Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap
patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada
tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau
inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalanterhadap infeksi dan iritasi.
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon
terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat
yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah
cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari
hospes terhadap infeksi. Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen
penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan
untuk perbaikan dan pemulihan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

a. Apa Defini dari Radang?

b. Apa saja yang termasuk Sel-Sel Radang?

c. Bagaimana Tanda dan Gejala Radang?

d. Apa saja Penyebab Radang?

e. Apa Patofisiologi Radang ?

f. Bagaimana Proses Terjadinya Radang Akut?

g. Bagaimana Proses Terjadinya Radang Kronik?

h. Bagaimana Respons Tubuh saat terjadi radang?

i. Apa saja akibat dari radang akut dan kronik?

j. Bagaimana Proses Penyembuhan dan Perbaikan Jaringan?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Makalah ini disusun bertujuan untuk :

a. Untuk mengetahui definisi dari radang.


b. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk sel-sel radang

c. Untuk mengetahui tanda dan gejala radang

d. Untuk mengetahui beberapa penyebab radang

e. Untuk mengetahui patofisiologi radang

f. Untuk memahami proses terjadinya radang akut

g. Untuk memahami proses terjadinya radang kronik

h. Untuk mengetahui respons tubuh saat terjadi radang

i. Untuk mengetahui apa saja akibat dari radang akut dan radang kronik

j. Untuk memahami proses penyembuhan dan perbaikan jaringan

1.4 MANFAAT PENULISAN

Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Patologi

sekaligus sebagai literatur tambahan bagi mahasiswa atau pembaca yang ingin menambah

wawasan yang mencakup peradangan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Radang


Radang adalah reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera atau kerusakan
jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen
pencidera maupun jaringan yang cidera itu. (Dorland)
Radang merupakan rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang
membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih luas sehingga
mengakibatkan jaringan yang cedera diperbaharui atau di ganti dengan jaringan baru.
(Patologi FKUI)

2.2 Sel-Sel Radang

 Sel polimorfonukleus netrofil (mikrofag) terdiri dari leukosit polimorfonukleus (netrofil,


eosinofil, basofil) :
o Netrofil : Utama untuk fagositosis. Dibantu zat-zat anti, mempererat kontak leukosit
o Basofil : Pertahanan pertama karena dapat migrasi dengan segera dan dalam jumlah yang
besar. Tidak berdaya pada kuman-kuman tertentu seperti tuberculosis
o Eosinofil : Jumlahnya bertambah dalam keadaan alergi, asthma, hipersensitif terhadap
kedatangan parasit terutama cacing. Khemoktasis dan fagositosis lebih rendah dari netrofil

 Sel fagositik besar berinti bulat (makrofag)


o Dalam darah : Monosit (sebagian juga dari jaringan)
o Dalam jaringan : Makrofag, histiosit, sel kurrer, sel retikuendotel, sel datia.
o Sel kupffer: makrofag yang melapisi sinus-sinus pada hati, daya fagosit sangat besar sehingga
darah yang melalui hati steril
o Sel retikuendotel: sel yang melapisi sinus-sinus kelenjar getah bening, sumsum tulang dan
limpa
o Sel datia: sel besar berinti banyak, perubahan dari makrofag pada keadaan-keadaan
tertentu,Beberapa sel bersatu krn pembelahan inti yang tidak disertai pembelahan
protoplasma
o Limfosit: dapat menghasilkan gammaglobulin (bag protein dari zat anti), Meningkat pada
radang menahun.
o Sel plasma: tidak terdapat di dalam darah, membuat gamma globulin yang berfungsi sebagai
zat anti.
2.3 Tanda Dan Gejala
o Rubor (kemerahan), merupakan tanda pertama yang ditemukan di daerah radang, disebabkan
oleh arteriol yang berdilatasi.
o Kalor (panas), terjadi bersamaan dengan rubor karena lebih banyak darah (pada suhu 37 oC)
dialirkan dari dalam tubuh kepermukaan daerah yang terkena dibandingkan ke daerah yang
normal.
o Tumor (pembengkakan), pembengkakan lokal yang disebabkan perpindahan cairan dan sel-sel
dari aliran darah kejaringan interstisial.
o Dolor (nyeri), terjadi karena pembengkakan jaringan yang meradang sehingga menimbulkan
peningkatan tekanan lokal yang dapat menyebabkan nyeri.
o Fungsio Laesa (perubahan fungsi), bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi yang
abnormal dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, akhirnya berfungsi secara abnormal

2.4 Penyebab Radang


o Agen Kuman, Parasit, Jamur,dll
o Benda-benda tajam
o Suhu
o Berbagai jenis sinar
o Listrik
o Zat-zat kimia

2.5 Patofisiologi Radang


 Pembagian radang berdasarkan waktunya:
o Radang Akut
o Radang Sub Akut
o Radang Kronik
 Pembagian radang berdasarkan kekhasan etiologinya
o Radang spesifik / Radang kronik granulamatosa. Terbentuk jaringan granulasi yang
khas/spesifik. Contoh: Lepra, TBC, Mycotic Infections, Dll.

2.6 Proses Terjadinya Radang Akut


 Perubahan vascular pada radang akut
Urutan peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut :
o Mula- mulakan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh
darah kecil (arteriol).
o Kemudain akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya
menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat dilatesi itu,maka aliran
darah akan bertambah sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darah dan tekanan
hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari
pembuluh darah itu.
o Aliran darah menjadi lambat. Karena permeabilitas kapiler juga bertambah, maka cairan darah
dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental.
o Marginasi leukosit.

Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang terjasi dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu:
o Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung sebentar, akibat jejas ringan dan hanya
mengenai pembuluh kapiler.
o Reaksi segera dan menetap, akibat jejas keras dan mengenai semua pembuluh darah
o Reaksi lambat dan menetap, akibat jejas ringan tetapi terus-menerus

 Reaksi selular pada radang akut


Pada fase awal yaitu 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi ialah sel
neutrofil atau leukosit PMN. Setelah fase awal yang bisa berlangsung selama 48 jam,
mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam system kekebalan tubuh seperti limfosit
dan sel plasma beraksi. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit adalah sebagai berikut:
o Penepian, leukosit bergerak ketepi pembuluh (margination)
o Pelekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking)
o Diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigrasi)
o Fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan

2.7 Proses Terjadinya Peradangan Kronik


o Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang terus-menerus ada,
maupun karena gangguan penyembuhan.
o Adanya radang akut yang berulang
o Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut klasik akibat dari :
 Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas rendah tapi sudah
mencetuskan reaksi imunologik.
 Kontak dengan bahan yg tdk dpt hancur ( zat nondegradable) silikosis & asbestosis pada
paru
 Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)

2.8 Respon Tubuh

 Radang akut
o Mencerminkan pengaruh mediator yang bekerja pada pembuluh darah. Setelah trauma
mekanik / injuri panas, perubahan permeabilitas vasa dapat timbul lebih awal dari respons
radang akut.
o Dalam 30-60 menit dari injuri, granulosit neutrofil muncul. Mula-mula granulosit neutrofil ini
tampak mengelompok sepanjang sel-sel endotel pembuluh darah pada daerah injuri. Setelah
itu, leukosit menyusup keluar pembuluh darah dengan menyelinap keluar pembuluh darah
dengan menyelinap diantara sel-sel endotel.
o Dalam beberapa menit granulosit berada ekstravaskuler dan mulai mengelompok di daerah
injuri.
o Bila telah keluar dari pembuluh darah, neutrofil merupakan garis pertahanan pertama melawan
mikroorganisme yang masuk.
o Dalam empat sampai lima jam, jika respons inflamantoris akut berjalan terus, maka sel
 Mononuklear (termasuk monosit & limfosit) akan muncul pada daerah Radang kronik
o Bila inflamasi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi dan berdegenerasi. Selanjutnya
dikerahkan sel mononuklear seperti monosit, inflamantoris, setelah keluar dari pembuluh
darah melalui cara yang sama
o Monosit memperbesar pertahanan dengan menambahkan fungsi fagosit mereka sendiri ke
daerah injuri, sementara limfosit membawa kemampuan immunologik untuk berespons
terhadap agen asing dengan fenomen humoral dan seluler spesifik.
o makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik.
o Dalam inflamasi kronik, monosit dan makrofag mempunyai 2 peranan penting sebagai
berikut :
 Memakan dan mencerna mikroba
 Modulasi respon imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin
o Bila patogen persisten dalam tubuh, makrofag akan mengalihkan respons berupa reaksi
hipersensitivitas lambat yang melibatkan limfosit penuh.
o Jadi inflamasi akut ini dapat dianggap sebagai titik membaliknya respons inflamasi ke arah
respons monosit-makrofag.

2.9 Akibat Radang Akut Dan Kronik


Akibat utama radang adalah perubahan jaringan, dapat berupa degenerasi, lisis
jaringan, dan proliferasi jaringan. Dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor host dan faktor-
faktor penyebab.
 Keuntungan Radang
o Pengenceran toxin.
o Antibodi masuk jaringan ekstravaskular.
o Transportasi obat.
o Pembentukan fibrin.
o Penyaluran nutrien.
o Stimulasi respons imun.
o Lokasi jaringan yang rusak.
o Persiapan untuk pemulihan jaringan.
 Kerugian Pada Radang
o Jaringan normal dirusak.
o Sembab: epiglotis, rongga.
o Nyeri: gangguan fungsi.
o Ruptura organ.
o Fistula.
o Reaksi imun kurang tepat.
o Akibat penyakit: Glomerulonefritis, arthritis, bronchitis.
o Fibrosis berlebihan: keloid, obstruksi usus, steril

2.10 Proses Penyembuhan dan perbaikan Jaringan


Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu :
 Resolusi
Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons radang akut hingga
cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel parenkim minimal. Jaringan dipulihkan ke
keadaan sebelum cedera. Proses resolusi meliputi :
o Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke
o Permeabilitas normalnya.
o Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti
o Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh limfatik
o Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau benar-benar dihilangkan
dari tubuh.
o Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak maka resolusi tidak terjadi.

 Regenerisasi
Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan pembelahan sel
parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang
hilang dengan jenis sel-sel yang sama. Faktor-faktor penentu regenerasi :
o kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera (kemampuan untuk membelah)
o Jumlah sel viabel yang bertahan
o Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau keutuhan arsitektur stroma.

