Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Hipertensi Urgensi

Disusun Oleh :

Nama : dr. Muhammad Candrasa W

Wahana : RS Bhayangkara Indramayu

Periode : 17 September 2018 – 13 Januari 2019

Dokter Pendamping :

dr. H. M. Suaidi

dr Kiky Rahmat

Dokter Pembimbing

dr. Andreis Sp PD

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA


KABUPATEN INDRAMAYU
2019
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

No RM : 073315

Nama : Ny. CL

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 64 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status Perkawinan: Sudah Menikah

Alamat : Desa Sumbon RT 03/RW01 Kroya

Pendidikan : Tamat SLTP

Masuk Rumah Sakit: 29 September 2018

II. ANAMNESIS

( Dilakukan Autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 29 September


2018)

a) Keluhan Utama
Ny CL 64 tahun datang ke IGD diantar oleh keluarga nya karena
mengeluhkan sesak nafas sejak 5 jam SMRS

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 5 jam SMRS,pasien mengeluh sesak nafas setelah pasien membeli


sarapan pagi.Sesak dirasakan datang tiba-tiba tidak disertai batuk. Keluhan
lain yang dirasakan adalah nyeri dada seperti ditekan. Pasien menyangkal
keluhan nyeri kepala disertai pandangan kabur, penglihatan ganda, nyeri
dan gatal pada mata. Tidak terdapat adanya kelemahan anggota gerak,
tidak terdapat rasa kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan
buang air besar lancar tanpa keluhan
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku mengetahui punya riwayat darah tinggi sejak 6 bulan lalu
dan tidak rutin kontrol. Pasien tidak memiliki riwayat Diabetes Mellitus,
atau penyakit jantung. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi maupun
riwayat konsumsi obat-obatan secara rutin.

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki keluhan serupa berupa nyeri dada namun tidak pernah
di periksa tekanan darahnya. Riwayat penyakit lain seperti,alergi, asma dan
Diabetes Mellitus disangkal

e) Riwayat Kebiasaan dan Sosial


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang juga berjualan di pasar. Pola
makan pasien tidak teratur dan senang makan-makanan asin dan
bersantan. Pasien jarang berolahraga. Pasien mengaku banyak yang
dipikirkan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga . Pasien tidak
merokok. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien
termasuk golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah dan
biaya kesehatannya ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional
ketika masuk IGD RS Bhayangkara Indramayu tanggal 29 September
2018.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Primary Survey

Airway : Tidak ada sumbatan nafas

Breathing :Pola Nafas teratur, tidak ada bunyi nafas tambahan. RR


30X/menit

Circulation : Frekuensi nadi 90 x/menit teraba kuat, TD: 190/120


mmHg, tidak ada perdarahan

Keadaan Umum : Sakit, derajat sedang


Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 190/120 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 30x/menit
Suhu : 36,6 C

Status Generalis
Kepala : Normosefal, rambut hitam, distribusi merata, alopesia (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) hiperemis (-)

Hidung : Septum nasi di tengah, Deformitas (-),rhinoreae (-)

Mulut : bibir kering, oral higienis baik, stomatitis (-), uvula ditengah,
T1/T1

Telinga : Membran timpani intak, Otoreae (-) darah (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pemb. Thyroid (-)

Thoraks : Simetris statis dan dinamis

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak


Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavicula Sinistra
Perkusi : Batas pinggang jantung : ICS III linea
parasternal sinistra
Auskultasi: Bunyi Jantung I-II Reguler, murmur (-)
gallop(-)

Pulmo : Inspeksi : Pergerakkan dada saat statis dan dinamis


simetris
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris
(+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+), rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : Datar, simetris


Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) di regio
epigastrium, tidak teraba massa,
pembesaran hepar dan lien tidak teraba
Perkusi :Timpani di 4 kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Superior : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)


Inferior : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ( 29 September 2018 pukul 10.17 WIB)

