Istilah skarn digunakan pertama kali oleh ahli tambang Swedia, Alfred Elis Tornebohm
pada tahun 1875 untuk menjelaskan material gangue kalk-silikat kaya Fe. Skarn merupakan salah
satu bagian dari kelas utama endapan mineral penting karena menjadi host dari banyak jenis
mineral bijih yang ada hampir di tiap benua dan umur. Logam yang ditambang pada skarn
termasuk Fe, W, Cu, Pb, Zn, Mo, Ag, Au, U, REE, F, B, dan Sn (Meinert, 2005).
Skarn merupakan batuan kalk-silikat yang terbentuk dari penggantian karbonat oleh
mineral silikat akibat metamorfisme regional maupun proses metasomatisme kontak yang
umumnya berhubungan dengan intrusi batuan beku sehingga banyak berasosiasi dengan sistem
porfiri, walaupun terdapat pula skarn pada zona gerus sesar, sistem geotermal dangkal, lantai
samudra, dan kerak bagian bawah pada terrain batuan metamorf. Skarn berkembang pada kontak
pluton dan batuan samping yang bersifat karbonatan. Umumnya skarn ekonomis ditemukan pada
batugamping, namun bisa juga terbentuk pada serpih, batupasir, granit, Iron Formation, basalt,
dan komatit. Genesa skarn pada intinya berupa metamorfisme kontak isokimia diikuti
metasomatisme akibat transfer panas, interaksi fluida (magmatik, metamorfik, meteorik, dan air
laut), serta logam yang berasal dari tubuh magma yang mendingin. Umumnya batuan karbonat di
sekitar kontak intrusi berubah menjadi marmer atau batuan kalk-silikat.
Contoh reaksi proses penggantian karbonat oleh mineral silikat melalui penambahan silika adalah
sebagai berikut:
Variasi penambahan silika yang banyak dapat menghasilkan banyak mineral kalk-silikat. Mineral
silikat yang dijumpai pada alterasi skarn merupakan mineral silikat yang mengandung Ca, Fe, Mg,
dan Mn seperti epidot, klinozoisit, garnet (andradit dan grossularit), klinopiroksen, wollastonit,
diopsid, vesuvianit, tremolit-aktinolit, flogofit, dan biotit.
Setting tektonik dan petrogenesa pada endapan skarn terjalin erat, sehingga pendekatan untuk
pengklasifikasian skarn menggunakan parameter ini kurang berhasil karena skarn dihasilkan dari
proses yang dapat terjadi pada banyak setting tektonik. Skarn dapat terjadi jika terdapat aktivitas
magmatik dan perkembangan batuan karbonat. Fitur kunci yang menjadi pembeda skarn pada
tahap magma awal dengan magma lanjut adalah asosiasi dengan gabbro dan diorit, endoskarn
melimpah, metasomatisme-Na yang luas, dan tidak adanya Sn dan Pb. Hal ini mencerminkan
kerak, batuan samping, dan pluton primitif.
Meinert dkk. (2005) dalam Pirajno (2009) mengklasifikasikan empat skenario tektonik
terjadinya skarn (gambar 1):
1. Subduksi curam kerak samudra menghasilkan skarn kaya Fe, Cu, Au dengan asosiasi batuan diorit
dan granodiorit.
2. Subduksi landai kerak samudra mengalami interaksi dengan kerak yang lebih besar, menghasilkan
skarn Mo, W-Mo dengan asosiasi monzonit dan granit.
3. Subduksi pada batas benua menghasilkan skarn Zn-Pb, Cu, Au, W, Mo dengan asosiasi
granodiorit dan granit
4. Magmatisme tipe S asosiasi rifting akibat plume mantel denan asosiasi pluton granitik
mengasilkan skarn Sn-W yang dicirikan oleh muskovit dan biotit primer, megacryst kuarsa abu-
abu gelap, rongga miarolitik, alterasi tipe greisen, dan anomali radioaktif. Skarn tipe ini juga
menghasilkan unsur Be, B, Li, Bi, Zn, Pb, U, F, dan REE.
Gambar 1. Setting tektonik sistem skarn dan lingkungan pengendapan karbonat. (A) busur kepulauan dengan sudut
penunjaman tajam pada cekungan belakang busur; (B) busur kepulauan dengan sudut penunjaman landai; (C) subduksi
pada batas benua dengan terrain oseanik terakresi ; (D) continental rift post subduksi dan intrusi granit yang berasosiasi
dengan plume mantel (Meinert, 1995)
2. Kedalaman pembentukan
Kedalaman merupakan salah satu kontrol mendasar pada ukuran, geometri, dan style alterasi
endapan skarn. Pada proses metamorfisme, efek kedalaman merupakan fungsi suhu batuan
samping. Metamorfisme yang lebih luas dan intensif pada kedalaman dapat mempengaruhi
permeabilitas batuan samping sehingga mengurangi jumlah karbonat tersedia untuk reaksi
metasomatisme. Selain itu, kedalaman juga mempengaruhi sifat mekanik batuan samping, apakah
akan mengalami deformasi terlipat atau terekahkan hingga tersesarkan.
