Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut WHO (World Organization Health) 2014 menyatakan bahwa

gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus

kehidupan. Penjabaran tujuan dari Millenium Development Goals yang

keempat adalah menurunkan angka kematian anak dengan pencapaian

target pada tahun 2015 yaitu mengurangi dua pertiga tingkat kematian

anak usia di bawah lima tahun (WHO,2014).

United Nations Children´s Fund (UNICEF) 2012, melaporkan

Indonesia berada di peringkat kelima untuk negara dengan jumlah anak

yang terhambat pertumbuhannya dengan perkiraan 7,7 juta balita. Secara

global WHO menyatakan sekitar 45 % kematian balita karena kekurangan

gizi dan Indonesia termasuk diantara 36 negara di dunia yang memberi

90% kontribusi masalah gizi dunia, serta 6,6 juta anak meninggal sebelum

mencapai usia lima tahun di tahun 2012 (UNICEF, 2012).

Laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKESRI)

pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 18% anak usia balita

berstatus gizi buruk, 37% mengalami permasalahan gizi kronis dan 14%

mengalami permasalahan gizi akut (Departemen Kesehatan, 2007).

Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks dan memiliki

dimensi yang luas karena penyebabnya tidak hanya masalah kesehatan


2

tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan

lingkungan . Pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan masih

terdapat pantangan, tahayul, bahkan tabuh dalam masyarakat, disamping

itu pula jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang

terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga

(Supariasa, Bakri, Fajar, 2013).

Riset Kesehatan Dasar (2015) mencatat prevalensi anak dengan gizi

berat- kurang di Indonesia Tahun 2015 sebanyak 19,6%. terdiri dari 5,7%

gizi buruk 13,9% gizi kurang. Terjadi peningkatan balita gizi buruk hanya

4,9%.

Prevalensi gizi buruk- kurang di atas prevalensi nasional berkisar

21,2 % sampai dengan 33,1% tertinggi terdapat di Propinsi Nusa Tenggara

Timur dan Propinsi Jambi merupakan prevalensi gizi buruk-kurang

terendah. Sedangkan Propinsi Maluku Utara berada di urutan sebelas

Untuk prevalensi buruk- kurang berdasarkan data RISKESDAS 2013. Data

Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Utara pada bulan Juni

2014 tercatat 10.867 balita. Yang hadir dalam penimbangan di posyandu

hanya 10.423 balita terdiri dari gizi buruk 46 balita, gizi kurang 690 balita,

gizi baik 9.680 balita, gizi lebih 7 balita (Kundre,2015).

Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, sosial

ekonomi, budaya dan pemberian ASI Eksklusif. Faktor umur akan

mempengaruhi kelangsungan hidup anak karena kehamilan diusia remaja.


3

Hal ini disebabkan karena belum matangnya alat reproduksi dan persiapan

secara fisik. Pengetahuan masyarakat tentang program KB untuk

meningkatkan kesejahteraan Ibu dan Anak serta mewujudkan Norma

Keluarga Kecil Bahagia, telah populer dimasyarakat. Akan tetapi,

keterbatasan ekonomi masyarakat dan berkembangannya budaya

“Banyak Anak Banyak Rezeki” serta merebaknya pernikahan dini. Jumlah

anak dalam keluarga ekonomi rendah akan mempengaruhi status gizi

balita, disebabkan karena keterlibatan ibu mencari nafkah untuk

membantu perekonomian keluarga sehingga pemenuhan gizi balita tidak

terpenuhi (Kundre,2015).

Pada penelitian terdahulu oleh Nurjanah 2013 hubungan jarak

kelahiran dan jumlah balita dengan status gizi di rw 07 wilayah kerja

puskesmas cijerah kota bandung didapatkan bahwa sebagian besar

responden memiliki jarak kelahiran ≤2 tahun sebanyak 63,3%, sebagian

besar responden memiliki jumlah balita >2 balita sebanyak 76,7%, hampir

setengah responden yang memiliki balita dengan status gizi normal

sebanyak 63,3%.

Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat akan mempengaruhi status

gizi dalam keluarga karena kesulitan mengurus anak dan kurang

menciptakan suasana tenang di rumah. Jarak kelahiran terlalu dekat

mempengaruhi pemberian ASI esklusif oleh ibu selama 2 tahun (Candra,

2010).
4

Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat dalam pemenuhan gizi

bayi dan perlindungan bayi dalam melawan kemungkinan serangan

penyakit. ASI sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat

pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf. ASI memiliki

kandungan yang berperan dalam pertumbuhan bayi seperti protein, lemak,

elektrolit, enzim dan hormon (Wahyuni, 2016).

Pemberian ASI, khususnya ASI eksklusif, prevalensinya masih

terbilang rendah di Indonesia. SDKI tahun 2007 menyebutkan hanya

32,3% ibu yang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan kapada

bayinya. Hasil survei sensus nasional diketahui bahwa persentase balita

yang bergizi baik sebesar 71,88% pada tahun 2002 dan pada tahun 2003

turun menjadi 69,59%. Balita dengan gizi kurang/buruk sebesar 25,82%

pada tahun 2002 dan meningkat menjadi 28,17% pada tahun 2003

(Kurnia, 2013)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, didapatkan

data awal bahwa dari tahun 2017 terdapat 1129 balita dengan hasil

penimbangan sesuai antropometri yang digunakan menurut umur, terdapat

status gizi kurang 42 orang, yang gizi buruk 7 orang, yang gizi baik 1053

dan gizi lebih 27 orang. Peneliti juga telah melakukan observasi di

puskesmas Batua. Saat observasi peneliti melihat ada beberapa balita

dengan status gizi kurang dan balita dengan status gizi buruk.
5

Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Hubungan jarak kehamilan dan Pemberian ASI Eksklusif dengan status

gizi balita di puskesmas batua makassar 2018”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah

dalam penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Jarak Kelahiran Dan

Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Batua

Makassar 2018.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetatahui Hubungan jarak

kelahiran dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita di

Puskesmas Batua Kota Makassar 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan jarak kelahiran dengan status gizi balita

di Puskesmas Batua Kota Makassar 2018.

b. Untuk mengetahui hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan status

gizi balita di Puskesmas Batua Kota Makassar 2018.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Pada balita diharapkan orang tua mampu menerapkan status gizi

pada balita.
6

b. Pada ibu diharapkan memberikan ASI untuk balita secara benar.

c. Sebagai masukan bagi puskesmas untuk membuat perencanaan dan

pemberian layanan asuhan keperawatan yang lebih baik dengan

mengacu pada status gizi balita, sehingga mengurangi kejadian gizi

buruk pada balita.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diupayakan dapat digunakan sebagai bahan referensi

untuk studi lanjut jurusan keperawatan.

b. Sebagai masukan untuk jurusan keperawatan agar lebih

memperdalam ilmu kesehatan khususnya ilmu gizi.

Anda mungkin juga menyukai