Darah rutin :
Hemoglobin : 14 (N: 11.5-16)
Leukosit : 10.700 (N: 4000-10.000/ mm3)
Eritrosit : 5,6x106 (N: 3.5-4.5x106/mm3)
Hematokrit : 44 (N: 36-47)
MCV : 87 (N: 79-99)
MCH : 27 (N: 33-37)
MCHC : 31 (N: 33-37)
Trombosit : 293.000 (N: 150.000-400.000)

Gula Darah Sewaktu : 102 ( N: <160)

Ureum/ Creatinin :
Ureum : 24 (N: 10-50)
Creatinin 0.5 ( N: 0.6-1.3)

Radiologi : Rontgen Thorax

Kesan :
Tampak kardiomegali

V. RESUME
Ny CL 64 tahun. Sejak 5 jam SMRS,pasien mengeluh sesak nafas setelah pasien
membeli sarapan pagi.Sesak dirasakan datang tiba-tiba tidak disertai batuk.
Keluhan lain yang dirasakan adalah nyeri dada seperti ditekan. Pasien
menyangkal keluhan nyeri kepala disertai pandangan kabur, penglihatan ganda,
nyeri dan gatal pada mata. Tidak terdapat adanya kelemahan anggota gerak,
tidak terdapat rasa kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan buang
air besar lancar tanpa keluhan

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah pasien 190/120, Nadi


90x/menit dan nafas 30x /memit. Tidak ditemukan adanya kenaikan Jugular
Venous Pressure

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pemeriksaan darah rutin dalam batas


normal. Dari pemeriksaan Rontgen Thorax didapatkan kesan.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Hipertensi Urgensi

VII. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Elektrokardiogram
Pemeriksaan Profil Lipid untuk menilai faktor resiko dislipidemia
Pemeriksaan elektrolit untuk melihat adanya hipokalemia dan pertimbangan
dalam pemberian obat anti hipertensi

VIII. TATALAKSANA

Non Medikamentosa

 Rencana rawat di ruangan


 Istirahat baring
 Diet rendah garam
 Tujuan pengobatan hipertensi urgensi adalah segera diturunkan
dalam 24 jam

Medikamentosa
 IVFD NaCL 10 tpm
 O2 3Lpm
 Pasang Catheter
 Nicardipin 7.5 cc/jam diencerkan
 Furosemid 1 Amp
IX. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : Dubia Ad Bonam


Quo Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

Follow up
Tanggal Follow up Terapi
29-09- S : Sesak nafas, nyeri dada  IVFD NaCL 10 tpm
2018 berkurang  O2 3Lpm
O : KU : sedang
 Pasang Catheter
TD :190/120 mmHg
HR : 90x/menit  Nicardipin 7.5 cc/jam
RR : 30x/menit
diencerkan
T : 36.60C
Kepala Mata Conj Anemis -/-,  Furosemid 1 Amp
Sklera Ikterik -/-
Thorak : Bunyi Jantung S1 S2
Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Supel, BU (+) Nyeri
Tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat
CRT<2
A : Hipertensi Urgensi
30-09- S : Sesak (+) berkurang, kambuh - Nicardipin 5cc/jam
- Furosemid 2x1Amp
2018 bila beraktivitas
- Spironolakton
O : KU : sakit sedang
TD : 150/100 25mg/24jam
HR : 80x/menit - Captopril 6,25mg/12jam
RR : 24x/menit
T : 360C
Kepala Mata Conj Anemis -/-,
Sklera Ikterik -/-
Thorak : Bunyi Jantung S1 S2
Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Supel, BU (+) Nyeri
Tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat
CRT<2

A : Hipertensi Urgensi

01-10- S : Sesak jauh berkurang Pasien boleh pulang


2018 O : KU : Perbaikan Th/
TD :110 /80  Furosemid 1x1 PO
HR :80 x/menit  Spironolakton 25mg/24
RR :20 x/menit
jam
T : 36.50C
 Captopril 6,25mg/12jam
Kepala Mata Conj Anemis -/-,
Sklera Ikterik -/-
Thorak : Bunyi Jantung S1 S2
Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Supel, BU (+) Nyeri
Tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat
CRT<2

A : Hipertensi Urgensi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Krisis hipertensi

I.1. Definisi
Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan
sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi
yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan
penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.1

Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan darah


akut. Definisi yang paling sering dipakai adalah :

1. Hipertensi Emergensi
(Darurat)

Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg
secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi
harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan
obat-obatan anti-hipertensi intravena.

