Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
a. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer, 2000).
b. Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal (Price, 2006).
c. Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. (Sudoyo, 2006).

2. Epidemiologi / Insiden Kasus


Gastritis disebabkan oleh H. Pylori. Infeksi kuman Helicobacter pylori
merupakan kusa gastritis yang sangat penting. Di negara berkembang
prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada orang dewasa mendekati 90%.
Sedangkan pada anak-anak prevalensi infeksi Helicobacter pylori lebih tinggi
lagi. Hal ini menunjukkan pentingnya infeksi pada masa balita. Di Indonesia,
prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori yang dinilai dengan urea breath
test pada pasien dispepsi dewasa, menunjukkan tendensi menurun. Di negara
maju prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada anak-anak sangat rendah.
Diantara orang dewasa prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori lebih
tinggi dari pada anak-anak tetapi lebih rendah dari pada di negara berkembang
yakni 30%.
Penggunaan antibiotika, terutama untuk infeksi paru dicurigai mempengaruhi
penularan kuman di komunitas karena antibiotika tersebut mampu
mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori, walaupun presentase
keberhasilannya rendah.
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan biasanya jinak dan
dapat sembuh sendiri (Price, 2006) dan ± 80 – 90% yang dirawat di ICU
menderita gastritis akut.
3. Penyebab / factor predisposisi
a. Gastritis akut
 Dapat terjadi tanpa diketahui
 Gastritis erosive merupakan salah satu gastritis akut yang disebabkan oleh:
1) Trauma yang luas, luka bakar luas, septicemia
2) Operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati berat, renjatan,
trauma kepala.
3) Obat-obatan seperti aspirin, obat antiinflamasi, nonsteroid, kafein,
alkohol, lada, cuka.
b. Gastritis kronik
1) Aspek imunologis
Dapat dilihat dari ditemukannya autoantibody terhadap factor intrinsik
lambung dan sel partial pada pasien dengan anemia pernisiosa. Kasus
ini jarang ditemukan.
2) Aspek bakteriologi
Salah satu bakteri penyebab gastritis adalah “ Helicobacter pylori” dan
sering dijumpai berbentuk gastritis kronis aktif autrum.
3) Faktor lain yang juga dapat menyebabkan gastritis kronis adalah refluk
kronik cairan pankreatobilier, asam empedu dan lisosetin, alkohol
berlebih, teh panas dan merokok.

4. Patofisiologi Terjadinya Penyakit


Obat-obatan, alkohol, garam empedu atau enzim- enzim pankreas dapat
merusak mukosa lambung ( gastritis erosive) mengganggu pertahanan mukosa
lambung dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin kedalam
jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa
lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan
regenerasi mukosa, karena itu gangguan – gangguan tersebut seringkali
menghilang dengan sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dapat
terjadi perdarahan. Masuknya zat- zat seperti asam dan basa yang bersifat
korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung
(gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung
dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan dengan atropi kalenjar-
kalenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak- bercak penebalan
berwarna abu-abu atau abu kehijauan (gastritis atopik). Hilangnya mukosa
lambung akhirnya akan berakibat berkurangnya sekresi lambung dan
timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atopik dapat juga merupakan
pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronis dapat pula terjadi
bersamaan dengan ulkus peptikum atau mungkin terjadi setelah tindakan
gastroyeyunostomi.

5. Klasifikasi
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa bagian
berdasarkan :
a. Manifestasi klinis
b. Gambaran hispatologi
c. Distribusi anatomi
d. Kemungkinan pathogenesis gastritis
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
a. Gambaran hispatology
 Gastritis kronik superficial
 Gastritis kronik atropik
 Atrofi lambung
 Metaplasia intestinal
Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-
kalenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
b. Distribusi anatomi
 Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A)
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut
menjadi anemia pernisiosa karena terjadi gangguan absorpsi
vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut disebabkan oleh
kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung
menurun.
 Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman
Helicobacter pylori
 Gastritis tipe AB
Anatominya menyebar keseluruh gaster dan penyebarannya
meningkat seiring bertambahnya usia

6. Gejala klinis
a. Gastritis akut erosive sangat bervariasi , mulai dari yang sangat ringan
asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada
kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah :
1) Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai
terjadi renjatan karena kehilangan darah.
2) Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis.
keluhan–keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya
ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3) Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4) Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5) Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah
samar pada tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia
defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas.
6) Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali
mereka yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga
menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata
seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai gangguan
kesadaran.
b. Gastritis kronis
1) Bervariasi dan tidak jelas
2) Perasaan penuh, anoreksia
3) Distress epigastrik yang tidak nyata
4) Cepat kenyang

7. Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran : pada awalnya CM ( compos mentis), perasaan tidak berdaya.
b) Respirasi : tidak mengalami gangguan
c) Kardiovaskuler : hypotensi, takikardia, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat (vasokontriksi), warna kulit pucat, sianosis,
kulit/membrane mukosa berkeringat ( status syok, nyeri akut)
d) Persyarafan : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu,
disorientasi/bingung, nyeri epigastrium.
e) Pencernaan : anoreksia, mual, muntah oleh karena luka duodenal, nyeri
ulu hati, tidak toleran terhadap makanan ( coklat, pedas), membrane
mukosa kering. Factor pencetus : makanan, rokok, alcohol, obat-obatan
dan stressor psikologi.
f) Genetourenaria : biasanya tidak mengalami gangguan.
g) Muskuloskletal : kelemahan, kelelahan.
h) Intergritas ego : faktor stress akut, kronis, perasaan tidak berdaya, adanya
tanda ansietas : gelisah, pucat, berkeringat.

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
1) Kultur : untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter pylori
2) CLO ( Rapid ureum test) : untuk menegakkan diagnosis H.pylori
3) Pemeriksaan serologi untuk H.pylori : sebagai diagnosis awal
4) Analisis cairan lambung : untuk memperjelas diagnosis
b. Pemeriksaan radiologi
1) Endoskopi : meliputi topografi dan gambaran endoskopinya dimana
gambaran endoskopinya meliputi :
- Eritematous / eksudatif
- Erosi flat, erosi raised, atrofi, hemoragik, hyperplasia rugae.
2) Hispatologi dengan melakukan biopsy pada semua segmen lambung
dimana hasilnya meliputi :
- Etiologi : menyebutkan ada tidaknya bakteri Helicobacter Pylori
- Topografi : meliputi gastritis kronis antrum, korpus atau gastritis
dengan predomonasi antrum atau korpus.
- Morfologi : menerangkan tentang inflamasinya, aktivitas radang,
metaplasia intestinal, Helicobacter pylori.

9. Diagnosis / kriteria diagnosis


a. Gastritis akut
Tiga cara dalam menegakkan diagnosis yaitu gambaran klinis,
gambaran lesi mukosa akut dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus
dangkal dengan tepi rata pada endoskopi dan gambaran radiologi. Dengan
kontras tunggal sukar untuk melihat lesi permukaan yang superficial,
karena itu sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara umum peranan
endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik untuk
diagnosis kelainan akut lambung.
b. Gastritis kronis
Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi biopsy
mukosa lambung. Perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya
infeksi Helicobacter Pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada
lambung ataupun pada duodenum, mengingat angka kejadian yang cukup
tinggi yaitu hamper mencapai 100%. Dilakukan pula rapid ureum test
(CLO). Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis H.pylori jika hasil
CLO dan atau PA positif. Dilakukan pula pemeriksaan serologi untuk
H.pylori sebagai diagnosis awal.

10. Therapy / tindakan penanganan


a. Gastritis akut
Faktor utamanya adalah dengan menghilangkan etiologinya. Diet
lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk
mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2 , inhibitor
pompa proton, antikolinergik dan antacid. Juga ditujukan sebagai
sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin. Keluhan akan mereda
bila agen-agen penyebab dapat dihilangkan. Obat antimuntah dapat
diberikan untuk meringankan mual dan muntah, jika keluhan diatas tidak
mereda maka koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan IVFD.
Pemberian penghambat H2 ( ranitidine), antacid dapat berfungsi untuk
mengurangi sekresi asam.
b. Gastritis kronis
Pengobatannya bervariasi tergantung pada penyebab yang dicurigai
 Pemberian vitamin B12 dengan cara parenteral pada kasus anemia
pernisiosa
 Eradikasi Helicobacter pylori pada gastritis tipe B dengan
pemberian kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotic
( tetrasiklin, metronidasol, kolitromisin, amoxicillin).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data dasar dilakukan merujuk pada klasifikasi pengumpulan data
oleh Doenges, dkk dalam Rencana Asuhan Keperawatan, yaitu :
a. Data dasar
1) Aktivitas / istirahat
DS : kelemahan / kelelahan
DO : takikardia
2) Sirkulasi
DS :
DO : hipotensi, kelemahan/ nadi perifer lemah, warna kulit : pucat,
sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah), kelembaban
kulit / membrane mukosa : berkeringat ( menunjukkan status syok,
nyeri akut, respon psikologik), takikardia, disritmia.
3) Integritas ego
DS : faktor stress akut / kronis ( keuangan, hubungan kerja), perasaan
tidak berdaya.
DO : tanda ansietas misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
4) Eliminasi
DS : riwayat perawatan dirumah sakitkarena gastritis
DO : nyeri tekan abdomen
5) Makanan / cairan
DS : anoreksia, mual, masalah menelan : cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, tidak toleran terhadap makanan contoh : makanan pedas,
diet, penurunan berat badan.
DO : muntah, membrane mukosa kering, penurunan produksi mukosa,
berat jenis urine meningkat.
6) Neurosensori
DS : rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan.
DO : status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung, tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan dan lemas.
7) Nyeri/kenyamanan
DS : nyeri : digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih,
nyeri hebat. Rasa ketidaknyamanan / distress samar-samar setelah
makan banyak dan hilang dengan makan. Nyeri epigastrium kiri
sampai tengah.
8) Keamanan
9) Penyuluhan pembelajaran

b. Masalah perawatan
Dari data diatas diperoleh masalah keperawatan yaitu:
1) Nyeri epigastrial
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3) Kekurangan volume cairan
4) Kurang pengetahuan
5) PK : peritonitis, anemia

2. DIAGNOSA PERAWATAN
a. Nyeri epigastrial b/d iritasi pada mukosa gaster ditandai dengan adanya
gambaran nyeri (meringis, tegang, menangis), perubahan tanda vital
(takikardi).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang,
output meningkat ( muntah ), gangguan absorpsi nutrien ditandai dengan
TB/ BB tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan yang
disajikan.
c. Kekurangan volume cairan b/d intake yang kurang dan pengeluaran yang
berlebihan ditandai dengan turgor jelek, kulit kering, produksi urine < 30
cc / jam, mual muntah, kadar elektrolit menurun.
d. Kurang pengetahuan tentang penyebab, proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi,
kesalahan interpretasi ditandai dengan pasien kurang kooperatif,
pertanyaan meminta informasi
e. Hipertermi b/d proses peradangan ditandai dengan suhu di atas 38 C.
f. PK : anemia.
g. PK : peritonitis
Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan berat ringannya masalah adalah
sebagai berikut :
1. Nyeri epigastrial b/d iritasi pada mukosa gaster ditandai dengan adanya
gambaran nyeri ( meringis, tegang, menangis ) , perubahan tanda vital
( takikardi ).
2. Kekurangan volume cairan b/d intake yang kurang dan pengeluaran yang
berlebihan ditandai dengan turgor jelek, kulit kering, produksi urine < 30
cc / jam, mual muntah, kadar elektrolit menurun.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang,
output meningkat ( muntah ), gangguan absorpsi nutrient ditandai dengan
TB/ BB tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan yang
disajikan
4. Hipertermi b/d proses peradangan ditandai dengan suhu > 38 C
5. Kurang pengetahuan tentang penyebab, proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi,
kesalahan interpretasi ditandai dengan pasien kurang kooperatif,
pertanyaan meminta informasi
6. PK : Peritonitis
7. PK : Anemia

4. EVALUASI
Evaluasi dilakukan mengacu pada tujuan yang telah ditetap kan pada
ktritereia tujuan yaitu :
a.Diagnosa 1
 Pasien menyatakan nyeri hilang
 Pasien nampak rileks, muka tenang
 Pasien dapat tidur/ istirahat dengan nyaman

b. Diagnosa 2
 Turgor baik, kulit dan mukosa tidak kering.
 Intake sesuai output
 Kadar elektrolit plasma dalam batas normal
 Tidak terjadi penurunan BB secara drastis
 Tidak ada mual muntah
 Produksi urine 30- 50 cc / jam
c.Diagnosa 3
 Kehilangan berat badan minimal
 Intake nutrisi adekuat
 Pasien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
 Mual muntah tidak ada
 Iritasi gastrointestinal berkurang
d. Diagnosa 4
 Suhu tubuh normal (36,5o-37,2o C)
e.Diagnosa 4
 Pasien tidak bertanya lagi tentang proses penyakitnya
 Dapat menyebutkan kembali tentang hal-hal yang dijelaskan.
 Pasien kooperatif dalam pengobatan
 Pasien menyatakan paham terhadap proses dan pengobatan penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Doengoes, M G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Holdstock G, Okight. Gastrointerologi dan Penyakit Hati. Jakarta : EGC

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta : Media
Aesculapius

Price, A Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta :
EGC

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Jakarta : EGC

Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : FK UI

Anda mungkin juga menyukai