Anda di halaman 1dari 14

CAPILLARY REFILL TIME, MANIFESTASI PERDARAHAN DAN

ABSOLUTE NEUTROPHIL COUNT SEBAGAI PREDIKTOR


BAKTEREMIA PADA SEPSIS NEONATAL

CAPILLARY REFILL TIME, BLEEDING MANIFESTATION, AND


ABSOLUTE NEUTROPHIL COUNT AS PREDICTORS OF
BACTEREMIA IN NEONATAL SEPSIS

Sri Kurniati, Ema Alasiry, Idham Jaya Ganda


Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,Makassar

Alamat Korespondensi :
dr. Sri Kurniati
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
HP : 085242486210
Email :nia.latif@gmail.com

1
Abstrak

Gejala klinis yang tidak spesifik dan keterbatasan sarana pemeriksaan penunjang masih merupakan masalah
dalam penatalaksanaan sepsis neonatal. Penelitian ini bertujuan menilai sejauh mana pemanjangan CRT
(capillary refill time), adanya manifestasi perdarahan dan ANC dapat dijadikan parameter untuk memprediksi
adanya bakteremia pada sepsis neonatal. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan
menggunakan data dari rekam medis RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel penelitian adalah bayi
baru lahir dengan kecurigaan besar sepsis yang dirawat di NICU tahun 2010 dan 2011. Dilakukan analisis
hubungan antara pemanjangan CRT, adanya manifestasi perdarahan, dan ANC terhadap hasil kultur. Dari 120
sampel, didapatkan 61 sampel mempunyai hasil kultur (+) dan 59 sampel dengan hasil kutur (-). Terdapat
perbedaan bermakna antara kedua kelompok dalam hal pemanjangan CRT (p=0,000, AOR=14,815), adanya
manifestasi perdarahan( p=0,002, AOR=6,3) dan peningkatan ANC (p=0,000 , AOR=9,282). Disimpulkan
bahwa pemanjangan CRT, manifestasi perdarahan dan peningkatan ANC dapat dijadikan sebagai faktor
prediktor bakteremia pada sepsis neonatal.

Kata kunci : sepsis neonatal, pemanjangan CRT, perdarahan, Absolute neutrophil count

Abstract

The clinical symptoms of neonatal sepsis are not specific and limited, so that the investigation still a problem in
the management of neonatal sepsis. The objective of this study is to assess the extent of prolonged CRT, bleeding
manifestations, and ANC, as parameters to predict the presence of bacteremia. This study is a cross-sectional
study using data from the medical records of dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. The samples were
newborns with a high suspicion of sepsis treated in the NICU in 2010 and 2011. The relationship between CRT
elongation, bleeding manifestations, and ANC compared to blood culture results, are analyzed. Of the 120
samples, 61 samples had results culture (+) and 59 samples were cuture (-). There are significant differences
between the two groups in elongation of CRT (p = 0.000, AOR = 14.815), the manifestation of bleeding (p =
0.002, AOR = 6.3) and high ANC (p = 0.000, AOR = 9.282). We conclude that prolonged CRT, bleeding
manifestations, and high ANC, can be used as predictors of bacteremia in neonatal sepsis.

Keywords : neonatal sepsis, prolonged CRT,bleeding manifestation, Absolute neutrophil count