Tabel 1. Hipertensi Emergensi (darurat)


2. Hipertensi Urgensi

Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa


disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus
segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti
hipertensi oral

Tabel 2. Hipertensi Urgensi

I.2. Etiologi
Hipertensi Esensial
Penyakit Parenkim Ginjal
 Pielonefritis Kronik
 Glomerulonefritis
 Nefritis tubulointerstisial
Penyakit Vaskular pada
 Ginjal Stenosis
 Arteri Renalis
 Makroskopis poliarteritis nodusa
Obat-obatan
 Penghentian tiba-tiba obat obatan agonis alfa-2 adrenergik yang bekerja
sentral seperti, clonidine dan metildopa
 Intoksikasi obat simpatomimetik (kokain, dll)
 Interaksi dengan obat MAO-Inhibitor
 (phenilzine, selegiline)
Kehamilan
 Eklampsia
 Pre-eklampsi berat
Endokrin : Aldosteronisme primer
Kelebihan hormone glukokortikoid : Tumor yang mensekresikan rennin
Kelainan Sistem Saraf Pusat:
 Stroke hemoragik,
 Cedera Kepala

Faktor Resiko
- Jenis kelamin wanita
- obesitas
- riwayat hipertensi sebelumnya
- penyakit jantung koroner
- gangguan somatoform
- penggunaan obat antihipertensi dalam jumlah yang banyak
- ketidakpatuhan terhadap resep obat hipertensi yang diberikan.

I.3. Epidemiologi
Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan
prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi
65% pada penduduk berusia di atas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30%
diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi
hipertensi krisis disertai kerusakan organ target (1).

Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi


krisis. Pada JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga
stadium klasifikasi hipertensi, namun hipertensi krisis dikategorikan dalam
pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus yang memerlukan tatalaksana
yang lebih agresif (1).

I.4. Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII (2)


Kategori TD sistolik (mmHg) TD diastolic
Normal < 120 Dan < 80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-8
Hipertensi Stadium 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi Stadium 2 > 160 Atau > 100

I.5. Patofisiologi

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vaskular, berupa


disfungsi endotel, remodeling, dan arterial stiffness. Diduga karena
terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan
resistensi vaskular.

Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas


endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular,

deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi(1,4,8).

Gambar 1. Patofisologi Krisis Hipertensi

I.6. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target
yang ada
.

Tabel 2. Prevalensi kerusakan target organ

Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan


dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda
neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis.

Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau


defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja
ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, Perdarahan dan eksudasi
maupun papiledema.

Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul
lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung
kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan
oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi

I.7. Diagnosis

Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti
hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat
pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti
kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD),
amphetamin, atau obat-obat simpatomimetic lainnya.

Gejala sistem saraf (nyeri kepala, perubahan mental, ansietas). Gejala


sistem ginjal (BAK berwarna merah, jumlah urin berkurang). Gejala
sistem kardiovaskuler (adanya sesak napas, payah jantung, kongestif dan
oedema paru, nyeri dada). Riwayat penyakit yang menyertai dan
penyakit kardiovaskular atau ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis)
penting dievaluasi.

Hal yang juga perlu untuk dievaluasi adalah riwayat kehamilan untuk
mencari tanda eklampsia sebagai penyebab krisishipertensi(1,2,3).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat


pada posisi (baring dan berdiri) pada kedua tangan. Begitu pula nadi diperiksa
pada keempat ekstremitas, auskultasi paru untuk mencari edema paru,
auskutasi jantung untuk mencari murmur/gallop, auskultasi arteri renalis
untuk mencari bruit dan pemeriksaan neurologis serta funduskopi.

Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat


pada retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada
peningkatan tekanan vena jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit
nadi.

Pemeriksaan neurologi untuk menilai tanda perubahan neurologis yang


segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi ensefalopati seperti
disorientasi, gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang
fokal.

