1841312074
PROFESI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA (HEAD INJURY)
6. Batang otak
Batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medula oblongata.
1. Midbrain
Bidbrain terletak antara diensefalon dan pons dari batang otak. Disinilah terdapat
nucleus endinger westphal. Nukleus ini menerima serabut-serabut dari retina
melalui saraf kranial II kemudian mengeluarkan impils motorik melalui serabut-
serabut simpatik dan parasimpatik ke otot polos iris. Kerusakan akomodasi pupil
menandakan sedikitnya terjadi kerusakan satu asupan atau haluaran suatu
midbrain sendiri karena mengalami tekanan. (sering karena herniasi tentorial )
2. Serebelum
Serebelum terletak tepat pada posterior dan superior medula oblongata.
Serebelum mengirimkan pesannya sendiri ke basal ganglia dan korteks, juga
kebagian otak untuk melakukan 3 fungsi bawah sadar.
Fungsi serebelum adalah menghasilakn kehalusan, keseimbangan, keharmonisan,
dan koordinasi gerak otot rangka,mempertahankan keseimbangan tubuh, serta
mengontrol postur tubuh tanpa kejang atau gerakan tanpa kompensasi atau tanda
beergoyang- goyang.
3. Medula oblongata
Medula oblongata terletak diantara pons, dan medulla spinalis. Pada medula ini
terdapat pusat- pusat otonom yang mengatur fungsi- fungsi vital seperti
pernapasan frekuensi jantung, tonus vasomotor, juga pusat muntah, refleks batuk
, dan prilaku refleks bersin. Juga terdapat sel saraf kranial ke IX sampai XII.
7. Cairan serebrospinalis
Fungsi cairan serebrosfinal adalah sebagai penahan getaran serta menjaga
jaringan SPP yang sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang
mengelilinginya dan dari cedera mekanik. Selain itu juga berfungsi dalam
pertukaran nutrien antara plasma dan kompartemen seluler. Cairan serebrospinal
(CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20
ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume
CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik koloid dan
hidrostatik yang sama yang mengatur perpindahan cairan dan partikel-partikel
kecil antara plasma dan kompartemen cairan interstisial tubuh. Secara singkat
direview, kerja dari tekanan ini adalah sebagai berikut : dua tim yang berlawanan
dari tekanan mendorong dan menarik mempengaruhi gerakan air dan partikel-
partikel kecil melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri atas
tekanan osmotik plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air
dari kompartemen CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan
dipengaruhi oleh tim dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS.
Tim yang berpengaruh bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel,
aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan tim
bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel kecil dari plasma ke ventrikel.
8. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis
1) Nervus I (Olfaktorius)
Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa rangsangan aroma (bau-
bauan) dari aroma rongga hidung ke otak.
2) Nervus II (Optikus)
Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan
ke otak
3) Nervus III (Okulomotorius)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata) /
sebagai pembuka bola mata.
4) Nervus IV (Trochlear)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, sebagai pemutar bola mata
5) Nervus V (Trigeminus)
Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) bertanggung jawab untuk
pengunyah.
6) Nervus VI (Abdusen)
Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola mata ke arah luar
7) Nervus VII (Fasial)
Sifatnya majemuk (sensorik- motorik), sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap, asam, asin dan manis.
8) Nervus VIII (Vestibulokokhlearis)
Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai dua bagian sensoris yaitu
auditori dan vestibular yang berperan sebagai penterjemah.
9) Nervus IX (Glosofharyngeal)
Berperan dalam menelan dan respons sensori terhadap rasa pahit di lidah.
10) Nervus X (Vagus)
Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) mensarafi faring, laring dan platum
11) Nervus XI (Asesoris)
Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama dengan vagus untuk memberi
informasi ke otot laring dan faring.
12) Nervus XII (Hipoglosal): Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah.
2. Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
perdarahan interstisial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak. Trauma
serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan pekerjaan.
(paula kristanty : 2014 hal. 64 ).yang termasuk cedera kepala adalah cedera kulit kepala,
tengkorak kepala, cedera otak dan kombinasi dari itu.
3. Etiologi
Kecelakaan kenderaan bermotor merupakan penyebab utama cedera kepala dan
penyebab lainnya adalah penyerangan, jatuh, dan cedera yang berhubungan dengan
olahraga.
b. Menurut cynthia lee terry dan aurora weaver ( 2013 : hal. 292) penyebab trauma
kepala terdiri dari
1. Cedera primer
Cedera primer terjadi pada benturan, dan merupakan akibat langsung dari
benturan yang menyebabkan cedera ada daerah otak dibawah sisi kontak.
Biasanya terjadi fraktur tengkorak. misalnya luka tembak, luka pukulan
tongkat baseball , kecelakaan kendraan bermotor
2. Cedera sekunder
Yaitu cedera yang muncul setelah peristiwa primer terjadi misalnya ada
beberapa cedera yang lebih berat, memerlukan pembedahan mengangkat
fragmen tulang atau mengevakuasi hematoma lewat lubang burr atau
kraniotomi.
c. Berdasarkan penyebab mekanisme cedera, maka cedera kepala terdiri dari
1. Cedera akselerasi
Yaitu benda bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak, contohnya
pemukul baseball menghantam kepala atau peluru ditembakan kekepala.
2. Cedera deselerasi
Cedera terjadi ketika kepala bergerak menghantam objek statis seperti saat jatuh
atau MVA ketika kepala menghantam dashboard atau jendela
3. Cedera kup/ kont rakup
Ketika kepala terpukul otak bergerak atau berpindah maju mundur didalam
kranium. Jika cedera terjadi pada lokasi pukulan pertama langsung dibawahnya
disebut sebagai cedera kup, jika cedera terjadi pada posisi yang berlawanan
maka disebut cedera kontrakup
4. Rotasi terjadi ketika otak yang cedera berputar/ terpuntir didalam tengkorak
menyebabkan substansi putih otak dan pembulu darah menjadi robek.
Ket gambar:
A. Cedera tembus yang dapat menimbilkan fraktur tengkorak
B. Cedera menyebar : dapat menyebabkan otak bergerak cukup keras
hingga merobek beberapa vena
C. Cedera contrecoup
4. Manifestasi Klinik
1. Peningkatan TIK dengan manifestasi sbb
a. trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah/ iritable, papil edema,
muntah proyektil.
b. penurunan fungsi neurologi, seperti : perubahan bicara, perubahan reaksi
pupil, sensori motorik berubah
c. sakit kepala, mual, pandangan kabur( diplopia )
2. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi
a. CSS (cairan serebrospinal) / darah mengalir dari telinga dan hidung
b. bukti berbagai cedera saraf kranial
c. perdarahan dibelakang membran timpani
d. ekimosis periorbital (memar disekitar mata )
e. . battle’s sign (memar di daerah mastoid)
3. Kerusakan saraf kranial dan telinga dalam dapat terjadi saat kecelakaan terjadi
atau kemudian dengan menifestasi :
a. perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus
b. hilangnya daya penciuman karena kerusakan nervus alfaktori
c. pendengaran berkurang karena rusaknya nervus auditorius
d. pupil dilatasi, strabismus atau terfiksasi karena tidak mampu bergerak
akibat rusaknya nervus okulomotor
e. vertigo akibat kerusakan otolith ditelinga dalam
f. nistagmus karena kerusakan sistem vestibular
4. Konkusi
setelah konkusi, pengamat melaporkan adanya kehilangan kesadaran selama 5
menit atau kurang. Amnesia retrograd, amnesia pascatrauma, atau keduanya
dapat terjadi, klien mengalami sakit kepala dan pusing serta dapat mengeluh
mual dan muntah.
5. Kontusi
a. kontusio serebral
kontusio pada lobus temporal menimbulkan agitasi, confuse; kontusio
frontal: hemiparese, klien sadar; kotusio fronto temporal : aphasia. Namun
tanda dan gejala ini irreversibel.
b. Kontusio batang otak
Respon menghilang dan pasien mengalami koma parsial, penurunan
tingkat kesadaran terjadi berhari – hari bila keruskan berat. pada perubahan
tingkat kesadaran respirasi dapat normal/ periodik/cepat, pupil simestris
kontriksi dan reaktif, jika kerusakan mengenai batang otak bagian atas pupil
dapat abnormal dan gerakan bola mata tidak ada
5. Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena beberapa mekanisme cedera. Suatu
sentakan traumatik pada kepala menyebabkan cedera kepala. Sentakan ini dapat
terjadi secara tiba- tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jatuh kecelakaan
kendraan bermotor, atau kepala terbentuk. Jika sentakan menyebabkan suatu
melalui mekanisme trauma akselesari- deselerasi atau coup- countercoup. Maka
kontusio serebri dapat terjadi.
Cedera kepala besar menyebabkan kerusakan langsung pada parenkim otak.
Energi kinetik ditransmisikan ke otak dan memar terlihat pada cedera jaringan
lunak yang disebabkannya. Sebuah benturan pada permukaan otak menyebabkan
perpindahan jaringan otak yang cepat dan gangguan pembuluh darah, menyebabkan
perdarahan, cedera jaringan, serta edema. Kerusakan otak dan tengkorak meliputi
benturan itu sendiri (cedera primer) dan cedera yang berlanjut dari edema,
inflamasi, serta perdarahan dalam otak (cedera sekunder). Cedera sekunder dapat
mengakibatkan manifestasi yang lebih parah dibandingkan yang disebabkan oleh
benturan itu sendiri. Inflamasi menyebabkan edema serebral dan peningkatan TIK.
Perdarahan dapat menyebar jika terjadi akibat robekan beberapa pembuluh darah
kecil didalam otak. Setiap kali tekanan di dalam otak meningkat, otak dapat
mengalami hipoksia, masalah sekunder terjadi dari beberapa jam sampai beberapa
hari setelah benturan.
Konkusi biasanya menyebabkan cedera otak yang reversibel. Beberapa
kerusakan biokimia dan ultrastruktur seperti deplesi trifosfat adenosin mitokondria
serta perubahan permebilitas vaskular dapat terjadi.Klien dengan kerusakan aksonal
yang menyebar mengalami cedera mikroskopik pada akson diserebrum, korpus
kalosum, dan batang otak. Cedera substansi putih yang meluas, degenerasi
substansi putih, disfungsi saraf dan edema serebral global merupakan gambaran
yang Khas.
Jika autoregulasi terganggu, seperti ada cedera kepala, hipoperfusi serebral
menyebabkan iskemia jaringan otak. Hipoksia memiliki efek yang rendah terhadap
mortalitas selama perfusi otak adekuat karena otak dapat mengekstrak oksigen
selama periode singkat. Kombinasi hipotensi arteri dan hipoksia merupakan hal
yang signifikan dalam terjadinya cedera sekunder. Penyebab lain cedera otak
sekunder meliputi peningkatan TIK, masalah pernapasan, ketidakseimbangan
elektrolit, dan infeksi.
Cedera reperfusi terjadi ketika iskemia dibalik dan aliran darah terbentuk
kembali. Hal ini juga menyebabkan cedera sekunder. Cedera reperfusi mungkin
disebabkan oleh radikal bebas oksigen, yang merupakan produk normal dari
metabolisme aerobik yang biasanya terurai menjadi oksigen dan air. Pada cedera
sel, pemecahan radikal ini terganggu sehingga terjadi penumpukan yang
menyebabkan penghancuran asam nukleat, protein, karbohidrat dan lipids serta
membran dalam jaringan otak.
Pengaruh cedera kepala terhadap asam basa tubuh.
Ketika terjadi cedera pada kepala, akan menimbulkan gangguan autoregulasi
karena terputusnya/ robeknya kontinuitas pembuluh darah dan sel jaringan
menuju otak.
Maka aliran darah ke otak berkurang
Kekurangan oksigen menyebabkan gangguan metabolisme pada jaringan
otak, sehingga menimbulkan peningkatan asam laktat.
Kemudian bila PCO2 bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan
menyebabkan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pertambahan CBF, yang
kemudian menyebabkan terjadinya penambahan tekanan intrakranial (TIK)
edema otak.
Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak juga akan
mengalami penekanan yang berakibat aliran darah ke otak semakin berkurang,
sehingga terjadi hipoksia dan berlanjut menimbulkan iskemia yang akhirnya
gangguan pernapasan asidosis metabolik (Penurunan PH, peningkatan asam laktat
dan peningkatan PCO2 ).
WOC Cedera Kepala
Benturan
kepala
Trauma kepala
Tekanan
intrakranial
MK : Perubahan perfusi
Aliran darah ke jaringan serebral.
otak
Penurunan
Merangsang Merangsang inferior Kerusakan hemisfer Hipoksia jaringan
kesadaran
hipotalamus hipofise motorik
Kerusakan
Produksi ADH &
Mengeluarkan pertukaran gas
MK : Kekacauan
aldosteron steroid & adrenal Penurunan kekuatan Gangguan pola bahasa
dan tahanan otot persepsi
Pernafasan
Hipotalamus terviksasi sensorik
Sekresi HCL dangkal
(pd diensefalon)
digaster
MK : Gangguan MK :
mobilitas fisik Gangguan
Retensi Na+H2o MK : Perubahan nutrisi MK : Pola nafas tidak komunikasi
kurang dari kebutuhan efektif verbal
tubuh
MK :Gangguan
keseimbangan cairan &
elektrolit
6. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan
a. primer
Manajemen klien dengan cedera kepala adalah sama dengan
manajemen awal untuk cedera lain Meliputi :
1. Buka jalan napas dengan teknik jaw thrust – kepala jangan ditekuk,
isap lendir kalau perlu.
2. Berikan O2 4-6 liter / menit eningkatkan vasokontriksi pembulu darah
otak sehingga edema serebri menurun. Kontrol perdarahan, jangan beri
tekanan pada luka perdarahan kepala, tutup saja dengan kassa,
diplester. Jangan berusaha menghentikan aliran darah dari lubang
telinga atau hidung dengan menutup lubang tersebut.
3. Pasang infus
b. Manajemen lanjutan
Asuhan yang berkelanjutan untuk mempertahankan perfusi serebral
dan mengurangi TIK adalah fokus dari asuhan kritis. Laju metabolisme
serebral diturunkan dengan pemberian sedatif, agen paralitik,
antipiretik, barbiturat, dan hipotermi. Morfin adalah opioid yang bisa
digunakanuntuk klien cedera kepala. Morfin dapat mengurangi nyeri
dan diberikan secara intravena. Depresi pernapasan dikontrol pada klien
yang diintubasi dan berventilasi.
B. Penatalaksanaan oleh Penelitian
a. Berikan normal saline solution (NSS) atau larutan lain sesuai resep
b. menjaga tekanan darah sistolik (SBP> 90 mmHg) setiap 15 menit
c. Pantau denyut nadi / denyut jantung dan catat setiap 15 menit
sekali.
1. Pengkajian
A. Biodata Umum
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab.
B. Breathing
Setelah jalan napas aman, brething menjadi prioritas berikutnya dalam
primary survay. Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi
efektif atau tidak hanya pada saat pasien bernapas. 3 hal yang dilakukan
dalam breathing
1). Nilai apakah breathing baik (look, listen, and feel )
2). Ventilasi tambahan apabila breathing kurang adekuat
3). Berikan oksigen sesuai indikasi
Kondisi peningkatan PCO2 pada cedera kepala akan
memperburuk edema serebri. Adanya pernafasan cheyne stokes dapat
berhubungan dengan perdarahan kedalam ganglia basalis, kondisi yang
mendorong pada pusat pernafasan medularis, lesi hemisfer bilateral dalam
serebrum atau suatu disfungsi serebelum, otak tengah, dan pons atas.
Hiperventilasi neurogenik pusat adalah hiperventilasi berkelanjutan pada
RR 40 -45 x/ menit, ini mungkin terjadi pada infark pons atau akibat dari
berbagai lesi di pons (seperti hematoma serebral). Pernafasan apneustik
(misalnya pernapasan dalam yang cepat diikuti dengan 2 -3 detik pause )
menunjukkan kerusakan struktur pada pusat kontrol pernapasan
dipertengahan sampai bawah pons, biasanya menunjukkan kematian yang
akan segera terjadi.
C. Circulation
Ada 3 observasi dalam hitungan detik yang dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik pasien
1. Tingkat kesadaran, jika terjadi penurunan darah, perfusi otak dapat
berkurang, sehingga dapat mengakibatkan penurunna kesadaran.
2. Warna kulit
3. Nadi dan tekanan darah
Tekanan darah dan nadi aslinya adalah stabil pada awal periode
setelah trauma kepala, tetapi ketika tekanan perfusi serebral menjadi
terancam, karena berbagai sebba, reseptor pressor dalam
vasokolumotor medulla terstimulasi untuk menaikkan tekanan darah.
Nadi biasanya lambat dan terikat hubungannya dengan trauma kepala
mayor. Jika bradikardia muncul, ini mendorong penekanan pada batang
otak, suatu massa dalam fossa posterior, atau suatu trauma spinal dimana
jalur simpatis asenden terputus. Dalam kasus peningkatan TIK yang berat
nadi melambat dan penuh, kadang kala 45- 50 bpm.
Disritmia terjadi pada pasien dengan darah dalam cairan serebrosfinal dan
berhubungan dengan gangguan otak tertentu. Ruptur anerisma ventrikuler
dan infeksi tertentu dari sistem saraf pusat dapat diikuti peningkatan suhu.
Akan tetapi, pada trauma kepala akut, suhu mungkin berfluktuasi mungkin
mengalami hipotermi atau hipertermi.
D. Disability : nilai tingkat kesadaran dengan glaslow coma scale (GCS),
respon pupil apakah simetris atau tidak. Nilai adakah perubahan pupil.
Pupil yang tidak sama besar (anisokor) kemungkinan menandakan lesi
masa intraakranial (perdarahan). Pada kontusio batang otak pupil simetris
kontriksi dan reaktif, namun kerusakan pada batang otak bagian atas pupil
dapat abnormal.
Glaslow Coma Scale (GCS )
Eye Nilai
Buka mata spontan 4
Buka mataa terhadap suara 3
Buka maata terhadap nyeri 2
Tidak buka mata 1
Verbal
Bicara biasa 5
bicara mengacau 4
Hanya kata- kata 3
Hanya suara 2
Tidak ada respon 1
Motorik
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Manjauhi nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
Berdasarkan hasil penilaian GCS maka cedera kepala dapat dikelompokan :
C. Secondary Survey
1. Anamnesis
a. Riwayat mekanisme cedera (mekanisme trauma, posisi klien saat
ditemukan )
a. Inspeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala, hal ini penting karena kulit
kepala biasanya tidak terlihat karena tertutup rambut.
b. Catat adanya perdarahan, laserasi, memar, atau hematom.
c. Catat adanya darah atau drainase dari telinga. Inspeksi adanya memar
dibelakang telinga (mastoid) yang disebut dengan battle sign. Menandakan
adanya fraktur dasar tengkorak.
d. Kaji respon dan orientasi pasien akan waktu, tempat dan diri.observasi
bagaimana pasien merespon pertanyaan dan berinteraksi dengan
lingkungan.
e. Catat adanya tremor atau kejang.
2). Wajah
4). Dada
5). Abdomen
a. Mulai tempatkan satu tangan dibawah leher pasien. Dengan lembut palpasi
vertebra. Rasakan adanya deformitas dan catat lokasinya jika terdapat
respon nyeri
b. Palpasi sudut costovertebral melewati ginjal
7). Ekstremitas
a. Cek adanya laserasi, perdarahan. Edema, pallor, nyeri, dan asiemtris sendi
b. Cek pergerakan Range of motion (ROM)
c. Palpasi nadi distal dan capilarry refill pada ujung kuku.kaji warna kulit
pada ekstremitas.
8). Ukur tanda-tanda vital
3. Pemeriksaan Penunjang
1). CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2). MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3). Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma
4). EEG (Elektroencepalograf ) : Dapat melihat perkembangan gelombang
yang patologis
5). X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6). BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
3. pencegahan aspirasi
- Identifikasi faktor
resiko
- Menghindari faktor
resiko
- Memposisikan
tubuh sesuai saat
makan atau minum
3. Perawatan Sirkulasi
- Lakukan penilaian dari
sirkulasi keseluruhan (ex :
periksa detak keseluruhan,
edema, kapiler refil, warna,
dan suhu dari ekstremitas)
- Kaji derajat ketidaknyamanan
dan nyeri
- Angkat badan 200 atau lebih
diatas jantung untuk
meningkatkan venous return,
jika memungkinkan
- Berikan pengobatan
antiplatelet atau antikoagulan,
jika memungkinkan
- Pelihara/atur hidrasi yang
adekuat untuk mencegah
peningkatan kekentalan darah
- Monitor status cairan,
pemasukan intake dan output
4. penurunan status neurologis : 1. Peningkatan perfusi serebral
kapasitas kesadaran 2. Manajemen edema serebral
adaptif kontrol kejang 3. Pemantauan neurologis
intrakranial perfusi jaringan – kaji status neurologis sesuai
b.d cedera serebral standar unit dan kondisi klien,
otak Klien akan termasuk satus mental dan saraf
traumatis kembali ke status kranial, motorik, dan sensorik
neurologis yang c. Pemantauan tekanan intrakranial
fungsional dan - pantau TIK dan CPP untuk
bebas dari kejang memastikan terkirimnya oksigen
dan nutrisi ke otak
d. Pencegahan
manajemen
kejang
- pantau adanya kejang, berikan
obat anti kejang sesuai perintah
4.Nyeri Akut b.d 1. Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri
agen cedera fisik Indikator : Aktivitas :
a. Pernafasan - Lakukan penilaian nyeri secara
dalam rentang komprehensif dimulai dari lokasi,
normal karakteristik, durasi, frekuensi,
b. Denyut jantung kualitas, intensitas dan penyebab.
dalam rentang - Kaji ketidaknyamanan secara
normal nonverbal, terutama untuk
c. Denyut nadi pasien yang tidak bisa
radial dalam mengkomunikasikannya secara
renntang normal efektif
d. Tekanan darah - Pastikan pasien mendapatkan
dalam rentang perawatan dengan analgesic
normal - Kontrol faktor lingkungan yang
2. Tingkat nyeri dapat menimbulkan
Indikator : ketidaknyamanan pada pasien
- Klien melaporkan (suhu ruangan, pencahayaan,
nyeri yang keributan)
dirasakan telah - Menyediakan analgesic yang
berkurang atau dibutuhkan dalam mengatasi
menghilang nyeri
- Panjangnya - Gunakan pendekatan dari
episode nyeri berbagai disiplin ilmu dalam
berkurang manajemen nyeri
- Klien tidak lagi - Monitor kepuasan pasien
mengekpresikan terhadap manajemen nyeri yang
wajah nyeri diberikan dalam interval yang
- Klien tidak merasa ditetapkan.
gelisah lagi
- TTV dalam batas 2. Alat bantu / mengontrol
normal analgesik (pca)
- Nafsu makan klien
diharapkan Aktivitas :
meningkat. - Menentukan lokasi,
karakteristik, mutu, dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien
- Periksa order/pesanan medis
untuk obat, dosis, dan
frekuensi yang ditentukan
analgesik
- Cek riwayat alergi obat
- Tentukan jenis analgesik
yang digunakan (narkotik,
non narkotik atau NSAID)
berdasarkan tipe dan tingkat
nyeri.
- Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian obat
narkotik dengan dosis
pertama atau jika ada catatan
luar biasa.
- Cek pemberian analgesik
selama 24 jam untuk
mencegah terjadinya puncak
nyeri tanpa rasa sakit,
terutama dengan nyeri yang
menjengkelkan
- Dokumentasikan respon
pasien tentang analgesik,
catat efek yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H & Kamitsuru. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification (NANDA) 2015 – 2017. Tenth edition . Oxford : Willey
Blackwell
Krisanty, paula dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : trans
info media ( hal. 19 -27 hal 63 – 81.)
Moorhead, sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. Copy
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI ( hal. 146 )
Terry, Cynthia lee & Aurora Weaver. 2013. Keperawatan kritis. Yogyakarta :
Rapha Publishing. (Hal. 292 – 299)