. Heather and P.M. Peterson. 1992. Relative tolerance to vapor
heat treatment of eggs and larvae of Bactrocera tryoni (Diptera:
Tephritidae) in mangoes. J. Econ. Entomol. 85, 461-463.
Heather, N.W., R.J. Corcoran and R.A. Kopittke. 1997. Hot air disinfestations of
Australian ‘Kensington’ mangoes against two fruit flies (Diptera:
Tephritidae). Postharvest Biol. Technol. 10, 99-105.
Hara A, Tsang M, Hata T, et al. 1994. Postharvest treatment alternatives for
flowers and foliage. In: Annual International Research Conference
on Methyl Bromide Alternatives and Emissions Reductions.
November 13-16, 1994, pp. 74-1–74-2.

Hou, B., et al. 2006. Depth of pupation and survival of the Oriental fruit fly,
Bactrocera dorsalis (Diptera: Tephritidae) pupae at selected soil
moistures. Appl. Entomol. Zool. 41(3):515-520.
Irving, D. E., J.C. Pallesen and L. H. Cheah. 1991. Respiration and ethylene
production in kiwi fruit following hot water dips. Postharvest Biol.
Technol. 1, 137-42.
JFTA. 1996. Textbook for vapor heat disinfestation test technicians. Japan
Fumigation Technology Association. Okinawa International Center-
JICA. Japan.
Jacobi, K. K., and L.S. Wong. 1992. Quality of ‘Kensington’ mango (Mangifera
indica Linn.) following hot water and vapour-heat treatments.
Postharvest Biol. Technol. 1, 349-359.
Jacobi, K. K., J. Giles, E. MacRae and T. Wegrzyn. 1995. Conditioning
‘Kensington’ mango with hot air alleviates hot water disinfestation
injuries. HortScience 30, 562-65.
Jacobi, K. K. Giles, J. E. 1997. Quality of ‘Kensington’ mango (Mangifera indica
L.) fruit following continued vapor heat disinfestation and hot water
disease control treatment. Postharvest Biol. Technol. 12, 285-292.
Jacobi, K. K., et al. 2000. Effects of hot air conditioning of ‘Kesington’ mango fruit
on the response to hot water treatment. Postharvest Biology and
Technology (21):39-49.

- 78 -
Joyce, D.C., and A. J. Shorter.1994. High temperature conditioning reduce hot
water treatment injury of ‘Kensington Pride’ mango fruit.
HortScience, 29:1047-1051.
Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Publication
3311. University of California. Amerika Serikat.
Kane, O. and Marcellin, P. 1978. Incidence of ripening and shiling injury on the
oxidative actifities and fatty acid compositions of the mitochondria
from mango fruits. Plant Physiol., 61:634
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plan Product. AVI. New
York.
Klein, J. D., Lurie, S., 1990. Prestorage heat treatment as a means of improving
poststorage quality of apples. J. Am. Soc. Hort. Sci. 115:265-269.
Krishnamurthy, S. 1973. Pre and Postharvest Physiology of Mango Fruits.
Tropical Science. 15(2):167.
Lay-Yee M. 1994. Responses of fruit to high temperature disinfestation. In:
Annual International Research Conference on Methyl Bromide
Alternatives and Emissions Reductions. November 13-16, 1994, pp.
66-1.
Leley, V. K., Narayana, N., dan Darji, J. A. 1943. Biochemical Studies in The
Growth and Ripening of The Alphonso Mango. Ind. J. Agric. Sci.,
13:291.
Lurie, S. 1998. Review: Postharvest heat treatments. Postharvest Biology and
Technology, 14, 257-69.
Laksminarayana. 1980. Tropical and Subtropical Fruits. AVI. Westport
Connecticut.
Mangan R. L and Ingle S. J. 1992. Forced hot-air quarantine treatment for
mangoes infested with West Indian fruit fly (Diptera: Tephritidae). J.
Econ. Entomol. 85(5):1859-1864.
McGuire R. G. 1991. Concomitant decay reductions when mangoes are treated
with heat to control infestations of Caribbean fruit flies. Plant
Disease 75(9):946-949.
Merino, S. R. Eugenio, M. M., Ramos, A. U and Hernandez, S.T. 1985. Fruit fly
disinfestation of mangoes by vapor heat treatment. Report of
Bureau of Plan Industry, Ministry of Agriculture of Food, Manila, 76
pp.
Mitcham E. J., McDonald R.E. 1993. Respiration rate, internal atmosphere and
ethanol and acetaldehyde accumulation in heat treated mango fruit.
Postharvest. Biol. Technol. 3:77-86.
Miller W.R., McDonald R.E., Hallman G.H., and Sharp J.L. 1991. Condition of
Florida grapefruit after exposure to vapor heat quarantine
treatment. HortScience 26(1):42-44.
Mohsenin N.N. 1984. Electromagnetic Radiation Properties of Foods and
Agricultural Products. Gordon and Breach Science Publishers. New
York, London, Paris, Montreux, Tokyo.

- 79 -
Mukherjee, S. K. 1957. Cytology of some Malayan Species of Mangifera.
Cytologia (22):239-241.
Neven, L. G. 2000. Physiological responses of insects to heat. Postharvest
Biology and Technology (21):103-111.
Nugroho. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Pantastico, E. B. 1975. Post Harvest Technology. The AVI Pub. Co. Inc.
Westport, Connecticut.
Pantastico, E. R. D. 1986. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of
Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI. Westport,
Connecticut.
Paull, R. E., et al. 1997. Postharvest handling and lossed during marketing of
papaya (Carica papaya L.). Postharvest Biology and Technology
(11):165-179.
Paull, R.E and N.J. Chen.2000. Heat treatments and fruit ripening. Postharvest
Biol. Technol. (2):21-37.
Pena, J. E. 1993. Pest of mango in Florida. Acta Horticulture 341:395-406.
Phan, C. T., E. B. Pantastico, K. Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan
Puncak Respirasi. Didalam Pantastico, E. B. (eds). Fisiologi
Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Plant Protection Division. 1997. Text Book of Plant Quarantine Treatments. Plant
Protection Bureau, Ministry of Agriculture, Forestry abd Fisheries
Goverment of Japan. Japan.
Ponce de Leon, L., C. Munoz, L. Perez, F. Diaz de Leon, C. Kerbel, L. Peres
Flores, S. Esparda, E. Bosquez and M. Trinidad. 1996. Hot Water
Quarantine treatment and water cooling of Haden mangos.
Proceeding in 5th International Mango symposium. Tel Aviv. Israel,
September 1-6.
Pratikno, S dan S. Sosrodihardjo. 1989. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan
terhadap daya simpan dan proses pematangan mangga cengkir.
Buletin Penelitian Hortikultura. 2(2). Balai Penelitian Hortikultura
Solok. Indonesia.
Rachmiyanti, Mirra. 2006. Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu
(Mangifera Indica spp.) di Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat. Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rangana, S. 1977. Manual of Analisys of Fruit and Vegetable Products. Mc
Grow-Hill Pub. Co., New Delhi (Chapter 5, pp:94).
Ratule, M. T. 1998. Penentuan Keadaan Penyimpanan Optimal Untuk Irisan
Buah Mangga Segar Terlapis Film Edibel. Thesis Magister,
Program Studi Teknologi Pascapanen. IPB Bogor.
Rodriguez, A. C., G. J. Hallman, W. P. Gould, and J. J. Gaffney. 1989. Modeling
fruit quarantine heat treatments. Paper no 896053.1989 Summer
Meeting, American Soc. Agric. Engineers, Quebec.