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua


cara, yaitu :

Pemeriksaan segera seperti :


 Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit
 Urine : Urinalisa
 EKG : 12 lead : melihat tanda iskemi
 Rontgen Thoraks : Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai
ukuran jantung
 Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi
diastolik dari gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung
didapatkan
Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
pertama) Dugaan kelainan ginjal :

 IVP

 Renal angiografi

 Biopsi renal

Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan (1,2,5)

I.8. Tata Laksana


1. Hipertensi Urgensi

A. Penatalaksanaan Umum

Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi


urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan
oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah
dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak
lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan tekanan darah
dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor


dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis
awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian.
Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan
gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).

Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering


digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Penggunaan dosis oral
biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan
darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti
palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.

Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak kerja
antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk
terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang
mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan
kejadian stroke.

2. Hipertensi Emergensi

A. Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung


pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-
obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan
ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan
yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi
penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada
2-3 jam berikutnya.

Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan


jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi. Tujuan penurunan TD
bukanlah untuk mendapatkan TD normal, tetapi lebih untuk mendapatkan
penurunan tekanan darah yang terkendali. Penurunan tekanan darah diastolik
tidak kurang dari 100 mmHg. Tekanan sistolik tidak kurang dari 160 mmHg,
ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama

Penurunan TD tidak lebih dari 20 % dari MAP ataupun TD yang didapat.


Kemudian dilakukan observasi terhadap pasien, jika penurunan tekanan
darah awal dapat diterima oleh pasien dimana keadaan klinisnya stabil, maka 24
jam kemudian tekanan darah dapat diturunkan secara bertahap menuju angka
normal.
B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi

Neurologic emergency.

Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi


seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan stroke
iskemik akut.

American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan darah >


180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP
harus dipertahankan di bawah 130 mmHg.

Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati
1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun
secara sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.

Cardiac emergency.

Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot
jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi
yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin.

Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat


meningkatkan aliran darah pada arteri koroner.

Kidney Failure.

Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari
hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria,
oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun
nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri
dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat

Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan


sianida akibat dari pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.

Hyperadrenergic states.

Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat- obatan seperti


katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan
kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau
amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase
dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal.

Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan


darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator
arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers
dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai

I.9. Komplikasi
Neurologi : hipertensi ensefalopati, stroke iskemik, kejang fokal (focal
seizure),defisit neurologis fokal , perdarahan intracranial
Pada Mata :Edema retina, perdarahan retina, eksudat pada retina atau papil
edema,
Kardivaskular : iskemik akut, edema paru, dan diseksi aorta
Ginjal : Acute kidney injury>> Chronic Kidney Disease

I.10. Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat
dan segera(1,6)
DAFTAR PUSTAKA

1. Devicaesaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Medicinus Vol. 27, No.3, Desember 2014.

2. National High Blood Pressure Education Program. The seventh report of the
Joint National Committe on prevention, detection, evaluation and
treatment of high blood pressure. Bethesda (MD): Dept. of Health and Human
Services, National Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood
Institute, NIH Publication.2004; No.04-5230l.

3. Zampagniole B, Pascale C, Marchisio M, et al. Hypertensive


urgencies and emergencies. Prevalence and clinical presentation.
Hypertension. 1996;27:144-7.

4. Sutters, M. Systemic Hypertension dalam Papadakis M, McPhee S, Rabow


M.Current Medical Diagnosis and Treatment 55th edition. 2016. McGraw-Hill
Education

5. Evidence-based Guideline for Management of Hypertension in adults.


Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National
Committee (JNC 8). JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427.

6. Pollack C, Rees C. Hypertnesive Emergency : Acute Care


Evaluation and Management. 2008. Department of Emergency Medicine,
Pennsylvania Hospital. University of Pennsylvania, Philadelphia.

7. Salkic S, Brkic S, Batic-Mujanovic O, et al. Emergency Room


Treatment of Hypertensive Crises. MED ARH. 2015 OCT; 69(5): 302-306

8. Angelats EG, Baur EB. Hypertension, Hypertensive crisis, and


Hypertensive emergency: approaches to emergency department care.
Emergencias. 2010; 22: 209-219

Anda mungkin juga menyukai