PENDAHULUAN
1
terendah terdapat di daerah Jambi mencapai 2,6%, sedangkan yang tertinggi terdapat
di daerah sulawesi selatan mencapai 8,9 %.8
Anemia pada trimester ketiga memiliki hubungan dengan berat badan lahir
bayi. Ibu hamil dengan anemia akan melahirkan bayi dengan berat badan yang lebih
rendah daripada ibu hamil normal.3 Anemia pada ibu hamil akan memiliki risiko
melahirkan bayi dengan berat rendah. Ibu yang menderita anemia berat akibat
perdarahan sebelum dan pada saat persalinan dapat berisiko terjadinya kematian ibu
dan bayi.9 Berdasarkan beberapa jurnal peneliti yang telah dipaparkan, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “perbandingan luaran berat bayi
lahir rendah terhadap ibu anemia di RSUD Meuraxa tahun 2018”.
1. Bagaimana gambaran karakteristik luaran berat badan bayi lahir terhadap ibu
anemia ?
2. Apakah terdapat hubungan antara berat badan bayi lahir rendah terhadap ibu
anemia ?
2
1.4 Manfaat Penelitian
3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
4
2.1.3 Penyebab BBLR
Penyebab terjadinya BBLR salah satu diantaranya disebabkan oleh faktor
keluarga yang status ekonomi rendah, kasus-kasus gizi-gizi kurang, anemia dan
penyakit pada ibu, perawatan antenatal yang tidak adekuat, adiksi obat, dan riwayat
insufisiensi retroduktif ibu (infertilitas relatif,aborsi, lahir mati, bayi prematur atau
BBLR), meningkatkan insidensi BBLR. Faktor yang terkait lainnya seperti keluarga
dengan orang tua tunggal, kehamilan dimana ibu masih pada umur belasan tahun
,jarak kehamilan yang dekat, dan ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih
dari 4 anak juga sering ditemukan.13
Faktor risiko kejadian BBLR terdiri dari faktor ibu berupa KEK (Kekurangan
Energi Kronik), usia ibu <20 dan >35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat,
penyakit menahun seperti hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah dan
pekerjaan yang terlalu berat. Faktor kehamilan berupa hamil dengan hidramnion,
hamil ganda, pendarahan antepartum, komplikasi kehamilan seperti
preeklamsi/eklamsi dan KPD (Ketuban Pecah Dini) dan faktor janin yang terdiri dari
cacat bawaan dan infeksi dalam rahim. 4, 14, 15, 16
2.1.4 Karakteristik BBLR
Karakteristik BBLR diantaranya sebagai berikut
1. Berat lahir kurang <2500 gram, dapat ditimbang dengan menggunakan timbangan
bayi. Bayi ditimbang dalam posisi berbaring terlentang.
2. Panjang badan <45 cm, bayi dengan diukur dengan posisi tidur terlentang tanpa
menggunakan topi dan diatas tempat tidur yang keras.
3. Lingkar dada <30 cm, alat pengukuran lingkar dada yaitu pita dari metal yang
fleksibel. Umumnya diukur pada bayi yang kurang dari 2 tahun. Caranya dengan
meletakkan pita mengelilingi dada melalui puting susu dalam keadaan ekspirasi
maksimal. Dalam keadaan normal, lingkaran dada bayi baru lahir adalah 2 cm lebih
kecil daripada lingkaran kepala. Kemudian lingkaran kepala menjadi lebih besar dari
kepala karena dada tumbuh lebih cepat daripada kepala.
4. Lingkar kepala <33 cm , pada bayi kurang dari 2 tahun lingkaran kepala diukur
secara rutin. Pada anak yang lebih besar, lingkaran kepala baru diukur apabila
terdapat kecurigaan pada kepalanya. Alat pengukur yang dipakai adalah pita metal
5
fleksibel, karena pita yang terbuat dari kain mudah meregang sehingga dapat
memberikan nilai yang salah.
5. Umur kehamilan <37 minggu.
6. Kepala relatif lebih besar.
7. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit berkurang.