- 80 -
Roosmani, A. B. 1973. Pelapisan lilin terhadap hasil-hasil hortikultura. Bull. LPH
Pasar Minggu, Jakarta.
Roosmani, A. B. 1975. Percobaan pendahuluan pelapisan lilin terhadap buah-
buahan dan sayuran Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura LPH
Pasar Minggu, Jakarta 3(2): 17-21.
Rokhani, H., S. Kawasaki, T. Kojima and T. Akinaga. 2001. Effect of heat
treatments on respiration and quality of ‘Irwin’ mango. The Journal
of the Society of Agric. Structures, Japan, 32, 59-67.
Rokhani, H. 2002. Studies on the postharvest treatments for export preparation of
tropical fruits: Mango. Dissertation. The United Graduate School of
Agricultural Sciences, Kagoshima University. Japan.
Ryall, A. L dan W. T. Pentzer. 1982. Handling, Transportation and Storage of
Fruit and Vegetable. AVI Publishing Co. Inc., Westport,
Connecticut.
Sabari, S. D. 1989. Karakteristik fisik dan Kimia Buah. P:74-80. In. S. Kusumo,
Ismiyati, Sunaryono dan Ria Riati, Penyunting. Produksi Mangga di
Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Jakarta.
Sahirman, S. Kumalaningsih, Loekito, A.S. 1994. Penanganan buah mangga
segar varietas arumanis dan madu pada beberapa variasi suhu
dingin. Prosiding Hortikultura Nasional. Malang, 8-9 Nopember.
Sakai, W. S., J. Jagtiani, H. T. Chan, Jr. 1988. Tropical Fruits Processing.
Academic Pr. California.
Satuhu, S. 2000/1999. Penanganan Mangga Segar Untuk Ekspor. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Setyadjit dan Sjaifullah. 1992. Pengaruh ketebalan plastik untuk penyimpanan
atmosfer termodifikasi mangga arumanis dan indramayu. Jurnal
Hortikultura 2(1):31-42.
Seymor, G.B., J.E. Taylor and G. A. Tucker.1993. Biochemistry of Fruit Ripening.
Chapmann&Hall, London.
Scott K. J., 1984. Methods of Delaying The Ripening of Fruits. ASEAN
Horticultural Produce Handling Workshop Report Bureau. Kuala
Lumpur. P. 43-47.
Sjaifullah, Dondy, A.S.B.1991. Formulasi penggunaan kalium permanganay dan
bahan penyerapnya untuk pembuatan pellet pengikat etilen. J. Hort.
(3):23-26.
Syarif dan Halid.1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit ARCAN.
Jakarta.
Sharp J. L. 1986. Hot-water treatment for control of Anastrepha suspens (Diptera:
Tephritidae). J. Econ. Entomol. 79:706-708.
Sharp J. L. 1989. Hot-water immersion appliance for quarantine research. J.
Econ. Entomol. 82(1):189-192.
Sharp J. L. 1992. Hot-air quarantine treatment for mango infested with Caribbean
fruit fly (Diptera:Tephritidae). J. Econ. Entomol. 85(6):2302-2304.

- 81 -
Sharp J. L and Hallman GJ. 1992. Hot-air treatment for carambolas infested with
Caribbean fruit fly (Diptera: Tephritidae). J. Econ. Entomol.
85(1):168-171.
Sharp J. L and R.G McGuire. 1996. Control of Caribbean fruit fly (Diptera:
Tephritadae) in navel orange by forced air. J. Econ. Entomol. 89:in
press.
Soesarsono. 1988. Teknologi Penyimpanan Komoditi Pertanian. Jurusan TIN,
Fateta, IPB, Bogor.
Smith, P. H. 1989. Behavioral partitioning of the day and circadian rhythmicity. In
World Crop Pests. Vol 3(B). Fruits Flies: Their Bilogy, Natural
Enemies and Control (A. S. Robinson and G. Hooper eds.).
Elsevier, Amsterdam, Netherland, pp. 325-341.
Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-3164-1992 UDC.
Sugiono, 1999. Kajian Pengembangan Sistem Kontrol Otomatis Menggunakan
Logika Fuzzy pada Pemeraman (Artificial Ripening) untuk Buah-
buahan Tropika : Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor.
Sulusi, P., Murtiningsih dan Yulianingsih. 1993. Pengaruh ketuaan dan
perlakuan setelah panen terhadap penampakan dan perkembangan
busuk pangkal (stem end rot) buah mangga arumanis. Jurnal
Hortikultura. 3(3):39-46. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, Jakarta.
Sunagawa, K., K. Kume and R. Iwaizumi. 1987. The effectiveness of vapor heat
treatment against the melon fly, dacus cucurbitae coquillett, in
mango and fruits tolerance to the treatment. Res. Bull. PI. Prot.
Japan, 23,13-20.
Sunaryono, H. 1981. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-buahan dan Bercocok
Tanam Buah-buahan penting di Indonesia. Sinar Baru. Bandung.
Surachmat. 1985. Mangga (Mangifera indica, L.). Yasaguna. Jakarta.
Sutrisno, S. 1991. Current Fruit fly problems in Indonesia. Proceedings of The
International Symposium on the Biology and Control Fruit Flies. K.
Kawasaki, O. Iwahashi, K. Y. Kaneshiro (Eds). Okinawa Japan, 2-4
September 1991.
Tucker, G. A. 1993. Introduction. In: Biochemestry of Fruits Ripening. Seymor,
G., J. Taylor and G. Tucker (Eds). Chapmann&Hall, London. Pp. 1-
51.
Untung, O. 1999. Agar Tanaman Berbuah di Luar Musim. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Unahawutti, U., Chettanachitara, C., Poomthong., M., Komson, and
Intarakumheng, R., 1986. Evaluation of vapor heat treatment for
control of the oriental fruit fly and the melon fly in ‘Nang Klangwun’
mango. Technical Report of the Departement of Agriculture,
Bangkok, Thailand, 106 pp.
Unahawutti, U., Poomthong., Intarakumheng, R., Worawisitthumrong, W.,
Lapasathukool, C., Smitasiri. E., Srisook, P. And Ratanawahara, C.
1992. Vapor heat as plant quarantine treatment of ‘Nang
Klarngwun’, ‘Nam Dorkmai’, ‘Rad’ and ‘Pimseng Daeng’ magoes

- 82 -
infested with fruit flies (Diptera: Tephtritidae). Technical Report of
the Departement of Agriculture, Bangkok, Thailand, 64 pp.
USDA. 1968. Penyimpanan buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan.
Penerjemah Soesarsono, W. Jurusan TIN, IPB, Bogor.
Verheij, E. W. M. Dan Coronel, R. E. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara
2: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Wills, Graham, M. C. Glason dan Hall. 1981. Post Harvest. An Introduction of
Fruits and Vegetables. Granada. London.
Winarno, F.G dan M.A. Wiratakusumah. 1981. Fisologi Lepas panen:PT. Sastra
Hudaya. Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
White, I. M dan Elson-Haris. 1992. Fruit Flies of Economics Significance: Their
Identification and Bionomics. Dipublikasikan oleh C.A. Bactocera
International bekerjasama dengan ACIAR. Red-wood Press Ltd.
Melksham.
Yulianingsih. 1995. Pengaruh Penyimpanan Sistem Atmosfer Termodifikasi
Terhadap Perkembangan Penyakit Antraknose (Colletotrichum
gloeosporioides PENZ.) pada Buah Mangga (Mangiferae indica L.)
cv. Gedong. Thesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
Yuniarti. 1980 Pengaruh waktu simpan terhadap perubahan fisiko-kimia mangga
arumanis. Buletin Penelitian&Pengembangan Hortikutura. Jakarta.

- 83 -
Lampiran 1. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada berbagai suhu selama
30 menit

Suhu Ulangan Jumlah Telur Hidup Mati Mortalitas


(oC) (ke-) (butir) (ekor) (ekor) (%)
1 20 20 0 0
Kontrol 2 20 20 0 0
3 20 20 0 0
1 20 3 17 85
40 oC 2 20 3 17 85
3 20 3 17 85
1 20 0 20 100
o
43 C 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100
1 20 0 20 100
46 oC 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100
1 20 0 20 100
o
49 C 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100

- 84 -
Lampiran 2. Hasil uji mortalitas telur oriental fruit fly pada suhu 46 oC dengan
beberapa lama perlakuan
Waktu Ulangan Jumlah Telur Hidup Mati Mortalitas
(menit) (ke-) (butir) (ekor) (ekor) (%)
1 20 20 0 0
0 2 20 20 0 0
3 20 20 0 0
1 20 5 15 75
5 2 20 5 15 75
3 20 5 15 75
1 20 0 20 100
10 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100
1 20 0 20 100
15 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100
1 20 0 20 100
20 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100
1 20 0 20 100
25 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100
1 20 0 20 100
30 2 20 0 20 100
3 20 0 20 100

