Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit

hati, seperti hepatitis virus kronik, alkoholisme, hepatitis autoimun, nonalcoholic

steatohepatitis (NASH), sirosis bilier. Akibat proses sirosis, terjadi penurunan

fungsi sintesis hati, penurunan kemampuan hati untuk detoksifi.kasi, dan

hipertensi portal dengan segala penyulitnya. Salah satu komplikasi yang perlu

diwaspadai ialah hepatic encephalophaty.1

Hepatic encephalopathy (HE) merupakan komplikasi serius dari penyakit

hati kronis dan secara luas didefiniskan sebagai perubahan status mental dan

fungsional kognitif yang terjadi pada kondisi gagal hati. HE jauh lebih sering

terlihat pada pasien pada penyakit hati kronis.2 HE merupakan sindrom

neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik berat dengan

beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup perubahan

perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan

pada otak yang mendasarinya.3

Di Indonesia, prevalensi HE minimal (grade 0) tidak diketahui dengan

pasti karena sulitnya penegakan diagnosis, namun diperkirakan terjadi pada 30%-

84% pasien sirosis hepatis.3 Sebanyak 30% pasien yang menderita ensefalopati

hepatik mengalami kematian. Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

mendapatkan prevalensi HE minimal sebesar 63,2% pada tahun 2009. Data pada

tahun 1999 mencatat prevalensi HE stadium 2-4 sebesar 14,9%. Angka kesintasan

1
1 tahun dan 3 tahun berkisar 42% dan 23% pada pasien yang tidak menjalani

transplantasi hati.2

HE terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang

mendasarinya; tipe A berhubungan dengan gagal hati akut dan ditemukan pada

hepatitis fulminan, tipe B berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik

tanpa adanya kelainan intrinsik jaringan hati, dan tipe C yang berhubungan

dengan sirosis dan hipertensi portal, sekaligus paling sering ditemukan pada

pasien dengan gangguan fungsi hati. Klasifikasi EH berdasarkan gejalanya dibagi

enjadi HE minimal (HEM) dan HE overt. HE minimal merupakan istilah yang

digunakan bila ditemukan adanya defisit kognitif seperti perubahan kecepatan

psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik atau

elektrofisiologi, sedangkan HE overt terbagi lagi menjadi HE episodik (terjadi

dalam waktu singkat dengan tingkat keparahan yang befluktuasi) dan HE

persisten (terjadi secara progresif dengan gejala neurologis yang kian memberat).3

Banyak hipotesis diajukan untuk menerangkan mekanisme HE, yang

paling banyak diterima adalah teori peningkatan amonia akibat berkurangnya

fungsi hati dan pintasan portosistemik. Amonia adalah neurotoksin yang pada

dosis tinggi menimbulkan kejang dan kematian. Kadar amonia dalam otak, cairan

serebrospinal, dan arteri berkorelasi baik dengan stadium klinik HE. 1

Tes diagnostik yang awalnya digunakan untuk HEM adalah tes

psikometrik dan elektrofi siologik. Penatalaksanaan umum adalah dengan

memperbaiki oksigenasi jaringan. Penataksanaan khusus adalah dengan

2
mengatasi faktor pencetus koma hepatik, misalnya asupan protein dikurangi atau

dihentikan sementara, kemudian baru dinaikkan secara bertahap.1

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hepatic encepalopathy (HE) adalah suatu sindrom neuropsikiatri bersifat

reversibel yang terjadi pada penyakit hati akut maupun kronik dengan beragam

manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup perubahan perilaku,

gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan otak yang

mendasarinya.4

2.2 Etiologi

Hepatic encepalopathy dapat muncul pada hepatitis fulminan yang

disebabkan oleh virus, obat-obatan atau racun, namun umumnya muncul pada

sirosis hati atau pada penyakit kronik lainnya saat terjadi hipertensi portal.4

2.3 Klasifikasi

The 11th World Congress of Gastroenterology membagi klasifikasi hepatic

encepalopathy menjadi 3 tipe:4

Tipe A Tipe C

HE yang berhubungan HE yang berhubungan


dengan gagal hati akut dengan sirosis dan
hipertensi portal atau
Portosystemic shunts
Tipe B

HE yang berhubungan
dengan Porto-systemic Episodik Persisten Minimal
shunts tanpa penyakit
hepatoselular interinsik

4
2.4 Patofisiologi

Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya HE pada pasien

gangguan hati akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam

tubuh (asupan protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus

dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa (hiponatremia, hipokalemia,

asidosis dan alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan narkotika), infeksi

(pneumonia, infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan lain-lain, seperti

pembedahan dan alkohol. Faktor tersering yang mencetuskan HE pada sirosis hati

adalah infeksi, dehidrasi dan perdarahan gastrointestinal berupa pecahnya varises

esofagus.5

Terjadinya HE didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam peredaran

darah yang melewati sawar darah otak. Amonia merupakan molekul toksik

terhadap sel yang diyakini berperan penting dalam terjadinya HE karena kadarnya

meningkat pada pasien sirosis hati. Amonia diproduksi oleh berbagai organ.