8. Otot hipotonik lemah, pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
9. Ekstermita paha abduksi, sendi lutut atau kaki fleksi sampai lurus.
10. Pernapasan sekitar 45-50 kali/menit, frekuensi napas yang terus meningkat atau
selalu diatas 60 x/menit, harus waspada akan kemungkinan terjadinya penyakit
membran hialin (sindrom gangguan pernapasan idiopatik) atau gangguan
pernapasan.16
6
lebih berkembang dibandingkan dengan bayi prematur, berat badan sama, karena itu
akan lebih mudah hidup diluar rahim, namun tetap lebih peka terhadap infeksi dan
hipotermi dibandingkan bayi prematur dan berat badan normal. Bayi prematur kurang
sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, karena itu sangat peka terhadap
gangguan pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi.16
7
Hipotermi terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan sistem pengaturan
suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Metodo kanguru dengan kontak kulit
ibu dengan kulit bayi membantu bayi BBLR agar tetap hangat.
D. hipoglikemi
Hipoglikemi terjadi karena hanya sedikitnya simpanan energi pada bayi baru
lahir dengan BBLR. bayi dengan BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah
lahir dan sering minum (setiap 2 jam ) pada minggu pertama.
E. Masalah pemberian ASI ( air susu ibu)
Masalah pada bayi BBLR yaitu ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang energi,
lemah, lambung kecil dan tidak dapat menghisap, sehingga menyebabkan bayi
dengan BBLR membutuhkan bantuan dalam mendapatkan ASI, pemberian ASI
dilakukan dalam jumlah yang lebih sedikit tapi sering. BBLR dengan kehamilan >35
minggu dan berat badan lahir >2000 gr umumnya langsung menetek.
F. Infeksi
Infeksi terjadi karena sistem kekebalan tubuh BBLR belum matang. Keluarga
dan tenaga kesehatan yang merawat BBLR harus melakukan tindakan pencegahan
infeksi antara lain dengan mencuci tangan dengan baik.
G. Ikterus ( kadar bilirubin yang tinggi)
Ikterus terjadi karena fungsi hati belum matang. Bayi dengan BBLR menjadi
kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup beratnya.
H. Masalah perdarahan
Masalah perdarahan berhubungan dengan belum matangnya sistem
pembekuan darah saat lahir. Pemberian injeksi vitamin K1 dengan dosis 1 mg
intramuskular segera sesudah lahir (dalam 6 minggu pertama). Untuk semua bayi
baru lahir dengan mencegah kejadian perdarahan ini. Injeksi dilakukan [ada bagian
paha kiri.11
8
Seperti bayi baru lahir lainnya, bayi dengan BBLR perlu mendapatkan
perhatian dan tatalaksana yang baik pada saat lahir, yaitu harus mendapat pelayanan
neonatal esensial.
a. Tatalaksana bayi pada saat lahir yaitu persalinan yang bersih dan aman,
stabilisasi suhu, inisiasi pernapasan spontan, pemberian ASI dini ( inisiasi menyusui
dini/ IMD) dan ASI Eksklusif serta pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi.
b. Tatalaksana saat lahir mencakup, penilaian BBLR saat lahir dengan
menggunakan parameter yaitu bernapas spontan atau menangis dan air ketuban (
keruh atau tidak), dan asuhan bayi baru lahir.
c. Asuhan bayi baru lahir
1. BBLR yang menangis termasuk ke dalam kriteria bayi lahir tanpa asfiksia.
Bayi tersebut dalam keadaan bernapas baik dan warna air ketuban jernih. Untuk
BBLR yang lahir menangis atau bernapas spontan ini dilakukan asuhan asfiksia
sebagai berikut diantaranya adalah bersihkan lendir secukupnya bila perlu. Keringkan
dengan kain yang kering dan hangat. Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu
dengan kulit bayi. Segera memberikan ASI dini dengan membelai. Memandikan bayi
dilakukan setelah 24 jam atau dari 24 jam jika bayi hipotermi <36C, suhu lingkungan
dingin. Profilaksis suntikan vitamin K1 1 mg dosis tunggal, IM pada paha kiri
anterolateral. Salep mata antibiotic. Perawatan tali pusat, kering , bersih, tidak
dibubuhi apapun dan terbuka. Bila lahir >2000 gr dan tanpa masalah atau penyulit,
dapat diberikan vaksinasi hepatitis B pertama pada paha kanan.
2. BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukan ke dalam kategori lahir dengan
asfiksia dan harus segera dilakukan langkah awal resusitasi dan tahapan resusitasi
yang diperlukan diantaranya diputuskan berdasarkan penilaian keadaan bayi baru
lahir, yaitu bila air ketuban bercampur mekonium ( letak kepala/ gawat janin) dan
bayi tidak menangis atau tidak bernapas spontan atau bernapas mengap-mengap,
langkah awal resusitasi yaitu jaga bayi dalam keadaan hangat, atur posisi kepala bayi
sedikit tengadah, isap lendir di mulut kemudian hidung , keringkan smbil dilakukan
rangsang taktil, reposisi kepala, nilai keadaan bayi dengan melihat parameter yaitu
9
usaha napas bila setelah dilakukan penilaian, bayi tidak menangis atau tidak bernapas
spontan dan teratur.11, 17
10
kehamilan yang buruk seperti berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur;
gangguan perkembangan kognitif, berkurang kapasitas belajar, dan berkurangnya
kinerja sekolah di Indonesia anak-anak, dan penurunan produktivitas pada orang
dewasa.19
11
yang berulang menimbulkan anemia defisiensi zat besi.21
D. simpanan zat besi yang buruk
Simpanan zat besi dalam tubuh orang Asia memiliki jumlah yang tidak besar, terbukti
dari rendahnya hemosiderin dalam sumsum tulang da rendahnya simpanan zat besi di
dalam hati. Jika bayi dilahirkan dengan simpanan zat besi yang buruk, maka
defisiensi akan semakin parah pada bayi yang hanya mendapatkan ASI saja dalam
periode waktu yang lama.21
E. kehilangan banyak darah
Kehilangan banyak darah terjadi melalui operasi, penyakit dan donor darah. Wanita
ynag kehilangan darah terjadi melalui menstruasi. Wanita hamil yang mengalami
perdarahan saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan darah
tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan Fe dalam tubuh.21
12
Merupakan anemia tersering yang terjadi selama kehamilan dan masa nifas
akibat kekurangan besi dalam darah dan gangguan reabsorbsi duodenum. Masa
gestasi biasa dengan satu janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh kehamilan
mendekati 800mg, sekitar 500 mg, bila tersedia untuk ekspansi massa hemoglobin
ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan kulit. Jumlah total ini
1000 mg melebihi cadangan besi pada sebagian wanita. Gejala klinis cepat lelah,
nafsu makan kurang, berdebar-debar dan takikardi.22, 23
2. Anemia megaloblastik
Merupakan anemia yang terjadi akibat kekurangan asam folat, dengan gejala
klinis berupa mual muntah,kurang nafsu makan, cepat lelah, sering pusing dan
sinkop.
3. Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12,
penyebab dari kekurangan vitamin B12 adalah gangguan reabsorbsi, ileus
gastrointestinal yang direseksi dan diare.24
4. Anemia karena penyakit kronis
Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronis dapat menyebabkan anemia,
seperti gagal ginjal kronis, kemoterapi, toksis karsinoma, pyelonephritis yang
menyebabkan gangguan pembentukan darah pada sumsum tulang.22 Anemia semakin
berat seiring dengan meningkatnya volume plasma melebihi ekspansi massa sel darah
merah. Gejala-gejala yang timbul seperti tubuh lemah, penurunan berat badan, dan
pucat.23
5. Anemia hemolitik
Merupakan anemia yang disebabkan oleh destruksi sel darah merah lebih
tinggi dari pembentukannya. Ini disebabkan oleh (a) faktor intrakorpuskuler dijumpai
pada anemia hemolitik herediter, thalasemia, anemia sel sickle (sabit), hemoglobin ,
C, D, G, H,I dan paroksismal nokturnal hemoglobinuria. (b) faktor ekstrakorpuskuler
disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam, dan dapat serta obat-obatan,
leukemia, penyakit hodgkin.23
13
Gejala dengan kelainan gambaran darah, kelelahan,kelemahan serta gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.24
6. Anemia aplasia-hipoplasia
Merupakan anemia akibat hipofungsi sumsum tulang untuk membentuk sel
darah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan diantaranya darah tepi
lengkap,pemeriksaan fungsi eksternal dan pemeriksaan retikulasi.22
14
banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi
elemental dan 250 µg asam folat. Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat
diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian
tablet sampai 42 hari pasca salin.Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan
asam folat kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan yang
lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.