2
PENDAHULUAN
Angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang masih cukup tinggi
dibandingkan negara maju. Di Asia, angka kejadian sepsis berkisar 7,1 – 38 tiap 1000
kelahiran hidup, 6,5 sampai 23 tiap 1000 kelahiran hidup di Afrika, dan 3,5 – 8,9 di Amerika
utara dan Karibean . WHO memperkirakan sekitar 5 juta bayi baru lahir meninggal tiap tahun.
Di negara berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan
dengan masalah sepsis dan merupakan penyebab dari 30-50% kematian bayi baru lahir. Hal
yang sama ditemukan pula di negara maju pada bayi yang dirawat di NICU (neonatal
intensive care unit) (Vergnano, 2004., Sanker,2008).
Deteksi dini sepsis neonatal masih merupakan masalah tersendiri karena gejala klinis
yang tidak spesifik dan bervariasi sehingga menyulitkan diagnosis dini, bahkan bakteremia
kadang dapat terjadi tanpa diserta gejala sepsis, sementara prognosis sangat ditentukan oleh
deteksi dini dan penatalaksanaan yang cepat dan intensif. Berlainan dengan pasien dewasa
dan anak, pada bayi baru lahir terdapat berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan tubuh
sehingga respon sistemik pada bayi baru lahir akan berlainan dengan pasien dewasa. Tanda
dan gejala sepsis neonatal sangat tidak spesifik dan seringkali sulit dibedakan dengan
penyakit non infeksi lainnya (Chiesa, 2003., Lokeshwar.,2003). Penelitian yang dilakukan
oleh Kayange dkk menunjukkan bahwa letargi, kejang, kesulitan minum, sianosis dan ketuban
bercampur mekonium berhubungan secara signifikan dengan hasil biakan darah positif baik
pada sepsis awitan dini maupun awitan lambat (Kayange dkk.,2010). Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Okascharoen dkk menunjukkan bahwa hanya hipotensi, suhu tubuh
yang tidak normal serta kesulitan bernapas sebagai gejala klinis yang berhubungan dengan
sepsis neonatal (Okascharoen dkk.,2005).
Infeksi bakteri akan mengaktifkan sistem imun dan menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan pada sistem kardiovaskuler
sehingga perfusi ke jaringan tidak adekuat yang ditandai dengan pemanjangan CRT (capillary
refill time). Selain itu, trombositopenia, aktivasi sistem koagulasi dan kerusakan endotel
akibat infeksi bakteri atau toksinnya dapat menyebabkan timbulnya manifestasi perdarahan
baik berupa purpura, perdarahan saluran cerna atau perdarahan intrakranial.
Karena gambaran klinis yang tidak spesifik, maka dibutuhkan pula pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis sepsis neonatal. Sebagai respon terhadap infeksi
bakteri, maka tubuh akan melepas neutrofil dari cadangannya di sum-sum tulang ke sirkulasi
yang selanjutnya akan bermigrasi ke tempat/sumber infeksi. Hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah netrofil di sirkulasi untuk menjamin ketersediaan netrofil yang akan

3
melakukan fagositosis terhadap bakteri. Namun, penelitian yang dilakukan pada binatang
menunjukkan bahwa cadangan sum-sum tulang neonatus sangat rendah. Hal ini menyebabkan
deplesi netrofil tidak jarang ditemukan pada sepsis neonatal, bahkan sekalipun netrofil
immatur dijumpai di darah perifer. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Bhandari dkk
justru menunjukkan bahwa ANC (absolute neutrofil count) lebih tinggi pada bayi baru lahir
yang mengalami sepsis dibandingkan yang tidak mengalami sepsis (Bhandari.,2008).
Mengingat keterbatasan sarana pemeriksaan penunjang di sebagian besar daerah di
negara kita, maka masih sangat dibutuhkan pengetahuan mengenai faktor faktor yang dapat
memprediksi bakteremia yang mencakup parameter klinis dan laboratorium sederhana
sehingga membantu dalam diagnosis dan penatalaksanaan sepsis neonatal. Penelitian ini ingin
menilai sejauh mana pemanjangan CRT, manifestasi perdarahan dan ANC dapat memprediksi
bakteremia pada sepsis neonatal.

BAHAN DAN METODE


Lokasi dan rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional study dengan menggunakan data dari bagian rekam
medik RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Populasi dan sampel
Populasi terjangkau adalah semua pasien bayi baru lahir dengan kecurigaan besar
sepsis yang dirawat di NICU RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2010 dan
2011. Sampel sebanyak 120 orang secara consecutive sampling yang telah memenuhi kriteria
inklusi , yakni semua pasien bayi baru lahir berumur 0 –28 hari yang diduga mengalami
sepsis yang dirawat di NICU, menjalani evaluasi sepsis yang meliputi pemeriksaan
klinis,pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan biakan darah dan tidak mendapat antibiotik
sebelum masuk Rumah Sakit, sedangkan pasien yang mempunyai data tidak lengkap tidak
diikutkan dalam penelitian ini. Penelitian ini mendapat ijin dari direktur rumah sakit dalam
hal ini bagian catatan rekam medis serta persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Biomedis
pada Manusia.
Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan di bagian rekam medis dan diambil dari catatan medis
pasien. Pada setiap sampel dilakukan pencatatan nomor register, nama, jenis kelamin, umur,
berat badan lahir, usia gestasi, pemeriksaan klinis pada saat pasien masuk rumah sakit yang
meliputi ada tidaknya pemanjangan capillary refill time dan manifestasi perdarahan serta hasil

4
pemeriksaan Absolute Neutrophil Count (ANC) dan biakan darah. Data-data tersebut diolah
dengan menggunakan software SPSS 19. Analisis hubungan antara pemanjangan CRT dan
manifestasi perdarahan terhadap hasil kultur dilakukan dengan menggunakan Chi-Square
test, sedangkan analisis hubungan antara ANC terhadap hasil kultur menggunakan fisher
exact test. Kemaknaan independen masing-masing faktor terhadap hasil kultur dilakukan
dengan menggunakan uji multivariat regresi logistik berganda.