Amonia merupakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim

urease, terutama bakteri gram negatif anaerob, Enterobacteriaceae, Proteus dan

Clostridium. Enzim urease bakteri akan memecah urea menjadi amonia dan

karbondioksida. Amonia juga dihasilkan oleh usus halus dan usus besar melalui

glutaminase usus yang memetabolisme glutamin (sumber energi usus) menjadi

glutamat dan amonia. Pada individu sehat, amonia juga diproduksi oleh otot dan

ginjal.5

Secara fisiologis, amonia akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin

di hati. Otot dan ginjal juga akan mendetoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati

5
dimana otot rangka memegang peranan utama dalam metabolisme amonia melalui

pemecahan amonia menjadi glutamin via glutamin sintetase. Ginjal berperan

dalam produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh keseimbangan

asam-basa tubuh. Ginjal memproduksi amonia melalui enzim glutaminase yang

merubah glutamin menjadi glutamat, bikarbonat dan amonia. Amonia yang

berasal dari ginjal dikeluarkan melalui urin dalam bentuk ion amonium (NH4+)

dan urea ataupun diserap kembali ke dalam tubuh yang dipengaruhi oleh pH tubuh.

Dalam kondisi asidosis, ginjal akan mengeluarkan ion amonium dan urea melalui

urin, sedangkan dalam kondisi alkalosis, penurunan laju filtrasi glomerulus dan

penurunan perfusi perifer ginjal akan menahan ion amonium dalam tubuh

sehingga menyebabkan hiperamonia.5

Amonia akan masuk ke dalam hati melalui vena porta untuk proses

detoksifiaksi. Metabolisme oleh hati dilakukan di dua tempat, yaitu sel hati

periportal yang memetabolisme amonia menjadi urea melalui siklus Krebs-

Henseleit dan sel hati yang terletak dekat vena sentral dimana urea akan

digabungkan kembali menjadi glutamin. Pada keadaan sirosis, penurunan massa

hepatosit fungsional dapat menyebabkan menurunnya detoksifikasi amonia oleh

hati ditambah adanya shunting portosistemik yang membawa darah yang

mengandung amonia masuk ke aliran sistemik tanpa melalui hati. Peningkatan

kadar amonia dalam darah menaikkan risiko toksisitas amonia. Meningkatnya

permebialitas sawar darah otak untuk amonia pada pasien sirosis menyebabkan

toksisitas amonia terhadap astrosit otak yang berfungsi melakukan metabolisme

amonia melalui kerja enzim sintetase glutamin.5

6
Disfungsi neurologis yang ditimbulkan pada HE terjadi akibat edema

serebri, dimana glutamin merupakan molekul osmotik sehingga menyebabkan

pembengkakan astrosit. Amonia secara langsung juga merangsang stres oksidatif

dan nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraselular yang

menyebabkan disfungsi mitokondria dan kegagalan produksi energi selular

melalui pembukaan pori-pori transisi mitokondria. Amonia juga menginduksi

oksidasi RNA dan aktivasi protein kinase untuk mitogenesis yang bertanggung

jawab pada peningkatan aktivitas sitokin dan repson inflamasi sehingga

mengganggu aktivitas pensignalan intraselular.5

2.5 Manifestasi Klinis

HE menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis dan

psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, HE memperlihatkan

gangguan pada tes psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan

kemampuan visuospasial. Dengan berjalannya penyakit, pasien HE mulai

memperlihatkan perubahan tingkah laku dan kepribadian, seperti apatis,

iritabilitas dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yang

nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat

memperlihatkan disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang

tidak sesuai dan fase kebingungan akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan

pada akhirnya jatuh ke dalam koma. Kriteria West Haven membagi HE

berdasarkan derajat gejalanya (Tabel 1). Stadium HE dibagi menjadi grade 0

hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk dalam HE covert serta derajat 2-4 masuk