- 85 -
Lampiran 3. Penetrasi panas selama proses VHT pada mangga gedong gincu

Waktu Suhu Suhu Suhu Suhu mangga


(mnt) mangga air (oC) ruang (oC) hasil duga
(oC) metode logistik (oC)
0 28,4 43,3 34,9 29,04
1 28,4 43,1 35,0 29,49
2 30,4 48,9 43,0 29,93
3 31,3 48,7 43,5 30,36
4 31,5 49,1 44,1 30,79
5 31,9 59,0 44,0 31,22
6 31,2 58,9 44,0 31,64
7 31,4 58,9 44,6 32,05
8 32,0 59,0 45,0 32,46
9 32,3 58,9 44,8 32,86
10 32,6 58,6 44,2 33,26
11 32,9 58,4 45,3 33,65
12 33,4 58,5 45,2 34,03
13 33,5 58,3 45,2 34,41
14 34,1 58,4 45,4 34,77
15 34,4 58,4 45,3 35,14
16 34,9 58,2 45,1 35,49
17 35,2 58,0 45,4 35,84
18 35,5 58,1 45,4 36,18
19 36,0 58,0 45,4 36,52
20 36,2 57,9 45,7 36,84
21 36,6 58,0 45,3 37,16
22 37,0 57,8 45,6 37,47
23 37,3 58,0 45,2 37,78
24 37,6 58,1 45,8 38,08
25 37,8 58,0 45,6 38,37
26 38,2 58,0 45,2 38,65
27 38,4 58,0 45,5 38,92
28 38,5 58,3 45,5 39,19
29 38,8 58,3 45,8 39,46
30 39,0 58,3 46,7 39,71
31 39,0 58,5 45,8 39,96
32 39,2 58,3 46,0 40,20
33 39,9 58,4 46,0 40,43
34 40,2 58,6 45,8 40,66
35 40,4 58,5 45,7 40,88
36 40,6 58,6 45,4 41,10
37 40,8 58,7 45,8 41,31
38 40,9 58,6 45,6 41,51
39 41,1 58,7 46,5 41,71
40 41,3 58,6 46,3 41,90
41 41,5 58,8 46,3 42,08
42 41,6 58,7 46,3 42,26
43 41,9 58,6 45,8 42,43
44 42,1 58,9 46,2 42,60
45 42,3 58,9 46,5 42,77
46 42,4 58,9 46,5 42,92

- 86 -
Lampiran 3. (Lanjutan)

Waktu Suhu Suhu air Suhu ruang Suhu mangga


(mnt) mangga (oC) (oC) hasil duga
(oC) metode logistik (oC)
49 43,0 59,0 46,4 43,37
50 43,0 58,9 46,0 43,50
51 43,0 58,8 46,7 43,64
52 43,2 58,9 46,5 43,77
53 43,3 59,0 46,2 43,89
54 43,5 59,0 46,4 44,01
55 43,5 59,1 46,3 44,13
56 43,7 59,0 46,4 44,24
57 43,8 58,8 45,9 44,35
58 43,9 59,5 46,8 44,45
59 44,0 59,5 46,9 44,55
60 44,1 58,8 46,6 44,65
61 44,2 59,0 46,9 44,74
62 44,3 58,6 46,8 44,84
63 44,5 58,9 47,3 44,92
64 44,5 58,8 46,8 45,01
65 44,6 59,1 47,2 45,09
66 44,6 59,7 47,1 45,17
67 44,8 59,8 46,9 45,24
68 44,8 59,8 47,0 45,32
69 44,9 59,8 46,5 45,39
70 45,1 59,8 46,6 45,45
71 45,1 60,0 47,0 45,52
72 45,1 60,1 46,9 45,58
73 45,3 59,3 47,0 45,64
74 45,3 59,2 47,5 45,70
75 45,4 58,8 47,2 45,76
76 45,6 59,0 47,2 45,81
77 45,5 59,1 47,1 45,86
78 45,6 59,8 47,6 45,91
79 45,7 59,8 47,1 45,96
80 45,8 59,2 47,0 46,01
81 45,8 59,6 46,9 46,05
82 45,9 59,5 46,8 46,10
83 46,0 59,6 46,7 46,14
84 46,2 59,6 47,2 46,18
85 46,1 59,5 46,8 46,22
86 46,3 59,2 46,4 46,25
87 46,2 59,2 46,2 46,29
88 46,3 59,1 46,5 46,32
89 46,2 59,0 46,7 46,36
90 46,3 58,9 46,8 46,39
91 46,5 59,2 46,9 46,42
92 46,3 58,7 46,1 46,45
93 46,4 58,6 45,9 46,48
94 46,4 58,6 45,9 46,50
95 46,4 58,5 46,1 46,53

- 87 -
Lampiran 3. (Lanjutan)
Suhu mangga
Waktu Suhu mangga Suhu air Suhu
hasil duga
(mnt) (oC) (oC) ruang
metode logistik
(oC)
(oC)
96 46,4 58,5 46,5 46,56
97 46,2 58,4 46,3 46,58
98 46,4 58,4 46,4 46,60
99 46,5 58,6 46,3 46,62
100 46,6 58,7 46,5 46,65
101 46,5 58,9 46,3 46,67
102 46,5 59,2 46,4 46,69
103 46,3 59,4 46,2 46,71
104 46,5 59,4 46,6 46,72
105 46,5 59,3 46,4 46,74
106 46,5 59,2 46,6 46,76
107 46,6 59,1 45,6 46,78
108 46,6 59,1 46,7 46,79
109 46,6 59,3 46,8 46,81
110 46,5 59,3 46,5 46,82
111 46,6 59,2 46,5 46,83
112 46,7 59,2 46,4 46,85
113 46,6 59,3 46,7 46,86
114 46,7 59,3 46,7 46,87
115 46,9 59,3 46,0 46,89
116 46,7 59,4 46,7 46,90
117 46,7 59,6 46,0 46,91
118 46,8 59,8 46,3 46,92
119 46,8 59,7 46,5 46,93
120 46,8 59,5 46,1 46,94
121 46,7 59,7 46,6 46,95
122 46,9 59,7 46,6 46,96
123 46,7 59,6 46,9 46,97

- 88 -
Lampiran 4. Hasil running SAS untuk model matematika logistik

Logistic Model : Y=A/(1+B*EXP(-C*X))

Non-Linear Least Squares Grid Search Dependent Variable Y


A B C Sum of Squares
50,000000 0,340000 0,009000 1180,706151

Non- Least Squares DUD Initialization Dependent Variable


Linear Y
DUD A B C Sum of Squares
-4 50,000000 0,340000 0,009000 1180,706151
-3 55,000000 0,340000 0,009000 2670,241684
-2 50,000000 0,374000 0,009000 1238,246035
-1 50,000000 0,340000 0,009900 1056,370151

Non-Linear Least Squares Iterative Phase Dependent


Variable Y
Method:DUD
Iter A B C Sum of Squares
0 50,000000 0,340000 0,009900 1056,370151
1 48,870475 0,318411 0,011312 1028,431019
2 48,032377 0,304943 0,012682 1002,308298
3 49,457664 0,376517 0,017721 623,326711
4 49,576018 0,387278 0,018685 616,372597
5 46,820343 0,341626 0,023543 519,700172
6 47,041722 0,345034 0,022462 519,428824
7 44,811669 0,401331 0,031772 479,627557
8 48,413706 0,656485 0,043442 435,409632
9 48,117449 0,677690 0,036777 65,643945
10 47,067229 0,646012 0,037497 7,295431
11 47,182736 0,653701 0,037039 6,702562
12 47,180257 0,653813 0,037061 6,702130
13 47,184893 0,654662 0,037079 6,699177
14 47,184964 0,654660 0,037079 6,699176
15 47,184876 0,654649 0,037079 6,699175
16 47,184904 0,654649 0,037079 6,699175

Non-Linear Least Squares Summary Dependent


Statistics Variable Y
Source DF Sum of Squares Mean Square
Regression 3 223559,39643 74519,79881
Residual 121 6,69917 0,05537
Uncorrected Total 124 223566,09560
(Corrected Total) 123 3178,91121

Parameter Estimate Asymptotic Asymptotic 95 %


Std. Error Confidence Interval
Lower Upper
A 47,18490399 0,05198164749 47,081991806 47,287816181
B 0,65464872 0,00414383463 0,646444846 0,662852602
C 0,03707909 0,00038031868 0,036326145 0,037832039

- 89 -
Lampiran 5. Hasil sidik ragam laju konsumsi O2 mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F