HASIL
Karakteristik sampel
Tabel 1 memperlihatkan karakteristik subyek yang diteliti. Dari 120 sampel
yang diteliti, terdiri dari 74 (61,7%) subyek laki-laki dan 46 (38,3%) subyek perempuan. Pada
kelompok bakteremia (+), terdapat 34 (55,7%) subyek laki-laki dan 27 (44,3%) subyek
perempuan, sedangkan pada kelompok bakteremia (-), terdapat 40 (67,8%) subyek laki-laki
dan 19 (32,2%) subyek perempuan. Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 51 (83,6%)
subyek cukup bulan dan 10 (16,4%) subyek kurang bulan, sedangkan pada kelompok
bakteremia (-), terdapat 47 (79,7%) subyek cukup bulan dan 12 (20,3%) subyek kurang
bulan.
Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 30 (49,2%) subyek yang mengalami
perdarahan dan 31(50,8%) yang tidak mengalami perdarahan, sedangkan pada kelompok
bakteremia (-) terdapat 6 (10,2%) subyek yang mengalami perdarahan dan 53 (89,8%) subyek
yang tidak mengalami perdarahan. Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 22 (36,1%) subyek
yang mengalami pemanjangan CRT dan 39 (63,9%) mempunyai CRT normal. Sedangkan
pada kelompok bakteremia (-), terdapat 3 (5,1%) subyek yang mengalami pemanjangan CRT
dan 56 (94,9%) mempunyai CRT normal.
Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 4 (6,6%) subyek mengalami penurunan
ANC,14 (23%) subyek mempunyai ANC normal, dan 43 (70,5%) subyek mengalami
peningkatan ANC. Pada kelompok bakteremia (-),terdapat 2 (3,4%) subyek mengalami
penurunan ANC, 43 (72,9%) subyek mempunyai ANC normal, dan 14 (23,7%) subyek
mengalami peningkatan ANC.
Analisis bivariat
Tabel 2 memperlihatkan analisis bivariate dari masing-masing variabel yang
diteliti. Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek laki-laki sebesar 45,9% dan anak
perempuan 58,7% sedangkan frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada laki-laki 54,1% dan
perempuan 41,3%. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok

5
tersebut dengan nilai p=0,174 (p>0,05). Nilai crude odds ratio (COR) = 1,6 dengan
Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek cukup bulan sebesar 52% dan kurang bulan
45,5% sedangkan frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada cukup bulan 48% dan kurang
bulan 54,5%. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut
dengan nilai p=0,577 (p>0,05).
Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami perdarahan sebesar 30
(83,3%) dan tidak mengalami perdarahan 31 (36,9%) sedangkan frekuensi kejadian tanpa
bakteremia pada bayi yang mengalami perdarahan 16,7 % dan tidak mengalami perdarahan
63,1 %. Secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut dengan
nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai crude odds ratio (COR) = 8,5 dengan interval kepercayaan 95%
atau 95% confidence interval (95% CI) = (3,2-22,83).
Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami pemanjangan CRT
sebesar 88% dan CRT normal sebesar 41,1%, sedangkan frekuensi kejadian tanpa bakteremia
pada subyek yang mengalami pemanjangan CRT sebesar 12% dan CRT normal 58,9%.
Analisa statistik memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok
tersebut dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai crude odds ratio (COR) = 10,5 dengan interval
kepercayaan 95% atau 95% confidence interval (95% CI) = (2,95-37,63). Frekuensi kejadian
bakteremia pada subyek yang mengalami penurunan ANC sebesar 66,67% dan ANC normal
sebesar 24,56%, sedangkan frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada subyek yang
mengalami penurunan ANC sebesar 33,33% dan ANC normal 75,44%. Analisa statistik
memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut
dengan nilai p=0,051 (p>0,05).
Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami peningkatan ANC
sebesar 75,4% dan ANC normal sebesar 24,56%, sedangkan frekuensi kejadian hasil kultur (-
) pada subyek yang mengalami peningkatan ANC sebesar 24,6% dan ANC normal sebesar
75,44%. Analisa statistik memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kedua
kelompok tersebut dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Nilai crude odds ratio (COR) = 9,43
dengan interval kepercayaan 95% atau 95% confidence interval (95% CI) = (4,020-22,136.
Analisis Multivariate
Analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 3 yang memperlihatkan bahwa
perdarahan, CRT dan ANC yang meningkat merupakan faktor – faktor yang secara
independen mempunyai hubungan dengan bakteremia dengan nilai AOR berturut-turut adalah
6,313, 14,815 dan 9,282.