 Perbaikan / pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat


o Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan disebut organisasi.Jaringan
ikat yang tumbuh itu disebut jaringan granulasi.
o Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiridari pembuluh-pembuluh darah kecil yang baru
terbentuk (angioblas), fibroblas, sisa sel radang (berbagai jenis leukosit ; makrofag, limosit,
eosinofil, basofil, & neutrofil) , bagian cairan eksudat dan zat dasar jaringan ikat longgar
setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan granulasi yang berasal dari fibroblas dan
kapiler di sekelilingnya yang sebelumnya ada.
o Organisasi terjadi jika :
 Banyak sekali jaringan yang menjadi nekrotik.
 Eksudat peradangan menetap & tidak menghilang.
 Massa darah (hematom) atau bekuan-bekuan darah tidakcepat menghilang
Bukti organisasi yang paling awal biasanya terjadi beberapa hari setelah dimulainya
eaksi peradangan. Setelah kurang lebih 1 minggu, jaringan granulasi masih cukup longgar &
selular. Pada saatini, fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai menyekresikan
prekursor protein kolagen yang larut, saat ini sedikit demi sedikit akan mengendap sebagai
fibril-fibril di dalam ruang intersisial jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin
banyak kolagen yang tertimbun didalam jaringan granulasi,yang sekarang secara bertahap
semakin matang menjadi jaringan ikat kolagen yang agak padat atau jaringan
parut..Walaupun jaringan parut telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses
remodeling masih terus berlanjut,serta densitas & kekuatan jaringan parut ini juga meningkat.
Jaringan granulasi,yang pada awalnya cukup selular & vaskula, lambat laun kurang selular &
kurang vaskular serta menjadi kolagen yang lebih padat.

 Penyembuhan luka
o Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses penyembuhan pada luka kulit.
Proses penyembuhan luka terbagi menjadi 2 macam yaitu :
 Penyembuhan primer ( healing by first intention)
 Penyembuhan Sekunder ( healing by secondintention )
o Hari pertama pasca bedah.Setelah luka disambung & dijahit,garis insisi segera
o Terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang menutupi luka. Reaksi radang akut
terlihat pada tepi luka. Dan tampak infiltrat polimorfonuklear yang mencolok.
o Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan jembatan yang terdiri dari
jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel. Keduanya sangat
tergantung pada anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini memberikan kerangka bagi
sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang bermigrasi. Jalur-jalur tipis sel menonjol di bawah
permukan kerak, dari tepi epitel menuju ke arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sam
lain, dengan demikian luka telah tertutup oleh epitel.
o Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil digantikan oleh makrofag yang
membersihkan tepi luka dari sel-sel yang rusak dan pecahan fibrin.
o Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang kaya pembuluh darah dan
longgar. Dapat dilihat adanya serabut-serabut kolagen dimana-mana.
o Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan ketebalan yang lebih kurang
normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan ikat kaya pembuluh darah ini mulai
membentuk serabut-serabut kolagen.
o Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus menerus, dan tampak adanya
timbunan progresif serabut kolagen. Kerangka fibrin sudah lenyap. Jaringan parut masih tetap
berwarna merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasai. Luka belum memiliki daya
rentang yang cukup berarti. Reksi radang hampir seluruhnya hilang.
o Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap. Jaringan parut berwarna lebih
muda akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan daya rentang
luka.Luka bedah yang sembuh sempurna tidak akan mencapai
o Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas yang dimiliki oleh kulit normal.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap
patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada
tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau
inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalanterhadap infeksi dan iritasi.
Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,bradikinin, serotonin, leukotrien,
dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di
dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut :
1. tumor atau membengkak
2. calor atau menghangat
3. dolor atau nyeri
4. rubor atau memerah
5. functio laesa atau daya pergerakan menurun.
3.2. KRITIK DAN SARAN
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
untuk hasil yang lebih baik dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri


keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I,


edisi 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Radang
http://jenispenyakit.blogspot.com/2009/07/penyakit-radang.html
http://davidd-sastra.blogspot.com/2010/04/pengertian-radang-dan-proses-terjadinya.html

A. Pengertian
Inflamasimerupak

an respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan


jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung
(sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland,
2002).
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti
khususnya, inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan
pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke
jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Inflamasisebenarnya
adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah
netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan
nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan
pemulihan.
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena
infeksi kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang
memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen
menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan
yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi
ini disebut inflamasi (Rukmono, 1973).
Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan
terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,
bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel
yang berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofaga
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab jejas (cell
injury), dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen
berbahaya, serta membuang penyebab awal jejas sehingga proses
penyembuhan dapat dilaksanakan.Inflamasi bentuk gel, glikoprotein adhesif
(fibronektin) sebagai struktur penyambung antar ECM. susun fibrosa,
proteoglikan merupakan sebuah proses kompleks yang meliputi kerjasama
banyak “Pemain”. “Pemain” yang berkontribusi ini adalah sel dan protein dan
sel plasma dalam sirkulasi, sel endotel pembuluh darah dan sel serta matriks
ekstraseluler jaringan ikat. Sel dalam sirkulasi meliputi leukosit (neutrofil,
eosinofil, basofil, limfosit, monosit) dan trombosit; protein dalam sirkulasi
meliputi faktor pembekuan, kininogen dan komponen komplemen; sel endotel
sendiri, sel jaringan ikat meliputi sel mast, makrofag, limfosit dan fobroblas;
dan yang terakhir Extraceluler matrix (ECM) meliputi kolagen dan elastin

Jika ingin materi Imunodevisiensi klik Disini

B. Etiologi
Etiologi inflamasi menurut (Menurut Robbins dkk, 1995)
1. infeksi mikroba
2. materi fisik
3. materi kimia
4. jaringan nekrotik
5. reaksi imunologis
Tujuan positif inflamasi
1. Untuk menahan dan memn misahkan kerusakan sel
2. Menghancurkan mikroorganisme
3. Menginaktifkan toksin
4. Mempersiapkan perbaikan jaringan

