Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara terbesar setelah Brazil yang kaya akan


biodiversity termasuk tanaman obat. Salah satu tanaman tersebut adalah Curcuma
longa. Tanaman ini telah dikenal luas dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk mencegah dan mengobati berbagai kondisi ketidakseimbangan tubuh sejak
zaman kuno hingga sekarang. Selain dimanfaatkan sebagai obat, di Indonesia
tanaman ini digunakan sebagai pewarna dan bumbu masak sehari-hari, bagian
yang sering dimanfaatkan adalah rimpang diantaranya sebagai antiinflamasi,
antiseptik, antioksidan (Duvoix et al, 2004). Ada banyak data dan literatur yang
menunjukkan bahwa kunyit berpotensi besar dalam aktifitas farmakologi yaitu
anti imflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti
bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Joe et al,
2004; Chattopadhyay et al, 2004; Araujo dan Leon, 2001).

Studi kimia pada beberapa simplisia turmerik menunjukkan bahwa


komposisi kimia di dalam tanaman kunyit adalah minyak atsiri 4,2-14%,
minyak lemak 4,4-12,7% dan senyawa kurkuminoid 60-70%. Srinivasan
(1953), menyebutkan tiga senyawa kurkuminoid sebagai kandungan
utama dari kunyit adalah senyawa 1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-
heptadiena-3,6-dion yang disebut sebagai kurkumin (Kurup, 1977).
Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari
tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit (Curcuma longa L.). Yang telah
dimanfaatkan dalam industri farmasi, makanan, parfum, dan lain-lain.

Kurkumin memiliki beberapa sifat yang tidak menguntungkan


seperti kelarutan rendah dan bioavailabilitas rendah (Wang et al., 2009;
Yang et al., 2007). Kombinasi kelarutan rendah dan bioavailabilitas yang
buruk secara negatif mempengaruhi kemanjuran biologisnya (Shaikh et al.,
2009). Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan pengembangan
formula sehingga bioavailabilitas senyawa bahan alam dapat meningkat
(Ajazudin et al, 2010). Salah satu pendekatan penting untuk memperbaiki
sifat biofarmaka yang buruk dari kurkumin adalah untuk meningkatkan
kelarutan berair menggunakan nanoteknologi dan nanopartikel (Torchilin,
2009; Ruenraroengsak et al, 2010; Sultana et al, 2013).

Formulasi dalam bentuk sediaan Nanostructured Lipid Carrier


(NLC) menjadi salah satu alternantif untuk meningkatkan bioavailabiltas
kurkumin. Kelebihan NLC adalah sebagai berikut biokompatibilitas dan
biodigregabilitas, pelepasan obat terkontrol, pemuatan obat yang tinggi;
penargetan pasif dan aktif, dan kemungkinan produksi skala besar (D.H et
al, 2010). pembawa lipid berstrukturnano (NLC) memiliki fitur yang lebih
canggih atas nanopartikel lipid padat (SLN) dan asam oleat adalah faktor
utama untuk meningkatkan karakteristik, farmakokinetik dan biodistribusi
nanopartikel (Tiwari dan Pathak, 2011). Nanonisasi dari produk herbal
memiliki beberapa keuntungan seperti meningkatkan kelarutan zat aktif,
menurunkan dosis terapi, memperbaiki absorpsi dan bioavailabilitas di
dalam tubuh (Ajazudin et al, 2010). Menurut Delly (2016), selain
keuntungan diatas, nanopartikel juga memiliki kekurangan. Kekurangan
tersebut misalnya karena ukuran partikel yang kecil dan luas permukaan
yang lebar dapat membuat partikel beragregasi. Selain itu karena
ukurannya yang sangat kecil suatu nanopartikel hanya mampu menjerap
obat dalam jumlah terbatas.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan


penelitian lebih spesifik mengenai efisiensi penyerapan dan daya muat obat
melalui formula nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa
kurkumin.
B. Perumusan Masalah
1) Apakah senyawa kurkumin dapat dibuat dalam bentuk formula
nanostructured lipid carrier (NLC).
2) Bagaimanakah efisiensi penjerapan dan daya muat obat melalui
formula nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa
kurkumin.
C. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui senyawa kurkumin dapat dibuat dalam bentuk
formula nanostructured lipid carrier (NLC).
2) Untuk mengetahui lebih spesifik efisiensi penjerapan dan daya muat
obat melalui nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa
kurkumin.
D. Manfaat Penelitian
1) Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
pengetahuan bagi mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945.
2) Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat agar lebih
mengetahui tentang efisiensi penjerapan dan daya muat obat melalui
nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa kurkumin.
3) Bagi Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai bahan
literature dan perbandingan bagi penelitian lebih lanjut untuk meneliti
tentang kurkumin.

E. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah kurkumin dapat diformulasikan
dalam bentuk Nano Structured Lipid Carrier (NLC) dan mendapatkan
efisiensi penjerapan, daya muat obat melalui melalui nanostructured
lipid carrier (NLC) dari senyawa kurkumin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kurkumin

Kurkumin pertama kali ditemukan sekitar dua abad yang lalu


ketika Vogel dan Pelletier melaporkan isolasi "materi kuning" dari
rimpang C. longa dan menamakannya kurkumin (Vogel H et al, 1815) dan
pertama disintesis oleh Lampe et al (Lampe V et al, 1913). Kurkumin telah
lama digunakan sebagai obat tradisional untuk beragam penyakit, tetapi
nilai obatnya pertama kali didokumentasikan pada tahun 1937 ketika
digunakan untuk melawan penyakit biliaris (Srivastava et al, 2011).
Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari
tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit.

. Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa kunyit d


berpotensi besar dalam aktifitas farmakologi yaitu anti imflamatori, anti
imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti
oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Joe et al., 2004;
Chattopadhyay et al., 2004; Araujo dan Leon, 2001).
Kurkumin memiliki beberapa aktivitas biologis sebagai
antioksidan (Castro et al, 2014; Trujillo J et al, 2013) antibakteri (K.S et al,
2017; Sylvester WS et al 2015), antineoplastik (W.W et al, 2017; G.S et al,
2017), antiproliferatif (Montazeri P-SY et al, 2017), dan agen anti-
inflamasi (Fan Z et al, 2015; Li W et al, 2017). Selanjutnya, kurkumin
memiliki potensi terapeutik terhadap gangguan neuroregeneratif (N.-M.I et
al, 2017; Van der merwe C et al, 2017), penyakit kardiovaskular (Griffiths
K et al, 2016; Guo s et al, 2018), kerusakan hati (E.-K.A et al, 2017; Lee
KS et al, 2017), dan diabetes mellitus (Panahi Y et al, 2017; Rashid k et al,
2017).
Senyawa kurkumin ini, seperti juga senyawa kimia lain seperti anti-
biotik, alkaloid, steroid, minyak atsiri, resin, fenol dan lain-lain merupakan
hasil metabolit sekunder suatu tanaman (Indrayanto, 1987). Produksi
kurkumin untuk pabrik-pabrik industri sangat dipengaruhi oleh keberadaan
dan pertumbuhan tanaman di lapang yang ditentukan oleh berbagai faktor
lingkungan seperti tanah, nutrisi, iklim serta hama dan penyakit. Salah satu
upaya untuk menghasilkan kurkumin dengan jumlah yang banyak adalah
dengan teknologi kultur jaringan seperti kultur kalus. Kurkumin termasuk
golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang
banyak digunakan sebagai penguat rasa pada industri makanan (Pan et al.,
1999). Serbuk kering rhizome (turmeric) mengandung 3-5% kurkumin dan
dua senyawa derivatnya dalam jumlah yang kecil yaitu desmetoksi
kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya sering disebut
sebagai kurkuminoid (Dandekar dan Gaikar, 2002). Kurkumin tidak larut
dalam air tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO).

B. Manfaat Kurkumin
Beberapa kajian ilmiah menunjukkan adanya potensi farmakologi
dari senyawa kurkuminoid, diantaranya sebagai antioksidan (Sahebkar et
al, 2015; Borra SK et al, 2013), antiinflamasi (Bagad AS et al, 2013),
antitumor (Jiang JL et al, 2012), antialergi (Shimoda K et al, 2010) dan
antidimensia (Brondino N et al, 2014). Penggunaan obat kurkumin
semakin populer. Misalnya, kurkumin saat ini digunakan dalam formulasi
beberapa sunscreen. Senyawa-senyawa ini mungkin memiliki sifat
antioksidan dan pemutih kulit dan dapat digunakan untuk mengobati
radang kulit, sehingga membuat senyawa ini berguna dalam formulasi
kosmetik (W. Tongchai etl, 2009).
Swarnakar dan Paul (2009) menyebutkan bahwa manfaat
kurkumin pada berbagai penyakit di antaranya adalah sebagai
antiinflamasi dan peng- hambatan pada NF-κB. Berdasarkan hal tersebut,
kurkumin diduga memberi manfaat sebagai terapi pada endometriosis.
Manfaat dari senyawa kurkumin ini meningkatkan nafsu makan,
menyembuhkan hepatitis B bahkan penyakit liver. Kurkuminnoid telah
terbukti secara cepat dapat menurunkan kadar SGPT dan SGOT pada
penderita hepatitis (Sampurno, 2005).

C. Kandungan Kurkumin
Kurkumin memiliki rumus molekul kimia C 21H 20O 6,
mempunyai berat molekul sebesar 368 g/gmol. Kurkumin mempunyai
aroma yang khas dan tidak bersifat toksik bila dikonsumsi oleh
manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah
100 mg/hari (Rahayu, 2010).
Lin dkk, (2009) menyatakan bahwa mikroemulsi yang
mengandung kurkumin tetap berwarna kuning transparan selama kurang

lebih 14 hari pada suhu 37oC. Namun kurkumin mengalami degradasi


dibawah kondisi asam, basa, pengoksidasian, dan pencahayaan.
Kurkumin memiliki sifat pleiotropik yang memodulasi berbagai target
termasuk protein (reduktase thiore-, siklooksigenase 2 (COX-2), protein
kinase C (PKC), 5-lipoxygenase dan tubulin, faktor transkripsi, faktor
pertumbuhan dan reseptornya, sitokin, enzim dan gen yang mengatur
proliferasi sel dan apoptosis (Basnet et al, 2010; Teiten et al, 2010; Wilken
et al, 2011). Tidak semua kandungan zat pada suatu bahan makanan
mampu bertahan pada suhu yang tinggi. Kurkumin memiliki titik didih
o o
118 C dan titik lebur 180 C selama 4 menit, artinya kurkumin benar-
benar rusak sepenuhnya pada suhu 180oC. Hampir semua senyawa fenol
o
mengalami kerusakan akibat suhu pemanasan di atas 85 C dengan lama
pemanasan lebih dari 5 menit. Senyawa tannin dan fenilpropanoid rusak
pada suhu 120oC dengan lama pemanasan selama 4 menit (Harjanti et al.,
2003).