6
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa parameter klinis yaitu pemanjangan CRT, adanya
manifestasi perdarahan, dan parameter laboratorium, yaitu ANC yang meningkat mempunyai
hubungan yang signifikan dengan bakteremia.
Untuk menyingkirkan faktor perancu, pada penelitian ini juga menganalisis hubungan
antara jenis kelamin dan usia gestasi yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara jenis kelamin dan hasil kultur (p=0,174) sehingga jenis kelamin bukan merupakan
faktor perancu pada penelitian ini. Meskipun penelitian yang dilakukan oleh Khinci dkk serta
Chako dkk menunjukkan bahwa sepsis neonatal cenderung lebih banyak pada bayi laki-laki
dibandingkan dengan bayi perempuan (Khinci dkk.,2010,Chacko.,2005).
Analisa statistik dalam hal pengaruh usia gestasi terhadap hasil kultur juga
memperlihatkan tidak adanya perbedaan bermakna (p = 0,577. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kayange dkk yang mendapatkan tidak adanya perbedaan
bermakna dalam hal jenis kelamin dan usia gestasi terhadap hasil kultur (Kayange.,2010).
Penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Masood dkk (2011) tentang spektrum klinis
pada sepsis neonatal menunjukkan bahwa perdarahan adalah salah satu gejala klinis yang
didapatkan pada bayi yang terbukti mengalami bacterial sepsis (Masood., 2011). Pada
penelitian ini, frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada bayi yang mengalami perdarahan
(83,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang tidak mengalami perdarahan (36,9%)
dengan nilai p <0,05. Nilai crude odds ratio (COR) = 8,5 dengan interval kepercayaan 95%
(3,201-22,827) yang berarti bahwa bayi yang mengalami perdarahan mempunyai
kemungkinan mengalami bakteremia 8,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
mengalami perdarahan. Setelah dilakukan uji statistik selanjutnya dengan analisis multivariat,
perdarahan tetap menjadi faktor prediktor dengan nilai AOR = 6,3 , yang berarti bayi dengan
perdarahan mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 6,3 kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi yang tidak mengalami perdarahan. Hal ini dihubungkan dengan
kerusakan endotel vaskuler, trombositopenia. Penelitian yang dilakukan oleh Anwer dkk
menunjukkan bahwa trombositopenia terjadi pada 52% bayi yang mengalami sepsis (Anwer
dkk.,2000), trombosit juga dipercaya berperan aktif dalam sistem pertahanan tubuh dengan
kemampuannya untuk menghasilkan radikal bebas dan molekul oksidatif jika diaktivasi
(Alshorman dkk., 2008). Perdarahan pada sepsis juga dapat disebabkan oleh DIC yang
merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap mortalitas sepsis neonatal (Selim.,2005).
Frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi yang mengalami pemanjangan
CRT (88%) lebih tinggi daripada frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi

7
dengan CRT normal (41,1%). Nilai crude odds ratio (COR) = 10,5 dengan interval
kepercayaan 95% (2,946-37,633) yang berarti bahwa bayi dengan pemanjangan CRT
mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 10,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang mempunyai CRT normal.Setelah dilakukan uji statistik selanjutnya dengan analisis
multivariat, pemanjangan CRT tetap menjadi faktor prediktor dengan nilai AOR = 14,8 , yang
berarti bahwa bayi dengan pemanjangan CRT mempunyai kemungkinan mengalami
bakteremia 14,8 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang mempunyai CRT
normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Spector dkk yang menunjukkan
bahwa penurunan perfusi berhubungan secara signifikan dengan hasil kultur (+) (Spector.,
1981), demikian pula sebuah studi yang dilakukan oleh WHO yang dipublikasikan pada tahun
2003 yang mengidentifikasi pemanjangan CRT sebagai salah satu faktor yang dapat
memprediksi bakteremia pada neonatus. Pemanjangan CRT menandakan perfusi ke jaringan
perifer yang tidak adekuat, hal ini disebabkan oleh bakteri atau toksin yang dihasilkan akan
mengaktivasi sistem imun dan menyebabkan pelepasan mediator inflamasi yaitu sitokin,
faktor yang mendepresi miokard, dan metabolit asam arakhidonat. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan pada miokard, dan penurunan resistensi
vaskuler. Selain itu, infeksi bakteri dapat menganggu sistem koagulasi, menyebabkan DIC
sehingga terjadi oklusi vaskuler yang juga menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan
(Edmon., 2010, Stoll.,2008).
Frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi yang mengalami penurunan
ANC (66,67%) lebih tinggi daripada frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi
dengan ANC normal (24,56%). Namun, setelah dilakukan uji statistik, didapatkan nilai p =
0,051 (p>0,05). Frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi yang mengalami
peningkatan ANC (75,4%) lebih tinggi daripada frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada
kelompok bayi dengan ANC normal (24,56%),dengan nilai p<0,05. Nilai crude odds ratio
(COR) = 9,4 dengan interval kepercayaan 95% (4,02-22,136) yang berarti bahwa bayi dengan
ANC yang meningkat mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 9,4 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang mempunyai ANC normal. Setelah dilakukan analisis
multivariat, ANC yang meningkat tetap merupakan faktor prediktor dengan nilai AOR = 9,28,
yang berarti bahwa bayi dengan ANC yang meningkat mempunyai kemungkinan mengalami
bakteremia 9,28 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang mempunyai ANC
normal. Terjadinya neutrophilia pada infeksi bakteri dimungkinkan oleh adanya aktivasi
makrofag yang akan menghasilkan GM-CSF sehingga terjadi stimulasi granulopoiesis dan
peningkatan jumlah netrofil ke sirkulasi untuk melakukan fagositosis. Hasil penelitian ini

8
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhandari dkk menunjukkan bahwa ANC lebih
tinggi pada bayi baru lahir yang mengalami sepsis dibandingkan yang tidak mengalami
sepsis, namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Monroe dan Christensen yang
melaporkan neutropenia pada neonatus yang mengalami infeksi bakteri (Melvan dkk, 2010 ;
Bhandari, 2008), sedangkan Buch dkk menyatakan bahwa ANC hanya bermanfaat untuk
menyingkirkan kemungkinan sepsis (Buch dkk., 2011), demikian pula penelitian yang
dilakukan oleh Swarnkar yang memperlihatkan bahwa neutropenia mempunyai nilai prediktif
positive hingga 97% (Swarnkar., 2012) dan Hornik dkk yang menemukan bahwa neutropenia
meningkatkan odds rasio terjadinya bakteremia (Hornik dkk.,2012). Adanya perbedaan
kemaknaan nilai ANC ini kemungkinan dapat di sebabkan oleh perbedaan waktu
pengambilan sampel darah mengingat waktu paruh neutrofil di sirkulasi sangat singkat yaitu
sekitar 7-10 jam, jika pengambilan darah dilakukan saat awal penyakit, maka bisa jadi
pengerahan netrofil dari sum-sum tulang ke sirkulasi masih berlangsung sehingga didapatkan
netrophilia tetapi jika netrofil ini terus digunakan untuk fagositosis, maka lama kelamaan
jumlah neutrofil di sirkulasi akan berkurang, sehingga dapat terjadi neutropenia. Selain itu,
sampel pada penelitian ini pada umumnya merupakan bayi cukup bulan yang sudah memilki
aktivitas granulopoiesis yang sudah lebih baik dibanding bayi kurang bulan. Jenis kuman
penyebab juga menentukan kemungkinan neutropenia, neutropenia lebih sering terjadi pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif daripada yang disebabkan oleh bakteri
gram positif (Wynn.,2010).
Kekuatan penelitian ini adalah penelitian ini menggabungkan antara parameter klinis
yang dapat diketahui dengan mudah dari pemeriksaan fisik dengan ANC yang merupakan
jenis pemeriksaan laboratorium yang relatif murah, sehingga sangat membantu bagi
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan sepsis neonatal, khususnya di daerah-daerah
dengan sarana penunjang yang minim dan tidak mempunyai fasilitas pemeriksaan kultur
darah. Namun demikian, kejadian bakteremia atau tanpa bakteremia pada penelitian ini
berdasarkan hasil kultur darah yang diperoleh dari laboratorium yang tidak menutup
kemungkinan adanya hasil false positive maupun false negative. Kendala yang ditemukan
pada penelitian ini adalah penelitian ini semata-mata menggunakan data yang telah ada dari
rekam medis sehingga ditemukan beberapa kekurangan, yaitu data yang kurang lengkap atau
tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal ini juga merupakan salah satu yang menyebabkan
jumlah sampel kelompok bayi yang mempunyai ANC yang menurun sangat sedikit (6
sampel) sebab ada beberapa data dari rekam medis yang menunjukkan neutropenia tetapi
tidak dapat diikutkan dalam analisis karena dokumen hasil kultur tidak ada.

9
KESIMPULAN DAN SARAN
Kami menyimpulkan bahwa adanya manifestasi perdarahan, pemanjangan CRT dan
ANC yang meningkat dapat dijadikan sebagai faktor yang dapat memprediksi adanya
bakteremia pada sepsis neonatal. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu membuat dan menguji
suatu sistem score untuk membantu diagnosis sepsis bakterial pada neonatus dengan
memasukkan peningkatan ANC, pemanjangan CRT atau manifestasi perdarahan sebagai
indikator.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alshorman, Abdallah., Maghayreh, M., Khriesat, W., Swedan, S. (2008). The effect of
Neonatal Sepsis on Platelet Count and their Indices. Jordan Medical Journal. 42(2) :
82-86.
Anwer, Khurshid., Mustafa, Sulthan. (2000). Rapid Identification of neonatal sepsis. Journal
of Pakistan Medical Association (online) Maret diunduh tanggal 15 Juli 2011.
Available from: http://www.jpma.org.pk.
Bhandari, Vineet., Wang, Chao., Rinder, Christine. (2008). Hematologic profil of sepsis in
neonates: neutrophil CD 64 as a Diagnostic Marker. Pediatrics Journal. 121 (1):129-
133.
Buch, A.C., Kumar, H., Jadhav, P.S. (2011). Evaluation of Haematological Profile in Early
Diagnosis of Clinically Suspected Cases of neonatal Sepsis. International Journal of
Basic and Applied Medical Sciences. 1 (1) : 1-6.
Chacko, Betty., Sohi, Inderpreet. (2005). Early Neonatal Sepsis. Indian Journal of Pediatrics.
72 : 23-26.
Chiesa, Claudio., Panero, Alessandra.,Osbon, John., Simonetti, Antonella. (2004). Diagnosis
of Neonatal Sepsis : A clinical and Laboratory Challenge. Clinical Chemistry, 50(2):
279-287.
Edmon, K., Zaidi,A.. (2010). New Approaches to Preventing, diagnosing, and Treating
Neonatal Sepsis. PlosMedicine Journal. 7(3) :1-8.
Hornik, C., Benjamin, D., Becker, K., Li, J., Clark, R. (2012). Use of The Complete Blood
Cell Count in Early Onset Neonatal Sepsis. The Pediatric Infectious Disease Journal.
31(8) : 799-802.
Kayange, Neema., kamugisha, Erasmus., Mwizamhola, Damas.,Mshana, Stephen. (2010).
Predictors of Positive Blood Culture and Deaths Among Neonates with Suspected
Neonatal Sepsis in A tertiarry Hospital, Mwanza-Tanzania. BMC Pediatrics. 10 (39).
Available from: http://www.biomedcentral.com
Khinci, Y.R., Kumar, Anit., Yadav, Satish. (2010). Profil of Neonatal Sepsis. Journal of
College of Medical Sciences-Nepal. 6 (pt2): 1-6
Lokeshwar, M.R., Shah, Nitin., Manglani, Mamta. (2003). Immunohematology of Neonatal
Sepsis, (Online) diunduh tanggal 15 juli 2011. Available from:
http://www.pedblood.org.
Masood, K., Butt, Naeem., Sharif, Saadia. (2011). Clinical Spectrum of early Onset neonatal
sepsis. Annals.17: 27-30
Melvan, Nicholas., bagby, Gregory. (2010). Neonatal Sepsis and Neutrophil Insufficiencies.
International Review of Immunology, 29 (63) :315-348
Okascharoen, Chusak., Sirinavin, Sayomporn., Thakkinstin, Ammarin. (2005). A Bedside
Prediction-Scoring Model for Late onset neonatal Sepsis. Journal of Perinatology,
25 : 778-783
Sanker, Jeeva.,Agarwal, Ramesh., Deorari, Ashok K. (2008). Sepsis in the newborn. Indian
Journal of pediatrics,75 (pt3) : 261-266
Selim, T., Ghoneim, H., Khashaba, M. (2005). Plasma Soluble Fibrin Monomer Complex is A
Usefull Predictor of Dissaminated Intravascular Coagulation in Neonatal Sepsis.
Haematologica, the Hematology Journal. 90(3):419-421.
Swarnkar, K., (2012). A Study of Early Onset Neonatal Sepsis With special Reference to
Sepsis Screening Parameters in A Tertiary Care Centre of Rural India. The Internet
Journal of Infectious Diseases.10(1). DOI : 10.5580/2be5. Available from:
http://www.archive.ispub.com.

11
Spector,S., Ticknor, W., Grosssman, Moses. (1981). Study of the Usefulness of Clinical and
hematological Findings in the Diagnosisog neonatal bacterial Infection, (Online)
diunduh tanggal 20 Juli 2011. Available from: http://cpj.sagepub.com.
Stoll, Barbara. 2008. Infection of The Neonatal infants. Nelson Textbook of Pediatrics.
Saunders Elseviers. Philadelphia.
Vergagno, S., Sharland, M., kazembe, P., Mwansambo, C. (2004). Neonatal Sepsis : An
International Perspective, Archive of Disease in Childhood, BMJ .90(3) :220-224
Wynn, L james., Wong, R Hector. (2010). Pathophysiology and Treatment of Septic Shock in
Neonates. Clinical Perinatology, 37(2) : 439-479

12
Tabel 1. Karakteristik pasien berdasarkan hasil kultur

Kelompok
Karakteristik pasien n = 120
Bakteremia (+) Bakteremia (-)
n (%) = 61(50,8) n (%) = 59(49,2)
Jenis kelamin :
Laki-laki 34 (55,7) 40 (67,8)
Perempuan 27 (44,3) 19 (32,2)
Usia gestasi :
Cukup bulan 51 (83,6) 47 (79,7)
Kurang bulan 10 (16,4) 12 (20,3)
Perdarahan :
Ada 30 (49,2) 6 (10,2)
Tidak ada 31 (50,8) 53 (89,8)
CRT :
Memanjang 22 (36,1) 3 (5,1)
Normal 39 (63,9) 56 (94,9)
ANC :
Menurun 4(6,6) 2 (3,4)
Normal 14(23) 43(72,9)
Meningkat 43(70,5) 14(23,7)

Tabel 2. Analisis bivariate variabel yang diteliti

Hasil Kultur P OR 95% CI


Variabel yang diteliti Positif (+) Negatif (-)
Jenis kelamin
Laki-laki 34 (45,9%) 40 (54,1%) 0,174
Perempuan 27 (58,7%) 19 (41,3%)
Usia gestasi
Cukup bulan 51 (52%) 47 (48%) 0,577
Kurang bulan 10 (45,5%) 12 (54,5%)
Perdarahan
Ada 30 (83,3%) 6 (16,7%) 0,000 8,5 3,2-22,83
Tidak ada 31 (36,9%) 53 (63,1%)
CRT
Memanjang 22 (88%) 3 (12%) 0,000 10,5 2,95-37,63
Normal 39 (41,1%) 56 (58,9%)
Penurunan ANC
Menurun 4 (66,67%) 2 (33,33%) 0,051
Normal 14 (24,56%) 43 (75,44%)
Peningkatan ANC
Meningkat 43 (75,4%) 14 (24,6%) 0,000 9,43 4,02-22,136
Normal 14 (24,56%) 43 (75,44%)

Tabel 3. Analisis multivariat


Variabel B S.E df Sig. Exp(B) 95% CI
Perdarahan 2,696 0,751 1 0,002 6,313 2,004-19,884
CRT 1,843 0,585 1 0,000 14,815 3,397-64,621
ANC Meningkat 2,228 0,507 1 0,000 9,282 3,439-25,052
B=koefisien regresi E=Standar error Exp(B)=Adjust Odds Rasio

13
14

Anda mungkin juga menyukai