Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH INTERPRETASI DATA LABORATORIUM

PT, APTT, LED, INR

PROGRAM PROFESI APOTEKER


KELOMPOK 2
Disusun oleh :
Paromaulina Pardede
Ainun Retnaningsih
Emilda Pinarsi
Nita Anjar Septiani
Rizki Pajar
Metri Purnama Sari
Bramantio Primadana
Wahyu Widyantika
Gea Ocktiah Palensina
Wulan Sari Cahyani

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Interpretasi Data Laboratorium
dengan judul “PT, APTT, LED, INR”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampuh mata kuliah Interpretasi Data Laboratorium kami yang telah memberikan
masukan dan saran dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, 15 September 2019

Penulis

ii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................3


2.1 Mekanisme Terjadinya Koagulasi...............................................................................3
2.2 PT (Prothrombin Time)................................................................................................7
2.2.1 Definisi................................................................................................................7
2.2.2 Tujuan Pemeriksaan............................................................................................7
2.2.3 Cara Pemeriksaan................................................................................................8
2.2.4 Prinsip Pengukuran PT........................................................................................10
2.2.5 Bahan Pemerksaan PT.........................................................................................10
2.2.6 Cara Kerja............................................................................................................10
2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan.................................................11
2.2.8 Kadar Normal Pemeriksaan PT...........................................................................11
2.3 APTT (Activated Partial Thromboplastine Time).....................................................12
2.3.1 Tujuan Pemeriksaan APTT.................................................................................12
2.3.2 Cara Pemeriksaan APTT.....................................................................................12
2.3.3 Prinsip Pengukuran APTT...................................................................................13
2.3.4 Bahan Pengukuran APTT....................................................................................13
2.3.5 Kadar Normal Pemeriksaan APTT......................................................................13
2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan.................................................13
2.4 INR (International Normallized Ratio).......................................................................13
2.4.1 Definisi................................................................................................................13
2.4.2 Tujuan Pemeriksaan INR....................................................................................14
2.4.3 Cara Perhitungan nilai INR.................................................................................14
2.5 Laju Endapan Darah (LED)........................................................................................15
2.5.1 Definisi................................................................................................................15
2.5.2 Fase Fase Pengendapan LED..............................................................................16
2.5.3 Kegunaan LED....................................................................................................17
2.5.4 Faktor Yang Mempengaruhi LED.......................................................................17
2.5.5 Korelasi Klinik....................................................................................................18
2.5.6 Metode pemeriksaan LED...................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

iii
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan
merupakan wujud pelaksanaan praktik kefarmasian berdasarkan Undang-undang No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan. Saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah meluas dari
pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi pelayanan yang berorientasi
pada pasien (patient oriented) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
melalui pencapaian luaran klinik yang optimal (Kemkes RI, 2011).
Pada penilaian luaran klinik pasien diperlukan berbagai indikator yang meliputi: respons
klinik pasien, pemeriksaan fisik, data laboratorium dan diagnostik. Pernyataan American
Pharmacists Association 2008 yang mendukung peran apoteker dalam keselamatan pasien
antara lain perlunya apoteker mempunyai akses data klinik pasien (Kemkes RI, 2011).
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna
bagi dokter dan apoteker dalam pengambilan keputusan klinik. Untuk mengambil keputusan
klinik pada proses terapi mulai dari pemilihan obat, penggunaan obat hingga pemantauan
efektivitas dan keamanan, apoteker memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan tersebut dibutuhkan sebagai pertimbangan penggunaan obat, penentuan dosis,
hingga pemantauan keamanan obat (Kemkes, 2011).
Hemostatis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara spontan.
Ada beberapa system yang berperan dalam hemostatis yaitu system vascular, trombosit dan
pembekuan darah (koagulasi). Peran system vascular dalam mencegah pendarahan meliputi:
proses kontraksi pembuluh darah serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah (Setiabudy,
2009).
Apabila pembuluh darah mengalami luka, maka akan terjadi kontraksi pembuluh darah
yang mula-mula secara otomatis (reflex) dan kemudian akan dipertahankan oleh faktor lokal
seperti 5 hidroksitriptamin (5-HT, serotonin), dan epinefrin. Kontraksi pembuluh darah ini
akan menyebabkan pengurangan aliran darah pada daerah yang luka. Pada pembuluh darah
besar masih diperlukan system lain seperti trombosit dan pembekuan darah (Setiabudy, 2009).

1
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Pembekuan darah atau yang disebut koagulasi adalah suatu proses kimiawi yang
protein-protein plasmanya berinteraksi untuk mengubah molekul protein plasma besar yang
larut, yaitu fibrinogen menjadi gel stabil yang tidak larut yang disebut fibrin (Sacher, 2004).
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini
antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli,
maupun untuk mencegah bekunya darah di luar tubuh pada pemeriksaan laboratorium atau
tranfusi darah.
Dalam diagnosis hemostatis ditegakkan mulai dari pendeteksian sifat pembawa, gejala
klinis yang timbul dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium pada hemostatis
yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan waktu protrombin (Protrombin Time = PT),
masa prothrombin teraktivasi (Activated Partial Thromboplastine Time= APTT), serta
International Normalized Ratio (INR). Maka dari itu, makalah ini spesifik membahas tentang
ketiga tes pemeriksaan laboratorium tersebut.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pemeriksaan masa protrombin (Protrombin Time = PT), masa
protrombin teraktivasi (Activated Partial Thromboplastine Time=APTT), serta
International Normalized Ratio (INR), laju Endapan Darah (LED) ?
2. Bagaimana prinsip dan cara kerja dari pemeriksaan tersebut ?
3. Apa saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui pemeriksaan waktu protrombin (Protrombin Time=PT), masa
protrombin teraktivasi (Activated Partial Thromboplastine Time= APTT), serta
International Normalized Ratio (INR), laju Endapan Darah (LED).
2. Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja dari pemeriksaan tersebut.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan tersebut.

2
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme Terjadinya Koagulasi

Jalur Intrinsik Menyebabkan Pengaktifan Faktor X


Jalur intrinsik melibatkan faktor-faktor XII, XI, IX, VIII, dan X serta prakalikrein,
kininogen berberat molekul tinggi (HMW), Ca2+, dan fosfolipid. Jalur berberat molekul
tinggi ini menyebabkan pembentukan faktor Xa (berdasarkan perjanjian, faktor
pembekuan yang sudah diaktifkan diberi akhiran a). Jalur ini berawal dari "fase kontak"
saat prakalikrein, kininogen HMW, faktor XII, dan faktor XI terpajan oleh permukaan
pemicu bermuatan negatif. Kaolin dapat digunakan untuk uji in vitro sebagai pemicu

3
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
jalur intrinsik. Jika komponen-komponen dari fase kontak ini tersusun pada permukaan
pemicu tersebut, terjadi pengaktifan faktor XII menjadi faktor XIIa melalui proteolisis
oleh kalikrein. Faktor XIIa ini, yang dihasilkan oleh kalikrein, menyerang prakalikrein
untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein sehingga terjadi pengaktifan timbal-balik.
Faktor XIIa, setelah terbentuk, akan mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan juga
melepaskan bradikinin (suatu nonapeptida dengan efek vasodilatasi kuat) dari kininogen
HMW. Faktor XIa. dengan keberadaan Ca2+ mengaktifkan faktor IX (55 kDa, suatu
zimogen yang mengandung residu y-karboksiglutamat [Gla] dependen-vitamin K; lihat
Bab 44), menjadi serin protease, yaitu faktor IXa. Hal ini pada gilirannya menguraikan
ikatan Arg-Ile di faktor X (56 kDa) untuk menghasilkan serin protease, yaitu faktor Xa.
Reaksi terakhir ini memerlukan penyusunan komponen-komponen, yang disebut
kompleks tenase, pada permukaan membran: Ca2+ dan faktor VIIIa, serta faktor IXa
dan X. Perlu dicatat bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen berisi-
Gla(faktor II, VII, IX, dan X), residu Gla di regio terminal amino molekul berfungsi
sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Faktor VIII (330 kDa), suatu
glikoprotein, bukanlah suatu prekursor protease tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai
reseptor untuk faktor IXa dan X pada permukaan trombosit. Faktor VIII diaktifkan oleh
trombin dalam jumlah kecil untuk membentuk faktor VIIIa, yang pada gilirannya
menjadi inaktif pada penguraian lebih lanjut oleh trombin.

Jalur Ekstrinsik Juga Menyebabkan Pengaktifan Faktor X,


Tetapi Melalui Suatu Mekanisme yang Berbeda Faktor Xa terbentuk di tempat
pertemuan jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan,
faktor VII dan X, dan Ca2+ serta menyebabkan terbentuknya faktor Xa. Jalur ini dimulai
di tempat cedera jaringan dengan terpajannya faktor jaringan di sel endotel aktif dan
monosit. Faktor jaringan berinteraksi dengan dan mengaktifkan faktor VII (53 kDa),
suatu glikoprotein berisi-Gla dalam darah yang disintesis oleh hati. Faktor jaringan
bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa yang meningkatkan aktivitas enzimatiknya
untuk mengaktifkan faktor X. Ikatan faktor jaringan dan faktor VIIa disebut kompleks
faktor jaringan. Faktor VIIa memutuskan ikatan Arg-Ile di faktor X yang sama dengan
ikatan yang diputus oleh kompleks tenase pada jalur intrinsik. Pengaktivan faktor X

4
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
adalah penghubung penting antara jalur intrinsik dan ekstrinsik. Interaksi penting lain
antara jalur ekstrinsik dan intrinsik adalah bahwa kompleks faktor jaringan dan faktor
VIIa juga mengaktifkan faktor IX di jalur intrinsik. Memang, pembentukan kompleks
antara faktor jaringan dan faktor VIIa kini dianggap sebagai proses kunci dalam
permulaan koagulasi darah in vivo. Makna fisiologis tahap--tahap awal jalur intrinsik,
tempat faktor XII, prakalikrein, dan kininogen HMW berperan, mulai dipertanyakan
karena pasien dengan defisiensi herediter komponen-komponeh ini tidak mengalami
diatesis perdarahan. Demikian juga, pasien dengan defisiensi faktor XI dapat tidak
mengalami masalah perdarahan. Jalur intrinsik mungkin sebenarnya lebih penting dalam
fibrinolisis (lihat bawah) dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, faktor XIIa,
dan faktor XIa dapat menguraikan plasminogen dan kalikrein dapat mengaktifkan
urokinase rantai-tunggal. Tissue factor pathway inhibitor (TFPI; inhibitor jalur faktor
jaringan) adalah suatu inhibitor fisiologis utama untuk koagulasi. Inhibitor ini adalah
suatu protein yang beredar dalam darah dan berikatan dengan lipoprotein. TFPI secara
langsung menghambat faktor Xa dengan mengikat enzim di dekat tempat aktifnya.
Kompleks faktor Xa-TFPI ini kemudian menghambat kompleks faktor VIIa-faktor
jaringan.

Faktor Xa Mengaktifkan Protrombin Menjadi Trombin


Faktor Xa yang dihasilkan oleh kedua jalur (intrinsik atau  ekstrinsik)
mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa) yang kemudian
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protrombin, seperti halnya faktor X,
terjadi  di permukaan membran dan memerlukan pembentukan kompleks protrombinase
yang terdiri dari Ca2+, faktor Va, faktor Xa, dan protrombin. Penyusunan protrombinase
dan kompleks tenase berlangsung pada permukaan membran trombosit yang diaktifkan
untuk memajankan fosfolipid asam (anionik) fosfatidilserin yang dalam keadaan normal
berada di sisi dalam membran plasma trombosit nonaktif (istirahat).
Faktor V (330 kDa), suatu glikoprotein yang memiliki homologi dengan faktor
VIII dan seruloplasmin, disintesis di hati, limpa, dan ginjal dan juga ditemukan di
trombosit dan plasma. Senyawa ini berfungsi sebagai kofaktor yang serupa den gan
fungsi kofaktor yang dilakukan faktor VIII dalam kompleks tenase. Jika diaktifkan

5
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
menjadi faktor Va oleh sedikit trombin, senyawa ini berikatan dengan reseptor spesifik
pada membran trombosit dan membentuk kompleks dengan faktor Xa dan protrombin.
Senyawa ini kemudian diinaktifkan oleh kerja trombin sehingga pengaktifan protrombin
menjadi trombin dapat dibatasi. Protrombin adalah suatu senyawa glikoprotein rantai-
tunggal yang disintesis oleh hati. Regio terminal amino protrombin mengandung
sepuluh  residu Gla,  tempat protease aktif yang dependen-serin terletak di regio
terminal karboksil molekul. Jika berikatan dengan kompleks faktor Va dan Xa pada
membran trombosit, protrombin diuraikan oleh faktor Xa di dua tempat untuk
menghasilkan molekul trombin dua-rantai aktif yang kemudian dibebaskan dari
permukaan trombosit. Rantai A dan B trombin disatukan oleh satu ikatan disulfida.

Perubahan Fibrinogen Menjadi Fibrin Dikatalisis oleh Trombin


Fibrinogen (faktor I, 340 kDa) adalah suatu glikoprotein plasma larut yang terdiri
dari tiga pasang rantai polipeptida (Aa,Bby)2 nonidentik yang disatukan secara kovalen
oleh ikatan disulfida. Rantai BB dan Y mengandung oligosakarida kompleks yangterikat
pada asparagin. Ketiga rantai disintesis di hati; tiga gen struktural yang terlibat terletak
di kromoson, yang sama, dan pada manusia ekspresi ketiganya diatur secara terpadu.
Regio terminal amino keenam rantai terletak berdekatan karena adanya sejumlah ikatan
disulfida, sementara regio terminal karboksil tersebar sehingga terbentuk molekul
memanjang yang sangat tidak simetris. Bagian A dan B dari rantai Aa dan yang masing-
masing dinamai fibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB), di ujung terminal amino rantai
memiliki kelebihan muatan negatif akibat adanya residu aspartat dan glutamat, serta
tirosin 0-sulfat yang tak-lazim di FPB. Muatan negatif ini berperan dalam kelarutan
fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi mencegah agregasi dengan menimbulkan
repulsi (penolakan) elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen.
Trombin (34 kDa), suatu serin protease yang dibentuk oleh kompleks
protrombinase, menghidrolisis empat ikatan Arg-Gly antara fibrinopeptida dan bagian a
dan rantai Aa dan BP fibrinogen. Pembebasan fibrinopeptida oleh trombin menghasilkan
monomer fibrin yang memiliki struktur subunit (a, (3, y),. Karena FPA dan FPB masing-
masing hanya mengandung  16 dan 14 residu, molekul fibrin mempertahankan 98%
residu yang terdapat di fibrinogen. Pengeluaran fibrinopeptida menyebabkan tempat

6
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
pengikatan terpajan sehingga molekul-molekul monomer fibrin dapat membentuk
agregat (menggumpal) tak-larut secara spontan. Pembentukan polimer fibrin tak-larut
inilah yang menjerat trombosit, sel darah merah, dan komponen lain untuk membentuk
trombus putih atau merah. Bekuan fibrin awal ini relatif lemah, yang disatukan hanya
oleh  ikatan nonkovalen monomer-monomer fibrin.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin juga mengubah faktor XIII
menjadi faktor Faktor  ini adalah suatu transglutaminase yang sangat spesifik dan
mengikat-silang secara kovalen molekul-molekul fibrin  dengan membentuk ikatan
peptida antara gugus amida  glutamin dan gugus c-amino residu lisin sehingga terbentuk
bekuan fibrin yang lebih stabil dan lebih  resisten terhadap proteolisis.

2.2 PT (Waktu Protrombin/Prothrombin Time)


2.2.1 Defenisi
Pemeriksaan masa protrombin atau disingkat PT merupakan pemeriksaan skrining
digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu
faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk
memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan
faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan X.
Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral.
Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan
menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda.
Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and
Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology)
menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih
dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity
Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkan secara seragam dengan
menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan
ISI dari reagen tromboplastin yang digunakan.
2.2.2 Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan PT ini dipakai untuk menguji faktor ektrinsik. Tromboplastin jaringan
yang menggunakan metode Aseton dehidrasi yang terbuat dari jaringan otak kelinci. Test ini

7
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
digunakan untuk menguji jalur ekstrinsik. Jadi diperlukan faktor VII, faktor V, faktor X,
faktor II serta faktor I yang normal, sedangkan tromboplastin jaringan tidak perlu normal.

2.2.3 Cara Pemeriksaan


Pemeriksaan PT dilakukan dengan memakai reagen Organon menurut metode (one-step
method) yang dianjurkan oleh Quick. PT dapat diukur secara manual (visual), foto-optik atau
elektromekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak
dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat
dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat
memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.
Cara ini digunakan untuk menguji adanya gangguan faktor pembekuan darah pada jalur
extrinsik yaitu kekurangan faktor pembekuan V (proakselerin), VII (prokonvertin), X (faktor
stuart), Protrombin dan fibrinogen. Jika dianggap bahwa faktor lain-lain dalam proses-proses
itu normal, maka masa protrombin ini menjadi ukuran untuk masa protrombin.
Dasar percobaan: kepada plasma diberikan sejumlah tromboplastin dan ion kalsium
yang optimal dan lamanya waktu untuk menyusun fibrin diukur.
Cara tahap tunggal menurut Quick
A. Membuat plasma
1. Ke dalam tabung sentrifuge yang bergaris dimasukkan 0,5 ml larutan natriumsitrat
3,8%.
2. Lakukan pungsi vena dan masukkanlah ke dalam tabung sentrifuge tadi 4,5 ml dari
darah itu, campurlah baik-baik.
3. Pusinglah selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan pusingkanlah plasma
dari sel-sel darah. Kalau plasma itu tidak dapat segera diperiksa, simpanlah dalam
lemari es; tetapi meskipun disimpan pada suhu rendah, pemeriksaan harus
dilakukan dalam waktu 2 jam setelah darah itu diambil.
B. Penetapan
1. Masukkanlah tabung serologi 13 x 10 mm ke dalam air bersuhu 37°C.
2. Masukkanlah 0,1 ml plasma ke dalam tabung dan tunggulah beberapa lama sampai
plasma bersuhu 37°C pula.

8
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
3. Kemudian tambahkan 0,1 ml tromboplastin dan campurlah.
4. Lalu kepada campuran itu diberi 0,1 ml larutan CaCl2 0,22% (0,02 m). Jalankan
stopwatch tepat pada saat larutan calciumchlorida itu masuk. Campur baik-baik.
5. Biarkan selama 10 detik, kemudian dicoba apakah sudah ada fibrin dengan berkali-
kali memancing memakai kaitan logam dalam campuran tadi.
6. Hentikan stopwatch pada saat ada fibrinnya.
Catatan
Pemeriksaan inipun bukan merupakan suatu penetapan kuantitatif dalam arti kata
sebenarnya; hasilnya ikut dipengaruhi oleh kualitas tromboplastin yang dipakai dan oleh
teknik mengerjakan percobbaan. Karena itu, pemeriksaan ini harus dilakukan in duplo
dan harus juga disertai dengan kontrol plasma normal.
Nilai normal : 10 -15 detik. Kalau kontrol lebih lama dari 16 detik percobaan batal
karena mungkin tromboplastin telah menjadi kurang aktif. Tromboplastin dapat juga
dibeli atau dibuat sendiri dari otak kelinci; dianjurkan memakai yang diperdagangkan
saja, karena tromboplastin buatan sendiri kurang aktif jika memakai tromboplastin
belian, ikutilah instruksi cara melakukan test masa protrombin; instruksi itu menyertai
tiap batch tromboplastin. Larutan tromboplastin tidak tahan lama, harus disimpan dalam
lemari es, dan aktivitasnya harus tiap kali diuji dengan plasma normal. Larutan
calciumchlorida 0,22% (0,02 m) yang harus diencerkan 10 kali sebelum memakainya.
Laporan masa protrombin selalu harus menyebut masa protombin kontrol juga,
kedua-duanya disebut dengan detik. Cara yang lebih bagus menyebut aktivitas
protombin dengan % (dari normal). Cara itu menghendaki supaya terlebih dahulu dibuat
grafik aktivitas memakai campuran dari tromboplastin yang dipakai dan plasma normal;
campuran itu diencerkan berderet dengan plasma lain yang tidak mengandung
protombin. Grafik aktivitas protombin memperlihatkan garis lengkung.
Alat-alat yang khusus dibuat untuk penetapan masa protombin dan untuk test-test
lain yang berakhir dengan terjadi bekuan dalam plasma memberi hasil penetapan yang
sangat reprodusibel sampai 1/10 detik ketelitian.
Dalam keadaan darurat masa protombin dapat dilakukan dengan darah kapiler dan
kaca objek sebagai berikut:
1. Letakkan setetes tromboplastin diatas kaca objek yang kering dan bersih

9
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
2. Tusuklah kulit untuk mendapat darah kapiler yang leluasa keluar. Jalankan
stopwatch pada saat darah mulai keluar dari luka.
3. Segeralah campur kedua tetes itu dengan ujung lidih atau jarum.
4. Biarkan sampai detik ke-10 pada stopwatch.Kemudian periksalah tiap detik
dengan ujung jarum apakah telah terjadi fibrin dalam campuran itu.
Catatan
Cara kasar ini memerlukan juga dilakukan kontrol dengan darah normal dan harus
dijalankan beberapa kali berturut-turut pada setiap pasien. Sadarilah bahwa ciri ini satu
cara darurat saja dan tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin.
2.2.4 Prinsip Pengukuran PT
Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang
telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen yang
digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam larutan CaCl2 /
mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC,
ditambahkan reagen tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Prinsip tes ini merupakan
rekalsifikasi plasma dengan penambahan tromboplastin. Pemeriksaan in vitro menunjukan
kegunaan dari sistim pembekuan darah jalur eksterinsik.
2.2.5 Bahan Pemeriksaan PT
Bahan pemeriksaan PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel darah vena
dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat
harus diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel
disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2.500g. Penyimpanan sampel plasma pada suhu
2-8°C menyebabkan teraktivasinya prokonvertin oleh sistem kalikrein.
2.2.6 Cara Kerja
a. Campur satu vial reagen tromboplastin dengan satu vial pelarut, goyang (putar-putar)
dengan kuat untuk menjamin rehidrasi lengkap dan sebelum digunakan harus
dicampur dengan baik hingga homogen.
b. Hangatkan sejumlah volume reagen tromboplastin pada 37°C
c. Beri label tabung tes (sampel dan kontrol), dan masukan 0.1 ml sampel atau kontrol
kedalam tabung yang sesuai.
d. Inkubasi masing-masing tabung (sampel dan kontrol) pada 37°C  selama 3 –10 menit.

10
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
e. Tambahkan 0.2 larutan reagen tromboplastin hangat ke dalam tabung yang berisi
plasma diatas dan secara bersamaan jalankan stopwatch.
f. Tabung digoyang dan perhatikan terbentuknya bekuan, saat terbentuknya bekuan
stopwatch dihentikan dan catat waktu (dalam detik).

2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan

Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan PT adalah sampel darah membeku,
membiarkan sampel darah sitrat disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam, diet tinggi
lemak (pemendekan PT) dan penggunaan alkohol (pemanjangan PT). PT memanjang karena
defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya <30%. Pemanjangan PT
dijumpai pada penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati, ikterus),
afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), gangguan koagulasi intravaskuler
(DIC), fibrinolisis (kondisi hancurnya fibrin), hemorrhagic disease of the newborn (HDN)
yaitu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan akibat kekurangan
vitamin K, gangguan reabsorbsi usus.
Pada penyakit hati PT memanjang karena sel hati tidak dapat mensintesis protrombin.
Pemanjangan PT dapat disebabkan pengaruh obat-obatan :
a. vitamin K antagonis, antibiotik (penisilin, streptomisin, karbenisilin, kloramfenikol,
kanamisin, neomisin, tetrasiklin),
b. antikoagulan oral (warfarin, dikumarol), klorpromazin, klordiazepoksid,
difenilhidantoin, heparin, metilkopa), mitramisin, reserpin, fenilbutazon , quinidin,
salisilat/ aspirin, sulfonamide.
c. PT memendek pada tromboflebitis (inflamasi atau pembekakan pada vena), infark
miokardial, embolisme pulmonal. Pengaruh Obat : barbiturate, digitalis, diuretik,
difenhidramin, kontrasepsi oral, rifampisin dan metaproterenol.
2.2.8 Kadar Normal Pemeriksaan PT
Tes ini normal jika hasilnya : 10-15 detik (dapat bervariasi secara bermakna antar
laboratorium).
PT penderita 12,5 detik ; PT kontrol 12,0 detik.
PT penderita 16,0 detik ; PT kontrol 12,5 detik.
Dikatakan abnormal apabila beda dengan kontrol lebih dari 2 detik.

11
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Tes PT ini abnormal / memanjang pada :
a. Obstructive jaundice (menguningnya warna kulit akibat akumulasi pigmen dalam
darah).
b. Penyakit-penyakit hepar yang lanjut
c. Penyakit-penyakit perdarahan pada awal kelahiran
d. Penyakit-penyakit congenital (kelaianan bawaan) seperti :  Defisiensi faktor VII,
Defisiensi faktor V, Defisiensi faktor II.
e. Syndrome nephrotic.
f. Penderita-penderita yang mendapatkan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan

2.3 APTT (Activated Partial Thromboplastine Time)


2.3.1 Tujuan Pemeriksaan APTT
Test ini untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating antikoagulan. APTT
memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika kadarnya < 7 detik
dari nilai normal.
2.3.2 Cara Pemeriksaan APTT
Penetapan Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan
alat otomatis (koagulometer), yang menggunakan metode fotooptik dan elektro-mekanik.
Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi.
Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi
dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa
sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.

12
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Gambar 2. Alat Koagulometer

2.3.3 Prinsip Pengukuran APTT


Prinsip dari uji APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua
faktor koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial
(fosfolipid) dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, asam elagik, mikronized silica atau celite
koloidal). Setelah ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin. Waktu koagulasi dicatat
sebagai APTT.
2.3.4 Bahan Pengukuran APTT
Pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat
3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi
silikon. Sampel dikocok selama 15 menit dengan kecepatan 2.500x. Plasma dipisahkan dalam
o
tabung plastik tahan 4 jam pada suhu 20 C. Jika dalam terapi heparin, plasma masih stabil
o
dalam 2 jam pada suhu 20 C kalau sampling dengan antikoagulan sitrat dan 4 jam pada suhu
o
20 C kalau sampling dengan tabung CTAD.
2.3.5 Kadar Normal Pemeriksaan APTT
Nilai normal : 21 – 45 detik ( dapat bervariasi antar laboratorium).
Rentang terapeutik selama terapi heparin biasanya 1,5 – 2,5 kali nilai normal (bervariasi
antar laboratorium).
2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
a. Pembekuan sampel darah
b. Sampel darah hemolisis atau berbusa

Pengambilan sampel darah pada jalur intravena (misal pada infus heparin).

2.4 INR (International Normallized Ratio)


2.4.1 Definisi

13
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
International Normalized Ratio (INR) adalah rasio normal berstandar internasional yang
direkomendasikan oleh WHO yang sering digunakan untuk pengukuran masa protrombin dan
sebagai pedoman terapi antikoagulan.
INR waktu normal : 0,8 – 1,2 detik

Deskripsi:
Menstandarkan nilai PT antar laboratorium. Digunakan untuk memantau penggunaan
warfarin
Implikasi klinik: sama dengan PT.
2.4.2 Tujuan Pemeriksaan INR
Pemeriksaan INR berkaitan erat dengan nilai PT, pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengukuran masa protrombin dan sebagai pedoman terapi antikoagulan.
INR digunakan untuk monitoring terapi warfarin pada pasien jantung, stroke, katup
jantung buatan, terapi jangka pendek setelah operasi. INR hanya boleh digunakan setelah
respons pasien stabil terhadap warfarin, yaitu minimal satu minggu terapi. Standar INR tidak
boleh digunakan jika pasien baru memulai terapi warfarin untuk menghindari hasil yang salah
pada uji. Pasien dalam terapi antikoagulan diharapkan nilai INR nya 2 – 3 detik, bila terdapat
resiko tinggi terbentuk bekuan, diperlukan INR sekitar 2,5 – 3,5.
2.4.3 Cara Perhitungan nilai INR
INR didapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal
kemudian dipangkatkan dengan ISI di mana ISI adalah International Sensitivity Index. Jadi
INR adalah rasio PT yang mencerminkan hasil yang akan diperoleh bila tromboplastin baku
WHO yang digunakan, sedangkan ISI merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin
terhadap penurunan faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K. Sediaan baku yang
pertama mempunyai ISI = 1,0 (tromboplastin yang kurang peka mempunyai ISI > 1,0).

14
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Dengan demikian cara paling efektif untuk standardisasi pelaporan PT adalah kombinasi
sistem INR dengan pemakaian konsisten tromboplastin yang peka yang mempunyai nilai ISI
sama.

2.5 Laju Endapan Darah (LED)


2.5.1 Definisi
Laju endap darah (LED) adalah kecepatan sedimentasi eritrosit (dalam darah yang telah
diberi antikoagulan) kedasar tabung vertikal dalam waktu tertentu dan dinyatakan dalam
satuan mm/jam. Laju endap darah (LED) disebut juga : kecepatan endap darah (KED), laju
sedimentasi eritrosit (erithrocyte sedimentation)/ESR, blood bezenking snelbia (BBS), blood
sedimentation (BS), blood. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur
dengan memasukkan darah ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah
merah yang mengendap maka makin tinggi laju endap darahnya. Tinggi ringannya nilai pada
laju endap darah memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi
radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan lansia memiliki nilai laju
endap darah yang tinggi. Jadi orang normal juga bisa memiliki laju endap darah yang tinggi,
dan sebaliknya bila laju endap darah normal juga belum tentu tidak ada masalah. Jadi
pemeriksaan laju endap darah masih termasuk pemeriksaan penunjang, yang mendukung
pemeriksaan fisik dan anamnesis dari dokter. Namun biasanya dokter langsung akan
melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila nilai laju endap darah di atas normal. Sehingga
mereka tahu apa yang mengakibatkan nilai laju endap darahnya tinggi. Selain untuk
pemeriksaan rutin, laju endap darah bisa dipergunakan untuk mengecek perkembangan dari
suatu penyakit.
Laju endap darah berfungsi untuk mengukur kecepatan pengendapan darah merah di
dalam plasma (mm/jam). Laju endap darah dijumpai meningkat selama proses
inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit
kolagen, reumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Bila
dilakukan secara berulang, laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit
seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju endap darah yang cepat
menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan laju endap darah dibandingkan sebelumnya

