Panen
Tanaman kentang dipanen pada umur 90-160 hari setelah tanam (HST)
dan hasilnya beragam tergantung kultivar, wilayah produksi, dan kondisi
pemasaran. Kultivar adalah sekelompok tanaman yang memiliki satu atau lebih
ciri yang dapat dibedakan secara jelas, tetap mempertahankan ciri-ciri yang khas,
dan sistem reproduksinya secara seksual dan aseksual. Hasil yang tinggi biasanya
dicapai oleh kultivar umur dalam dan musim tanam yang panjang. Panen
dilakukan sebelum terjadi senescence daun atau kematian akibat bunga es dan
umbi belum berkembang penuh.
Ada berbagai macam cara memanen kentang mulai dari yang paling
sederhana sampai yang modern. Panen kentang yang sederhana dengan menggali
umbi dengan tangan dan menempatkannya dalam wadah kecil. Panen kentang
yang modern menggunakan peralatan untuk memisahkan umbi dari tanah dan
menempatkannya dalam wadah pengumpul atau truk. Mekanisasi dapat
mengurangi kebutuhan tenaga kerja dan digunakan pada skala produksi yang
besar.
Kentang yang dipanen ketika masih muda mempunyai kulit yang tipis,
mudah sobek, kandungan airnya tinggi dan kandungan tepungnya rendah.
Sebaliknya, kentang yang dipanen setelah cukup tua mempunyai kulit yang tebal,
tidak mudah sobek, kandungan tepungnya tinggi, dan tahan lama bila disimpan.
Pasca Panen
Penanganan pasca panen bertujuan agar mutu sayuran tetap baik seperti
pada saat dipanen. Menurut Kitinoja dan Kader (1993) pasca panen dimulai sejak
komoditas dipisahkan dari tanaman (dipanen) dan berakhir bila komoditas
tersebut dikonsumsi. Kegiatan pasca panen kentang meliputi : pencucian,
pemilihan (sortasi), pengkelasan (grading), pengemasan, dan penyimpanan.
Pencucian
SS <10
S 10-30
M 31-60
L 61-120
XL >120
AL 2-5 >200
AB 6-8 125-166
Pengemasan
Penyimpanan
Pengangkutan
1. Jenis produk pertanian atau varietas Pemilihan jenis produk atau varietas yang
dikembangkan belum sepenuhnya dikaitkan dengan spesifikasi produk
pertanian yang diminta oleh pasar.
2. Sortasi dan grading Kegiatan sortasi dan grading masih jarang dilakukan.
Kentang yang akan dijadikan bibit sangat rentan terserang hama dan
penyakit di gudang sehingga diperlukan penanganan pasca panen yang sangat
intensif. Hindari penumpukan kentang yang terlalu lama di gudang agar jumlah
kentang yang busuk tidak terlalu banyak. Kentang yang terlalu lama disimpan di
gudang dapat menyebabkan terserang hama dan penyakit. Penanganannya dapat
dilakukan dengan melakukan kegiatan sortasi secara langsung setelah kentang
dipanen dan menaburkan bubuk yang berwarna putih (Agrosip) diatas bibit
kentang yang akan disimpan.
Perlakuan gas dilakukan didalam ruangan yang tertutup dan tidak terkena
cahaya dengan menggunakan senyawa CS2 dengan dosis 100 ml/ton. Kentang
yang akan dimasukkan kedalam ruang penggasan terlebih dahulu dimasukkan ke
dalam krat. Penggasan bertujuan untuk mempercepat keluarnya tunas dari umbi
kentang. Biasanya penggasan dilakukan ketika proses penanaman kentang
dipercepat atau permintaan bibit kentang meningkat. Penggasan dilakukan selama
± 24 jam, setelah itu, penutup ruangan dibuka agar gas menguap dan baunya
menghilang.
Kehilangan Hasil
1. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit Hama dan penyakit yang
menyerang pertanaman kentang baik di lapangan maupun di penyimpanan
dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar. Hama yang menyerang
tanaman kentang antara lain: Gryllotalpa sp (anjing tanah) menyebabkan umbi
kentang berlubang, Meloidogyne sp (nematoda) menyebabkan tonjolan-
tonjolan pada akar dan umbi, serta Phthorimaea operculella (ngengat)
menyerang umbi kentang di tempat penyimpanan. Penyakit yang menyerang
tanaman kentang adalah kudis yang disebabkan oleh jamur Streptomyces
scabies.
2. Kehilangan hasil akibat proses fisiologis Kehilangan ini disebabkan oleh
proses respirasi yang terjadi didalam umbi kentang yang dapat menyebabkan
turunnya berat kering. Menurut Pantastico (1986) laju respirasi dianggap
sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan. Laju respirasi yang tinggi
biasanya menyebabkan daya simpan pendek sehingga terjadi kemunduran
mutu. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah
substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang
dihasilkan, dan energi yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA
Kitinoja, L., dan A.A. Kader. 1993. Small-Scale Post Harvest Handling Practices:
A Manual for Horticultural Crops. Departemen of Pomology, University of
California. Davis, California.
Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 906 hal.
Wiersema, S.G. 1989. Storage Requirement for Potato Tubers. Post Harvest
Technology Thrust. International Potato centre. Bangkok, Thailand. 9 p.