Anda di halaman 1dari 2

3.

UUDS 1950 (17 Agustus 1950- 5 juli 1959)


Seperti telah diketahui bahwa negara RIS adala hasil kompromi antara Indonesia
dengan Belanda dalam posisi terdesak Indonesia menerima RIS, namun Negara RIS hasil dari
KMB tidak sejalan dengan cita-cita dan perjuangan bangsa Indonesia, maka pada tanggal 27
Desember 1949 dirintis untuk kembali kepada Negara kesatuan dengan proses pemulihan
kedaulatan sebagai berikut:[6]
a. Negara-negara bagian yang menggabungkan diri kepada Negara dengan bagian yang lain
(dalam hal ini kepada Negara RIS pemerintahan).
b. Penyerahan kekuasaan kepada pemerintah federal oleh negara bagian.
c. Persetujuan antara Negara federal dengan Negara bagian.
Dengan cara ini ternyata belum berhasil untuk melaksanakan pembentukan kesatuan
Negara kesatuan kembali, maka harus dicari jalan lain yaitu harus merubah Konstitusi RIS
dengan Konstitusi baru dengan berbagai catatan antara lain:
a. Pasal-pasal yang federalisme dalam Konstitusi RIS harus dicabut.
b. Negara kesatuan dibentuk dengan cara semua negara bagian yang ada masuk RI, dengan
sendirinya RIS bubar.
Maka pada tanggal 18 Agustus 1950, UUDS 1950 dinyatakan berlaku, UUDS 1950 ini
sangat berbeda dengan UUDS 1945 hasil proklamasi terutama sistem pemerintahan yang
parlementer, kepada pemerintahan di pimpin oleh Perdana Menteri. Pada periode ini
Pemerintahan ini tidak stabil sering terjadi pergantian pemerintahan, untuk itu diadakanlah
Pemilihan Umum untuk Konstituante bulan Desember 1955 yang diikuti oleh banyak partai
politik, pada tanggal 10 November 1956 Presiden Soekarno membuka dengan resmi sidang
pertama Konstituante di Bandung. Presiden Soekarno meminta agar Konstituante agar tidak
terlalu lama bersidang untuk menghasilkan UUD. Tetapi setelah itu Konstituante telah menjadi
medan perdebatan yang tidak berkesudahan, medan pertarungan bagi partai politik dan
pemimpin-pemimpin politik mengenai persoalan-persoalan prinsipil.
Disamping itu terjadi pergolakana pada masa kabinet Ali Satro Amidjojo terjadi
pemberontakan di daerah oleh PRRI/ Permesta pada akhir 1956, kemudian disusul dengan
pengunduran diri wakil Presiden Moh. Hatta. Konstituante yang bersidang untuk membentuk
UUD yang permanen telah gagal.
4. Orde Lama (5 Juli 1959-11 Maret 1966)
Konstiuante telah menyelanggarakan sidang-sidang membahas rencana penggantian
UUDS 1950, akan tetapi kentyataanya Konstituante tidak berhasil membuat rumusan tentang
undang-undang dasar yang dapat dijadikan pengganti UUDS 1950. Karena kemacetan kerja
Konstituante maka pada tanggal 22 April tahun 1959 Presiden menyampaikan amanat kepada
Konstituante yang memuat anjuran kepala negara dan pemerintahan untuk kembali kepapda
UUD 1945. Amanat Presiden diperdebatkan dalam suatu pemandangan umum sidang
Konstituante tanggal 29 April sampai 13 mei 1959 serta tanggal 16 sampai 26 Mei 1959.[7]
Maka dengan pertimbangan keselamatan negara dan bangsa pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengumumkan ”Dekrit” yang berisi: pembubaran Konstituante, penetapan
berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.[8]
5. Orde Baru (11 Maret 1966- 21 Mei 1998)
Dengan Dekrit presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali UUD 1945. Dasar hukum
Dekrit ini ialah Staatsnoodrecht. Dibawah UUD 1945 ini untuk pertama kali dilaksanakan
pemilihan umum pada tanaggal 3 juli 1971, sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 15
tahun 1969, undang-undang mana adalah pelaksanaan dari Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XL/MPRS/1966 jo. No. XL II/MPRS/1968.[9]
Sebagai hasil dari pemilihan umum tersebut maka pada tanggal 28 Oktober 1971
dilantiklah Dewan Perwakilan Rakyat, dan pada tanggal 1 Oktober 1972 Majelis
Permusyawaratan Rakyat dilantik pula. Dalam sidangnya tahun 1973 Majelis
Permusyawaratan rakyat telah menetapkan bahwa Pemilihan Umum berikutnya akan diadakan
pada akhir tahun 1977 dala Ketetapanya No. VIII/MPRS/1973.
Sandaran teoritis yang dikemukakan ialah, bahwa perubahan dengan Dekrit Presiden
itu dapat dianggap sah, karena keadaan darurat maka negara dapat memberlakukan hukum tata
negara darurat (objective staatsnoodrecht).
Dikaitkan dengan lembaga pemilu, ketiga Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
(UUD 1945, UUD RIS, UUDS 1950) juga menuntut adanya lembaga pemilu meskipun
ketiganya tidak secara eksplisit menyebutkanya kecuali UUD 1945 pasca amandemen. Tapi
dapat dikatakan UUD itu secara implisit memuat adanya pemilu sebab aparatur negara yang
demokratis yang harus dilembagakan menurut UUD tersebut secara Konsitusuonal memang
menuntut adanya lembaga pemilu

Anda mungkin juga menyukai