Anda di halaman 1dari 46

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE

PENGARUH TERAPI MUSIK RELAKSASI DAN SUARA ALAM (NATURE SOUND)

TERHADAP PERUBAHAN NYERI PADA PASIEN POST OPERASI PADA Tn. N

DENGAN ADENOTONSILITIS KRONIS DI RUANG SULAIMAN 5

RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun Oleh:

Mella Suryaningsih

(G3A019095)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


TAHUN 2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan
adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan
infeksi 6x atau lebih per tahun. Cirri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan
dari terapi dengan antibiotic. (George, 1997)

Radang kronik pada adenoid (tonsila nasofaringea) dan tonsil (tonsila palatina)
masih menjadi problem kesehatan dunia. Di Amerika Serikat prevalensi adenoiditis /
tonsilitis kronik pada tahun 1995 adalah sebesar 7 per 1000 penduduk atau 0,7%, di
Norwegia 11,7 % anak mengalami tonsilitis rekuren, dimana sebagian besar merupakan
tonsilitis kronik yang mengalami eksaserbasi, di Turki tonsilitis rekuren ditemukan pada
12,1 % anak. Sementara itu di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode April
1997 sampai Maret 1998 didapatkan 1024 (6,75%) pasien tonsilitis kronik dari seluruh
kunjungan. 12 Tonsilitis kronik pada anak hampir selalu terjadi bersama adenoiditis
kronik, karena adenoid dan tonsil merupakan jaringan limfoid yang saling berhubungan
membentuk suatu cincin yang dikenal dengan waldeyer ring. ATK cukup sering terjadi,
terutama pada kelompok usia anak antara 5 sampai 10 tahun. Pembesaran adenoid
meningkat secara cepat setelah lahir dan mencapai ukuran maksimum pada saat usia 4 – 6
tahun kemudian menetap sampai usia 8 – 9 tahun dan setelah usia 14 tahun bertahap
mengalami involusi / regresi.
Infeksi virus dengan infeksi sekunder bakteri merupakan salah satu mekanisme
terjadinya ATK. Adenoid dan tonsil dapat mengalami pembesaran yang disebabkan
karena proses hipertrofi sel akibat respon terhadap infeksi tersebut.
Faktor lain yang berpengaruh adalah lingkungan, faktor inang (riwayat alergi),
penggunaan antibiotika yang tidak tepat, pertimbangan ekologis, dan diet. Infeksi dan

1
hilangnya keutuhan epitel kripte menyebabkan kriptitis kronik dan obstruksi kripte, lalu
menimbulkan stasis debris kripte dan persistensi antigen. Bakteri pada kripte tonsil dapat
berlipat-ganda jumlahnya, menetap dan secara bertahap menjadi infeksi kronik.

B. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengaplikasian Evidence Based Nursing Practice:
Pengaruh terapi musik relaksasi dan suara alam (nature sound) Terhadap perubahan
nyeri pada pasien post operasi pada Tn. N Dengan adenotonsilitis kronis di ruang
sulaiman 5 Rs Roemani Muhammadiyah Semarang

B. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien adenotonsilitis kronis
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien adenotonsilitis
kronis
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien adenotonsilitis
kronis
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien adenotonsilitis kronis
e. Mahasiswa mampu menerapkan Evidence Based Nursing Practice terapi musik
relaksasi dan suara alam (nature sound) pada pasien dengan adenotonsilitis kronis
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil aplikasi Evidence Based Nursing
Practice.

C. Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II
Konsep dasar berisi konsep penyakit, Terapi musik relaksasi dan suara alam (nature
sound)
BAB III
Laporan kasus berisi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, pathways
keperawatan, dan intervensi pasien adenotonsilitis kronis

2
BAB IV
Aplikasi Evidence Based Nursing Riset
BAB V
Pembahasan terkait aplikasi Evidence Based Nursing Riset yang diterapkan
BAB V
Penutup berisi kesimpulan dan saran

3
BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Adenotonsilitis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatine dan adenoid
(Gotlieb, 2005).

Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan
adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan
infeksi 6x atau lebih per tahun. Cirri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan
dari terapi dengan antibiotic. (George, 1997)

Dari beberapa definsi diatas maka dapat di simpulkan bahwa Adenotonsilitis


kronis adalah keradangan kronik pada tonsil sebagai akibat hipertrofi folikel-folikel getah
bening disertai hipertrofi adenoid yang sering terjadi pada anak.

B. Etiologi
Penyebab tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri streptococcus hemoliticus
grup A, selain karena bakteri dapat di sebabkan oleh virus, kadang-kadang dapat
disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta dan treponema Vincent (Marenstein, 2001)
Faktor predisposisi :
a. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
b. Higiene mulut yang buruk
b. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
c. Alergi (iritasi kronis dari allergen)
d. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
e. Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
(Nurbaiti dan Eliaty. 1995)

C. Patofisiologi

4
Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang posterior dan
nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini
apabila terjadi invasi bakteri melalui ujung hidung yang menuju nasofaring, maka sering
terjadi invasi sistem pertahananya berupa sel-sel leucosit, apabila sering terjadi invasi
kuman maka adenoid semakin lama akan semakin membesar karena sebagai kompensasi
bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid. Akibat dari hiperplasi ini akan timbul
sumbatan kuana dan sumbatan tuba eusthacius. Akibat sumbatan tuba eusthacius akan
terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis
media superatif kronik. Akibat hyperplasia adenoid juga akan menimbulkan gangguan
tidur, tidur ngorok, retardasi mental, dan pertumbuhan fisik berkurang.

Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa
dan jaringan limfoid di ganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte tampak diisi oleh detritus. proses ini
berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi pelekatan dengan jaringan sekitar
fosa tonsilaris.(Gotlieb, 2005)

D. Manifestasi Klinik
Umumnya penderita sering mengeluh karena serangan tonsilitis akut yang berulang -
ulang, nyeri yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri menelan atau ada
sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan
berbau.