D. Kunyit (Curcuma longa)


1) Klasifikasi Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Spesies : Curcuma longa Linn.
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
2) Nama Daerah

Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-


beda diantaranya :Sumatra; Kakunye (Enggano), Kunyet
(Adoh), Kuning (Gayo), Kunyet (Alas), Hunik (Batak), Odil
(Simalur), Undre, (Nias), Kunyit (Lampung), Kunyit (Melayu).
Jawa: Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa Tengah), Temo koneng
(Madura). Kalimantan: Kunit (Banjar), Henda (Ngayu), Kunyit
(Olon Manyan), Cahang (Dayak Panyambung), Dio (Panihing),
Kalesiau (Kenya), Kunyit (Tidung). Nusa Tenggara: Kunyit
(Sasak), Huni (Bima), Kaungi (Sumba Timur), Kunyi (Sumba
Barat), Kewunyi (Sawu), Koneh, (Flores), Kuma (Solor),
Kumeh (Alor), Kunik (Roti), Hunik kunir (Timor). Sulawesi:
Uinida (Talaud), Kuni (Sangir), Alawaha (Gorontalo), Kolalagu
(Buol), Pagidon (Toli-toli), Kuni (Toraja), Kunyi (Ujungpandang),
Kunyi (Selayar), Unyi (Bugis), Kuni (Mandar). Maluku: Kurlai
(Leti), Lulu malai (Babar), Ulin (Tanimbar), Tun (Kayi),
Unin (Ceram), Kunin (Seram Timur), Unin, (Ambon), Gurai
(Halmanera), Garaci (Ternate). Irian: Rame (Kapaur), Kandeifa
(Nufor), Nikwai (Windesi), Mingguai (Wandamen), Yaw (Arso).

3) Uraian Tumbuhan
Habitus: Semak, tinggi ± 70 cm. Batang: Semu, tegak, bulat,
membentuk rimpang, hijau kekuningan. Daun: Tunggal, lanset
memanjang, helai daun 3-8, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, hijau
pucat. Bunga: Majemuk, berambut, bersisik, tangkai panjang 16-40
cm, mahkota panjang ± 3 cm, lebar ± 1,5 cm, kuning, kelopak
silindris, bercangap tiga, tipis, ungu, pangkal daun pelindung pulih,
ungu. Akar: Serabut, coklat muda (Depkes RI, 2002).
4) Manfaat Dan Kandungan
Kunyit (Curcuma longa) adalah anggota keluarga Zingiberaceae
dan dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia
dan berasal dari India, Asia Tenggara dan Indonesia (Paramasivam
et al, 2009). Kunyit serbuk digunakan secara luas sebagai pewarna
dan bahan yang tidak lengket dalam kari dan mustard. Kunyit telah
digunakan di India untuk menjaga kebersihan mulut (Chaturvedi,
2009). Secara tradisional telah digunakan untuk tujuan medis selama
berabad-abad di negara-negara seperti India dan Cina untuk
pengobatan penyakit kuning dan penyakit hati lainnya (Mukerjee et
al, 2009; Perko et al, 2015).
Kegiatan farmakologis kunyit telah dikaitkan terutama untuk
kurkuminoid terdiri dari kurkumin (CUR) dan dua senyawa terkait
demethoxy kurkumin (DMC) dan bisdemethoxycurcumin (BDMC)
(Paramasivam, 2009). Kunyit berkhasiat sebagai obat-obatan
karena mengandung minyak atsiri (ar-tumeron, α dan β-tumeron,
tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8 sineol), kurkumin, resin,
oleoresin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, damar, gom,
lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning
(kurkuminoid) pada kunyit dimanfaatkan sebagai pewarna untuk
makanan manusia dan ternak (Rahardjo dan Rostiana, 2005). Kunyit
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan proses
pengolahan tertentu yang tanpa disadari proses tersebut
mampu mengurangi khasiat bahkan merusak kandungan kunyit.
Penambahan asam dan suhu adalah faktor utama yang mampu
merusak aktivitas zat yang bersifat antioksidan dan antibakteri yang
terkandung dalam kunyit. Telah banyak penelitian yang mengkaji
mengenai kegunaan metabolit sekundernya sebagai sumber anti
oksidan, anti bakteri dan antivirus (Mishra, 2007).
F. Fourier Transform Infrared (FTIR)