3. Mineralogi skarn
Mineralogi merupakan dasar klasifikasi utama endapan skarn. Mayoritas skarn memiliki zonasi
khas garnet proksimal, piroksen distal, dan vesuvianit pada kontak skarn dengan marmer.
Mineralogi skarn retrograde berupa mineral hidrat seperti epidot, amfibol, dan klorit dikontrol oleh
struktur dan mencetak-tindih zonasi alterasi prograde, sehingga zona mineral hidrat di sepanjang
kontak sesar, stratigrafi, atau intrusi merupakan hal umum. Zonasi retrograde lebih intensif dan
pervasif pada sistem skarn dangkal.
TERMINOLOGI PADA SKARN
Tidak semua skarn memiliki mineralisasi ekonomis. Skarn dengan mineralisasi ekonomis
disebut sebagai endapan skarn. Pada umumnya, pada endapan skarn, skarn dan mineral bijih yang
terbentuk berada pada sistem hidrotermal yang sama. Kebanyakan endapan skarn yang penting
berasal dari transfer metasomatis skala besar di mana komposisi dan jalur infiltrasi fluida
mengontrol hasil akhir mineralogi skarn dan bijih.
Klasifikasi skarn dapat dipisahkan melalui beberapa kriteria. Contohnya, Einaudi (1982)
dalam Pirajno (2009) membedakan istilah reaction skarn dengan ore skarn. Reaction
skarn/contact skarn terbentuk selama metamorfisme isokimia dari perlapisan serpih-karbonat di
mana transfer metasomatismenya mungkin terjadi dalam skala sangat kecil dalam orde sentimeter.
Ore skarn adalah skarn dengan mineralisasi akibat infiltrasi fluida dari intrusi batuan beku. Istilah
skarnoid merupakan batuan kalk-silikat butir halus, miskin Fe, dan merefleksikan sedikit kontrol
protolith di mana skarnoid merupakan peralihan hornfels metamorfik dan skarn metasomatis
berbutir kasar.
Terdapat pula istilah endoskarn dan eksoskarn. Kedua hal tersebut dibedakan dari determinasi
protolith berupa batuan beku atau sedimen, namun bisa juga merujuk pada lokasi skarn relatif
terhadap intrusi pluton (interal versus eksternal). Klasifikasi Mg-skarn, Mn-skarn, Ca-skarn, dan
skarn pirit-silika didasarkan pada komposisi dominan protolith dan mineral alterasi yang
dihasilkan. Skarn juga dapat diklasifikasikan melalui mineral logam yang dihasilkan. Klasifikasi
skarn atas mineralogi akan dibahas pada bagian berikutnya.
TAHAPAN PEMBENTUKAN SKARN
Genesa skarn melibatkan proses magmatik akhir dan hidrotermal pada intrusi batuan beku
yang disertai metamorfisme dan metasomatisme batuan samping sehingga terdapat tiga tahap
pembentukan skarn, yaitu tahap prograde (metamorfisme isokimia), metasomatisme awal, dan
tahap retrograde (alterasi hidrotermal). Skarn terbentuk pada rentang suhu 200-700⁰C, tekanan
0.3-3 kbar, serta fluida metasomatisme dengan salinitas 10-45% NaCl(eq). Berikut merupakan
rincian tiga tahap pembentukan skarn menurut Einaudi dkk. (1994) dalam Pirajno (2009) pada
sistem skarn yang berhubungan dengan intrusi profiri (gambar 2):
1. Tahap prograde. Intrusi pluton menyebabkan metamorfisme kontak batuan samping dengan proses
dekarbonasi dan dehidrasi membentuk skarn diopsid dan skarn wollastonit. Pada tahap ini terjadi
kristalisasi pada tepi pluton yang mengintrusi, dengan rentang suhu 500-900⁰C. Fluida yang
dilepaskan dari intrusi menginfiltrasi melalui rekahan. Pada tahap ini terjadi alterasi potasik dan
mineralisasi kalkopirit diseminasi pada batuan plutonik. Batuan samping mulai membentuk fasies
skarn tahap awal yang mengandung garnet, magnetit dan sulfida dengan suhu 400-600⁰C.
2. Tahap metasomatisme. Andradit tergantikan magnetit, kuarsa, pirit, dan kalsit, diopsid digantikan
aktinolit, kalsit, dan kuarsa dengan sedikit kalkopirit. Hal ini berkaitan dengan masa alterasi
potasik yang berakhir dan dimulainya alterasi QSP pada pluton dengan mineralisasi Cu ± Mo pada
suhu 300-500⁰C.
3. Tahap retrograde. Tahap ini melibatkan destruksi dan cetak-tindih himpunan mineral skarn
sebelumnya dan dicirikan oleh pengendapan mineral lempung (kaolinit, montmorillonit,
nontronit), kalsit, klorit, kuarsa, hematit, dan pirit. Mineralisasi berupa presipitasi mineral oksida
dan sulfida yang terdiri dari pirit, sfalerit, galena, dan tennantit yang cenderung mengisi
urat. Tahap ini analog dengan alterasi QSP dan argilik pada intrusi porfiri yang lebih didominasi
oleh air meteorik.
Menurut Kwak (1994) dalam Pirajno (2009), himpunan mineral retrograde terdiri dari
mineral fasa hidrat seperti amfibol, biotit, epidot, dan klorit meskipun kehadiran mineral hidrat
tidak sepenuhnya berkaitan dengan proses retrograde. Mineral retrograde mencerminkan
penurunan suhu dan salinitas fluida yang mengarah pada tren himpunan mineral amfibol-epidot
biotit muskovit-klorit sulfida karbonat (+ fluorit atau scheelite atau powellite).
ZONASI ALTERASI SISTEM SKARN
Zonasi alterasi pada batuan samping berkaitan dengan jaraknya dengan pluton intrusi
karena reaksi batuan samping berbeda akibat variasi suhu dan evolusi fluida. Alterasi hidrotermal
pada skarn dikenal sebagai proses skarnifikasi dan tak lepas dari dimensi ruang dan waktu. Alterasi
memiliki rentang skala mikrometer hingga kilometer. Garnet dan piroksen merupakan komponen
penting pada endapan skarn.
Pada skala mikroskopis, zonasi kristal penciri merupakan fungsi perbahan kondisi psiko-
kimia fluida. Rekaman evolusi fluida skarn dapat didekati melalui investigasi zonasi kristal yang
mencerminkan variasi unsur dan isotop. Contohnya pada skarn terdapat dua tahap periode
pertumbuhan garnet yang mencerminkan komposisi unsur utama protolith dan reaksi progresif
fluida hidrotermal. Contoh lain, komposisi unsur utama dan unsur jejak fase piroksen dapat
digunakan untuk klasifikasi endapan skarn. Namun variasi sampel setangan ini kurang berguna
dalam eksplorasi dibandingkan zonasi skala endapan dan geokimia whole rock.
Pada skala makroskopis luas, umumnya skarn memiliki zonasi spasial pada kontak skarn
dan marmer, secara berurutan yaitu alterasi endoskarn, garnet proksimal, piroksen distal, dan
vesuvianit. Alterasi skarn sangat variatif, yang bergantung pada kimia magma, komposisi batuan
samping, kedalaman pembantukan, dan tahapan oksidasi. Rasio garnet/piroksen meningkat ke
arah pluton. Hal ini juga menyebabkan perubahan warna dan tekstur garnet dan piroksen. Tiap tipe
skarn memiliki rentang tertentu dalam ciri mineralogi dan dapat bergeser akibat faktor komposisi,
tahap oksidasi, jenis pluton, dan batuan samping sehingga evaluasi endapan skarn spesifik
dibutuhan dalam interpretasi.
Gambar 3. Zonasi alterasi ideal pada skarn yang berhubungan dengan sistem porfiri (Einaudi,
1982)
1. Disseminated style: Jenis ini terbentuk bersamaan dengan tahap awal genesa skarn, dengan zonasi
mineralisasi sebagai berikut:
Dekat intrusi: bornit + kalkopirit + magnetit
Zona intermediet: pirit + kalkopirit
Zona perifer: pirit - kalkopirit - tennantite - sfalerit – galena, hematit dan atau magnetit
Zona distal: pirit + kalkopirit + magnetit – sfalerit – tennantit – pirrhotit
2. Lode style: Bertepatan dengan alterasi serisitik, silisifikasi, dan argilik, dengan zonasi mineralisasi
sebagai berikut:
Dekat intrusi: pirit + digenit + enargit – mineral Sn-Bi-W
Zona intermediet: pirit + bornit + kalkopirit + tennantit – sfalerit
Zona perifer: pirit + kalkopirit + tennantit + sfalerit + galena – hematit
Zona distal: pirit + bornit + kalkopirit + tennantit + sfalerit + galena –magnetit atau hematit
Skarn jenis ini didominasi oleh besi yang kaya akan piroksen; zona yang dekat pusat plutonik
dapat mengandung garnet andradit intermediet yang melimpah. Mineral umum lainnya termasuk
K-feldspar, skapolit, idokras, apatit, dan Al amfibol dengan kandungan klorit yang tinggi. Daerah
yang jauh dari pusat plutonik dan zona yang terbentuk lebih awal mengandung biotit dan hornfels
K-feldspar yang dapat meluas hingga ratusan meter. Arsenopirit dan pirrhotite dapat
menjadi mineral sulfida yang dominan. Umumnya emas hadir sebagai elektrum dan berasosiasi
kuat dengan bermacam bismuth dan mineral-mineral tellurida termasuk bismuth, hedleyit,
wittichenit, dan maldonite (misalnya di Navachab, Namibia).
Dalam geologi ekonomi, endapan skarn masih menjadi tantangan ekonomi dan akademik
yang menarik karena merupakan sumber dari banyak logam. Tantangan di masa depan adalah
bagaimana memprediksi skarn mana yang layak ditambang, dan untuk komoditas jenis apa.
(Meinert (1992).