dalam HE overt.5

7
Tabel 1. Stadium ensefalopati hepatik sesuai kriteria West Haven5

2.6 Diagnosis

HE dapat ditandai dengan manifestasi neurokognitif yang luas. Dalam

kasus Minimal Hepatik Ensefalopati mungkin tidak terdapat perubahan klinis

yang jelas. Namun, pasien memiliki tes psikometrik abnormal dan perubahan

kepribadian. Seiring dengan perkembangannya, pasien akan mengalami gangguan

kognisi yang menyebabkan perubahan kepribadian drastis, iritabilitas dan

keterhambatan. Kelainan motorik seperti hypertonia dan hiperfleksia serta

disfungsi ekstrapiramidal seperti kekakuan, bradikinesia, dyskinesia, hipokinesia

dan keterlambatan bicara.6

Gangguan tidur dengan mengantuk pada siang hari yang berlebihan

merupakan manifestasi umum pada HE. Asterixis tidak spesifik untuk HE

sementara asterixis adalah temuan penting pada HE. HE bersifat reversible dan

penelitian terbaru mengarah pada penurunan respon pasien terhadap memori kerja

dan pembelajaran.7

 Diagnosis Minimal Hepatik Ensefalopati

MHE didefinisikan dengan tes psikmetrik abnormal tanpa memenuhi

kriteria untuk OHE. Psychometric Hepatic Encephalopathy Score (PHES) telah

8
menunjukkan spesifik dan sensitive untuk menentukan MHE. PHES terdiri dari

lima tes: the digit symbol test (DST), the number connection test A (NCTA), the

number connection test B (NCTB), the serial dotting test (SDT) the line drawing

test (LDT). Tes neuropsikologis ini dilakukan secara individu. Beberapa tes

komputerisasi membantu dalam diagnosis MHE. Pasien dengan MHE cenderung

memiliki waktu yang lebih lama dan tingkat reaksi tidak tepat. Sebuah tes

sederhana Clicker Flicker Frequency (CFF) untuk mengidentifikasi kecepatan

cahaya pada pasien MHE. Sementara West Haven Criteria (WHC) telah

digunakan secara klasik untuk menilai OHE.6

 Diagnosis Overt Hepatik Ensefalopati

Ensefalopati hepatic dapat terjadi karena ketidakseimbangan elektrolit,

perdarahan saluran pencernaan atau kerusakan hati. Evaluasi awal dilihat dari

faktor pencetus. Selain itu OHE harus dibedakan dengan stroke atau penyebab

neuralgia lainnya. Kriteria WHC sering dipakai untuk menilai OHE.26,27 Kriteria

ini untuk menilai deficit neurologis yang terlihat pada pasien OHE, termasuk

kelainan sistem motorik dan perubahan perilaku atau kepribadian. Grade 1

dianggap MHE sedangkan grade 2-3 menunjukkan keparahan manifestasi OHE

dan grade 4 koma. Tidak ada tes laboratorium untuk mendiagnosa OHE.

Meskipun ammonia berperan dalam pathogenesis OHE dan sering ditemukan

meningkat pada penelitian, secara individu tingkat serum ammonia tidak akurat

dalam diagnosis OHE.6

9
2.7 Penatalaksanaan

 Nutrisi

Diet yang mengandung protein nabati lebih baik dibandingkan diet

protein hewani, terutama protein yang berasal dari daging merah. Penurunan

kadar asam amino aromatik. Asam amino aromatic, sebagai prekusor

tirotransmiter palsu dan dianggap menghambat neurotransmisi dopaminergic dan

memperburuk HE.8

Diet rendah protein direkomendasikan secara rutin pada pasien diharapkan

dapat mengurangi produksi ammonia usus dan mencegah eksaserbasi HE. Asupan

energi harian yang optimal harus 35-40kkal/kgBB dengan asupan protein harian

1,2g sampai 1,5g/kgBB Ideal dan asupan serat 25 sampai 45g sehari. Jika pasien

tidak toleran terhadap protein makanan, suplemen Branched Chain Amino Acid

(BCAA) dapat dipertimbangkan.6

 Obat pencahar

Laktulosa (β-galaktosidofruktosa) dan (β-galaktosidosorbitol) adalah

disakarida yang tidak dapat diserap, terdegradasi oleh flora normal usus menjadi

asam laktat dan asam organik lainnya.