Metode transformasi Fourier dan spektrumnya disebut spectrum


inframerah pentransformasi fourier atau fourier transform infrared
(FTIR). Sumber cahaya inframerah, yang memancarkan radiasi pada
keseluruhan tentang frekuensi instrumen, umumnya 4600-400 cm-1,
dibagi lagi menjadi dua berkas dengan intensitasyang sama. Baik satu
berkas yang dilewatkan melalui sampel maupun keduanya dilewatkan,
salah satu berkas diatur untuk melintasi lintasan yang lebih panjang
daripada lintasan berkas yang lainnnya. Rekombinasi kedua berkas
tersebut menghasilkan suatu pola interfensi atau gangguan yang
merupakan penjumlahan dari seluruh pola interferensi yang ditimbulkan
oleh setiap panjang gelombang dalam berkas tersebut. Dengan
mengubah perbedaan antara kedua lintasan itu secara sistematik, pola-
pola interferensi berubah untuk menghasilkan sinyal yang terdeteksi
yang beragam berdasarkan perbedaan lintasan optik, yang dimodifikasi
berdasarkan serapan selektif oleh sampel pada beberapa frekuensi. Pola
ini dikenal sebagai interferogram dan sama sekali tidak terlihat seperti
sebuah spectrum. Akan tetapi, transformasi fourier pada interferogram
dengan menggunakan sebuah komputer yang dihubungkan pada
instrumen diubah menjadi suatu plot serapan terhadap bilangan
gelombang persis seperti pada metode yang lama. Ada beberapa
keunggulan FTIR dan sedikit kelemahan dibandingkan dengan metode
lama. Keseluruhan spektrum dapat terukur dalam waktu beberapa detik
saja karena setiap bilangan gelombang tidak perlu dipindai secara
berturut-turut. Metode FTIR tidak bergantung pada celah dan prisma
atau kisi sehingga resolusi tinggi pada FTIR lebih mudah diperoleh
tanpa menghilangkan kepekaannya. FTIR khususnya digunakan untuk
menguji sampel-sampel kecil dan untuk memperoleh spectrum senyawa
yang dihasilkan hanya dalam waktu singkat didalam aliran kromatograf.
Senyawa dapat diperiksa dalam bentuk fase uap, cairan murni, larutan
dan padat. Dalam fase uap, uap dimasukkan ke dalam sel, biasanya
memiliki panjang sekitar 10 cm, yang kemudian dapat ditempatkan
secara langsung pada lintasan salah satu berkas inframerah. Dinding
ujung sel-sel tersebut biasanya terbuat dari natrium klorida, yang
tembus terhadap cahaya inframerah pada rentang yang lazim digunakan.
Sebagian besar senyawa organik memiliki tekanan uap yang sangat
rendah sehingga dapat digunakan pada fase ini. Sebagai cairan, setetes
cairan diperoleh dari sela-sela lempengan natrium klorida(tembus
cahaya inframerah pada daerah 4000-625 cm-1). Ini adalah prosedur
yang paling sederhana. Sebagai alternatif, jika sampel cairan itu tidak
cocok untuk digunakan sebagai tetesan, larutan dalam suatu pelarut
kering dan mudah menguap dapat mengendap secara langsung di atas
permukaan pelat natrium klorida dan pelarutnya dibiarkan menguap
pada atmosfer kering sehingga meninggalkan selaput tipis. Dalam
larutan, senyawa tersebut dilarutkan agar menghasilkan, biasanya
larutan 1-5% dalam karbon tetraklorida atau kloroform bebas alkohol
untuk sifat-sifat pelarut yang lebih baik. Larutan ini dimasukkan
kedalam sel yang terbuat dari natrium klorida dengan ketebalan 0,1-1
mm. sel kedua berisi pelarut murni dengan ketebalan yang sama,
ditempatkan pada lintasan berkas lain pada spektrometer tersebut agar
serapan pelarutnya seimbang. Umumnya, spektrum yang paling
diinginkan diperoleh dari larutan encer dalam pelarut-pelarut nonpolar
karena larutan dalam pelarut non polar biasanya terurai lebih baik
daripada spektrum yang diperoleh dari padatan. Dalam keadaan padat,
sekitar 1 mg padatan digerus halus didalam sebuah mortar agate kecil
dengan setetes hidrokarbon cair. Campuran itu kemudian dikempa
diantara pelat natrium klorida yang sangat mengkilap. Sebagai
alternatif, padatan tersebut yang sering kali kurang dari 1 mg, digerus
dengan 10-100 kali ruahan kalium bromide murninya dan campuran
tersebut dikempa menjadi sebuah cakram menggunakan cetakan dan
kempa hidrolik (Dudley dan Ian, 2013).
G. Nanostructured Lipid Carrier (NLC)
Polimerik dan nanopartikel lipid padat (SLN) adalah dua jenis
sistem pembawa nano tersebut. Nanopartikel polimerik memiliki beberapa
kelemahan seperti toksisitas dan tidak tersedianya beberapa teknik yang
baik untuk produksi nanopartikel dalam skala besar. Dibandingkan dengan
nanopartikel polimerik, SLN memperoleh beberapa keuntungan dalam hal
risiko toksikologi yang lebih sedikit karena lipid asal alami. Meskipun
SLN menjadi pembawa yang baik, kapasitas pemuatan obat yang lebih
sedikit dan pengeluaran obat selama penyimpanan mungkin perlu
memikirkan beberapa teknik yang baik untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebagai akibatnya, pembawa lipid berstruktur nano (NLCs) telah
dikembangkan, yang dalam batas tertentu dapat menghindari keterbatasan
yang disebutkan sebelumnya. NLCs dapat didefinisikan sebagai generasi
kedua SLN yang memiliki matriks lipid dan cair lipid (minyak) padat yang
mengatasi struktur yang kurang teratur atau tidak sempurna yang
membantu dalam meningkatkan pemuatan obat dan menurunkan
pengeluaran obat dari matriks selama periode penyimpanan (Radtke et al,
2005; Muller et al, 2002).
Nanoemulsi adalah dispersi koloid dengan ukuran droplet mulai
dari 50 nm hingga 1000 nm. Mereka digunakan untuk menghasilkan
produk makanan untuk minyak beraroma, saus salad, minuman pribadi,
pemanis, dan makanan olahan lainnya (Garti, 2008). Nanoemulsi
menghadirkan banyak keuntungan seperti dekon- laminasi peralatan dan
kejelasan tinggi tanpa mengganggu penampilan dan rasa produk. Senyawa
fungsional nanosized yang dikapsulasi oleh nanoemulsi yang dirakit sendiri
digunakan untuk pengiriman lutein yang ditargetkan; b-karoten; lycopene;
vitamin A, D, dan E3; ko-enzimQ10; dan asam omega-3-lemak (Choi et al,
2011). Nanoemulsi capsa-icin-loaded stabil berlapis ganda distabilkan
dengan polimer alami seperti alginat dan kitosan untuk digunakan sebagai
sistem pengiriman bahan fungsional (Jasinska et al, 2010). Aplikasi lain
nanoemulsion termasuk air minum dalam botol dan susu yang diperkaya
dengan vitamin, mineral, dan antioksidan (Huang et al, 2014).
Saat ini, NLC digunakan sebagai sistem pemberian obat baru
karena beberapa keuntungannya yang meliputi peningkatan kelarutan obat
yang sulit larut, mengurangi iritasi kulit, stabilitas fisik yang lebih baik,
kemudahan pembuatan dan peningkatan, efisiensi jeratan yang tinggi dari
kedua obat tersebut. obat lipofilik dan hidrofilik, ukuran partikel terkontrol,
oklusif di alam dan memberikan pelepasan diperpanjang obat (Sanat et al,
2010; Kaur et al, 2015; Jain et al, 2010). NLC adalah pembawa yang cocok
untuk agen tabir surya karena agen ini adalah tempat bahan aktif itu sendiri
dalam matriks padat menyebabkan penundaan dan pelepasan obat yang
berkepanjangan (Muller, 2004). Produksi NLC berkaitan erat dengan SLN.
Metode yang paling umum digunakan untuk persiapannya adalah metode
homogenisasi panas, metode homogenisasi dingin dan metode evaporasi
pelarut pelarut (Pardeike et al, 2009).
Tekanan homogenisasi tinggi adalah metode konvensional untuk
pembuatan NLC. Keuntungan yang terkait dengan metode ini termasuk,
waktu produksi singkat, penggunaan terbatas dari berbagai bahan kimia
lainnya dan peningkatan skala yang mudah. Dalam metode ini bahan
farmasi aktif diuraikan dalam campuran lipid leleh, campuran yang
dihasilkan dengan cepat terdispersi dalam emulsifier berair dengan
pengadukan berkecepatan tinggi. Suhu dipertahankan konstan selama
keseluruhan proses. Emulsi yang dipersiapkan mengalami homogenisasi
tekanan tinggi dengan intensitas ultrasonik tinggi yang mengubah emulsi
menjadi nano rentang emulsi. Pendinginan dilakukan baik dalam air dingin
atau dengan penukar panas dan endapan nanopartikel dikumpulkan.
Kerugian yang terkait dengan metode ini adalah degradasi bahan peka
panas karena suhu (Severino et al, 2012).
Metode homogenisasi dingin, seperti namanya menunjukkan
bahwa suhu yang digunakan dalam keseluruhan proses lebih rendah
daripada yang digunakan dalam proses homogenisasi panas yang akhirnya
mengesampingkan kerugian yang mungkin dihasilkan karena panas.
Campuran lipid dengan obat cepat didinginkan oleh pemanfaatan nitrogen
cair. Matriks lipid yang diperoleh digiling dan kemudian partikel
didispersikan dalam larutan emulsifier dan kemudian dihomogenkan untuk
menghasilkan partikel halus. Berbagai keuntungan dari proses ini selama
proses homogenisasi panas adalah: 1. Degradasi termal dimi- liki. 2.
Peningkatan efisiensi jebakan obat 3. Distribusi seragam obat dalam lipid
(Weiss et al, 2009). Dibandingkan dengan metode homogenisasi panas,
ukuran partikel yang lebih besar dan distribusi ukuran yang lebih luas
diamati dalam metode homogen yang dingin.
H. Kerangka Konsep

