Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH EKONOMI LINGKUNGAN

(KELEMBAGAAN MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


DAN PENYELAMATAN ASET ALAM SERTATIGA PILAR
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN)

KELOMPOK IX
D121 14
D121 16
D121 16
D121 16
D131 17

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ditengah deraan tantangan global seperti tingkat kemiskinan,


bencana alam, Perubahan iklim, dan krisis keuangan, isupembangunan
berkelanjutan yang menekankan pada integrasi pembangunan ekonomi
danperlindungan lingkungan merupakan tantangan berat bagi para
pengambil kebijakan di setiap negara. Tanpa adanya komitmen global
untuk mengubah pola pembangunan konvensional, maka eksplorasi
sumber daya alam dan lingkungan akan semakin besar.
proses pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pada masa
sekarang dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhannya merupakan upaya dalam
menangani tantangan global diatas. Hal ini sesuai dengan 3 (tiga) aspek
penting dari pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Ketiga aspek diatas tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena
ketiganya menimbulkan hubungan sebab-akibat. Aspek yang satu akan
mengakibatkan aspek yang lainnya terpengaruh. Hubungan antara
ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan yang adil
(equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat
terus berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan
bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan
(sustainable).
Upaya menjalankan pembangunan berkelanjutan ini tentu tidak
terlepas dari keterkaitan segala pihak, maka dari itu pada makalah ini
nantinya akan dibahas lebih lengkap mengenai peran kelembagaan di
Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia dan
penyelamatan sumber daya alam serta mengenai 3 (tiga) aspek yang
disebutkan diatas atau yang dapat disebut 3 (tiga) pilar pembangunan
berkelanjutan.

I.2 Rumusan Masalah

A. Jelaskan mengenai peran kelembagaan di Indoneia dalam mendukung


pembangunan berkelanjutan dan penyelamatan sumber daya alam.
B. Jelaskan mengenai 3 (tiga) pilar pembangunan brkelanjutan.
I.3 Tujuan

A. Mengetahui peran kelembagaan di Indoneia dalam mendukung


pembangunan berkelanjutan dan penyelamatan sumber daya alam.
B. Mengetahui 3 (tiga) pilar pembangunan brkelanjutan
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Kelembagaan di Indonesia Dalam Mendukung Pembangunan


Berkelanjutan dan Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA)

II.1.1 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi


kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Pembangunan
berkelanjutan harus memerhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan
kelestarian lingkungannya agar kualitas lingkungan tetap terjaga.
Kelestarian lingkungan yang tidak dijaga, akan menyebabkan daya dukung
lingkungan berkurang, atau bahkan akan hilang.
Pada mulanya, konsep Pembangunan Berkelanjutan
atau Sustainable Development Goals (SDGs) diusulkan oleh Kolombia
dalam government retreat yang diadakan oleh Indonesia pada Juli 2011 di
Solo sebagai persiapan konferensi Rio+20. Usulan ini kemudian dibawa
oleh Departemen Informasi Publik PBB pada 64th NGOs Conference pada
September 2011 dan menghasilkan 17 usulan tujuan berkelanjutan serta
target-target terkait. Usulan ini juga banyak didiskusikan pada konferensi
Rio+20, hingga menghasilkan suatu resolusi yang dikenal dengan
nama "The Future We Want". Disepakati pula dalam konferensi bahwa
pembentukan SDGs harus berorientasi pada tindakan, ringkas dan mudah
dikomunikasikan, serta dapat diaplikasikan secara universal oleh berbagai
negara dengan mempertimbangkan kapasitas, tingkat pembangunan, serta
menghormati kebijakan dan prioritas setiap negara.
Pada 19 Juli 2014, Grup Kerja Terbuka (Open Working Group,
OWG) PBB meneruskan usulan SDGs kepada Majelis Umum PBB. Usulan
tersebut terdiri atas 17 tujuan dan 169 target yang menjangkau isu-isu
pembangunan berkelanjutan secara luas. Pada 5 Desember 2014, Majelis
Umum PBB menerima usulan OWG sebagai dasar untuk membentuk
agenda pasca-MDGs. Negosiasi dengan pemerintah berbagai negara
dimulai pada Januari 2015 dan berakhir pada Agustus 2015. Setelah
negosiasi, usulan diadopsi ke dalam UN Sustainable Development
Summit pada 25 – 27 September 2015 yang diselenggarakan di New York,
Amerika Serikat.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini terdiri atas 17 tujuan,
yaitu:
1. Tanpa kemiskinan – Mengentas segala bentuk kemiskinan di seluruh
tempat.
2. Tanpa kelaparan – Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan
dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang
berkelanjutan.
3. Kehidupan sehat dan sejahtera – menggalakkan hidup sehat dan
mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
4. Pendidikan berkualitas – Memastikan pendidikan berkualitas yang
layak dan inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup
bagi semua orang.
5. Kesetaraan gender – Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan
perempuan.
6. Air bersih dan sanitasi layak – Menjamin akses atas air dan sanitasi
untuk semua.
7. Energi bersih dan terjangkau – Memastikan akses pada energy yang
terjangkau, bisa diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi – Memproosikan
pertumbuhan ekonom berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan
yang layak untuk semua.
9. Industri, inovasi dan infrastruktur – Membangun infrastruktur kuat,
mempromosikan industrialisasi berkelanjutan, dan mendorong inovasi.
10. Berkurangnya kesenjangan – Mengurangi kesenjangan di dalam dan di
antara negara-negara.
11. Kota dan komunitas berkelanjutan – Membuat perkotaan menjadi
inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan.
12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab – Memastikan pola
konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13. Penanganan perubahan iklim – Mengambil langkah penting untuk
melawan perubahan iklim dan dampaknya.
14. Ekosistem laut – Perlindungan dan penggunaan samudera, laut dan
sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
15. Ekosistem darat – Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan
perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan merehabilitasi
kerusakan lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati.
16. Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh – Mendorong
masyarakat adil, damai, dan inklusif.
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan – Menghidupkan kembali kemitraan
global demi pembangunan berkelanjutan.

II.1.2 Pembangunan Berkelanjutan dalam Penyelamatan Sumber Daya


Alam (SDA)

Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan


yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam, sumber daya
manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan pembangunan.
Sedangkan pelestarian atau penyelamatan SDA adalah sebuah usaha
sadar yang dilakukan manusia untuk menjaga dan melindungi hasil alam
agar tidak habis.
Konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun
kompleks, sehingga pengertian keberlajutanpun sangat multidimensi dan
multi-interpretasi. Konsep keberlanjutan paling tidak mengandung dua
dimensi : Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain
menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang . Kedua
adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya
alam dan lingkungan.
Pezzey (1992) melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda.
Dia melihat bahwa keberlanjutan memiliki pengertian statik dan
dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan
sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan,
sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan
sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang
terus berubah.
Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para
ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah
disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa
“Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”
Ada dua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep
brunland tersebut. Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan
kendala sumber daya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan
dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan (well-
being) generasi mendatang. Heal (1998) menyatakan bahwa asumsi
keberlajutan paling tidak terletak pada tiga aksioma dasar, yaitu;
1. Perlakuan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan
nilai positif dalam jangka panjang
2. Menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi
terhadap economic wellbeing
3. Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset
lingkungan.
Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek
operasional dari konsep keberlanjutan ini pun banyak mengalami
kendala. Perman et al.,(1997) mencoba mengelaborasikan lebih lanjut
konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan 5 lima alternatif
pengertian:
1. Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas
yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan
konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining
consumption)
2. keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola
sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa
mendatang
3. keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural
capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (nondeclining)
4. keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola
untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam
5. keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan
(resilience) ekosistem terpenuhi.
Senada dengan pemahaman diatas, Daly (1990) menambahkan
beberapa aspek mengenai definisi operasional pembangunan
berkelanjutan, antara lain:

1. Untuk sumber daya alam yang terbarukan : laju pemanenan harus


sama dengan laju regenerasi (produksi lestari).
2. Untuk masalah lingkungan : laju pembuangan limbah harus setara
dengan kapasitas asimilasi lingkungan.
3. Sumber energi yang tidak terbarukan harus dieksploitasi secara
quasisustainable, yakni mengurangi laju deplesi dengan cara
menciptakan energi substitusi.
Selain definisi operasional diatas, Haris (2000) melihat bahwa
konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman,
yaitu:
1. Keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang
mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk
memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi
pertanian dan industri.
2. Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan
harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari
eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan.
Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati,
stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak
termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
3. Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai
sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan
sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas
politik.

II.1.3 Kelembagaan dalam Mendukung pembangunan berkelanjutan dan


Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA)

Falsafah dasar dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan


hidup adalah Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang
menjelaskan bahwa “Bumi, tanah dan air dikuasai negara untuk
dimanfaatkan guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, sedangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya adalah kapasitas
institusi negara dalam mengelola dan mendistribusikan barang-barang
publik yang menghormati aturan hukum yang berlaku.
Konstitusi negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945, yang
pada pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa sumber daya alam dan lingkungan
hidup adalah milik negara dan rakyat Indonesia (sumber milik bersama
“common property resources”) yang pemanfaatannya ditujukan untuk
kepentingan bersama.
Ironisnya pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” menjadi
sumber dan acuan utama dari semua kebijakan pengelolaan sumberdaya
alam tidak diinterpretasikan secara benar dan tepat. Dalam konteks
pengembangan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan serta berbasiskan kerakyatan terdapat dua masalah pokok.
Pertama, pernyataan “dikuasai oleh negara” tanpa batas-batas yang jelas
selama ini memberikan implikasi buruk dalam pengelolaan sumberdaya
alam. Terlepas dari tujuan pembentuk UUD 1945 dalam mencantumkan
kata dikuasai, kata tersebut dalam kenyataannya digunakan untuk
melegalisasikan kekuasaan pemerintah terhadap sumber daya alam yang
berlebihan, terutama untuk mendukung kepentingan kelompok tersebut.
Kata dikuasai kemudian kerapkali menjadi masalah karena kata tersebut
kemudian diadopsi oleh peraturan perundangan yang terkait dengan
sumberdaya alam seperti tanah, hutan, tambang dan sumber daya air tanpa
mengkaitkan dengan kepentingan negara dan rakyat. Kedua, UUD 1945
dalam hal ini pasal 33 ayat 3, tidak mengakui pentingnya perlindungan
fungsi dan daya dukung ekosistem sumberdaya alam kita.
Dari kaca mata ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan adalah
sumber milik bersama (common property) atau barang publik (public
goods). Karena merupakan sumber milik bersama maka dianggap juga
sebagai barang yang tidak ada pemiliknya (everybody propert means
nobody property), karena merupakan barang publik tidak ada pihak yang
mempunyai kepentingan untuk mengelola dan mengatur. Akibatnya
sumberdaya alam dan lingkungan dimanfaatkan tanpa batas dan tanpa
memperhatikan kemampuan dan daya dukungnya
Tidak terciptanya kondisi keseimbangan antara permintaan dan
persediaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan cerminan
tidak adanya institusi penyeimbang dan tidak ada indikator yang
mencerminkan keseimbangan. Oleh karena itu diperlukan adanya kapasitas
institusi negara yang menghormati aturan hukum dalam pengelolaan dan
pendistribusian barang publik dimana pemimpin birokrasi negara
(legislatif,eksekutif, dan yudikatif) yang mempunyai kompetensi dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Seringkali konsep pembangunan yang tidak memperhatikan konsep
keberlanjutan, melihat faktor sumberdaya alam dan lingkungan hanya
ditentukan berdasarkan nilai progresifnya. Untuk itu sangat perlu upaya
untuk memfokuskan pada pencapaian konsep good governance sebagai
prasyarat untuk mencapai pemanfaatan kaidah keberlanjutan atas sumber
daya alam dan lingkungan. Realisasi dari konsep pemerintahan yang
bijaksana “good governance” merupakan prasyarat untuk mendapatkan
keseimbangan yang efektif antara lingkungan dan pembangunan.
Good governance sesungguhnya adalah suatu konsep yang
mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. UNDP (1997) mengartikan
good governance sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah,
warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan
dalam suatu negara. World Bank lebih mengartikan good governance
sebagai suatu pelayanan publik yang efisien, sistem peradilan yang baik,
dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik.
Jika kita merujuk kepada 3 pilar pembangunan berkelanjutan yaitu
pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia, maka
upaya good governance yang menyentuh 3 pihak yang ada didalamnya
yaitu pihak pemerintah sebagai penyelenggara negara, pihak korporat atau
dunia usaha sebagai motor ekonomi, dan kepada masyarakat sipil,
menemukan kesesuaiannya.
Dalam banyak hal good governance lebih banyak diartikan sebagai
tata pemerintahan yang baik (UNDP), dimana elemen dasar dari good
governance ini adalah upaya pengelolaan management lembaga yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik. Ada beberapa unsur yang harus
dipenuhi jika suatu lembaga dapat dikatakan mempunyai tingkat good
governance yang baik. UNDP menyebutkan bahwa 8 prinsip yang harus
terpenuhi, yaitu:
1. Partisipasi berkaitan dengan bagaimana keterlibatan masyarakat dalam
berbagai keputusan public
2. Supremasi hukum akan mengacu kepada proses penegakan hukum
yang bersifat fair dan adil.
3. Transparansi akan banyak mengacu tata kelola arus informasi yang
transparan dan akses publik yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Responsif lebih cenderung untuk mengacu kepada institusi dan proses
yang mencoba untuk melayani semua kebutuhan stakehokder yang
terkait dengan sikap tanggap responsif yang cepat, sehingga semua
permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
5. Orientasi kepada consensus adalah pencapaian kesepakatan atas
perbedaan-perbedaan kepentingan yang terjadi diantara stakeholder
6. Kesetaraan dan keterbukaan
7. Efektif dan efisien Efektif dan efisien berarti bahwa dalam
pelaksanaan tata pemerintahan yang baik maka seharusnya
memperhatikan bagaimana mengelola sumberdaya lembaga yang ada
agar sesuai dengan kebutuhan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai,
sehingga efisiensi kerja dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang
direncanakan. Dalam prinsip efektif dan efisien ini terkandung maksud
agar pelaksanaan good governance dalam suatu lembaga, baik itu
dalam lembaga pemerintahan dan perusahaan, ataupun dalam
kelompok masyarakat sipil dapat berdaya guna secara efektif dan
efisien.
8. Akuntabilitas dalam hal ini mempunyai wujud kebertanggung jawaban
kepada publik atau shareholder dalam konteks perusahaan atas semua
apa yang sudah dilakukan

II.2 3 (Tiga) Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan berkonsenterasi kepada tiga buah pilar


yakni pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk menjamin
tercapainya keharmonisan antara ketiga buah pilar tersebut pelaksanaan
pembangunan haruslah mengacu kapada prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Setidaknya ada empat butir prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan (Zulkifli,2013). Prinsip-prinsip tersebut meliputi :
1. Pemerataan dan keadilan sosial. Prinsip pertama ini mempunyai
makna bahwa proses pembangunan harus tetap menjamin pemerataan
sumberdaya alam dan lahan untuk generasi sekarang dan generasi
yang akan datang. Pembangunan juga harus menjamin kesejahteraan
semua lapisan masyarakat;
2. Menghargai keaneragaman (diversity). Keaneragaman hayati dan
keaneragaman budaya perlu dijaga dalam menjamin keberlanjutan.
Keaneragaman hayati berhubungan dengan keberlanjutan sumberdaya
alam, sedangkan keaneragaman budaya berkaitan dengan perlakuan
merata terhadap setiap orang;
3. Menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan
mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Dimana
manusia dan alam merupakan unsur yang tidak dapat berdiri sendiri;
4. Perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan
berkelanjutan berorientasi tidak hanya masa sekarang akan tetapi
masa depan. Untuk menjamin generasi mendatang mendapatkan
kondisi lingkungan yang sama atau bahkan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai