Anda di halaman 1dari 27

II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIABETES MELITUS

1. DEFINISI

Diabetes Millitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan

herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria, disertai dengan

atau tidak ada gejala klinis akut maupun kronis sebagai akibat dari

kurangnnya insulin efektif oleh karena adanya disfungsi sel beta pancreas

atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau keduannya (pada DM-Tipe 2)

atau kurangnya insulin absolut (pada DM-Tipe1), biasanya disertai juga

gangguan metabolism lemak dan protein (Askandar, 2008).

Berdasarkan definisi Amerika Diabetes Association (ADA) tahun

2010. Diabetes militus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi kareana kelainan

sekresi insulin. Kerja insulin atau keduannya (Mansjoer et.al., 2013).

2. KLASIFIKASI

Klasifikasi atas dasar kepututsan dari Ahli Diabetes WHO di Geneva

tanggal 10-16 Februari 1985. Klasifikasi DM dan Gangguan Toleransi

Glukosa menurut WHO 1985 (Askandar, 2007).

4
5

a. Clinical Classes

1) Diabetes Melitus

a. IDDM (DM tipe 1)

b. NIDDM (DM tipe 2)

c. Bila meragukan tipe 1 atau 2 disebut : Questasionable DM

d. MRDM (Malnutrition Realated DM)

1) Fibrocalculous Pancreatic DM (FDPD)

2) Protein Deficient Pancreatic DM (PDPD)

e. Other types of DM associated with cerain condition and

syndromes

2) Impaired Glucose Tolerance (GTG = DM Chemical = DM Latent)

3) Gestasional DM (DM hanya pada waktu hamil saja)

b. Stastical Risk Classes

Yang termasuk ini adalah penderita yang :

1) Kedua orang tuanya menderita DM (Potential DM)

2) Pernah menderita GTG kemudian normal lagi

3) Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kg


6

Tabel II.1 : Klasifikasi DM


Destruksi sel beda pancreas umumnya
terjadi defisiensi insulin absolut sehingga
Tipe l mutlak membutuhkan terapi insulin.
Biasanya disebabkan karenan penyakit
autoimun atau idiopatik
Berfariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin desertai defisiensi
Tipe ll
insulin relative sampai dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin
a. Defek genetic fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endikrinopati
Tipe lain e. Karena obat/zat kimia/iatrogenic
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom gentik lain yang berkaitan
dengan DM.
Sumber: PERKENI, 2011

3. PATOFISIOLOGI

DM tipe 2 (DMT2) merupakan kondisi multifactorial sebagian besar

pasien DMT2 adalah pasien yang Obesitas atau dengan komponen lemak

visceral yang menonjol. Dimana keadaain ini berhubungan dengan reistensi

insulin (RI). Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum kejadian

DMT2. Secara fisiologis, tubuh dapat mengatasi resistensi insulin yang

terjadi dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin sehingga hiperglikemi

tidak terjadi. Restensi insulin yang terjadi secara bertahap dan perlahan

menyebabkan hiperglikemia yang awalnya tidak menimbulkan gejala klasik

diabetes (Mansjoer et.al., 2013).

Diabetes Militus Tipe 2 (DMT2) adalah diabetes militus tidak

tergantung insulin (DMTTI/non-insuline dependent diabetes mellitus. Pada


7

tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi

insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel Beta pancreas (defek

pada fase pertama sekresi insulin), yaitu sebai berikut (Askandar, 2008):

a. Sekresi insuln oleh pancreas mungkin cukup atau kurang, namun

terdapat keterlambatan sekresi insulin fase-1 (fase cepat), sehingga

glukosa sudah diabsorbsi masuk darah tetapi jumlah insulin yang efektif

belum memadai.

b. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000) pada

obesitas jumlah reseptor bahkan hanya sekitar 20.000

c. Kadang-kadang jumlah reseptor cukp, tetapi kualitas reseptor jelek,

sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding, atau afinitas atau

sensitivitas insulin terganggu)

d. Terdapat kelainan di pasca-reseptor, sehingga proses glikolisis

intraselular terganggu.

e. Adanya kelainan campuran di antara a, b, c, dan d.