Senyawa kurkumin dari tanaman


famili Zingiberaceae

Preparasi kurkumin-NLC

Analisis ukuran partikel, IP, zeta


potensial kurkumin-NLC

Identifikasi Senyawa kurkumin


dengan FTIR

Efisiensi Penjerapan dan Daya Muat


Obat

s
BAB III
METODE PENELITAN

A. Tempat dan waktu penelitian


1) Tempat Penelitian
Peneltian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian
Kimia Kawasan PUSPITEK Serpong dan Laboratorium Mikrobiologi
dan Imunologi PSSP LPPM-IPB.
2) Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan berlangsung dalam kurang lebih 3 bulan.

B. Alat dan Bahan


1) Alat
Alat yang dgunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik,
batch pemanas, hotplate, pengaduk magnet, homogenizer (IKA Ultra
Turrax), ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle
size analyzer (Delsa Nano, Beckman Coulter), sentrifus, spektrofotometer
UV-Vis (UV 1700, Shimadzu, Kyoto, Jepang), Spektrofotometer Fourier
Transform Infra Red (FTIR), dan alat-alat gelas.

2) Bahan
Bahan yang digunakan yaitu kurkumin, kolestrol, asam oleat,
poloksamer 188, Twen 80, aquades, etanol, aseton, medium RPMI, Fetal
Bovine Serum (FBS), dimetil sulfoksida (DMSO), HCl, MTT [3-(4,5-
dimetiltiazolil-2)-2,5-difeniltetrazolium bromida], dan tripsin.
C. Prosedur penelitian
1) Preparasi kurkumin-NLC (Emami et al, 2012; Rosli et al, 2015; Jing
et al, 2015)
NLC dengan atau tanpa kurkumin dibuat dengan metode evaporasi
dan difusi pelarut dalam sistem berair kemudian diikuti ultrasonikasi.
Adapun tahapannya yaitu : sebanyak 60 mg campuran kolesterol dan
asam oleat (AO) dengan kandungan 15 atau 30% AO dilarutkan dalam
larutan campuran aseton(3ml) dan etanol (3ml) kemudian dipanaskan
pada suhu 600C untuk membentuk fase lipid yang seragam dan bening.
Kurkumin ditambahkan ke fase lipid berdasarkan rasio obat/lipid (5 atau
10%) dan suhu pemanasan dipertahankan pada suhu 600C. sementara itu,
fase berair disiapkan dengan mencampur air suling (60 ml) dan
poloksamer 188/tween 80 (konsentrasi 1% atau 2% b/v) yang dipanaskan
pada suhu 600. Segera, campuran berair ditambahkan ke dalam campuran
lipid untuk membentuk campuran pra-emulsi, pra-emulsi kemudian
dihomogenisasi dengan menggunakan IKA Ultra Turrax homogenizer
pada 800 atau 1300 rpm selama 2 atau 4 menit. Kemudian, campuran
pra-emulsi diultrasonikasi selama 20 menit pada amplitudo 20%.
Selanjutnya, disperse NLC didinginkan sampai suhu kamar (250C) dan
disimpan pada suhu 40C.

2) Analisis ukuran partikel, indeks polidispersitas dan zeta potensial


kurkumin-NLC (Suciati et al, 2014)
Diameter rata-rata, indeks polidespersitas (IP), dan zeta potensial
kurkumin-NLC diukur dengan spektroskopi korelasi foton (PCS)
menggunakan Particles size analyzer delsa TM nano C (Beckman
Coulter) pada sudut tetap 900 dan suhu 250C.
3) Identifikasi senyawa kurkumin dengan Transformasi Fourier
spektroskopi inframerah (FT-IR) (Saedi et al, 2018)
Spektrum FT-IR kurkumin murni, NLC dan kurkumin NLC
diambil dengan FT-spektrofotometer IR (Nicoletislo, Thermo scientific,
USA). Analisis dilakukan oleh cakram potasium bromida yang berisi
sejumlah kecil sampel dalam kisaran 400-4000 cm-1.

4) Efisiensi Penjerapan dan Daya Muat Obat (Madane & Mahajan,


2016)
Efisiensi penjerapan (Encapsulation Efficieny) ditentukan dengan
cara : Dispersi kurkumin-NLC disentrifugasi pada 4500 rpm selama 35
menit dan supernatannya didekantasi. 1 ml supernatan diencerkan dengan
3 ml campuran DMSO dan methanol kemudian diukur secara
spektrofotometri pada 423 nm dengan menggunakan spektrofotometer
UV-VIS (UV 1700, Shimadzu, Kyoto, Jepang). Sedangkan daya muat
obat (Drug Loading) ditentukan dengan cara : kurkumin dari NLC
diekstraksi dengan campuran DMSO dan methanol. Kandungan
kurkumin dianalisis secara spektrofotometri pada panjang gelombang
423 nm, terhadap campuran DMSO dan metanol sebagai blanko. Persen
efisiensi penjerapan (%EE) dan persen daya muat obat (%DL) dihitung
dengan persamaan berikut :

%EE =( Jumlah Kurkuminyang ditabahkan−jumlah kurkumin dalam supernatan


jumlah kurkumin yang ditambahkan
) x 100%

%DL =( 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑘𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑘𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛


𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛+𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑝𝑖𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
) x 100%
DAFTAR PUSTAKA

Indrasari. DS, 2013. Hubungan antara Diabetes Melitus dengan Penyakit


Periodental. My’n Your Dentist Clinic. Jakarta
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013. P 165-166
Lau A, Harper W. 2007. Thiazolidinediones and their effect on bone metabolism:
a review. Canadian journal of diabetes 31(4): 378-383.

Chattopadhyay, I., Biswas, K.,Bandyopadhyay, U. and Banerjee,R.K., 2004.


Tumeric and Curcumin: Biological actions ans medicinal applications.
Current Science. 87 (1) : 44 - 53.
Araujo, C.A.C and L.L. Leon, 2001. Biological activities of Curcuma longa L.
Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728.
Shimoda K, Hamada H. Enzymatic synthesis and anti-allergic activities of
curcumin oligosaccharides. Biochemistry Insights. 2010. 3: 1-5.
Brondino N, Re S, Boldrini A, Cuccomarino A, Lanati N, Barale F, Politi P.
Curcumin as a therapeutic agent in dementia: a mini systematic review of
human studies. The Scientific World Journal. 2014. http://dx.doi.
org/10.1155/2014/174282.
Nurcholis W, Ambarsari L, Darusman LK. Curcuminoid contents, antioxidant and
anti-inflammatory activities of Curcuma xanthorrhiza Roxb and Curcuma
domestica Val promising lines from Sukabumi of Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Kimia UNESA, 2012. C284-92.
Sahebkar A, Serban MC, Ursoniu S, Banach M. Effect of curcuminoids on
oxidative stress: A systematic review and meta-analysis of randomized
controlled trials. Journal of Functional Foods. 2015. doi:
10.1016/j.jff.2015.01.005.
Borra SK, Gurumurthy P, Mahendra J, Jayamathi KM, Cherian CN, Chand R.
Antioxidant and free radical scavenging activity of curcumin determined by
using different in vitro and ex vivo models. J Med Plants Res. 2013.
7(36):2680-90.
Bagad AS, Joseph JA, Bhaskaran N, Agarwal A. Comparative evaluation of anti-
inflammatory activity of curcuminoids, turmerones and aqueous extracts of
Curcuma longa. Adv Pharmacol Sci. 2013.
http://dx.doi.org/10.1155/2013/805756.
Jiang JL, Jin XL, Zhang H, Su X, Qiao B, Yuan YJ. 2012. Identification of
antitumor constituents
in curcuminoids from Curcuma longa L. based on the composition–activity
relationship. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 2012. 70:
664-70.
Du Z, Liu R,Shao W, Mao X, Ma L, Gu L, Huang Z, Chan ASC. Α-Glucosidase
inhibition of natural curcuminoids and curcumin analogs. Eur J Med Chem.
2005. 41(2):213-8.
Dandekar dan Gaikar. 2002. Microwave Assisted Extraction Of Curcuminoids
From Curcuma Longa.
Separation Science and Technology. 37(11), 2669–2690.
Swarnakar S and Paul S. Curcumin arrest endometriosis by downregulation of
matrix metalloproteinase-9 activity. Indian J. Biochem. Biophys.
2009;46:59-65.
Vogel H, Pelletier J. Curcumin-biological and medicinal
properties. J Pharma.
1815;2:50.
Lampe V, Milobedeska J. Studien über curcumin. Ber Dtsch Chem
Ges. 1913;46:
2235e2240.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB.
Bioavailability of
curcumin: problems and promises. Mol Phar.
2007;4:807e818.
Srivastava RM, Singh S, Dubey SK, Misra K, Khar A.
Immunomodulatory and therapeutic activity of curcumin. Inter
Immunopharmacol 2011;11:331–41.

W. Thongchai, B. Liawruangrath, S. Liawruangrath, Flow injection


analysis of total curcuminoids in turmeric and total
antioxidant capacity using 2,2′-di- phenyl-1-picrylhydrazyl
assay, Food Chem. 112 (2009) 494–499.
Wang, Y., Lu, Z.X., Lv, F.X., Bie, X.M., 2009. Study on
microencapsulation of curcumin pigments by spray drying.
Eur. Food Res. Tech. 229 (3), 391–396.
Yang, K., Lin, L., Tseng, T., Wang, S., Tsai, T., 2007. Oral
bioavailability of curcumin in rat and the herbal analysis from
Curcuma longa by LC-MS/MS. J. Chromatogr. B 853, 183–189.
Shaikh, J., Ankola, D.D., Beniwal, V., Singh, D., Ravi Kumar,
M.N.V., 2009. Nanoparticle encapsulation improves oral
bioavailability of curcumin by at least 9-times when
compared to curcuminadministered with piperine as
absorption enhancer. Eur. J. Pharm. Sci. 37, 223–230.
Lee KS, Lee HY, Choi GH, Chung MK, Lee HW, Kim YC, Kwon HR,
Chae HJ.
Curcumin and Curcuma longa L. extract ameliorate lipid
accumulation through the regulation of the endoplasmic
reticulum redox and ER stress. Sci. Rep. 2017;7:6513.
https://doi.org/10.1038/s41598-017-06872-y.
E.-K.A, Elmansi AM, Shishtawy MMEl, Eissa LA. Hepatoprotective
effect of curcumin on hepatocellular carcinoma through
autophagic and apoptic pathways. Ann. Hepatol.
2017;16:607e18.
https://doi.org/10.5604/01.3001.0010.0307.
Guo S, Meng X, Yang X, Liu X, Ou-Yang C, Liu C. Curcumin
administration suppresses collagen synthesis in the hearts
of rats with experimental dia- betes. Acta Pharmacol. Sin.
2018;39:195e204. https://doi.org/10.1038/ aps.2017.92.
van der Merwe C, van Dyk HC, Engelbrecht L, van der
Westhuizen FH, Kinnear C, Loos B, Bardien S. Curcumin
rescues a PINK1 knock down SH-SY5Y cellular model of
Parkinson's disease from mitochondrial dysfunction and cell
death. Mol. Neurobiol. 2017;54:2752e62.
https://doi.org/10.1007/ s12035-016-9843-0.
Li W, Suwanwela NC, Patumraj S. Curcumin prevents
reperfusion injury following ischemic stroke in rats via
inhibition of NF-kB, ICAM-1, MMP-9 and caspase-3
expression. Mol. Med. Rep. 2017;16:4710e20.
https://doi.org/10.3892/mmr.2017.7205.
Griffiths K, Aggarwal BB, Singh RB, Buttar HS, Wilson D, De
Meester F. Food antioxidants and their anti-inflammatory
properties: a potential role in cardiovascular diseases and
cancer prevention. Diseases 2016;4:28. https://
doi.org/10.3390/diseases4030028.
Fan Z, Yao J, Li Y, Hu X, Shao H, Tian X. Anti-inflammatory and
antioxidant effects of curcumin on acute lung injury in a
rodent model of intestinal ischemia reperfusion by
inhibiting the pathway of NF-KB. Int. J. Clin. Exp. Pathol.
2015;8:3451e9.
Montazeri P-SY, Mohaghegh M, Panahi A, Khodi
Zarghami N, Sadeghizadeh M. Antiproliferative and
apoptotic effect of dendrosomal curcumin nanoformulation
in P53 mutant and wide-type cancer cell lines. Anti Canc.
Agents Med. Chem. 2017;17:662e73.
G.S., Liu F, Yang Y, Zhao X, Fan Y, Ma W, Yang D, Yang A, Yu Y.
Curcumin induced autophagy anticancer effects on human
lung adenocarcinoma cell line A549. Oncol Lett.
2017;14:2775e82. https://doi.org/10.3892/ ol.2017.6565.
W.W, He B, Liu J, Xu Y, Zhao G. Synergistic anticancer effect of
curcumin and
chemotherapy regimen FP in human gastric cancer MGC-
803 cells. Oncol Lett. 2017;14:3387e94.
https://doi.org/10.3892/ol.2017.6627.
Sylvester WS, Son R, Lew KF, Rukayadi Y. Antibacterial
activity of java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
extract against Klebsiella pneumo- niae isolated from several
vegetables. Int. Food Res. J. 2015;22:1770e6.
K.S, Lee HJ, Jeong SH, Chung KH, Kim BI. Antibacterial
photodynamic therapy with curcumin and Curcuma
xanthorrhiza extract against Streptococcus mutans.
Photodiagn. Photodyn. Ther. 2017;S1572e1000:30300e9.
Trujillo J, Chirino YI, Molina-Jijo n E, Ande rica-Romero AC, Tapia
E, Pedraza- Chaverrí J. Renoprotective effect of the
antioxidant curcumin: recent find- ings. Redox Biol.
2013;1:448e56. https://doi.org/10.1016/
j.redox.2013.09.003.
Panahi Y, Khalili N, Sahebi E, Namazi S, Reiner Z , Majeed M,
Sahbekar A.
Curcuminoids modify lipid profile in type 2 diabetes
mellitus: a randomized controlled trial. Complement. Ther.
Med. 2017;33:1e5.
https://doi.org/10.1016/j.ctim.2017.05.006.
Rashid K, Chowdhury S, Ghosh S, Sil PC. Curcumin attenuates
oxidative stress induced NFkB mediated inflammation and
endoplasmic reticulum depen- dent apoptosis of
splenocytes in diabetes. Biochem. Pharmacol. 2017;1:
140e55. https://doi.org/10.1016/j.bcp.2017.07.009.
Castro CN, Barcala Tabarrozzi AE, Winnewisser J, Gimeno ML,
Antunica Noguerol M, Liberman AC, Paz DA, Dewey RA,
Perone MJ. Curcumin ame- liorates autoimmune diabetes.
Evidence in accelerated murine models of type 1 diabetes.
Clin. Exp. Immunol. 2014;177:149e60.
https://doi.org/10.1111/cei.12322.
N.-M.I, Noratiqah SB, Zulfarina MS, Qodriyah HM. Natural
polyphenols in the treatment of Alzheimer's disease. Curr.
Drug Targets 2017.
https://doi.org/10.2174/1389450118666170328122527.

