Anda di halaman 1dari 11

A.

Benda Asing Intraokular (Intraocular Foreign Body)

1. Definisi
Benda asing intraokular (IOFB) diartikan sebagai retensi atau
tertinggalnya benda asing yang masuk ke dalam ruang intraokuli baik di
rongga superfisial (anterior chamber) ataupun rongga lebih dalam (segmen
posterior). Masuknya benda asing dalam ruang intraokular menimbulkan
laserasi dan dikelompokkan sebagai cedera penetrasi.

2. Klasifikasi
a. Posisi IOFB
Berdasarkan posisi benda asing dalam intraokuli, IOFB dibagi
menjadi
i. Lokasi IOFB segmen anterior
1. Di kornea
2. Di anterior chamber
3. Di anterior chamber angle
ii. Lokasi IOFB segmen posterior
1. IOFB berlokasi dalam kavitas vitreous
2. IOFB melayang dalam vitreous setelah
menyebabkan trauma retina
3. IOFB terjabak dalam retina atau sklera
b. Jenis bahan IOFB
 Metallic atau logam seperti tembaga, besi
 Gelas
 Plastik
 Organik seperti kayu
 Batu

3. Diagnosis
Anamnesis sangat penting terutama untuk menentukan jenis benda
asing yang masuk ke dalam mata. Anamnesis singkat telah cukup untuk

1
seorang optalmologis dalam mencurigai kasus IOFB pada mata dengan
cedera openglobe. Hal-hal lain yang perlu ditanyakan adalah mekanisme
cedera, kapan terjadinya dan kecurigaan IOFB.
Pemeriksaan mata menyeluruh dimulai dengan pemeriksaan visus dan
pemeriksaan ada tidaknya defek pupil aferen. Berkurangnya daya visus dan
ditemukannya defek pupil aferen menjadi faktor prognostik pada pasien
yang datang pertama kali. Cedera jalan masuk dan keluar benda asing harus
dicari. Rendahnya tekanan intraokular memberikan kecurigaan adanya
cedera open-globe dan adanya retensi benda asing. Ophtalmoskopi indirek
melalui pupil yang dilatasi dapat memberikan visualisasi langsung terhadap
benda asing. Tonometri, gonioskopi dan depresi sklera tidak boleh
dilakukan pada cedera open-globe karena dapat menyebabkan ekstrusi isi
intraokular. CT-scan orbita tanpa kontras merupakan pilihan pemeriksaan
penunjang pada kasus yang dicurigai perforasi globe.

4. Tatalaksana
Dalam prinsip tatalaksana kasus IOFB, pengeluaran benda asing
merupakan pilihan terbaik. Akan tetapi, apabila tindakan yang akan
dilakukan diperkirakan akan menimbulkan keadaan yang lebih buruk pada
mata, pengeluaran benda asing tidak diindikasikan, terutama pada objek
yang tidak secara langsung merusak struktur intraokular. Beberapa jenis
benda asing, seperti gelas, plastik, pensil (grafit), batu, aluminium dan emas
dapat ditoleransi oleh mata. Objek-objek logam dengan potensial redoks
yang rendah atau objek yang terkontaminasi dengan material organik dapat
meningkatkan morbiditas
Idealnya, benda asing dikeluarkan dalam waktu 24 jam pertama dan
objek serta jaringan okular sekitar dikultur. Luka dengan resiko infeksi
misalnya luka terkontaminasi memerlukan tatalaksana emergensi.
Keterlambatan penutupan bukan hanya meningkatkan resiko infeksi tetapi
juga perdarahan ekspulsi dan ekstrusi isi intraokuler. Akan tetapi bila IOFB
removal dapat menimbulkan cedera yang lebih buruk pada pasien dengan
daya visus yang masih baik dan tanpa bukti endophtalmitis, maka follow-up

2
reguler dengan pemeriksaan visus, slit-lamp, dan elektroretinogram (ERG)
serial merupakan pilihan yang wajar. Jadwal ERG sendiri yaitu setiap 1-2
bulan dalam 6 bulan pertama, lalu diulangi 6 bulan kemudian dan
setelahnya, dilakukan setiap tahun.
Adapun tatalaksana medikamentosa yang dapat diberikan antara lain
adalah antibiotik broad-spectrum yang diberikan preoperatif dan 7-10 hari
setelah operasi repair untuk mencegah resiko infeksi. Kortikosteroid topikal
juga dapat diberikan untuk meminimalisasi inflamasi.

B. Trauma tumpul
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh benda yang keras atau
benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
keras atau dengan lambat.
Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat, energi
kinetik dari obyek.
Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan :2
1. Tekanan yang sangat tinggi dan jelas dalam waktu yang singkat
didalam bola mata.
2. Perubahan yang menyolok dari bola mata.
3. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous
yang kental dan jaringan sclera yang tidak elastis.
4. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat
dimana ada perbedaan elastisitas, mis: daerah limbus, sudut
iridocorneal, ligamentum Zinii, corpus ciliare.

3
Adapun respon dari jaringan terhadap rudapaksa mata tumpul :
1. Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi
iskemia dan nekrosis lokal.
2. Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang
menurun.
3. Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel
akan menyebar menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi
edema dan perdarahan.

1. Kelopak Mata
a. Hematoma kelopak
Hematoma merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di
bawah kulit kelopak akibatnya pecahnya pembuluh darah palpebral.
Trauma dapat disebabkan pukulan tinju atau benda tumpul yang keras
lainnya. Bentuk hematoma kelopak yang paling berbahaya ialah hematoma
kacamata atau yang biasa disebut Racoon Eye. Pada racoon eyes, terjadi
ruptur arteri ophtalmica dan merupakan salah satu pertanda dari fraktur
basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk ke dalam
kedua rongga orbita melalui fisura orbita.

4
Pada hematoma ringan, dapat diberikan kompres air dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Kompres hangat
dapat diberikan pada hematoma yang belum kunjung diabsorbsi. 2

Racoon Eyes

2. Konjungtiva
a. Edema konjungtiva
Edema konjungtiva disebut juga sebagai kemosis konjungtiva.
Kemosis yang berat dapat mengakibatkan palpebral tidak dapat menutup
sehingga meningkatkan rangsangan terhadap konjungtiva. Pada keadaan
kemosis ringan, dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan didalam selaput lendir konjungtiva.

b. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibatnya pecahnya pembuluh
darah yang terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri
konjungtiva atau arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat
disebabkan oleh manuver Valsava yang meningkatkan tekanan vena
seperti batuk, bersin, muntah atau mengangkat beban berat, trauma
tumpul pada basis kranii, atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan
dan mudah pecah. Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva adalah
dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang dan
diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

5
Hematoma subkonjungtiva

3. Kornea
a. Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata, dapat
mengakibatkan edema kornea bahkan sampai ruptur membrane
descement. Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur
dan terlihatnya pelangi disekitar cahaya yang dilihat pasien. Pengobatan
yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan
garam hipertonik 2 – 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi
peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida.

b. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat
terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu singkat epitel
sekitar dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.
Erosi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewatu mata dan kelopak mata digerakkan. Pola tanda goresan vertikal di
kornea mengisyaratkan adanya benda asing tertanam di permukaan
konjungtiva tarsalis di kelopak mata atas. Pada erosi kornea pasien akan
merasa sakit sekali karena kornea yang mempunyai banyak serat sensibel,
mata berair, fotofobia dan adanya gangguan penglihatan akibat media
refraksi yang keruh. Pada pemeriksaan fluorescent, adanya defek epitel
kornea akan berwarna hijau bila diberi fuorosein.

6
Pada erosi kornea anestesi topikal dapat diberikan untuk
menghilangkan rasa sakit yang sangat dan untuk memeriksa tajam
penglihatan. Anestesi topikal tidak boleh diberikan untuk dipakai
berulang setelah cedera kornea, karena hal ini dapat memperlambat
penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan
pembentukan jaringan parut kornea permanen. Erosi kornea yang kecil
biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.
Erosi rekuren biasanya dapat pada cedera yang turut merusak
membran basal. Pada kondisi tersebut, epitel akan sukar menutup
dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea sebagai
sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea. Umumnya membrane
basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu. Permukaan
kornea perlu diberi pelumas untuk membentuk membran basal kornea.
Selain itu dapat juga diberikan siklopegik untuk mengurangi rasa sakit
ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang mungkin timbul.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk
mencegah infeksi sekunder dan mempercepat pertumbuhan epitel baru.

4. Bilik mata depan


a. Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi
akibat trauma tumpul sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan
siliar. Gaya-gaya kontusif (trauma tumpul) sering merobek pembuluh-
pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut kamera okuli
anterior. Darah di dalam cairan dapat membentuk suatu lapisan yang
dapat terlihat (hifema).

Hifema

7
Hifema dibagi dalam 4 grade berdasarkan tampilan klinisnya :
1) grade I: menutupi < 1/3 COA (Camera Oculi Anterior)
2) grade II: menutupi 1/3-1/2 COA
3) grade III: menutupi 1/2-3/4 COA
4) grade IV: menutupi 3/4-seluruh COA
Pada hifema glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular
tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah
menyebabkan sumbatan pupil.
Biasanya pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun dan pada
pemeriksaan fisik hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik
mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Tanda-tanda klinis
lain berupa tekanan intraokuli (TIO) dapat normal/ meningkat/ menurun,
bentuk pupil normal/ midriasis/ lonjong, pelebaran pembuluh darah
perikornea, kadang diikuti erosi kornea dengan tes fluoresein dapat (+)
atau (-)

5. Uvea
a. Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot
sifingter pupi sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan
menjadi sukar untuk melihat jarak dekat karena gangguan akomodasi,
silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil akan
terlihat anisokor dan bentuk pupil menjadi ireguler. Iridoplegia akibat
trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien
iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah kelelahan sfingter.

b. Iridodialisis
Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya
sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang.

8
Saat mata kita berkontak dengan benda asing, mata akan bereaksi dengan
menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini menjad alasan
mengapa titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada temporal
bawah pada mata. Pada daerah inilah iris sering terlihat seperti peripheral
iris tears (iridodialisis). Saat mata tertekan, iris perifer dapat mengalami
kerobekan pada akarnya dan meninggalkan crescentic gap yang berwarna
hitam. Hal ini mudah terjadi karena bagian iris yang berdekatan dengan
badan silier yang mudah robek. Lubang pupil pada pangkal iris tersebut
merupakan lubang permanen karena iris tidak mempunyai kemampuan
regenerasi.

Iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris


sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun
perubahan ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu
tajam penglihatan penderita. Pasien akan melihat ganda dengan satu
matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya
iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila
keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan
dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

6. Lensa
a. Subluksasi
Subluksasi lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya
sebagian zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau
zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan

9
mengeluh penglihatannya berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan
gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada
zonula tidak ada maka lensa akan menjadi lebih cembung, dan mata akan
menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong
iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata
menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaucoma sekunder.
Penanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan.

b. Luksasi
Bila seluruh zonula zinn ruptur, lensa akan terdorong ke arah bilik
mata depan. Akibat lensa terletak didalam bilik mata depan ini, maka
akan terjadi gangguan pengeluaran cairan akuos dan akan menimbulkan
glaukoma sekunder. Pada luksasi lensa, sebaiknya pasien dirujuk ke
dokter mata secepatnya dengan terlebih dahulu menurunkan tekanan bola
matanya.
 Luksasi Lensa Anterior
Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa
terletak dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan
pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaucoma
kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh
penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,
muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris
terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.
 Luksasi Lensa Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi
lensa posterior bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus
akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan
tenggelam di dataran bawah fundus okuli. Pasien akan mengeluh
adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata

10
afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri
untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Penanganan
yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa. Lensa yang terlalu lama
berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis
fakotoksik

7. Fundus oculi
a. Edema Retina dan Koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina. Edema
retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya
melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan
oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali macula,
sehingga pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot, pada edema retina
akibat trauma tumpul terjadi pula edema makula sehingga tidak terdapat
cherry red spot. Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah
beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat
tertimbunnya daerah macula oleh sel pigmen epitel.

b. Ablasio Retina.
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena
trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi
retina seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses
degenerasi lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya
selaput yang seperti tabir menganggu lapangan pandangannya, dan bila
ablasio mengenai atau menutup daerah makula maka tajam penglihatan
akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan
berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang
terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat
untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

11

Anda mungkin juga menyukai