Laktulosa menghambat produksi ammonia usus. Konversi laktulosa

menjadi asam laktat dan asam asetat menghasilkan pengasaman lumen usus. Hal

ini membantu konversi amonia menjadi ammonium, ammonium tidak mudah

diserap, sehingga tetap terdapat dilumen kolon dan terjadi pengurangan ammonia

diplasma. Laktulosa juga berfungsi sebagai obat pencahar dan mengurangi beban

10
kolon bakteri. Dosis awal laktulosa 30ml per hari atau 2 kali sehari. Dosis dapat

ditingkatkan jika terjadi toleransi. Dosis dapat diturunkan jika terjadi diare, kram

perut atau kembung. Pemakaian laktulosa yang berlebihan dapat menyebabkan

ileus, diare berat, gangguan elektrolit dan hipovolemia. Hipovolemia yang cukup

parah dapat mencetuskan gejala ensefalopati.9

Dosis laktulosa dosis tinggi dapat diberikan secara oral atau melalui

tabung nasogastric pada pasien yang dirawat di RS dengan ensefalopati hepatic

berat. Laktulosa dapat diberikan sebagai enema pada pasien koma dan tidak dapat

diberikan obat melalui mulut. Dosis yang dianjurkan adalah 300ml laktulosa pada

700ml air, diberikan setiap 4 jam sesuai kebutuhan.8

 Antibiotik

Neomisin dan antibiotic lainnya, seperti metronidazole, vankomisin,

paromomisin, dan kuinolon diberikan dalam mengurangi konsentrasi amoniagenik

dikolon. Dosis neomisin awal adalah 250mg per oral 2-4 kali sehari dengan dosis

maksimal 4000mg per hari. Neomisin biasanya digunakan sebagai pengobata lini

kedua, setelah pengobatan dengan laktulosa. Pengobatan jangka panjang dengan

penggunaan aminoglikosida berisiko terjadinya ototoksisitas dan nefrotoksisitas.

Rifaximin (Xifaxan), turunan rifampisin dapat digunakan untuk indikasi

ganggung gastrointestinal. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa rifaximin

dengan dosis 400mg yang diminum secara oral 3 kali sehari efeektif untuk

memperbaiki gejala HE.

11
Pengobatan kombinasi rifaximin dan laktulosa lebih baik jika hanya

diberikan laktulosa saja. Metronidazole saat ini tidak direkomendasikan karena

dikhawatirkan dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan neurotoksisitas jika

digunakan dalam jangka panjang.

Rifaximin (Xifaxan), turunan rifampisin dapat digunakan untuk indikasi

ganggung gastrointestinal. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa rifaximin

dengan dosis 400mg yang diminum secara oral 3 kali sehari efeektif untuk

memperbaiki gejala HE.

Pengobatan kombinasi rifaximin dan laktulosa lebih baik jika hanya

diberikan laktulosa saja. Metronidazole saat ini tidak direkomendasikan karena

dikhawatirkan dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan neurotoksisitas jika

digunakan dalam jangka panjang.8

 L-ornitin L-aspartat

L-ornitin L-aspartat tersedia di Eropa dalam bentuk formulasi intravena.

LOLA terdiri dari 2 asam amino. L-ornitin dan L-aspartat adalah subtrat untuk

transaminase glutamate yang berperan dalam perubahan amonia menjadi urea dan

glutamine. LOLA meningkatkan metabolisme amonia di hati dan otot, sehingga

menurunkan amonia di dalam darah.8

12
Gambar 1. Algoritme Tatalaksana HE

HE grade III-IV memerlukan pemantauan ICU. Pasien diberi laktulosa

melalui NGT. Diberikan 15-300cc setiap 1-2jam melalui NGT sampai buang air

13
besar. Jika tidak dapat diberikan dengan NGT dapat diberikan sebagai enema

(300cc laktulosa 15ml dalam 700cc air steril. Rifaximin diberikan bersamaan

laktulosa dengan HE grade III-IV.6

2.8 Prognosis

HE merupakan komplikasi umum gagal hati yang prognosisnya buruk.

Namun, prognosisnya tak selalu sama dan tergantung pada penyakit hati yang

mendasarinya. Gagal hati akut merupakan penyebab umum terjadinya prognosis

buruk namun bersifat reversibel.7

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk: 24 November 2017


Jam : 17.45 WIB
Ruangan : Dahlia 1

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Mr. L

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Dusun I Desa Baru Batang Kuis

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Telaah : Hal ini dialami Os sejak + 3 hari sebelum masuk rumah

sakit, penurunan kesadaran dialami os secara tiba-tiba. Os

tampak gelisah dan seperti kebingungan dengan lingkungan

sekitar. Os juga merasa lemas yang dialami + 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Mual dijumpai, hal ini dialami

+ 2 hari, muntah tidak dijumpai. Perut terasa kembung

15
dijumpai. Hal ini dirasakan os + 2 hari. BAB normal

berwarna coklat kekuningan, BAK normal berwarna kuning

keruh. Nafsu makan normal. Tidak ada penurunan berat

badan. Os juga mengeluhkan sulit tidur 2 hari ini.

Kebiasaan minum alkohol dan merokok disangkal. Riwayat

alergi obat disangkal. Riwayat sakit gula disangkal.

Riwayat trauma disangkal.

RPT : Sirosis hepatis (10 tahun), Varises esofagus, nefrolithiasis,

BPH

RPO : Propnolol, Spironolakton, Furosemid

ANAMNESIS ORGAN

Jantung

Sesak Nafas :(-) Edema :(-)

Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)

Lain-lain :(-)

Saluran Pernapasan

Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis :(-)

Dahak :(-) Lain-lain :(-)

Saluran Pencernaan

Nafsu Makan :(↓) Penurunan BB : ( -)

Keluhan Mengunyah :(-) Keluhan Defekasi :(-)

Keluhan Perut :(-) Lain-lain :(-)

16
Saluran Urogenital

Nyeri BAK :(-) BAK Tersendat :(-)

Batu :(-) Keadaan Urin : Kuning keruh

Haid :(-) Lain-lain :(-)

Sendi dan Nyeri Pinggang : ( - ) Keterbatasan Gerak :(-)

Tulang

Keluhan Persendian :(-) Lain- lain :(-)

Endokrin

Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)

Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)

Polifagi :(-) Lain-lain :(-)

Saraf Pusat

Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)

Lain-lain :(-)

Darah dan Pembuluh Darah

Pucat :(-) Perdarahan :(-)

Petechie :(-) Purpura :(-)

Lain-lain :(-)

Sirkulasi Perifer

17
Claudicatio Intermitten :(-) Lain-lain :(-)

ANAMNESA FAMILI : Riwayat keluarga menderita sakit yang sama disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum :

Keadaan Penyakit

Sensorium : Apatis Pancaran wajah: Lemah

Tekanan darah : 130/90 mmHg Sikap paksa :(-)

Nadi : 96 x/menit Refleks fisiologis :(+)

Pernafasan : 24 x/menit Refleks patologis :(-)

Temperatur : 36 ºC

Anemia (-/-), Ikterus (+/+), Dyspnea (-)

Sianosis (-/-), Edema (-/-), Purpura (-/-)

Turgor Kulit : Baik

Keadaan Gizi : Normal

Berat Badan : 75 kg

Tinggi Badan : 160 cm

IMT : 29,29 kg/m2 (obesitas)

STATUS LOKALISATA

KEPALA

Mata : Konj. palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),

Pupil isokor ukuran 3 mm, refleks cahaya direk (+);

18
Indirek (+)

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Bibir :Dalam batas normal

Lidah :Dalam batas normal

Gigi geligi :Dalam batas normal

Tonsil/Faring :Dalam batas normal

LEHER

Leher : Simetris

Trakea : Medial, pembesaran KGB (-), Struma (-), TVJ : 5-2 cmH2O, Kaku kuduk

( - ), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

Pergerakan : Simetris kanan=kiri

Palpasi :

Nyeri tekan : Tidak dijumpai

Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

Paru : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas Paru-hati R/A : R= ICS V dextra A= ICS VI dextra

19
Peranjakan : ICS VI dextra ± 1cm

Jantung

Batas Atas Jantung : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas Kiri Jantung : ICS V 2 cm ke medial midklavikularis sinistra

Batas Kanan Jantung : ICS V linea parasternalis dextra

Auskultasi

Paru

Suara Pernafasan : vesikular di kedua lapangan paru

Suara Tambahan : (-)

Jantung

M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolik (-), lain-lain (-)

Heart rate : 96 x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAKS BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara Pernafasan = vesikuler

Suara Tambahan = (-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris

Gerakan lambung/usus : (-)

20
Vena kolateral : (-)

Caput medusa : (-)

Lain-lain : (-)

Palpasi

Nyeri tekan : (-)

Murphy sign : (-)

Dinding abdomen : Soepel

HATI

Permukaan : Tidak teraba

Konsistensi : Soepel

Pinggir : Tidak teraba

Ukuran : Normal

Nyeri Tekan :(-)

LIEN

Pembesaran : Teraba (Schuffner titik 2, Hacket titik 2)

GINJAL

Ballotement :(-)

TUMOR :(-)

PERKUSI

Pekak Hati : (+)

Pekak Beralih :-

AUSKULTASI

Peristaltik usus : Normoperistaltik

21
Lain-lain :(-)

PINGGANG

Nyeri ketuk sudut Kosto Vertebra ( - )

SUPRAPUBIK

Nyeri tekan suprapubik ( - )

INGUINAL :(-)

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum :Tidak dilakukan pemeriksaan

Spincter Ani :Tidak dilakukan pemeriksaan

Ampula :Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa :Tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan :Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi :(-)

Lokasi :(-)

Jari tabuh :(-)

Tremor ujung jari :(-)

Telapak tangan sembab :(-)

Sianosis :(-)

Eritema Palmaris :(-)

Lain-lain :(-)

22
ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema - -

Arteri femoralis + +

Arteri tibialis posterior + +

Arteri dorsalis pedis + +

Refleks KPR + +

Refleks APR + +

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -

Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Tanggal : 24 November 2017


Darah Kimia Klinik Elektrolit

Hb : 13,3 g/dL Ureum: 32 mg/dL Natrium: 125


Ht: 36,9 % Creatinin: 1,4 mg/dL mEq/L
Eritrosit : 4,78 juta/µL Asam urat: 6,6 mg/dL Kalium: 3,8 mEq/L
Leukosit: 9,6x103/µL SGOT: 35 U/L Chlorida: 108
Trombosit: 68x103 µL SGPT: 17 U/L mmol/L
Indeks Eritrosit Alkali fosfatase: 97 U/L
MCV: 77,1 fl Albumin: 3,7 g/dl
MCH: 27,8 pg Bilirubin total: 3,43 mg/dL
MCHC: 36,1 g/dL Bilirubin direk: 1,10 mg/dL
Hitung jenis
Eosinofil: 4,3 %
Basofil: 0,8 %
Segmen: 75,3 %
Limfosit : 13,2 %
Monosit: 6,4 %
LED: 5 %

23
RESUME

ANAMNESA Keluhan utama : Penurunan kesadaran


Telaah : Hal ini dialami os ± 3 hari
SMRS. Penurunan kesadaran dialami
secara tiba-tiba. Paisen gelisah dan
seperti kebingungan dengan
lingkungan sekitar. Os merasa lemas.
Mual (+), muntah (-), perut terasa
kembung (+). BAK dalam batas
normal, warna kuning keruh. BAB
dalam batas normal. Nafsu makan
dalam batas normal. Os mengalami
sulit tidur. Riwayat DM (-). Riwayat
trauma (-)
RPT : Sirosis hepatis (10 tahun),
varises esofagus, nefrolithiasis, BPH
RPO : Propanolol, spironolakton,
furosemide
STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Obesitas

PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN


Sensorium : Apatis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 96 x/ mnt
Pernafasan : 24 x/ mnt
Temperatur : 36 °C
STATUS LOKALISATA
Kepala :
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (+/+)
T/H/M : Dalam batas normal
Trakea : TVJ 5-2 cmH20
Leher :
Trakea medial, pembesaran KGB (-),
Struma (-)
Thorax:
Inspeksi : Simetris fusiformis

24
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri,
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan
paru
Auskultasi :
Suara Pernafasan = Vesikuler
Suara Tambahan = (-)

Abdomen:
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Soepel
Hepar: dalam batas normal
Limpa: Pembesaran (+)
Renal: dalam batas normal
Suprapubik: Nyeri tekan suprapubik (-
)
Ekstremitas atas : Dalam batas normal
Ekstremitas bawah : Dalam batas
normal
LABORATORIUM RUTIN Darah : Eritrosit Normokrom
Normositer
Kimia klinik:
Creatinin: 1,4 mg/dL
Asam urat: 6,6 mg/dL
Bilirubin total: 3,43 mg/dL
Bilirubin direk: 1,10 mg/dL
Elektrolit
Natrium: 125 mEq/L
Kalium: 3,8 mEq/L
Chlorida: 108 mmol/L
LABORATORIUM Tdp
MIKROBIOLOGI
DIAGNOSIS BANDING - Hepatic encephalopathy grade I
- Hipoglikemia
- Perdarahan subdural
DIAGOSIS SEMENTARA - Hepatic encephalopathy grade I
PENATALAKSANAAN Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Diet hati II
Farmakologis :
- IVFD NACL 0,9% 20 gtt/i

25
makro
- Inj Cefotaxim 1 gr/8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj Ondansentron 4 mg/8 jam
- Sucralfat syr 3x10cc
- Propanolol 3x10 mg

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN

1 . USG Abdomen

26
BAB 4

FOLLOW UP

Tanggal S O A P
25 November 2017 Lemas dan o Sensorium : o HE grade I o Tirah baring
mual Compos Mentis o Diet hati II
berkurang o TD : 140/80 o IVFD NACL
mmHg 0,9% 20 gtt/i
o HR : 64 x/i makro
o RR : 24 x/i o Inf
o Temp : 37,2 ˚C Aminoleban 1
fls/hari
o Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
o Inj Ranitidine
50 mg/12 jam
o Inj
Ondansentron
4 mg/8 jam
o Sucralfat syr
3x10cc
o Propanolol
3x10 mg

27
26 November 2017 Lemas dan o Sensorium : o HE grade I o Tirah baring
mual Compos Mentis o Diet hati II
berkurang o TD : 140/80 o IVFD NACL
mmHg 0,9% 20 gtt/i
o HR : 62 x/i makro
o RR : 22 x/i o Inf
o Temp : 37 ˚C Aminoleban 1
fls/hari
o Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
o Inj Ranitidine
50 mg/12 jam
o Inj
Ondansentron
4 mg/8 jam
o Sucralfat syr
3x10cc
o Propanolol
3x10 mg

27 November 2017 Lemas dan o Sensorium : o HE grade I o Tirah baring


mual Compos Mentis o Diet hati II
berkurang o TD : 120/80 o IVFD NACL
BAB (-) 2 mmHg 0,9% 20 gtt/i
hari o HR : 56 x/i makro
o RR : 24 x/i o Inf
o Temp : 36,5 ˚C Aminoleban 1
fls/hari
o Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
o Inj Ranitidine
50 mg/12 jam
o Inj
Ondansentron
4 mg/8 jam
o Sucralfat syr
3x10cc
o Propanolol
3x10 mg

28
BAB 5

DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Definisi
Hepatic encepalopathy (HE) adalah suatu Seorang laki-laki usia 66 tahun
sindrom neuropsikiatri bersifat reversibel yang terjadi datang dengan penurunan kesadaran
pada penyakit hati akut maupun kronik dengan beragam yang dialami sejak + 3 hari sebelum
manifestasi, mulai dari ringan hingga berat, mencakup masuk rumah sakit.
perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta
penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan otak yang
mendasarinya.
Etiologi
- Hepatitis fulminan - Sirosis hati
- Obat-obatan
- Sirosis hati

Manifestasi Klinis
1. Perubahan tingkah laku dan kepribadian Os tampak gelisah dan seperti
2. Perubahan kesadaran kebingungan dengan lingkungan
3. Perubahan fungsi motorik sekitar. Os juga mengeluhkan sulit
4. Gangguan pola tidur tidur 2 hari ini.
5. Disorientasi waktu dan ruang
Anamnesa
HE dapat ditandai dengan manifestasi Os mengalami penurunan kesadaran
neurokognitif yang luas. Dalam kasus Minimal Hepatik sejak + 3 hari sebelum masuk rumah
Ensefalopati mungkin tidak terdapat perubahan klinis sakit, penurunan kesadaran dialami
yang jelas. Namun, pasien memiliki tes psikometrik os secara tiba-tiba. Os tampak
abnormal dan perubahan kepribadian. Seiring dengan gelisah dan seperti kebingungan
perkembangannya, pasien akan mengalami gangguan dengan lingkungan sekitar. Os juga
mengeluhkan sulit tidur 2 hari ini. Os
kognisi yang menyebabkan perubahan kepribadian
mempunyai riwayat sirosis hepatis
drastis, iritabilitas dan keterhambatan. Kelainan motorik
(10 tahun), varises esofagus,
seperti hypertonia dan hiperfleksia serta disfungsi nefrolithiasis dan BPH.
ekstrapiramidal seperti kekakuan, bradikinesia,
dyskinesia, hipokinesia dan keterlambatan bicara.
Gangguan tidur dengan mengantuk pada siang hari
yang berlebihan merupakan manifestasi umum pada HE.
Asterixis tidak spesifik untuk HE sementara asterixis
adalah temuan penting pada HE. HE bersifat reversible