Joe, B.; M. Vijaykumar and B.R.


Lokesh, 2004.Biological properties of curcumin-cellular and molecular
mechanisms of action. Critical Review in Food Science and Nutrition 44 (2) : 97
- 112.
Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee,
R.K., 2004. Tumeric and Curcumin
: Biological actions ans medicinal applications. Current
Science. 87 (1) : 44 - 53.

Araujo, C.A.C and L.L. Leon, 2001. Biological activities of Curcuma longa L.
Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728.

Moorthi C, Kiran K, Manavalan R, Kathiresan K. Preparation and


characterization of curcumin–piperine dual drug loaded nanoparticles. Asian
Pac J Trop Biomed 2012;2:841–8.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. Bioavailability of
curcumin: problems and promises. Mol Pharm 2007;4(6):807–18.

Yang R, Zhang S, Kong D, Gao X, Zhao Y, Wang Z. Biodegradable


polymer–curcumin conjugate micelles enhance the loading and delivery of
low-potency curcumin. Pharm Res 2012;29(12):3512–25.

Anand P, Sundaram C, Jhurani S, Kunnumakkara AB, Aggarwal BB.


Curcumin and cancer: an ‘‘old-age’’ disease with an ‘‘age-old’’ solution.
Cancer Lett 2008;267(1):133–64.
Thangapazham RL, Sharma A, Maheshwari RK. Multiple molecular targets
in cancer chemoprevention by curcumin. AAPS J 2006;8(3):443–9.

D.H. Liu, N. Zhang, Cancer chemotherapy with lipid-based nanocarriers, Crit.


Rev. Ther. Drug. Carrier Syst. 27 (2010) 371–417.

Tiwari, R., Pathak, K., 2011. Nanostructured lipid carrier versus solid lipid
nanoparticles of simvastatin: Comparative analysis of characteristics,
pharmacokinetics and tissue uptake, Int. J. Pharm. 415, 232-243.

Saedi A, Rostamizadeh K, Parsa M, Dalali N, Ahmadi N, Preparation and


Characterization of Nanostructured Lipid Carriers as Drug Delivery System:
Influence of Liquid Lipid Types on Loading and Cytotoxicity, Chemistry and
Physics of Lipids (2018), https://doi.org/10.1016/j.chemphyslip.2018.09.007

Lis Nurrani, Julianus Kinho, Supratman Tabba. (2014). Active Ingredients


and Their Toxicity of Several Forest Plant Species Indigenous from North
Sulawesi Potential as Efficacious Medicine. Hal. 1 – 2

Miranti, Laili Fitri Yeni, Asriah Nurdini. (2014). Uji Potensi Anti Kanker Ekstrak
Biji Pinang Merah dan Implementasinya dalam Pembelajaran Mitosis.
Hal. 1 – 2.

Medelsohn, J. 2000. Prinsip Neoplasma. Didalam: Horrison Prinsip – prinsip Ilmu


Penyakit Dalam Volume 4. Jakarta : Kedokteran EGC.

Duyff, Roberta L. 2006. Complete Food and Nutrition Guide. USA: American
Dietetic Association

Krinke UB. 2005. Nutrition Through The Life Cycle. USA : Thomson &
Wadsworth.

Corwin J, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Kedokteran EGC.

Escott, Sylvia. 2008. Nutrition and Diagnosis-Related Care. USA: Saunder


Company.

Price Sylvia A, Wilson L M. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses


penyakit. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.

Kurup, P.N.V., 1977. Studies on traditional Indian medicine, Handbook of Med.


Plants vol. 1, Central Council for Research in Indian Medicine and Homoephaty, p.1-
10
Srinivasan, K. R., 1953. Composition of Curcuma longa, J. Pharm. Pharmacol. 5, p. 448

Duvoix A, Blasius R, Delhalle S, Schnekenburger M, Morceau F, Henry E,


Dicato M, Diederich M. (2005), Chemopreventive and therapeutic effect of
kurkumin. Science Direct, Cancer Letter. P
181-190

Ajazudin, Saraf S. Applications of novel drug delivery system for herbal


formulations. Fitoterapia. 2010.81(7):680-9
Delly Ramadon, Abdul Mun’im.2016. Pemanfaatan nanoteknologi dalam sistem
penghantaran obat baru untuk produk bahan alam. Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai