Anda di halaman 1dari 216

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
JL.Cempaka Putih Tengah VI
Jakarta Pusat 10510
PERIODE 2 MEI– 20 JUNI 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Study Profesi Apoteker

Disusun oleh :

SRI NORMAYUNITA 1643700073


ILMA SAFITRI 1643700118
MARNI 1643700121
HELPIA 1643700128
WAHYANI 1643700174
NENGSI 1643700178

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2016 - 2017

i
ii
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta maupun di Universitas lain.
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apa bila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka tim
penyusunan bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
serta sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan norma
akademik berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, Agustus 2017


Yang membuat pernyataan

NENGSI, S.Farm

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
pertolongan dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan LaporanPraktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
PKPA ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di
Universitas 17 Agustus 1945, agar setiap calon Apoteker mendapatkan
pengetahuan dan gambaran yang jelas mengenai Rumah Sakit yang merupakan
salah satu tempat pengabdian profesi Apoteker.
Ucapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada Ibu Siti
AisyahS.Si.,Aptsebagai pembimbing di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih dan Ibu Okpri Meila, S.Farm., Apt sebagai pembimbing di Universitas 17
Agustus 1945 yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
dukungan moril serta saran selama pelaksanaan PKPA di Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih Periode 2 Mei – 20 Juni 2017
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada :
1. Dr. Prastowo Sidi Pramuno, Sp.A selaku Direktur Utama Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih.
2. Ibu Siti Aisyah, S.Si., Apt selaku Manajer Farmasi Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih.
3. Bapak Dr. Hasan Rachmat, M.DEA., Apt selaku Dekan Farmasi Universitas
17 Agustus 1945.
4. Ibu Diana Laila Ramatillah, M.Farm., Apt selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945.
5. Ibu Nopiana Pulungan, S.Farm., Apt yang telah membimbing kegiatan
Pemantauan Terapi Obat di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
6. Bapak Ferry Satria Wirawan, S.Farm., Apt yang telah memberi pengarahan
kegiatan PKPA di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
7. Seluruh pegawai Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih yang telah
membantu PKPA selama di rumah sakit.

iv
8. Seluruh pegawai Farmasi Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Depo-Depo Farmasi
di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih yang telah membantu kami
selama PKPA.
9. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus
1945.
10. Kedua Orang Tua tercinta, kakak, adik, serta keluarga atas doa, kesabaran,
bimbingan, dukungan moral, materi, serta kasih sayang.
11. Teman-teman Mahasiswa/i Apoteker angkatan XXXVII teman – teman
seperjuangan PKPA atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan.
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penyusun dalam penulisan
LaporanPraktek Kerja Profesi Apoteker di Departemen Farmasi Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat membantu, memberikan
informasi serta menambah pengetahuan bagi para pembaca sehingga penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun isi yang kelak dapat menjadi lebih baik.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi
penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
ilmu pengetahuan khususnya dunia kefarmasian.

Jakarta, Juni 2017

Penyusun

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................. 4
C. Manfaat............................................................................................... 4
D. Pelaksanaan PKPA............................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5


A. Landasan Hukum................................................................................ 5
B. Rumah Sakit....................................................................................... 6
1. Definisi Rumah Sakit................................................................... 6
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit.................................................... 6
C. Klasifikasi Rumah Sakit..................................................................... 7
1. Berdasarkan Kepemilikan............................................................ 7
2.3.2 Berdasarkan Lama Perawatan................................................. 8
2.3.3 Berdasarkan Jenis Pelayanan.................................................. 8
2.3.4 Berdasarkan Status Akreditasi................................................ 9
2.3.5 Rumah Sakit Umum Didasarkan Pada Unsur
Pelayanan, Ketenagaan, Fisik dan Peralatan.......................... 9
2.3.6 Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan
Rumah Sakit Khusus............................................................... 10
2.4Sumber Daya Manusia (SDM)........................................................... 10
2.4.1 Kualifikasi SDM..................................................................... 11
2.4.2 Persyaratan SDM Pelayanan Kefarmasian.............................. 11

vi
2.4.3 Beban kerja dan Kebutuhan.................................................... 11
2.5Tim Farmasi dan Terapi (TFT).......................................................... 13
2.6 Formularium Rumah Sakit................................................................ 14
2.7Pengelolaan Perbekalan Farmasi........................................................ 16
2.7.1 Pemilihan................................................................................. 18
2.7.2 Perencanaan Kebutuhan.......................................................... 20
2.7.3 Pengadaan............................................................................... 21
2.7.4 Penerimaan.............................................................................. 23
2.7.5 Penyimpanan........................................................................... 23
2.7.6 Pendistribusian........................................................................ 25
2.7.7 Pemusnahan dan Penarikan..................................................... 26
2.7.8 Pengendalian........................................................................... 27
2.7.9 Administrasi............................................................................ 28
2.8Managemen Resiko................................................................................. 29
2.9Central Sterile Supply Department (CSSD)........................................... 31
2.10Farmasi Klinis....................................................................................... 31
2.10.1 Pelayanan Farmasi Klinis........................................................ 31
2.10.2 Pengkajian dan Pelayanan Resep............................................ 32
2.10.3 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat.................................. 32
2.10.4 Rekonsiliasi Obat..................................................................... 34
2.10.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO)............................................. 35
2.10.6 Konseling................................................................................. 36
2.10.7 Visite........................................................................................ 38
2.10.8 Pemantauan Terapi Obat (PTO).............................................. 39
2.10.9 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)................................ 39
2.10.10 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)......................................... 40
2.10.11 Dispensing Sediaan Steril...................................................... 41
2.10.12 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)................... 43
2.11Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik...................................... 43

vii
BAB III TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT.......................................... 45
3.1 Sejarah Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih ............. 45
3.2 Falsafah, Visi, Misi, Motto, dan Tujuan........................................... 48
3.2.1 Visi.......................................................................................... 48
3.2.2 Misi......................................................................................... 48
3.2.3 Motto....................................................................................... 48
3.2.4 Tujuan..................................................................................... 48
3.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih......... 49
3.3.1 Tugas Rumah Sakit................................................................. 49
3.3.2 Fungsi Rumah Sakit................................................................ 49
3.4 Susunan Organisasi........................................................................... 50
3.5 Pelayanan Klinis................................................................................ 51
3.6 Penunjang.......................................................................................... 53
3.7 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)...................................... 55

BAB IV TINJAUAN KHUSUS INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 56


4.1 Profil Singkat..................................................................................... 56
4.2 Tujuan Bagian Farmasi RSIJ Cempaka Putih................................... 56
4.3 Pelayanan Farmasi di RSIJ Cempaka Putih...................................... 57
4.3.1 Pelayanan Farmasi Rawat Jalan.............................................. 58
4.3.2 Pelayanan Farmasi Rawat Inap............................................... 61
4.3.3 Pelayanan Farmasi Raudah..................................................... 63
4.3.4 Pelayanan Unit dan Produksi.................................................. 63
4.3.5 Depo OK................................................................................. 64
4.3.6 Depo Mina............................................................................... 65
4.3.7 Depo IGD................................................................................ 65
4.3.8 Depo Kemoterapi.................................................................... 66
4.4 Penunjang Perbekalan kesehatan...................................................... 66
4.4.1 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan...................................... 67
4.4.2 Penerimaan dan Penyimpanan................................................ 68
4.4.3 Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan....................... 68

viii
4.4.4 Evaluasi dan Monitoring......................................................... 68
4.4.5 Pemusnahan ............................................................................ 69
4.4.6 Pelaporan................................................................................. 69
4.5 Central Sterile Supply Department (CSSD)........................................ 69
4.6 Rekam Medik..................................................................................... 74
4.7 Bagian Pemeliharaan dan Kesehatan lingkungan (Kesling)............... 76

BAB VPEMBAHASAN.................................................................................. 79
BAB VI PENUTUP......................................................................................... 88
6.1 Kesimpulan........................................................................................ 88
6.2 Saran.................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 91
LAMPIRAN.................................................................................................... 93

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. . . 93


Lampiran 2. Struktur Pelayanan Farmasi............................................................ 94
Lampiran 3. Salinan Resep................................................................................. 95
Lampiran 4. Kartu Stock Peracikan..................................................................... 96
Lampiran 5. Plastik Klip dan Bungkus Puyer..................................................... 98
Lampiran 6. Etiket............................................................................................... 99
Lampiran 7. Label............................................................................................... 100
Lampiran 8. Faktur Penjualan............................................................................. 101
Lampiran 9. Formulir Telaah Resep................................................................... 102
Lampiran 10. Laporan Kejadian/ Incident.......................................................... 103
Lampiran 11. Formulir Medication Error........................................................... 104
Lampiran 12. Rekapitulasi Laporan Narkotika................................................... 105
Lampiran 13. Rekapitulasi Laporan Morphin & Pethidin.................................. 106
Lampiran 14. Rekapitulasi Laporan Psikotropika............................................... 107
Lampiran 15. Skema Alur Pelayanan Steril........................................................ 109
Lampiran 16. Formulir Check List Obat dan Alkes Troly Emergency............... 110
Lampiran 17. Catatan Pemakaian Obat Narkotika.............................................. 111
Lampiran 18. Catatan Pemakaian Obat Psikotropika......................................... 112
Lampiran 19. Slip Transaksi............................................................................... 113
Lampiran 20. Surat Pemesanan Psikotropika...................................................... 114
Lampiran 21. Surat Pemesanan Narkotika.......................................................... 115
Lampiran 22. Surat Pemesanan Prekursor.......................................................... 116
Lampiran 23. Formulir Pengeluaran Barang....................................................... 117
Lampiran 24. Surat Pemesanan Pembelian......................................................... 118
Lampiran 25. Formulir Pengobatan Pasien......................................................... 119
Lampiran 26. Form Laporan Obat dan Alkes..................................................... 120
Lampiran 27. Diagram Alur Pengolahan Limbah Padat..................................... 121
Lampiran 28. Diagram Alur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).............. 122

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan


dalam kehidupannya. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya
juga berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggara upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat. Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk
mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan
informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat.
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh keteserdiaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014, Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darutat. Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan kesehatan

1
Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi
klinik.Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug
oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical
Care (pelayanan kefarmasian).
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi. Dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di Rumah Sakit. Kegiatan yang dilakukan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan
kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan. Pengelolaan
perbekalan farmasi meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan,
memproduksi, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian. Pada
pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan sangat
diperlukan peran profesionalisme Apoteker, sebagai salah satu pelaksana
pelayanan kesehatan. Apoteker bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat yang rasional, efektif aman, dan bekerja sama dengan
tenaga keehatan lainnya.
Pada saat ini kenyataannya sebagian besar rumah sakit di Indonesia
belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan
mengingat beberapa kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi,
terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah
sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak-
pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit.

2
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP)sebagai Rumah
Sakit pendidikan tipe B. RSIJCP berkewajiban menyelenggarakan kegiatan
jasa pelayanan, pendidikan, dan pelatihan serta usaha dibidang kesehatan
lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang berorientasi pada pasien. Salah satu bentuk pelayanan penunjang medis
adalah pelayanan farmasi yang diselenggarakan oleh instalasi farmasi rumah
sakit.

Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan,


dan kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya di rumah
sakit, maka Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 bekerja sama
dengan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan pada tanggal 2 Mei sampai dengan 20 Juni 2017, sehingga
diharapkan calon Apoteker memiliki bekal tentang Instalasi Farmasi Rumah
Sakit yang dapat mengabdikan diri sebagai Apoteker yang professional.

3
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


diRumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) adalah :
1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi,
dan tanggungjawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit.
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasiaan di Rumah Sakit.
3. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di Rumah Sakit.
4. Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang professional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
Rumah Sakit

C. Manfaat
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.
2. Mendapatkan pengalaman praktis dalam melaksanakan pengelolaan
perbekalan farmasi dengan sistem satu pintu di rumah sakit.
3. Melihat pelaksanaan kegiatan ini antara teori di fakultas dan kenyataan
dilapangan.
4. Meningkatkan kemampuan apoteker dalam berinteraksi dan
berkolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya dalam melakukan
pelayanan kefarmasian.

D. Pelaksanaan PKPA
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) dimulai pada tanggal 2 Mei– 20 Juni
2017.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Hukum
Landasan Hukum yang terkait dengan pelayanan kefarmasian di
rumah sakit yakni :
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehtan Republik Indonesia Nomor
856/MENKES/SK/IX/2009 Tentang Standar Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/IX 2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di
Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pelayanan Rawat Jalan Eksekutif Di Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014
Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
147/MENKES/PER/I/2010 Tentang Perizinan Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.

5
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2015 Tentang
Rumah Sakit Pendidikan.
13. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.
B. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi diantaranya:
a. Tugas
1) Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (UU
RS No. 44 2009)
2) Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan
(KEPMENKES RI: 983/MenKes/SK/XI/1992: Organisasi RSU
Indonesia).
b. Fungsi
Untuk menjalankan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi :

6
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.Pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
2) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.

C. Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi rumah
sakit berdasarkan jenis pelayanan, sumber daya manusia, jenis peralatan,
bangunan dan prasarana. Rumah sakit memiliki klasifikasi yang terdiri dari
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum adalah
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit sedangkan Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin illmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.
1. Berdasarkan Kepemilikan
a) Rumah Sakit Pemerintah
Rumah sakit pemerintah yaitu rumah sakit yang dimiliki dan
diselenggarakan oleh pemerintah meliputi Departemen Kesehatan,
Pemerintah Daerah, Angkatan Bersenjata dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
b) Rumah Sakit Swasta
Rumah sakit swasta yaitu rumah sakit yang dimiliki dan
diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disahkan oleh badan
hukum. Rumah sakit swasta dikelola oleh yayasan atau badan yang
bukan milik pemerintah, organisasi atau yayasan keagamaan,

7
kekeluargaan atau badan-badan sosial lainnya dan dapat pula menjalin
kerjasama dengan institusi pendidikan.

2. Berdasarkan Lama Perawatan


a) Rumah Sakit Perawatan Jangka Pendek
Rumah Sakit Perawatan Jangka Pendek yaitu rumah sakit yang
merawat pasien selama rata-rata kurang dari 30 hari. Rumah sakit
pada umumnya termasuk Rumah Sakit Perawatan Jangka Pendek,
karena pasien yang dirawat adalah pasien kesakitan akut dan darurat.
b) Rumah Sakit Perawatan Jangka Panjang
Rumah sakit perawatan jangka panjang yaitu rumah sakit yang
merawat dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Pasien demikian
mempunyai kesakitan jangka panjang seperti kondisi psikiatri.

3. Berdasarkan Jenis Pelayanan


Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan :
a) Jenis pelayanan
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam :
1) Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan untuk berbagai jenis penyakit, memberi pelayanan
diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit
dalam, bedah pediatrik, psikiatrik, ibu hamil dan sebagainya.
2) Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan
diagnosis dan pengobatan untuk pasien dengan kondisi medik
tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti rumah sakit kanker,
bersalin, psikiatri, pediatrik, mata, lepra, tuberkolosis, jantung dan
ketergantungan obat.
b) Pengelolaan

8
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 berdasarkan pengelolaannya rumah
sakit dapat dibagi menjadi :

1) Rumah Sakit Publik


Rumah sakit yang dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba
2) Rumah Sakit Private
Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

4. Berdasarkan Status Akreditasi


Rumah sakit yang telah terakreditasi yaitu rumah sakit yang telah diakui
secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan
bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi persyaratan untuk melakukan
kegiatan tertentu.
5. Rumah Sakit Umum Didasarkan pada Unsur Pelayanan,
Ketenagaan,Fisik dan Peralatan
a) Rumah Sakit Umum Kelas A
Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi dan
perizinan rumah sakit, rumah sakit umum tipe A harus mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12
Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub
Spesialis.
b) Rumah Sakit Umum Kelas B
Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi dan
perizinan rumah sakit, rumah sakit umum tipe B harus mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik
Subspesialis Dasar.
c) Rumah Sakit Umum Kelas C

9
Pelayanan pada rumah sakit umum tipe C menurut Permenkes No. 56
Tahun 2014, rumah sakit umum tipe C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik
Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
d) Rumah Sakit Umum Kelas D
Pelayanan pada rumah sakit umum kelas D menurut Permenkes No.
56 Tahun 2014, rumah sakit umum tipe D harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik
Spesialis Dasar.
6. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit
Khusus
a) Rumah Sakit Khusus Kelas A
b) Rumah Sakit Khusus Kelas B
c) Rumah Sakit Khusus Kelas C

D. Sumber Daya Manusia (SDM)


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar
tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan
jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit
dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang
ditetapkan oleh Menteri.Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf
Instalasi Farmasi harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali
paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
1. Kualifikasi SDM
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
a. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

10
1) Operator Komputer/ Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana Untuk menghasilkan mutu pelayanan
yang baik dan aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga
harus mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan
jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.

2. Persyaratan SDM Pelayanan Kefarmasian


Persyaratan SDM Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan
administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus
dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker penanggung
jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi
Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun.
3. Beban Kerja dan Kebutuhan
a. Beban Kerja dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1) Kapasitas tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR);
2) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi);
3) Jumlah resep atau formulir permintaan obat (floor stock) per hari.
4) Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
b. Penghitungan Beban Kerja

11
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian
resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi
dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1
Apoteker untuk 30 pasien. Penghitungan kebutuhan Apoteker
berdasarkan beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan
yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi
klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan
Penggunaan Obat (PPO) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Selain kebutuhan
Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan rawat jalan,
maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan
farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi
steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi obat dan lain-lain
tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Selain kebutuhan Apoteker untuk
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga
masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan
Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:
1) Unit Gawat Darurat (UGD);
2) Intensive Care Unit (ICU) / Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) /
Neonatus Intensive Care Unit (NICU) / Pediatric Intensive Care
Unit (PICU);
3) Pelayanan Informasi Obat
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat
intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis
mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit
rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

12
c. Pengembangan staf dan program pendidikan setiap staf di Rumah Sakit
harus diberi kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya.
Peran Kepala Instalasi Farmasi dalam pengembangan staf dan
program pendidikan meliputi:
1. Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.
2. Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
(tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi yang
diperlukan
3. Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan
kompetensinya.

E. Tim Farmasi dan Terapi (TFT)


Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi
kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua
spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta
tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di
dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.
Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila
diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila
diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus
mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk
Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT dapat
mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat
memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT. TFT
mempunyai tugas diantaranya yaitu :

13
1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit;
2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit;
3. Mengembangkan standar terapi;
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional;
6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki;
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit.

F. Formularium Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes No. 58 Tahun 2014, Formularium merupakan


suatu dokumen secara terus menerus direvisi menurut sediaan obat dan
informasi penting lainnya yang mereflesikan keputusan klinik mutakhir dari
staf medik rumah sakit. Formularium memuat ringkasan informasi obat
yang mudah dipahami oleh professional kesehatan di rumah sakit.
Formularium rumah sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.

Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf


medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit, formularium rumah sakit harus tersedia untuk
semua penulis resep, pemberi obat dan penyedia obat di rumah sakit.
Evaluasi terhadap formularium rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan
revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.

Manfaat dibuatnya suatu formularium adalah :


1. Meningkatkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. Merupakan bahan edukasi bagi profesional kesehatan tentang terapi
obat yang rasional
3. Memberikan rasio manfaat-biaya yang tertinggi.

14
4. Memuat sejumlah pilihan terapi obat yang jenisnya dibatasi sehingga
profesional kesehatan dapat mengetahui dan mengingat obat yang
digunakan secara rutin.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit :
1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
Funsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik.
2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar.
4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan
umpan balik.
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah
Sakit.
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf
dan melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit :
1. Mengutamakan penggunaan obat generik
2. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk) yang paling
menguntungkan penderita.
3. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung

15
8. Obat lain yang terbukti efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicinese) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kebutuhan terhadap formularium Rumah


Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan
penambahan atau pengurangan obat dalam Formularium Rumah Sakit
dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektifitas, resiko dan
biaya.

G. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di Rumah Sakit yang menjamin
seluruh rangkaian kegiatan perbekalan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.
Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan,
Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus
dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang
dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis
pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat
pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

16
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi
sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai: penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
3. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
4. Pemantauan terapi Obat;
5. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
6. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
7. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat
untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai
(high alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

17
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%,
dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat Sitostatika.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai meliputi:

1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai ini berdasarkan:
b. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
c. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang telah ditetapkan
d. Pola penyakit
e. Efektivitas dan keamanan
f. Pengobatan berbasis bukti
g. Mutu
h. Harga
i. Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang
ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus
tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di
Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara
rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat

18
agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik;
b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi;
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi
(TFT), jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan
umpan balik;
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah
Sakit;
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi dan
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf
dan melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
1) Mengutamakan penggunaan obat generik;
2) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
3) Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
4) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
5) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
6) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
7) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung dan
8) Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
dengan harga yang terjangkau.

19
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium
Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait
dengan penambahan atau pengurangan obat dalam formularium Rumah
Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas,
risiko, dan biaya.

2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus
mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan dan
f. Rencana pengembangan.

3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode

20
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain
di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS);
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus mempunyai Nomor Izin Edardan
d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan
mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat
dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan
ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat;
2) Persyaratan pemasok;
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

21
b. Produksi
Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi
sediaan tertentu apabila:
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking; 5)
Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
5. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat
baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di
Rumah Sakit tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan,dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan harus disertai dokumen administrasi yang
lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan,
maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.

4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

22
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas
dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama
kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali
untuk kebutuhan klinis yang penting;
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan
disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati;
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi;
e. Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya

23
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis
yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan
prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip (LASA: Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi
penyimpanan Obat emergency untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan
pencurian. Pengelolaan Obat emergency harus menjamin:
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergency yang telah
ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. Bila dipakai untuk keperluan emergency harus segera diganti;
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa;
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian

24
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit
pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan
cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan
dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab
ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan
di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan
rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit
dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien.
Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem Kombinasi

25
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan
kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan
untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan
pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan
dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem
distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan:
b. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada dan
c. Metode sentralisasi atau desentralisasi.

7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,


danBahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
1) Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
2) Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
3) Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait;
4) Menyiapkan tempat pemusnahan; dan

26
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau
pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap
kegiatan penarikan.

8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
1. Menggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
2. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
3. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan
serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock);

c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

27
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan
untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan
administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,
pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau
pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
Adapun pencatatan dilakukan untuk:
1) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) Dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) Dasar audit Rumah Sakit dan
4) Dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) Komunikasi antara level manajemen;
2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan
di Instalasi Farmasi dan
3) Laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi
keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa
biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan

28
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,
triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak
terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

H. Manajemen Resiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang
dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko
kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Risiko Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai antara lain:
a. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu;
b. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai tidak melalui jalur resmi;
c. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang belum/tidak teregistrasi;
d. Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;

29
e. Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk
sediaan) dan kuantitas;
f. Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
g. Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan
dan kesalahan dalam pemberian;
h. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusuri;
i. Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan
j. Kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi
kuantitatif, dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan
memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi. Pendekatan kuantitatif
memberikan paparan secara statistik berdasarkan data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko Membandingkan risiko yang telah dianalisis
dengan kebijakan pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan perundang-
undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur)
serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi
dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah
disepakati.
5. Mengatasi Risiko dilakukan dengan cara:
a. Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit;
b. Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
c. Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d. Menganalisa risiko yang mungkin masih ada dan
e. Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari
risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.

30
I. Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central Sterile Supply Department (CSSD) adalah bagian dari rumah sakit
yang bertanggung jawab secara langsung pada penyediaan alat di ruang
operasi dan pada proses penyiapan alat-alat kesehatan pada semua bagian
rumah sakit yang menerima/memerlukan alat bersih dan steril.
Berdasarkan buku Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile
Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2009 kegiatan di CSSD meliputi: menyiapkan alat-alat
bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit juga
menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan, serta
mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk
kepentingan perawatan pasien.

J. Farmasi Klinis
1. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcame
terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat,
untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan Resep;
b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling;
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Dispensing sediaan steril; dan

31
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

2. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. Tanggal Resep; dan
d. Ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan Jumlah Obat;
c. Stabilitas dan
d. Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. Kontraindikasi dan
e. Interaksi Obat.

3. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat
penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data
rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Tahapan penelusuran
riwayat penggunaan Obat:

32
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan
informasi penggunaan obat;
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan;
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat;
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat;
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan;
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan;
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat;
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat;
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids);
k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter; dan
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a. Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya;
dan
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan

33
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang
tersisa).

4. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan
obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien;
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter; dan
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:
a. Pengumpulan data, mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute,
obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi
pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data
alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang
terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan obat
didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang
ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat
yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

34
b. Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah
jika ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan
pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja
(intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep maupun tidak
disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan
pada saat menuliskan resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi
kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker
adalah:
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja;
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti;
dan
3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga
pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,
tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada
dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan
pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk:

35
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah
Sakit;
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan;
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap;
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya dan
f. Melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
a. Sumber daya manusia;
b. Tempat dan
c. Perlengkapan.

6. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.

36
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety). Secara khusus
konseling Obat ditujukan untuk:
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
Obat dengan penyakitnya;
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi;
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu
pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan
obat melalui Three Prime Questions;
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat;
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan obat;
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien dan
f. Dokumentasi.

37
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
1. Kriteria Pasien:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui);
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dan lain-lain);
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off);
d. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, phenytoin);
e. Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi) dan
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
2. Sarana dan Peralatan:
a. Ruangan atau tempat konseling; dan
b. Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

7. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah
Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah
Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi
pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.

38
8. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang
mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan
rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi
dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons
terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat dan
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
a. Pengumpulan data pasien;
b. Identifikasi masalah terkait Obat;
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. Pemantauan dan
e. Tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti
terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine);
b. Kerahasiaan informasi dan
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)

9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO
bertujuan:
a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;

39
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan;
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO;
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
dan
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
(ESO);
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko
tinggi mengalami ESO;
c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim
Farmasi dan Terapi;
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat dan
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

10. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara
kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat;
b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu;
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat dan
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Kegiatan praktek EPO:
a. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif dan
b. Mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.

40
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Indikator peresepan;
b. Indikator pelayanan dan
c. Indikator fasilitas.

11. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan
steril bertujuan:
a. Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan;
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya dan
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
1. Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat
maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan:
a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;
b. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut
yang sesuai dan
c. Mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Ruangan khusus;
b. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinetdan
c. HEPA Filter.
2. Penyiapan Nutrisi Parenteral Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi
parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai

41
kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar
dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:
a. Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan dan
b. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi;
b. Sarana dan peralatan;
c. Ruangan khusus;
d. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinetdan
e. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
3. Penanganan Sediaan Sitostatik Penanganan sediaan sitostatik
merupakan penanganan Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun
sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan
menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada saat
pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien
sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam
mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan
dengan alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
a. Melakukan perhitungan dosis secara akurat;
b. Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;
c. Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol
pengobatan;
d. Mengemas dalam kemasan tertentu dan
e. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
Faktor yang perlu diperhatikan:

42
1. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai;
Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet;
2. HEPA filter;
3. Alat Pelindung Diri (APD);
4. Sumber daya manusia yang terlatih dan
5. Cara pemberian Obat kanker.

12. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari
dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan
dari Apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan:
1. Mengetahui Kadar Obat dalam Darah dan
2. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi:
1. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
2. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan
3. Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
dan memberikan rekomendasi.

K. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan
farmasi klinik adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan
berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko
tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi,
status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati.

43
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu:
tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat
cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi:
toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik
pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik
pemberian, dan ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial
terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian
harus mampu melakukan:
1) Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi
kuantitatif.
2) Melakukan evaluasi risiko dan
3) Mengatasi risiko melalui:
a) Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit;
b) Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
c) Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d) Menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan
e) Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari
risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
terlibat dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu
prioritas perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian
layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim
(baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain/multidisiplin)
yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko
tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat
(UGD), dan kamar operasi (OK).

44
45
BAB III

TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

A. Sejarah Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Gagasan didirikannya Rumah Sakit Islam Jakarta adalah Bermula dari


kebutuhan akan pelayanan Rumah Sakit yang bernafaskan Islam maka Dr. H.
Kusnadi yang juga sebagai salah seorang tokoh Muhammadiyah tergugah dan
mulai memikirkan perlu adanya suatu rumah sakit yang pelayanannya bersifat
islami. Dari gagasan Dr. H. Kusnadi tersebut, maka dalam kurun waktu yang
singkat Dr. H. Kusnadi akhirnya mampu meyakinkan berbagai pihak terkait
untuk dapat ikut mendukung pendirian rumah sakit. Tokoh-tokoh yang terkait
dalam pendirian rumah sakit merupakan orang-orang penting dalam
persyarikatan Muhammadiyah. Berasaskan tujuan dan usaha-usaha
Muhammadiyah selama ini, pimpinan Muhammadiyah pun bersepakat segera
mendirikan sebuah rumah sakit di Jakarta.
Berbagai pertimbangan dan masukan tentang pendirian rumah sakit
yang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku maka tanggal 18
April 1967 berdasarkan akte nomor 36 Tahun 1967 dengan notaries R. Surojo
Wongsowidjojo berdirilah Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) yang
diketuai oleh bapak Dr. H. Kusnadi. Untuk pembangunan rumah sakit
pengurus Yayasan terus melakukan upaya yang intens untuk mendapatkan
dana. Salah satu upaya pencarian dana adalah melalui NOVIB (Nederlands
Organisatie Voor Internationale Behulpazam Heid) yang merupakan salah
satu lembaga pemerintahan Belanda yang memberikan bantuan dana kepada
pihak-pihak yang memerlukan. Selain dari NOVIB terdapat bantuan dari
berbagai pihak diantaranya jasa dari pemerintah DKI Jakarta dan para
pengusaha muslim untuk pembangunan sarana fisik Rumah Sakit Islam
Jakarta. Penempatan lokasi rumah sakit ini terletak di daerah Cempaka Putih
setelah diperoleh tanah seluas lebih kurang 7 hektar. Dalam hal alokasi tanah

46
Bapak Gubernur DKI Jakarta pada saat itu yakni Bapak Letnan Jendral (Purn)
Ali Sadikin memiliki andil cukup besar dan membantu perkembangan
selanjutnya.
Pada tanggal 7 Maret 1968 terjadi penandatanganan MOU
(Memorandum Of understanding) antara pihak Yayasan Rumah Sakit Islam
Jakarta yang diwakili oleh Dr. H. Kusnadi dengan SCCFA (State Committee
for Coordinating Foreign Aid) yang bertempat di Departemen Luar Negeri
Pemerintahan Belanda yang diwakilkan oleh B.J. Oeding. Isi dalam
perjanjian tersebut ialah SCCFA akan memberikan bantuan sebesar 75% dari
biaya yang dibutuhkan untuk membangun Rumah Sakit Islam Jakarta.
Pada tahun 1971 tepatnya pada tanggal 23 juni 1971 Rumah Sakit
Islam Jakarta diresmikan oleh Presiden Soeharto. Pada saat itu Rumah Sakit
Islam Jakarta memiliki gedung dengan fasilitas ruang perawatan 56 tempat
tidur. Pada tahun 1972 Rumah Sakit Islam Jakarta mendapatkan bantuan dari
Presiden Soeharto dalam pembangunan kamar operasi. Pada tahun 1973
dibangun ruang perawatan kelas I dengan kapasitas 16 tempat tidur. Dengan
penataan manajemen yang baik maka pada tahun 1975 Rumah Sakit Islam
Jakarta memperoleh dana yang surplus. Hal ini dikarenakan peran dari Bapak
Drs. Fahmi Chotib,Eksebagai direktur keuangan saat itu sehingga dengan
keahliannya dibidang manajemen sangat besar dapat dirasakan. Demikian
pula dengan peran Bapak HS. Projokusumo yang selalu mengingatkan akan
pentingnya peralatan, pemeliharaan dan internal kontrol. Dana yang dimiliki
tersebut belum mencukupi untuk pengembangan sarana fisik, alat alat medik
maupun peningkatan biaya hidup karyawan yang jumlahnya dari tahun ke
tahun terus meningkat.
Pada tahun 1979 atas bantuan Presiden Soeharto dibangun lagi empat
buah gedung perawatan. Pada tahun ini istilah Zaal dirubah menjadi Paviliun.
Masih pada tahun tersebut dengan dukungan anggaran pendapatan sendiri
Rumah Sakit Islam Jakarta berhasil membangun Apotek, kamar Rongten dan
laboratorium. Pada tahun 1981 dibangun lagi ruang perawatan kelas 1 dengan
kapasitas 32 tempat tidur asrama putra dengan kapasitas 56 orang.

47
Pada tahun 1982 dibangun gedung Sekolah Perawatan Kesehatan
(SPK) yang berlantai empat mampu menampung 100 siswi. Pembangunan
tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah Saudi Arabia. Pada tahun ini
juga Rumah sakit Islam Jakarta berhasil membangun ruang perawatan untuk
Intensif Care Unit (ICU) dengan kapasitas 8 tempat tidur yang dilengkapi
dengan fasilitas gas medic sentral. Dari tahun ke tahun Rumah Sakit Islam
Jakarta terus berkembang seperti pada tahun 1986/1987 memiliki kapasitas
tempat tidur sebanyak 250 tempat tidur untuk perawatan kelas III yag berarti
50% total kapasitas tempat tidur di Rumah Sakit Islam Jakarta. Ini
menunjukan wujud fungsi sosial Rumah Sakit Islam Jakarta sebagai amal
usaha Muhammadiyah yang selalu memperhatikan orang orang kecil yang
tidak mampu.
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih yang beralamat di Jalan
Cempaka Putih Tengah Jakarta, merupakan Rumah Sakit Swasta Utama yang
ditetapkan menjadi rumah sakit wilayah. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih dikategorikan sebagai rumah sakit kelas B pendidikan dengan kapasitas
tempat tidur untuk pasien rawat inap 411 tempat tidur. Untuk meningkatkan
mutu layanan dan sumber daya manusia serta memperkuat manajemen di
segala bidang pada tahun 1996 RSIJCP mengikuti Akreditasi lima bidang
pelayanan, yaitu administrasi manajemen, rekam medik, pelayanan medis,
keperawatan dan unit gawat darurat serta mendapat status Akreditasi penuh
tingkat dasar.
Pada tahun 2000 dilakukan akreditasi dua belas bidang pelayanan,
yaitu: administrasi manajemen, rekam medik, pelayanan medis, keperawatan,
unit gawat darurat, kesehatan dan keselamatan kerja, perinatologi,
laboratorium, radiologi, kamar bedah, pelayanan infeksi rumah sakit dan
farmasi serta mendapat status akreditasi penuh tingkat lanjut. Selanjutnya
pada tahun 2006 dan 2012 dilakukan akreditasi 16 bidang pelayanan, yaitu 12
pelayanan diatas ditambah empat pelayanan, yaitu gizi, rehabilitasi medis,
bank darah dan intensif serta mendapat status akreditasi lanjut tingkat
lengkap.

48
Komitmen RSIJCP untuk meningkatkan mutu pelayanan secara
berkesinambungan dibuktikan dengan mengikuti akreditasi versi 2012 dengan
peringkat lulus tingkat paripurna.

B. Falsafah, Visi, Misi, Motto dan Tujuan


a. Visi
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih menjadi rumah sakit
kepercayaan masyarakat yang berfungsi sebagai pusat Pendidikan
Kedokteran dan Perkaderan Persyarikatan Muhammadiyah di bidang
Kesehatan.

b. Misi
Misi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih adalah:
a. Pelayanan kesehatan yang Islami, Profesional dan Bermutu dengan
tetap peduli pada kaum dhua’fa
b. Mampu memimpin pengembangan Rumah Sakit Islam lainnya.
c. Mampu menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran dan perkaderan
bagi tenaga kesahatan lainnya
c. Motto
Bekerja sebagai ibadah, ihsan dalam pelayanan.

d. Tujuan
Mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi tingginya bagi semua
lapisan masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanankan
secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta
tuntunan ajaran isalm dengan tidak memandang agama golongan dan
kedudukan.

49
C. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Menurut SK-BP. RS. Islam Jakarta No. 004/Kep/1.5.AU/D/2010


tentang Struktur dan Pedoman Organisasi RSIJ Cempaka Putih Jakarta Pusat
dan Tata Kerja Susunan Organisasi.

a. Tugas Rumah Sakit


Rumah Sakit mempunyai tugas:
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang islami, professional dan
bermutu kepada kaum dhuafa serta mampu memimpin
pengembangan Rumah Sakit Islam lainnya.
b. Mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tinginya bagi semua
lapisan masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan
serta tuntunan ajaran islam yang tidak memandang agama, golongan
dan kedudukan.

b. Fungsi Rumah Sakit


Untuk mengelola tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi sebagai:
a. Pelayanan medis
b. Pelayanan perawatan
c. Pelayanan penunjang medis
d. Rekam medis
e. Pemeliharaan sarana fisik dan kesling
f. Pengelolaan logistik
g. Pengelolaan keuangan dan akuntansi
h. Pengelolaam system informasi rumah sakit
i. Pengelolaan Sumber Daya Insani (SDI) dan bindatra
j. Pengelolaan keuangan dan akuntansi
k. Pengelolaan sistem informasi rumah sakit
l. Pelayanan bimbingan rohani dan pembinaan ketaatan beragama

50
m. Pengelolaan pelayanan umum dan perkantoran
n. Kegiatan pemasaran
o. Penelitian dan pengembangan
p. Pengelolaan humas dan legal
q. Pengelolaan manajemen resiko
r. Pengelolaan pengendalian intern
s. Pembinaan kesehatan umat
t. Pembinaan kerjasama dengan pihak pihak terkait, termasuk Rumah
SakitIslam lainnya.

D. Susunan Organisasi
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih mempunyai struktur organisasi,
dimana masing-masing bagian mempunyai tugas dan wewenang tertentu. RSIJCP
dipimpin oleh Direktur Utama dibantu oleh :
1. Direktur Pelayanan
a. Asisten Direktur Bidang Medis dan Profesi Kesehatan Lain,
fungsinya:
1) Pengembangan SDM dokter
2) Pengembangan Tenaga Kesehatan lain (non perawat)
3) Pengembangan alat teknologi kedokteran
4) Bagian pelayanan penunjang
b. Asisten Direktur Bidang Keperawatan, fungsinya:
1) Pengembangan SDM perawat
2) Pengembangan asuhan keperawatan islami dan peralatan
3) Pengembangan mutu keperawatan
c. Instalasi
1) Bagian Rawat Jalan
2) Bagian Rawat Inap
3) Bagian Farmasi dan Sterilisasi
4) Bagian pelayanan penunjang
Instalasi tersebut dipimpin oleh Manajer yang bertanggung jawab
kepada Direktur Pelayanan.

51
2. Direktur Penunjang
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
a. Bagian Gizi
b. Bagian RMK
c. Bagian Penunjang
3. Direktur Keuangan
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
a. Bagian Keuangan
b. Bagian Sistem Informasi RS
c. Bagian Pemasaran
4. Direktur Sumber Daya Insani (SDI)
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
a. Bagian SDI
b. Bagian Pembinaan Rohani
c. Bagian Pelayanan Umum dan Legal
5. Direktur Utama dibantu oleh:
Bagian Satuan Pengendalian Intern (SPI) mempunyai tugas
membantu Direktur Utama mengkoordinir dan mengelola dalam
bidang pengawasan intern rumah sakit yang meliputi:
1) Pengawasan evaluasi dan pengembangan efektivitas
pengendalian intern pengelolaan pelayanan medis, penunjang
medis dan keperawatan.
2) Pengawasan evaluasi dan pengembangan efektivitas
pengendalian intern pengelolaan umum.

E. Pelayanan Klinis
Pelayanan Klinis di RSIJCP dipimpin oleh satu orang Direktur
Pelayanan Klinis yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:

52
1. Pelayanan Rawat Jalan berupa Poliklinik (Buka setiap hari kerja) yaitu:
Klinik Anak, Klinik Bedah, Klinik Fisioterapi, Klinik Gigi/Mulut,
Klinik Hemodialisa, Klinik Informasi Diabetes, Klinik Jantung, Klinik
Jiwa, Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan termasuk Senam
Hamil, Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik Laktasi, Klinik Mata, Klinik
Paru, Klinik Penyakit Dalam, Klinik Psikologi, Klinik Syaraf, Klinik
THT dan Klinik Gizi.
2. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan Rawat Inap RSIJCP terdiri dari 15 paviliun dengan kapasitas
411 tempat tidur.
3. Pelayanan Medik Khusus
a. ICU (Intensive Care Unit)
b. ICCU (Intensive Cardiak Care Unit)
c. HCU (High Care Unit)
d. NICU (Neonatal Intensive Care Unit)/PICU (Pedriatic Intensive
Care Unit)
e. Stroke Centre
f. Kamar Operasi (OK)
g. Pelayanan kamar bedah/operasi terdiri dari: Bedah Ginjal, Bedah
Gigi/Mulut, Bedah Persalinan dan Kandungan, Bedah Mata, Bedah
Umum, Bedah Urologi, Bedah plastic, Bedah Tumor, Bedah Tulang.
Bedah Syaraf, Bedah Paru.
h. Anestesi
i. IGD (Instalasi Gawat Darurat)
j. Hemodialisa
4. Pelayanan Penunjang Medis
Pelayanan penunjang medis terdiri dari: Pelayanan Farmasi
(dibuka 24 jam), Laboratorium (dibuka 24 jam, melayani semua jenis
pemeriksaaan termasuk Bank Darah, Laboratorium Klinik, Patologi
Anatomi) Dapur/Gizi, Radiodiagnostik (buka 24 jam dan melayani
semua jenis pemeriksaan radiologi dan diagnostik).

53
F. Penunjang Klinis
Penunjang Klinik RSIJCP dipimpin oleh seorang direktur dan
memiliki fungsi utama untuk menjamin pengelolaan dan pengembangan
fungsi penunjang langsung pelayanan klinik sesuai dengan sasaran rumah
sakit. Penunjang klinik dibagi menjadi :
1. Penunjang
Penunjang dibagi menjadi dua bagian:
a. Penunjang Umum dan Investasi
Mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan pengadaan, persediaan
atau penimpanan dan distribusi yang meliputi lat rumah tangga,
ATK, suku cadang, material bangunan, listrik, investasi alat medis
dan investasi alat rumah tangga yang mengacu pada Standar
Opersional Prosedur dan Proram Kerja Bagian Penunjang.
b. Penunjang Perbekalan Kesehatan
Bertugas mengelola kegiatan pengadaan, persediaan atau
penyimpanan dan distribusi yang meliputi sediaan farmasi, alat
kesehatan, barang reagensia, gas medis, bahan kimia, bahan
radiologi dan bahan nutrisi yang mengacu pada Standar Operasional
Prosedur dan Program Kerja Bagian Penunjang.
2. Rekam medik
Fungsi Utama bagian Rekam Medik, yaitu:
a. Mengelola dan mengembangkan fungsi pelayanan medik di rumah
sakit, meliputi:
1) Pendaftaran dan pengelolaan berkas, yaitu mengelola pendaftaran
dan penyimpanan data pasien rumah sakit.
2) Pengolahan data dan penyusunan laporan, yaitu mengelola
kegiatan analisis data serta laporan penyusunan laporan rutin
mengenai pengembangan pasien dan layanan klinik rumah sakit.

54
b. Melakukan supervisi pelayanan pada unit yang menjadi tanggung
jawabnya.

3. Pemeliharaan dan Kesehatan Lingkungan (Kesling)


Manajer pemeliharaan dan kesling mempunyai tugas membantu
direktur penunjang klinik yang mempunyai fungsi:
a. Penyehatan ruang bangun
b. Penyehatan makanan dan minuman
c. Penyehatan linen dan laundry
d. Penyehatan air bersih
e. Pengolahan limbah
f. Pengamanan radiologi
g. PEST Control
Sarana dan prasarana sanitasi RSIJCP, antara lain:
1) Aspek Pengelolaan Limbah Cair
a) Septictank, berjumlah 48 buah digunakan untuk sarana
pembuangan limbah yang berasal dari WC;
b) Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan sistem cascade
aerasi yang mempunyai kapasitas 600 m³. IPAL hanya mengolah
limbah yang berasal dari unit unit lain termasuk ruang peraatan
dan kamar mandi langsung dialirkan buangan RSIJCP lalu
diteruskan ke drainase jalan raya dan selanjutnya bermuara ke
Sungai Sunter.
2) Aspek Pengelolaan Limbah
Padat/sampah terdiri dari 2 jenis yaitu:
a) Sampah non medis, contoh: kertas, kardus, plastic, botol/gels,
plastik, kotak minuman/makanan dan sampah got atau lumpur
b) Sampah medis, contoh: sampah infeksius, sampah patologi dan
sampah jaringan tubuh.
c) Sampah kemoterapi

55
Sampah tersebut dibedakan dengan menggunakan kantong plastik
yang berbeda warna yaitu warna hitam untuk sampah non medis,
warna kuning untuk sampah medis dan warna ungu untuk sampah
kemoterapi disertai keterangan yang jelas mengenai jenis sampah
tersebut. Pengumpulan sampah dilakukan pada titik pengumpulan
disetiap zona yang telah ditentukan untuk dibawa ke tempat
penampungan sampah sementara dan selanjutnya diangkat ke
pembuangan akhir di tempat pembuangan akhir sampah di Bantar
Gerbang untuk sampah non medis sedangkan sampah medis
dibakar di Rumah Sakit Sulianti Saroso Jakarta. Saat ini RSIJCP
belum memiliki incinerator sendiri karea untuk pengadaan
incinerator diperlukan persyaratan yang ketat terutama mengenai
emisi hasil pembakaran.

G. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)


Penyampaian pesan atau informasi melalui media bertujuan agar suatu
informasi dapat diterima dan dapat dimengerti oleh orang lain sesuai dengan
maksud pesan atau informasi tersebut. Media mrupakan lata yang digunakan
untuk KIE di Rumah Sakit Islam Jakarta melalui:
1. Siaran radio RSIJ (closed circuit radio), TV RSIJ.
2. Penyelenggaraan rapat koordinasi berjenjang untuk memperlancar
komunikasi timbal balik dari berbagai jenjang organisasi.
3. Pelaksanaan penyuluhan bagi penunjang rumah sakit yang dilakukan
oleh petugas kesehatan yang ada di RSIJCP setiap 3 bulan sekali
maupun hari hari khusus, misalnya hari AIDS sedunia, hari diabetes,
hari hipertensi dan lain lain.
4. Penerbitan media komunikasi untuk masayarakat umum, seperti:
brosur, leaflet, poster dan majalah silaturahmi.

56
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

A. Profil Singkat
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih adalah
suatu bagian atau unit atau departemen di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih yang merupakan fasilitas penyelenggaraan seluruh kegiatan
serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu
sendiri.
Instalasi Farmasi atau Manajemen Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih berada dibawah koordinasi atau bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Pelayanan Klinik dan dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi
yaitu seorang Apoteker yang membawahi 2 Kepala seksi, yaitu Kepala Seksi
Pelayanan Farmasi dan Kepala Seksi Sterilisasi Sentral.

B. Tujuan Bagian Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih


Bagian farmasi RSIJCP bertujuan untuk memberikan pelayanan
kefarmasian yang bermutu tinggi kepada semua lapisan masyarakat sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan RSIJCP dengan
menyelenggarakan pelayanan farmasi dan sterilisasi yang optimal, baik dalam
keadaan biasa maupun darurat yang dilaksanakan secara profesional dan
islami dan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan dan tuntutan ajaran
Islam dengan tidak memandang agama, golongan dan kedudukan.
Menurut SK BP. Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
No. 148/Kep/XII/SK/12/2011, tugas dari bagian farmasi adalah

57
mengkoordinir dan mengelola fungsi manajemen dalam unit pelayanan
farmasi yang terdiri dari penyimpanan, distribusi, penyajian, pengawasan,
komunikasi, informasi obat, alat kesehatan, pembuatan dan pengemasan obat,
sterilisasi serta pelaksanaan administrasi. Bagian Farmasi RSIJ terdiri dari:

1. Seksi Pelayanan Farmasi


Seksi pelayanan farmasi mempunyai tugas mengelola pelayanan
bagian farmasi bagi rawat jalan dan rawat inap serta unit pelayanan lain
di lingkungan rumah sakit. Kepala seksi pelayanan farmasi adalah
seorang apoteker dimana bertugas dalam melakukan pengelolaan dan
perbekalan farmasi, serta melakukan pelayanan farmasi klinis. Adapun
pengelolaan yang dilakukan meliputi pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan,
pengendalian dan administrasi. Pelayanan farmasi klinis meliputi
pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran penerimaan obat,
rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite,
Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat
(MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Pemantauan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD). Dimana di pelayanan farmasi rawat jalan terdiri
dari 2 apoteker, rawat inap 3 apoteker, raudhah 2 apoteker, dan
managemen farmasi 2 apoteker. Sementara dispensing sediaan steril
dilakukan oleh bagian sterilisasi sentral.

2. Seksi Sterilisasi Sentral


Seksi sterilisasi sentral mempunyai tugas menyelenggarakan
kegiatan sterilisasi mulai dari perencanaan sampai pendistribusian
untuk unit yang membutuhkan. Secara khusus tujuan seksi sterilisasi
sentral adalah memberikan pelayanan sterilisasi untuk semua unit yang
ada di rumah sakit dan mengawasi proses sterilisasi untuk mencegah
timbulnya infeksi akibat pemakaian alat serta mencegah terjadinya
infeksi silang bagi pasien maupun petugas rumah sakit.

58
C. Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
dibagi menjadi delapan bagian, yaitu:
1. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
2. Pelayanan Farmasi Rawat Inap
3. Pelayanan Farmasi Raudhah
4. Pelayanan unit dan Produksi
5. Depo OK
6. Depo Mina
7. Depo IGD
8. Depo Kemoterapi

1. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan


Pelayanan farmasi rawat jalan bertugas melayani resep rawat jalan,
pasien BPJS PBI atau non PBI, pasien jaminan perusahaan atau asuransi
dan pasien pribadi. Pelayanan farmasi rawat jalan buka selama 24 jam
dengan 2 apoteker.Pelayanan Farmasi Rawat Jalan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan obat dan alat kesehatan semua pelanggan yang
berobat ke Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Alur proses pelayanan resep pasien rawat jalan dimulai dari resep
diterima dari pasien oleh petugas depan kemudian dilakukan skrining
resep, dan dimasukan datanya melalui sistem komputerisasi, lalu diberi
harga. Setelah pasien membayar maka obat akan disiapkan, lalu
dilakuakan Quality Control terhadap obat yang disiapkan, lalu diserahkan
kepada pasien disertai pemberian informasi yang dibutuhkan. Selama
proses pelayanan resep, dilakukan 4 (empat) kali pengecekan (cross chek)
yaitu pada saat memasukan data dari resep pasien, pengambilan obat,
pengemasan obat, dan pada saat penyerahan obat.
Sebelum obat disiapkan, Apoteker / Asisten Apoteker melakukan
kajian / review terhadap instruksi resep / instruksi pengobatan yang
meliputi :

59
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b. Duplikasi teraupetik
c. Alergi
d. Interksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan, dan menghubungi dokter
penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.
g. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang
operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
Prosedur atau alur pelayanan resep di farmasi rawat jalan yaitu :

a) Petugas Asisten Apoteker bagian depan menerima resep dan


memeriksa kelengkapan resep berdasarkan 7 Benar.
b) Hubungi dokter yang menulis resep jika tulisan dokter tidak terbaca.
c) Jika obat yang ditulis dokter tidak ada di farmasi tetapi di farmasi ada
padanannya petugas farmasi harus menghubungi dokter untuk
mengganti obat yang ada di farmasi. Jika sudah di acc oleh Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP), petugas farmasi harus mencatat
pada form konfirmasi, dokter yang dikonfirmasi dan petugas yang
mengonfirmasi.
d) Jika ada obat yang di farmasi tidak punya dan tidak ada padanannya
karena obat tidak sesuai dengan standar perusahaan atau asuransi
penjamin maka petugas farmasi harus menghubungi dokter apakah
obat tersebut harus tetap diberikan atau bisa di gantikan dengan obat
padanannya. Bila harus diberikan farmasi harus menghubungi bagian
logistik untuk membelikan obat tersebut ke apotek/Rumah Sakit
rekanan.
e) Resep yang mengandung psikotropika dan narkotika harus asli dari
RS islam Jakarta Cempaka Putih.
f) Mengecek apakah semua obat-obatannya tersedia di farmasi.Bila
sesuai, input data resep ke komputer dan beritahukan harga ke

60
pasien/keluarga pasien.Jika setuju langsung melakukan pembayaran di
kasir dan diberikan nomor tunggu (nomor resep).
g) Untuk obat yang harus dibelikan di Apotek Rekanan harus
diinformasikan ke pelanggan kalau penyiapannya memerlukan waktu
agak lama karena obat harus dibelikan dulu, bila pelanggan setuju
cetak slip transaksi. Untuk obat racikan bubuhkan stempel racikan.
h) Untuk pasien jaminan perusahaan berikan slip transaksi warna putih
sebagai bukti pengambilan obat dan persilahkan untuk menunggu
selama obat dikerjakan.
i) Kasir mencetak slip invoice rangkap 3, warna putih untuk pasien,
warna merah muda untuk pengambilan obat dan warna kuning
dipegang kasir.
j) Resep dan slip transaksi dimasukkan ke dalam oleh petugas depan
untuk dilakukan proses penyiapan.
k) Petugas pengambil obat langsung menyiapkan obat dan alkes sesuai
dengan inputan serta membubuhkan paraf di kolom stok setelah obat
dan alkes disiapkan.
l) Asisten Apoteker petugas kemas mengecek kesesuain antara resep,
inputan dan obat/alkes yang telah disiapkan oleh petugas pengambil
obat.
m) Beri etiket obat dengan mencantumkan nama pasien, nomor rekam
medik, atuaran pakai, dosis obat, dan nama obat, serta diberi label
warna orange untuk obat antibiotik bertuliskan “ Obat ini harus
diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter” dan label warna hijau
untuk obat yang diminum setengah jam sebelum makan dan dibubuhi
paraf dalam kolom kemas.
n) Obat yang sudah dikemas oleh AA petugas kemas diserahkan pada
Koordinator/Kepala Kelompok untuk di cek ulang serta bubuhkan
stempel QC dan paraf.
o) Klik pada komputer antrian untuk mengetahui data waktu tunggu.

61
p) Asisten Apoteker petugas depan mengecek obat yang telah Dikemas,
panggil nama pasien, ambil bukti pengambilan obat dan tanyakan ke
pelanggan.
q) Cocokkan slip pengambilan obat dengan Nomor resep pada slip
transaksi resep.
r) Berikan edukasi obat kepada pasien sesuai 7 benar secara jelas dan
serahkan obat ke pasien.
s) Catat nomor telepon atau alamat pasien di resep, serta bubuhkan paraf
pada kolom serah.
Penyusunan obat di farmasi rawat jalan yaitu berdasarkan bentuk
sediaan dan alphabetis, kemudian disimpan berdasarkan nama obat paten,
generik, BPJS, Inhealth, High Allert Medicines (HAM), Narkotik,
Psikotropik, Cairan Injeksi termolabil, dan obat-obat untuk racikan. Obat-
obat LASA (Look Alike Sound Alike) tidak boleh didekatkan satu sama
lain, harus diberi jarak minimal 1 box. Penyimpanan narkotik telah sesuai
dengan standar yaitu double lock dan tidak mudah diangkat, begitupun
dengan penyimpanan obat-obat yang termolabil seperti vaksin, sera,
insulin, suppositoria telah di simpan dalam chiler yang suhunya telah
disesuaikan.

2. Pelayanan Farmasi Rawat Inap


Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap adalah alur pelayanan obat
dan alat kesehatan kepada pasien rawat inap baik pasien rekanan maupun
pasien pribadi. Pelayanan Farmasi Rawat Inap bertujuan untuk kelancaran
dan ketetapan pelayanan pada Pasien Rawat Inap dalam proses
penyembuhannya melalui petugas ruangan.
Sebelum obat disiapkan, Apoteker/Asisten Apoteker melakukan
kajian/review terhadap instruksi resep/instruksi pengobatan yang meliputi:

1. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian


2. Duplikasi teraupetik
3. Alergi

62
4. Interksi obat
5. Kontraindikasi
6. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan, dan menghubungi dokter
penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.
7. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang
operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
Prosedur atau alur pelayanan resep rawat inap, yaitu :
a. Resep ditulis oleh DPJP atau dokter jaga.
b. Resep diantar oleh petugas ruangan atau diambil oleh petugas farmasi
pada saat visite kebagian Farmasi.
c. Resep diterima oleh Asisten Apoteker petugas input dan cek
kelengkapan resep berdasrkan 7 tepat.
d. Bila resep tidak jelas petugas farmasi melakukan konfirmasi ke
petugas perawatan (perawat/dokter jaga), jika petugas perawatan tidak
dapat memberikan informasi yang jelas Petugas farmasi langsung
menghubungi DPJP.
e. Bila obat yang ditulis dokter tidak ada di farmasi tetapi farmasi masih
memiliki padanannya, petugas farmasi menghubungi dokter untuk
mengganti obat yang ada di farmasi.
f. Asisten Apoteker membagi obat per dosis sesuai instruksi dokter
(sesuai prosedur unit dispensing dose atau UDD)
g. Untuk resep jaminan input resep sesuai standart dari penjaminnya,
petugas pengambil obat langsung menyiapkan obat berdasasarkan slip
transaksi lalu bubuhkan paraf pada kolom stok.
h. Asisten Apoteker bagian kemas mengecek slip transaksi dengan resep
asli obat dan alkes yang telah disiapkan oleh petugas pengambil obat.
i. Beri etiket obat dengan mencantumkan nama pasien, tanggal
pengemasan, aturan pakai dan dosis.
j. Obat yang perlu diracik (puyer, kapsul, salep) disiapkan oleh petugas
racik (sesuai dengan SPO Peracikan).

63
k. Obat dalam sediaan syrup, penulisan aturan pakai harus dalam satuan
cc/ml sesuai dengan prosedur.
l. Petugas kemas membubuhkan paraf pada slip transaksi di kolom
kemas.
m. Setelah selesai dikemas obat diserahkan ke koordinator/kepada
kelompok untuk dicek ulang, bubuhkan stempel QC dan paraf (pada
stempel QC dan kolom serah).
n. Untuk obat yang ditunggu obat langsung diberikan ke petugas
perawatan yang menunggu mintakan paraf dan nama petugas yang
mengambil obat pada resep, bubuhkan paraf pada slip transaksi kolom
serah.
o. Obat yang sudah distempel QC dibawa oleh kurir ke ruang perawatan
dan dicek ulang oleh petugas perawatan dengan mengisi buku
expedisi di ruang perawatan.
p. Kurir meminta paraf dan nama jelas petugas penerimaan obat dalam
slip transaksi warna kuning.
q. Untuk pemberian obat ke pasien dilakukan oleh tim perawat yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.

3. Pelayanan Farmasi Raudhah


Pelayanan Farmasi Raudhah bertugas melayani resep pasien dari
gedung Raudhah, pasien BPJS, resep kemoterapi, resep obat ARV (Anti
Retro Viral). Alur proses pelayanan resep di Farmasi Raudhah sama
seperti pelayanan di Farmasi Rawat Jalan. Untuk pelayanan resep
kemoterapi secara administrasi dilakukan di Farmasi Raudhah tetapi untuk
peracikan obatnya dilakukan di ruang khusus untuk peracikan kemoterapi,
dan untuk pelayanan resep obat ARV, harus melampirkan kartu kontrol
pasien.
Pelayanan farmasi di apotek Raudhah yaitu 2 shift mulai dari jam
07.00-14.00 WIB dan 14.00 – 21.00 WIB. Penyusunan obat di Farmasi
Raudhah sama seperti di farmasi rawat jalan, namun persedian obat di
Farmasi Raudhah lebih sedikit dibandingkan di Farmasi Rawat jalan.

64
4. Pelayanan Unit dan Produksi
Pelayanan unit hanya dibuka 1 shift, yaitu jam 07.30-15.00 WIB
dengan jumlah personil sebanyak 2 orang. Pelayanan unit merupakan
pelayanan farmasi yang bertugas untuk memenuhi permintaan obat dan
alkes (terutama alkes) dari ruang perawatan, poliklinik dan unit terkait
lainnya di lingkungan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Pada Pelayanan Unit, dilakukan sistem Floor Stock yang melayani
pasien rawat inap yang membutuhkan obat dan alat kesehatan secara cepat,
pemakaian rutin untuk kepentingan pasien yang bersangkutan atau
kebutuhan ruang perawatan. Pelayanan Unit melayani High Care Unit
(HCU), Intensive Care Unit (ICU), Multazam atas & bawah, Marwah atas
& bawah, Arafah Atas & bawah, Radiologi, Laboratorium, Klinik,
Farmasi Rawat Jalan, Farmasi Raudhah, dan Radiologi.
Setiap ruangan membuat permintaan obat dan alat kesehatan ke
pelayanan unit dengan menginput data pada sistem komputer, yang
selanjutnya petugas pelayanan unit akan menyiapkan permintaan dari
setiap ruangan dan akan dilakukan serah terima obat dan alkes dengan
petugas inventaris ruangan. Permintaan obat dan alkes dilakukan setiap
hari Senin, Rabu dan Jum’at, kecuali dalam keadaan cito.
Bagian produksi bertugas untuk membuat sediaan-sediaan yang
dibuat sendiri oleh bagian farmasi dalam skala kecil seperti perhydrol 3%
dan Handrub. Selain itu bagian produksi juga melakukan pengemasan
kembali (repacking) terhadap sediaan-sediaan seperti Betadine 3% 50 ml,
Betadine 10 % 25 ml, 75 ml, 100 ml, 125 ml, dan kapsul calcii carbonas
500 mg. Bagian ini terdiri dari satu orang personil yang bekerja dalam satu
shift, yaitu pada jam 07.30 – 15.00. Produksi dan repacking dilakukan bila
stock sudah tinggal sedikit. Pengambilan stock dilakukan secara FEFO
(First Expired First Out).

5. Depo OK (Operatie Kamer /Kamar Operasi)


Depo OK melakukan pelayanan selama 24 jam yang dibagi dalam
3 shift. Tugas dari Depo OK yaitu melayani obat dan alkes yang

65
dibutuhkan untuk operasi dan anastesi di kamar bedah RSIJCP. Pelayanan
obat dan alkes menggunakan formulir permintaan obat dan alkes kepada
Depo OK yang kemudian disiapkan oleh bagian farmasi yang ada di Depo
OK.Penyusunan obat dan alkes secara alphabetis dan berdasarkan bentuk
alat kesehatan yang selanjutnya diurutkan berdasarkan ukuran. Terdapat
pula penyimpanan untuk obat yang harus disimpan pada suhu dingin (2-
80C) dan suhu kamar. Untuk mempermudah pelayanan alat kesehatan,
dibuat paket-paket yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang
diperlukan untuk Anastesi, Spinal dan Pelayanan Kamar Bedah, seperti
paket yang dibutuhkan untuk pelayanan di Depo OK dimana obat dan
alkes tidak boleh kosong, oleh karena itu Depo OK melakukan permintaan
barang ke gudang 2 x dalam seminggu.

6. Depo Mina
Depo Farmasi Mina berada digedung Mina, buka selama 24 jam
yang dibagi kedalam 3 shift, melayani permintaan alat kesehatan untuk
ruang perawatan Shafa, Shafa Annisa, As-Sakinah, Stroke Center,
Kemoterapi, Luka Bakar, PICU, NICU, ICU, ICCU, Perinatology. Tempat
penyimpanan Depo Minaberdasarkan bentuk alat kesehatan yang
selanjutnya diurutkan berdasarkan ukuran. Terdapat pula penyimpanan
untuk obat yang harus disimpan pada suhu dingin (2-8 oC) dan suhu kamar.
Untuk mempermudah pengambilan alat kesehatan, dibuat paket-paket
yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang diperlukan, seperti paket
yang dibutuhkan untuk partus normal, Secio Caesaria, Curret, dan lain-
lain. Paket ini terdiri dari alat kesehatan yang digunakan dalam tindakan
dan obat yang diperlukan misalnya injeksi.

7. Depo IGD
Depo Farmasi IGD dibuka 24 jam dan dibagi dalam 3 shift,
melayani permintaan obat dan alat kesehatan untuk pasien-pasien IGD.
Obat- obat yang disediakan di IGD merupakan obat-obat emergency yaitu
mempunyai efek cepat seperti injeksi, cairan tubuh dan tablet sublingual.

66
Penyimpanan obat dan alkes di Depo IGD dibedakan berdasarkan
bentuk sediaan atau alat kesehatan, yang selanjutnya diurutkan
berdasarkan alphabetis. Untuk mempermudah pengambilan alat kesehatan
maka dibuat paket-paket yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang
diperlukan.Seperti paket infus standar yang berisi Syringe Pump, DC
standar, NGT, dan lain-lain. Depo IGD juga menyediakan obat dan alat
kesehatan dengan menggunakan Trolley Emergancy. Terdapat 3 Trolley
Emergancy yaitu Trolley Observasi, Trolley IGD, dan Trolley Emas
(Persalinan). Trolley tersebut dikunci dan dicek kelengkapan isinya setiap
pergantian shift setiap harinya.Alur permintaan obat dan alat kesehatan
sama dengan alur pemintaan di Depo Mina yaitu perawat harus mengisi
form permintaan kemudian bagian farmasi menyiapkan.

8. Depo Kemoterapi
Depo kemoterapi berada digedung mina dan melayani resep obat
kemoterapi yang akan diracik di ruang steril. Alur pelayanan resep
kemoterapi yaitu dimulai dari pasien menerima resep dari dokter dan
membawa kelangkapan dokumen seperti permintaan obat khusus, jadwal
terapi, hasil labolatorium, dan surat eligibilitas (SEP) untuk pasien BPJS,
kemudian bagian perawat mengisi formulir. Formulir tersebut berisi
keterangan lengkap pasien kemoterapi, berat badan, diagnosis, penyakit
hingga obat kemoterpi yang digunakan. Bagian farmasi menginput ke
sistem komputerisasi. Farmasi raudhah menyiapkan obatnya yang
kemudian dibawa ke Depo Kemoterapi dan diracik di ruangan khusus
menggunakan alat Biological Safety Cabinet (BSC).Setelah obat selesai
diracik maka diserahkan ke perawat untuk dilakukan kemoterapi kepada
pasien. Peracikan dilakukan oleh staf terlatih dan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap (masker respiratory, baju pelindung atau
long-sleeved smock, sarung tangan nitrile double, kacamata pelindung atau
protective eye goggles, penutup kepala, sepatu bot).

D. Penunjang dan Perbekalan Farmasi

67
Penunjang perbekalan kesehatan berada di bawah Direktur Penunjang
yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan
dan distribusi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dilakukan sesuai
dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku. Logistik dan
perbekalan kesehatan meliputi ;

1. Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan


2. Penerimaan dan Penyimpanan
3. Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan
4. Evaluasi dan Monitoring
5. Pemusnahan
6. Pelaporan

1. Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan


Pengadaan obat dan alat kesehatan di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih dilaksanakan oleh Bagian Logistik khususnya logistik
perbekalan kesehatan dengan menggunakan sistem inventory, berdasarkan
standar maksimal dan minimal persediaan barang yang ada sehingga dapat
diketahui jumlah barang yang harus dipesan. Standar minimal stok di
logistik perbekalan kesehatan yaitu 7 hari dan standar maksimum 14 hari.
Penentuan standar minimum dan maksimum berdasarkan data konsumsi
pemakaian bulan sebelumnya. Jadwal pembelian di gudang dilakukan pada
hari senin dan kamis, bila ada barang yang belum dibeli maka pembelian
dapat dilakukan lagi pada hari selasa dan jumat. Untuk hari rabu dan sabtu
gudang meniadakan jadwal pembelian, kecuali untuk barang-barang cito.
Pembayaran obat dan alat kesehatan dilakukan secara kredit selama 30
hari setelah tukar faktur. Tukar faktur dilakukan setelah 1 hari atau
maksimal 1 minggu setelah barang diterima.
Petugas penunjang perbekalan kesehatan menyusun daftar
kebutuhan yang ditujukan ke penanggung jawab pengadaan barang
perbekalan kesehatan untuk dibuatkan surat pesanan kepada distributor
dengan mencantumkan nama obat, jumlah serta harga. Pemesanan

68
dilakukan oleh penanggungjawab pengadaan dengan mengajukan surat
pesanan obat yang telah disetujui oleh Manajer penunjang. Penerimaan
obat dan alat kesehatan dilakukan oleh petugas gudang yang disertakan
faktur yang terdiri dari 4 rangkap (lembar asli untuk distributor, lembar
kedua untuk arsip akuntansi/pembukuan Rumah Sakit, lembar ketiga
untuk arsip gudang dan lembar keempat untuk arsip bagian pembelian).

2. Penerimaan dan Penyimpanan


Pada saat barang sampai di gudang, pertama kali dicek kondisi
fisik barang, bentuk sediaan, dosis obat, dan kesesuaiannya antara faktur
dengan surat pesanan obat, Expired Date dan nomor batch dari obat/alkes
tersebut. Jika tidak sesuai maka barang dapat diretur. Jika semuanya sudah
sesuai maka dibuat berita acara penerimaan barang (maksimal 2,5 jam
setelah barang diterima) yang kemudian diberikan ke bagian akuntansi.
Berita acara penerimaan barang terdiri dari 2 rangkap, yaitu 1 lembar
untuk bagian akuntansi yang disertai faktur dan 1 lembar lagi untuk arsip
gudang.
Penyimpanan obat dan alat kesehatan di gudang berdasarkan
bentuk sediaan dan diurut sesuai dengan abjad. Setiap barang yang masuk
maupun keluar dicatat pada kartu stok. Penyimpanan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor disimpan di dalam lemari terpisah dari sediaan
lainnya. Untuk jenis obat-obatan yang membutuhkan penyimpanan pada
suhu rendah seperti vaksin dan obat kemoterapi disimpan dalam lemari
pendingin khusus yang suhunya telah disesuaikan. Apabila persediaan
barang mencapai jumlah standar obat minimal berdasarkan data bulan lalu,
maka bagian gudang membuat daftar permintaan pembelian.

3. Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan


Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan oleh
gudang logistik perbekalan kesehatan kepada setiap unit pelayanan yaitu
meliputi : Pelayanan rawat inap, Pelayanan Farmasi I (rawat jalan),

69
Pelayanan Farmasi II (Raudhah), Pelayanan Unit, Depo Farmasi OK,
Depo BJS dan Inhealth, Depo Mina, Depo IGD dan Sterilisasi Sentral.

4. Evaluasi dan Monitoring


Evaluasi dan Monitoring dilakukan terhadap obat/alkes yang ada di
Rumah Sakit dan evaluasi rekanan (supplier). Pada evaluasi rekanan, hal
yang harus dievaluasi adalah kelengkapan dokumen (faktur, surat jalan)
spesifikasi (kesesuaian barang), pengiriman barang, after sales (cara
penanganan complain), keramahan, cara pengiriman barang (harus sesuai
perlakuan terhadap obat dan alkes), info obat kosong, dan teknik
pembayarannya. Untuk evaluasi obat dan alkes, evaluasi yang dilakukan
adalah, seperti masa kadaluarsa obat, kualitas, dan pergerakan obat (fast
moving, moderate moving, slow moving). Evaluasi dan monitoring obat
dan alkes dilakukan oleh Penanggung Jawab/Koordinator dari gudang,
administrasi dan pengawasan, terhadap kesesuaian sistem inventory
gudang (setiap 3 bulan atau 6 bulan) dan dilaporkan ke Manager Logistik.

5. Pemusnahan
Pemusnahan arsip dan pemusnahan obat dilakukan setiap 3 tahun
dan disaksikan oleh bagian pelayanan umum dan perkantoran, bagian
kesehatan lingkungan, serta bagian farmasi. Untuk pemusnahan Narkotika
dan Psikotropika disaksikan oleh BPOM.

6. Pelaporan
Pelaporan obat Narkotika dan Psikotropika di Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih dilakukan setiap bulan kepada Kementerian
Kesehatan dengan menggunakan program SIPNAP (Sistem Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika) yang berisi laporan pemakaian obat,
pemasukan obat nakotika dan psikotropika, dan sisa obat narkotika,
morphin dan pethidin, dan psikotropika dari unit pelayanan, unit rawat
inap dan gudang obat yang mana akan di laporkan ke bagian administrasi
farmasi,selanjutnya akan di rekapitulasi. Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika dilakukan setiap tanggal 10.

70
E. CSSD (Central Sterile Supply Department)
Berdasarkan struktur organisasi bagian Sterilisasi bertanggung jawab
langsung kepada Manajer Farmasi dan Sterilisasi. Bagian ini mempunyai
tugas menyediakan alat dan bahan yang steril untuk keperluan ruangan.
CSSD (Central Sterile Supply Department) bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan teknis sterilisasi pada unit/bagian yang melakukan kegiatan
pembedahan agar infeksi pasca operasi dapat dicegah. Selain itu CSSD juga
bertanggung jawab untuk membantu pengendalian dan penurunan infeksi
nosokomial di RSIJCP.
Di dalam ruangan sterilisasi terdapat area penerimaan barang, area
pengemasan (packing), area pelipatan barang, ruangan proses sterilisasi,
ruangan penyimpanan dan pendistribusian barang. Untuk penerimaan barang
yang akan disterilkan petugas memasuki loket penerimaan yang berada di
samping kanan gedung dan untuk pengambilan barang yang sudah steril
petugas memasuki loket penyaluran yang berada di samping kiri gedung.
Peralatan yang disediakan di ruang sterilisasi adalah alat autoklaf dan mesin
sterilisasi dengan menggunakan gas etilen oksida yang dapat dioperasikan
setiap waktu sesuai dengan kebutuhan ruangan, misalnya pada kamar bedah.
Untuk perawatan alat autoklaf dan gas Etilen Oksida dilakukan secara berkala
oleh tenaga elektromedik RSIJCP.
1. Unit Sterilisasi di RSIJCP bertugas melayani :
a. Alat-alat operasi seperti Laparatomi, Necrotomi, Orthopedic,
Syaraf, Hernia, dan lain-lain.
b. Linen atau Laken umum, Laken Curret, Set Syaraf, dan lain-lain.
c. Alat-alat ruangan seperti GV Set, Hecting, CVP, Vena Sectie,
Spinal Set, dan lain-lain.
d. Produksi bahan steril meliputi kasa steril, Handscoon, Big Gauze,
Roll Gauze.
2. Tahap sterilisasi yang dilakukan meliputi :
a. Penerimaan barang belum steril

71
Pada tahap ini alat-alat bekas operasi dikumpulkan, lalu masuk ruang
dekontaminasi (ruang pencucian) yang berada di ruang OK.
Dekontaminasi merupakan proses pembersihan alat yang kontak
langsung dengan infeksi (kontaminan) pasca operasi, dengan cara
perendaman alat-alat menggunakan larutan klorin, kemudian di cuci
dan di keringkan. Setelah alat bersih dan kering kemudian di kirim ke
ruang sterilisasi.
b. Pengemasan barang
Pada tahap ini alat-alat bekas operasi dibuat paker/set sesuai
kebutuhan masing-masing alat, kemudian dikemas dan ditambahkan
indikator di bagian dalam maupun bagian luar. Di bagian ini juga
dilakukan tahap persiapan sterilisasi untuk bahan seperti kapas, dan
sarung tangan. Barang-barang yang telah siap disterilisasi, lalu
dilakukan sterilisasi. Proses sterilisasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1) Proses sterilisasi dengan autoklaf, pada proses sterilisasi dengan
autoklaf digunakan 5 indikator antara lain :
 Indikator kimia eksternal
Berbentuk tape (autoclave tape) yang diletakkan di bagian
kemasan akan terlihat perubahan warna dari putih
kekuningan menjadi hitam.
 Indikator kimia internal
Diletakkan pada bagian dalam dari kemasan, kemudian
akan terlihat perubahan warna dari putih kekuningan
menjadi hitam.
 Indikator mekanik/fisika
Berupa lembaran yang diletakkan dalam chamber autoclave,
kemudian akan terlihat grafik proses sterilisasi. Pada grafik
proses sterilisasi terlihat hubungan antara suhu (T) dan
tekanan (P).
 Indikator biologi

72
Berisi bakteri Bacillus Stearothermophyllus (indikator yang
peka terhadap perubahan suhu). Pengujian dilakukan
dengan memasukkan bakteri tersebut ke dalam autoclave
dan diinkubasi selama 24 jam.Posisi awal bakteri tersebut
berwarna ungu. Setelah diinkubasi dan tidak ada perubahan
warna pada media bakteri, menandakan bahwa alat sudah
steril.
 Indikator Bowie Dick
Indikator ini digunakan untuk mengetahui apakah pompa
vakum mesin berjalan dengan baik atau tidak.
2) Proses sterilisasi dengan gas etilen oksida
Alat-alat operasi, laken, atau jas operasi yang tahan
pemanasan disterilkan dalam autoklaf, sedangkan yang tidak
tahan pemanasan seperti kaca, selang dan sarung tangan
disterilkan dengan gas etilenoksida. Sterilisasi dengan gas etilen
oksida menggunakan indikator, antara lain :
a) Indikator fisika
Menggunakan alat Dosimeter, terjadi perubahan warna
dari kuning menjadi ungu kehitaman.
b) Indikator kimia internal
c) Diletakkan pada bagian dalam kemasan, kemudian akan
terlihat perubahan warna dari hijau menjadi merah.
d) Indikator kimia eksternal
Terlihat perubahan warna dari merah menjadi kuning.
e) Indikator biologi
Berisi bakteri Bacillus Subtilis.
Kekurangan sterilisasi etilen oksida yaitu meninggalkan
residu yang iritatif untuk jaringan.Prosedurnya lambat, makan
waktu dan alatnya mahal. Dan Keuntungan penggunaan etilen
oksida adalah mudah menembus plastic dan mensterilkan isi
bungkusan-bungkusan.

73
3) Proses Sterilisasi dengan plasma
Sterilisasi dengan plasma ini menggunakan suhu yang
rendah (low temperature) atau yang disebut juga Stericool
menggunakan suhu > 50oC.Keuntungan sterilisasi plasma adalah
waktu sterilisasi yang lebih cepat. Sterilisasi tergantung pada
barang-barang yang akan disterilisasi sebagai berikut:
a) Sterilisasi Permukaan (Program Singkat/P1)
membutuhkanwaktu 31 menit.
b) Sterilisasi barang dengan muatan berongga-
rongga(Program Standar/P2) membutuhkan waktu 52
menit.
c) Sterilisasi barang yang bermuatan dengan lumen sempit
dan
d) permukaan yang menempel (Program Intens/P3)
membutuhkan waktu 61 menit.

c. Pendistribusian
Pengawasan mutu (Quality Control) yang dilakukan meliputi
3 hal yaitu :
1) Ruangan
Pengawasan mutu yang dilakukan di ruangan melalui kultur
ruangan dengan menggunakan uji swab, terutama untuk daerah
penyimpanan. Penyimpangan koloni pada ruangan dengan
penentuan jumlah bakteri. Bila jumlah bakteri dalam ruangan besar
dari 5 maka dapat dikatakan kondisi ruangan buruk dan bila
jumlah bakteri dalam ruangan kecil dari 5 maka dapat dikatakan
kondisi ruangan baik.
2) Air
Pengawasan juga dilakukan terhadap mutu air yang digunakan
dalam sterilisasi. Proses pengawasan dilakukan dengan tes
kesadahan. Tujuan test kesadahan ini adalah untuk mencegah

74
terjadinya karatan pada alat atau instrumen. Air yang digunakan
adalah water softener yang mengandung resin, untuk mencegah
resin mengalami kejenuhan maka ditambahkan garam halus secara
berkala. Tes kesadahan terhadap air ini dilakukan dengan cara
mengambil sedikit air lalu ditampung di tabung reaksi lalu
ditambahkan tablet water hardness. Jika air berwarna biru maka
dikatakan air sesuai dengan standar, tetapi bila air berwarna ungu
maka dikatakan kadar hardness melebihi standar.
3) Penentuan kadaluarsa (Expired Date)
Hasil sterilisasi dilakukan dengan pengujian hasil sampel yang
telah disterilkan untuk diuji di laboratorium. Untuk alat yang
dibungkus perkamen/kain test dilakukan berdasarkan penyimpanan
1 hari sampai dengan 8 hari. Bila kondisi penyimpanan setelah
diuji baik adalah selama 7 hari, maka dapat dikatakan bahwa
kondisi yang baik dalam penyimpanan adalah dalam 7 hari.Bila
lebih dari 7 hari maka harus dilakukan sterilisasi ulang. Untuk alat
yang dibungkus plastik test dilakukan berdasarkan penyimpanan 1
sampai 4 bulan, jika dalam bulan ke empat terdapat kuman maka
dilakukan test pada bulan ke tiga minggu pertama sampai ketiga,
jika
dalam minggu pertama terdapat kuman maka test dilakukan pada
bulan ke tiga minggu pertama hari pertama sampai hari ketujuh.
Masa expired date ditentukan jika tidak ditemukan kuman.
Berdasarkan hasil test pengujian yang dilakukan pihak CSSD di
RSIJCP menyimpulkan bahwa untuk alat yang dibungkus dengan
kain (linen) mempunyai masa expired date selama 7 hari,
sedangkan untuk alat yang dibungkus dengan plastik (wepack)
expired date selama 3 bulan.

F. Rekam Medik
Menurut PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/ 2008 yang dimaksud

75
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumentasi
antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah
diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter
gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka
pelayanan kesehatan.
Menurut PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/ 2008 data-data
yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang
diperiksa di unit rawat jalan, gawat darurat dan rawat inap. Setiap pelayanan
baik dirawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis
dengan data-data sebagai berikut
1. Pasien Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan kedalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain :
a. Identitas Pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Persetujuan tindakan bila perlu.
2. Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan ke dalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain :
a. Identitas Pasien (nama, tanggal lahir dan no.rekam medis)
b. Tanggal dan waktu
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e. Diagnosis

76
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan atau tindakan
h. Pelayanan atau tindakan bila perlu
i. Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharger summary)
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenanga kesehatan
tertentu.
3. Ruang Gawat Darurat
Data pasien gawat darurat yang dimasukkan ke dalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain :
a. Identitas Pasien
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
g. Diagnosis
h. Pengobatan/tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit
gawat darurat dan rencana tindak lanjut
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain.

G. Bagian Pemeliharaan dan Kesehatan Lingkungan (Kesling) RSIJCP


Bagian Pemeliharaan dan Kesling di RSIJ Cempaka Putih
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Penunjang Pelayanan Klinik.
Fungsi Kesling di Rumah Sakit yaitu :

77
1. Penyehatan Ruang Bangun
2. Penyehatan Makanan dan minuman
3. Penyehatan Linen dan Laundry
4. Penyehatan air bersih
5. Pengelolaan Limbah
6. Pengamanan Radiologi
7. PEST Control.
Sarana dan prasarana sanitasi di RSIJ Cempaka Putih, antara lain :

a. Aspek Pengelolaan Limbah Cair. Tempat Septictank digunakan


untuk sarana pembuangan limbah yang berasal dari WC.
b. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan sistem cascade
aerasi yang mempunyai kapasitas 600m3 / Hari. IPAL mengolah
limbah yang berasal dari semua ruangan yang ada di rumah sakit
seperti: ruang perawatan, kamar mandi, laundry dan dapur gizi.
c. Aspek Pengelolaan Limbah Padat/Sampah
Sampah terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
 Sampah non medis, contoh: kertas, kardus, plastik,
botol/gelas, plastik, kotak minuman/makanan dan sampah
got atau lumpur.
 Sampah medis, contoh: sampah infeksius, sampah patologi
dan sampah jaringan tubuh.
Dalam pengelolaan limbah padat dilakukan pemilahan limbah dan
menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda-beda berdasarkan
karakteristik limbahnya yaitu :
a. Limbah domestik dimasukkan ke dalam plastik berwarna hitam.
b. Limbah infeksius dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning.
c. Limbah sitotoksik dimasukkan ke dalam plastik berwarna ungu.
d. Limbah kimia dimasukkan ke dalam plastik berwarna cokelat.
Pengumpulan sampah dilakukan pada titik pengumpulan di setiap
zona yang telah ditentukan untuk dibawa ke tempat penampungan

78
sampah sementara dan selanjutnya diangkut ke pembuangan akhir di
tempat pembuangan akhir sampah di Bantar Gebang untuk sampah non
medis, sedangkan sampah medis dikirim ke PT. Wastec untuk di
musnahkan. Alur pengolahan limbah cair non medis di RSIJCP yaitu
dimulai dari pengumpulan limbah-limbah cair melalui saluran pipa
tertutup yang berada didalam tanah, yang kemudian masuk ke dalam bak
penyaringan untuk memisahkan sampah padatan dengan cairan. Cairan
yang sudah terpisahkan dengan sampah padatan tersebut akan dialirkan
ke bak equal (untuk proses homogenisasi), lalu dialirkan ke dalam bakan
aerob, yang berisikan bakteri anaerob. Bakteri anaerob ini berguna untuk
menurunkan kapasitas polutan.Setelah itu dialirkan ke bak aerob yang
berisi bakteri aerob. Didalam bak ini bakteri anaerob yang terkandung
didalamnya akan mati. Kemudian dari bak aerobik dialirkan ke bak
sedimentasi (pengendapan), di RSIJCP pada bak sedimentasi atau
pengendapan ini tidak menggunakan bahan koagulan seperti tawas, atau
senyawa kimia lain yang digunakan untuk membantu proses
pengendapan, pengendapan berlangsung secara alami. Selanjutnya
dialirkan lagi ke bak klorinasi yang bertujuan untuk membunuh bakteri
yang kemungkinan masih terbawa. Proses terakhir yaitu air dialirkan ke
bak yang berisi ikan mas sebagai indikator. Air dikatakan layak apabila
ikan mas dapat tumbuh dan bertahan hidup.

79
BAB V

PEMBAHASAN

Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) adalah Rumah Sakit milik organisasi
Muhammadiyah yang berlokasi di Jalan Cempaka Putih Tengah Jakarta Pusat,
Gagasan didirikannya Rumah Sakit Islam Jakarta adalah bermula dari
dirasakannya kebutuhan akan pelayanan Rumah Sakit yang bernafaskan Islam.
Dr.H.Kusnadi yang juga sebagai salah seorang tokoh Muhammadiyah tergugah
dan mulai memikirkan perlu adanya suatu rumah sakit yang pelayanannya bersifat
Islami.
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) adalah Rumah sakit
swasta yang tergolong rumah sakit tipe B yang setara dengan rumah sakit
pemerintah, kemudian pada tahun 2014 berubah menjadi Rumah Sakit
pendidikan. RSIJ mempunyai 27 pelayanan medik spesialis dan 19 pelayanan
medik sub spesialis. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP)
mendapatkan akreditasi penuh tingkat lengkap dari Departemen Kesehatan pada
16 pelayanan pada tahun 2006, dan telah diakreditasi ulang pada tanggal 17
februari 2012. Pada bulan Juli 2016 Rumah Sakit Islam Jakarta mengikuti
akreditasi versi 2016 dan lulus dengan peringkat paripurna. Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
umum dan karyawan rumah sakit, serta memberikan pelayanan jasmani dan
rohani. Kepemilikan dikelola oleh swasta dibawah Badan Pelaksana Harian
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dan sebagai amal usaha
Muhammadiyah. Struktur organisasi RSIJCP memiliki direktur utama yang
membawahi 4 direktur yaitu direktur penunjang klinik, direktur pelayanan klinik,
direktur keuangan, dan direktur SDI & binroh.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (IFRSIJCP)
berada dibawah direktur pelayanan klinik. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka

80
Putih memiliki 9 Apoteker yaitu 2 Apoteker di managemen, 4 Apoteker di
pelayanan rawat jalan dan 3 Apoteker di pelayanan rawat inap.
Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan RI No 72 tahun 2017 tentang
standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Didalam pengelolaannya, IFRS
dan Sekertaris PFT dipimpin oleh seorang Apoteker. IFRS mempunyai fungsi
yaitu: Fungsi Farmasi Klinik dan Farmasi Non-Klinik. Fungsi Farmasi Klinik
meliputi: Komunikasi, Informasi dan Edukasi, Konseling, Pelayanan Informasi
Obat, Panitia Farmasi dan Terapi dan Pemantauan dan Pelaporan Terapi Obat,
Monitoring Efek Samping Obat, dan Sistem Distribusi Obat. Fungsi farmasi non-
klinik meliputi:Perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok,
pengadaan, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali,
distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar di
lingkungan Rumah Sakit untuk pelayanan.
Sistem pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh bagian logistik
perbekalan obat dan alkes menggunakan sistem satu pintu. Kegiatan yang
dilakukan bagian pengadaan meliputi perencanaan, pembelian, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, monitoring, dan pemusnahan. Perencanaan
pembelian obat berdasarkan pada metode pemakaian sebelumnya dan metode
epidemiologi/sejarah penyakit. Perencanaan dilakukan dengan memprediksikan
kebutuhan barang farmasi berdasarkan permintaan pengeluaran yang berasal dari
unit-unit pelayanan farmasi dan sterilisasi pada bulan sebelumnya, serta mengacu
kepada standar formularium RSIJCP. Untuk pembelian barang berdasarkan
metode pemakaian dengan standar minimal dan maksimal gudang yang bertujuan
untuk mengendalikan persediaan barang.
Gudang mendistribusikan barang farmasi berdasarkan permintaan
pelayanan farmasi yaitu Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan, Unit Pelayanan
Farmasi Raudhah, Farmasi Rawat Inap, Pelayanan Unit, Depo IGD, Central
Sterile Supply Department (CSSD) dan Depo OK dan Anastesi melalui sistem
komputerisasi. Untuk mengontrol kualitas maupun kuantitas dari obat maka setiap
petugas bertanggung jawab terhadap beberapa rak obat dengan mencocokkan

81
jumlah barang yang tersedia dengan jumlah barang yang ada pada kartu stok
maupun stok di komputer.
Penyimpanan obat dan alkes di gudang logistik perbekalan obat dan alkes
disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan secara alfabetis, jenis sediaan,
dan suhu. Sistem distribusi obat menggunakan metode desentralisasi ke semua
depo farmasi. Monitoring dilakukan terhadap pergerakan obat, expired date, dan
kualitas obat. Pemusnahan yang dilakukan terhadap arsip dan obat dilakukan
setiap 3 tahun sekali. Untuk penyimpanan obat-obat narkotika dan psikotropika
disimpan dalam lemari terkunci yang dipegang oleh satu personil gudang sebagai
penanggung jawab lemari. Sistem pergerakan barang yang ada di gudang
menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Setiap kali sebelum obat
keluar dari atau masuk ke tempat penyimpanannya dilakukan pencatatan pada
kartu stok obat dan stok dengan sistem komputerisasi.
Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan bertugas melayani resep pasien rawat
jalan dan pasien rawat inap (khusus malam dan hari libur). Unit Pelayanan
Farmasi Raudhah (rawat inap) bertugas melayani pasien rawat inap dan pasien
rawat jalan. Unit Pelayanan Farmasi Rawat Inap bertugas melayani pasien rawat
inap saja. Sistem distribusi obat di RSIJCP yaitu sistem UDD (Unit Dose
Dispensing), floor stock, dan Resep individu. Sistem UDD ditujukan untuk
semua ruangan. Obat di sistem unit dose dikemas dalam kemasan unit tunggal dan
dispensing dalam bentuk siap konsumsi. Obat yang akan dikonsumsi oleh pasien
dikemas dalam wadah yang berbeda dengan pemberian pagi, siang, malam dan
diberi tanda. Sebelum melakukan pengemasan, cek pasien apakah sudah keluar
atau belum, petugas farmasi juga mengecek dokumen keperawatan untuk
mengetahui penggunaan obat pasien apakah ada penggunaan obat yang
dihentikan, ditambah atau diganti oleh dokter. Pada sistem distribusi floor stock,
obat-obat tertentu yang diperlukan di ruang perawatan, dapat di stok di ruang
perawatan masing-masing. Unit pelayanan farmasi raudah selain melayani resep
dari poli klinik gedung raudah juga melayani peracikan obat kemoterapi yang
dilakukan pada ruangan khusus menggunakan alat BSC (Biological Safety
Cabinet), peracikan dilakukan oleh seorang petugas farmasi yang sudah terlatih

82
dan mempunyai sertifikat. Peracikan obat kemoterapi dilakukan berdasarkan
waktu pemberiannya karena obat kemoterapi mempunyai stabilitas yang berbeda
beda. Formulir yang dilampirkan pada resep kemoterapi terdiri atas 3 formulir
yaitu : formulir rekontruksi obat kanker yang berisi (biodata pasien, obat apa saja
yang digunakan pada proses kemoterapi tersebut, perhitungan berapa dosis obat
yang digunakan dan cara penanganan atau pengerjaan obat tersebut), formulir
protokol kemoterapi berisi (intruksi dari dokter tentang peracikan obat kemo
tersebut) dan formulir persetujuan peracikan obat kanker berisi (persetujuan dari
pihak keluarga pasien).
Pelayanan unit di RSIJCP hanya dilakukan 1 shift yaitu 07.30 – 15.00 dan
dilakukan untuk memenuhi permintaan dari ruang perawatan, poliklinik dan unit
terkait lainnya di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, sesuai daftar standar
obat dan alat kesehatan di ruang perawatan dan poliklinik Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka Putih. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih mempunyai bagian produksi yaitu bagian yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk menyediakan obat yang dibutuhkan di lingkungan RSIJCP
namun tidak tersedia dipasaran baik dalam bentuk produksi maupun repacking
produk untuk sediaan non steril, seperti larutan betadine, hand rub, kapsul CaCO 3,
perhidrol dan lotio kummerfeldi. Kegiatan produksi yang dilakukan bertujuan
untuk menunjang pelayanan farmasi.
Unit pelayanan farmasi IGD di RSIJ dilakukan pada 3 shift (pagi, siang,
malam). Di IGD terdapat beberapa paket dan troly.Paket yang ada di IGD yaitu:
a. Paket infus : berisi IV cat, infus set, IV dressing, antiseptik (one swab)
b. Paket cateter : berisi foley cateter, syring 20 cc, syring 5 cc, urine bag,
aquadest.
c. Paket syring pump : berisi syring 50 cc, extention tube S2, NaCl 25 cc, LS.
d. Paket nebulizer : masker, combivent, pentolin.
e. Paket pasang NGT: stomatche tube, fidding tube, syring 50 cc, NaCl.
f. Paket hecting (benang) : nilon (untuk wajah), catgut (benang yang dapat
menjadi daging)
Di IGD juga terdapat 3 troly :

83
a. Troly emergency
b. Troly observasi
c. Troly kebidanan
IGD memiliki standar obat emergency yang harus tersedia di IGD meliputi :
a. Psikotropik : stesolid, sedakum
b. Narkotik : morfin.
Depo OK melakukan pelayanan selama 24 jam yang dibagi dalam 3 shift.
Tugas dari Depo OK yaitu melayani obat dan alkes yang dibutuhkan untuk
operasi dan anastesi di kamar bedah RSIJCP. Pelayanan obat dan alkes
menggunakan formulir permintaan obat dan alkes kepada Depo OK yang
kemudian disiapkan oleh bagian farmasi yang ada di Depo OK. Untuk
mempermudah pelayanan petugas Depo OK menyiapkan paket obat-obatan dan
alkes.
Unit pelayanan farmasi UDD (unit dose dispensing) suatu sistem distribusi
obat kepada penderita rawat inap yang disiapkan dalam bentuk dosis tunggal, siap
pakai, selama 24 jam. UDD melayani semua ruang di RSIJCP. Keuntungan unit
pelayanan farmasi UDD adalah pasien hanya membayar obat yang diberikan, serta
mencegah medication error. Pendistribusian obat kepada pasien dilakukan dengan
cara obat dimasukan kedalam box transparan dimana dalam box tersebut
diberikan etiket meliputi nama pasien, nomor rekam medik, ruangan, tanggal lahir
pasien. Ada 4 wadah obat didalam box tersebut. Wadah pink untuk obat yang
diminum pada pagi hari, wadah hijau untuk obat yang diminum pada siang hari,
wadah biru untuk obat yang diminum pada sore hari, dan wadah putih untuk obat
yang diminum pada malam hari. Untuk obat suntik disimpan dalam plastik klip
dan diberikan etiket.

Central Sterile Supply Department (CSSD) di Rumah Sakit Islam Jakarta


Cempaka Putih (RSIJCP) sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Kegiatan sterilisasi menggunakan sistem sterilisasi sentral (alat dan bahan steril),
sehingga dapat melayani semua unit di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih. Unit Sterilisasi Sentral dibentuk untuk mencegah, mengatasi dan

84
mengurangi terjadinya infeksi silang di RSIJCP. Metode sterilisasi menggunakan
metode uap panas tinggi (autoklaf) dan gas etilen oksida. Sterilisasi menggunakan
autoklaf ditujukan untuk alat-alat yang tahan panas, sedangkan untuk alat-alat
yang tidak tahan panas menggunakan gas etilen oksida. Proses sterilisasi dimulai
dari pembersihan dan dekontaminasi, pengemasan dan penandaan, sterilisasi,
pengiriman dan pemakaian. Sebelum proses sterilisasi dilakukan terlebih dahulu
dilakukan penerimaan barang yang di catat dalam buku ekspedisi, alat yang akan
disterilkan direndam dengan cairan glutaraldehid 2 % selama 24 jam untuk alat
yang terinfeksi atau selama 15 menit untuk alat yang tidak terinfeksi. Setelah
perendaman dan pencucian dilakukan sterilisasi dengan salah satu dari dua
metode yaitu yang pertama dengan menggunakan autoklaf (Uap Panas) untuk
alat-alat yang tahan terhadap panas seperti bahan, tekstil,linen,baju operasi, logam
dan lainnya, selanjutnya dibungkus dengan kain laken. Unit Sterilisasi Sentral
juga memproduksi bahan-bahan steril seperti kassa, lidi wotten, handscoon, roll
gauze, dan lain-lain. Untuk pengecekan fungsi autoklaf dapat dilakukan dengan
indikator test dan metode Bowie & Dick.
Metode sterilisasi lainnya dengan mengalirkan gas etilen oksida. Metode
ini digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan pemanasan seperti alat pembungkus
dan polietilen, plastik, silikon dan lainnya. Alat-alat tersebut dibungkus dengan
plastik we pack, sebelumnya dimasukkan indikator internal dan dibagian luar di
tempel dengan indikator eksternal (autoclative). Sterilisasi dilakukan pada suhu
60 0C selama 3. Alat-alat kesehatan dan linen yang sudah steril disimpan di
ruangan khusus yang dijamin kesterilannya dan siap untuk di distribusikan ke
instalasi yang memerlukan.
Rekam Medik adalah catatan tentang pengobatan, tindakan, dan pelayanan
yang sudah dilakukan terhadap pasien di rumah sakit. Unit Rekam Medik RSIJCP
berperan dalam penyediaan berkas rekam medik baik bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap. Dan catatan rekam medik pasien berlaku seumur hidup. Kegiatan yang
dilakukan antara lain mengelola berkas pendaftaran dan penyimpanan data pasien
di rumah sakit.

85
Rekam medis berisi identitas pasien; resume medis ; riwayat penyakit;
laporan kematian jika pasien meninggal disertai dengan surat keterangan kematian
dan surat keterangan kedokteran tentang sebab kematian; Surat keterangan lahir ;
Pengantar masuk rawatinap (surat rujukan); Surat persetujuan rawat inap; Surat
perpindahan pasien dari ruang perawatan (jika pasien pindah ruang perawatan);
Informed concente ( jika ada tindakan medis yang diberikan kepada pasien);
Catatan dan instruksi dokter; Asuhan keperawatan; Catatan klinis; Formulir
obstetri dan ginekologi; Formulir laporan operasi; formulir hasil penunjang
medik; Pemantauan terapi obat dan Rekonsiliasi obat.
Alur pendaftaran pasien di RSIJCP :
1. Di RSIJCP terdapat 5 loket pendaftaran bagi pasien yang akan berobat jalan.
Yaitu :
a. Loket 1 untuk pasien lama
b. Loket 2 untuk pendaftar secara langsung dan melalui telfon
c. Loket 3 & 4 untuk pasien baru
d. Loket 5 untuk pasien lama dan baru yang menggunakan jaminana
perusahaan.
2. Setelah pasien mendaftar, pasien mendapatkan slip pendaftaran yang berisi no
rekam medis dan no registrasi. Untuk pasien baru maka mendapatkan kartu
berobat yang dapat digunakan seumur hidup selama menjalani pengobatan di
RSIJCP.
Adapun alur rekam medik untuk pasien baru, yaitu pasien mengisi data
sosial yang disediakan oleh bagian pendaftaran, setelah data telah terisi semua
kemudian petugas pendaftaran akan menginput data tersebut.Kemudian pasien
akan mendapatkan no.kartu rekam medik, dan petugas akan mengantarkan rekam
medik tersebut ke poli yang bersangkutan. Setelah pasien mendapatkan
pengobatan dan diagnosa akhir, maka rekam medik akan di coding, input,
assembling dan penyimpanan.Jika pada rekam medik pasien tidak terdapat
diagnosa akhir, maka dilakukan resume. Resume dilakukan oleh petugas rekam
medik dengan cara meminta ke dokter yang bersangkutan untuk menuliskan
diagnosis terakhir pasien. Alur rekam medik untuk pasien lama sama dengan alur

86
rekam medik pasien baru, tetapi tidak perlu mengisi data sosial dan untuk pasien
rawat inap menunjukkan surat rawat inap kebagian pendaftaran. Penyimpanan
rekam medik disimpan selama 5 tahun dengan status rekam medis aktif. Jika
pasien tersebut tidak melakukan pengobatan di RSIJCP dalam jangka waktu 5
tahun, data tersebut kemudian dialihkan menjadi rekam medis inaktif dengan
penyimpanan selama 2 tahun. Dan apabila selama 7 tahun tersebut pasien tidak
melakukan pengobatan di RSIJCP, maka akan dilakukan retensi dengan hanya
mengambil berkas-berkas yang bernilai guna/penting. Penyimpanan rekam medis
di RSIJCP hanya berdasarkan digit angka terakhir (terminal digit) dan tidak
berdasarkan pasien rawat jalan dan rawat inap. Untuk memudahkan pencarian
data rekam medis angka terakhir dari nomor rekam medis dibedakan warnanya.
Di RSIJCP juga terdapat rekam medis elektronik. Saat ini hanya berlaku bagi poli
jantung, kebidanan dan bedah. Terdapat 2 shift dirawat jalan (pagi, sore) dan 3
shift dirawat inap (pagi, sore, malam).
Kegiatan Kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih menangani
penanganan limbah, dimana limbah di RSIJCP yaitu limbah padat dan limbah
cair. Limbah padat terdiri dari limbah padat medis dan non medis, dimana limbah
padat medis penanganannya dibawa ke PT. Wastec untuk dimusnahkan dan
limbah padat non medis yang penanganannya bekerja sama dengan dinas
kebersihan daerah. Kegiatan Kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih ada yang dilakukan mandiri yaitu melalui instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) yang ada, dan dilakukan pengawasan serta pengujian yang berguna untuk
memastikan agar limbah yang di proses memenuhi standar baku mutu.Setelah
melalui proses pengolahan di dalam IPAL limbah dialirkan ke dalam kolam yang
terdapat indikator ikan mas. Jika indkator ikan mas tersebut tidak ada masalah
maka limbah cair tersebut dapat langsung dibuang kesungai atau lingkungan
sekitar Rumah Sakit, limbah cair yang dikelola dapat digunakan untuk menyiram
tanaman. Pemantauan pengolahan limbah di RSIJCP dilakukan setiap 3 bulan
sekali dengan mengirim sampel ke BPLHD (Badan Pemeriksaan Lingkungan
Hidup Daerah) untuk melihat aman tidaknya limbah tersebut. Pemeriksaan yang
dilakukan berdasarkan beberapa parameter diantaranya, Chemical Oxygen

87
Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), KMnO4, ammonia, biru
metilen, dan zat padat tersuspensi.Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap
mutu air limbah dari pH, debit perhari, suhu, dan kandungan organik.Limbah di
RSIJCP dikumpulkan dalam kantong yang berbeda berdasarkan jenis limbahnya,
yaitu kantong limbah berwarna hitam digunakan untuk limbah domestik, kantong
limbah berwarna kuning digunakan untuk limbah berbahaya seperti limbah
infeksius, kantong limbah berwarna cokelat untuk limbah kimia, kantong limbah
berwarna merah untuk limbah radioaktif dan kantong limbah berwarna ungu
digunakan untuk limbah sitotoksik, dan jarum bekas pakai disimpan dalam safety
box.

88
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih merupakan amal usaha
persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki tanggung jawab untuk
menjalankan visi dan misi persyarikatan bidang kesehatan.
2. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih merupakan Rumah Sakit
swastatipe B dengan pelayanan dokter spesialis dan subspesialis
dengan kapasitas 399 tempat tidur.
3. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Telah Terakreditasi
dengan Predikat PARIPURNA pada bulan Juli 2016 oleh lembaga
akreditasi independen di Indonesia yang diakui pemerintah yaitu
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
4. Rumah Sakit Islam Jakarta memiliki 9 apoteker, yaitu 2 Apoteker di
managemen, 4 Apoteker dipelayanan rawat jalan,3 Apoteker
dipelayanan rawat inap (Farmasi klinis).
5. Bagian Farmasi Klinik Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
meliputi: Pengkajian Resep, Konseling, Pelayanan Informasi
Obat;Pemantauan Terapi Obat; Panitia Farmasi dan Terapi; dan
Monitoring Efek Samping Obat.
6. Bagian Farmasi Non Klinik Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih mengelola kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan,

89
penyimpanan, pendistribusian obat, alat kesehatan dan barang
produksi, monitoring serta pemusnahan dimana setiap kegiatan
dilakukan sesuai dengan SOP (Standar Operating Procedure).
7. Pengadaan perbekalan Farmasi dilakukan di bagian Logistik
Perbekalan Kesehatan menggunakan sistem satu pintu.
8. Sistem penyimpanan perbekalan kesehatan disesuaikan dengan bentuk
sediaan dan kondisi penyimpanan kemudian dikelompokkan
berdasarkan abjad. Khusus untuk obat narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari terpisah dari obat-obat lainnya dan terkunci.
Pengeluaran barang menggunakan sistem FEFO (First Expire First
Out).
9. Distribusi obat untuk pasien rawat jalan menggunakan sistem resep
individual. Sedangkan distribusi obat untuk pasien rawat inap di
semua ruangan menggunakan Unit Dose Dispensing (UDD).
10. Unit Produksi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta melakukan
produksi dan pengemasan kembali (repacking).
11. Unit sterilisasi melakukan kegiatan produksi serta kegiatan sterilisasi
bahan yang diperlukan untuk unit yang membutuhkan.
12. Bagian kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
mengelola lingkungan Rumah Sakit. Adapun aspek yang dikelola
adalah limbah, linen dan laundry, pengendalian serangga dan binatang
pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, penyehatan makanan
dan minuman RS, dan penyehatan air bersih.
13. Bagian Kesling di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
menangani penanganan limbah, dimana limbah di RSIJCP dibagi
menjadi 5, yaitu limbah padat, cair, dan gas, baik medis maupun non
medis. Adapun limbah padat infeksius ditampung dalam kantong
plastik warna kuning, limbah padat farmasi dalam kantong plastik
warna coklat, dan limbah sitostatik dalam kantong plastik warna ungu.

90
B. Saran
1. Meningkatkan Program Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Konseling,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), Panitia Farmasi dan Terapi (PFT),
Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat
(MESO).
2. Melakukan kunjungan pasien dengan melibatkan tenaga kesehatan
lainnya seperti dokter dan perawat guna meningkatkan kegiatan
farmasi klinik, sehingga keberhasilan terapi pasien dapat tercapai.
3. Menambah jumlah Apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam
Jakarta untuk meningkatkan kinerja yang lebih efektif.
4. Optimalisasi dan peningkatan peran manajerial dan farmasi klinis
untuk para mahasiswa PKPA.

91
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Badan POM Republik Indonesia. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia


2008. Jakarta: Sagung Seto.

Cipolle, Robert J, et al, 2004. Pharmaceutical care practice second edition , USA:
The mc, Graw-Hill companies Inc.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1997. Farmakope Indonesia Edisi III.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Buku Petunjuk Pengisian,


Pengelolaan dan Penyajian Data Rumah Sakit. Depkes RI : 2005.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 44 tentang “Rumah Sakit”. Depkes RI : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 36 tentang “Kesehatan”. Depkes RI : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No 56 “Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit”.
Depkes RI : Jakarta.

Djuanda, Adhi., dkk. .2015. MIMS Petunjuk Konsultasi Indonesia Edisi 14.2015.
PT Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)

Mansjoer A, Suprohaita, Ika wardhani W. Setiowulan W. Kapita Selekta Edisi ke-


3, Jilid 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2000.313-317

92
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34. 2016. Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Di
Rumah Sakit . Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2014. Standar Pelayanan Kefarmasian Di


Rumah Sakit Nomor 58. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Sjamsuhidayat & Jong. Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC .
1997.523-538.

Sukandar, Elin yulinah.,dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI Buku 1. Jakarta: PT


ISFI Penerbitan.

93
LAMPIRAN 1

Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

PIMPINAN PUSAT MUHAMADIYAH

BADAN PELAKSANA
HARIAN RS ISLAM
JAKARTA

DIREKTUR UTAMA

BADAN KOORDINASI KOMITE-KOMITE


PENDIDIKAN
. .
SATUAN PEMERIKSA
INTERNAL

DIREKTUR PELAYANAN
DIREKTUR
DIREKTUR DIREKTUR SDI DAN BINROH
PENUNJANG KEUANGAN
ASDIR ASDIR
KEPERAWATAN KEPERAWATAN

KSM PANITIA/TIM

MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER


GIZI PENUNJANG REKAM SDI BINROH YANUM & LEGAL
MEDIS

MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER


RAWAT RAWAT PELAYANAN FARMASI &
INAP INAP PENUNJANG STERILISASI 93
MANAGER
MANAGER SISTEM MANAGER
KEUANGAN INFORMASI PEMASARAN
RS
LAMPIRAN 2
Struktur Pelayanan Farmasi

MANAJER

FARMASI & STERILISASI

KA. UR KA. UR

PELAYANAN FARMASI 1 PELAYANAN FARMASI 2

(Rajal, Raudhah, Unit, IGD) (Ranap, Mina, OK & Sterilisasi)

94
LAMPIRAN 3

Salinan Resep

Keterangan :
Warna putih : salinan resep untuk pasien pribadi
Warna kuning : salinan resep untuk pasien jaminan

95
LAMPIRAN 4
Kartu Stock Peracikan

Obat Suntik dan Infus

96
dan Alkes

97
LAMPIRAN 5
Plastik klip & bungkus puyer

98
LAMPIRAN 6
Etiket

Etiket Obat Oral Etiket Obat Luar

99
LAMPIRAN 7
Label

HIGH ALERT

HIGH
ALERT

OBAT INI DIMINUM SETENGAH OBAT INI DIKUNYAH DAHULU


JAM SEBELUM MAKAN SEBELUM DITELAM

OBAT INI HARUS DIMINUM KOCOK LEBIH DAHULU


SAMPAI HABIS SESUAI PETUNJUK

FARMASI RS. ISLAM JAKARTA Nama :………………………


Nama :……………………… No. RM. :………………………
No. RM. :……………………… Tgl. Lahir :………………………
Tgl. Lahir :……………………… Obat :……………………mg
Ruangan :……………………… dalam…….ml………..
Paket Berisi :……………….Injeksi Vol. yang diambil :……………………ml
Tgl. & Waktu Penyiapan………………….. Penyiapan :………………………
Exp date ;………………………

100
LAMPIRAN 8
Faktur Penjualan

101
LAMPIRAN 9
Formulir Telaah Resep

2016

102
LAMPIRAN 10
Laporan Kejadian / Incident

103
LAMPIRAN 11
Formulir Medication Error

104
LAMPIRAN 12
Rekapitulasi Laporan Narkotika

105
LAMPIRAN 13
Rekapitulasi Laporan Morphin & Pethidin

106
LAMPIRAN 14
Rekapitulasi Laporan Psikotropika

107
108
LAMPIRAN 15
Skema Alur Pelayanan Steril

109
LAMPIRAN 16
Formulir Check List Obat dan Alkes Troli Emergensi

110
LAMPIRAN 17
Catatan Pemakaian Obat Narkotika

111
LAMPIRAN 18
Catatan Pemakaian Obat Psikotropika

112
LAMPIRAN 19
Slip Transaksi

113
LAMPIRAN 20
Surat Pemesanan Psikotropika

114
LAMPIRAN 21
Surat Pemesanan Narkotika

115
LAMPIRAN 22
Surat Pemesanan Prekursor

116
LAMPIRAN 23
Formulir Pengeluaran Barang

117
LAMPIRAN 24
Surat Pesanan Pembelian

118
LAMPIRAN 25
Formulir Pengobatan Pasien

119
LAMPIRAN 26
Form Laporan Obat dan Alkes

120
LAMPIRAN 27
Diagram Alur Pengolahan Limbah Padat

121
LAMPIRAN 28
Diagram Alur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

122
LAPORAN TUGAS KHUSUS
PAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN OBSERVASI VOMITUS
DENGAN DEHIDRASI RINGAN - SEDANG DIRUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
PERIODE 01 MEI – 20 JUNI 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :

Nengsi, S.Farm

1643700178

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2016/2017

i
ii
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta maupun di Universitas lain.
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apa bila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka tim
penyusunan bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar serta
sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan norma akademik
berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, Agustus 2017


Yang membuat pernyataan

NENGSI, S.Farm

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, terlebih dahulu penulis mengucapkan puji


syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas khusus ini dengan judul “Pemantauan
Terapi Obat Pasien Observasi Vomitus dengan Dehidrasi Ringan Sedang” dengan
tepat waktu. Tak lupa penullis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Aisyah,
S.Si., Apt, ibu Nurlailasari, S.Si., Apt dan Ibu Okpri Meila, M.Farm., Apt, yang telah
memberikan bimbingan dan kemudahan serta bantuan dari berbagai pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat membantu, memberikan informasi
serta menambah pengetahuan bagi para pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki
bentuk maupun isi yang kelak dapat menjdi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa dalam setiap penyusunan sebuah karya tulis tidak
ada yang sempurna, demikian dengan tugas ini yang tentunya masih banyak
kekurangan baik dari segi pengolahan maupun cara penyajian. Segala kritik dan saran
yang membangun, diharapkan atas penulisan makalah ini. Akhir kata semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan
pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
II.A Vomitus............................................................................................ 3
A.1 Definisi Vomitus ..................................................................... 3
A.2 Etiolog Vomitus....................................................................... 3
A.3 Gejala Klinis Vomitus............................................................. 5
A.4 Patofisiologi Vomitus.............................................................. 6
A.5 Penatalaksanaan Vomitus........................................................ 7
II.B Dehidrasi.......................................................................................... 9
B.1 Definisi Dehidrasi...................................................................... 9
B.2 Etiologi dehidrasi....................................................................... 9
B.3 Gejala Klinis Dehidrasi............................................................. 11
B.4 Patorisiologi Dehidrasi.............................................................. 13
B.5 Penatalaksanaan Dehidrasi........................................................ 14
II.C Uraian Obat...................................................................................... 14
BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................... 22
III.A Identitas Pasien.............................................................................. 22
III.B Data Sebjektif................................................................................ 23
III.C Data Objektif................................................................................. 23
III.D Data Laboratorium........................................................................ 24
III.E Profil Pengobatan Di Ruang Perawatan......................................... 26
III.F Obat Pulang.................................................................................... 26
III.G Klasifikasi DRP............................................................................. 27
III.H Assesment and Plan (Identiikasi, Manajemen dan Plan DRP ).... 28
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 30
IV.A Pembahasan Kasus......................................................................... 30
IV.B Asuhan Kefarmasian...................................................................... 33
BAB V PENUTUP........................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 35

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Subjektif..................................................................................... 23

Tabel 2. Data objektif....................................................................................... 23

Tabel 3. Data Laboratorium.............................................................................. 24

Tabel 4 Pemeriksaan gula darah sewaktu......................................................... 25

Tabel 5 Pemeriksaan gula darah sewaktu......................................................... 25

Tabel 6 Profil Pengobatan di Ruang Perawatan............................................... 26

Tabel 7 Obat Pulang......................................................................................... 26

Tabel 8 Klasifikasi DRP .................................................................................. 27

Tabel 9. Analisa DRP dengan PCNE............................................................... 28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Pasien yang mendapat terapi obat mempunyai resiko mengalami


masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat serta
respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah
terkait obat. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan Pemantauan Terapi
Obat (PTO) dalam praktek profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

Keberadaan apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan


memiliki peran penting dalam Pemantauan Terapi Obat. Pengetahuan
penunjang dalam melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit,
farmakoterapi, serta interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan
diagnostik. Selain itu, diperlukan keterampilan berkomunikasi, kemampuan
membina hubungan interpersonal, dan menganalisis masalah. Proses PTO
merupakan proses yang komprehensif mulai dari seleksi pasien, pengumpulan
data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi terapi, rencana
pemantauan sampai dengan tindak lanjut merupakan bagian dari proses
pemantauan terapi obat. Proses tersebut harus dilakukan secara
berkesinambungan sampai tujuan terapi tercapai.

Dalam pengobatan, diperlukan beberapa penyesuaian seperti dosis dan


perhatian lebih besar pada kemungkinan efek samping seperti nefrotoksik,
karena adanya imaturitas fungsi organ-organ tubuh, sehingga mungkin
diperlukan penyesuaian dosis serta pemilihan obat yang benar-benar tepat.
Selain itu, pengobatan juga memerlukan pertimbangan lebih kompleks, antara

1
lain karena berbagai masalah cara pemberian obat, pemilihan bentuk sediaan,
dan masalah ketaatan (Muchtar, 1985).

PTO dianggap perlu dilakukan terhadap pasien SB dengan diagnose


utama yaitu Vomitus dengan Dehidrasi Ringan Sedang dikarenakan pasien
masuk kedalam kriteria seleksi pasien yang harus di PTO karena pasian SB
memiliki riwayat penyakit hipertensi, Diabetes Melitus dan dyspepsia
sehingga pasian SB potensial mengalami komplikasi penyakit.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi muntah yang


disertai diare dengan dehidrasi di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per
1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya
untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian ini pada anak
laki-laki hampir sama dengan anak perempuan .(Suharyono, 2003)

Vomitus merupakan suatu gejala penyakit yang bisa timbul karena


berbagai faktor penyebab, dan yang paling sering terjadi dan bias
menyebabkan angka kematian paling tinggi yaitu penyakit diare yang disertai
muntah sehingga menyebabkan dehisrasi. Vomitus adalah ejeksi atau
pengeluaran isi lambung melalui mulut secara kuat. ( Dipiro 2015 )

Dehidrasi merupakan suatu kondisi yang dihasilkandari keadaan tubuh


yang mengalami kehilangan cairan dalam jumlah yang berlebihan. Dehidrasi
terjadi ketika tubuh kehilangan cairan lebih dariyang dikomsumsi. Kondisi ini
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau gangguan, dengan diare sebagai
penyebab paling umum. ( Ronaid Gerrits, 2014 )

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. A. Vomitus

A.1 Definisi Vomitus

Vomitus secara medis disebut dengan istilah emesis atau muntah


dan secara informal dikenal sebagai lemparan balik dan sejumlah istilah
lain yang disematkan pada proses ini adalah suatu peristiwa ekspulsif yang
sangat bertenaga yang mengeluarkan isi perut melalui mulut dan terkadang
juga melalui hidung. ( Hebbard G, 2007 )
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui
mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara
regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan
yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus,
ruminasi adalah pengeluaran makanan secara sadar untuk dikunyah
kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan
kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat
disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi
abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi
lambung yang lambat.(Judith MS, 2004)

A.2 Etiologi Vomitus atau Muntah

3
Vomitus atau muntah bisa saja disebabkan oleh penyakit yang
berasal dari GIT atau di luar GIT. Penyakit GIT yang bisa merangsang
terjadinya muntah :
a. Obstruksi (benda asing, intussepsi, neoplasia, volvulus, torsi
mesenterik, konstipasi)
b. Infeksi virus (parvo, distemper, coronavirus)
c. Infeksi bacteri (salmonella, camphylobacter)
d. Parasit ( Trichuris, Giardia, Physaloptera, Ollulanus trycuspis,
koksidia, ascarida, racun salmon)
e. Ulcerasi duodenum, perforasi GIT

Sedangkan Penyebab non-GIT adalah :

a. Penyakit sistemik (gagal ginjal, gagal hepar, sepsis, asidosis,


ketidakseimbangan elektrolit)
b. Ketidak seimbangan endokrin (hipoadrenocorticism, diabetic
ketoacidosis, no kerotic hiperosmolar diabetes)
c. Problem syaraf (syndrome vestibular, meningitis, enchepalitis, CNS,
trauma)
d. Obat2an dan racun
e. Penyakit abdomen (pancreatitis, peritonititis, pyometra,
pyelonephritis)
f. Anaphylaxis
g. Heat stroke, dietary indiscretion, motion sickness

Vomitus harus dibedakan dari regurgitasi dan disphagia dari sudut


etiologi dan metode yang diperlukan untuk dapat mendiagnosa pun
menjadi berbeda. Vomitus sendiri terbagi menjadi 3 tahap yang
berurutan. Tahapan yang pertama ditandai dengan nausea, yang dicirikan

4
dengan hipersalivasi, gerakan menelan, gerakan menjilat – jilat dari lidah
hewan tersebut, peka, depresi dan tubuhnya menggigil. Tahap kedua
ditandai dengan ‘retching’, yang dicirikan dengan kontraksi yang kuat
dari otot perut melawan glottis yang berada dalam keadaan menutup.
Pada tahap ketiga seluruh isi dari lambung dimuntahkan melalui mulut.

Regurgitasi biasanya mengindikasikan adanya disfungsi dari


oesophagus. Selama proses regurgitasi, bak cairan atau makanan bergerak
mundur kembali dari oesophagus menuju cavum nasi atau/dan cavum
oris. Tidak terdapat sindrom prodromal dan juga tidak terdapat usaha dari
perut untuk mengeluarkan isinya (terkait dengan regugitasi). Walaupun
keduanya adalah 2 sindrome yang berbeda tapi keduanya tidak
menunjukkan hubungan yang erat. Oesophagitis yang disebabkan oleh
karena muntah yang terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya
regugitasi.

Di definisikan sebagai suatu kesulitan atau kesakitan dalam menelan


makanan. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya masalah dalam mulut,
pharynx, atau bagian proksimal dari oesophagus. Gejala klinis yang
timbul adalah muntah, berusaha menelan dengan sangat, mengeluarkan
saliva yang sangat, tidak nyaman saat mengunyah atau menelan, atau
mengalami regurgitasi segera setelah makan.

A.3 Gejala Klinis Vomitus atau Muntah


a. Tingkat keparahan dari gejala klinik yang terjadi bergantng pada
durasi dan keparahan dari vomitus itu sendiri dan etiology yang
menyebabkannya. Hewan yang mengalami vomitus bisa berada
dalam berbagai tingkat dehidrasi (membran mukosa yang pucat, CRT

5
>3 detik, penurunan turgor kulit) atau hipovolemia (tachycardia,
membran mukos yang pucat).
b. Rasa sakit pada abdomen, baik itu dalam area terlokalisir atau yang
sudah difus ke seluruh bagian abdomen, akan menjadi sebuah ciri dari
keberadaan torsi mesenterium, GDV, GI obstruction, pancreatitis,
pyelonephritis, perforasi atau usus yang mengalami ulcerasi, peritonitis
dan HGE. Sedikitnya rasa sakit pada abdomen yang dapat terdeteksi
tidak menyisihkan kemungkinan adanya penyakit bedah. Hewan
dengan tingkat hipovolemia yang parah (hewan tersebut mengalami
vomi yan panjang dan parah), atau pada hewan yang mengalami shock
(misalkan pada hewan yang mengalami hipoadrenal krisis, Torsi
mesenterium ) bisa jadi akan menunjukkan gejala hipothermia.
Sedangkan hipothermia (demam) akan terjadi pada beberapa kasus
lainnya seperti neoplasia, infeksi, dan proses radang. Gejala klinis
terkait dari komplikasi kejadian vomitus bisa saja terjadi. Hewan yang
mengalami pn.aspirasi akan mengalami peningkatan frekuensi dan
usaha untuk bernafas, atau abnormalitas suara bronchovesicular .
A.4 Patofisiologi Vomitus atau Muntah
Vomitus merupakan suatu reaksi tubuh yang berupa reaksi
humoral maupun reaksi neural yang keduanya dikendalikan oleh pusat
muntah yang berada di medulla oblongata. Faktor-faktor humoral secara
tidak langsung dapat menyebabkan muntah dengan jalan merangsang
pusah muntah yang berada di atas medulla oblongata, sebelah caudal
dari ventrikel ke 4 otak, yang lebih dikenal dengan CRTZ (chemo
reseptor trigger zone), yang tidak sepenuhnya terlindungi oleh sistem
blood-brain barrier , sehingga CTRZ dapat mendeteksi rangsang muntah
yang sampai melalui darah atau faktor etyologi muntah yang lainnya.
Sedangkan stimulasi muntah yang disampaikan melalui jalur syaraf,

6
terjadi melalui jalur syaraf vagus, simpatik, vestibular dan
cerebrocortical. Reseptor – reseptor untuk syaraf ini sendiri tersebar
merata di GIT, organ abdomen, peritoneum, dan pharynx.

A.5 Penatalaksanaan Vomitus atau muntah

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah


mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada
penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral
biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan


awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral
serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent
suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah
untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah


yang dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak
tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus
bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu
ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya
pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin
7
efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan
muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis,
dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal. ( Sudaryat, 2005 )
Terapi farmakologis muntah adalah sebagai berikut :
E. a. Antagonis dopamin
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan
sekarang ini karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon
merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro
merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks
esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter
esophagus bagian bawah.
E.b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine)
termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin
memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin
(AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi
mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler.
Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis.
IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
E.c. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi
atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada
CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan
antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi
dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2
tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4
dosis.
E.d. Antikolinergik

8
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada
muntah karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator
proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/
hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per
dosis.

E. e. 5-HT3 antagonis serotonin

Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme


kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi
reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak
dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron
tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi
muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30
menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah
dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari
berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV;
>12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali. B. ( Suraatmaja, 2005 )

II.B Dehidrasi
B.1 Definisi Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang


disertai “output” yang melebihi “intake” sehingga jumlah air pada tubuh
berkurang.Meskipun yang hilang terutama cairan tubuh ,tetapi dehidrasi
juga disertai gangguan elektrolit.

9
B.2 Etiologi Dehidrasi

Dehidrasi dapat terjadi karena :

1.      Kemiskinan air (water depletion)


2.      Kemiskinan Natrium (sodium depletion)
3.      Water and sodium depletion terjadi bersama-sama
Water depletion atau dehidrasi primer terjadi karena masuknya air
sangat terbatas,akibat :
         Penyakit yang menghalangi masuknya air
         Penyakit mental yang disertai menolak air atau ketakutan engan air
(hydrophobia)
         Penyakit sedemikian rupa,sehingga si penderita sangat lemah dan
tidak dapat minum air lagi
         Koma yang terus-menerus
Dehidrasi primer juga dapat terjadi pada orang yang mengeluarkan
peluh yang banyak,tanpa mendapatkan penggantian air,seperti pada
musafir di padang pasir,atau pada orang yang berhari-hari terapung-
apung ditengah laut tanpa mendapat minum.Pada stadium permulaan
water depletion,ion natrium dan chlor ikut menghilang dengan cairan
tubuh,tetapi kemudian terjadi reabsorsi ion melalui tubulus ginjal yang
berlebihan,sehingga cairan ekstraseluler mengandung natrium dan chlor
berlebihan dan terjadi hipertoni.
      Hal ini menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi
dehidrasi intraseluler dan inilah yang menimbulkan rasa haus.Selain itu
terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon
antidiuretik sehingga terjadi oligouria.
      Dehidrasi sekunder atau sodium depletion terjadi karena tubuh
kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit. Istilah sodium
10
depletion lebih sesuai daripada salt depletion untuk memberi tekanan
terhadap perlunya natrium.Kekurangan intake garam biasanya tidak
menimbulkan sodium depletion oleh karena ginjal,bila perlu,dapt
mengatur dan menyimpan natrium.
      Sodium depletion sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui
saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang keras.
Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan tosinitas/ kadar cairan
yang hilang yaitu:
1. Dehidrasi hipertonik
Yaitu berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak
dari natrium (dehidrasi hipertonik). Dehidrasi hipertonik ditandai
dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter)
dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285
mosmol/liter).
2. Dehidrasi isotonik
Dehidrasi isotonik tau hilangnya air dan natrium dalam jumlah
yang sama. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar
natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum
(270-285 mosmol/liter).
3. Dehidrasi hipotonik
Hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air.
Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum
(kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum
(kurangdari270mosmol/liter).
Berdasarkan banyaknya cairan tubuh yang dikeluarkan yaitu :
1. Dehidrasi ringan ( < 5 %) kehilangan cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat
badan),

11
2. Dehidrasi sedang ( 5- 8 %) kehilangan cairan dan elektrolit
dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen
dari berat badan)
3. Dehidrasi berat ( > 8 %) kehilangan cairan dan elektrolit
dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen
dari berat badan).
B.3 Gejala Klinis Dehidrasi
Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan
turgordan mata  cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik
yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%.
Tanda klinnis obyektif lainya yang dapat membantu mengindentifikasi
kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Berdasarkan studi di Divisi
Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, bila ditemukan
aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis
berkurang, berat jenis (bj) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa
adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio blood urea
nitrogen/kreatinin lebih dari atau sama dengan 16,9 (tanpaadanya
perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi
pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat:
tidak menggunakan obat – obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran
cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongensif, sirosis
hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal,
sindrom nefrotik).
Berikut ini adalah berbagai gejala dehidrasi sesuai tingkatannya :
- Dehidrasi ringan
a. Muka memerah
b. Rasa sangat haus
c. Kulit kering dan pecah-pecah

12
d. Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
e. Pusing dan lemah, lemas, dan mulai terasa pening dan mual
f. Kram otot terutama pada kaki dan tangan
g. Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
h. Sering mengantuk
i. Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang
j. Tiba tiba jantung berdetak lebih kencang
k. Suhu badan meningkat
- Dehidrasi sedang
a. Tekanan darah menurun
b. Pingsan
c. Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
d. Kejang
e. Perut kembung
f. Gagal jantung
g. Ubun-ubun cekung
h. Denyut nadi cepat dan lemah
B.4 Patofisiologi Dehidrasi

Komponen tunggal terbesar dlam tubuh adalah air.Air adalah pelarut


bagi semua za t terlarut dalm tubuh baik dalm suspensi maupun larutan.Air
tubuh total (total water body/TBW) (yaitu persentase dari berat tubuh total
yang tersusun atas air) jumlahnya bervariasi sesuai dengan jenis
kelamin,umur,dan kandungan lemak dalam tubuh.Air membentuk sekitar
60% berat badan seorang pria dan sekitar 50% berat badan wanita.Pada
orang tua TBW menyusun sekitar 45% sampai 50% berat badan
(Narins,1994).Lemak pada dasranya bebas air,sehingga lemak yang makin
sedikit akan mengakibatkan tingginya persentase air dari berat badan orang
itu.Sebaliknya jaringan otot memiliki kandungan air yang tinggi.Oleh
13
karena itu dibandingkan dengan orang kurus,orang gemuk mempunyai
TBW yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan berat badannya.Wanita
umumnya secara proporsional mempunyai lebih banyak lemak dan lebih
sedikit otot jika dibandingkan dengan pria,sehingga jumlah TBW juga
lebih sedikit dibandingkan dengan berat badannya.

Konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi dari satu bagian


dengan bagian lainnya,dan dalam keadaan sehat mereka harus berada pada
bagian yang tepat dan dalam jumlah yang tepat.Kation utama pada cairan
ekstraseluler dalah Na+ ,dan anion utamanya adalah Cl- dan HCO3- .

B.5 Penatalaksanaan Dehidrasi


Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah pada
tahap pertama mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan
keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan hemodinamik
tercapai. Berfokus pada mengatasi deficit, pemberian cairan,
pemeliharaan dan penggantian yang masih berlangsung.

II.C Uraian Obat

Domperidon (IONI, 2008)


Komposisi Domperidon
Indikasi Gangguan motilitas GI, mual/ muntah yang berhubungan
dengan anti parkinson agonis dopamine
Dosis Oral: mual dan muntah akut (termasuk mual dan muntah
Karen ledova dan bromokriptin) 10-20mg, tiap 4-8 jam,
periode pengobatan maksimal 12 minggu. Anak : hanya
pada mual dan muntah akibat sitotoksik atau radioterapi:
200-400 mcg/kg bb tiap 48 jam. Dispepsia fungsional: 10-
20 mg malam hari. Periode pengobatan maksimal 12
14
minggu anak tidak dianjurkan
Kontraindikasi Orang yang alergi terhadap domperidone atau kandungan
lain dari obat.Penggunaan pada anak-anak tidak dianjurkan,
kecuali untuk mengatasi mual muntah ketika menjalani
kemoterapi kanker dan radioterapi.Orang yang memiliki
gangguan pada hipofisis di otak, berupa prolaktinoma yang
memproduksi hormon prolaktin.Memiliki masalah usus
serius seperti perdarahan internal (menjadi lebih berdarah),
atau obstruksi atau perforasi lambung atau usus. Ketika
dipaksakan akan menimbulkan kram perut yang parah.
Efek Samping Kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktore dan
ginekomasti), penurunan libido, ruam dan reaksi alergi lain,
reaksi distonia akut.

Valsartan (PIONAS, 2013)


Komposisi Valsartan 160 mg
Indikasi Anti hipertensi, post miocardial infarction, treatment
Dosis Untuk hipertensi : 80-160 mg / hari peroral. Dosis
Pemeliharaan: 80-320 mg / hari PO. Untuk Gagal Jantung
kongestif. 40 mg PO setiap 12 jam. Dosis Pemeliharaan:
40-160 mg PO setiap 12 jam ; tidak melebihi 320 mg /
hari. Pada pasien Pasca Terapi Infark Miokardium karena
Disfungsi Ventrikel Kiri Jantung.
Kontraindikasi Wanita hamil, kerusakan hati,sirosis dan penyumbatan
kandung empedu.
Efek Samping Sakit kepala, pusing, infeksi virus, infeksi saluran
pernapasan bagian atas, batuk, diare, lemah, rhinitis,
15
sinusitis, nyeri punggung, nyeri pada perut, mual,
faringitis dan nyeri

Amlodipin (PIONAS, 2013)


Komposisi Amlodipin 10 mg
Indikasi Untuk pengobatan hipertensi, baik terapi tunggal maupun kombinasi
dengan diuretik tiazid, beta adrenoreseptor blocker, atau ACE
inhibitor. Digunakan juga untuk pengobatan iskema miokardia
termasuk angina pektoris dan atau vasospasmus atau vasokonstriksi
vaskulator koroner.
Dosis Amlodipin merupakan obat berbentuk tablet dengan sediaan dosis
2,5 mg, 5 mg, dan 10 mg. Amlodipin tersedia luas dalam bentuk
obat generik maupun paten.

Kontraindikasi Jangan menggunakan obat ini pada pasien yang mempunyai riwayat
hipersensitif terhadap amlodipine atau obat-obat yang termasuk
golongan calcium channel blockers lainnya. Pasien yang mengalami
syok kardiogenis (sirkulasi darah yang tidak normal karena ventrikel
jantung tidak berfungsi optimal), stenosis aorta (penyempitan pada
saluran keluar ventrikel kiri jantung), atau menderita angina yang
tidak stabil jangan menggunakan obat ini. Obat ini juga
dikontraindikasikan untuk penderita tekanan darah rendah (< 90/60
mmHg), ibu menyusui dan wanita hamil.
Efek Samping Sakit kepala, kelelahan, pusing, mengantuk, mual, nyeri perut, kulit
memerah, palpitasi, somnolensi, termasuk edema perifer. Efek
samping seperti kelainan pada darah, impotensi, depresi, insomnia,
takikardia, dan penyakit kuning terjadi sangat jarang namun akan

16
berakibat fatal bila terjadi. Oleh karena itu pemakaian obat ini harus
dengan pengawasan dokter.

KSR (PIONAS, 2013)


Komposisi Potassium Clorida 600 mg
Indikasi Pengobatan & pencegahan hipokalemia
Dosis 1 – 2 tablet, 2 – 3 x/ hari

Kontraindikasi Gagal ginjal yang telah lanjut, hiperkalemia, penyakit Addison


yang tidak diobati, dehidrasi akut, penyumbatan saluran
pencernaan. Perhatian Kerusakan ginjal, gagal jantung kongestif.
Efek Samping Mual, muntah, diare

Novorapid (PIONAS, 2013)


Komposisi insulin aspart
Indikasi Pengobatan DM
Dosis 0,5-1 u/kg BB/hari

Kontraindikasi Hipoglikemiâ, hipersensitivitas terhadap insulin aspart atau


komponen lain dari obat. Jangan menggunakan obat NovoRapid®
FlexPen® anak di bawah usia 2 tahun, tk. uji klinis pada kelompok
usia ini belum dilakukan.
Efek Samping Efek samping, terkait dengan efek pada metabolisme karbohidrat:
hipoglikemiâ (desudation, kulit pucat, kegugupan atau tremor,
kegelisahan, kelelahan yang tidak biasa atau kelemahan,
disorientasi, gangguan konsentrasi, pusing, penglihatan kabur
sementara, sakit kepala, mual, takikardia). Hipoglikemia berat
dapat menyebabkan ketidaksadaran dan / atau kejang, gangguan

17
sementara atau permanen dari otak dan kematian.

Ranitidin (PIONAS, 2013)


Komposisi Ranitidin 150 mg
Indikasi Terapi tukak pada lambung dan duo denum dan mencegah penyakit
gastro esepageal reflux, gastritis/sakit mag, perut kembung, sering
bersendawa, dsb
Dosis Parenteral: 50mg, I.V. & I. M. setiap 6-8 jam/infus I.V. continue
diberikan pada rate 6,25mg/jam selama 24 jam
Kontraindikasi penderita yang diketahui hipersensitif terhadap ranitidin
Efek Samping takikardi (jarang), agitasi, gangguan penglihatan, alopesia, nefritis
interstisial (jarang sekali)

Ceftriaxone (PIONAS, 2013)


Komposisi Ceftriaxone 1 gram
Indikasi Terapi infeksi saluran napas, infeksi saluran kemih, sepsis,
meningithis, infeksi intra-abdominal, dll
Dosis Dosis umum: 1-2 gr setiap 12-24 jam, tergantung pd jenis dan tingkat
keparahan infeksi
Kontraindikasi Hipersensitivitas; hiperbilirubinemia neonatus, terutama mereka yang
prematur; neonatus <28 hari jika mereka menerima produk yang
mengandung kalsium IV. Larutan intravena ceftriaxone mengandung
lidokain. Kontraindikasi Lidocaine jika larutan ldokain digunakan
sebagai pelarut dengan ceftriaxone untuk injeksi intramuscular.

Efek Samping Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti
anaphylaxis bisa terjadi); Efek GI (diare, N/V, diare/radang usus

18
besar); Efek lainnya (infeksi candidal)
.Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy,
convulsion); Efek hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal
dan hati juga terjadi.
Perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated
partial thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan
atau tanpa pendarahan) dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan
rangkaian sisi NMTT yang mengandung cephalosporins.

Asam Mefenamat (PIONAS, 2013)


Komposisi Asam Mefenamat 500 mg
Indikasi Mengobati nyeri akut seperti nyeri pada sakit gigi, setelah pencabutan
gigi atau rasa sakit setelah trauma misalnya cedera otot, sendi, tulang
atau keseleo. Disamping itu ini juga merupakan salah satu obat pilihan
untuk mengobati nyeri haid (dismenore) dan sindrom premenstruasi.
Dosis Untuk dewasa dosis awal 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6
jam tidak lebih dari 7 hari.

Kontraindikasi Alergi terhadap obat OAINS lainnya misalnya aspirin, ibuprofen, dll
yang biasanya digunakan untuk mengobati rasa sakit dan sakit
kepala.Baru-baru ini telah atau akan menjalani operasi jantungIbu
hamil trimester tigaDulu pernah minum obat ini lalu timbul
diare.Memiliki penyakit tuka/ulkus lambung dan penyakit
maagMemiliki penyakit radang usus seperti penyakit Crohn dan
kolitis ulserativa.Memiliki penyakit ginjal.Memiliki penyakit gagal
19
jantung berat.Memiliki penyakit gagal hati.Anak-anak di bawah 14
tahun.
Efek Samping Sembelit, diare, pusing, perut kembung, sakit kepala, mulas, mual,
sakit perut.

Amitriptyline (PIONAS, 2013)


Komposisi Amitriptyline
Indikasi Mengobati masalah mental / mood seperti depresi. Ini dapat membantu
meningkatkan mood dan perasaan, mengurangi kecemasan dan
ketegangan, membantu Anda tidur lebih baik, dan akan meningkatkan
energi Anda. Amitriptyline  termasuk dalam obat antidepresan trisiklik.
Ia bekerja dengan mempengaruhi keseimbangan kimia alami tertentu
(neurotransmitter seperti serotonin) di otak. juga dapat digunakan untuk
mengobati nyeri saraf (misalnya neuropati perifer, postherpetic
neuralgia), (bulimia), masalah mental / suasana hati lainnya (seperti
kecemasan, gangguan panik), atau untuk mencegah sakit kepala
migrain.
Dosis Dosis awal 50 -100 mg per hari. Naikkan bertahap jika perlu
makasimal 150 mg.Untuk migrain 10 - 25 mg per hari.

Kontraindikasi Jangan diberikan pada penderita skizofrenia, penderita dengan riwayat


aritmia, infark jantung, kelainan jantung bawaan, penderita yang peka
terhadap antidepresan trisiklik
Efek Samping Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urinaria, konstipasi,
palpitasi, takikardi,gingivitis. Tinitus (telinga berdenging), mengantuk,
cemas, insomnia. Hipotensi, pusing, gangguan kulit, bingung, aritmia,
mania. Gangguan pencernaan. Efek endokrin seperti perubahan libido,
impotensi, gynecomastia, galactorrhea

20
Diazepam (PIONAS, 2013)
Komposisi Diazepam
Indikasi Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi
tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau
trauma; nipertdnisitairotot (kelaTrian motorik serebral, paraplegia).
Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian
alkohol akut dan premidikasi anestesi.
Dosis Ansietas   2-10 mg, 2-4 kali sehari. Terapi tambahan pada spasme otot
rangka : 2 -10 mg. 3-4 kali sehari dalam dosis bagi. Penghentian
alkohol akut 10 mg. 3-4 kali sehari selama 24 jam pertama, kemudian
dikurangi menjadi 5 mg. 3 – 4 kali sehari. Premidikasi: dewasa: 10 mg:
anak-anak diatas 2 tahun: 0,25 mg/kg. Usia lanjut dan pasien yang
lemah : 2 – 2,5 mg, 1 – 2 kali sehari dapat ditingkatkan secara bertahap
sesuai kebutuhan.. Pada penderita dengan gangguan pulmoner kronik,
penderita hati dan ginjal kronik dosis dikuTarigT. Anak-anak 0.12 – 0.8
mg/kg sehari dibagi dalam 3/ 4 dosis
Kontraindikasi Penderia hipersensitif, bayi dibawah 6 bulan, wanita hamil dan
menyusui, depress pernapasan, glaucoma sudut sempit, gangguan
pulmoner akut, keadaan Phobia.
Efek Samping Mengantuk,ataksia. kelelahan Erupsi pada kulit. edema, mual dan
konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal. jaundice dan neutropenia.
perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi. gangguan visual dan
retensi urin, incontinence.

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

III. A Identitas Pasien

1. Nama : Ny. SB
2. No RM : 009413xxxx
3. BB : 45 Kg
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Umur : 66 thn
7. Status : Kawin
8. Ruangan : Ruang wa
9. Tanggal Masuk : 3 Juni 2017
10. Tanggal Keluar : 7 Juni 2017
11. Diagnosa masuk : Observasi Vomitus dengan Dehidrasi
Ringan Sedang
12. Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi, DM, Dyspepsia
13. Riwayat penyakit keluarga : Hipertensi, DM, Dyspepsia
14. Riwayat Alergi : -

22
III.B. Data Subjektif
Tabel 1. Data Subjektif

Tanggal Keluhan
3 / 6/ 2017 Nyeri perut, mual, muntah, pusing sebelah kiri, lemas.

4 / 6 / 2017 Nyeri perut, mual, muntah, pusing sebelah kiri, lemas.

5 / 6 / 2017 Nyeri perut berkurang, pusing sebelah kiri, lemas.

6/ 6 /2017 Nyeri perut berkurang.

7 / 6 / 2017 Nyeri perut berkurang, muntah.

III.C. Data Objektif


Tabel 2. Data Objektif

Pemeriksaa Normal 3/6 4/6 5/6 6/6 7/6


n
TD 120/80 mmhg 140/80 140/80 180/60 150/80 150/100

Suhu 36,5-37,2 °C 36,8 36,5 37 36,5 36,5

Pernapasan 16 – 20 x/ mnt - 20 - - -

Nadi 60 – 100 101 101 - - -

23
x/mnt
Nyeri 1 - 3 ringan 3 3 2 1 1
4 - 6 sedang
7 - 10 berat

III.D. Data Laboratorium


Tabel 3. Data Laboratorium

Pemeriksaan Rujukan Satuan Hasil Interpretasi

Aseton (-)Negatif - (+)Positif Kekurangan insulin

Hemoglobin 11,7 – 15,5 g/dl 15,7 Diare, dehidrasi, gangguan


jantung, polistemia

Jumlah leukosit 3,60 – 11,00 10³/μL 10,87

Hematokirt 35 – 47 % 44

Jumlah trombosit 150 - 440 10³/μL 337

Eritrosit 3,80 – 5,20 10³/μL 5,43 H Dehidrasi, diare, pendarahan

MCV/VER 80 - 100 fL 81

MCH/HER 26 - 34 pg 29

MCHC/KHER 32 - 36 g/dl 36

Kreatinin darah < 1,4 mg/dl 0,6

Natrium (Na) darah 135 – 147 mEq/dl 137

Kalium (K) darah 3,5 – 5,0 mEq/dl 3,4 L Hipokalemia

24
Clorida (C) darah 94 - 111 mEq/dl 93 L Muntah, diare

Glukosa darah sewaktu 70 - 200 mg/dl 297 H Hiperglikemia

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu tanggal 4/6/2017

Tabel 4. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu tanggal 4/6/2017

Pemeriksaan Rujukan Satuan Hasil

Kimia Klinis Diabetis

Glukosa jam 06.00 110 – 200 mg/dl Mg/dl 304

Glukosa jam 11.00 Mg/dl 194

Glukosa jam 16.00 Mg/dl 308

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu tanggal 5/6/2017

Tabel 5. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu tanggal 5/6/2017

Pemeriksaan Rujukan Satuan Hasil

Kimia Klinis Diabetis

Glukosa jam 06.00 110 – 200 mg/dl Mg/dl 252

Glukosa jam 11.00 Mg/dl 240

Glukosa jam 16.00 Mg/dl 373

25
III.F. Profil Pengobatan
Tabel 6. Profil Pengobatan di Ruang Perawatan

Nama obat Rute Regimen 4/6 5/6 6/6 7/6


Domperidon 10 mg Oral 3x1 06,12,16 06,12,18 06,12,18 06,12,18
Valsartan 160 mg Oral 1x1 06 06 06 06
KSR 600 mg Oral 3x1 06,12,16 06,12,16 06,12,16 06,12,16

Amlodipin 10 mg Oral 1x1 06 06 06

Kapsul Campur Oral 3x1 12,18 06,12


Ranitidin 50 mg/ml IV 2x1 06 06,18 06

Ceftriaxone 1 gr IV 1x2 06 06 06

Novorapid 100 iu/ml SC 3x6 06,12,18 06,12,18 06,12 STOP

Novorapid 100 iu/ml SC ↑↑3 x 8 18 06

III.G Obat Pulang

Tabel 7. Obat Pulang

Nama Obat Jumlah Aturan Pakai Keterangan


Metformin 500 mg 15 2x1 -
Glimepirid 2 mg 7 1-0-0 Sebelum makan
Lansoprazole 30 mg 15 2x1 Sebelum makan

26
Valsartan 160 mg 7 1x1 -

Amlodipin 10 mg 7 1x1 -

27
III.H Klasifikasi DRP
Tabel 8. Klasifikasi DRP

Drug Related
No Klasifikasi Problem (DRP) Keterangan
Ada Tidak
1. Indikasi yang tidak di tangani √
2. Pilihan obat kurang tepat √
3. Penggunaan obat tanpa √
indikasi
4. Dosis terlalu kecil √ Amitriptyline

5. Dosis terlalu besar √


6. Reaksi obat yang tidak di √
tangani
7. Interaksi obat √ Novorapid +
Amitriptyline
Amitriptyline +
Diazepam
Valsartan + Asam
Mefenamat
8. Gagal menerima obat √ Capsul campur
(Asam Mefenamat,
Amitriptyline,
Diazepam ),
Ranitidin Injeksi.

28
III.I Assement and Plan ( Identifikasi, Manajemen and Plan DRP )
Tabel 9. Assement and Plan ( Identifikasi, Manajemen and Plan DRP )

Obat Assesment ( Identifikasi DRP ) Plan/ Rekomendasi Ket.


Nama obat Masalah Penyebab Intervensi Outcome
Novorapid + P2.1. Adanya efek C1.3 kombinasi obat yang 10. Tidak ada O3. Masalah tidak Intervensi
Amitriptyline samping (non- tidak sesuai intervensi terselesaikan belum
alergi)
(Medscape) dilakukan
Amitriptyline meningkatkan
efek insulin oleh sinergisme
farmakodinamik

Amitriptyline + P2.1. Adanya efek C1.3 kombinasi obat yang 10.Tidak ada O3. Masalah tidak Intervensi
Diazepam samping (non- tidak sesuai intervensi terselesaikan belum
alergi)
dilakukan
Diazepam dan amitriptyline
keduanya meningkatkan efek
sedasi

Valsartan + Asam P2.1. Adanya efek C1.3 kombinasi obat yang 10.Tidak ada O3.Masalah tidak Intervensi
Mefenamat samping (non- tidak sesuai intervensi terselesaikan belum
alergi)

29
Asam Mefenamat menurunkan dilakukan
efek Valsartan oleh antagonis
farmakodinamik. Nsaid
mengurangi sintesis
prostaglandin vasodilatasi
ginjal dengan demikian
mempengaruhi hemoetasis
cairan dan dapat mengurangi
efek antihipertensi.

Amitriptyline P1.2. Efek terapi C3.I. Dosis obat terlalu rendah 10.Tidak ada O3. Masalah tidak Intervensi
tidak optimal intervensi terselesaikan belum
dilakukan

Capsul campur P1.2. Efek terapi C3.3 Frekuensi regimen dosis 10. Tidak ada O3.Masalah tidak Intervensi
( Amitriptyline, Diazepam, tidak optimal tidak cukup intervensi terselesaikan belum
Asam Mefenamat ), dilakukan
Ranitidin Injeksi

30
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus

Pemantauan terapi obat dilakukan pada seorang pasien SB yang dirawat


di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih tepatnya perawatan Marwah Atas
diperoleh data (dikaji mulai tanggal 03 Juni – 07 Juni 2017) bahwa pasien
mengalami keluhan muntah muntah sejak satu minggu sebelum masuk rumah
sakit, pasien juga mengalami keluhan pusing sebelah kiri dan nyeri perut sejak
tiga hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit pada pukul 19.53.
Profil pengobatan pasien (03 Juni - 07 Juni 2017), pasien diberikan 10
jenis obat dengan dosis dan bentuk sediaan yang berbeda-beda dimana dalam
penggunaan obat yang diberikan terdapat beberapa terapi yang dianggap ada
interaksi antara obat dengan obat dan ada dosis yang terlalu kesil serta ada
obat yang gagal diterima oleh pasien.
Muntah yang disertai mual, nyeri perut, pusing sebelah kiri dan lemas
dengan riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes Mallitus dan Dyspepsia, pasien
mendapatkan terapi Domperidon, Valsartan, Amlodipin, KSR, Novorapid,
Ranitidin, Ceftriaxone, capsul campur ( Asam Mefenamat, Amitriptyline,
Diazepam ). pemberiaan obat-obat tersebut sesuai dengan kondisi pasien.
Domperidone merupakan obat golongan anti-emetik yang dapat
meredakan rasa mual, muntah, gangguan perut, rasa tidak nyaman akibat
kekenyangan, serta refluks asam lambung. Dalam meredakan rasa mual,
domperidone mempercepat pencernaan makanan di dalam perut agar lanjut ke
usus dan dengan demikian mencegah muntah. Diberikan pada tanggal 04 – 07
Juni 2017, pada kasus ini pemberian Domperidon untuk mengatasi mual dan
muntah.
31
Valsartan adalah kelompok obat antagonis angiotensin II.Valsartan
berfungsi menghambat efek dari senyawa kimia yang disebut angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek mempersempit pembuluh darah, jadi dengan
menghambat efek senyawa ini, valsartan akan mengendurkan dan melebarkan
pembuluh darah. Diberikan pada tanggal 04 – 07 Juni 2017, pada kasus ini
diberikan untuk menurunkan tekanan darah.

Amlodipin merupakan obat golongan anti-hipertensi golongan Calcium


Channel Blocker. yang bekerja dengan merelaksasi otot jantung dan dinding
pembuluh darah melalui penghambatan suplai ion kalsium sehingga dapat
mencegah pengerasan pembuluh darah dan otot jantung. Diberikan pada
tanggal 05 – 07 Juni 2017, pada kasus ini diberikan untuk menurunkan
tekanan darah.

KSR Potasium klorida/kalium klorida senyawa kimia (KCl) adalah


garam logam halida terdiri dari kalium dan klor. Potasium adalah mineral
penting yang membantu ginjal berfungsi fisiologis. Juga merupakan elektrolit
yang berperan sebagai listrik tubuh bersama dengan natrium, klorida dan
magnesium. Diberikan pada tanggal 04 – 07 Juni 2017, diberikan pada kasus
ini untuk mencegah terjadinya hipokalemia yang disebabkan karena muntah
dan dehidrasi.

Novorapid merupakan insulin aspart yang memiliki kerja rapid acting.


Insulin adalah hormon utama yang mengendalikan glukosa dari darah ke
dalam sebagian besar sel (terutama sel otot dan lemak, tetapi tidak pada sel
sistem saraf pusat). Diberikan pada tanggal 04 – 07 Juni 2017, diberikan pada
kasus ini untuk menurunkan kadar gula darah dalam tubuh. Karena gula darah
sewaktu pada tanggal 05 Jnui 2017 jam 06.00 = 252 mg/dl, jam 11.00 = 240
mg/dl, jam 16.00 = 373 mg/dl maka pada tanggal 06 Juni dosis pemakaian
dinaikkan dari regimen 3 X 6 unit menjadi 3 x 8 unit.
32
Ranitidin, suatu obat golongan antagonis H2, adalah obat yang
menurunkan produksi asam lambung. Obat ini umumnya digunakan dalam
pengobatan penyakit ulkus peptikum, penyakit refluks gastroesofagus.
Diberikan tanggal 04 – 06 Juni 2017 dengan regimen 2 x 1 namun pada
tanggal 04 Juni 2017 dan 06 Juni 2017 hanya diberikan 1 x 1 sehingga pada
tanggal 05 Juni 2017 pasien gagal menerima obat. Diberikan pada kasus ini
ini untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah.

Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat


digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti
pneumonia, sepsis, meningitis, infeksi kulit, kencing nanah. Selain itu,
ceftriaxone juga bisa diberikan kepada pasien yang akan menjalani operasi-
operasi tertentu untuk mencegah terjadinya infeksi. Diberikan pada tanggal
04 – 06 Juni 2017, pada kasus ini pemberian Ceftriaxone untuk pencegahan
karena pasien dengan kondisi fisik yang lemah dan memiliki penyakit
Diabetes Mallitus, dimana pada kondisi seperti ini sangat rentang dengan
bakteri ksususnya bakteri penyebab penyakit Bronkopneumonia.

Asam mefenamat adalah obat pereda nyeri dan peradangan. Obat ini
termasuk non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) yang bekerja
menghambat pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan demam.. Diberikan pada
tanggal 05 – 06 Juni 2017 dengan regimen 3 x 1 namun diberikan hanya 2 x 1
sehingga pasien gagal menerima obat, ini merupakan capsul campur untuk
mengatasi nyeri pada pasien SB.
Amitriptyline adalah obat yang digunakan untuk mengobati depresi. Obat
yang masuk ke dalam kelompok antidepresan trisiklik ini berfungsi
meningkatkan kadar zat kimia tertentu di dalam otak, sehingga gejala depresi
berangsur menurun. Selain diperuntukkan untuk mengatasi depresi,
amitriptyline juga dapat digunakan untuk meredakan nyeri saraf dan

33
mencegah migrain. Diberikan pada tanggal 05 – 06 Juni 2017 dengan regimen
3 x 1 namun diberikan hanya 2 x 1 sehingga pasien gagal menerima obat, ini
merupakan capsul campur untuk mengatasi keluhan pusing sebelah kiri.
Diazepam adalah salah satu jenis obat benzodiazepine yang dapat
memengaruhi sistem saraf otak dan memberikan efek penenang. Diberikan
pada tanggal 05 – 06 Juni 2017 dengan regimen 3 x 1 namun diberikan hanya
2 x 1 sehingga pasien gagal menerima obat.
Sebagai apoteker, pemantauan terhadap pengobatan pasien khususnya
pada kasus Ny. SB sangat dibutuhkan. Dukungan moril juga sangat
dibutuhkan dari keluarga pasien. Pada kasus Ny. SB ada kemungkinan
kesembuhan 100% bisa dicapai, apoteker harus memberikan edukasi,
konseling dan informasi obat dalam setiap perkembangan pasien di Rumah
Sakit.
Dalam pengobatan pasien ada beberapa Drug Related Problem yang
terjadi seperti interaksi obat dengan obat (Novorapid + Amitriptyline,
Amitriptyline + Diazepam, Valsartan + Asam Mefenamat ), Dosis obat terlalu
kecil Amitriptyline ( 3 X 2,5 mg ) dan gagal menerima obat capsul campur
( Asam Mefenamat, amitriptyline, Diazepam )dan Ranitidin Injeksi.
B. Asuhan Kefarmasian
1. Pemantauan terapi obat
a. Melakukan visite ke pasien untuk mengetahui kondisi pasien
sehubungan dengan penentuan atau pemastian terapi obat pasien
b. Melakukan visit ke pasien untuk memastikan pemberian obat secara
injeksi dengan benar
2. Konseling Pengobatan Pasien
a) Memberikan informasi dan edukasi ke pasien dan keluarga tentang
penggunaan obat suntik Novorapid

34
b) Mengajak pasien dan keluarga pasien untuk memperhatikan jam
pemberian obat
BAB V

35
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa asuhan kefarmasian yang diberikan kepada pasien
Ny. SB dengan diagnosa Vomitus dengan Dehidrasi Ringan Sedang maka
dapat disimpulkan bahwa :
a. Pasien sudah diberikan pengobatan semaksimal mungkin sesuai dengan
kondisi pasien walaupun masih terdapat beberapa penggunaan obat yang
dianggap kurang tepat dalam hal adanya interaksi dan dosis obat yang
terlalu kecil, pasien juga gagal menerima beberapa obat.
b. Adanya interaksi, dosis obat yang terlalu kecil dan gagal menerima obat
karena kurangnya kerjasama atau komunikasi antara dokter, apoteker dan
tenaga kerja kesehatan lain maupun pasien. Faktor lainnya adalah data
tentang kondisi pasien yang dicatat oleh dokter dan perawat juga kurang
lengkap.
B. Saran
a. Sebaiknya untuk memaksimalkan terapi yang diberikan pasien, harus
merujuk pada standar penatalaksanaan penyakit dengan memperhatikan
diagnosa, keluhan dan kondisi pasien .
b. Kerjasama Tenaga kesehatan dalam melakukan pemantauan terapi obat
demi meningkatkan kualitas hidup pasien.

36
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Koperpom, Jakarta

Dipiro, J and Dipiro, CV., 2015, Pharmacotherapy Handbook ed 9 th, MC


Graw Hill, USA
Drug information Handbook 17 th edition
Elin Yulinah Sukandar dkk, 2008, Iso Farmakoterapi buku 1, ISFI, Jakarta

Gerald K.McEvoy. 2011.AHFS Drug Information. American Sociaty of Health


System Pharmacists, Inc 7272 Wisconsin Avenue
Hematology – Basic Principles and Practice, 6th ed. Hoffman
Journal of Clinical Interventions in Aging
Metz A, Hebbard G (September 2007). "Nausea and vomiting in adults--a
diagnostic approach". Aust Fam Physician (dalam bahasa Inggris) 36
(9): 688–92. PMID 17885699.
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC. Jakarta.
Sutedjo, 2009. Mengenal Penyakit melalui hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta.
Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide
(Emergency Medicine (Tintinalli)) (dalam bahasa Inggris). New York:
McGraw-Hill Companies. p. 830. ISBN 0-07-
www.medscape.com

37
LAPORAN TUGAS KHUSUS
PAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GASTRITIS – GEA
DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA
PUTIH
PERIODE 01 MEI – 20 JUNI 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :

Nengsi, S.Farm

1643700178

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2016/2017

i
ii
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta maupun di Universitas lain.
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian tim penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya, apa bila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka tim
penyusunan bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar serta
sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan dan norma akademik
berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Jakarta, Agustus 2017


Yang membuat pernyataan

NENGSI, S.Farm

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, terlebih dahulu penulis mengucapkan puji


syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas khusus ini dengan judul “Pemantauan
Terapi Obat Pasien Observasi Vomitus dengan Dehidrasi Ringan Sedang” dengan
tepat waktu. Tak lupa penullis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Aisyah,
S.Si., Apt, ibu Nurlailasari, S.Si., Apt dan Ibu Okpri Meila, M.Farm., Apt, yang telah
memberikan bimbingan dan kemudahan serta bantuan dari berbagai pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat membantu, memberikan informasi
serta menambah pengetahuan bagi para pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki
bentuk maupun isi yang kelak dapat menjdi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa dalam setiap penyusunan sebuah karya tulis tidak
ada yang sempurna, demikian dengan tugas ini yang tentunya masih banyak
kekurangan baik dari segi pengolahan maupun cara penyajian. Segala kritik dan saran
yang membangun, diharapkan atas penulisan makalah ini. Akhir kata semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan
pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL........................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
II.A Vomitus............................................................................................ 3
A.1 Definisi Vomitus ..................................................................... 3
A.2 Etiolog Vomitus....................................................................... 3
A.3 Gejala Klinis Vomitus............................................................. 5
A.4 Patofisiologi Vomitus.............................................................. 6
A.5 Penatalaksanaan Vomitus........................................................ 7
II.B Dehidrasi.......................................................................................... 9
B.1 Definisi Dehidrasi...................................................................... 9
B.2 Etiologi dehidrasi....................................................................... 9
B.3 Gejala Klinis Dehidrasi............................................................. 11
B.4 Patorisiologi Dehidrasi.............................................................. 13
B.5 Penatalaksanaan Dehidrasi........................................................ 14
II.C Uraian Obat...................................................................................... 14
BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................... 22
III.A Identitas Pasien.............................................................................. 22
III.B Data Sebjektif................................................................................ 23
III.C Data Objektif................................................................................. 23
III.D Data Laboratorium........................................................................ 24
III.E Profil Pengobatan Di Ruang Perawatan......................................... 26
III.F Obat Pulang.................................................................................... 26
III.G Klasifikasi DRP............................................................................. 27
III.H Assesment and Plan (Identiikasi, Manajemen dan Plan DRP ).... 28
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 30
IV.A Pembahasan Kasus......................................................................... 30
IV.B Asuhan Kefarmasian...................................................................... 33
BAB V PENUTUP........................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 35

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Subjektif..................................................................................... 23

Tabel 2. Data objektif....................................................................................... 23

Tabel 3. Data Laboratorium.............................................................................. 24

Tabel 4 Pemeriksaan gula darah sewaktu......................................................... 25

Tabel 5 Pemeriksaan gula darah sewaktu......................................................... 25

Tabel 6 Profil Pengobatan di Ruang Perawatan............................................... 26

Tabel 7 Obat Pulang......................................................................................... 26

Tabel 8 Klasifikasi DRP .................................................................................. 27

Tabel 9. Analisa DRP dengan PCNE............................................................... 28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera
yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada
keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam
sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Pelayanan Kefarmasian merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan
masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi
pada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care).
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut
kronik, difus atau lokal (Soepaman, 1998). Gastritis adalah inflamasi dari mukosa
lambung (Arif Mansjoer, 1999). Gastritis adalah radang mukosa lambung
(Sjamsuhidajat, R, 1998). Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan
bahwa Gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difus atau lokal.

Menurut data WHO (2005), kanker lambung merupakan jenis kanker penyebab
kematian terbanyak kedua setelah kanker paru yaitu mencapai lebih dari 1 juta
kematian pertahun. Selain itu, gastritis juga merupakan penyakit yang sangat

1
mengganggu aktivitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal
sebagai salah satu penyebab kanker lambung.

Gastroenteritis merupakan salah satu penyakit endemic di Indonesia terutama


gastroenteritis akut. Angka kejadian gastroenteritis akut disebagian besar wilayah
Indonesia hingga saat ini masih tinggi termasuk angka morbiditas dan mortalitasnya.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), WHO
menyebutkan angka kematian karena diare di Indonesia sudah menurun, tapi angka
penderitanya tetap tinggi, terutama dinegara berkembang. Penyebaran penyakit
gastroenteritis ini juga disebabkan oleh masalah kebersihan lingkungan, kebersihan
makanan , dan juga infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). (Monroe,
2011).

Dalam hal ini guna membantu pemerintah dalam pembangunan kesehatan


nasional seorang apoteker sangat berperan sebagai penunjang dalam memastikan
terapi obat yang aman, efektif dan rasional yang biasa dikenal Pemantauan Terapi
Obat (PTO) bagi pasien demi menurunkan angka kematian secara umum dan insiden
Gastritis dan Gastroenteritis Akut ( GEA ). Proses ini meliputi pengkajian pemilihan
obat, dosis, cara pemberian obat, pengamatan respon terapi dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD), pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait
obat dan pemantuan efektivitas dan efek samping obat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.A. Defenisi Penyakit


A.I Defenisi Gastritis

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang
berarti inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127),
gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi
dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan
dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam
Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau
lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering
diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan
cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh
penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi
radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Penyakit Gastritis bukanlah suatu penyakit tunggal, namun beberapa
kondisi yang berbeda yang semuanya mempunyai peradangan lapisan
lambung. Gastritis dapat disebabkan oleh terlalu banyak minum alkohol,
penggunaan obat-obat anti peradangan nonsteroid jangka panjang seperti
aspirin atau ibuprofen, atau infeksi bakteri seperti Helicobacter pylori (H.
pylori). Kadangkala penyakit gastritis berkembang setelah operasi utama,
luka trauma, luka-luka bakar, atau infeksi-infeksi berat. Penyakit-penyakit

3
tertentu, seperti pernicious anemia, kelainan-kelainan autoimun, dan
mengalirnya kembali asam yang kronis, dapat juga menyebabkan gastritis.
A.2. Defenisi Gastroenteritis

Gastroenteritis disebut juga dengan istilah diare merupakan


peradangan pada lambung dengan atau tanpa disertai muntah, dan sering
kali disertai peningkatan suhu tubuh (Suratun, 2010). Menurut WHO
(1980) gastoenteritis adalah buang air besar encer atau lebih dari tiga kali
sehari. Gastroenteritis dapat dibagi dalam gastroenteritis akut dan kronis.
World gastroenteris organization global guidelines 2005, mendefinisikan
gastroenteritis akut adalahkonsistensi tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah banyak dari normal, dan berlangsungnya kurang dari 14 hari.

Gastroenteritis bisa disebabkan karena infeksi dan non infeksi.


Penyebab gastroenteritis terbesar adalah karena infeksi. Gastroenteritis
infeksi bias disebabkan oleh organism bakteri, virus adan atau parasit.
Gastroenteritis akut disebabkan oleh 90 % adanya infeksi bakteri dan
penyebab lainnya antara lain obat – obatan, bahan – bahan toksik, iskemik
dan sebagainya. Bakteri penyebab diaren antara lain Escheria coli,
Salmonella typhi, Salmonella parathypi, Salmonella spp, Shigella flexneri,
Vibrio cholera, Vibrio cholera non-01, Vibrio parachemolyticus,
clostridium perfriengens, Campylobacter (helicobacter) jejuni,
Staphylococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, dan Coccidosi
(Noerasid, 1988).

II.B Etiologi Penyakit


B.1. Etiologi Gastritis
Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang
berlebih. Asam lambung yang semula membantu lambung malah
merugikan lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan memproduksi
4
asam sesuai dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan
kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan
mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih (Uripi,2002).
Penyebab asam lambung tinggi adalah aktivitas padat sehingga telat
makan, Stress yang tinggi, yang berimbas pada produksi asam lambung
berlebih, Makanan dan minuman yang memicu tingginya sekresi asam
lambung, seperti makanan dan minuman dengan rasa asam, pedas, kecut,
berkafein tinggi, mengandung vitamin C dosis tinggi, termasuk buah
buahan (Hipni Rohman, 2011). Kejadian Gastritis kronis, terutama
Gastritis kronis antrium meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di
negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%
menderita Gastritis kronis dan menjadi 100% pada saat usia mencapai
dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga
berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronis cairan
penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Herlan, 2002). Gastritis dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu : Gastritis Tipe A dan Gastritis Tipe B.
Tipe A sering disebut sebagai Gastritis auto imun diakibatkan dari
perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler.
Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti anemia pernisiosa
dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B kadang disebut
sebagai Helicobacter Pylory
Penyebab Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai
berikut :
a. Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dengan dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi
mukosa lambung).

5
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid
dan digitalis.
b. Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui.
Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga
pada peminum alkohol, dan merokok.
B.2. Etiologi Gastroenteritis ( GEA )
Penyakit gastroenteritis dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
a. Faktor infeksi
a.1. Virus
Sejak tahun 1940-an virus sudah dicurigai sebagai
penyebab penting dari gastroenteritis. Tetapi peranannya belum
jelas sampai Kapikian et al. (1972) mengidentifikasi adanya virus
(Norwalk virus) pada feses sebagai penyebab gastroenteritis, dan
pada tahun 1975, astrovirus dan adenovirus diidentifikasi pada
feses anak yang mengalami diare akut. Sejak saat itu jumlah virus
yang dihubungkan dengan gastroenteritis akut semakin meningkat
(wilhelmi et al.,2003)
a.2 Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan
diare yang parah pada anak – anak di Amerika Serikat Hampir
semua anak pernah terinfeksi virus ini pada usia 3-5 tahun. Virus
ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasusu diare yang dirawat
inap an menyebabkan 500.000 kematian didunia setiap tahun
(WGO guidline, 2012). Infeksi pada orang dewasa biasanya
bersifat subklinis. Pada tahun 1973, Bishop dan rekannya melihat
dengan mikroskop electron, pada epitel duodenumanak yang
mengalami diare, adanya virus berukuran 70 nm yang kemudian

6
dikenal sebagai rotavirus ( dalam bahasa latin , rota = wheel)
karena tampilannya (Parashar dan Glass, 2012).
Rotavirus menginfeksi enterosit yang matur pada ujung
vili usus halus dan menyebabkan atrofi epithelium vilus, hal ini
dikompensasi dengan repopulasi dari epithelium oleh immature
secretor cell, dengan hyperplasia sekunder dari kripta. Sudah
dikemukakan bahwa terjadi kerusakan seluler yang merupakan
akibat sekunder dari iskemi vilus. Mekanisme yang menginduksi
terjadinya diare akibat virus ini belum sepenuhnya dimengerti,
tetapi ada yang mengatakan bahwa diare muncul dimediasi oleh
penyerapan epithelium vilus yang relative menurun berhubungan
dengan kapasitas sekretori dari sel kapita. Terdapat juga hilangnya
permeabilitas usus terhadap makromolekul seperti laktosa, akibat
penurunan disakaridase pada usus. Sistem saraf enteric juga
distimulasi oleh virus ini, menyebabkan induksi sekresi air dan
elektrolit. Hal ini meyebabkan terjadinya diare (Wilhelmi et
al.,2003)
a.3 Enterik Adenovirus
Virus ini menyebabkan 2 – 12% episode diare pada anak
(Parashar dan Glass, 2012). Human adenovirus merupakan
anggota keluarga adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa
kapsul dengan diameter 70 nm dan bentuk icosahedral simetris.
Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus
dan Siadenovirus. PAda waktu ini terdapat 51 tipe antigen human
adenovirus yang telah diketahui. Virus ini diklasifikasikan
dalamenam grup (A-F) berdasarkan sifat fisik, kimia dan
kandungan biologis mereka (WHO,2005)

7
Serotipe enteric yang paling sering berhubungan dengan
gastroenteris adalah adenovirus 40 dan 41, yang termasuk dalam
subgenus F. Lebih jarang lagi, serotype 31, 12 dan 18 dari
subgenus A dan serotype 1, 2, 5 dan 6dari sub genus C juga
terlibat sebagai penyebab diare akut. Sama dengan gastroenteris
yang disebabkan oleh rotavirus, lesi yang dihasilkan oleh serotype
40 dan 41 pada enterosit menyebabkan atrofi vili dan hyperplasia
kripta sebagai respon kompensasi dengan akibat malabsorbsi
dan kehilangan cairan (Wilhelmi.,2003)
a.4 Astrovirus
Virus ini meyebabkan 2 – 10 % kasus gastroenteritis
ringan sampai sedang pada anak – anak (Parashar dan Glass,
2012). Astrovirus dilaporkan sebagai virus bulat kecil dengan
diameter 28 nm dengan tampilan seperti bintang bila dilihat
dengan mikroskop electron. Genom virus ini terdiri dari single-
stranded, positivesense RNA. Astrovirus diklasifikasikan menjadi
beberapa serotipeberdasrkan kereaktifan dari protein kapsid
dengan poliklonal sera dan monoclonal antibodi. Patogenesis
penyakit yang diinduksi oleh astrovirus belum sepenuhnya
dipahami, walaupun telah diduga bahwa replikasi virus terjadi
dijaringan usus . Penelitian pada orang dewasa tidaak memberikan
gambaran mekanisme yang jelas. Penelitian yang dilakukan pada
hewan, didapati adanya atrofi pada vili usus juga infiltrasi pada
lamina propria menyebabkan diare osmotic (Wilhelmi et al, 2003).
a.5 Human Calcivirus
Infeksi human Calcivirus sangat sering terjadi dan
kebanyakan orang dewasa sudah memiliki antibody terhadap virus
ini (Parashar dan Glass, 2012). Virus ini merupakan penyebab

8
tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering
menimbulkan wabah. (Wilhelmi et al, 2003). Human Calcivirus
adalah anggota keluarga Caalciviridae, dan dua bentuk umum
sudah digambarkan yaitu Norwalk-like viruses (NLVS) dan
Sapporo-like viruses (SLVS) yang sekarang disebut norovirus dan
sapovirus. Virionnya disusun oleh single-structure capsid
Norovirus merupakan penyebab utama/terbanyak diare pada
pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus pertahun (Monroe,
2011).
a.6. Virus lain
Terdapat juga beberapa virus lain yang dapat
menyebabkan penyakit gastroenteritis seperti virus torovirus.
Virus in berhubungan dengan terjadinya diare akut dan persisten
pada anak, dan mungkin merupakan penyebab diare nosokomial
yang penting. Selain itu ada juga virus corona viru, virus ini
dihubungkan dengan diare pada manusia untuk pertama kalinya
pada tahun 1975, tapi penelitian – penelitian belum mampu
mengunkapkan peranan pastinya. Virus ini seperti picobirnavirus.
Virus ini diidentifikasi untuk pertama kalinya oleh Pereira et al
pada tahun 1988 (Wilhelmi et al, 2003).
b. Bakteri
Infeksi bakteri menyebabkan 10%-20% kasus gastroenteritis.
Bakteri yang paling sering menjadi penyebab gastroenteritis adalah
Salmonella species, Campylobacter species, Shigella species dan
Yersina species (Chow et al.,2010). Beberapa bakteri yang
menyebakan gastroenteritis adalah:
b.1 Salmonella

9
Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman. Sekitar 4000 kasus salmonella
gastroenteritis dilaporakn setiap tahun (Tan et al.2008)
Salmonella mecapai usus melaui proses pencernaan. Asam
lambung bersifat letal terhadap mikroorganisme ini tapi
sejumlah bessar nakteri dapat menghadapinya dengan
mekanisme pertahanan. Pasien dengan mekanisme pertahanan.
Pasien dengan gastrektomi atau sedang mengkomsumsi bahan
yang menghambat pengeluaran asam lambung lebih cenderung
mengalami infeksi salmonella. Salmonella dapat menembus
lapisan epitel sampai kelamina propria dan mencetuskan respon
leukosit. Beberapa spesie seperti salmonella chloresius dan
salmonella typhi dapat mencapai sirkulasi melalui system
limfatik. Salmonella menybabkan diare melalui beberapa
mekanisme. Beberapa toksin telah diidentifikasi dan
prostaglandin yang menstimulasi sekresiaktif cairan dan
elektrolit mungkinm dihasilkan (Harper dan Fleisher, 2010)
b.2 Shigella
Ada dua bentuk yaitu bentuk diare (air)dan bentuk disentri
(Noerasid dan Asnil, 1988). Shigella tertentu melekat pada
tempat perlektan pada permukaan sel mukosa usus. Organisme
ini menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel
merusak sel dan mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi
epithelium menyebabkan respon inflamasi. Pada dasar lesi
ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan
perdarahan. Spesies Shigella yang lain menghasilkan
exotoksinyang dapat menyebakan diare. (Harper dan Fleisher,
2010).

10
b.3 Campylobacter
Campylobacter memanfaatkan mobilitas dan kemotaksis
utnuk menelusuri permukaan epitel saluran cerna, tampak
menghasilkan adhesion dan sitotoksin dan memiliki
kemampuan untuk bertahan hidup pada makrofag, monosit dan
sel epitel terapi terutama dalam vakuola (Harper dan Fleisher,
2010).

b.4 E.coli
E coli terdapat sebagai komensal alam usus manusia mulai dari
lahir sampai meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya,
tetapi beberapa jenis dapat menyebabkan gastroenteritis E.coli
yang dapat menyebakan diare dibagi alam tiga golonganm,
yaitu:
 Enteropathogenic (EPEC)
 Enterotoxigenic (ETEC)
 Enteroinvasive (EIEC)
c. Parasit dan protozoa
c.1 G. lamblia
Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan
melalui jalur fekal oral makanan atau air yang terkontaminasi feses.
Setelah ditelan dalam bentuk kista eksitasi melepaskan mikroorganisme
dibagian atas usus halus. Giardia kemudian melekat pada permukaan
membrane brush border enterosit. Bakteri ini menyebabkan lesi sehingga
terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi.
c.2 G. Cryptosporodium

11
Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang mencakup
fekal oral, tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui makanan, air atau
hewan peliharaan yang terkontaminasi terutama kucing.
c.3 Entamoeba histolytica
Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal oral. Infeksi
protozoa dimulai dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi
pada kolom kemudian dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang
selanjutnya menginvasi mukosa mengakibatkan peradangan dan ulserasi
mukosa.

d. Faktor makanan
1. Malabsorbsi
2. Malabsorbsi karbohidrat
3. Malabsorbsi lemak : terutama Long Chain Trilyceride
4. Malabsorbsi protein : asam amino, B laktoglobulin
5. Malabsorbsi vitamin dan mineral
6. Keracunan makanan
II.C Manifestasi atau Gejala Klinis Penyakit

C.1. Gastritis
Gejala penyakit gastritis yang paling umum adalah gangguan pada perut
atau sakit perut. Adapun gejala lainnya adalah:
◾Cepat merasa kenyang saat makan
◾Perut kembung
◾Cegukan
◾Mual
◾Muntah
◾Sakit perut
◾Gangguan saluran cerna
12
◾BAB dengan tinja berwarna hitam pekat
◾Muntah darah
Gejala – gejala Gastritis Menurut (Dr.Ari Fahrial Syam SpPD-
KGEH,MMB,2011) gastritis pada umumnya merupakan hal yang
banyak dijumpai pada masyarakat dari berbagai usia, jenis klamin,
maupun profesi. Sebagian besar masyarakat pernah mendengar dan
mengetahui pencetus terjadinya sakit gastritis seperti terlambat makan,
makan tidak teratur, makanan atau minuman yang merangsang produksi
asam lambung, serta stress. Meski demikian, mungkin banyak dari
masyarakat yang belum sepenuhnya memahami gejala-gejala sakit
gastritis. Rasa Perih pada lambung/pada ulu hati merupakan hal yang
sering disebut sebagai sakit gastritis/mag. Faktanya, gejala sakit
gastritis/mag tersebut tidak harus terasa perih, akan tetapi rasa tidak
nyaman pada lambung/ulu hati yang dibarengi dengan mual atau
kembung dan sering sendawa atau cepat merasa kenyang juga
merupakan gejala sakit gastritis/mag. Serta Gejala lainya adalah rasa
pahit yang dirasakan di mulut. Rasa pahit ini timbul karena asam
lambung yang berlebihan mendorong naik ke kerongkongan sehingga
kadang kala timbul rasa asam ataupun pahit pada kerongkongan dan
mulut. Berikut penjelasan lebih dalam tentang gejala2 tersebut :
a.Sendawa Sendawa (burping/belching) adalah keluarnya gas dari
saluran cerna (kerongkongan dan lambung) ke mulut yang disertai
adanya suara dan kadang-kadang bau. b.Kembung Untuk memahami
kembung ada 2 hal yang harus diketahui: 1) Gejala/bloating: merupakan
perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar dari normal, jadi
merupakan suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan, merupakan hal
yang lebih ringan dari distention. 2) Tanda/distention: merupakan hasil
pemeriksaan fisik (obyektif) dimana didapatkan bahwa perut lebih besar

13
dari normal, bisa didapatkan dari observasi saat menggunakan baju jadi
kesempitan dan lambung jelas lebih besar dari biasanya.
C.2. Gastroenteritis Akut (GEA )

Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan


salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual
(93%), muntah (1%) atau diare (89%) dan nyeri abdomen (76%) adalah
gejala yang sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda – tanda
dehidrasi sedang sampai berat, seperti membrane mukosa yang kering,
penurunan turgor kulit atau perubahan status mental, terdapat pada < 10
% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan yang mencakup radang
tenggorokan, batuk dan rinorea. Dilaporkan sekitar 10 % (Bresee etal.,
2012)
a. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak ari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam
(Simadibrata K et al., 2009) pada kasu gastroenteritis diare secara
umum terjadi karena adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit
b. Mual dan muntah
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa isi
lambung melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan
mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada
formasio retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan
dengan pusat – pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor,
dan fungsi otonom lain. Pusat – pusat ini juga memiliki peranan
dalam erjadinya muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan
langsung kepusat muntah ataupun melalui chemoreceptor trigger
zone. (Chow et al.,2010)
14
Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis
belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan karena adanya
peningkatan stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus
atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus.
Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat merusak mukosa saluran
cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel chormaffin
yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung kepusat muntah atau
melalui chemoreseptor trigger zone. Pada muntah selanjutnya akan
mengirimkan impuls ke otot – otot abdomen, difragma dan nervus
visceral lambung dan esofagus untuk mencetuskan muntah .(Chow et
al.,2010)
c. Nyeri perut
Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit
perut banyak jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah
nyeri perut yang timbul ada hubungannya dengan makanan, apakah
timbulnya terus menerus, adakah penjalaran ketempat lain, bagaiman
sifat nyerinya dan lain – lain. Lokasi dan kualitas nyeri perut dari
berbagaiorgan akan berbeda, misalnya pada lambung dan duodenum
akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat
pada garis tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri
disekitar umbilicus yang mungkin dapat menjalar kepunggung bagian
tengah bila rangsangannya sampai berat. Bila pada usus besar maka
nyeri yang timbul disebabkan kelainan pada kolon jarang bertempat
diperut bawah. Kelainan pada rectum biasanya akan terasa nyeri
sampai dareh sakral (Sujono Hadi, 2002).
d. Demam
Demam adalah penignkatan suhu tubuh dari variasi suhu
normal sehari – hari yang berhubungan dengan peningkatan titik

15
patokan suhu (set point) dihipotalamus (Dinarello dan Porat, 2012).
Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron – neuron baik
di preoptikanterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima
dua jenis sinyal, satu dari saraf ferifer yang mengirim informasi dari
reseptor hangat / dingin di kulit dan yang lain dari temperatur darah.
Kedua sinyal ini diintegrasikan oleh thermoregulatory center di
hipotalamus yang mempertahankan temperature normal.
Pusat pengaturan suhu terletak dibagian anterior
hipotalamus. Ketika vascular bed yang mengelilingi hipotalamus
terekspos pirogen eksogen tertentu ( bakteri ) atau pirogen endogen
(IL-1, IL-6,TNF), zat metabolic asam arakidonat dilepaskan dari sel –
sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat metabolik ini seperti
prostaglandin E2, melewati bloo brain barrier dan menyebar ke daerah
termogulator hoipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang
meningkatkan sel point hipotalamus. Dengan adanya set poin yang
lebih tinggi, hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah
perifer, meyebabkan vasokontriksi dan menurunkan pembuangan
panas dari kulit (Prewitt, 2005)
II.D Patofisiologi
D.1. Gastritis
Gastritis akut dimana zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan
mengiritasi mukosa lambung.
Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :1.Karena
terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung
akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3
akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3.
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika
asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka

16
akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit. Iritasi mukosa lambung
akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat
melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi
hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus
gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa
lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah
maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan
hypovolemic.
Gastritis Kronik Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang
berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang
dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi
atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena
sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi
intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis
serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi
perdarahan serta formasi ulser.
D.2. Gastroenteritis Akut ( GEA )
Perandangan pada gastroenteritis oleh infeksi dengan melakukan invasi
pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi
sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan
menurunkan absorbsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan
hilangnya nutrisi dan elektrolit. Adapun mekanisme dasar yang
menyebabkan diare, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Gangguan osmotic, dimana asupan makanan atau zat yang sukar
diserap oleh mukosa intestinal akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

17
b. Respon inflamasi mukosa, pada seluruh permukaan intestinal akibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respon
peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus
kedalam rongga usus, selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltic usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula. Dari ketiga mekanisme diatas menyebakan :
1. Kehilangan air dan elektrolit ( terjadi dehidrasi yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis,
metabolic, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
3. Hipoglikemia dan adanya gangguan yang terjadi pada sirkulasi
darah. (Simadibrata Ketal.,2009)
II.E Penatalaksanaan Penyakit
E.1. Gastritis
Pengobatan gastritis meliputi : 
1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi. 
2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3. Pemberian obat-obat antasida atau obat- obat ulkus lambung yang lain
Terapi Farmakologinya adalah :
Pengobatan yang dilakukan terhadap gastritis bergantung pada
penyebabnya. Pada banyak kasus gastritis, pengurangan dari asam
lambung dengan bantuan  obat sangat bermanfaat. Antibiotik digunakan
untuk menghilangkan infeksi. Penggunaan dari obat-obatan yang

18
mengiritasi lambung juga harus  dihentikan. Pengobatan lain juga
diperlukan bila timbul komplikasi atau akibat  lain dari gastritis.

Kategori obat pada gastritis adalah:


1. Antasida : menetralisir asam lambung dan menghilangkan nyeri
2 Acid blocker : membantu mengurangi jumlah asam lambung yang
diproduksi.
3 Proton pump inhibitor : menghentikan produksi asam lambung dan
menghambat H.pylori.
4. Cytoprotective agent : melindungi jaringan mukosa lambung dan usus
halus.
Terapi berdasarkan penyebabnya :
1. Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka
diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoxicillin dan claritromycin
dan obat anti-tukak (omeprazole). 
2. Penderita gastritis karena stres akut banyak yang mengalami
penyembuhan setelah penyebabnya (penyakit berat, cedera atau
perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2% penderita gastritis
karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal.
Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid (untuk
menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk
mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). 
3. Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan
menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi. Jika
perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat. 
4. Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid.  Penderita
sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti
peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan

19
iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko
terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan non-steroid.
5. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada
gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan
pembedahan.
6. Gastritis atrofik tidak dapat disembuhkan. Sebagian besar penderita
harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
7. Penyakit Meniere bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian
atau seluruh lambung.
8. Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti ulkus yang
menghalangi pelepasan asam lambung.

Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan : 


a. Gastritis akut
1. Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
2. Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi
dianjurkan.
3. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
4. Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi
saluran Gastrointestinal.
5. Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
6. Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
7. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat  gangren
atau perforasi.
8. Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus
b. Gastritis kronis
1. Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan  lunak
diberikan sedikit tapi lebih sering.
20
2. Mengurangi stress
3. H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetracycline ¼, amoxillin)
dan gram bismuth (pepto-bismol).

E.2. Gastroenteritis Akut (GEA )


a. Penggantian Cairan dan Elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga
hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selam episode
akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan
pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang
terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intravena yang
membahayakan jiwa. ( DiPiro Pharmacotherapy Handbook. 5 th
ed, 2008)
b. Antibiotik
Pemberian antibiotic secara empiris jarang diindikasikan
pada diare akut infeksi, Karena 40 % kasus diare infeksi sembuh
kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotic. Pemberian
antibiotic diindikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi eksresi dan kontaminasi lingkungan,persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan
pasien immunocomprimised. Pemberian antibiotic secara empiris
dapat dilakukan, tetapi terap antibiotic spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resisten kuman (DiPiro Pharmacotherapy
Handbook. 5 th ed, 2008).
c. Obat Anti Diare
1. Kelompok Antisekresi Selektif
Terobosan dalam millennium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai
21
penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan
cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat
initersedia dibawah nama hidrasec sebagai generasi pertama
jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman
pada anak (Sujono Hadi,2002).
2. Kelompok Opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCL
serta kombinasi difenoksilat dan atropi sulfat (lomotil) 5 mg 3-
4 x sehari. Efek kelompok obat tesebut meliputi penghambatan
propulasi, peningkata basorbsi cairan sehiongga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%.
Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat
ini tidak dianjurkan. (Sujono Hadi,2002).
3. Kelompok Absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismuth subsalisilat, pectin, kaolin,
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini
dapat menyerap bahan infeksius atau toksin – toksin. Melalui
efek terbuka maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat – zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
(Sujono Hadi,2002).
4. Zat hidrofilik
Ekstrak tumbuh –tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karay (Strecullia), Ispraghulla, coptidis dan Catechu
dapa membentuk koloid dengan cairan dalam lumen usu dan

22
akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak
dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2 x sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet (Soewondo,
2002)
5. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobasillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya disaluran cerna akan memiliki efek
yang positif karena berkopetisi untuk nutrisi dan reseptor
saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi
atau menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang
adekuat.

II. F Uraian Obat


New Diatabs (MIMS)
Komposisi Attapulgite
Indikasi Gejala diare akibat keracunan makanan dan racun dari
bakteri danvirus
Dosis Dewasa & anak-anak >12 thn 2 tab setelah setiap buang air
besar dengan maksimal 12 tab dalam 24 jam, 6 -12 thn 1
tab setelah setiap buang air besar, dengan maksimal 6 tab
dalam 24 jam
Kontraindikasi Gagal ginjal atau hati parah
Efek Samping Gangguan saluran pencernaan termasuk mual, muntah.
Rasa begah (penuh) di bagian perut. Kesulitan buang air
besar (konstipasi).

23
Rantin (MIMS)
Komposisi Ranitidin HCL
Indikasi Hiperasiditas, gastritis, tukak peptik, esofagitis, duodenitis
kronik, hipersekresi patologis
Dosis Tablet : Untuk ulkus duodenum aktif : 150 mg 2 kali/hari(pagi
dan malam) atau 300 mg/hari sebelum tidur selama 4-8
minggu. Untuk tukak lambung aktif : 150 mg 2 kali/hari
selama 4-8 minggu Untuk refluks esofagitis : 150 mg 2
kali/hari selama 6 minggu Untuk pemeliharaan tukak peptik
akut : 150 mg sebelum tidur Untuk kondisi hepersekresi
patologis : awal 150 mg 3 kali/hari dan dapat ditingkatkan
menjadi <= 6 g/hari dalam dosis terbagi Ampul : IM 50 mg/2
mL tiap 6-8 jam(tanpa pengenceran) IV 50 mg/2 mL tiap 6-8
jam (dalam 0.9 NaCl) IV Intermiten 50 mg/2 mL tiap 6-8 jam
(dalam 100 mL Dextrosa
Kontraindikasi Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang diketahui
memiliki riwayat hipersensitif pada ranitidine atau obat
golongan antagonis reseptor H2 lainnya. Jangan menggunakan
Rantin 150 mg Tablet untuk penderita dengan riwayat porfiria
akut.
Efek Samping Efek samping Rantin 150 mg Tablet (ranitidine) yang umum
terjadi misalnya diare dan gangguan saluran cerna lainnya ,
konstipasi, nyeri otot, pusing, merasa letih, dan timbul ruam
pada kulit. Efek samping obat golongan antagonis reseptor H2
pada saluran kardiovaskular misalnya takikardia, bradikardia,
hipotensi, perpanjangan interval QT, telah dilaporkan terjadi.
Efek samping ini lebih sering terjadi pada penggunaan secara
intravena. Sedangkan penggunaan secara oral maupun infus

24
lebih jarang terjadi.

Antrain (MIMS)
Komposisi Natrium Metamizol / Metamizole Na
Indikasi  Sakit kepala, lumbago (sakit pinggang), kolik ginjal &
kandung empedu.
Untuk menurunkan suhu tubuh pada saat demam.
Dosis  Secara intramuskular (IM) dalam :
- dewasa : 4-6 ml sehari.
- anak berusia 2-14 tahun : 0,5-2 ml sehari.
 Secara intravena (IV) lambat :
- dewasa : 2 ml sehari, maksimal : 2 kali sehari 5 ml.
- anak berusia 2-14 tahun : 0,5-1 ml

Kontraindikasi Orang yang memiliki alergi terhadap metamizole (antalgin)


dan komponen lain dari obat.Bayi kurang dari 3 bulan atau 5
kg berat badan.Wanita hamil dan menyusui.Orang yang
memiliki darah rendah (tekanan darah sistolik < 100
mmHg).Gangguan perdarahan Defisiensi G6PD Porfiria
hepatik
Efek Samping pusing, mulut terasa kering, gangguan darah, mual, dan
gangguan fungsi hati.

25
BAB III
TINJAUAN KASUS

III. A Identitas Pasien

15. Nama : Ny. SR


16. No RM : 009413xxxx
17. BB : 45 Kg
18. Jenis Kelamin : Perempuan
19. Agama : Islam
20. Umur : 30 thn
21. Status : Kawin
22. Ruangan : Ruang wa
23. Tanggal Masuk : 2 Juni 2017
24. Tanggal Keluar : 5 Juni 2017
25. Diagnosa masuk : Gastritis - GEA
26. Riwayat penyakit dahulu : Gastritis
27. Riwayat penyakit keluarga : -
28. Riwayat Alergi : -
III.B. Data Subjektif
Tabel 1. Data Subjektif

Tanggal Keluhan
2 / 6/ 2017 Nyeri perut, BAB, Mual, Muntah, lemas.
3 / 6 / 2017 Nyeri perut, BAB,mual, lemas.

4 / 6 / 2017 Nyeri perut hilang timbul,mual

5/ 6 /2017 Nyeri perut hilang timbul, mual

26
III.C. Data Objektif
Tabel 2. Data Objektif

Pemeriksaan Normal 2/6 3/6 4/6 5/6


TD 120/80 mmhg 100/70 110/70 100/70 150/80
Suhu 36,5-37,2 °C 36,5 36,5 36,5 36,5
Pernapasan 16 – 20 x/ mnt 20 - - -
Nadi 60 – 100 x/mnt 80 80 - -
Kesadaran sadar CM CM CM CM

III.D. Pemantauan Nyeri

Tabel 3. Pemantauan Nyeri

Tanggal 2/6 3/6 4/6 5/6

Skor skala 3 3 3 3
nyeri
Lokasi nyeri Ulu hati Ulu hati Ulu hati Ulu hati
Durasi/ 1-2 1-3 1-3 1-3
frekuensi

III.E. Data Laboratorium


27
Tabel 4. Data Laboratorium

Pemeriksaan Rujukan Satuan Hasil

Urinalisis
Urine Lengkap

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Agak Keruh

Sedimen

Leukosit 0–5 /LPB 25

Eritrosit <3 /LPB 3

Silinder (-)Negatif /LPK (-)Negatif

Sel Epitel (1+) /LPK Gepeng (+1)

Kristal (-) Negatif (-)Negatif

Bakteria (-)Negatif (-)Negatif

Berat Jenis 1.005 – <=1.005


1.030

pH 5.0 – 7.0 6.5

Protein Negatif +1
(<30
)mg/dl

Glukosa Negatif (-)Negatif

Keton (-) Negatif (-)Negatif

28
Darah Samar / Hb (-) Negatif (-)Negatif

Bilirubin (-) Negatif (-)Negatif

Urobilinogen 0.2 – 1.0 Mg/dL 0.2

Nitrit (-) Negatif (-)Negatif

Leukosit Esterase (-) Negatif +1

III.F. Profil Pengobatan di Ruang Perawatan

Tabel 5. Profil Pengobatan di Ruang Perawatan

Nama obat Rute Regimen 2/6 3/6 4/6 5/6


New diatab Oral 3x2 18 06,12, 06,12,18 06,12,18
Rantin 150 mg Oral 3x1 18 12,18 06,12,18 06,12,18
Antrain IV Extra 18

III.G. Obat Pulang

Tabel 6. Obat Pulang

Nama Obat Jumlah Aturan Pakai Keterangan


Rantin 150 mg 10 2x1 Sebelum makan

III.H. Assessment and Plan ( Identifikasi, manajemen dan Plan DRP)

Drug Related Problem merupakan bagian dari proses asuhan kefarmasian


yang mengambarkan suatu keadaan, dimana seorang professional (Apoteker)

29
menilai ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi yang sesungguhnya
(Hepler, 2003).
1. Gagal/ tidak menerima obat (Failure to recive medication)
2. Penggunaan obat tanpa indikasi (Drug use without indication)
3. Pilihan obat yang kurang tepat (Improper drug selection)
4. Dosis terlalu kecil (Sub – therapic dosage)
5. Dosis terlalu besar (Over dosage)
6. Indikasi yang tidak ditangani (Untreated indication)
7. Reaksi obat yang tidak dikehendaki (Adverse drug reaction)
8. Interaksi obat (Drug interaction)
Tabel 7. Analisa DRP (Drug Related Problem) dengan PCNE

Hasil
Obat Masalah Penyebab Intervensi
Intervensi
New Diatab P1.2. Efek terapi C3.3 Frekuensi 11.1 hanya diberikan O1.0 Masalah
regimen dosis
dan Rantin tidak optimal informasi kepada penulis terselesaikan
tidak cukup
150 mg resep seluruhnya

Rekomendasi : maka
diperlukan monitoring
pemberian obat New
Diatab dan Rantin sesuai
regimen dosis

30
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus
Pemantauan terapi obat dilakukan pada seorang pasien SR yang
dirawat di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih tepatnya perawatan Marwah
Atas diperoleh data (dikaji mulai tanggal 02 Juni – 05 Juni 2017) bahwa
pasien mengalami keluhan nyeri perut sejak tiga hari sebelum masuk rumah
sakit pada tanggal 2 Juni 2017 pada jam 05.12, BAB kurang lebih 10 kali
perhari sejak tiga hari yang lalu, mual dan muntah serta nyeri pinggang.

Profil pengobatan pasien Ny. SR (02 Juni - 05 Juni 2017), pasien


diberikan 3 jenis obat dengan dosis dan bentuk sediaan yang berbeda-beda
dimana dalam penggunaan obat yang diberikan pada pasien Ny.SR gagal
menerima obat New Diatab pada tanggal 2 dan 3 Juni 2017, dan rantin pada
tanggal 2 - 3 Juni 2017. Keluhan Ny.SR dengan nyeri perut , BAB dan mual
mendapatkan terapi New diatab, Rantin dan Antrain injeksi. Pemberian obat-
obat tersebut sesuai dengan kondisi pasien.

New Diatab termasuk dalam kelompok antidiare adsorbent yang


berkerja dengan menyerap kelebihan cairan dan bahan-bahan toksik penyebab
diare. Bahan aktif yang terdapat di dalam New Diatabs adalah attapulgit.
Kebanyakan diare yang dialami oleh penderita adalah diare akut, diare jenis
ini disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan parasit lain atau juga dapat
disebabkan oleh enterotoksin yang berasal dari makanan. Di berikan pada
tanggal 02 – 05 Juni 2017, dalam kasus ini pemberian New Diatab untuk
mengatasi BAB.

31
Rantin adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh kelebihan produksi asam lambung, seperti
sakit maag dan tukak lambung. Rantin mengandung ranitidine, obat golongan
antagonis reseptor histamin H2 (histamin H2-receptor antagonist). Di berikan
pada tanggal 02 – 05 Juni 2017, dalam kasus ini pemberiaanya untuk
mengatasi mual serta nyeri perut Ny.SR.

Metamizole adalah obat golongan antiinflamasi nonsteroid, nama


lainnya Antalgin (metampiron). Bekerja dengan cara menghalangi sintesis
pirogen endogen sehingga metamizole memiliki efek analgetik dan juga
antiperadangan. Dengan demikian obat ini dapat digunakan sebagai
penghilang rasa sakit, antispasmodic (meredakan nyeri kolik akibat kejang
otot polos). Obat ini diserap baik melalui saluran pencernaan dengan waktu
paruh 1 hingga 4 jam. Di berikan pada tanggal 02 2017 secara extra untuk
meredakan nyeri perut Ny SR.

Pasien mendapatkan terapi obat mulai tanggal masuk rumah sakit 2


Juni sampai pasien pulang pada tanggal 5 Juni 2017. Setelah dianalisa dari
terapi obat yang diberikan terdapat masalah terkait Drug Related Problem
(DRP). DRP yang terjadi yaitu adanya efek terapi tidak optimal dimana
frekuensi regimen dosis new diatab dan rantin yang tidak cukup.

B. Asuhan Kefarmasian
1. Pemantauan terapi obat
Melakukan visite ke pasien untuk mengetahui kondisi pasien sehubungan
dengan penentuan atau pemastian terapi obat pasien
2. Konseling Pengobatan Pasien
Memberikan informasi dan edukasi ke pasien dan keluarga tentang penggunaan
obat dan mengajak pasien dan keluarga pasien untuk memperhatikan jam
pemberian obat.

32
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pemantauan terapi obat pada pasien Ny. SR dengan
nomor rekam medik ( 00413xxxx) diruang rawat Marwah Atas maka dapat
disimpulkan bahwa terapi obat yang diberikan pada pasien sudah rasional,
meskipun ditemukan drug related problem (DRP) yaitu adanya efek terapi tidak
optimal karena gagal menerima obat.

B. Saran
a. Hendaknya dilakukan visite bersama untuk memaksimalkan penggunaan
obat ke pasien
b. Perlu kolaborasi antar tenaga kesehatan untuk memastikan penggunaan obat
untuk mencegah dan mengatasi DRP terjadi.

33
DAFTAR PUSTAKA

A.Price,Sylvia.M.Wilson,Lorraine.2006.PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Badan POM RI. 2008. Infomatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta

Bresce, J.S., et al .,2012. The Etiology of Severse Acute Gastroenteritis Among


Adult Visiting Emergency Department in the United States. The
Journal ofInfectiou Disease. 205 : 1374-1381.
Diarrhea : case definition and guidelines for collection analysis and presentation
of immunization safety data, 2011

Dipiro. JT. Barbara G. Wells., Terry L Scwinghammer,.Cecily V Dipiro (2015)


Pharmacoterapy handbook, 9th Edition. New York : Me Graw Hill.

Guyton AC, Hall JE. 2008.Buku Ajar Fisiologi kedokteran. 11thed. Jakarta: ECG.

Harper, M.B.,Fleisher, G. R 2010 Infectious Disease Emergencies. Dalam :


Fleisher G. R., Ludwig, S. (eds). Textbook of Pediatric Emergency
Medicine. Philadelphia : Wolters/Kluwer/Lippincott Williams and
Wilkins.

Kumar, Vinay, et all. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC

Monroe, S.S.,2001 Control and prevention of Viral Gastroenteritis. Emerging


Infectious Disease 17 (8) : 1347 – 1348

www.medscape.com

34

Anda mungkin juga menyukai