Negatif
1. Menyebabkan reaksi hipersensitifitas
2. Mengancam jiwa
3. Menyebabkan kerusakan organ progresif
4. Pembentukan jaringan parut

C. Patofisiologi terjadinya Inflamasi


INFLAMASI AKUT
Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri khas utama
eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa
rubor (redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa
(lose of function).
bersihkan setiap mikroba. Dengan dua proses utama, perubahan vaskular
(vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen
dan aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa
hiperemTerjadi karena tujuan utama : mengirim leukosit ke tempat jejasia
yang memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan
penampakan edema, dan emigrasi leukosit.
1. Hyperaemia
Jejas yang terbentuk

pertama-tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal (didahului


vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian mikrovaskular pada lokasi jejas
melebar, aliran darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan darah
yang berisi eritrosit pada bagian tersebut, yang disebut hiperemia seperti
terlihat pada Gambar 1. Pelebaran ini lah yang menyebabkan timbulnya warna
merah (eritema) dan hangat. Perlambatan dan bendungan ini terlihat setelah
10-30 menit

Hyperaemia di dalam inflamasi berhubungan dengan perubahan


mikrovaskular, yang disebut Lewis’ triple response – berupa “a FLUSH, a
FLARE and a WEAL”. The FLUSH ditandai dengan garis putih (dikarenakan
adanya vasokonstriksi). The FLUSH merupakan garis merah (dikarenakan
dilatasi kapiler). The FLARE merupakan daerah dengan warna merah yang
lebih terang di sekitarnya (dikarenakan dilatasi arteri). 1

2. Exudating
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya
protein plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular yang disebut
eksudasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam darah terkonsentrasi,
viskositas >>, sirkulasi <<, terutama pada pembuluh darah-pembuluh darah
kecil yang sisebut stasis.
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan
keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini
berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan
tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan
pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan
sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan
melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam,
dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih
yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul
besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular
sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan
peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya

Exudasi dapat menjelaskan The WEAL dalam Lewis’ triple response.


pengenceran racuna. Dengan peningkatan jumlah cairan dalam jaringan
interstitial
b. Dengan peningkatan jumlah protein
memproteksi antibodi1) globulin
membatasi penyebaran bakteri dan Berperan dalam proses penyembuhan
luka2) Deposit fibrin

Mekanisme :
1. Protein passage
membentuk formasi bercelah untuk meningkatkan permeabilitas antar
endothelial.Sinyal kimiawi merangsang kontraksi endotelial

2. Fluid movement
Proses fluid movement
3. Emigration of leucocyte
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel
nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu
pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih
merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan
kerusakan jaringan yang berarti. Baik neutrofil, maupun sel berinti tunggal
dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan menggunakan pergerakan
amoeboid menuju jaringan target.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-
sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih
besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah
merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah
putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak
dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang
tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi
permukaan endotel. 3

Proses emigrasi Leukosit


Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel
endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi
leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-
sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata

4. Kemotaksis
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir
semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam
derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap
rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor
kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya
bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor
kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya
produk bakteri berupa protein maupun polipeptida

Mekanisme kemotaksis
Beberapa agen kemotaksis penting:
• Fraksi sistem KOMPLEMEN (terutama C5a)
• Faktor derivat asan arakidonat yang diproduksi neutrophils –
LEUKOTRIENS
• Faktor derivat BAKTERI patogen
• Faktor derivat limfosit khusus – LIMFOKIN

Proses tersebut menjelaskan pergerakan leukosit dan agregatnya secara besar-


besaran dan terprogram dalam proses inflamasi

5. Fagositosis
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa
didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan
sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat
dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi
melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi
partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini
terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut
fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup
lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan
melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi.
Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme.
Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

Proses Fagositosis
Fagositosis merupakan sebuah proses yang efisien, yaitu:
1. OPSONIN – merupakan antibodi natural maupun antibodi spesifik
2. Fraksinasi sistem KOMPLEMEN
3. Nerupakan tahap FISIS dari lingkungan sosial
Aktivitas opsonik dipengaruhi oleh ke-solid-an, dan ke-rigid-an organ
maupun medium tempatnya berada. Dimana kondisi loose dan lebih cair,
aktivitasnya terhenti.

Sel-sel yang berperan dalam inflamasi akut


1. Neutrofil
(hidup dalam 1-3 hari)

Neutrofil, bekerja saat inflamasi


2. Makrofag
(hidup dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun)
a. Berhasil membunuh, misi terselesaikan.
b. Gagal membunuh dan dapat membuat bakteri dapat menyebar dalam
saluran getah bening ke beberapa organ lain. (menjelaskan peristiwa
penyebaran TB dalam tubuh)
c. Seluruh debris (meliputi sel PMN) yang telah diserna oleh makrofag akan
dibuang secara bertahap dari tempat terjadinya inflamasi
d. Antigen bakteri telah siap untuk di presentasikan ke dalam sistem imun.

Peranan Agen kimia pada inflamasi


Terdapat beberapa substansi yang terlibat dalam proses inflamasi, yang
terkadang memiliki beberapa fungsi yang overlapping, baru terdapat beberapa
yang berhasil diidentifikasi. Mekanisme regularisasi dapat mencegah
proses inflamasi yang tak terkontrol.