15
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
menunjukkan proses yang meluas, sedangkan laju endap darah yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Kenaikan nilai laju endap darah ini selain karena peningkatan fibrinogen dalam darah,
karena adanya penyakit anemia, adanya suatu infeksi, peningkatan nilai laju endap darah juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor luar, antara lain adanya gaya gravitasi, adanya adhesi yang
terjadi di dalam darah, seringnya penggunaan obat-obatan radang jenis steroid, adanya
gerakan tarik-menarik dari eritrosit yang bermuatan negatif dan juga karena pada saat
perhitungan laju endap darah, terjadinya peningkatan suhu dan tabung dalam kondisi miring
tidak dalam posisi vertikal dan tegak lurus. Nilai normal LED ( Laju Endapan Darah) menurut
depkes untuk pria <15mm/1jam dan untuk wanita <20mm/1jam.
Menurut Bastiansyah (2014, h.48) laju endap darah bisa menurun akibat kelainan sel-sel
darah merah seperti polisitemia vera yaitu suatu penyakit dimana sel darah merah sangat
banyak sehingga darah menjadi sangat kental. Sehingga jika dilakukan pemeriksaan laju
endap darah maka kecepatan timbulnya pengendapan menjadi sangat lambat karena volume
sel darah merah hampir sama dengan darah keseluruhan.
Jumlah eritrosit yang tinggi, cenderung untuk menurunkan tingkat sedimentasi,
sementara jumlah sel darah yang rendah cenderung untuk mempercepat laju sedimentasi. Pada
anemia sel sabit, pembentukan rouleaux cenderung terhambat karena sedimentasi akan
berlangsung lambat, demikian pula pada anemia hipokromik, karena bentuk mikrosit akan
menghalangi pembentukan rouleaux. Tingkat laju endap darah pada wanita lebih besar
dibandingkan pada pria, dan berhubungan dengan perbedaan antara packed cell volume
(PCV). Selama masa kehamilan, laju endap darah akan meningkat setelah 3 bulan kehamilan
dan akan kembali normal dalam 3-4 minggu setelah melahirkan. Laju endap darah pada bayi
akan rendah dan meningkat kembali secara bertahap hingga pubertas.
2.5.2 Fase-Fase Pengendapan LED
1. Fase pengendapan lambat pertama (stage of aggregation) yaitu fase pembentukan
rouleaux, eritrosit baru saling menyatukan diri, waktu yang diperlukan untuk fase
pertama ini kurang dari 15 menit.
2. Fase pengendapan maksimal (stage of sedimentation) yaitu fase pengendapan
eritrosit dengan kecepatan konstan karena partikel-partikel eritrosit menjadi lebih

16
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
besar dengan permukaan yang kebih kecil sehinga lebih cepat mengendap lama
waktu yang diperlukan fase ini adalah 30 menit.
3. Fase pengendapan lambat kedua (stage of packing) yaitu fase pengendapan eritrosit
sehingga sel-sel eritrosit mengalami pemampatan pada dasar tabung, kecepatan
mengendapnya mulai berkurang sampai sangat pelan. Fase ini sampai berjalan
kurang lebih 15 menit (DepKes, 2004).
2.5.3 Kegunaan LED
LED memiliki 3 kegunaan utama (kumta S et al, 2011) :
1. Mendeteksi suatu proses peradangan.
2. Memantau perjalanan atau aktivitas penyakit.
3. Sebagai pemeriksaan penapisan untuk peradangan atau neoplasma yang
tersembunyi.
2.5.4 Faktor Yang Mempengaruhi LED
Laju endap darah dipengaruhhi oleh :
a. Kemampuan Eritrosit membentuk reuleaux.
Reuleaux adalah gumpalan sel – sel darah merah yang disatukan bukan oleh
antibodi atau ikatan kovalen, tetapi semata-mata oleh gaya tarik permukaan. Pada
anisositosis (ukuran eritrosit bervariasi), pembentukan rouleaux terhambat
sehingga LED menurun.
Faktor terpenting yang menentukan kecepatan endapan eritrosit adalah
ukuran atau masa dari partikel endapan. Pada beberapa penyakit dengan gangguan
fibrinogen plasma dan globulin, dapat menyebabkan perubahan permukaan
eritrosit dan peningkatan LED, LED berbanding terbalik dengan vikositas plasma.
b. Komposisi Plasma
Beberapa protein plasma mempunyai muatan positif dan mengakibatkan
muatan permukaan eritrosit menjadi netral, hal ini menyebabkan gaya menolak
eritrosit menurun dan mempercepat terjadinya agregasi atau endapan eritrosit.
Beberapa protein fase akut memberikan kontribusi terjadinya agregasi.
c. Teknik
Faktor terpenting pemeriksaan LED adalah tabung harus betul betul tegak
lurus, perubahan dan menyebabkan kesalahan sebesar 30%. Selain itu selama

17
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
pemeriksaan rak tabung tidak boleh bergetar atau bergerak. Panjang diameter
bagian dalam tabung LED juga mempengaruhi hasil pemeriksaan.(Herdiman T.
Pohan,2004).
Letak posisi pipet;pipet yang diletakkan miring meningkatkan kecepatan
pengendapan eritrosit (LED meningkat). Temperatur semakin tinggi suhu, semakin
tinggi kecepatan pengendapan eritrosit (LED meningkat). Kelebihan antikoagulan dapat
menyebabkan penurunan LED (Gandasoebrata., 2007).
Sedangkan menurut Santi (2012) dalam pemeriksaan laju endap darah terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain:
1. Jumlah eritrosit
Bila terdapat sangat banyak eritrosit maka laju endap darah akan terjadi
penurunan dan bila sangat sedikit eritrosit maka laju endap darah akan mengalami
peningkatan.
2. Viskositas darah
Viskositas darah tinggi karena tekanan keatas mungkin dapat menetralkan
tarikan kebawah sehingga laju endap darah akan mengalami penurunan
makromolekul dengan konsentrasi tinggi dalam plasma mengurangi sifat saling
tolak menolak antara sel-sel eritrosit sehingga mengakibatkan eritrosit lebih
mudah melekat satu dengan yang lainnya dan memudahkan terbentuknya
rouleaux.
3. Bentuk eritrosit
Eritrosit dengan bentuk abnormal mempunyai permukaan yang relatife besar
dibandingkan berat sel sehingga laju endap darah menurun.
2.5.5 Korelasi Klinik
Laju pengendapan cenderung konstan pada orang sehat. Pada bayi baru lahir laju
pengendapan jarang melebihi 2mm per jam, ini dimungkinkan karena hematokrit yang tinggi.
Anak-anak biasanya mempunyai laju pengendapan yang lebih rendah dari pada orang dewasa.
Selain itu, ada perbedaan yang signifikan namun tidak bisa dijelaskan yaitu nilai laju
pengendapan antara wanita dan laki-laki. Wanita mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dari
pada laki-laki. Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap darah yang sering dipakai
adalah cara Wintrobe dan cara Westergern. Pada kehamialn, laju pengendapan mulai

18
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
meningkat pada umur kehamilan 3 bulan dan tetap meningkat sampai sekitar 3 minggu setelah
kelahiran, hal ini disebabkan karena kenaikan jumlah sel darah merah. Peningkatan juga
sering ditemukan sebelum dan saat menstruasi. Secara umum seseorang bisa memperkirakan
kenaikan laju endap darah ketika ada penyakit infeksi dan sejumlah nekrosis jaringan yang
cukup signifikan. Pada infeksi virus laju pengendapan biasanya normal, namun bisa
meningkat jika diikuti dengan infeksi bakteri.
2.5.6 Metode pemeriksaan LED
Metode Westergren
Pemeriksaan LED metode Westergren sampel yang digunakan adalah darah vena
yang dicampur dengan antikoagulan larutan Natrium Sitrat 0,0109 M dengan
perbandingan 4:1, atau dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan dengan larutan
Sodium Sitrat 0,0109 M atau NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1.
Prinsip : darah dengan antikoagulan dengan perbandingan tertentu dan
dimasukkan dalam tabung khusus (westergreen) yang diletakkan tegak lurus dan
dibiarkan selama 1 jam, maka eritrosit akan mengendap. Tinggi endapan eritrosit
mencerminkan kecepatan endap darah dan dinyatakan dalam mm/jam. Nilai normal :
wanita 0 -15 mm/jam dan pria 0 – 10 mm/jam. (Riswswanto, 2013. Gandasoebrata,
2007).

19
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
PUSTAKA

1. Depkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta.


2. Azhar, M. 2009. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta: Bastiansyah.
3. Nurikhwan, PW. Dkk. 2014. Gambaran efektivitas antara cilostazol dan aspirin sebagai
ajuvan kaki diabetik wagner derajat II dan III. Berkala Kedokteran, Vol. 10, No.2; 85-94.
4. Sari, Sisca Hermawati Puspita,. 2012. Efek Pemberian Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle
L.) Pada Laju Endap Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika. Jakata.
5. Bastiansyah Eko,. 2014. Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan. Penebar Plus;
Jakarta. Dilihat 11 januari 2016.https://books.google.co.id/books?
id&pg=PA48&dq=laju+endap+darah+adalah&h
6. Kiswari, Rukman,. 2014. Hematologi & Transfusi. Penerbit Erlangga. Jakarta
7. DepKes RI. 2004 .Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar. Jakarta.
8. Herdiman T. Pohan. 2004. Manfaat klinis pemeriksaan LED. Jakarta: 62 Pusat Informasi
dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
9. Riswanto. 2013. Seri Buku Saku Laboratorium: Pemeriksaan Laboratorium Hematologi.
Yogyakarta: Alfamedia Kanal Medika
10. R Gandasoebrata.2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat

20
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Anda mungkin juga menyukai