Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

BRONKOPNEUMONIA KOMUNITI

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Salatiga

Diajukan kepada:
dr. Apriludin , Sp.P., M.Kes

Disusun oleh:
Sony Andik Pratama
1413010045 / 1813020026

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KOTA SALATIGA


PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul


Bronkopneumonia Komuniti

Disusun oleh:

Nama : Sony Andik Pratama


NIM : 1413010045 / 1813010026

Telah dipresentasikan

Hari/Tanggal:
Sabtu 23 Maret 2019

Disahkan oleh:

Dosen Pembimbing,

dr. Apriludin, Sp.P., M.Kes

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 70 th
Alamat : Grogol Blotongan, kec. Candirejo
Status : Menikah
Masuk RS : 3 Maret 2019 pukul 18.58

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Hal ini dialami Tn M sejak 2 minggu yang lalu, dan memberat sejak 3 hari
ini. Sesak napas tidak memberat saat beraktifitas dan tidak berhubungan dengan
cuaca. Nyeri dada (-) Batuk (+), dahak (-), batuk darah (-) Keringat malam (-),
Demam sejak 3 hari (+), mual (-), muntah (-). BAK dan BAB (+) Kaki bengkak (-),
nyeri (-), Riwayat darah tinggi (-), Riwayat penyakit gula disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa, riwayat asma, diabetes
melitus, sakit jantung, hipertensi disangkal pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat keturunan
riwayat asma, diabetes melitus, sakit jantung, hipertensi disangkal pasien.
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien mengaku sudah berhenti merokok sejak 7 tahun yang lalu, namun
sebelumya merupakan perokok berat dan bukan alkoholik. Pasien dirawat
menggunakan BPJS.

C. Pemeriksaan fisik
1. Kesan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
3. Vital Signs
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100x/menit reguler
Frekuensi Napas : 24x/menit
Suhu : 39,6oC
4. SpO2 : 88 %

3
5. Head to toe
Kepala & Leher
Inspeksi Bentuk wajah simetris, Conjungtiva anemis (-/-),
Sklera Ikterik (-/-), ptosis (-/-), eksophtalmus (-/-),
pursed – lips breathing (-),
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax (Cor)
Inspeksi Pulsasi terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba pada SIC V linea mid clavicula
sinistra
Perkusi Cardiomegali (-), batas kanan jantung terdapat di
linea parasternlis dextra, batas kiri jantung terdapat di
line mid clavicula sinistra, batas atas jantung atas
terdapat di SIC II, batas bawah jantung terdapat di
SIC V
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular, Murmur (-),
Gallop (-)
Thorax (Pulmo)
Inspeksi Pelebaran vena (-), retraksi dinding dada (+), barrel
chest (-), penggunaan otot bantu napas (-), hipertrofi
otot bantu napas (-), pelebaran sela iga (-)
Palpasi Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru,
sela iga melebar (-)
Perkusi Hipersonor pada pulmo dextra, batas jantung
mengecil (-), letak diafragma rendah (-) , hepar
terdorong ke bawah (-)
Auskultasi Suara pernapasan Bronkial (+) Ronki kasar (+),
Wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi Asites (-), pelebaran vena (-), spider nevi (-)
Auskultasi Peristaltik usus 6x/menit
Palpasi Nyeri tekan
Perkusi Timpani (+)
Ekstremitas (Superior, Inferior, Dextra, Sinistra)
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting non pitting edema (-), akral hangat (+) CRT <
2 detik
Tabel 1.1. Hasil pemeriksan fisik
D. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen thorax tanggal 3 Maret 2019

4
Gambar 1. 1. Rontgen thorax tanggal 3 Maret 2019

5
Foto thorax, PA view, posisi erect, relatif simetris, inspirasi cukup, kondisi foto cukup
pada
Hasil
a. Tampak opasitas inhomogen di kedua pulmo dengan batas tak tegas,
airbronchogram multiple
b. Tak tampak pembesaran limfonodi hilus bilateral
c. Sinus costophrenicus sinistra lancip
d. Tampak penebalan pleural space dextra
e. Diafragma bilateral licin dan tak mendatar
f. Cor, CTR = 0,45
g. Sistema tulang yang tervisualisasi baik

Kesan
a. Bronchopneumonia
b. Efusi pleura dextra
c. Besar cor normal
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metoda
Leukosit 7.15 4.50 – 11.00 10^3/uL Impedance
Eritrosit 5.72 L : 4.50-6.50 W : 11.5-16.5 10^6/uL Impedance
Hemoglobin 16.7 L : 13-18 W : 11.5-16.5 g/dL Colorimetric
Hematokrit 50.5 40-52 % Analizer Calculates
MCV 88.3 80-96 fL Analizer Calculates
MCH 29.2 28-33 Pg Analizer Calculates
MCHC 33.1 33-36 g/dL Analizer Calculates
Trombosit 222 10-450 10^3/uL Impedance
Hitung Jenis
Eosinofil 0.0 2-4 %
Basofil 0.3 0-1 %
Limfosit 15.7 25-60 % Impedance
Monosit 5.0 2-8 %
Neutrofil 79.0 50-70 %
Kimia
GDS 463 <140 mg/dL GOD-PA
Ureum 117 10-50 mg/dL Modif-Berh
Kreatinin 1,6 1.0-1.3 mg/dL
SGOT 15 L : <37; W : <31 U/L IFCC
SGPT 9 L: <42; W: <32 U/L IFCC

6
E. Asessment
 Bronk opneumonia Komuniti

 Diabetes Melitus

 PPOK

F. Penatalaksanaan
1. IGD tanggal 3 maret 2019
 Infus RL 20 TPM
 Paracetamol Injeksi IV 1 gr/24 jam
 Metilprednison injeksi IV 62,5 mg/12 jam
 Nebulizer (Bricasma 5 mg dan pulmicort 0.2 mg) 3x1
G. Perkembangan Rawat Inap
3 maret 2019
 Infus Asering 20 TPM
 Ceftriaxone Injeksi 1 gr/ 24 jam
 Drip Aminopylin 240 mg + RL 20 tpm
 Rawat bersama penyakit dalam
4 maret 2019
 Infus Asering 20 TPM
 02 3 liter
 Nebulizer (Bricasma 5 mg Pulmicort 0,2 mg) 3x1
 Paracetamol PO 500 mg tab 3x1
 Ambroksol PO 30 mg tab 3x1
 Novorapid SC 4 jam, dosis awal 26 IU
 Prorenal PO 3x1 tab
5 maret 2019
 Infus Asering 20 TPM
 O2 4 liter
 Aminopylin PO 200 mg tab 3x1/2
 Nebulizer (Bricasma 5 mg dan Pulmicort 0.2 mg) 3x1
 Paracetamol PO 500 mg tab 3x1
 Ambroksol PO 30 mg tab 3x1
 Novorapid Injeksi SC 8 IU
 Prorenal PO 3x1 tab
6 Maret 2019
 Infus Asering 20 TPM
 O2 3 liter
 Ceftriaxone Injeksi IV 1 g/24 jam
 Paracetamol PO 500 mg tab 3x1
 Ambroksol PO 30 mg tab 3x1
 Novorapid Injeksi SC 8 IU
 Prorenal PO 3x1 tab
7 Maret
 Infus Asering 20 TPM
 O2 3 liter

7
 Ceftriaxone Injeksi IV 1g/24 jam
 Ambroksol PO 30 mg tab 3x1
 Novorapid Injeksi SC 8 IU
 Prorenal PO 3x1 tab

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Bronkopneumonia
Disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkus dan bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan
yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya
kita jumpai pa
da anak-anak dan orang dewasa (Almiral, 2015).

2. Epidemiologi
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam
rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN).
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan
WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,

8
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris (Almiral, 2015).
3. Etiologi
a. Faktor Infeksi :
Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi :
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus:
Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Organisme atipikal: Mycoplasma
pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi.
Pada anak besar – dewasa muda, Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C.
trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis.
b. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi: Bronkopneumonia
hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak (PDPI, 2003).
4. Patogenesis
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan
faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung,
refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A
lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Almiral, 2015).
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-
75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara patologis,
terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :
a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

9
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula (Almiral, 2015).
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai
dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan : 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3.
Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut
diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran
0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme,
hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada
keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang
tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara

10
inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama (PDPI, 2003).
e. Klasifikasi
1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim paru yang
sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat pada foto thoraks,
auskultasi sesuai dengan pneumonia.
b. Pneumonia nosokomial (HAP) merupakan pneumonia yang terjadi 72 jam atau
lebih setelah masuk rumah sakit. Pasien di dalam rumah sakit mempunyai faktor
resiko yang lebih termasuk ventilasi mekanikal, malnutrisi kronis, komorbiditas
dan gangguan imun. Mikroorganisme pada pneumonia nosokomial juga berbeda
misalnya MRSA, pseudomonas dan enterobakter. Pneumia ventilator merupakan
salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah
intubasi dan ventilasi mekanik.
c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh aspirasi banda
asing berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau refluks dan muntah yang
sering mengandungi bakteri anaerobik sehingga sering menyebabkan
bronkopneumonia.
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi, menggigil, batuk
produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat lobaris atau segmental.
Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan ekstraseluler misalnya
S.pneumonia, S.piogenes dan H. Influenza.
b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa menggigil,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang difus dan leukositosis
ringan. Penyebab biasanya mycoplasma pneumonia dan chlamnydia pneumonia.
c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya merupakan
influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus dan lain-lain. Pneumonia jamur:
aspergilus, histoplasma kapsulatum.
3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis
a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya melibatkan satu
lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus pneumoniae dan klebsiella
pneumoniae serta stafilokokus aureus, streptokokus B hemolitik dan haemofilus
influenza.

11
b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus terminal di
dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang menyebabkan eksudasi purulen
yang menyebar ke alveoli di sekitarnya secara endobronkial sehingga
menyebabkan konsolidasi “patchy”. Tipe ini sering terjadi pada usia muda atau
tua dan pada kondisi dengan komorbiditas. Penyebabnya yang sering termasuk
streptokokus, stafilokokus aureus, dan hemofilus influenza.
c. Pneumonia interstitialis, juga disebutkan pneumonitis interstitial, merupakan
infeksi di ruangan antara alveoli dan sering disebabkan oleh virus atau bakteri
atipikal. Ciri khasnya ada edema septa alveolaris dan infiltrat mononuklear
(Wunderick RG, 2014).
f. Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika
pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih
gejala di bawah ini :
 Batuk-batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak / purulen • Suhu tubuh > 380 C (aksila) / riwayat
demam • Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi
 suara napas bronkial dan ronki
 Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat Kiparahan penyakit Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia
kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian
Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

12
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini.
Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg • Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai
salah satu dari kriteria dibawah ini.
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik <
60 mmHg
4. Pneumonia pada pengguna NAPZA

13
Kriteria perawatan intensif Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat
Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor
tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam
[syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg,
foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).
Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan
Ruang Rawat Intensif.
Pneumonia atipik Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik
sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain
Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan
Respiratori syncitial virus.
Diagnosis pneumonia atipik
a.Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk nonproduktif dan
gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel di bawah ini
dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik.
b.Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi.
c.Gambaran radiologis infiltrat interstitial.
d.Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan dahak
atau darah tidak ditemukan bakteri.
e.Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik.
• Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah
• Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• Uji serologi
• Cold agglutinin
• Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae
• Micro immunofluorescence (MIF). Standard serologi untuk C.pneumoniae
• Antigen dari urin untuk Legionella untuk membantu secara klinis gambaran
perbedaan gejala klinis atipik dan tipik dapat dilihat pada tabel 2, walaupun tidak
selalu dijumpai gejala-gejala tersebut.

14
g. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Tuberculosis Paru (TB)
Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik
meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan.
2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air
bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah
yang sakit karena adanya pengurangan volume intercostal space menjadi lebih sempit
dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan
tampak thorax asimetris.
3. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum
kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak
meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari
adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang
sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat

15
dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas.
Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk
penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium
4. Bronkitis
Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi sekret , demam, lemas. Gambaran
radiologi Corakan Bronkovaskular (Wunderick RG, 2014).
H. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S.
pneumoniae .yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah :
a.Pneumokokus resisten terhadap penisilin
• Umur lebih dari 65 tahun
• Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
• Pecandu alkohol
• Penyakit gangguan kekebalan
• Penyakit penyerta yang multipel b.Bakteri enterik Gram negatif
• Penghuni rumah jompo
• Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
• Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
• Riwayat pengobatan antibiotik c.Pseudomonas aeruginosa
• Bronkiektasis
• Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
• Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
• Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a.Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
o Istirahat di tempat tidur
o Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
o Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
o Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian
antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b.Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik -
Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori
dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c.Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
 Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

16
 Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
 Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya,
bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi
respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.
Pengobatan pneumonia atipik Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama
pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang
disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan : ƒ
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin Terapi Sulih (switch therapy) Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya
dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan,
hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.
Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang
diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi
efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara
sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan
step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).

17
• Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin
• Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari
ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.
Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :
• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna • Penderita sudah tidak
panas ± 8 jam
• Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk) • Leukosit menuju
normal/normal
I. Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada
pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema. Komplikasi ekstrapulmoner non
infeksius bisa terjadi gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru/infark paru, dan infark
miokard akut acute respiratory distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan
pneumonia nosokomial (Mandell, 2012)
Komplikasi menurut PDPI (2003) :
o Efusi pleura
o Empiema.
o Abses Paru
o Pneumotoraks.
o Gagal napas
o Sepsis
J. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada
penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%.
Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia
komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan
pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti
dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka
kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr.
Soetomo angka kematian 20 -35% (PDPI, 2003).

18
K. Pencegahan
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)
sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian
vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut,
penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang
direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain
reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3

BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
a. Pembahasan
Pada tagggal 3 Maret Tn. M dirawat di RSUD kota salatiga. Berdasarkan hasil
anamnesis pemerikasaan fisik dan pemeriksaan penunjang Tn. M didiagnosa
mengalami bronkopnemonia. Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana
proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi
di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Pneumonia merupakan
penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar

19
penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme (virus, bekteri, jamur), dan
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau
sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung kedalam saluran
pernafasan (aspirasi). Gejala yang muncul adalah adanya demam, batuk berdahak
serta sesak napas dengan adanya suara tambahan paru berupa rhonki.

Dari anamnesis, didapatkan keterangan yang mengarah pada kecurigaan


pneumonia yaitu sesak nafas, batuk berdahak, dan demam tinggi. Manifestasiklinis
pneumonia adalah gejala infeksi umum (demam, sakit kepala, penurunan nafsu
makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk, sesak nafas). Pada pasien ini juga
dijumpai sesak nafas, batuk non produkti, dan demam.

Pemeriksaan fisik biasanya pada pasien bronkopneumonia dijumpai adanya


ketinggalan bernafas atau adanya retraksi dada, takipnu, suara pernafasan bronkial.
Dapat dijumpai adanya suara tambahan berupa ronkhi di daerah paru yang terlibat.
Pada pasien ini dijumpai adanya ketinggalan bernafas dada kanan, adanya takipnu,
dan suara pernafasan bronkial. Dijumpai pula suara tambahan berupa ronkhi di
lapangan tengah paru kanan.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah lengkap,


serologi, LED) terdapat leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat. Lektrolit : sodium
dan klorida menurun. Bilirubin biasanya meningkat. Pada pasien ini dijumpai pada
pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah seldarah putih (7.500/mm 3) normal.
Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) teridentifikasi adanya penyebaran (misal
lobus dan bronchial), menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema
(Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial), penyebaran/extensive
nodul infiltrat (viral). Pada pasien ini di jumpai tampak opasitas inhomogen di
kedua pulmo dengan batas tak tegas, airbronchogram multiple. Terapi antibiotik
merupakan terapi utama pada pasien pneumonia. Anti biotik sesuai dengan hasil
biakan atau berikan untuk kasus bronkopneumonia community base : (1. Ampicilin
100mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian ; 2. Chloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
dalam 4 kali pemberian). Untuk kasus bronkopneumonia hospital base (1.
Cefotaxim 100mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian ; 2. Amikasin 10-

20
15mg/kgBB/Hari dalam 2 kali pemberian). Pada pasien ini dijumpai pemberian
antibiotik berupa pemberian ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV.

b. Kesimpulan
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Dapat terjadi komplikasi
bakteriemi berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis dan
empiema

DAFTAR PUSTAKA
Almirall, J., Bolibar, I. and Serra-Prat, M. (2015). Risk factors for community-acquired
pneumonia in adults: Recommendations for its prevention. Community Acquir Infect,
2(2), p.32.
Harvey, S. (2012). Pneumonia. [online] University of Maryland Medical Center. Available at:
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/pneumonia [Accessed 24 Apr. 2015].
Mandell, LA. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th Edition. Volume I. USA:
Mc-GrawHill.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti. Available from
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
(accessed 24 September 2015)
Wunderick, RG et al. 2014. Community-Aquired Pneumonia. The New England Journal of
Medicine 370(6): 543-551.

21

Anda mungkin juga menyukai