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan
sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti
keju.
2. Tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil
bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan ditutupi eksudat yang
purulen.

E. Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah


sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :
5
1) Komplikasi sekitar tonsil
 Peritonsilitis : Peradangan berat pada tonsil dan daerah sekitarnya tanpa adanya
trismus dan abses.
 Abses Peritonsilar (Quinsy) : Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
 Abses Parafaringeal : Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran
getah bening atau pembuluh darah.
 Abses Retrofaring : Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.
Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring
masih berisi kelenjar limfe.
 Kista Tonsil : Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
 Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil) : Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium
karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
2) Komplikasi Organ jauh
 Demam rematik dan penyakit jantung rematik
 Glomerulonefritis
 Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
 Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
 Artritis dan fibrositis.
(Gotlieb , J , 2005)

F. Penatalaksanaan

Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun
selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi
adenotonsilektomi Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.

6
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronis atau berulang-ulang.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam
buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims
(1757).
Indikasi adenotonsilektomi :
1. Fokal infeksi
2. Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-fungsi yang lain, contoh :
sakit menelan.

G. Pengkajian Fokus
1. Identitas.
2. Keluhan utama.
Biasanya klien dengan Adenotonsilitis kronik akan mengalami nyeri telan, demam,
badan lesu, nafsu makan berkurang (anorexia), hidung buntu, tidur mendengkur.
3. Riwayat Keperawatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Pada umumnya klien adenotonsilitis mengalami nyeri telan, peningkatan suhu tubuh,
anorexia (hilangnya nafsu makan).
b. Riwayat penyakit dahulu.
Sebelumnya klien pernah sakit adenotonsilitis atau tidak, sebelumnya klien pernah
masuk rumah sakit atau tidak, nama penyebab penyakitnya.
c. Riwayat penyakit keluarga.
Di keluarga ada yang pernah menderita penyakit adenotonsilitis atau penyakit
tertentu (misal : TBC, DM, HT dll).
4. Pola-Pola Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata hidup sehat.

7
Meliputi perawatan diri dan cara merawat kesehatan dirinya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Peradangan yang terjadi menyebabkan klien mengalami anorexia sehingga pola
makannya terganggu.
c. Pola eliminasi.
Meliputi kebiasaan BAK dan BAB, warnanya, konsistensi, frekuensi, dan bau baik
sebelum masuk rumah sakit atau masuk rumah sakit.
d. Pola istirahat dan tidur.
Meliputi lama tidur klien, sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah
sakit, serta gangguan waktu tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan.
Meliputi aktivitas klien dirumah dan masyarakat serta lamanya klien beraktivitas.
f. Pola persepsi dan konsep diri.
Dapat terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan hal itu merupakan
dampak psikologi klien. Konsep diri meliputi : body image, ideal, harga diri, peran
dan identitas.
g. Pola sensori dan kognitif.
Daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaab dan perasa terjadi gangguan
atau tidak, pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
h. Pola hubungan dan peran.
Meliputi hubungan klien dengan teman sebaya, masyarakat, keluarga dan peran klien
dalam keluarga.
i. Pola penanggulangan stress.
Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress, adaptasi terhadap stress dan
pemecahan masalah.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Agama dan keyakinan serta ritualitas.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum.
Biasanya klien adenotonsilitis akan mengalami peningkatan suhu, tonsil
membengkak dan adanya nyeri tekan.

8
b. Kepala dan leher.
Adanya pembengkakan pada tonsil, kemerahan pada tonsil, bibir kering, kriptus
melebar dan terisi detritus.
c. Tingkat kesadaran.
Klien tidak mengalami gangguan kesadaran (compos mentis).
d. Tingkat respirasi.
Klien tidak sesak (RR 20 kali/menit), tidak menggunakan alat bantu pernafasan,
suara nafas tambahan tidak ada.
e. Sistem thorak dan abdomen.
Tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris, pada nafas teratur, pada daerah
abdomen tidak ditemukan nyeri tekan.
f. Sistem integuman.
Akral hangat, turgor kulit baik, kelembaban kulit baik.
g. Sistem cardiovaskuler.
Pada pemeriksaan jantung iramnya teratur, tidak didapatkan takikardia mapun
bradikardia.
h. Sistem gastrointestinal.
Lidah kotor, nyeri telan, penurunan nafsu makan.
i. Sistem muskuluskeletal.
Tidak ada gangguan otot pada anggota gerak.

9
H. Pathway Keperawatan

Bakteri streptococcus  hemotiticus, virus

Invasi tonsil dan adenoid

Adenotonsilitis

Epitel mukosa dan jaringan melebar

Kripte diisi oleh detritus

Hiperplasi adenoid

Sakit menelan hidung tersumbat

Peradangan Adenoiektomi
Ketidak efektifan jalan napas
Prosedur pembedahan
Peningkatan suhu tubuh
Anastesi

Pra operasi post operasi

Kurang pengetahuan

luka insisi
Ansietas situasi krisis
Hemoragi
permukaan tonsil
Perubahan proses keluarga
Resiko infeksi Kasar dan gundul

sakit menelan ketidak nyamanan

Ganggan menelan

menolak untuk menelan Nyeri


akut

Risiko Defisit
Nutrisi
10
I. Diagnosa Keperawatan
1. Post Operasi
a) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik
(Prosedur Operasi)
b) Resiko Defisit Nutrisi (D.0032) berhubungan dengan ketidak mampuan
menelan makanan
c) Resiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan efek prosedur invasif

11
J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut SLKI SIKI : Menejemen nyeri
berhubungan dengan Kriteria Hasil : Observasi
Tindakan  Melaporkan nyeri terkontrol meningkat - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pembedahan  Kemampuan mengenali penyebab nyeri kualitas intensitas nyeri
meningkat - Identifikasi skala nyeri
 Kemampuan mengenali penyebab nyeri - Identifikasi respons nyeri non verbal
meningkat - Identifikasi factor yang memperberat dan
 Kemampuan menggunakan teknik non- memperingan nyeri
farmakologis meningkat - Monitor keberhasilan terapi komplemeter yang
 Dukungan orang terdekat meningkat sudah diberikan
 Penggunaan analgesic menurun Teraupetik
- Berikan teknik non-farmakologis
- Kontrol ingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi

12
Kolaborasi pemberian analgetik
2. Resiko defisit nutrisi SLKI : SIKI :
berhubungan dengan Kriteria Hasil : Manajemen Nutrisi
ketidak mampuan  Porsi makan yang dihabiskan meningkat Observasi
menelan makanan  Kekuatan oto mengunyah meningkat - Identifikasi status nutrisi
 Kekuatan otot menelan meningkat - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan - Identifikasi makanan yang disukai
nutrisi meningkat - Monitor asupan makanan
 Pengetahuan tentang pilihan makanan yang - Monitor berat badan
sehat meningkat - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Pengetahuan standar asupan nutrisi yang
tepat meningkat Teraupetik
 Frekuensi makan membaik - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
 Nafsu makan membaik sesuai
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan.

3. Resiko infeksi SLKI : SIKI :


berhubungan dengan Kriteria Hasil : Pencegahan Infeksi
efek prisedur invasif  Kebersihan tangan meningkat Observasi

13
 Kebersihan badan meningkat - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
 Nafsu makan meningkat Teraupetik
 Demam menurun - Batasi jumlah pengunjung
 Kemerahan menurun Edukasi
 Nyeri menurun - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Kultur area luka membaik - Ajarkan mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
oprasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunitasi

14
K. Terapi Relaksasi Benson
1. Definisi
Relaksasi Benson adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan
mengalihkan perhatian kepada relaksasi sehingga kesadaran klien terhadap nyeri-
nya berkurang, relaksasi ini dilakukan dengan cara menggabungkan relaksasi
yang diberikan dengan kepercayaan yang dimiliki pasien.

Relaksasi benson merupakan teknik relaksasi yang digabungkan dengan


keyakinan yang dianut oleh pasien. Kata atau kalimat tertentu yang dibaca
berulang-ulang dengan melibatkan unsur keimanan dan keyakinan akan
menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan relaksasi
tanpa melibatkan unsur keyakinan. Ungkapan yang di pakai dapat berupa nama
tuhan atau kata-kata lain yang memiliki makna menenangkan bagi pasien.
(Benson & Proctor, 2000).

2. Manfaat
a) Mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan serta menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolic.
b) Ketentraman hati, Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
c) Meningkatkan keyakinan
d) Mampu menghilangkan insomnia
e) Meningkatkan kualitas tidur

3. Langkah-langkah Teknik Relaksasi Benson


a) Ambil posisi senyaman mungkin
b) Pejamkan mata
c) Tenang dan relaksasikan tubuh, dari kepala sampai kaki
d) Lakukan nafas dalam dengan menghirup udara dari hidung dan
membuangnya melalui mulut secara perlahan ulangi sebanyak tiga kali

15
e) Ucapkan ekspresi kata atau kalimat atas nama Tuhan, atau dengan kata-kata
yang menenangkan seperti dzikir bagi yang beragama islam secara berulang
setelah melakukan nafas dalam
f) Lakukan selama 10-15 menit dan setelahnya bias membuka mata secara
perlahan
g) Relaksasi benson dapat dilakukan setiap nyeri terasa.

L. Terapi Relaksasi Progresif


1. Definisi
Relaksasi progresif adalah salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi
dalam strategi penanggulangan nyeri.Relaksasi progresif adalah latihan
terinstruksi yang meliputi pembelajaran untuk mengerutkan dan merilekskan
kelompok otot secara sistemik, dimulai dengan kelompok otot wajah dan berakhir
pada otot kaki.
2. Manfaat
Menciptakan ketentraman batin, mengurangi rasa cemas, mengurangi khawatir
atau gelisah, mampu mengurangi rasa nyeri, menjadikan detak jantung lebih
rendah, mengurangi tekanan darah tinggi, menciptakan ketahanan yang lebih
besar terhadap penyakit, menjadikan daya ingat lebih baik dan meningkatkan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain (Handayono, 2006).
3. Langkah-langkah Teknik Relaksasi Progresif
a) Berikan posisi senyaman mungkin
b) Tenang dan relaksasikan tubuh
c) Pejamkan mata kemudian kencangkan dahi (kerutkan dahi keatas) selama 5-
7 detik kemudian relaksasikan 20-30 detik
d) Kencangkan bahu tarik keatas selama 5-7 detik kemudian relaksasikan
selama 20-30 detik
e) Kepalkan telapak tangan dan kencangkan selama 5-7 detik kemudian
relaksasikan selama 20-30 detik
f) Kencangkan otot betis, arahkan jari-jari kaki kebelakang selama 5-7 detik
kemudian relaksasikan selama 20-30 detik.

16
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. N
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Gajah Raya Cebolok 5 Rt 5/Rw 1
Tanggal MRS/Jam : 10-01-2020
Diagnosa Medis : Adenotonsilitis kronis
Tanggal Pengkajian : 11-01-2020

Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 32 Tahun
Hubungan dg pasien : Saudara kandung (Kakak Kandung)
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri tenggorokan di bagian tonsil (luka bekas operasi)
b. Pengkajian fokus
- Pengkajian nyeri
P : Nyeri bertambah pada saat menelan makanan, Nyeri berkurang pada saat
istirahat
Q : Dirasakan mendadak seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian tonsil (luka operasi)
S : Skala nyeri 4
T : durasi ± 1 menit
- TD : 130/80 mmHg
- N : 84x/menit
17
- RR : 20 x /menit
- S : 370C
- Pasien tampak gelisah
- Ada luka post op tonsil
-
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan awal masuk RS Karena sering nyeri menelan yang
hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan.
Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan. Sebelumnya
pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering demam, batuk,
pilek dengan lendir putih yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat,
Keluhan nyeri menelan jika mengkonsumsi makanan padat seperti nasi,
tetapi tidak ada keluhan jika mengkonsumsi cairan.pada sat pengkajian pada
tangal 11 Januari 2019 pasien mengatkan nyeri pada luka post op bagian
tonsil dengan skala 4 mendadak, seperti ditusuk-tusukdengan durasi ± 1
menit. Pasien tampak meringis saat menelean, TD : 10/80 mmHg N
0
:84x/menit RR : 20x/menit S: 37 C
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan 1 tahun yang lalu pernah mengalami sakit amandel, klien
memiliki alergi makanan udang, gurame, telur, klien tidak memiliki alergi
cuaca maupun obat-obatan, klien tidak pernah mengalami kecelakaan.
c. Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
yang sama

3. Pola Kesehatan Fungsional


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa ke
tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu puskesmas maupun dokter.

b. Pola nutrisi dan metabolic


Pasien mengatakan makan nasi, lauk dan sayur dengan porsi 3 sendok, 3x sehari
serta minum ± 2000 cc / hari, pasien mengatakan sebelum di rawat pasien
makan sesuai dengan kemauannya

c. Pola eliminasi
Pasien Mengatakan BAB 1x / hari, konsistensi lembek dan berwarna kuning, BAK
4–6 x / hari tanpa dibantu orang lain, saat sakit klien sulit BAB, BAK 3-4 x/hari
tanpa bantuan

d. Pola aktivitas dan latihan


18
Saat sebelum sakit pasien beraktivitas seperti biasa yaitu melakukan
aktivitas seperti biasanya, bekerja dll sesuai rutinitasnya shari-hari. Diwaktu
sakit seperti saat ini pasien tidak mampu melakukan kegiatan yang biasa ia
kerjakan saat sebelum sakit.
e. Pola motorik dan kognitif
Sebelum sakit pasien selalu mengerjakan pekerjaannya tetapi setelah sakit
pasien tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang biasa ia kerjakandan akhirnya
dibantu oleh keluarganya dalam mengejakan pekerjaan tersebut
f. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit klien biasa tidur 6–8 jam/ hari, namun saat sakit klien mengatakan
tidak bisa istirahat tidur dengan nyenyak dikarenakan nyeri yang sangat
mengganggu kenyamanan,
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien tahu tentang penyakitnya ia merasa bahwa dirinya akan sembuh
setelah menjalani perawatan dan menjaga pola hidup.
h. Pola hubungan social
Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan, pola seksualitas baik
j. Pola mengatasi permasalahan hidup
Pasien selalu memusyawarahkan dengan keluarga bila ada masalah,
termasuk dengan penyakit yang dialami saat ini.
k. Pola nilai dan kepercayaan/ agama
Sebelum sakit pasien masih menjalankan ibadah rutin sholat 5x dalam
sehari, karena sakit tidak bisa beribadah hanya bisa berdoa saja.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Pasien tampak meringis, memegang daerah yang sakit
b. Kesadaran : GCS = E4 –M6 –V5 = 15
c. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
d. Nadi : 84x/menit
e. Pernafasan : 20x/menit
f. Suhu tubuh : 370C
g. Saturasi oksigen kapiler perifer (SpO2) : 99%
h. Pengukuran antropometri : BB : 60kg, TB : 160cm
i. Kulit : Turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang.
j. Kepala : Bentuk kepala mesosephal, bersih, tidak berbau, tidak ada lesi,
rambut tumbuh uban (+) ikal.
k. Mata : Isokor, reflek pupil simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikteric,
tidak aptosis, koordinasi gerak mata simetris dan mampu mengikuti
pergerakan benda secara terbatas.
19
l. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip hidung.
m. Telinga : Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid.
Cerumen tidak ada, reflek suara baik dan tidak berdengung.
n. Mulut : Bibir tidak cyanosis, mukosa mulut kering, tremor ditemukan, tonsil
tampak merah, ada luka post op, tidak ada stomatitis dan tidak terapat gigi
palsu, mulut simetris.
o. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid, tidak ditemukan distensi
vena jugularis. Otot leher tegang.

p. Dada :
Inspeksi : Bentuk simetris, pergerakan dada sewaktu bernafas simetris.
Palpasi : tactil fremitus normal, ictus cordis ada di IC IV-V sinistra..
Perkusi : terdengar suara tympani.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung I- II.
q. Perut : Bentuk perut simetris, tidak ditemukan distensi abdominal dan tidak
ada pembesaran hepar dan bising usus normal 12x/menit.
r. Ekstrimitas : Tidak ditemukan lesi pada ektrimitas atas maupun bawah dan
tidak ada oedem.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 10 Januari 2020
Nama Tes Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Hemoglobin 13,5 g/dL 13,2-17,3
3
Leukosit 13300/mm 3800-10600
Hematokrit 40,4 % 40-52
Trombosit 407000/mm3 150000-440000
3
Eritrosit 4,75 juta/mm 4,4-5,9
Index Eritrosit:
MCV 85,0 fl 80-100
MCH 28,5 pg 26-34
MCHC 33,5 g/dL 32-36
RDW 12,1 % 11,5-14,5
MPV 7,4 fL 7,0-11,0
Hitung Jenis (diff):
Eosinofil 6,5 % 2-4

20
Basofil 0,5 % 0-1
Neutrophil 63,4 % 50-70
Limfosit 22,5 % 25-40
Monosit 7,1 % 2-8
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 93 mg/dL 75-140
Natrium 141 mEq/L 135-147
Chlorida 109 mEq/L 95-105
Calsium 8,0 mg/dL 8,8-10,3
Ureum 24 mg/dl <48
Creatinin 0,6 mg/dl 0,45-0,75
Imunologi/Serologi
HBsAg Negatif Negatif : <0,13
Positif : > = 0,13

6. Terapi Medik
Terapi Rute & Dosis Fungsi
Ringer laktat IV 20tpm Cairan infus sebagai sumber elektrolit & air untuk
hidrasi
Cebactam IV 19gr/ 12 jam Adalah antibiotic untuk mnangani infeksi Karena
bakteri
Vitamin C IV Apl premed Bermanfaat untuk mencegah dan mengatasi
kekurangan vitamin C
Pamol syr PO 2cth/8jan Adalah untuk penurundemam danpereda nyeri
Asam Tranexsamat IV 500mg/8 Obat yang berfungsi untuk mengendalikan perdarahan
jam

21
B. Analisa Data

Data Problem Etiologi


DS: Nyeri Akut Agen Pencedera Fisik
- Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi (Prosedur Operasi Luka
DO: Insisi)
- Pengkajian nyeri
P : Nyeri dirasakan saat menelan
Q : Nyeri terasa seperti tdiusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian insil (luka operasi)
S : Skala nyeri 4
T : durasi ± 1 menit
- TD : 130/80 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 20 x /menit
- S : 370C
- Pasien tampak gelisah
- Ada luka post op tonsil

C. Diagnose Keperawatan
1. Post Operasi
a) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (Prosedur Operasi)

D. Pathway Keperawatan

22
Luka Insisi

Ketidak nyamanan

Nyeri Akut Pasca


Operasi

E. Fokus Intervensi

No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam - Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui karakteristik nyeri
Agen Pencedera diharapkan nyeri berkurang atau karakteristik, durasi, frekuensi, serta untuk memilih intervensi yang
Fisik (Prosedur hilang dengan kriteria hasil : kualitas intensitas nyeri cocok dan untuk mengevaluasi
Operasi) - Mampu mengontrol keefektifan dari terapi yang diberikan
nyeri (tahu penyebab - Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui penyebab nyeri agar
nyeri, mampu dapat memberikan intervensi yang tepat
menggunakan tehnik - Identifikasi respons nyeri non 3. Untuk mengetahui ketidaknyamanan
nonmarmakologi untuk verbal yang pasien rasakan
mengurangi nyeri, - Monitor keberhasilan terapi 4. Untuk mengetahui tingkat keefektifan
mencari bantuan) komplemeter yang sudah terapi

23
- Melaporkan bahwa nyri diberikan
berkurang dengan Teraupetik
menggunakan - Kontrol ingkungan yang 5. Lingkungan yang nyaman dapat
manajemen nyeri memperberat rasa nyeri mengurangi rasa nyeri
- Mampu mengenali nyeri - Berikan teknik non- 6. Melakukan penanganan nyeri dengan
(skala, intensitas, farmakologis non farmakologi dapat membantu
frekuensi dan tanda mengurangi rasa nyeri
nyeri) Edukasi
Menyatakan rasa nyaman setelah - Ajarkan teknik 7. Melakukan penanganan nyeri dengan
nyeri berkurang nonfarmakologis untuk non farmakologi dapat membantu
mengurangi rasa nyeri mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
8. Analgetik dapat mengurangi atau
Kolaborasi pemberian
menghilangkan rasa nyeri
analgetik

24
F. Implementasi

No Diagnose Hari/Tanggal Implementasi Respon TTD


keperawatan


1. Nyeri Akut Sabtu 11 Januari Observasi
2020
(D.0077) - mengidentifikasi lokasi, 1. S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
07.30
berhubungan karakteristik, durasi, frekuensi, O: Pengkajian nyeri
dengan Agen kualitas intensitas nyeri P : Nyeri dirasakan saat menelan
Pencedera Fisik Q : Nyeri terasa seperti diusuk-tusuk
(Prosedur R : Nyeri pada bagian insil (luka operasi)
07.30
Operasi) S : Skala nyeri 4
08.00
T : durasi ± 1 menit
- TD : 130/80 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 20 x /menit
- S : 370C
08.30
- Pasien tampak gelisah
- Ada luka post op tonsil
09.00
2. S :
- mengidentifikasi skala nyeri
- pasien mengakatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
09.00
- Pasien mengatakan tidak nyaman dengan rasa nyeri

25
yang dirasakan
09.30
O : - Skala nyeri 4

3. S : -
09.30
O : Pasien tampak gelisah
- Mengidentifikasi respons nyeri
- Pasien tampak meringis
non verbal - Pasien tampak memegang area yang sakit
09.30

4. S :
O:
- Memonitor keberhasilan terapi
komplemeter yang sudah
diberikan
5. S : - Pasien mengatakan lingkungannyaman
O : - Pasien tampak tenang
Teraupetik
- Mengontrol ingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. S :
O : Pasien kooperatif
- Memberikan teknik non-
farmakologis
7. S : -
O : Pasien kooperatif saat di ajarkan untuk
Edukasi
melakukan Terapi Relaksasi Benson dan Terapi
Relaksasi Progresif
- Mengajarkan teknik

26
nonfarmakologis untuk 8. S : -
O:-
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Mengkolaborasi pemberian
analgetik


Minggu 12 Observasi 1. S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
januari 2020
- Mengidentifikasi lokasi, O: Pengkajian nyeri
07.30
karakteristik, durasi, frekuensi, P : Nyeri dirasakan saat menelan
kualitas intensitas nyeri Q : Nyeri terasa seperti diusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian insil (luka operasi)
S : Skala nyeri 4
07.30
T : durasi ± 1 menit
08.00
- TD : 120/80 mmHg
- N : 83x/menit
- RR : 20 x /menit
- S : 37,50C
09.00
- Pasien tampak gelisah
- Ada luka post op tonsil
09.00
- Mengidentifikasi skala nyeri
2. S :
- pasien mengakatakan sedikit nyeri seperti ditusuk-

27
tusuk
- Pasien mengatakan tidak nyaman dengan rasa nyeri
yang dirasakan
O : - Skala nyeri 4

3. S :
- Mengidentifikasi respons nyeri
O : Pasien tampak gelisah
non verbal
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak memegang area yang sakit

4. S :
- memonitor keberhasilan terapi O:
komplemeter yang sudah
diberikan

Teraupetik 5. S : - Pasien mengatakan lingkungannyaman


- Mengontrol lingkungan yang O : - Pasien tampak tenang
memperberat rasa nyeri

6. S :
- Memberikan teknik non- - Pasien mengatakan masih nyeri namun sudah
sedikit dapat dikendalikan dengan menejemen
farmakologis
nyeri terapi relaksasi benson dan terapi relaksasi
progresif dan di bantu dengan obat yang
diberikan

28
O : Pasien kooperatif

Edukasi
7. S : -
- Mengajarkan teknik O : Pasien kooperatif saat di ajarkan untuk
melakukan Terapi Relaksasi Benson dan Terapi
nonfarmakologis untuk
Relaksasi Progresif
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
8. S : -
- Mengkolaborasi pemberian O:-
analgetik


Senin 13 Observasi 1. S : - Pasien mengatakan sedikit nyeri pada luka
Januari 2020
- Mengidentifikasi lokasi, operasi
07.30
karakteristik, durasi, frekuensi, O: Pengkajian nyeri
kualitas intensitas nyeri P : Nyeri dirasakan saat menelan
Q : Nyeri terasa seperti diusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian (luka operasi)
07.30
S : Skala nyeri 3
08.00
T : durasi ± 1 menit
- TD : 120/60 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 20 x /menit

29
09.00 - S : 36,30C

09.00 2. S :
- pasien mengakatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Pasien mengatakan tidak nyaman dengan rasa nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
yang dirasakan
O : - Skala nyeri 4

3. S :
O : Pasien tampak tenang

- Mengidentifikasi respons nyeri


non verbal

Teraupetik
4. S : - Pasien mengatakan terbantu mengontrol nyeri
dengan terapi relaksasi benson dan terapi relaksasi
- Memberikan teknik non-
progresif dan di bantu dengan obat yang diberikan
farmakologis
O : - Pasien kooperatif

30
5. S : - Pasien mengatakan mampu mengontrol nyeri
Edukasi yang dirasakan dengan terapi yang telah diajarkan
O:
- Mengajarkan teknik
- Pasien kooperatif dan dapat mendemonstrasikan
nonfarmakologis untuk Terapi Relaksasi Benson dan Terapi Relaksasi
Progresif
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Mengkolaborasi pemberian
analgetik

31
G. Evaluasi

No Tanggal & Evaluasi TTD


Diagnosa waktu


1. Sabtu 11 Januari S : Pasien mengatakan masih terasa nyeri dibagian luka operasi
2020 O: Pengkajian nyeri
P : Nyeri dirasakan saat menelan
Q : Nyeri terasa seperti diusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian insil (luka operasi)
S : Skala nyeri 4
T : durasi ± 1 menit
- TD : 130/80 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 20 x /menit
- S : 370C
- Pasien tampak gelisah
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

32
Observasi
- mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas nyeri
- mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Memonitor keberhasilan terapi komplemeter yang sudah diberikan
Teraupetik
- Mengontrol ingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Memberikan teknik non-farmakologis
Edukasi
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian analgetik


Minggu 12 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
Januari 2020
O: Pengkajian nyeri
P : Nyeri dirasakan saat menelan
Q : Nyeri terasa seperti diusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian insil (luka operasi)
S : Skala nyeri 4
T : durasi ± 1 menit
- TD : 120/80 mmHg
- N : 83x/menit
- RR : 20 x /menit

33
- S : 37,50C
- Pasien tampak gelisah
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Observasi
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- memonitor keberhasilan terapi komplemeter yang sudah diberikan
Teraupetik
- Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Memberikan teknik non-farmakologis
Edukasi
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian analgetik


Senin 13 Janari S : - Pasien mengatakan sedikit nyeri pada luka operasi
2010 O: Pengkajian nyeri
P : Nyeri dirasakan saat menelan
Q : Nyeri terasa seperti diusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian (luka operasi)
S : Skala nyeri 3

34
T : durasi ± 1 menit
- TD : 120/60 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 20 x /menit
- S : 36,30C
A : Masalah keperawatan teratasi sebagian
P : Pertahankan intervensi
Observasi
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
Teraupetik
- Memberikan teknik non-farmakologis
Edukasi
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemberian analgetik

35
BAB IV

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. N
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Gajah Raya Cebolok 5 Rt 5/Rw 1
Tanggal MRS/Jam : 10-01-2020
Diagnosa Medis : Adenotonsilitis kronis
B. Data Fokus Pasien

Data Problem Etiologi


DS: Nyeri Akut Agen Pencedera
- Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi Fisik (Prosedur
DO: Operasi Luka
- Pengkajian nyeri Insisi)
P : Nyeri dirasakan saat menelan
Q : Nyeri terasa seperti tdiusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian insil (luka operasi)
S : Skala nyeri 4
T : durasi ± 1 menit
- TD : 130/80 mmHg
- N : 84x/menit
- RR : 20 x /menit
- S : 370C
- Pasien tampak gelisah
- Ada luka post op tonsil

C. Diagnose Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal yang Diaplikasikan


Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (Prosedur Operasi)

36
D. Eviden Based Nursing yang Diterapkan
Pengaruh terapi musik relaksasi dan suara alam (nature sound) Terhadap perubahan nyeri
pada pasien post operasi Adenotonsilitis Kronis

E. Analisa Sintesa

Post Operasi Prostatectomy Nyeri Akut Pasca


Luka Insisi Post
(Benigna Prostat Hyperplasia) Operasi
Operasi Prostatectomy

Terapi Musik Relaksasi Dan Suara Alam (Nature Sound)

Merelaksasikan syaraf yang tegang

Nyeri Berkurang

Memperlambat denyut jantung dan menurunkan tekanan darah

Rileks

F. Landasan Teori

Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan
adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan
infeksi 6x atau lebih per tahun. Cirri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan
dari terapi dengan antibiotic. (George, 1997)
Penyebab tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri
streptococcus hemoliticus grup A, selain karena bakteri dapat di sebabkan oleh virus,
kadang-kadang dapat disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta dan treponema Vincent
(Marenstein, 2001)

37
Faktor predisposisinya adalah Rangsangan kronis (rokok, makanan), Higiene mulut yang
buruk, Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah), Alergi (iritasi
kronis dari allergen), Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik), Pengobatan Tonsilitis
Akut yang tidak adekuat. (Nurbaiti dan Eliaty. 1995)
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang actual dan potensial. Rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh yang timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan
individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri, nyeri seringkali dijelaskan dalam
istilah proses distruktif, jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar dll.

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan. Rasa
nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang timbul bila ada jaringan rusak dan
hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri, nyeri
seringkali dijelaskan dalam istilah proses distruktif, jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas
terbakar dll.
Reseptor nyeri terletak pada semua saraf bebas yang terletak pada kulit, tulang,
persendian, dinding arteri, membran yang mengelilingi otak, dan usus (Solehati &
Kokasih, 2015). Nosiseptor (reseptor nyeri) akan aktif bila dirangsang oleh rangsangan
kimia, mekanis dan suhu. Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
meringankan atau menghilangkan rasa nyeri adalah terapi musik relaksasi dan nature
sound.
Musik relaksasi dannature sound merupakan bentuk intergrativ antara musik klasik
dan suara-suara alam. Penggunaan nature sound seperti suara burung, ombak, angina, air
mengalir sebagai terapi kesehatan yang mampu meningkatkan relaksasi, dan meperbaiki
kondisi fisik pasien. Nature sound dapat menstimulus akson-akson serabut saraf
ascendens ke neuron-neuron RAS (Reticular Activating System). Stimulus di
transmisikan ke area korteks serebral, sistem limbik dan korpus kalosum melalui area
saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Ketika musik-musik tersebut diputar, sistem
limbikakan terstimulus menghasilkan sekresi feniletilamin, yang merupakan suatu
neuriamin yang bertanggung jawab pada mood seseorang. Pada saraf otonom, stimulus
suara musik tersebut menyebabkan sistem saraf parasimpatis berada diatas sistem saraf

38
simpatis sehingga merangsang gelombang otak alfa yang menghasilkan kondisi nyaman,
berpengaruh terhadap nyeri dan kecemasan pasien (Alison et al, 2010).

39
BAB V

PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan EBN

Pemilihan Evidence Based Nursing Practice terhadap diagnose Adenotonsilitis


kronis yang diangkat pada Asuhan Keperawatan Post Operasi pada pasien Tn. N di ruang
Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah Semarang adalah penggunaan terapi musik
relaksasi dan nature sound untuk mengurangi rasa nyeri Post Operasi adenotonsilektomi.
Penggunaan terapi relaksasi terapi musik relaksasi dan nature sound diangkat sebagai
terapi non farmakologis berbasis Evidence Based karena keluhan utama saat pengkajian
pada Tn. N didapatkan bahwa Tn. N mengeluh nyeri dibagian post pembedahan, dan
masih terasa nyeri saat ingin makan atau menelan makanan meski telah dilakukan
pembedahan.
Nyeri yang dirasakan oleh Tn. N merupakan hal yang wajar dirasakan pada setiap
pasien yang melakukan prosedurpembedahan, prosedur pembedahan menimbulkan luka
bedah yang akan mengeluarkan mediator nyeri dan menimbulkan nyeri pasca bedah.
Untuk mengurangi rasa nyeri ini dokter akan memberikan obat analgetik untuk
mengurangi rasa nyeri. Pemberian obat analgetik yang diberikan ini merupakan terapi
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, namun sebagai perawat kita dapat
memberikan intervensi keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri melalui terapi non
farmakologis salah satunya menggunakan terapi musik relaksasi dan nature sound untuk
mengurangi rasa nyeri Post Operasi adenotonsilektomi.
Alasan mahasiswa menerapkan aplikasi evidence based nursing practice terapi
musik relaksasi dan nature sound pada Tn. K yakni berdasarkan jurnal penelitian yang
telah dilakukan oleh Dody Setyawan, dkk (2013) terkait penerapan terapi musik relaksasi
dannature sound yang berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri. Terapi musik
relaksasi dan nature sound merupakan terapi non farmakologi yang tidak memiliki efek
samping, terapi yang mampu menurunkan nyeri, kecemasan, tekanan darah dan denyut
jantung.

B. Mekanisme Penerapan EBN


Mekanisme penerapan dari EBN yang dilakukan adalah :

40
Terapi musik relaksasi dan nature sound dilakukan sebelum diberikannya terapi medik atau
terapi farmakologi.
1. Sebelum dilakukannya terapi musik relaksasi dan nature soundlakukan terlebih dahulu
pengukuran nyeri menggunakan Numeric rating Scale dan berikan edukasi terkait
tindakan yang akan diberikan.
2. Usahakan situasi ruangan atau lingkungan relatif tenang.
3. Berikan posisi senyaman mungkin (bisa dengan posisi tidur terlentang maupun posisi
duduk) berikan posisi yang dirasakan paling nyaman oleh pasien.
4. Edukasi pasien untuk memejamkan mata dan merelaksasikan tubuh dari kepala hingga
kaki
5. Lakukan nafas dalam dengan menghirup udara dari hidung dan membuangnya melalui
mulut secara perlahan dan kemudian instruksikan pasien untuk konsentrasi dengan posisi
memejamkan mata dengan mendengarkan musik relaksasi dan nature soundmelalui
headsheet handpone selama 30 menit.
6. Setelah selesai melakukanterapi musik relaksasi dan nature sound pasien dapat
diistirahatkan selama kurang lebih 5 menit.
7. Kemudian kembali dilakukan pengukuran nyeri pada Tn.S dengan menggunakan
Numeric rating Scale
8. Setelah dilakukannya terapi musik relaksasi dan nature sound dan pengukuran skala
nyeri menggunakan Numeric rating Scale pada Tn.K dapat diberikan terapi medik sesuai
dengan program terapi medik yang diberikan.
9. Terapi musik relaksasi dan nature sound dapat dilakukan setiap nyeri terasa.

C. Hasil yang Dicapai

Pre Terapi Post Terapi


Hari 1 1 2 3
Skala nyeri 4 4 4 3
TD 130/80 mmHg 130/80 mmHg 120/80 mmHg 120/60mmHg
Nadi 84 x/menit 84 x/menit 83 x/menit 84x/menit

41
Hasil penerapan yang dilakukan mahasiswa dengan penelitian dan teori yang telah ada
sebelumnya adalah sejalan, di mana dari hasil penerapan didapatkan nilai dari skala nyeri
mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya
yang dilakukan oleh Dody Setyawan, dkk (2013) terkait penerapan terapi musik relaksasi
dan nature sound yang berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri. Terapi musik
relaksasi dan nature sound merupakan terapi non farmakologi yang tidak memiliki efek
samping, terapi yang mampu menurunkan nyeri, kecemasan, tekanan darah dan denyut
jantung, dan sesuai juga dengan teori Susanne et al (2011) bahwa musik relaksasi dan
nature sound dapat meminimalkan persepsi pasien terhadap suara-suara di lingkungan
sekitarnya atau pikiran-pikiran yang membuat cemas dan meningkatnya nyeri pada
pasien

D. Kelebihan, Kekurangan dan Hambatan yang ditemui selama Aplikasi Evidence


Based Nursing Riset Practice
1. Kelebihan
 Terapi musik relaksasi dan nature sound merupakan terapi non farmakologi yang
tidak memiliki efek samping, terapi yang mampu menurunkan nyeri, dengan
mendengarkan musik relaksasi dan nature sound tubuh akan memberikansinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang untuk mengurangi sekresi
neuropeptida,merangsang sistem saraf simpatis yang akan menghasilkan kondisi
relaksasi, relaksasi akan memberikan pengaruh terhadap aspek psikologis dan
fisiologis. Endorphin, norehineprin, dan serotonin juga dapat mengurangi nyeri
dengan cara memodulasi impuls desending dari otak
 Menggunakan alat yang sederhana yang dimiliki pasien seperti handpone

2. Kekurangan
Pada saat penerapan terapi musik relaksasi dan nature sound lingkungan sekitar dalam
keadaan kurang tenang

3. Hambatan

42
Tidak dalam pengawasan 24 jam dikarenakan pergantian shif jaga, sehingga tidak
mengetahui apakah pasien benar-benar menerapkan terapi musik relaksasi dan nature
sound selama 30 menit ketika nyeri timbul.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan Evidence Based Terapi musik relaksasi dan nature sound yang
telah dilakukan pada pasien post operasi adenotonsilektomi dengan diagnose
Adenotonsilitis kronis mengalami penurunan intensitas nyeri. Hal ini membuktikan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga dapatdiaplikasikan sebagai terapi
nonfarmakologis untuk menurunkan rasa nyeri, dan dapat diterapkan untuk menurunkan
rasa nyeri lainnya bukan hanya untuk menurunkan nyeri pada post pembedahan saja serta
penerapan ini dapat dilakukan baik di rumah sakit maupun di rumah pasien.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Digunakan untuk menambah ilmu dan pengalaman untuk diterapakan di lapangan
saat bertemu langsung dengan pasien dengankeluhan nyeri.
2. Bagi perawat ruangan
Bagi perawat ruangan dapat diaplikasikan sebagai terapi nonfarmakologis untuk
menurunkan rasa nyeri.

43
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2000. keperawatan medical bedah, alih bahasa JoAan C Hackley.Jakarta :
EGC.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia.Airlangga University Press. Surabaya.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prabowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika

Price and Wilson.2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta :EGC

Rumahorbo, Hotmo. (2000). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Perkemihan.
Jakarta: EGC

Alam, N. (2004). Obstetrics and Gynecology. Philadelphia: Mosby.

Baradero, M., Dayfrit, W. (20070.Seri Asuhan keperawatan pasien Gangguan Sistem Reproduksi
& Seksualitas. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth.(2001). Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Vol 3. Jakarta: EGC.(2002).


Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Vol 3. Jakarta: EGC.

Buecheck, M. G; Butcher, K. H; Dochterman, M. J. (2004).Nursing Intervention Classification


(NIC).Fifth Edition. Mosby.

Datak, G., Yeti, K., Haryati, S. T. (2008). Penurunan Nyeri Pasca Bedah Pasien TUR Prostat
Melalui Relaksasi Benson.Jurnal Keperawatan Vol 12 No 3 hal 173-178.

Moorhead, S; Johnson, M; Maas, L. M; Swanson, E. (2004).Nursing Outcomes Classification


(NOC).Fourth Edition. Mosby.

44
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Price, A. S., Wilson, M. L. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC.

Purnomo, B. B. (2011). Dasar-Dasar Urologi.Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.

Rasubala. F. G., Kumaat, T. L., Mulyadi. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi benson Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Post operasi di RSUP. Prof. Dr. R. D Kadou dan RS TK II R. W
Mangisidi Manado.E-Journal Keperawatan Vol 5 No 1.

Sjamsuhidayat, R., Brenda, B. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Yusliana, dkk. (2015). Efektivitas Relaksasi benson Terhadap Penurunan Nyeri Pada Ibu Post
Partum Section Caersarea. Diperoleh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=385031&val=6447&title=EFEKTIV
ITAS%20RELAKSASI%20BENSON%20TERHADAP%20PENURUNAN%20NYERI
%20PADA%20IBU%20POSTPARTUMSECTIO%20CAESAREA. 16 Juli 2017.

45

Anda mungkin juga menyukai