Beberapa agen yang berkaitan dengan dilatasi vaskular dan dapat


meningkatkan permeabilitas :
1. Vaso-active AMINES – muncul pada masa-masa awal, dan berlangsung
sesaat.

Kerja histamin dan serotonin sebagai vaso-active amine pada inflamasi


2. Vaso-active POLYPEPTIDES yang dibentuk enzim spesifik (breakdown
produk berupa protein dan jaringan)
Kerja vaso-active polipeptida pada inflamasi

3. MISCELLANEOUS AGENTS mempengaruhi proses inflamasi, meliputi:


a. Toksik bakteri
b. Faktor komplemen C3a dan C5a
c. Prostalglandins
d. Leukotriens (leukosit)
e. Enzim lisosomal (leukosit)
f. Interleukin (makrofaga)
g. Faktor permeabilitas globukin
h. Faktor permeabilitas kelenjar getah bening
i. Breakdown produk DNA dan RNA
j. Kompleks antigen-antibodi
k. TNF (Tumor Necrosis Factor)
l. Nitric oksida (oleh sel endotelial)

Macam-macam agen infeksi


INFLAMASI KRONIS
Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana peradangan
aktif, kerusakan jaringan, dan usaha-usaha perbaikan yang berjalan secara
bersamaan. Peradangan kronis terjadi biasanya sebagai kelanjutan radang
akut, infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu, seperti basil tuberkel,
treponema pallidum, beberapa virus dan jamur, dan parasit, terpapat toksik
dalam waktu berkepanjangan (endogen maupun eksogen), dan jika terjadi
autoimun, tubuh dikenali sebagai benda asing, sehingga seakan-akan terdapat
benda asing dalam tubbuh secara terus menerus.

1. Ciri-ciri
Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut, yang
dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrofil,
peradangan kronis dicirikan oleh:
a. Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma
b. Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus
mengganggu atau oleh sel-sel inflamasi
c. Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian
jaringan yang rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah kecil
(angiogenesis), dan khususnya, fibrosis

2. Peradangan granulomatosa
Peradangan granulomatosa adalah pola khas reaksi peradangan kronis yang
ditandai dengan akumulasi makrofag teraktivasi, yang sering mengembang
seperti epitel (epiteloid). Tuberkulosis adalah contoh penyakit granulomtosa
Sebuah granulomatosa adalah dokus peradangan kronis yang terdiri dari
agregasi makrofag mikroskopis yang berubah menjadi sel-sel epitel seperti
dikelilingi oleh keling leuokit mononuklear, terutama limfosit dan kadang-
kadang sel plasma. Dalam pewarnaan HE, sel epiteloid akan terlihat pink
pucat, sitoplasma granular dengan batas sel tidak jelas, sering muncul untuk
bergabung ke dalam satu sama lain. Intinya tidak sepadat limfosit, berbentuk
oval atau memanjang, dan dapat menununjukkan lipat dari membran nuklir.
Granulomas dewasa akan mengembangkan tepi dilampiri fobroblas dan
jaringan ikat. Sel ephiteloid sering bergabung untuk membentuk sel raksasa di
pinggiran atau kadang-kadang di tengan granulomas. Sel raksasa ini dapat
mencapai diameter 40-50 mikrometer, Mereka memiliki massa besar
sitoplasma yang mengandung 20 atau lebih dan dapat menjadi langerhans-
tipe sel raksasa atau yang lain
Ada 2 jenid granulomatosa, yang berbeda dalam patogenesisnya. Granulomas
benda asing yang terisi benda asing di dalamnya, Biasanya benda asing
terbentuk ketika bahan granulomas seperti bedak (berkaitan dengan
penyalahgunaan obat intravenas), jahitan, atau serat lainnya yang cukup besar
untuk menghalangi fagositosis oleh satu makrofah dan tidak menghasut
peradangan atau respon kekebalan tubuh tertentu, Sel epitheloid dan
membentuk sel raksasa dan muncul ke permukaan untuk membungkus benda
asing, Bahan asing biasanya dapat diidentifikasi do tengah Granuloma,
terutama jika dilihat dengan cahaya terpolarisasi, di mana tampaknya
refractile.

Sel-sel yang berperan

1. Makrofag
Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan pergi ke
daerah peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor kemoatraktan
dalam jaringan, monosit akan berubah menjadi makrofag yang jika bersatu
membentuk endotelium. Sinyal-sinual yang berpengaruk saat pengaktifan
makrofag adalah IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain yang diprosuksi
saat terjasi radang akut, dan matrix extraceluler, seperti fibronectin.
Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu jaringan
menjadi nekrosis atau fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa protease,
komponen komplemen dan faktor-faktor pembekuan, oksigen reaktif NO,
metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1, TNF san berbagai growth factor
2. Limfosit
Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan bahkan
dalam peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori) dan
berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul adhesi pasangan
(terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi ke situs
peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da
kemokin. Sel ini mempersiapkan proses peradangan
Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi ini
memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan
mengaktifkan makrofag serta mengeluarkan mediator radang untuk
mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit T
dan tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel
disekitarnya.

3. Eusinofil
Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgE dan
infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi perekrutan
eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang mengandung protein
dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi
juga menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah sebabnya ia sangat berperan
dalam memerangi infeksi parasit tetapi juga berkontribusi pada kerusakan
jaringan dalam reaksi kekebalan.

4. Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi dalam
reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang terikat
pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel degranulate dan
melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis respon
terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-obatanm
sering dengan hasil becana. Bila diatur dengan benar, respon ini dapat
bermanfaat bagi tuan rumah. Sel mast juga hadir dalam reaksi peradangan
kronis, dan mungkin menghasilkan sitokin yang berkontribusi terhadap
fibrosis.

D. Mediator Peradangan
Mediator adalah caraka atau signal kimia. Mediator dalam inflamasi/radang
berperan sangat penting karena merupakan komponen utama dalam
komunikasi sel, amplifikasiinflamasi, ataupun opsonin, yang ketiganya
berguna dalam memfasilitasi eliminasi agen penyebab radang dan juga
perbaikan jaringan.
Beberapa hal yang perlu diketahui dari mediator adalah sebagai berikut :
1. Mediator dapat berasal dari sel maupun cairan plasma (plasma protein)
2. Mediator dari sel biasanya diisolasi dengan membentuk granula dalam sel,
sedangkan mediator pada plasma dihasilkan sebagian besar oleh hati dan
berada dalam keadaan non-aktif dalam cairan darah sehingga membutuhkan
mekanisme aktivasi tertentu.
3. Mediator aktif diproduksi sebagai respon terhadap berbagai macam
rangsangan, termasuk radang
4. Rangsangan yang dimaksud di sini adalah produk mikroba, substansi dari
jaringan yang nekrosis, dan protein-protein seperti kompelemen, kinin, sistem
koagulasi, yang dengan sendirinya diaktivasi oleh mikroba dan jaringan yang
terluka. Mekanisme ini dapat diartikan sebagai “diaktivasi jika diperlukan,
diproduksi jika dibutuhkan”.
5. Mediator yang satu dapat merangsang dikeluarkannya mediator yang lain
6. Misalnya, mediator TNF dan IL-1 dapat menstimulasi dikeluarkannnya
protein selektin oleh sel endotel.
7. Mediator bervariasi dalam efek dan jenis sel tempat ia bekerja
8. Kebanyakan mediator (terutama yang bersifat hidrofilik) hanya memiliki
waktu hidup yang pendek karena harus segera didegradasi agar tidak
menimbulkan respon yang berlebihan.

Terdapat dua macam mediator yang dibagi berdasarkan tempat ia berasal,


yaitu mediator yang berasal dari sel (cell-derived mediators) dan mediator
yang murni dari plasma darah (plasma-derived mediators). Berikut ini, yang
akan dibahas secara mendalam adalah mediator yang berasal dari sel.
Mediator selular dapat dibagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut:

1. Amina Vasoaktif: Histamin dan Serotonin


Amina vasoaktif maksudnya adalah berbagai macam mediator kimia yang
merupakan turunan dari amina, yang dapat bekerja langsung pada sistem
vaskular. Histamin paling banyak dihasilkan oleh sel mast yang biasanya
terdistribusi dengan normal pada jaringan ikat longgar sebagai sel tetap (fixed
cell).
Sel Mast dan Mekanisme pengeluaran mediator kimia yang terkandung
di dalamnya
Pada gambar bagan di atas, dapat terlihat bahwa sel mast mengeluarkan
histamin sebagai mediator kimia, yaitu Histamin, salah satu mediator yang
paling umum diproduksi dan berguna untuk vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vaskular. Selain itu, histamin juga menyebabkan bronkofasme
pada asma dan meningkatkan produksi mukus pada saluran pernafasan.
Histamin akan berikatan ada reseptor H1 pada sel endotel.
Pengeluaran histamin selain disebabkan oleh pengikatan antigen dengan
reseptor Fc, juga dapat disebabkan oleh
(1) trauma,
(2) histamine releasing hormone yang berasal dari leukosit,
(3) neuropeptida (misalnya substansi P), dan
(4) sitokin tertentu.Serotonin
(5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator kimia yang sefungsi dengan
histamin, namun tempat asalnya berada di keping darah (platelet) dan
beberapa sel pensekresi neuroendokrin. Serotonin akan dilepaskan ketika
terjadi reaksi koagulasi (pembekuan darah), di mana keping darah akan
beragregasi setelah bersentuhan langsung dengan kolagen, thrombin, ADP,
dan komplek antigen-antibodi. Ini merupakan salah satu hubungan antara
pembekuan dan peradangan.

2. Metabolit Asam Arakidonat (AA): Prostaglandin, Leukotrien, dan Lipoksin


AA merupakan salah satu turunan asam lemah yang terdiri atas 20 atom C
(Karbon) yang diperoleh dari asupan makanan ataupun konversi dari asam
lenoleat. AA juga disebut sebagai eicosanoid, dan perolehan dari bahan kimia
ini tidak terdapat secara bebas pada sel-sel, namun diperlukan mekanisme
tertentu untuk menghasilkannya, yaitu dengan pencernaan membran lipid sel
oleh enzim phospolipase A2. Senyawa eikosanoid berikatan dengan reseptor
terkait protein G pada sel-sel target untuk menghasilkan suatu respon.

Proses metabolisme yang menghasilkan AA dan turunannya


Sebagai tambahan untuk keterangan gambar di atas, Prostaglandin (dan
turunannya) terlibat dalam pemicuan timbulnya rasa sakit dan demam.
Prostaglandin diproduksi oleh sel mast dan mekanisme produksinya mulai
dari pencernaan lipid membran sampai kepada produksi asam arakidonat
dapat dilihat pada gambar 2.3 sebelumnya.