Lama VHT 3 166,0644 55,3548 11,30 0,0030


Pelilinan 1 65,1652 65,1652 13,30 0,0065
0 Interaksi 3 121,5805 40,5268 8,27 0,0078
Galat 16 39,2056 4,9007
Total 23 392,0159
Lama VHT 3 85,5328 27,8442 8,11 0,0083
Pelilinan 1 40,4178 40,4178 11,77 0,0089
1 Interaksi 3 54,9078 18,3026 5,33 0,0260
Galat 16 27,4607 3,43259
Total 23 206,3192
Lama VHT 3 23,6742 7,8914 0,53 0,6716
Pelilinan 1 6,7340 6,7340 0,46 0,5186
2 Interaksi 3 52,8860 17,6286 1,19 0,3721
Galat 16 118,1657 14,7707
Total 23 201,4599
Lama VHT 3 5,0505 1,6835 0,10 0,9587
Pelilinan 1 38,8629 38,8629 2,27 0,1703
3 Interaksi 3 43,7204 14,5734 0,85 0,5039
Galat 16 136,9277 17,1159
Total 23 224,5616
Lama VHT 3 15,1086 5,0362 0,91 0,4790
Pelilinan 1 0,0372 0,0372 0,01 0,9367
4 Interaksi 3 26,2931 8,7643 1,58 0,2687
Galat 16 44,3859 5,5482
Total 23 85,8249
Lama VHT 3 114,3738 38,1246 7,52 0,0103
Pelilinan 1 13,4139 13,4139 2,65 14,25
5 Interaksi 3 58,9261 19,6420 3,87 0,0558
Galat 16 40,5696
Total 23 227,2835
Lama VHT 3 303,0041 101,0013 1,08 0,4117
Pelilinan 1 390,0625 390,0625 4,16 0,0756
6 Interaksi 3 143,4525 47,8175 0,51 0,6862
Galat 16 749,5658 93,6957
Total 23 1586,0849

- 90 -
Lampiran 5. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 143,6258 47,8752 1,22 0,3650
Pelilinan 1 261,7115 261,7115 6,65 0,0327
7 Interaksi 3 111,0920 37,0306 0,94 0,4652
Galat 16 315,0336 39,3792
Total 23 831,4630
Lama VHT 3 32,4418 10,8139 1,58 0,2691
Pelilinan 1 89,3024 89,3024 13,03 0,0069
8 Interaksi 3 27,0835 9,0278 1,32 0,3346
Galat 16 54,8331 6,8541
Total 23 203,6609
Lama VHT 3 19,8502 6,6167 0,83 0,5146
Pelilinan 1 44,8565 44,8565 5,61 0,0453
9 Interaksi 3 30,3563 10,1187 1,27 0,3494
Galat 16 63,9263 7,9907
Total 23 158,9894
Lama VHT 3 43,7988 14,5996 1,58 0,2681
Pelilinan 1 10,8405 10,8405 1,17 0,3100
10 Interaksi 3 35,1798 11,7266 1,27 0,3481
Galat 16 73,8259
Total 23 163,6451
Lama VHT 3 9,6706 3,2235 0,23 0,8708
Pelilinan 1 30,7193 30,7193 2,22 0,1744
11 Interaksi 3 95,3842 31,7947 2,30 0,1541
Galat 16 110,6105 13,8263
Total 23 246,3846
Lama VHT 3 36,2787 12,0929 4,36 0,0425
Pelilinan 1 3,9700 3,9700 1,43 0,2656
12 Interaksi 3 39,4273 13,1424 4,74 0,0348
Galat 16 22,1680 2,7710
Total 23 101,8441
Lama VHT 3 66,9774 22,3258 5,03 0,0301
Pelilinan 1 4,9729 4,9729 1,12 0,3207
13 Interaksi 3 111,9444 37,3148 8,41 0,0074
Galat 16 35,5056 4,4382
Total 23 219,4005

- 91 -
Lampiran 5. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 89,7472 29,9157 1,80 0,2242
Pelilinan 1 24,1326 24,1326 1,46 0,2620
14 Interaksi 3 104,6044 34,8681 2,10 0,1781
Galat 16 132,5957 16,5744
Total 23 351,0801
Lama VHT 3 64,2809 21,4269 4,14 0,0479
Pelilinan 1 11,0223 11,0223 2,13 0,1825
15 Interaksi 3 69,7608 23,2536 4,49 0,0396
Galat 16 41,3894 5,1736
Total 23 186,4535
Lama VHT 3 70,2261 23,4087 2,82 0,1075
Pelilinan 1 0,0058 0,0058 0,00 0,9794
16 Interaksi 3 90,8981 30,2993 3,64 0,0637
Galat 16 66,5098 8,3137
Total 23 227,6400

- 92 -
Lampiran 6. Hasil sidik ragam laju produksi CO2 mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 1,6353 0,5451 0,10 0,9583
Pelilinan 1 98,5552 98,5552 17,92 0,0029
0 Interaksi 3 164,5343 54,8447 9,97 0,0044
Galat 16 43,9931 5,4991
Total 23 308,7180
Lama VHT 3 1,6316 0,5438 0,10 0,9584
Pelilinan 1 98,4846 98,4846 17,90 0,0029
1 Interaksi 3 164,6257 54,8752 9,97 0,0044
Galat 16 44,0241 5,5030
Total 23 308,7662
Lama VHT 3 83,4468 27,8156 8,10 0,0083
Pelilinan 1 40,4714 40,4714 11,78 0,0089
2 Interaksi 3 54,8841 18,2947 5,33 0,0261
Galat 16 27,4714 3,4344
Total 23 206,2782
Lama VHT 3 64,8440 21,6146 2,74 0,1132
Pelilinan 1 7,3308 7,3308 0,93 0,3634
3 Interaksi 3 29,7269 9,9089 1,26 0,3527
Galat 16 63,1333 7,8916
Total 23 165,0350
Lama VHT 3 20,4638 6,8212 0,54 0,6653
Pelilinan 1 58,1393 58,1393 4,64 0,0633
4 Interaksi 3 1,2653 0,4217 0,03 0,9911
Galat 16 100,1805 12,5225
Total 23 180,0491
Lama VHT 3 14,4832 4,8277 1,40 0,3115
Pelilinan 1 3,6450 3,6450 1,06 0,3337
5 Interaksi 3 4,0116 1,3372 0,39 0,7647
Galat 16 27,5563 3,4445
Total 23 49,6962
Lama VHT 3 54,8880 18,2960 2,91 0,1006
Pelilinan 1 39,0341 39,0341 6,22 0,0373
6 Interaksi 3 24,8787 8,2929 1,32 0,3335
Galat 16 50,2230 6,2778
Total 23 169,0240

- 93 -
Lampiran 6. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 168,4246 56,1415 3,07 0,0911
Pelilinan 1 39,5261 39,5261 2,16 0,1800
7 Interaksi 3 25,7917 8,5972 0,47 0,7118
Galat 16 146,4866 18,3108
Total 23 380,2292
Lama VHT 3 50,0509 16,6836 2,62 0,1225
Pelilinan 1 21,5781 21,5781 3,39 0,1027
8 Interaksi 3 37,2654 12,4218 1,95 0,1997
Galat 16 50,8726 6,3590
Total 23 159,7672
Lama VHT 3 31,9101 10,6367 0,78 0,5375
Pelilinan 1 19,0353 19,0353 1,40 0,2713
9 Interaksi 3 79,9544 26,6514 1,95 0,1995
Galat 16 109,0809 13,6351
Total 23 239,9808
Lama VHT 3 38,3594 12,7864 1,18 0,3775
Pelilinan 1 6,1608 6,1608 0,57 0,4730
10 Interaksi 3 12,0533 4,0177 0,37 0,7771
Galat 16 86,9092 10,8636
Total 23 143,4828
Lama VHT 3 39,5329 13,1776 1,06 0,4165
Pelilinan 1 11,1176 11,1176 0,90 0,3710
11 Interaksi 3 105,3086 35,1028 2,84 0,1060
Galat 16 99,0185 12,3773
Total 23 254,9777
Lama VHT 3 55,9792 18,6597 3,38 0,0750
Pelilinan 1 3,9052 3,9052 0,71 0,4250
12 Interaksi 3 45,6282 15,2094 2,75 0,1122
Galat 16 44,2170 5,5271
Total 23 149,7298
Lama VHT 3 56,2117 18,7705 3,55 0,0672
Pelilinan 1 0,5270 0,5270 0,10 0,7601
13 Interaksi 3 109,3756 36,4385 6,90 0,0131
Galat 16 42,2453 5,2806
Total 23 208,4598

- 94 -
Lampiran 6. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 49,3799 16,4599 3,42 0,0731
Pelilinan 1 2,2028 2,2028 0,46 0,5179
14 Interaksi 3 73,5461 24,5153 5,09 0,0293
Galat 16 38,5342 4,8167
Total 23 163,6632
Lama VHT 3 109,5756 36,5255 5,44 0,0247
Pelilinan 1 2,5728 2,5728 0,38 0,5531
15 Interaksi 3 68,6621 22,8873 3,41 0,0735
Galat 16 53,7107 6,7138
Total 23 234,5226
Lama VHT 3 7,3265 2,4421 2,27 0,1574
Pelilinan 1 3,3501 3,3501 3,11 0,1156
16 Interaksi 3 59,9205 19,9735 18,57 0,0006
Galat 16 8,6057 1,0757
Total 23 79,2030

- 95 -
Lampiran 7. Hasil sidik ragam susut bobot mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 0,1079 0,0359 0,91 0,4587
Pelilinan 1 0,6037 3,6037 91,04 0,0001
4 Interaksi 3 0,3845 0,4281 3,24 0,0500
Galat 16 0,6333 0,0395
Total 23 4,7295
Lama VHT 3 0,7800 0,2600 1,44 0,2670
Pelilinan 1 21,2816 21,2816 118,23 0,0001
8 Interaksi 3 2,7383 0,9127 5,07 0,0117
Galat 16 2,8799 0,1800
Total 23 27,6800
Lama VHT 3 2,4745 0,8248 2,36 0,1100
Pelilinan 1 61,1204 61,1204 174,84 0,0001
12 Interaksi 3 6,9879 2,3293 6,66 0,0040
Galat 16 5,5933 0,3495
Total 23 76,1762
Lama VHT 3 3,42 1,1422 2,06 0,1460
Pelilinan 1 89,7066 89,7066 161,76 0,0001
16 Interaksi 3 8,40 2,80 5,05 0,0119
Galat 16 8,8733 0,5545
Total 23 110,4133
Lama VHT 3 4,9979 1,6659 1,46 0,2636
Pelilinan 1 153,5204 153,5204 134,27 0,0001
20 Interaksi 3 21,8445 7,2815 6,37 0,0048
Galat 16 18,2933 1,1433
Total 23 198,6562
Lama VHT 3 12,3483 4,1161 0,52 0,6774
Pelilinan 1 331,5266 331,5266 41,53 0,0001
24 Interaksi 3 16,5700 5,5233 0,69 0,5702
Galat 16 127,7233
Total 23 488,1583
Lama VHT 3 77,1254 25,7084 1,10 0,3781
Pelilinan 1 313,5651 313,5651 13,41 0,0021
28 Interaksi 3 81,1128 27,0376 1,16 0,3570
Galat 16 374,1297 23,3831
Total 23 845,9331

- 96 -
Lampiran 8. Uji Duncan peningkatan susut bobot mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Susut bobot (hari ke-)
Perlakuan
4 8 12 16
VHT 10’ 1,66 ± 0,11 c 3,33 ± 0,15 c 5,03 ± 0,32 c 6,60 ± 0,39 c
VHT 20 ‘ 1,60 ± 0,26 c 3,23 ± 0,40 c 4,80 ± 0,60 c 6,26 ± 0,98 c
Pelilinan
VHT 30 ‘ 1,76 ± 0,15 c 3,66 ± 0,41 c 5,43 ± 0,60 c 6,93 ± 0,68 c
Kontrol 1,70 ± 0,10 c 3,40 ± 0,30 c 5,00 ± 0,26 c 6,40 ± 0,45 c
VHT 10 ‘ 2,53 ± 0,15 a 5,46 ± 0,37 a 8,23 ± 0,60 a 10,90 ± 0,72 a
VHT 20’ 2,70 ± 0,17 a 5,96 ± 0,40 a 9,00 ± 0,36 a 11,56 ± 0,70 a
Tanpa
pelilinan VHT 30’ 2,16 ± 0,15 b 4,53 ± 0,40 b 6,86 ± 0,58 b 8,96 ± 0,77 b
Kontrol 2,43 ± 0,35 ab 5,20 ± 0,72 ab 8,93 ± 1,02 a 10,23 ±1,00 ab

Susut bobot (hari ke-)


Perlakuan
20 24 28
VHT 10’ 8,63 ± 0,50 c 11,80 ± 1,15 c 16,63 ± 2,46 c

Pelilinan VHT 20 ‘ 8,43 ± 1,45 c 10,16 ± 3,00 c 17,03 ± 3,66 c


VHT 30’ 9,76 ± 1,01 c 13,56 ± 2,69 c 17,76 ± 3,61 bc
Kontrol 8,80 ± 0,62 c 11,70 ± 0,76 c 16,96 ± 3,39 c
VHT 10 ‘ 14,80 ± 1,11 a 20,70 ± 1,41 a 27,80 ± 2,29 a

Tanpa VHT 20 ‘ 15,53 ± 0,92 a 19,40 ± 4,85 a 26,40 ± 4,91 ab


pelilinan VHT 30’ 15,80 ± 0,88 b 18,96 ± 4,32 a 24,74 ± 5,29 abc
Kontrol 13,73 ± 1,56 a 17,96 ± 1,15 ab 18,36 ± 9,24 bc

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
* sangat berbeda nyata

- 97 -
Lampiran 9. Hasil sidik ragam kekerasan mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 0,0415 0,0138 1,62 0,2249
Pelilinan 1 0,0005 0,0005 0,06 0,8113
0 Interaksi 3 0,0520 0,0173 2,03 0,1507
Galat 16 0,1369 0,0085
Total 23 0,2309
Lama VHT 3 0,1089 0,0363 0,70 0,5671
Pelilinan 1 0,0580 0,0580 1,11 0,3069
4 Interaksi 3 0,4153 0,1384 2,66 0,0835
Galat 16 0,8332 0,0520
Total 23 1,4155
Lama VHT 3 0,0546 0,0482 4,58 0,0169
Pelilinan 1 0,0004 0,0004 0,10 0,7504
8 Interaksi 3 0,0180 0,0060 1,51 0,2489
Galat 16 0,0636 0,0039
Total 23 0,1368
Lama VHT 3 0,1060 0,0353 2,04 0,1490
Pelilinan 1 0,0192 0,0192 1,11 0,3076
12 Interaksi 3 0,0353 0,0117 0,68 0,5779
Galat 16 0,2775 0,0173
Total 23 0,4381
Lama VHT 3 0,0055 0,0018 1,15 0,3593
Pelilinan 1 0,0016 0,0016 1,04 0,3232
16 Interaksi 3 0,0034 0,0011 0,72 0,5543
Galat 16 0,0256 0,0016
Total 23 0,0363
Lama VHT 3 0,0055 0,0018 1,15 0,3593
Pelilinan 1 0,0016 0,0016 1,04 0,3232
20 Interaksi 3 0,0034 0,0011 0,72 0,5543
Galat 16 0,0256 0,0016
Total 23 0,0036
Lama VHT 3 0,0134 0,0044 1,71 0,2045
Pelilinan 1 0,0015 0,0015 0,57 0,4594
24 Interaksi 3 0,0473 0,0157 6,04 0,006
Galat 16 0,0418 0,0026
Total 23 0,1041

- 98 -
Lampiran 9. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 0,0201 0,0067 0,72 0,5540
Pelilinan 1 0,0108 0,0108 1,17 0,2964
28 Interaksi 3 0,0130 0,0043 0,47 0,7090
Galat 16 0,1488 0,0093
Total 23 0,1927

- 99 -
Lampiran 10. Uji Duncan penurunan kekerasan mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Kekerasan (hari ke-)
Perlakuan
0 4 8 12
VHT 10’ 1,97 ± 0,05 ab 1,21± 0,20 a 0,87 ± 0,25 a 0,77 ± 0,24 a
VHT 20’ 1,92 ± 0,03 ab 1,12 ± 0,06 ab 0,77 ± 0,07 ab 0,65 ± 0,13 a
Pelilinan VHT 30’ 1,95 ± 0,06 ab 0,83 ± 0,09 ab 0,79 ± 0,04 ab 0,57 ± 0,01 a
Kontrol 1,96 ± 0,12 ab 0,95 ± 0,12 ab 0,72 ± 0,06 b 0,80 ± 0,18 a
VHT 10’ 2,00 ± 0,07 a 0,72 ± 0,47 b 0,86 ± 0,06 a 0,60 ± 0,09 a

Tanpa VHT 20’ 1,97 ± 0,05 ab 0,96 ± 0,02 ab 0,73 ± 0,09 b 0,59 ± 0,06 a
pelilinan VHT 30’ 2,00 ± 0,06 a 0,93 ± 0,15 ab 0,72 ± 0,04 b 0,63 ± 0,04 a
Kontrol 1,79 ± 0,18 b 1,12 ± 0,31 ab 0,80 ± 0,07 ab 0,74 ± 0,13 a

Kekerasan (hari ke-)


Perlakuan
16 20 24 28
VHT 10’ 0,49 ± 0,04 a 0,49 ± 0,04 a 0,39 ± 0,03 bcd 0,41 ± 0,14 a

Pelilinan VHT 20’ 0,54 ± 0,02 a 0,54 ± 0,02 a 0,36 ± 0,04 d 0,45 ± 0,05 a
VHT 30’ 0,49 ± 0,02 a 0,49 ± 0,02 a 0,46 ± 0,01 abc 0,41 ± 0,05 a
Kontrol 0,47 ± 0,05 a 0,47 ± 0,05 a 0,50 ± 0,05 a 0,48 ± 0,11 a
VHT 10’ 0,46 ± 0,03 a 0,46 ± 0,03 a 0,37 ± 0,07 cd 0,34 ± 0,05 a

Tanpa VHT 20’ 0,49 ± 0,05 a 0,49 ± 0,05 a 0,49 ± 0,08 ab 0,46 ± 0,16 a
pelilinan VHT 30’ 0,86 ± 0,03 a 0,48 ± 0,03 a 0,40 ± 0,01 bcd 0,41 ± 0,03 a
Kontrol 0,49 ± 0,03 a 0,49 ± 0,03 a 0,39 ± 0,05 bcd 0,38 ± 0,04 a

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
* sangat berbeda nyata

- 100 -
Lampiran 11. Hasil sidik ragam warna (a) mangga gedong gincu selama
penyimpanan,
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 2,2563 0,7521 1,63 0,2224
Pelilinan 1 0,4565 0,4565 0,99 0,3350
0 Interaksi 3 0,4567 0,1522 0,33 0,8041
Galat 16 7,3917 0,4619
Total 23 10,5613
Lama VHT 3 24,5550 8,1850 1,31 0,3047
Pelilinan 1 3,1032 3,1032 0,50 0,4906
4 Interaksi 3 18,7755 6,2585 1,00 0,4166
Galat 16 99,7523 6,2345
Total 23 146,1861
Lama VHT 3 11,7268 3,9089 0,42 0,7401
Pelilinan 1 0,0088 0,0088 0,00 0,9758
8 Interaksi 3 6,3225 2,1075 0,23 0,8760
Galat 16 148,3790 9,2736
Total 23 166,4372
Lama VHT 3 5,7878 1,9292 0,24 0,8639
Pelilinan 1 32,0859 32,0859 4,07 0,0608
12 Interaksi 3 8,4782 2,8260 0,36 0,7839
Galat 16 126,2007 7,8875
Total 23 172,5527
Lama VHT 3 37,4516 12,4838 0,82 0,5012
Pelilinan 1 43,5512 43,5512 2,86 0,1099
16 Interaksi 3 50,9072 16,9690 1,12 0,3719
Galat 16 243,2859
Total 23 375,1959
Lama VHT 3 52,4113 17,4704 2,39 0,1068
Pelilinan 1 7,5152 7,5152 1,03 0,3256
20 Interaksi 3 30,8753 10,2917 1,41 0,2768
Galat 16 116,9118 7,3069
Total 23 207,7137
Lama VHT 3 5,5925 1,8641 1,86 0,1764
Pelilinan 1 2,1420 2,1420 2,14 0,1627
24 Interaksi 3 0,8947 0,2982 0,30 0,8262
Galat 16 16,0033 1,0002
Total 23 24,6326

- 101 -
Lampiran 11. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 3,9203 1,3067 0,34 0,7982
Pelilinan 1 4,5762 4,5762 1,18 0,2928
28 Interaksi 3 2,6716 0,8905 0,23 0,8740
Galat 16 61,8844 3,8677
Total 23 73,0526

- 102 -
Lampiran 12. Uji Duncan perubahan warna (a) mangga gedong gincu selama
penyimpanan

Perlakuan Warna a (hari ke-)


0 4 8 12
VHT 10’ -19,9 ± 1,09 a -4,9 ± 1,26 a -13,3 ± 5,09 a 5,2 ±1,62 a
VHT 20’ -20,9 ± 0,63 a -2,3 ± 1,88 a -14,1 ± 1,39 a 3,8 ± 1,40 a
Pelilinan VHT 30’ -20,6 ± 0,18 a -3,7 ± 4,46 a -13,9 ± 3,16 a 4,0 ± 2,90 a
Kontrol -20,7 ± 0,43 a -2,2 ± 1,72 a -14,2 ± 3,83 a 4,8 ± 0,24 a
VHT 10’ -19,8 ±1,23 a -1,8 ± 1,66 a -12,5 ± 3,38 a 6,4 ±1,06 a

Tanpa VHT 20’ -20,3 ± 0,43 a -0,6 ± 0,31a -12,9 ± 1,59 a 5,8 ± 1,27a
pelilinan VHT 30’ -20,3 ± 0,26 a -4,8 ± 3,28 a -15,2 ± 2,08 a 8,3 ± 6,79 a
Kontrol -20,7 ± 0,37 a -3,0 ± 2,86 a 14,8 ± 1,79 a 6,5 ± 1,02 a

Warna a (hari ke-)


Perlakuan
16 20 24 28
VHT 10’ 2,6 ± 2,84 a 7,2 ± 0,44 a 4,3 ± 0,22a 6,8 ± 0,81a

Pelilinan VHT 20’ 2,6 ± 1,27 a 1,4 ± 0,45 b 3,2 ± 1,25 a 5,8 ± 2,46 a
VHT 30’ 1,9 ± 1,42 a 1,4 ± 0,54 b 2,7 ± 0,91 a 6,9 ± 4,22 a
Kontrol 2,1 ± 0,630 a 1,6 ± 0,67 b 3,8 ± 1,04 a 7,3 ± 1,26 a
VHT 10’ 3,2 ± 2,74 a 2,39 ± 0,87 ba 3,1 ± 0,79 a 5,9 ± 1,10 a

Tanpa VHT 20’ 4,6 ± 1,26 a 1,09 ± 0,79 b 2,6 ± 0,23 a 5,9 ± 0,90 a
pelilinan VHT 30’ 9,5 ± 9,69 a 1,77 ± 0,66 b 2,4 ± 1,37 a 5,1 ± 0,69 a
Kontrol 2,6 ± 2,53 a 2,98 ± 0,47 ba 3,5 ± 1,37 a 6,4 ± 1,50 a

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
* sangat berbeda nyata

- 103 -
Lampiran 13. Hasil sidik ragam warna (b) mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 6,6403 2,2134 0,36 0,7858
Pelilinan 1 49,9682 49,9682 8,03 0,0120
0 Interaksi 3 9,4403 3,1467 0,51 0,6839
Galat 16 99,5924 6,2245
Total 23 165,6413
Lama VHT 3 14,5582 4,8527 0,90 0,4635
Pelilinan 1 3,0602 3,0602 0,57 0,4626
4 Interaksi 3 7,1269 2,3756 0,44 0,7276
Galat 16 86,4197 5,4012
Total 23 111,1650
Lama VHT 3 25,1402 8,3800 1,67 0,2123
Pelilinan 1 0,0726 0,0726 0,01 0,9056
8 Interaksi 3 1,9245 0,6415 0,13 0,9420
Galat 16 80,0564 5,0035
Total 23 107,1937
Lama VHT 3 5,4872 1,8290 0,40 0,7560
Pelilinan 1 13,3504 13,3504 2,91 0,1075
12 Interaksi 3 2,5621 0,8540 0,19 0,9044
Galat 16 73,4681 4,5917
Total 23 94,8679
Lama VHT 3 17,2936 5,7645 1,67 0,2124
Pelilinan 1 31,6250 31,6250 9,19 0,0079
16 Interaksi 3 35,3372 11,7790 3,42 0,0428
Galat 16 55,0767 3,4422
Total 23 139,33
Lama VHT 3 20,1735 6,7245 0,44 0,7280
Pelilinan 1 68,0740 68,0740 4,45 0,0511
20 Interaksi 3 108,2999 36,0999 2,36 0,0110
Galat 16 244,9002 15,3062
Total 23 441,4477
Lama VHT 3 96,0963 32,0321 0,81 0,5065
Pelilinan 1 371,0707 371,0707 9,39 0,0074
24 Interaksi 3 155,2727 51,7575 1,31 0,3058
Galat 16 632,4367 39,5272
Total 23 1254,8764

- 104 -
Lampiran 13. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 228,7209 76,2403 1,44 0,2669
Pelilinan 1 27,9504 27,9504 0,53 0,4773
28 Interaksi 3 11,7150 3,9050 0,07 0,9731
Galat 16 844,2936 52,7683
Total 23 1112,6800

- 105 -
Lampiran 14. Uji Duncan perubahan warna (b) mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Warna (b) (hari ke-)
Perlakuan
0 4 8 12
VHT 10’ 40,2 ± 4,04 ab 45,2 ± 1,63 a 41,9 ± 2,49 a 47,9 ± 1,55 a

Pelilinan VHT 20’ 42,5 ± 0,92 a 44,8 ± 1,40 a 42,8 ± 0,82 a 47,9 ± 0,74 a
VHT 30’ 39,7 ± 3,2 ab 45,1 ± 4,88 a 41,1 ± 3,6 a 48,1 ± 4,71a
Kontrol 40,8 ± 1,9 ab 43,3 ± 1,23 a 40,3 ± 0,85 a 46,5 ± 1,51 a
VHT 10’ 38,4 ± 3,04 ab 46,5 ± 0,78 a 42,9 ± 2,19 a 49,6 ± 1,47 a
Tanpa
pelilinan VHT 20’ 38,0 ± 0,89 ab 46,3 ± 1,36 a 42,7 ± 1,6 a 48,4 ± 0,53 a
VHT 30’ 38,2 ± 2,06 ab 43,9 ± 2,22 a 40,6 ± 2,7 a 49,5 ± 1,46 a
Kontrol 37,0 ± 2,07 b 44,5 ± 2,43 a 40,4 ± 2,27 a 48,8 ± 2,17 a

Warna (b) (hari ke-)


Perlakuan
16 20 24 28
VHT 10’ 47,2 ± 0,72 ab 41,0 ± 4,49 ab 38,6 ± 6,53 ab 28,7 ±11,36 a

Pelilinan VHT 20’ 45,8 ± 1,53 ab 44,4 ± 0,49 a 32,7 ± 2,68 ab 22,5 ±10,04 a
VHT 30’ 42,1 ± 3,42 c 42,3 ± 2,70 a 42,9 ± 1,87 a 24,3 ± 5,00 a
Kontrol 44,6 ± 0,95 bc 39,4 ± 3,99 ab 32,6 ± 5,27 ab 30,4 ± 4,63 a
VHT 10’ 47,3 ± 0,25 ab 40,6 ± 6,19 ab 26,6 ± 9,17 b 27,9 ± 7,35 a

Tanpa VHT 20’ 47,3 ± 1,11 ab 33,8 ± 5,48 b 30,7 ± 4,53 b 21,6 ± 5,21a
pelilinan VHT 30’ 48,5 ± 0,41 a 40,1± 1,75 ab 29,1± 6,61 b 20,8 ± 3,94 a
Kontrol 45,8 ± 3,26 ab 39,2 ± 2,71 ab 28,8 ± 9,31 b 26,7 ± 6,97 a

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
*sangat berbeda nyata

- 106 -
Lampiran 15. Hasil sidik ragam total padatan terlarut mangga gedong gincu
selama penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 1,4050 0,4683 0,80 0,5136
Pelilinan 1 2,5350 2,5350 4,31 0,0543
0 Interaksi 3 6,8983 2,2994 3,91 0,0286
Galat 16 9,4066 0,5879
Total 23 20,2450
Lama VHT 3 4,3530 1,4510 0,72 0,5550
Pelilinan 1 1,5862 1,5862 0,79 0,3884
4 Interaksi 3 12,5231 4,1743 2,07 0,1447
Galat 16 32,2814 2,0175
Total 23 50,7437
Lama VHT 3 11,1002 3,7000 2,72 0,0792
Pelilinan 1 1,7985 1,7985 1,32 0,2673
8 Interaksi 3 1,7257 0,5752 0,42 0,7395
Galat 16 21,7857 1,3616
Total 23 36,4101
Lama VHT 3 5,8257 1,9419 0,84 0,4921
Pelilinan 1 0,1190 0,1190 0,05 0,8235
12 Interaksi 3 4,3262 1,4420 0,62 0,6103
Galat 16 37,0268 2,3141
Total 23 47,2977
Lama VHT 3 6,0656 2,0218 1,04 0,4023
Pelilinan 1 1,4950 1,4950 0,77 0,3939
16 Interaksi 3 1,4209 0,4736 2,04 0,8649
Galat 16 31,1581 1,9473
Total 23 40,1396
Lama VHT 3 1,3457 0,4485 0,55 0,6546
Pelilinan 1 0,9087 0,9087 1,12 0,3063
20 Interaksi 3 9,7240 3,2413 3,98 0,0269
Galat 16 13,0204 0,8137
Total 23 24,9988
Lama VHT 3 28,3339 9,4446 4,87 0,0136
Pelilinan 1 0,5953 0,5953 0,31 0,5871
24 Interaksi 3 6,5324 2,1774 1,12 0,3690
Galat 16 31,0102 1,9381
Total 23 66,4719

- 107 -
Lampiran 15. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 0,6116 0,2038 0,05 0,9846
Pelilinan 1 0,3504 0,3504 0,09 0,7727
28 Interaksi 3 8,5877 2,8625 0,71 0,5628
Galat 16 64,9596 4,0599
Total 23 74,5093

- 108 -
Lampiran 16. Uji Duncan perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu
selama penyimpanan
Total padatan terlarut (hari ke-)
Perlakuan
0 4 8 12
VHT 10’ 13,50 ± 0,91 b 15,53 ± 0,55 a 17,48 ± 2,06 a 15,01 ± 1,00 a

Pelilinan VHT 20’ 13,66 ± 0,55 b 14,63 ± 1,01 a 16,30 ± 1,28 ab 14,85 ± 2,57a
VHT 30’ 12,19 ± 1,01 b 16,61 ± 1,31 a 16,71 ± 1,34 ab 16,93 ± 1,38 a
Kontrol 12,53 ± 0,92 b 16,19 ± 1,18 a 16,02 ± 0,65 ab 16,05 ± 1,22 a
VHT 10’ 13,43 ± 0,85 a 14,18 ± 2,03 a 17,21 ± 0,48 a 15,26 ± 0,58 a

Tanpa VHT 20’ 13,46 ± 0,75 b 16,33 ± 0,35 a 16,48 ± 0,80 ab 15,92 ± 1,66 a
pelilinan VHT 30’ 13,30 ± 0,55 b 14,45 ± 2,44 a 15,80 ± 1,18 ab 15,96 ± 1,60 a
Kontrol 15,00 ± 0,26 b 15,93 ± 1,20 a 14,83 ± 0,68 b 15,14 ± 1,32 a

Total padatan terlarut (hari ke-)


Perlakuan
16 20 24 28
VHT 10’ 15,58 ± 1,74 a 15,31 ± 0,38 b 17,50 ± 1,28 a 16,13 ± 0,55 a

Pelilinan VHT 20’ 16,86 ± 1,57 a 16,36 ± 0,38 ab 13,06 ± 1,69 b 15,95 ± 0,57 a
VHT 30’ 16,21 ± 0,96 a 16,44 ± 0,89 ab 17,10 ± 0,99 a 16,67 ± 1,50 a
Kontrol 15,37 ± 1,00 a 15,42 ± 0,79 b 15,99 ± 1,87 ab 15,29 ± 2,93 a
VHT 10’ 16,20 ± 0,15 a 17,24 ± 1,16 a 16,16 ± 2,37 ab 15,77 ± 1,83 a

Tanpa VHT 20’ 16,61 ± 0,47 a 16,26 ± 1,26 ab 15,16 ± 0,39 ab 16,15 ± 2,59 a
pelilinan VHT 30’ 17,32 ± 2,50 a 15,02 ± 0,42 b 17,40 ± 0,59 a 15,63 ± 3,23 a
Kontrol 15,90 ± 1,28 a 16,57 ± 1,27 ba 16,78 ± 0,59 a 17,46 ± 0,61 a