29
Pemeriksaan Fisik
VITAL SIGN
Sensorium : Apatis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 96 x/ mnt
Pernafasan : 24 x/ mnt
Temperatur : 36 °C
STATUS LOKALISATA
Kepala :
Mata: Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (+/+)
T/H/M : Dalam batas normal
Trakea : TVJ 5-2 cmH20
Leher :
Trakea medial, pembesaran KGB (-),
Struma (-)
Thorax:
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri,
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan
paru
Auskultasi :
Suara Pernafasan = Vesikuler
Suara Tambahan = (-)

Abdomen:
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Soepel
Hepar: dalam batas normal
Limpa: Pembesaran (+)
Renal: dalam batas normal
Suprapubik: Nyeri tekan suprapubik
(-)
Ekstremitas atas : Dalam batas
normal
Ekstremitas bawah : Dalam batas
normal
Penatalaksanaan
- Diet rendah protein Non Farmakologis :
- Obat pencahar
- Antibiotik - Tirah baring
- L-ornitin L-aspartat - Diet hati II
Farmakologis :

30
- IVFD NACL 0,9% 20 gtt/i
makro
- Inj Cefotaxim 1 gr/8 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj Ondansentron 4 mg/8 jam
- Sucralfat syr 3x10cc
Propanolol 3x10 mg

31
BAB 6

KESIMPULAN

Seorang laki-laki usia 66 tahun datang dengan penurunan kesadaran yang

dialami sejak + 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Penurunan kesadaran dialami

secara tiba-tiba. Paisen gelisah dan seperti kebingungan dengan lingkungan

sekitar. Os juga mengeluhkan sulit tidur. Riwayat penyakit terdahulu sirosis

hepatis (10 tahun), varises esofagus, nefrolithiasis, BPH. Pasien didiagnosa

dengan Hepatic encephalopathy dan ditatalaksana dengan terapi non farmakologis

berupa tirah baring, diet hati II dan terapi farmakologis berupa IVFD NACL 0,9%

20 gtt/i makro, Inj Cefotaxim 1 gr/8 jam, Inj Ranitidine 50 mg/12 jam, Inj

Ondansentron 4 mg/8 jam, Sucralfat syr 3x10cc, Propanolol 3x10 mg.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Ndraha Suzanna. Ensefalopati Hepatikum Minimal. Ahli Penyakit Dalam,


Konsultan Gastroenterohepatologi, Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta,
Indonesia. CDK-234/ vol. 42 no. 11, th. 2015.
2. Suyoso, Syifa Mustika, Harijono Achmad. Ensefalopati Hepatik pada Sirosis
Hati: Faktor Presipitasi dan Luaran Perawatan di RSUD dr. Saiful Anwar
Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, No. 4, Agustus 2015.
3. Irsan Hasan, Abirianty P. Araminta. Leading article Ensefalopati Hepatik:
Apa, Mengapa dan Bagaimana?. Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Vol. 27, No.3, Desember 2014.
4. Bleibel W, Al-Osaimi AMS. Hepatic Encephalopathy. Saudi J Gastroenterol.
2012; 18(5): 301-309.
5. Hasan I, Araminta AP, Ensefalopati Hepatik: Apa, mengapa, bagaimana?.
Medicinus. 2014; 27(3):1-8.
6. Suraweera,D. Sundaram, V. Saab, S. Evaluation and Management of Hepatic
Encephalopathy: Current Status and Future Directions. 2016 Jul; 10(4): 509–
519.2016 Jul 15. doi: 10.5009/gnl15419
7. Montagnese S, De Pittà C, De Rui M, et al. Sleep-wake abnormalities in
patients with cirrhosis. Hepatology. 2014;59:705–712. doi:
10.1002/hep.26555. [PubMed] [Cross Ref]
8. Wolf DC. MD. Hepatic Encephalopathy. Division of Gastroenterology and
Hepatobiliary Disease, Department of Medicine, New York Medical College.
Update . Jan 30, 2017.
9. Leise, MD. Poterucha JJ. Management of Hepatic Encephalopathy in the
Hospital. Mayo Clin Proc. 2014 Feb: 89(2): 241-253. Doi:
10.1016/j.mayocp.2013.11.009.
10. Martinez RG, Talero MS, Cordoba J. Prognostic assesment in patients with
hepatic encephalopathy. Departemen of Medicine Autonoma University of
Barcelona. 2011; 171-9.

33

Anda mungkin juga menyukai