3. Platelet-Activating Factor (PAF)


Merupakan salah satu bentuk mediator yang adalah turunan dari fosfolipid.
Diberi nama PAF karena mediator ini dapat menyebabkan agregasi dari
keping-keping darah, namun sekarang ini ditemukan pula efek dari mediator
ini yang dapat memicu terjadinya inflamasi. Dalam kontraksi yang relatif
tinggi, PAF berlaku sebagai vasokonstriktor dan bronkokonstriktor, namun
dalam konsentrasi yang ekstrem kecil, PAF berefek 100 – 10000 kali lebih
besar dibanding histamin dalam bertindak sebagai vasodilator dan
meningkatkan permeabilitas vaskular. Selain itu, PAF juga berperan dalam
adhesi leukosit ke endotel, kemotaksis, degranulasi, dan peristiwa ledakan
oksigen, serta stimulasi produksi berbagai macam mediator lainnya, terutama
eikosanoid.

4. Reactive Oxygen Species (ROS)


ROS, meskipun terlibat dalam pencernaan mikroba dan eliminasi agen
radang, juga dapat dilepaskan ke lingkungan ekstraselular akibat terjadinya
frustated-leukocyte. Apabila dikeluarkan dalam konsentrasi kecil, ROS dapat
merangsang pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi endotel yang
lebih banyak, sehingga mengamplifikasi respon inflamasi. Namun, tetap saja
ROS dapat menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat dalam
tubuh, misalnya kerusakan pada sel endotel dan sel-sel lain, serta inaktivasi
antiprotease, seperti α-antitripsin. Untuk itu, dalam plasma darah, terdapat
banyak zat antioksidan, misalnya enzim katalase, glutationin, SOD,
ceruloplasmin, dan transferin.

5. Nitrogen Oksida (NO)


NO berperan dalam merelaksasi otot polos vaskular dan mempromosikan
terjadinya vasodilatasi. Namun, pada beberpa keadaan, NO dapat
menghambat reaksi inflamasi, misalnya menghambat agregasi keping
darah, inflamasi dengan pemicu sel mast, dan rekruitment dari leukosit ke
daerah inflamasi. Dengan demikian, NO dapat dikatakan sebagai faktor
regulator endogenous dari respon inflamasi.
Kerja NO pada otot polos vaskuler dan makrofag

6. Sitokin dan Kemokin


a. Sitokin
Sitokin yang paling banyak berperan dalam inflamasi akut adalah TNF (α,β,γ)
ataupun Interleukin (IL, dari 1 – 20), selain itu terdapat pula Interferon/IFN
(α,β,γ). Perhatikan gambar di bawah ini untuk memperoleh gambaran dari
cara kerja TNF dan IL (dalam hal ini IL-1 yang berperan dalam inflamasi akut
pada masa awal).
Produksi dari sitokin IL-1 diatur oleh kompleks protein multipel yang disebut
sebagai inflammasome yang merespon stimuli dari mikroba dan sel-sel atau
jaringan yang mati. Komplek protein ini tergolong dalam protein apoptotik
caspase yang berfungsi mengaktifkan prekursor dari IL-1 menjadi sitokin yang
aktif. Mutasi dari gen-gen yang mengkode protein ini akan menyebabkan
penyakit demam Mediterania.
Kerja TNF/IL-1 pada berbagai macam sel dan efek yang dihasilkannya

b. Kemokin
Merupakan protein yang bersifat terutama sebagai kemoatraktan untuk
leukosit. Terdapat 40 jenis kemokin di dalam tubuh, namun baru 20 yang
baru teridentifikasi sampai saat ini. Namun, secara umum, berdasarkan
struktur yang dibentuknya, kemokin dapat digolongkan menjadi 4 kelas,
antara lain:
1. Kelas C-X-C (α-kemokin) dengan 2 gugus sistein di antara asma amino,
misalnya IL-8.
2. Kelas C-C (β-kemokin) mencakup protein kemoatraktan untuk monosit
(MCP-1), eotaksin untuk eosinofil, protein inflamasi makrofage (MIP-1 α), dan
RANTES (Regulated and Normal T-Cell Expressed and Secreted). Tidak
bekerja pada neutrofil.

3. Kelas C yang bersifat spesifik untuk limfosit


4. Kelas CX3C, yang hanya meliputi fraktalkin, terdapat dalam dua bentuk
yaitu (1) terikat membran plasma dan (2) turunan dari proteolisis protein
terikat membran.
7. Kandungan Lisosomal dari Leukosit
Kandungan lisosomal dari leukosit yang terdapat dalam granulanya apabila
dilepaskan akan dapat memicu terjadinya respon inflamasi. Misalnya pada
neutrofil terdapat enzim kolagenase pada granula kecil, sedangkan pada
granula besar (bersifat azurofil) terdapat neutral protease. Keseimbangan
akan aktivitas dari enzim-enzim berbahaya ini dikontrol oleh antiprotease.

8. Neuropeptida
Disekresikan oleh sel-sel neuron (pada sensorik dan beberapa leukosit
tertentu) yang berperand dalam amplifikasi dari respon inflamasi, misalnya
substansi P dan neurokinin-A. Susbtansi P dapat menyebabkan terjadinya
rasa peruh, pengaturan tekanan darah, stimulasi sel endokrin, dan
peningkatan permeablitas membran.