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
* sangat berbeda nyata

- 109 -
Lampiran 17. Hasil sidik ragam kadar air mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value Pr>F
Lama VHT 3 25,2633 8,4211 3,74 0,0328
Pelilinan 1 13,4999 13,4999 6,00 0,0262
0 Interaksi 3 33,7900 11,2633 5,00 0,0123
Galat 16 36,0266 2,2516
Total 23 108,5800
Lama VHT 3 15,2549 5,0849 2,34 0,1117
Pelilinan 1 3,3749 3,3749 1,55 0,2304
4 Interaksi 3 1,8549 0,6183 0,28 0,8356
Galat 16 34,7333 2,1708
Total 23 55,2183
Lama VHT 3 26,2612 8,7537 2,13 0,1360
Pelilinan 1 24,2004 24,2004 5,90 0,0273
8 Interaksi 3 6,5579 2,1859 0,53 0,6663
Galat 16 65,6399 4,1024
Total 23 122,6595
Lama VHT 3 10,1979 3,3993 1,17 0,3507
Pelilinan 1 0,1837 0,1837 0,06 0,8043
12 Interaksi 3 12,5145 4,1715 1,44 0,2681
Galat 16 46,3333 2,8958
Total 23 69,2295
Lama VHT 3 14,1745 4,7248 0,92 0,4523
Pelilinan 1 5,3204 5,3204 1,04 0,3232
16 Interaksi 3 10,1412 3,3804 0,66 0,5885
Galat 16 81,9333 5,1208
Total 23 111,5695
Lama VHT 3 3,6183 1,2061 0,81 0,5052
Pelilinan 1 1,3066 1,3066 0,88 0,3619
20 Interaksi 3 20,4066 6,8022 4,59 0,0168
Galat 16 23,7333 1,4833
Total 23 49,0650
Lama VHT 3 34,8845 11,6281 1,51 0,2504
Pelilinan 1 0,1204 0,1204 0,02 0,9021
24 Interaksi 3 15,6912 5,2304 0,68 0,5778
Galat 16 123,3200 7,7075
Total 23 174,0162

- 110 -
Lampiran 17. (Lanjutan)
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Pr>F
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah value
Lama VHT 3 0,6412 0,2137 0,06 0,9797
Pelilinan 1 0,0937 0,0937 0,03 0,8724
28 Interaksi 3 21,404 7,1348 2,03 0,1507
Galat 16 56,3200 3,5200
Total 23 78,4595

- 111 -
Lampiran 18. Uji Duncan perubahan kadar air mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Kadar air (hari ke-)
Perlakuan
0 4 8 12
VHT 10’ 86,20 ± 2,95 a 81,53 ± 3,15 a 83,86 ± 2,28 ab 84,73 ± 1,33 a

Pelilinan VHT 20’ 82,53 ± 1,12 bc 82,33 ± 0,86 a 83,36 ± 3,21 ab 85,73 ± 3,01 a
VHT 30’ 85,30 ± 0,36 ab 82,93 ± 0,89 a 83,80 ± 0,79 ab 82,40 ± 1,21 a
Kontrol 81,96 ± 1,09 c 82,86 ± 0,75 a 82,36 ± 2,22 b 84,26 ± 1,06 a
VHT 10’ 83,96 ± 2,21 abc 81,80 ± 1,05 a 86,63 ± 2,03 a 85,00 ± 0,40 a

Tanpa VHT 20’ 86,80 ± 1,22 a 82,50 ± 1,25 a 84,23 ± 0,66 ab 83,56 ± 1,76 a
pelilinan VHT 30’ 86,80 ± 0,17 a 84,00 ± 1,32 a 87,10 ± 1,47 a 84,10 ± 1,35 a
Kontrol 84,43 ± 0,51 abc 84,36 ± 0,95 a 83,46 ± 2,22 ab 85,16± 2,14 a

Kadar air (hari ke-)


Perlakuan
16 20 24 28
VHT 10 ‘ 83,36 ± 0,63 a 84,33 ± 0,55 a 83,1 ± 2,68 a 82,50 ± 0,95 a

Pelilinan VHT 20 ‘ 83,00 ± 0,70 a 82,70 ± 0,95 ab 85,56 ± 1,62 a 83,43 ± 0,77 a
VHT 30’ 82,00 ± 1,38 a 82,83 ± 0,86 ab 82,23 ± 0,90 a 82,16 ± 1,46 a
Kontrol 80,66 ± 4,83 a 83,96 ± 1,06 a 82,96 ± 1,16 a 84,63 ± 2,91 a
VHT 10’ 84,03 ± 3,06 a 82,43 ±1,35 ab 82,60 ± 1,85 a 83,60 ± 1,57 a

Tanpa VHT 20’ 81,93 ± 1,94 a 83,60± 1,64 ab 84,33 ± 1,15 a 83,56 ± 1,86 a
pelilinan VHT 30’ 84,23 ± 1,07 a 84,60 ± 0,36 a 81,63 ± 1,05 a 84,33 ± 2,97 a
Kontrol 82,60 ± 0,87 a 81,33 ± 2,02 b 85,86 ± 6,61 a 81,73 ± 1,10 a

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
* sangat berbeda nyata

- 112 -
Lampiran 19. Hasil sidik ragam vitamin C mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Waktu Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F value
(hari ke-) keragaman bebas kuadrat tengah Pr>F
Lama VHT 3 11,0719 3,6906 4613,33 0,0001
Pelilinan 1 0,0000 0,0000 0,00 1,0000
0 Interaksi 3 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000
Galat 16 0,0064 0,0008

Total 23 11,0783
Lama VHT 3 7,3255 2,4418 0,24 0,8635
Pelilinan 1 28,9444 28,9444 2,89 0,1276
8 Interaksi 3 4,5278 1,5092 0,15 0,9264
Galat 16 80,1476 10,0184
Total 23 120,9454
Lama VHT 3 16,5338 5,5112 0,23 0,8717
Pelilinan 1 31,3600 31,3600 1,32 0,2839
16 Interaksi 3 20,9367 6,9789 0,29 0,8291
Galat 16 190,2021 23,7752
Total 23 259,0327
Lama VHT 3 156,9838 52,3279 1,53 0,2797
Pelilinan 1 37,2710 37,2710 1,09 0,3269
24 Interaksi 3 46,9480 15,6493 0,46 0,7192
Galat 16 273,4714 34,1839
Total 23 514,6743

- 113 -
Lampiran 20. Uji Duncan perubahan vitamin C mangga gedong gincu selama
penyimpanan
Vitamin C (hari ke-)
Perlakuan
0 8 16 24
VHT 10 ‘ 21,48 ± 0,00 a 21,97 ± 5,16 a 24,27 ± 5,72 a 36,02 ± 3,47 a

Pelilinan VHT 20’ 21,52 ± 0,06 a 20,39 ± 2,70 a 25,51 ± 7,46 a 31,25 ± 11,49 a
VHT 30’ 21,56 ± 0,00 a 19,57 ± 3,77 a 23,43 ± 0,81 a 27,32 ± 4,12 a
Kontrol 19,60 ± 0,00 a 19,90 ± 1,97 a 24,27 ± 5,72 a 29,08 ± 0,48 a
VHT 10’ 21,48 ± 0,00 a 17,75 ± 4,13 a 19,62 ± 3,42 a 33,39 ± 3,74 a

Tanpa VHT 20’ 21,52 ± 0,06 a 19,04 ± 0,00 a 22,62 ± 2,05 a 22,51 ± 3,13 a
pelilinan VHT 30’ 21,56 ± 0,00 a 17,41 ± 2,34 a 24,39 ± 6,41 a 27,43 ± 9,02 a
Kontrol 19,60 ± 0,00 a 16,89 ± 2,34 a 19,65 ± 3,37 a 28,13 ± 2,62 a

Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05
* sangat berbeda nyata

- 114 -
Lampiran 21. Hasil uji statistik pada hari ke-12
(Metode: NPar Kruskal-Wallis Test)
Ranks

SAMPEL N Mean Rank


WARNA KL 15 57.70
KTL 15 65.43
10L 15 50.70
10TL 15 60.07
20L 15 50.57
20TL 15 56.73
30L 15 72.43
30TL 15 70.37
Total 120
AROMA KL 15 61.83
KTL 15 65.83
10L 15 44.63
10TL 15 67.70
20L 15 49.70
20TL 15 57.43
30L 15 63.97
30TL 15 72.90
Total 120
RASA KL 15 57.77
KTL 15 90.47
10L 15 34.97
10TL 15 56.63
20L 15 50.17
20TL 15 69.10
30L 15 54.73
30TL 15 70.17
Total 120
TEKSTUR KL 15 61.07
KTL 15 73.03
10L 15 55.30
10TL 15 61.07
20L 15 50.90
20TL 15 55.60
30L 15 61.07
30TL 15 65.97
Total 120

Test Statisticsa,b

WARNA AROMA RASA TEKSTUR


Chi-Square 6.904 8.448 24.971 4.582
df 7 7 7 7
Asymp. Sig. .439 .295 .001 .711
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: SAMPEL

- 115 -
Lampiran 22. Penampakan mangga secara visual

(a). Hari penyimpanan ke-8

(b). Hari penyimpanan ke-12

- 116 -

Anda mungkin juga menyukai