Tabel dibawah ini adalah jumlah kandungan besi elemental yang terkandung
dalam jenis suplemen besi yang beredar yaitu
B. Tatalaksana Khusus
1. Defisiensi besi, lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila
ditemukan kadar ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg
besi elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan
TIBC.
2. Anemia makrositik hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan defisiensi asam
folat dan vitamin B12 berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12 1 x 250 – 1000
µg
3. Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi, apabila kadar
Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %, dan kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis
15
pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardi (frekuensi nadi >100x per
menit)
4. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut
jantung janin secara berkala.25
2.2.8 Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit
dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan, seperti Abortus (keguguran), persalinan
prematur, gangguan pertumbuhan janin, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%),
mudah terjadi infeksi, hiperemesis gravidarum, perdarahan sebelum persalinan,
ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan, seperti gangguan his, kala II dapat
berlangsung lama dan partus lama, kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan
kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas, seperti terjadi subinvolusi uteri yang
menimbulkan perdarahan post partum, pengeluaran ASI berkurang, terjadinya
dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin, seperti kematian janin dalam kandungan, berat
bayi lahir rendah , kelahiran dengan anemia, cacat bawaan, mudah terinfeksi hingga
kematian perinatal.14
2.2.9 Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi
ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak
atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia
16
defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan
zat besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai
anemia infantum.
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam
folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat
dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul
lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh
berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang tidak diobati
mempunyai prognosis buruk.12,26
17
2.4 Kerangka teori
Kehamilan
Usia ibu (<20 Pendapatan
ganda
dan >35 tahun)
Ketuban pecah
dini
Usia kehamilan
(<37 minggu)
BBLR
Komplikasi
kehamilan
18
Riwayat Anemia
Ket :
: Tidak di teliti
: di teliti
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
20
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
total sampling. Total sampling adalah pengambilan sampel yang sama dengan jumlah
populasi yang ada.
3.2.3. Kriteria Sampel
Kriteria inklusi dalam penelitian ini merupakan semua ibu anemia dan tidak
anemia yang melahirkan BBLR di RSUD Meuraxa, dan ibu hamil yang melahirkan di
RSUD Meuraxa memiliki data lengkap. Semua bayi yang lahir dengan cukup bulan
(>37 minggu).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini merupakan ibu hamil yang melahirkan
di RSUD Meuraxa dengan data rekam medis tidak lengkap , dengan adanya
komplikasi seperti, preeklamsia-eklamsia, perdarahan antepartum.
Variabel penelitian merupakan suatu faktor yang berkaitan satu sama lain
dalam variabel penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini variabel
independen dan variabel dependen.
3.2.1 Variabel independen
Variabel independen adalah variabel bebas yang diduga sebagai faktor yang
berhubungan dengan variabel terikat (variabel dependen). Variabel independen dalam
penelitian ini yaitu ibu anemia.
3.2.2 Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas (independen). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah luaran
berat badan bayi lahir.
21
Independent
Rekam medis
22
Sampel data
a. Mengedit (editing)
Mengedit yaitu memeriksa/meneliti setiap data yang lengkap untuk
mengoreksi data yang tidak jelas, sehingga kekurangan data dengan mudah terlihat
dan segera dapat dilakukan perbaikan.
b. Pengkodean (coding)
Setelah data terkumpul dan selesai diedit. Tahap selanjutnya adalah
mengkode data yaitu melakukan pemberian kode untuk setiap agar mudah dalam
23
pengolahan data. Pemberian kode pada tiap variabel disesuaikan pada pemberian skor
pada variabel independen dan dependen meliputi ibu anemia dan luaran berat badan
bayi lahir.
c. Tabulasi (tabulating)
Tabulasi yaitu pengelompokan data, kemudian ditampilkan secara
deskriptif dalam bentuk tabel sebagai bahan informasi. Data yang terkumpul
dimasukkan ke dalam tabel yang tersedia kemudian dihitung. Proses tabulasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah perhitungan manual dan
menggunakan program komputer.
F
P= x 100%
n
Keterangan :
P= persentase
n= Sampel
F= Frekuensi teramati
24
analisis statistika dengan Uji Chi square Test pada tingkat kemaknaan 95% (p<0,05).
Rumus chi square adalah
(0−𝐸)2
𝑥2 = ∑
𝐸
Keterangan :
χ2 = nilai chi square
0 = nilai hasil pengamatan ( observes)
E = nilai ekspektasi ( expected)
Nilai p (p-value) akan dibandingkan dengan nilai α = 0,05 :
1. Jika p value >0,05, maka hubungan kedua variabel adalah tidak signifikan
pada α = 0,05.
2. Jika p value <0,05, maka hubungan kedua variabel adalah signifikan pada α =
0,05.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Astriana W. Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia. J
Aisyah J Ilmu Kesehat. 2017;2(2):123-130. doi:10.30604/jika.v2i2.57
2. Youssry mohammed abdelaziz, Radwan ahmed mohamed, Gebreel
mohamed amin, Patel tabarak ahmed. Prevalence of Maternal Anemia in
Pregnancy : The Effect of Maternal Hemoglobin Level on Pregnancy and
Neonatal Outcome. 2018:676-687. doi:10.4236/ojog.2018.87072
3. Syifaurrahmah M, Yusrawati, Edward Z. Hubungan Anemia dengan Kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah pada Kehamilan Aterm di RSUD Achmad Darwis
Suliki. J Kesehat Andalas. 2016;5(2):470-474.
4. Nasution SM. Pengaruh Usia Kehamilan, Jarak Kehamilan, Komplikasi
Kehamilan, Antenatal Care Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Di RSUD DR.Pirngadi Kota Medan Tahun 2017. 2017.
5. World Health Organization. Anaemia Policy Brief. Glob Nutr Targets 2025.
2014;(6):8. doi:WHO/NMH/NHD/14.4
6. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013:1-306. doi:1 Desember 2013
7. Rahmiyanti D, Darmawati. PREVALENSI ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
PADA IBU HAMIL. JIM FKE. 2018;III(3):93-100.
8. Kementrian Kesehatan RI. Hasil Utama Laporan Riskesdas 2018.
27
Kementeruian Kesehat embangan KesehatanRI Bahan Penelit dan Peng Dep
Kesehat Republik Indones. 2018:1-220. doi:1 Desember 2013
9. Agustina SA, Barokah L. Determinan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). J
kebidanan. 2018;8(November):143-148.
10. Kliegman RM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 17. Volume 1.; 2012.
11. Sulistiani K. Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014. 2014.
12. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Williams Obstetrics, 25 Th
Education.; 2018.
13. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi Kedua. Badan Penerbit IDAI.; 2014.
14. Manuaba dr. IAC, Munuaba dr. IBGF, Manuaba prof. dr. IBG. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.;
2012.
15. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid 1.; 2012.
16. Manuaba I. Ilmu Kebidanan ,Kandungan Dan KB.; 2013.
17. Depkes RI. Kumpulan Buku Acuan Kesehatan Bayi Baru Lahir.; 2009.
18. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31.; 2010.
19. Gebreweld A, Tsegaye A. Prevalence and Factors Associated with Anemia
among Pregnant Women Attending Antenatal Clinic at St. Paul’s Hospital
Millennium Medical College, Addis Ababa, Ethiopia. Adv Hematol.
2018;2018:1-8. doi:10.1155/2018/3942301
20. Alleyne M, MD, Horne MK, MD, Miller JL, MD. Individualized Treatment
for Iron-deficiency Anemia in Adults. Am J Med. 2008;121(11):943-948.
doi:10.1016/j.amjmed.2008.07.012
21. Ekmawanti. Hubungan Anemia Dalam Kehamilan Dengan Kejadian Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Puskesmas Tirawuta Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2015 hingga 2016. 2017.
22. Manuaba I. Pengantar Kuliah Obdstetrik.; 2012.
23. Roosleyn IPT. Strategi dalam penanggulangan pencegahan anemia pada
28
kehamilan. J Ilm Widya. 2016;3:1-9.
24. prof.Dr.dr.M.Farid Aziz S, Dr.andrijono S, Prof.dr.Abdul Saifuddin, SpOG(K)
M. Buku Ancuan Nasional Onkologi Ginekologi. Edisi Pertama , Cetakan
Kedua.; 2010.
25. pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan.; 2013.
26. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi 9.; 2013.
27. prof.Dr.dr.Sudigdo Sastroasmoro S. (K), Prof.Dr.Sofyan Ismael SA (K).
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ke 4.; 2011.
29