E. Tanda-tanda inflamasi (makroskopis)


Secara garis besar, inflamasi ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam
jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang
interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor
dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan
monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan.
`Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,
bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem
komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi
hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi
(Guyton & Hall, 1997).
Tanda-tanda inflamasi mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor
(rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima
ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi)
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
1. Rubor atau kemerahan
Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi.
Saat reaksiinflamasi timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah
ke daerah inflamasi. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi
lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan
ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal
karena inflamasi akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

2. Kalor atau rasa panas


Terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi inflamasi akut. Kalor
disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang
mengalami inflamasi lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).

3. Rasa Sakit (Dolor)


Rasa sakit terjadi karena adanya ransangan saraf. Rangsangan saraf sendiri
sapat terjadi akibat perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi ion-ion
tertentu, atau pengeluaran zat-zat kimia bioaktif lainnya. Selain itu,
pembengkakan jaringan yang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal juga
dapat menimbulkan rasa sakit.

4. Pembengkakan (Tumor)
Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun didaerahinflamasi disebut dengan eksudat.

5. Fungsio Lasea
Perubahan fungsi atau fungsio lasea adalah reaksi reaksi inflamasi yang telah
dikenal. Sepintas mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri
yang disertai sirkulasi abnormal dari lingkungan kimiawi yang abnormal,
berfungsi abnormal. Namun sebetulnya tidak diketahui secara mendalam
dengan cara apa fungsi jaringan meinflamasi terganggu.

F. Jenis-jenis inflamasi
1. Inflamasi Kataral
Terbentuk diatas permukaan mukosa, dimana terdapat sel-sel yang
mensekresikan musin. Eksudat musin yang terkenal adalah ‘Puck’ yang
banyak menyertai infeksi pernafasan bagian atas.

2. Inflamasi Pseudomembran
Istilah ini dipakai untuk reaksi inflamasi pada permukaan selaput lendir,
ditandai dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial,
mengandung agen penyebab, endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif, dan sel-sel
darah putih inflamasi.Inflamasi membranosa sering ditemui dalam orofaring,
trachea, bronkus, dan traktus intestinal.

3. Ulkus
Terjadi bila bagian permukaan jaringan hilang. Sementara jaringan sekitarnya
meinflamasi, contohnya sariawan.

4. Abses
Abses adalah lubang yang berisi nanah dalam jaringan.

5. Inflamasi Purulen
Inflamasi purulen terjadi akibat infeksi bakteri. Terjadi pada cedera aseptis
dan dapat terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringanya telah nekrotik.

6. Flegmon
Inflamasi purulen yang meluas secara difuse pada jaringan
7. Inflamasi Supuratif
Inflamasi supuratif adalah inflamasi yang menimbulkan nekrosis luquaktif.
Nekrosis luquaktif adalah jaringan nekrosis yang sedikit demi sedikit mencair
akibat enzim. Infeksi supuratif lokal disebabkan oleh banyak macam bakteri
yang secara kolektif diberi nama piogen (Pembentukan nanah). Perbedaan
penting antara inflamasisupuratif dan inflamasi purulen bahwa
pada inflamasi spuratif terjadi nekrosis luquaktif pada jaringan dasar.

G. Reaksi Sistemik Pada Peradangan


1. Demam
Demam terjadi akibat pelepasan zat pirogen endogen berasa l dari netrofil dan
makrofag. Selanjutnyaa zat tersebut

2. Perubahan Hematologis
Peradangan dapa mempengaruhi mempengaruhi maturasi dan pengelaran
leukosit dari sum-sum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah lekosit,
yang disebut dengan leukositosis. Perubahan protein tertentu juga terjadi
bersamaan dengan perubahan Laju Endap Darah (KED).

3. Gejala Konstitusional (Gejala Tidak Sehat Secara Umum)


Pada cedera hebat terjadi perubahan metabolisme dan endokrin sehingga
reaksi peradangan lokal sering diiringi gejala konstisusional berupa malaise
(Lemah/lesu), anorexia (tidak nafsu makan), tidak mampu melakukan
pekerjaan yang berat, sampai tidak dapat melakukan apapun.

PENUTUP

B. Kesimpulan
Inflamasi merupakan respons protektif sebagai media pertahanan tubuh
terhadap jejas. Inflamasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu inflamasi akut
dan kronis.Inflamasi akut sifatnya singkat, hanya berkisar beberapa menit
hingga beberapa hari, memberikan tanda-tanda umum berupa rubor
(redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of
function). Perubahan yang terjadi meliputi hyperemia, exudating, emigrasi
leukosit, kemotaksis dan fagositosis. Padainflamasi akut, sel-sel radang yang
berperan hanya neutrofil dan makrofag yang sifatnya tidak spesifik pada
proses fagositosis.
Inflamasi kronis terjadi dalam kurun waktu berkepanjangan, berkisar dari dua
minggu hingga beberapa tahun, terjadi sebagai sebagai kelanjutan radang
akut, infeksi persisten oleh berbagai mikroorganisme, terpapar toksik terus
menerus dan gangguan autoimun. Pada inflamasi kronik, telah ditemukan
adanya angiogenesis, peradangan granulomatosa (terdiri dari akumulasi
makrofag yang telah berdiferensiasi menjadi epiteloid, keling limfosit,
fibroblas dan jaringan ikat yang dibentuknya), juga ditemukan sel-sel radang
menahun, seperti limfosit, eusinofil dan sel Mast.

Anda mungkin juga menyukai