Dapat disimpulkan bahwa pada DMT2 kelainan patofisiologi awal :

pada jaringan perifer yang presominan (resistensi insulin), yang kemudian

disusul oleh defeek sel beta (fase-1 = AIR = acute insulin response) yang

predominan, yang pada akhirnya; terdapat kelainan di keduanya (Askandar,

2008).

Secara klinis RI dikenal dengan ditemukannya beberapa parameter

klinis yang dikenal dengan sindroma metabolic. Adanya sindroma


8

metabolic menunjukan resiko DM dan penyakit kardiovaskular yang tinggi

pada individu tersebut.

Sindroma Metabolik menurut Nasional Cholesterol Edication Program

Adult Treatment Panel lll (NCEPATP lll) ditegakkan dengan adanya

minimal tiga dari kriteria berikut (Mansjoer et.al., 2013):

a. Lingkar pinggang lebih atau sama dengan 90 cm untuk laki-laki, atau

80 cm untuk perempuan (ras Asia selain Jepang)

b. Trigliserida plasma lebih dari atau sama dengan 150 mg/dl atau sedang

mengkonsumso obat penuru kloesterol (kriteria asia pasifik)

c. HDL plasma kurang dari 40mg/dl pada laki-laki atau lebih dari

50mg/dl pada perempuan.

d. Tekanan darah lebih dari atau sama dengan 130/85mmHg atau sedang

mengkonsumi obat anti hipertensi

e. Glukosa Darah Puasa lebih dari atau sama dengan 100 mg/dl.

Amerika Heart Assosation (AHA) menambahkan adanya pengobatan

untuk hipertensi (walaupun tekanan darah sudah terkontrol) atau

pengobatan terhadap hiperglikemia (walaupun glukosa darah sudah

terkontrol) kedalam kriteria untuk hipertensi dan hiperglikemi di atas

(ADA, 2013).
9

4. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan

besar yaitu (Askandar, 2008; Trisnawati, 2013):

a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

1) Umur

Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 thanun.

Diabetes mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur

rawan tersebut. Semakin bertambahnya umr, maka resiko

menderita diabetes mellitus akan meningkat terutama umur 45

tahun.

2) Jenis Kelamin :

Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat

bervariasi. Di amerika serikat penderita diabetes mellitus lebih

banyak terjadi pada perempuan dari pada lagi-lagi. Namun

mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian

diabetes mellitus belum jelas.

3) Bangsa dan Etnik :

Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukan bahwa

bangsa asia lebih beresiko terserang diabetes mellitus

dibandingkan bangsa barat.


10

4) Faktor Keturunan :

Diabetes cenderung diturunkan, bukan ditularkan, adanya riwayat

diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara

kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini

dibandingnkan dengan anggota keluraga yang tidak menderita

diabetes.

5) Riwayat menderita diabetes gestasional :

Terjadi sekitar 2-5% pada ibu hamil. Biasanya diabetes akan

hilang setelah anak lahir,Namun, dapat pula terjadi diabetes di

kemudian hari,

6) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000

gram.

b. Faktor yang dapat dimodifikasi :

1) Obesitas :

merupakan faktor prediposisi terjadinya resistensi indulin. Semakin

banyak jaringan lebak dalam tubuh maka tubuh semakin resisten

terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat

badan terkumpul didaerah sentral atau perut (Central Obesity).

2) Aktifitas Fisik yang kurang :

Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada

individu yang kurang aktif dibanding dengan individu yang aktif.


11

Semain kurang aktifitas fisik maka semakin mudah seseorang terkena

diabetes.

3) Hipertensi :

Dapat menimbulkan berbagai penyakit stroke, jantung coroner,

gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun, hipertensi

juga dapat mengimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu

faktor resiko terjadinya diabetes militus.

4) Stres :

Pola makan dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat

badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan resiko diabetes

militus.

5) Pola Makan :

Kurang gizi (malnutrisi) dapat mengganggu fungsi pancreas dan

mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sendangkan kelebihan berat

badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin.

6) Penyakit Pankreas :

Pankreatitis, Neoplasma, Fibrosis kistik

7) Alkohol :

Menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pancreas yang dikenal

dengan istilah pankreatitis. Penyakit ini dapat menimbulkan gangguan

produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.


12

5. GEJALA KLINIS

Gejala klinis DM yang klasik : mula-mula polifagi, polidipsi, poliuri

dan berat badan naik (fase kompensasi). Apabila keadaan Ini tidak segera

diobati, maka akan timbul gejala Fase Dekompensasi (Dekompensasi

Pankreas), yang disebut gejala klasi DM, Yaitu Poliuria, polidipsi, dan

berat badan menurun. Ketiga gejala klasik tersebut diatas disebut pula

“TRIAS SINDROM DIABETES AKUT” (poliuri, polidipsi, berat badan

menurun) bahkan bila tidak segera diatasi dapat disusul dengan mual-mual

dan ketoasidosis darah. Gejala kronis lain yang sering : lemah badan,

semutan, mata kabur yang berubah-ubah, myalgia, atralgia, penurunan

kemampuan seksual dan lain-lain (Askandar, 2007).

6. DIAGNOSIS

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan klasik atau non klasik.

Keluhan klasik berupa polyuria, polifagia, polydipsia dan penurunan

beratbadan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain (non-klasik)

dapat berupa antara lain badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata kabur,

nyeri pada ekstremitas yang tidak diketahui sebabnya. Terdapat luka yang

sulit sembuh, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada

perempuan (Mansjoer et.al., 2013).

Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai pemeriksaan laboratorium

terdahulu, status gizi, pola diet, riwayat perubahan berat, tumbuh kembang,

infeksi sebelumnya terutama infeksi kulit, gigi, saluran kemih dan kelamin,
13

infeksi pada kaki, gejala komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan,

dan riwaya pengobatan (Mansjoer et.al., 2013; Askandar, 2008).

Kriteria Diagnosisi DM dan gangguan toleransi glukosa menurut

Surabaya 1987 (modifikasi Kriteria Diagnosis DM WHO 1985). Darah

Kapiler, Metode Enzimatik, Beban Glukosa, beban glukosa 75grm, puasa

10-15 jam (Askandar, 2007).

a. Diagnosis DM Apabila :

1) Terdapat gejala DM di tambah dengan

2) Salah satu : GDP ≥ 120 mg/dl; 2J PP > : 200 mg/dl; atau glukosa

darah random = acak ≥ 200mg/dl

b. Diagnosis DM apabila :

1) Tidak terdapat gejala-gejala DM, tetapi

2) Terdapat dua hasil dari: GDP> 120mg/dl, 2J PP> : 200mg/dl;

atau random ≥200 mg/dl

c. Diagnosis Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) apabila: GDP < 120

mg/dl dan 2J PP antara 140-200mg/dl

d. Untuk kasus meragukan dengan hasil: GDP > 120 mg/dl dan 2J PP.

200 mg/dl maka diulangi pemeriksaan sekali lagi, dengna persiapan

minimal 3 hari dengan diit karbohidrat lebih dari 150 gram perhari dan

kemungkinan hasil adalah:

1) DM apabila hasilnya sama atau tetap yaitu GDP 120mg/dl dan

2J PP> 200 mg/dl atau apabila hasilnya memenuhi kriteria a dan

b.
14

2) GTG apabila hasil cocok dengan kriteria c

a) Gejala DM : polidipsia, poliuria, berat badan menurun

b) GDP : Glukosa Darah Puasa

c) 2J PP : Glukosa Darah 2 jam post pradial (sesudah beban

glukosa 75 gram waktu diagnosis) beban makan pagi

dikerjakan sewaktu follow up/ control.

Tabel II.2 : Kriteria Diagnosis Diabetes Militus


1 Gejala klsik DM + Glukosa Plasma Sewaktu > 200mg/dL (11.1 mmol/L).
2 Gejala klsik DM + kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
3 Kadar Glukosa Plasma 2 jam pada TTGO > 200mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu adalah hasil pemeriksaan sesaat pada satu waktu
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. TTGO dilakukan sesuai
standar WHO, dengan 75g Glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air.
Sumber: Mansjoer et.al., 2013.

7. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan DM secara adekuat bertujuan (Mansjoer et.al., 2013):

1) Menghilangkan keluhan dan tanda DM

2) Mempertahankan rasa nyaman mencapai target glukosa darah (jangka

pendek)

3) Mencegah serta menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati dan neuropati (jangka panjang)

b. Dasar-dasar terapi diabetes militus = Pentologi Terapi DM (Askandar,

2007):

1) Terapi Primer :

a) Diit

b) Latihan fisik
15

c) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)

2) Terapi Skunder

a) Obat hipoglikemik (OAD dan Insulin)

b) Cangkok Pankreas (belum dilaksanakan di Indonesia)

c. Penatalaksanaan DM (Mansjoer et.al., 2013):

1) Edukasi

Mengenai pengertian DM, promsosi prilaku hidup sehat, pemantauan

glukosa darah mandiri, serta tanda dan gejala hipoglikemia beserta

cara mengatasinya perlu dipahami oleh pasien.

2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Prinsip pengaturan diet pada penyandang kebutuhan DM adalah menu

seimbang sesuai kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing pasien,

serta perlu ditekankan pengaturan jadwal, jenis dan jumlah

makananan.

3) Aktivitas fisik

Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intesitas sedang (50-70 %

denyut nadi maksimal) minimal 150 menit/minggu atau aerobil 75

menit/minggu. Jika tidak ada komolikasi pasien dengan DMT2

diedukasi melakukan latihan resistensi sekurangnya 2x/minggu.

4) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis deterapkan bersama dengan pengaturan diet dan

latihan jasmani. Terapi farmakologis dapat berupa ADO atau insulin.


16

Berdasarkan cara kerjanya, ADO dibagi menjadi 5 golongan :

a) Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea (dikonsumsi 15-30 menit

sebelum makan) dan glinid (sesaat sebelum makan)

b) Peningkat sensitifitas terhadap insulin : metformin (dikonsumsi

sebelum/saat/sesudah makan) dan tiazolidindion (tidak bergantung

jadwal makan)

c) Metformin

d) Penghambat Absorpsi Glukosa : pengahambat glukosidase alfa

(bersama suapan pertama)

e) DPP-IV inhibitor (bersama makan atau sebelum makan)


17

Tabel II.3 : Obat Hiperglikemi Oral


Dosis Lama
Frek/
Golongan Generik Nama Dagang Mg Tab Harian Kerja Waktu
hari
(mg) (Jam)
Sulfonilurea Klorpropamid Diabenese 100-250 100-500 24-36 1
Glibenklamid Dapril 2.5-5 2.5-5 12-24 1-2
Glipizid Minidab 5-10 5-20 10-16 1-2
Gucotrol-XL 5-10 5-20 12-16** 1
Gliklazid Diamicron 80 80-320 10-20 1-2
Diamicron-MR 30 30-120 24 1
Sebelum
Gliquidon Glurenorm 30 30-120 6-8 2-3 makan
Amaryl 1,2, 3,4 0.5-6 24 1
Gluvas 1,2, 3,4 1-6 24 1
Amadiab 1,2, 3,4 1-6 24 1
Metrix 1,2, 3,4 1-6 24 1
Glinid Repaglinid NuvoNorm 0.5, 1, 2 1.5-6 - 3
Nategrinid Starlix 120 360 - 3
Tiazolidindion Rosiglitazon Avandia 4 4-8 24 1 Tidak
bergantung
Pioglitazon Actos 15, 30 15-45 24 1 jadwal
Deculin 15, 30 15-45 24 1 makan
Penghambat Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3 Bersamasu
apan
glucosidase α pertama
Biguanid Metformin Glucophage 500-850 250-3000 6-8 1-3
Glumin 500 500-300 6-8 2-3 Bersama/
Metformin Glucophage- 500-750 sesudah
makan
XR XR
Glumin-XR 500 500-2000 24 1
Obat Metformin + Glucovance 250/ 1.25 Total 12-24 1-2
glibenclamid
Kombinasi glibenklamid 500/ 2.5 20mg/ hari
Tetap 500/5
Rosiglitazon Avandamet 2mg/ 8mg/ 12 2
+ Metformin 500mg 2000mg Bersama/s
4mg/ (dosis esudah
makan
500mg max)
Glimepirid + Amaryl-Met 1mg/ 2mg/ - 2
Metformin FDC * 250mg 500mg
2mg/ 4mg/
500mg 1000mg
Rosiglitazon Avandaryl * 4mg/1mg 8mg/ 24 1 Bersama/
+ Glimepirid 4mg/2mg 4mg sesudah
4mg/4mg (dosis makan
pagi
max)
Sumber: Askandar, 2008.
* Belum beredar di Indonesia
** Kadar plasma efektif terplihara selama 24 jam

8. KOMPLIKASI

Komplikasi dari diabetes militus dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu

makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Mikroangiopati merupakan


18

komplikasi yang terjadi paling dini diikuti dengan makroangiopati dan

neuropati. Berikut merupakan beberapa komlikasi dari diabetes militus

(Mannsjoer et. Al., 2013; Askandar,2007).

a. Makroangiopati :

1) Penjakit jantung coroner

2) Penyakit arteri perifer

3) Penyakit sereberovaskular

4) Kaki dabetes

b. Mikroangiopati :

1) Retinopati diabetic

2) Nefropati diabetic

3) Disfungsi ereksi

c. Neuropati :

1) Neuropati Perifer

2) Neuropati Otonom – Charcot arthropathy

B. INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) dihitung sebagai berat badan dalam kilogram

(kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terkait dengan

jenis kelamin. Penggunanaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang

berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak ditetapkan pada bayi, anak, remaja, ibu

hamil dan olahragawan, serta tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus
19

(penyakit lainnya), seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa dkk,

2012).

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2 )

Indeks massa tubuh banyak digunakan di rumah sakit untukmengukur

status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang

sekalipun hanya estimasi, tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan

saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena

orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko untuk

menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis,

dan beberapa bentuk penyakit kanker (Hartono 2006).

Menurut WHO berat badan dan Obesitas dapat diklasifikasikan

berdasarkan IMT, yaitu (Sugondo, 2007):

Tabel II.4. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT
Menurut Kriteria WHO dalam Asia-Pasific Perspective.

Sumber: WHO, 2000


20

IMT (indeks massa tubuh) merupakan ukuran antropometri yang paling

banyak digunakan saat ini untuk menentukan obesitas yang berkaitan dengan

risiko penyakit, namun dalam pengukuran IMT mempunyai keterbatasan yaitu

pada orang yang berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT tinggi tetapi

tetap sehat, begitu juga pada lansia, lansia dengan massa otot yang rendah bisa

memiliki IMT normal sehingga penggunaan IMT kurang tepat (Hartono, 2006).

C. OBESITAS

1. DEFINISI

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu

makan dan metabolisme energy yang dikendalikan oleh beberapa faktor

biologik spesifik.Faktor genetic, diketahui diketahui sangat berpengaruh

bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan

sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau

berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan

(Buku Ajar IPD Jilid III Edisi V, 2009)

Kegemukan dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak

abnormal atau berlebihan yang menyajikan risiko bagi kesehatan. Ukuran

populasi mentah obesitas adalah indeks massa tubuh (BMI), berat badan

seseorang (dalam kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter).

Seseorang dengan BMI 30 atau lebih umumnya dianggap obesitas.

Seseorang dengan BMI sama dengan atau lebih dari 25 dianggap kelebihan

berat badan. Kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko utama untuk
21

sejumlah penyakit kronis termasuk diabetes, penyakit jantung, dan

kanker.Setelah dianggap sebagai masalah hanya di negara-negara

berpenghasilan tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas sekarang secara

dramatis meningkat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,

khususnya di daerah perkotaan. (WHO, 2013)

2. EPIDEMIOLOGI

Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan dimana berat badan

jauh diatas normal. Menurut World Heart Federation, 2013 terdapat 400

juta orang di seluruh dunia mengalami obesitas dan satu miliar lainnya

mengalami kelebihan berat badan. Diperkirakan terdapat 17,6 juta anak

balita di seluruh dunia diperkirakan kelebihan berat badan.

3. FAKTOR PENYEBAB OBESITAS

Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti, baik dari faktor

lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Faktor

lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial

dan ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas.Individu yang berasal dari

keluarga sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi.

Sebaliknya, individu dari keluarga dengan status sosial ekonomi lebih

tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade

terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah

karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis pada setiap kelompok


22

status sosial ekonomi. Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya

gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik (Sugondo, 2007).

Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan

normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga

menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak

tubuh.
 Obesitas dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal.

a. FAKTOR INTERNAL

1) Genetik

Obesitas merupakan perpaduan antara genetik dan lingkungan.

Gen yang ditemukan diduga dapat mempengaruhi jumlah dan besar

sel lemak, distribusi sel lemak dan besar penggunaan energi untuk

metabolisme saat tubuh istirahat. Polimorfisme dalam variasi gen

mengontrol nafsu makan dan metabolisme menjadi predisposisi

obesitas ketika adanya kalori yang cukup.

Obesitas pada penderita sindrom prader-willi adalah penyakit

genetik yang menimpa kira-kira satu dari 15 ribu kelahiran. Mutasi

gen terjadi pada kromosom ke 15 yang mengatur nafsu makan.

Sindrom ini dikenali sebagai gen penyebab obesitas pada anak kecil.

Symptom yang timbul akibat sindrom ini disebabkan oleh disfungsi

hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah mengatur rasa lapar

(Hermawan, 1991).
23

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap obesitas.Pria memiliki

lebih banyak otot dibandingkan dengan wanita. Otot membakar

lebih banyak lemak dari sel-sel lain. Oleh karena wanita lebih

sedikit memiliki otot, maka wanita memperoleh kesempatan yang

lebih kecil untuk membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih beresiko

mengalami obesitas (Hermawan, 1991).

3) Kelainan endokrin

Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak

memproduksi hormon tiroid sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena

itu, apabila hormon tiroid yang dihasilkan tidak sesuai dengan

kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu.

Terganggunya produksi hormon ini dapat mempengaruhi

metabolisme, perkembangan otak, pernafasan, sistem jantung dan

saraf, temperatur tubuh, kekuatan otot, kulit, berat badan dan tingkat

kolesterol.

Produksi hormon tiroid diatur oleh hormon TSH (Thyroid

stimulating hormone) yang diproduksi oleh hipofisis anterior. TSH

akan merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormon tiroid,

yaitu triidotironin (T3) dan tiroksin (T4). Apabila dalam darah

terdapat sedikit hormon tiroid tersebut, maka kadar TSH akan

meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi hormon

tiroid. Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau bahkan


24

lebih banyak terdapat hormon tiroid, kadar TSH akan menurun.

Sekresi TSH diatur oleh hormon hipotalamus, yaitu TRH

(Thyrotropin Releasing Hormone). Yang terjadi pada hipotiroidisme

adalah kadar TSH meningkat akibat dari fungsi kelenjar tiroid yang

menurun. Selain itu, hipotiroidisme dapat disebabkan oleh kelenjar

hipofisis tidak bekerja secara normal. Terganggunya kerja hipofisis

dapat menyebabkan produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar

tiroid pun akan terganggu. Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan

metabolisme karbohidrat dan lemak menurun, hal ini akan

menyebabkan obesitas (Askandar,2008).

b. FAKTOR EKSTERNAL

1) Gaya hidup atau tingkah laku.

Kemajuan teknolgi, seperti adanya kenderaan bermotor, lift

dan lain sebagainya dapat memicu terjadinya obesitas karena

kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang. Gaya

hidup yang seperti ini yang meningkatkan resiko obesitas, selain itu

mengkonsumsi makanan junk food juga dapat menyebabkan

obesitas karena pada umumnya berkalori tinggi (Hermawan, 1991).

2) Lingkungan dan faktor lain

Faktor sosial dan ekonomi juga berpengaruh terhadap kejadian

obesitas.Pada masyarakat menegah ke bawah, obesitas sangat

identik dengan makmur.Namun, pada masyarakat modern, obesitas

adalah hal yang harus dihindari (Hermawan, 1991).


25

4. TIPE OBESITAS

Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe

obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi

obesitas tubuh bagian atas dan obesitas tubuh bagian bawah.

a. Obesitas bagian atas

Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominasi penimbunan lemak

tubuh di truncal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada

truncal, yaitu truncal subcutaneus yang merupakan kompartemen paling

umum,intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh

bagian atas lebih banyak di dapatkan pada pria, oleh karena itu tipe

obesitas ini lebih dikenal sebagai android obesity. Tipe obesitas ini

berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit

kardiovaskuler dari pada obesitas tubuh bagian bawah (Sugondo, 2007).

b. Obesitas bagian bawah

Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya

akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral.Tipe obsitas ini lebih

banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut gynoid obesity.Tipe

obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita

(Sugondo, 2007).
26

5. DAMPAK OBESITAS

Tabel II.5. Dampak Patologis dari Berat Badan Berlebih dan Obesitas.

Sumber: Theresia, 2013

6. MANAJEMEN OBESITAS

Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu

obesitas dan overweight mengurangi faktor resiko diabetes dan penyakit

kardiovaskular. Bukti kuat lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan

berat badan dapat menurunkan tekanan darah pada individu overweight

normotensi dan hipertensi, mengurangi serum trigliserida, dan

meningkatkan kolesterol HDL, dan secara umum mengakibatkan

pengurangan pada kolesterol serum total dan kolesterol LDL. Penurunan

berat badan juga dapat mengurangi kadar glukosa darah (Sugondo, 2007).
27

Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet

rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku, dan obat-obatan/bedah.

Tujuan penurunan berat badan:
 Penurunan berat badan harus

SMART: spesific, measurable, achievable, realistic and time limited.

Tujuan awal dari terapi penurunan berat badan adalah untuk mengurangi

berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat badan awal.Batas waktu

yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 % adalah 6 bulan

terapi. Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan

melambat dan berat badan menetap karena seiring dengan berat badan yang

berkurang terjadi penurunan energi ekspenditure (Sugondo, 2007):

a. Terapi diet

Pada program manajemen berat badan, terapi diet direncanakan

berdasarkan individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status

pasien overweight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga

1000 kcal/hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program

penurunan berat badan apapun.

Sebelum menganjurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 1000

kcal/hari sebaiknya diukur kebutuhan energi basal terlebih dahulu,

dengan menggunakan rumus dari Harris-Benedict:

1) Laki-laki:BBE = 66,5+(13,75xkg)+(5,003x cm)-(6,775x age)

2) Wanita:BBE = 655,1+(9,563x kg)+(1,850x cm)-(4,676x age)

Kebutuhan kalori total sama dengan BBE dikali dengan jumlah

faktor stres dan aktivitas. Faktor stres ditambah aktivitas berkisar dari
28

1,2 sampai lebih dari 2. Disamping pengurangan lemak jenuh, total

lemak seharusnya kurang dan sama dengan 30% dari total kalori.

b. Aktivitas Fisik

Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari

program penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang lama sangat

membantu pada pencegahan peningkatan berat badan.Keuntungan

tambahan aktivitas fisik adalah terjadi pengurangan resiko

kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan

pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.

Untuk pasien obes, terapi harus dimulai secara perlahan dan

intensitasnya sebaiknya ditingkatkan secara bertahap.Latihan dapat

dilakukan seluruhnya pada satu saat atau secara bertahap sepanjang

hari.

Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30

menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan

intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.

Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100

sampai 200 kalori perhari dapat dicapai. Strategi lain untuk

meningkatkan aktivitas fisik adalah megurangi waktu santai dengan

cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah.

c. Terapi Perilaku

Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap

kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus


29

control, pemecahan masalah, contigency management, cognitive

restructuring dan dukungan sosial.

d. Farmakoterapi

Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam

program manajemen berat badan.Sibutramine dan orlistat merupakan

obat-obatan penurunan berat badan yang disetujui oleh FDA di amerika

serikat, untuk penggunaan jangka panjang.Pada pasien dengan indikasi

obesitas, sibutramine dan orlistat sangat berguna.

Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik

terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya.

Dengan pemberian sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan

darahndan denyut jantung.Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada

pasien dengan riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal

jantung kongestif, aritmia atau riwayat stroke.

Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30%. Dengan

pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena

terjadi malabsorpsi parsial.Semua pasien harus dipantau untuk efek

samping yang timbul.

e. Terapi Bedah

Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan

berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat

secara klinis dengan BMI ≥ 40 atau ≥ 35 dengan kondisi komorbid.

Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk


30

pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita komplikasi

obesitas yang ekstrem.

Bedah gastointestinal (restriksi gastrik [banding vertical gastric]

atau bypass gastric [roux-en Y]) adalah suatu intervensi penurunan

berat badan pada subjek yang bermotivasi dengan resiko operasi yang

rendah.

Anda mungkin juga menyukai